Mushallina Lathifa - fkik - UIN Repository

advertisement
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SUSPECT
SKABIES PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN MODERN
DINIYYAH PASIA, KEC. AMPEK ANGKEK, KAB. AGAM,
SUMATERA BARAT TAHUN 2014
SKRIPSI
Oleh:
Mushallina Lathifa
1110101000034
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayahtullah
Jakarta.
2. Semua sumber daya yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayahtullah
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayahtullah Jakarta.
Ciputat, Juli 2014
Mushallina Lathifa
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESEHATAN LINGKUNGAN
Skripsi, Juli 2014
Mushallina Lathifa, NIM: 1110101000034
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SUSPECT
SKABIES PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN MODERN
DINIYYAH PASIA, KEC. AMPEK ANGKEK, KAB. AGAM,
SUMATERA BARAT TAHUN 2014
(xv+ 103 halaman, 8 tabel, 1 bagan, 4 lampiran)
ABSTRAK
Pada tahun 2010, penyakit kulit infeksi termasuk 10 penyakit terbanyak di
Sumatera Barat dengan kejadian 106. 568 kasus (Dinkes Prop. Sumbar, 2010
dalam Akmal, 2013). Dari banyaknya kasus penyakit kulit yang ada di Sumatera
Barat, penderita didominasi oleh santri di berbagai pondok pesantren yang ada di
wilayah tersebut (Akmal, 2013). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
faktor-faktor yang berhubungan dengan suspect skabies pada santriwati di Pondok
Pesantren Modern Diniyyah Pasia tahun 2014.
Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi dengan cross sectional
study dengan metode proportion random sampling. Populasi penelitian ini ialah
seluruh santriwati dengan jumlah sampel 73 orang dan ustadzah yang berjumlah
9 orang. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa absensi santriwati
tiap kamar dan data primer yang diperoleh dengan cara wawancara dan observasi.
Adapun instrumen penelitian yang digunakan ialah kuesioner dan lembar
observasi.
Dari hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden (76, 7%)
mengalami suspect skabies. Kemudian dari hasil analisis bivariat yang
menggunakan uji Chi square dengan ɑ 5% diperoleh lima faktor yang
berhubungan dengan suspect skabies yaitu personal hygiene (p= 0, 006),
kelembaban (p= 0, 000), ventilasi (p= 0, 000), kepadatan hunian (p= 0, 014), dan
dukungan pihak pesantren (p= 0, 000).
Suspect skabies pada santriwati di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia
memiliki hubungan dengan beberapa faktor yaitu personal hygiene, kelembaban,
ventilasi, kepadatan hunian, dan dukungan pesantren. Oleh karena itu, maka
disarankan kepada Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia untuk menerapkan
pendidikan kesehatan, melaksanakan pendataan kesehatan secara aktif dan rutin,
dan mengatur tata letak perlengkapan santriwati pada tiap kamar yang disesuaikan
dengan standar kesehatan.
Kata kunci: Suspect skabies, personal hygiene, kelembaban, dan kepadatan
hunian
ii
Daftar bacaan: 43 (1995-2014)
FACULTY OF MEDICAL AND HEALTH SCIENCE
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH
A Thesis, July 2014
Mushallina Lathifa, Student Identification Number: 1110101000034
SOME FACTORS RELATED TO SCABIES SUSPECTS AT FEMALE
STUDENTS OF DINIYYAH PASIA ISLAMIC MODERN BOARDING
SCHOOL, AMPEK ANGKEK-AGAM DISTRICT-WEST SUMATRA-2014
(xv+103 pages, 8 tables, 1 chart, 4 appendixes)
ABSTRACT
In 2010, skin disease was the 10 ten most common disease in West Sumatra.
It had106. 568 cases (Health Department of West Sumatra Province, 2010 in
Akmal, 2013). From so many skin disease cases which happened in West
Sumatra, patients were dominated by boarding school’s students from various
Islamic boarding school all over the region (Akmal, 2013). This research was
aimed at finding out some factors which are related to suspect scabies to the
female students of Islamic boarding school at Diniyyah Pasia Islamic Modern
Boarding School in 2014.
This research was an epidemiological research with cross sectional study by
using sampling methode of proportion random sampling. The population in this
research was all of female students by sample size 73 persons and 9 female
teachers. The secondary data which was used in the research was the female
students attendance list in every room and the primary data was gained by doing
interview and observation. Questionnaire and observation sheets were used as the
research instruments.
The result of this research, most of the respondents ( 76 % ) were found as
suspect scabies. From the bivariate analysis with ɑ 5%, it was found out that there
are five factors which were related to suspect scabies, they were: personal hygiene
(p= 0, 006), humidity (p= 0, 000), ventilation(p= 0, 000), residential density (p= 0,
014), and support from the boarding school committee (p= 0, 000).
Suspect scabies which happened on female students of Diniyyah Pasia
Islamic Modern Boarding School was related to some factors, they were personal
hygiene, humidity, ventilation, residential density and support of the boarding
school committee. Therefore, it was suggested to Diniyyah Pasia Islamic Modern
Boarding School to apply health education, conduct an active and regular survey
on students health, and having a healthy arrangement of female students
equipments in every room.
Keywords : Suspect scabies, personal hygiene, humidity, and residential density
Reference : 43 (1995-2014)
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Mushallina Lathifa
Tempat, tanggal lahir
: Jakarta, 24Agustus 1992
Jenis Kelamin
: Perempuan
Golongan Darah
:O
No. HP
: 083897852254
Email
: [email protected]
Alamat Asal
: Koto Tuo Balaigurah, Kec. Ampek Angkek, Kab.
Agam, Sumatera Barat
Alamat Sekarang
: Jl. Legoso Raya, Komplek Batan No.23, Kel.
Pisangan, Kec. Ciputat Timur, Kota Tangerang
Selatan, Banten
Riwayat Pendidikan
:
 TK ‘Aisyiyah Pondok Aren
(1997-1998)
 SDN 01 Koto Tuo Balaigurah
(1998-2004)
 MTs Diniyyah Pasia
(2004-2007)
 MA Diniyyah Pasia
(2007-2010)
 Kursus Mahir Dasar (KMD) Pembina Pramuka
(2009)
 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prodi Kesehatan Masyarakat
(2010-sekarang)
 Youth Educators Regional Training
vi
(2012)
Pengalaman Organisasi:
Tahun
Jabatan
2007-2008
Ketua Bagian Penerangan Organisasi Pelajar Pesantren
Modern Diniyyah Pasia
2008-2009
Ketua Bagian Bahasa Organisasi Pelajar Pesantren Modern
Diniyyah Pasia
2010-2012
Staf Ahli Pengembangan Ekonomi Komisariat Dakwah
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
2012-Sekarang
Anggota Environmental
(ENVIHSA)
2012-2013
Pengalaman Belajar Lapangan di Puskesmas Pisangan,
Kec. Ciputat Timur, Tangerang Selatan
2013-2014
Sekretaris Gerakan Menuju
(GEMABI) Tangerang Selatan
Health
Student
Anak
Baik
Association
Indonesia
Pengalaman Kerja:
2012
: Tim Survei Masalah Pemasangan Kabel SUTT Kab. Bandung
2012
: Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) di Puskesmas Pisangan
2013
: Staf Fundraising Lembaga ‘Amil Zakat Mizan Amanah
2014
: Relawan bidang assessment Aksi Cepat Tanggap (ACT)
2014
: Magang di Instalasi Penyehatan Lingkungan RSUD DR. Achmad
Mochtar Bukittinggi
2014
: Face to face Fundraiser di Dompet Dhuafa
Kunjungan Lapangan:
2012
: PT. Chevron Geothermal Garut Indonesia
2012
: PT. JOB Pertamina-Petrochina, Tuban, Indonesia
2012
: TPA Bantar Gebang, Bekasi
2013
: BATAN Serpong dan Pasar Jumat
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat, hidayah dan karunia-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
SUSPECT SKABIES PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN MODERN
DINIYYAH PASIA, KEC. AMPEK ANGKEK, KAB. AGAM, SUMATERA
BARAT TAHUN 2014”.
Terimakasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan
bimbingan, bantuan, serta dukungan dalam penyusunan laporan ini. Ucapan
terimakasih terutama ditujukan kepada :
1. Kedua orang tuaku, ayah dan ummi yaitu Muhasril MZ dan Naziar Nazir,
kakak-kakakku ( Mushallina Rahmi & Al Ghazali, Muhammad Ridha Ilahi,
dan Mushallina Hilma), serta keponakanku tersayang Ibrahim Putra Gazami,
yang
selalu
mendukung
dan
mendo’akan
penulis
sehingga
dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And; selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku kepala program studi kesehatan masyarakat
UIN Syarif Hidayatullah.
4. DR. Arif Sumantri, M.KM selaku ketua peminatan Kesehatan Lingkungan dan
dosen pembimbing pertama, terima kasih atas bimbingan dan nasehatnya
selama menyusun skripsi.
viii
5. Ibu Dewi Utami Iriani, Ph.D selaku dosen pembimbing kedua, terima kasih
ibu yang selalu memberikan waktu, saran, arahan, dan motivasi selama
penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh pihak Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia yang telah
memberikan izin, bantuan, dan kesediaan waktunya selama penelitian
berlangsung.
7. Jamaah kesehatan lingkungan
angkatan 2010 yang selalu semangat dan
menyemangati penulis.
8. Teman-teman di Kosan Boenda, Alya as my roommate, Bang Zubir as calon
kakak ipar, Nurul, Kak Gia, Kak Rinfi, Wafiq, dan Kak Rizky as supporters,
yang telah membantu, mendukung, dan mengingatkan penulis untuk terus
semangat dalam mengerjakan skripsi.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini jauh dari sempurna,
untuk itu saran dan masukan sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan
skripsi ini.
Ciputat, 3 Juli 2014
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................
i
ABSTRAK ..................................................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................
vi
KATA PENGANTAR................................................................................. viii
DAFTAR ISI................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................
1.3 Tujuan .......................................................................................
1.3.1 Tujuan Umum..................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus.................................................................
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................
1
4
4
4
5
5
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Skabies ......................................................................................
2.1.1 Definisi ............................................................................
2.1.2 Penyebab .........................................................................
2.1.3 Patogenesis ......................................................................
2.1.4 Penularan .........................................................................
2.1.5 Gejala...............................................................................
2.1.6 Diagnosis .........................................................................
2.1.7 Epidemiologi Skabies......................................................
2.1.8 Pengobatan ......................................................................
2.1.9 Pencegahan ......................................................................
2.2 Faktor Risiko.............................................................................
2.2.1 Pengetahuan.....................................................................
2.2.2 Personal Hygiene.............................................................
2.2.3 Kelembaban.....................................................................
2.2.4 Ventilasi...........................................................................
2.2.5 Kepadatan Hunian ...........................................................
2.2.6 Dukungan Pihak Pondok Pesantren ................................
7
7
7
8
10
11
12
14
15
17
18
18
22
28
28
31
33
2.3 Pondok Pesantren......................................................................
2.3.1 Pengertian ........................................................................
2.4 Teori Simpul .............................................................................
2.5 Kerangka Teori .........................................................................
36
36
37
40
x
BAB IIIKERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL,
DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep......................................................................
3.2 Definisi Operasional .................................................................
3.3 Hipotesis ...................................................................................
42
44
48
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian ......................................................................
4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian ...................................................
4.3 Populasi Dan Sampel ................................................................
4.4 Pengumpulan Data ....................................................................
4.4.1 Sumber Data ....................................................................
4.4.2 Instrumen ........................................................................
4.5 Pengolahan Data .......................................................................
4.6 Analisa Data..............................................................................
49
49
49
52
52
52
53
54
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Lokasi Penelitian .....................................................
5.2 Hasil Penelitian .........................................................................
5.2.1 Analisa Univariat.............................................................
5.2.2 Analisa Bivariat ...............................................................
55
58
58
63
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian.............................................................
6.1.1 Sumber Data ....................................................................
6.2 Pembahasan Hasil Penelitian ....................................................
6.2.1 Analisis Univariat............................................................
6.2.1.1 Suspect Scabies .................................................
6.2.1.2 Pengetahuan ......................................................
6.2.1.3 Personal Hygiene ..............................................
6.2.1.4 Kelembaban.......................................................
6.2.1.5 Ventilasi ............................................................
6.2.1.6 Kepadatan Hunian .............................................
6.2.1.7 Dukungan Pihak Pesantren................................
6.2.2 Analisis Bivariat ..............................................................
6.2.2.1 Hubungan antara Pengetahuan dengan
Suspect Skabies .................................................
6.2.2.2 Hubungan antara Personal Hygiene dengan
Suspect Skabies .................................................
6.2.2.3 Hubungan antara Kelembaban dengan
Suspect Skabies .................................................
6.2.2.4 Hubungan antara Ventilasi dengan Suspect
Skabies ..............................................................
6.2.2.5 Hubungan antara Kepadatan Hunian dengan
Suspect Skabies .................................................
xi
70
70
71
71
71
73
74
75
76
77
78
78
79
81
84
85
86
6.2.2.6 Hubungan
antara
Dukungan
Pihak
Pesantren dengan Suspect Skabies ....................
88
BAB VII SIMPULANN DAN SARAN
7.1 Simpulan ...................................................................................
7.2 Saran .........................................................................................
93
94
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel Defenisi Operasional............................................................................ 44
Tabel 5.1 Gambaran Suspect Skabies di Pondok Pesantren Modern
Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun
2014............................................................................................. 59
Tabel 5.2 Gambaran Pengetahuan Santriwati di Pondok Pesantren
Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat
Tahun 2014.................................................................................. 59
Tabel 5.3 Gambaran Personal Hygiene Santriwatidi Pondok Pesantren
Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat
Tahun 2014.................................................................................. 60
Tabel 5.4 Gambaran Kelembaban di Pondok Pesantren Modern
Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun
2014............................................................................................. 61
Tabel 5.5 Gambaran Ventilasi di Pondok Pesantren Modern Diniyyah
Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 ............... 61
Tabel 5.7 Gambaran Kepadatan Hunian di Pondok Pesantren Modern
Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun
2014............................................................................................. 62
Tabel 5.8 Gambaran Dukungan Pihak Pesantren di Pondok Pesantren
Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat
Tahun 2014.................................................................................. 63
Tabel 5.9 Hubungan Pengetahuan Responden denganSuspect Skabies
di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten
Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 ............................................ 64
Tabel 5.10 Hubungan Personal Hygiene Responden denganSuspect
Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia,
Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.......................... 65
Tabel 5.11 Hubungan Kelembaban dengan Suspect Skabies di Pondok
Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,
Sumatera Barat Tahun 2014........................................................ 66
Tabel 5.12 Hubungan Ventilasi dengan Suspect Skabies di Pondok
Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,
Sumatera Barat Tahun 2014........................................................ 67
Tabel 5.13 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Suspect Skabies di
Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten
Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 ............................................ 68
Tabel 5.14 Hubungan Dukungan Pihak Pesantren Terhadap Suspect
Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia,
Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.......................... 69
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Bagan Teori Simpul...................................................................................
37
2. Kerangka Teori..........................................................................................
40
3. Kerangka Konsep ......................................................................................
42
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Kuesioner Pengetahuan
Lampiran 2: Lembar Observasi Personal Hygiene
Lampiran 3: Lembar Observasi Sanitasi Lingkungan
Lampiran 4: Lembar Observasi Dukungan Pesantren
Lampiran 5: Hasil Analisis di SPSS
Lampiran 6: Struktur Pengasuhan Santriwati Tahun 2014
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit berbasis lingkungan yaitu fenomena penyakit yang terjadi
pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan, berakar, atau
memiliki keterkaitan erat dengan satu atau lebih komponen lingkungan pada
sebuah ruang dimana masyarakat tersebut tinggal atau beraktivitas dalam
jangka waktu tertentu (Achmadi, 2012). Penyakit tersebut bisa dicegah atau
dikendalikan, kalau kondisi lingkungan yang berhubungan atau diduga
berhubungan dengan penyakit tersebut dihilangkan.
Penyakit kulit merupakan salah satu jenis penyakit menular yang
berbasis lingkungan. Penyakit kulit merupakan jenis penyakit yang
berhubungan dengan kematian di Sub Sahara Afrika pada tahun 2011
(Cahyaningsih, 2012). Penyakit kulit dapat disebabkan oleh jamur, virus,
kuman,
parasit hewani dan lain-lain. Salah satu penyakit kulit yang
disebabkan oleh parasit adalah skabies (Wijaya, 2011).
Lebih dari 300 juta kasus skabies terjadi di belahan dunia setiap
tahunnya (Cahyaningsih, 2012). Di negara berkembang lebih dari seperempat
populasi bisa terinfeksi penyakit skabies (Wijayanti, 2008). Sedangkan
menurut Muzakir (2008), di beberapa negara berkembang prevalensi skabies
sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak dan
remaja.
1
2
Prevalensi penyakit skabies di Indonesia adalah sekitar 6-27% dari
populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak dan remaja (Sungkar,
1997). Pada tahun 2010, penyakit kulit infeksi termasuk 10 penyakit
terbanyak di Sumatera Barat dengan kejadian 106. 568 kasus (Dinkes Prop.
Sumbar, 2010 dalam Akmal, dkk, 2013). Dari banyaknya kasus penyakit kulit
yang ada di Sumatera Barat, penderita didominasi oleh santri di berbagai
pondok pesantren yang ada di wilayah tersebut (Akmal, dkk, 2013).
Diperkirakan sanitasi lingkungan yang buruk merupakan faktor dominan
yang berperan dalam penularan dan tingginya angka prevalensi penyakit
skabies diantara santri di Pondok pesantren (Dinkes Prop Jatim, 1997).
Penyakit skabies sering muncul karena kurangnya kebersihan diri
dengan sanitasi lingkungan yang buruk, penyakit ini disebabkan oleh tungau
Sarcoptes scabiei var homini. Skabies merupakan penyakit infeksi dan
menular dengan fenomena gunung es (Rafif, 2011). Dalam Cahyaningsih
(2012) penyakit skabies menyerang manusia secara kelompok (misalnya pada
asrama, pesantren, penjara, perkampungan yang padat penduduk). Pondok
pesantren
termasuk
tempat
yang
beresiko
terjadi
skabies karena
merupakan salah satu tempat yang berpenghuni padat (Wijaya, 2011).
Menurut Green dalam Azizah (2012), guru mempunyai peran terhadap
perilaku murid dalam memelihara kesehatannya. Guru dapat berperan sebagai
konselor, pemberi instruksi, motivator, manajer, dan model dalam
menunjukkan sesuatu yang baik misalnya dalam perilaku hidup bersih dan
sehat. Berdasarkan hasil penelitian Linda dan Adiwiryono, 2010 dalam
3
Azizah, 2012 menunjukkan adanya hubungan antara peran guru dengan
praktek PHBS pada peserta PAUD. Selain itu guru diharapkan dapat
mendorong murid-murid mereka dalam melaksanakan kebiasaan memelihara
kesehatan (Azizah, 2012). Pesantren didefinisikan sebagai suatu tempat
pendidikan dan pengajaran yang menekankan pada pelajaran agama Islam
dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat permanen
(Qomar, 2007).
Rohmawati (2010) menyatakan bahwa sebanyak 74, 74% responden
di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta menderita penyakit skabies yang
diakibatkan karena mereka mempunyai pengetahuan yang rendah terhadap
perilaku hidup bersih dan sehat dan mereka mempunyai resiko terkena
penyakit skabies 2, 34 kali dibandingkan dengan responden yang mempunyai
pengetahuan baik tentang perilaku hidup bersih dan sehat. Hal yang sama
juga dilakukan oleh Muzakir (2008) di pondok pesantren Kabupaten Aceh
Besar sebanyak 61% responden mempunyai pengetahuan yang kurang
terhadap perilaku hidup bersih dan sehat sehingga banyak santri yang terkena
penyakit skabies. Ini berarti pengetahuan seseorang dapat mendukungnya
terhindar dari penyakit, terutama penyakit menular.
Menurut penulis sendiri, skabies pada santriwati adalah masalah
kesehatan yang unik, karena sejak dulu dan didasarkan pada pengalaman dan
pengetahuan yang didapat ketika menjadi santriwati bahwa skabies adalah
penyakit yang tidak pernah ada habisnya di lingkungan pondok pesantren
akan tetapi sangat disayangkan sekali pihak pondok pesantren belum
4
memberikan perhatian yang besar dalam penanganan masalah skabies
sehingga tidak ada data yang lengkap mengenai santriwati yang menderita
skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,
Sumatera Barat. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik dan ingin
mengetahui faktor-faktor apa yang berhubungan dengan suspect skabies di
Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera
Barat.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah suspect
skabies pada santriwati Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia,
Kabupaten Agam, Sumatera Barat yang berhubungan dengan beberapa faktor
yang diantaranya adalah pengetahuan, personal hygiene, kelembaban,
ventilasi, kepadatan hunian, dan dukungan pihak pesantren. Selama
menempuh pendidikan di pondok pesantren, akhirnya penulis merasakan
bahwa skabies adalah masalah kesehatan yang unik, karena masalah tersebut
tidak pernah selesai di pondok pesantren.
1.3 Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor–faktor
yang berhubungan
dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah
Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014.
5
1.3.2
Tujuan Khusus
a.
Untuk
mengetahui
pengetahuan
santriwati
mengenai
skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia,
Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.
b.
Untuk mengetahui personal hygiene santriwati di Pondok
Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,
Sumatera Barat Tahun 2014.
c.
Untuk mengetahui sanitasi lingkungan di Pondok Pesantren
Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat
tahun 2014.
d.
Untuk mengetahui dukungan pihak pondok pesantren di
Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten
Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.
e.
Untuk mengetahui hubungan faktor yang berhubungan
dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern
Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun
2014
1.4 Manfaat Penelitian
a. Bagi Mahasiswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan
menambah keterampilan penulis dalam menganalisis dan mengolah data.
6
b. Bagi Fakultas
Dapat menjadi media untuk menjalin kerjasama antara institusi
pendidikan dengan lokasi penelitian dan mendapat masukan yang
bermanfaat dalam pengembangan kurikulum Kesehatan Lingkungan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
c. Bagi Pondok Pesantren
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang
gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan suspect skabies
pada santri Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,
Sumatera Barat, sehingga dapat dibuat kebijakan dan strategi penanganan
masalah tersebut oleh pihak pesantren.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Modern Diniyyah
Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada Bulan Maret-Mei 2014. Pada
penelitian ini penulis membatasi pada analisis beberapa faktor yang
berhubungan dengan suspect skabies, diantaranya yaitu pengetahuan,
personal hygiene, kelembaban, ventilasi, kepadatan hunian, dan dukungan
pihak pesantren. Setelah mengetahui ada atau tidaknya hubungan, penulis
kemudian menganalisa hubungan tersebut. Penelitian ini didasarkan oleh
pengetahuan dan pengalaman penulis setelah mengenyam pendidikan di
pondok pesantren tersebut selama enam tahun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Skabies
2.1.1
Definisi
Skabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infestasi
dan sensitasi Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.
Penyakit ini disebut juga the itch, seven year itch, Norwegian itch,
gudikan, gatal agogo, budukan atau penyakit ampera (Harahap,
2008).
2.1.2
Penyebab
Skabies
disebabkan
oleh
kutu/tungau
Sarcoptes
scabiei.Sarcoptes scabiei bersifat obligat parasit yang mutlak
memerlukan induk semang untuk berkembang biak. S.scabiei tidak
dapat dibiakkan secara in vitro meskipun telah ditumbuhkan pada
media yang terdiri dari tick cell medium 25%, serum kambing 50%
ekstrak epidermis 25%, streptomisin 200 mg/ml dan fungizone
10mg/ml (Tarigan,1999 dalam Wardhana, 2006).
Sarcoptes scabiei adalah tungau kecil berkaki delapan, dan
didapatkan melalui kontak fisik yang erat dengan orang lain yang
menderita penyakit ini. Tungau skabies (Sarcoptes scabiei) ini
berbentuk oval, dengan ukuran 0,4 x 0,3 mm pada jantan dan 0,2 x
0,15
pada
betina
7
(Brown
dkk,
2002).
8
Secara
morfologik
merupakan
tungau
kecil,berbentuk
oval,punggungnya cembung dan bagian perutnya rata,tunggau ini
transient,berwarna putih dan tidak bermata. Tungau betina
panjangnya 330-450 mikron,sedangkan tungau jantan lebih kecil
kurang lebih setengahnya yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron
bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki dan bergerak dengan
kecepatan 2,5cm permenit di permukaan kulit (Asra, 2010).
Sarcoptes scabiei betina setelah dibuahi mencari lokasi yang
tepat di permukaan kulit untuk kemudian membentuk terowongan,
dengan kecepatan 0,5mm–5mm per hari.Terowongan pada kulit
dapat sampai ke perbatasan stratum korneum dan stratum
granulosum. Di dalam terowongan ini tungau betina akan tinggal
selama hidupnya yaitu kurang lebih 30 hari dan bertelur sebanyak
2-3 butir telur sehari. Telur akan menetas setelah 3-4 hari menjadi
larva yang akan keluar ke permukaan kulit untuk kemudian masuk
kulit lagi dengan menggali terowongan, biasanya sekitar folikel
rambut untuk melindungi dirinya dan mendapat makanan.
Setelah beberapa hari, menjadi bentuk dewasa melalui bentuk
nimfa.Waktu yang diperlukan dari telur hingga bentuk dewasa
sekitar 10-14 hari.Tungau jantan mempunyai masa hidup yang
lebih pendek dari pada tungau betina, dan mempunyai peran yang
kecil
pada
patogenesis
penyakit.
Biasanya
hanya
hidup
9
dipermukaan kulit dan akan mati setelah membuahi tungau betina
(Asra, 2010).
2.1.3
Patogenesis
Infestasi dimulai saat tungau betina yang telah dibuahi tiba di
permukaan kulit. Dalam waktu satu jam, tungau tersebut akan
mulai menggali terowongan. Setelah tiga puluh hari, terowongan
yang awalnya hanya beberapa millimeter bertambah panjang
menjadi beberapa centimeter. Meskipun begitu, terowongan ini
hanya terdapat di stratum korneum dan tidak akan menembus
lapisan kulit di bawah epidermis. Terowongan ini dibuat untuk
menyimpan telur- telur tungau, kadang- kadang juga ditemukan
skibala di dalamnya. Tungau dan produk- produknya inilah yang
berperan sebagai iritan yang akan merangsang sistem imun tubuh
untuk mengerahkan komponen - komponennya (Habif, 2003).
Dalam beberapa hari pertama, antibodi dan sel sistem imun
spesifik lainnya belum memberikan respon. Namun, terjadi
perlawanan dari tubuh oleh sistem imun non spesifik yang disebut
inflamasi. Tanda dari terjadinya inflamasi ini antara lain timbulnya
kemerahan pada kulit, panas, nyeri dan bengkak. Hal ini
disebabkan karena peningkatan persediaan darah ke tempat
inflamasi yang terjadi atas pengaruh amin vasoaktif seperti
histamine, triptamin dan mediator lainnya yang berasal dari sel
mastosit. Mediator- mediator inflamasi itu juga menyebabkan rasa
10
gatal di kulit. Molekul- molekul seperti prostaglandin dan kinin
juga ikut meningkatkan permeabilitas dan mengalirkan plasma dan
protein plasma melintasi endotel yang menimbulkan kemerahan
dan panas (Baratawidjaja, 2007).
Faktor kemotaktik yang diproduksi seperti C5a, histamine,
leukotrien akan menarik fagosit. Peningkatan permeabilitas
vaskuler memudahkan neutrofil dan monosit memasuki jaringan
tersebut. Neutrofil datang terlebih dahulu untuk menghancurkan/
menyingkirkan antigen. Meskipun biasanya berhasil, tetapi
beberapa sel akan mati dan mengeluarkan isinya yang juga akan
merusak jaringan sehingga menimbulkan proses inflamasi. Sel
mononuklear datang untuk menyingkirkan debris dan merangsang
penyembuhan (Baratawidjaja, 2007).
Bila proses inflamasi yang diperankan oleh pertahanan non
spesifik belum dapat mengatasi infestasi tungau dan produknya
tersebut, maka imunitas spesifik akan terangsang. Mekanisme
pertahanan spesifik adalah mekanisme pertahanan yang diperankan
oleh sel limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem
imun lainnya seperti sel makrofag dan komplemen (Kresno, 2007).
2.1.4 Penularan
Penularan skabies pada manusia sama seperti cara penularan
skabies pada hewan, yaitu secara kontak langsung
dengan
penderita. Disamping itu kontak secara tidak langsung seperti
11
melalui pakaian, handuk, seprai, dan barang-barang lain yang
pernah dipakai oleh penderita, juga merupakan sumber penularan
yang harus dihindari (Currie et al, 2004 dalam Wardhana, 2006).
Tungau S.scabiei hidup dari sampel debu penderita, lantai,
furniture dan tempat tidur (Arlian et al 1998 dalam Wardhana,
2006). Masa inkubasi skabies pada manusia yang belum pernah
terinfestasi tungau adalah dua sampai enam minggu, tetapi
penderita yang pernah terserang skabies sekitar satu hingga empat
hari. Satu bulan pasca infestasi, jumlah tungau di dalam lapisan
kulit mengalami peningkatan. Sebanyak dua puluh lima ekor
tungau
betina
dewasa
ditemukan
pada
lima
puluh
hari
pascainfestasi dan menjadi lima ratus ekor setelah seratus hari
kemudian (Mc Carthy et al, 2004, dalam Wardhana, 2006).
2.1.5 Gejala
Gejala yang ditimbulkan oleh Sarcoptes scabiei adalah gatalgatal terutama pada malam hari (pruritus nokturna). Ini terjadi
karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab
dan panas, dan pada saat hospes dalam keadaan tenang atau tidak
beraktivitas sehingga dapat mengganggu ketenangan ketika tidur
(Cahyaningsih, 2012).
Gejala utama skabies adalah gatal, yang secara khas terjadi di
malam hari. Terdapat dua tipe utama lesi kulit pada skabies, yaitu
terowongan dan ruam. Terowongan terutama ditemukan pada
12
tangan dan kaki, khususnya bagian samping jari tangan dan kaki,
sela- sela jari, pergelangan tangan dan punggung kaki. Masingmasing terowongan panjangnya beberapa millimeter hingga
beberapa centimeter, biasanya berliku- liku dan ada vesikel pada
salah satu ujung yang berdekatan dengan tungau yang sedang
menggali terowongan, seringkali disertai eritema ringan (Brown
dkk, 2002).
Ruam skabies berupa erupsi papula kecil yang meradang, yang
terutama terdapat di sekitar aksila, umbilikus dan paha. Ruam ini
merupakan suatu reaksi alergi tubuh terhadap tungau (Brown dkk,
2002).Selain itu juga dapat terjadi lesi sekunder akibat garukan
maupun infeksi sekunder seperti eksema, pustula, eritema, nodul
dan eksoriasi (Habif, 2003).
2.1.6 Diagnosis
Menurut Handoko, 2007, diagnosis ditegakkan jika terdapat
setidaknya dua dari empat tanda kardinal skabies yaitu:
a. Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan
karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih
lembab dan panas.
b. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok.
c. Adanya terowongan pada tempat- tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu- abuan, berbentuk lurus atau
berkelok, rata- rata panjang 1cm, dan pada ujung terowongan itu
13
ditemukan papul atau vesikel. Tempat predileksinya adalah
tempat- tempat dengan stratum korneum yang tipis seperti jarijari tangan, pergelangan tangan bagian volar, umbilikus,
genetalia pria dan perut bagian bawah.
d. Menemukan
tungau.
Untuk
menemukan
tungau
atau
terowongan, dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
1)
Kerokan kulit
Papul atau terowongan yang baru dibentuk dan utuh ditetesi
minyak mineral/ KOH, kemudian dikerok dengan scalpel
steril untuk mengangkat atap papul atau terowongan. Hasil
kerokan diletakkan di gelas obyek dan ditutup dengan lensa
mantap, lalu diperiksa di bawah mikroskop.
2)
Mengambil tungau dengan jarum
Jarum ditusukkan pada terowongan di bagian yang gelap
dan digerakkan tangensial. Tungau akan memegang ujung
jarum dan dapat diangkat keluar.
3)
Epidermal shave biopsy
Papul atau terowongan yang dicurigai diangkat dengan ibu
jari dan telunjuk lalu diiris dengan scalpel no. 15 sejajar
dengan permukaan kulit.Biopsi dilakukan sangat superfisial
sehingga perdarahan tidak terjadi dan tidak perlu anestesi.
14
4)
Burrow ink test
Papul skabies dilapisi tinta cina dengan menggunakan pena
lalu dibiarkan selama dua menit kemudian dihapus dengan
alkohol. Tes dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam
terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis
zig- zag.
5)
Swab kulit
Kulit dibersihkan dengan eter lalu dilekatkan selotip dan
diangkat dengan cepat.Selotip dilekatkan pada gelas obyek
kemudian diperiksa dengan mikroskop.
6)
Uji tetrasiklin
Tetrasiklin dioleskan pada daerah yang dicurigai ada
terowongan, kemudian dibersihkan dan diperiksa dengan
lampu
Wood.
Tetrasiklin
dalam
terowongan
akan
menunjukkan fluoresesnsi (Sungkar, 2000).
2.1.7 Epidemiologi Skabies
Skabies merupakan penyakit epidemik pada banyak masyarakat,
ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemik
skabies.Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa
muda, tetapi dapat juga mengenai semua umur, insiden semua pada
pria dan wanita (Hendra, 2012).
Insiden skabies pada negara berkembang menunjukkan siklus
fluktasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan, interval dari
15
akhir suatu epidemik pada permulaan epidemik berikutnya kurang
lebih 10-15 tahun. Beberapa faktor yang dapat mempengaruh
penyebarannya adalah kemiskinan,hygiene yang jelek,seksual
promiskuitas,diagnosis yang salah,demogarfi,ekologi dan derajat
sensitasi
individual,insidensi
di
Indonesia
masih
cukup
tinggi,terendah di Sulawesi Utara,dan tertinggi di Jawa Barat
(Hendra, 2012).
2.1.8 Pengobatan
Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan
scabies yaitu:
a. Permetrin
Merupakan obat pilihan untuk saat ini, tingkat keamanannya
cukup tinggi, mudah pemakaiannya dan tidak mengiritasi kulit.
Dapat digunakan di kepala dan leher anak usia kurang dari 2
tahun. Penggunaannya dengan cara dioleskan ditempat lesi
lebih kurang 8 jam kemudian dicuci bersih.
b. Malation
Malation 0,5 % dengan dasar air digunakan selama 24 jam.
Pemberian berikutnya diberikan beberapa hari kemudian
(Harahap, 2000).
16
c. Emulsi Benzil-benzoas (20-25 %)
Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam
selama tiga hari.Efek sampingnya sering terjadi iritasi dan
kadang semakin gatal setelah digunakan (Handoko, 2001).
d. Sulfur
Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10 % secara umum aman
dan efektif digunakan. Dalam konsentrasi 2,5 % dapat
digunakan pada bayi. Obat ini digunakan pada malam hari
selama 3 malam (Harahap, 2000).
e. Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25 %, yang sebelum digunakan
harus ditambah 2 – 3 bagian dari air dan digunakan selam 2 – 3
hari (Harahap, 2000).
f. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan)
Kadarnya 1 % dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan
karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan dan
jarang terjadi iritasi.Tidak dianjurkan pada anak di bawah 6
tahun dan wanita hamil karena toksik terhadap susunan saraf
pusat.Pemberian cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala
ulangi seminggu kemudian (Handoko, 2001).
17
g. Krotamiton
Krotamiton 10 % dalam krim atau losio, merupakan obat
pilihan.Mempunyai 2 efek sebagai anti skabies dan anti gatal
(Handoko, 2001).
2.1.9 Pencegahan
Pencegahan pada manusia dapat dilakukan dengan cara
menghindari kontak langsung dengan penderita dan mencegah
penggunaan barang-barang penderita secara bersama. Pakaian,
handuk, dan lainnya yang pernah digunakan penderita harus
diisolasi dan dicuci dengan air panas.Pakaian dan barang-barang
asal kain, dianjurkan untuk disetrika sebelum dipakai seprai
penderita harus sering diganti dengan yang baru maksimal sekali
tiga hari. Benda-benda yang tidak dapat dicuci dengan air seperti
bantal, guling, selimut disarankan dimasukkan ke kantong plastik
selama tujuh hari, selanjutnya dicuci kering atau dijemur di bawah
matahari, sambil dibolak-balik minimal dua puluh menit sekali.
Kebersihan tubuh dan lingkungan termasuk sanitasi serta pola
hidup yang sehat akan mempercepat kesembuhan dan memutus
siklus hidup S.scabiei (Wardhana, 2006).
18
2.2
Faktor Risiko
Faktor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah sosial
ekonomi yang rendah, personal hygiene yang buruk, lingkungan yang
tidak saniter, perilaku yang tidak mendukung kesehatan, serta kepadatan
penduduk. Faktor yang paling dominan adalah kemiskinan dan higiene
perorangan yang jelek di negara berkembang merupakan kelompok
masyarakat yang paling banyak menderita penyakit scabies ini (Ma’rufi,
2005).
Skabies disebabkan antara lain oleh rendahnya faktor sosial
ekonomi, hygiene yang buruk seperti mandi, mengganti pakaian,
pemakaian handuk dan melakukan hubungan seksual. Penyakit ini
biasanya banyak ditemukan di tempat seperti asrama, panti asuhan, rumah
penjara atau di daerah perkampungan yang kurang terjaga kebersihannya
(Saleha, 1997).Skabies pada santriwati disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah pengetahuan, personal hygiene,kelembaban, ventilasi,
kepadatan hunian, dan dukungan pihak pondok pesantren.
2.2.1 Pengetahuan
2.2.1.1 Definisi
Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan
penginderaan
terhadapa
suatu
objek
tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu berupa
indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
19
telinga ( Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan dibagi atas beberapa
tingkatan, yaitu :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya.Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah menigkatkan kembali (Recall) terhadap suatu yang spesifik
dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa
yang telah dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefenisikan, dan menyatakan.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
dapat mengiterpretasikan materi tersebut secara benar.Orang
yang telah paham terhadap objek/ materi harus dapat
menjelaskan,
menyebutkan
contoh,
menyimpulkan,
meramalkan, terhadap objek yang telah dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan
kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dalam konteks atau situasi yang lain.
20
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek ke dalam komponen-kompenen, tetapi
masih didalam sesuatu struktur organisasi, dan masih ada
lainnya satu sama lain. Seperti dapat menggambarkan,
membedakan, memisahkan, mengelompokkan.
e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis dapat menunjukkan kepada suatu komponen
untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru.Dengan kata bain
sinlerisadalah suatu kemampuan untuk menyususn formulasi
baru
dari
format
yang
ada.Misalnya
dapat
menyusun,
merencanakan, meringkas, menyesuaikan terhadap suatu teori
atau merumuskan rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi
ini
berkaitan
dengan
kemampuan
untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau
objek.Penelitian-penelitian ini didasarkan pada mutu kriteria
yang telah ada.Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi
yang ingin diukur dari subyek penilaian atau responden.
21
2.2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan
seseorang ( S. Notoatmodjo, 2003):
a. Pendidikan
Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan
bantuan yang diberikan kepada anak yang tertuju kepada
kedewasaan.
b. Minat
Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan
yang tinggi terhadap sesuatu dengan adanya pengetahuan yang
tinggi didukung minat yang cukup dari seseorang sangatlah
mungkin seseorang tersebut akan berperilaku sesuai dengan apa
yang diharapkan.
c. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu peristiwa yang dialami. Suatu objek
psikologis cenderung akan bersikap negatif terhadap objek
tersebut untuk menjadi dasar pembentukan sikap pengalaman
pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu
sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi
tersebut dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan,
pengalaman akan lebih mendalam dan lama membekas.
22
d. Usia
Usia individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat
berulang tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan
bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih
dewasa akan lebih dipercaya daripada orang yang belum cukup
tinggi kedewasaannya.
2.2.1 Personal Hygiene
2.2.2.1 Definisi
Personal Hygiene adalah perawatan diri dimana individu
mempertahankan kesehatannya, dan dipengaruhi oleh nilai serta
keterampilan (Mosby, 1994 dalam Pratiwi, 2008). Seseorang
dikatakanpersonal hygienenya baik bila yang bersangkutan dapat
menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, kuku,
rambut, mulut dan gigi, pakaian, mata, hidung, telinga, alat
kelamin, dan handuk, serta alas tidur (Badri, 2005). Personal
hygiene santri yang mempengaruhi kejadian skabies meliputi:
a.
Kebersihan kulit
Integumen (kulit) adalah massa jaringan terbesar di tubuh.
Kulit bekerja melindungi dan menginsulasi struktur-struktur
dibawahnya dan berfungsi sebagai cadangan kalori. Kulit
mencerminkan emosi dan stres yang kita alami, dan berdampak
kepada penghargaan orang lain merespon kita. Selama hidup, kulit
23
dapat
teriris,
tergigit,
mengalami
iritasi,
terbakar,
atau
terinfeksi.Kulit memiliki kapasitas dan daya tahan yang luar biasa
untuk pulih (Afni, 2011).
Penyakit kulit dapat disebabkan oleh jamur, virus, kuman,
parasit hewani dan lain-lain.Salah satu penyakit kulit yang
disebabkan oleh parasit adalah Skabies (Frenki, 2011).
Sabun
dan
air
adalah
hal
yang
penting
untuk
mempertahankan kebersihan kulit. Mandi yang baik adalah:
1) Satu sampai dua kali sehari, khususnya di daerah tropis.
2) Bagi yang terlibat dalam kegiatan olah raga atau pekerjaan lain
yang mengeluarkan banyak keringat dianjurkan untuk segera
mandi setelah selesai kegiatan tersebut.
3) Gunakan sabun yang lembut. Germicidal atau sabun antiseptik
tidak dianjurkan untuk mandi sehari-hari.
4) Bersihkan anus dan genitalia dengan baik karena pada kondisi
tidak bersih, sekresi
normal
dari
anus
dan genitalia
akanmenyebabkan iritasi dan infeksi.
5) Bersihkan badan dengan air setelah memakai sabun dan handuk
yang tidak samadengan orang lain (Frenki, 2011).
b.
Kebersihan tangan dan kuku
Indonesia
adalah
negara
yang
sebagian
besar
masyarakatnya menggunakan tangan untuk makan, mempersiapkan
makanan, bekerja dan lain sebagainya. Bagi penderita skabies
24
akansangat mudah penyebaran penyakit ke wilayah tubuh yang
lain. Oleh karena itu, butuh perhatian ekstra untuk kebersihan
tangan dan kuku sebelum dan sesudah beraktivitas.
1) Cuci tangan sebelum dan sesudah makan, setelah ke kamar
mandi dengan menggunakan sabun. Menyabuni dan mencuci
harus meliputi area antara jari tangan, kuku dan punggung
tangan.
2) Handuk
yang
digunakan
untuk
mengeringkan
tangan
sebaiknya dicuci dan diganti setiap hari.
3) Jangan menggaruk atau menyentuh bagian tubuh seperti
telinga, hidung, dan lain-lain saat menyiapkan makanan.
4) Pelihara kuku agar tetap pendek, jangan memotong kuku
terlalu pendek sehingga mengenai pinch kulit (Frenki, 2011).
c.
Kebersihan genitalia
Karena
minimnya
pengetahuan
tentang
kebersihan
genitalia, banyak kaum remaja putri maupun putra mengalami
infeksi di alat reproduksinya akibat garukan, apalagi seorang anak
tersebut sudah mengalami skabies diarea terterntu maka garukan di
area genitalia akan sangat mudah terserang penyakit kulit skabies,
karena area genitalia merupakan tempat yang lembab dan kurang
sinar matahari. Kebersihan genital lain, selain cebok, yang harus
diperhatikan
yaitu
pemakaian
celana
dalam.
Apabila
ia
mengenakan celana pun, pastikan celananya dalam keadaan kering.
25
Bila alat reproduksi lembab dan basah, maka keasaman
akanmeningkat dan itu memudahkan pertumbuhan jamur.Oleh
karena itu, seringlah mengganti celana dalam (Safitri, 2008 dalam
Frenki, 2011).
d.
Kebersihan pakaian
Menurut penelitian Ma’rufi, dkk (2005) menunjukkan
bahwa perilaku kebersihan perorangan yang buruk sangat
mempengaruhi seseorang menderita skabies, sebaliknya, pada
orang yang perilaku kebersihan dirinya baik maka tungau lebih
sulit menginfestasi individu karena tungau dapat dihilangkan
dengan mandi dan menggunakan sabun, pakaian dicuci dengan
sabun cuci dan kebersihan alas tidur. Hal ini sejalan dengan
penelitian Trisnawati (2009), bahwa ada hubungan antara praktik
mandi memakai sabun, kebiasaan bertukar pakaian dengan santri
lain dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Al Itqon
Kelurahan Tlogosari Wetan.
e.
Kebersihan handuk
Berdasarkan penelitian Muslih (2012), di Pondok Pesantren
Cipasung Tasikmalaya menunjukkan kejadian skabies lebih tinggi
pada responden yang menggunakan handuk bersama (66,7%),
dibandingkan dengan responden yang tidak menggunakan handuk
bersama (30,4%), dan dari hasil uji statistik prilaku ini mempunyai
hubungan dengan kejadian skabies. Hasil POR menunjukkan
26
responden yang menggunakan handuk bersama 4,588 kali
berpeluang untuk menderita skabies dibanding responden yang
tidak menggunakan handuk bersama.
f.
Kebersihan tempat tidur dan sprei
Menurut Mansyur (2007) penularan skabies secara tidak
langsung dapat disebabkan melalui perlengkapan tidur, dan
menurut hasil penelitian Muslih (2012), kejadian skabies lebih
tinggi terjadi pada responden yang tidak menjemur kasur (54,5%)
dan menunjukkan adanya hubungan antara menjemur kasur
minimal 2 minggu sekali dengan kejadian skabies. Hal ini sesuai
dengan penelitian Frenki (2011)di Pondok Pesantren Darel Hikmah
Kota Pekanbaru, bahwa variabel Kebersihan Tempat Tidur dan
Sprei secara signifikan mempunyai hubungan dengan kejadian
skabies, dengan nilai p= 0,000 (p<0,05).
2.2.2.2 Tujuan personal hygiene, diantaranya yaitu:
a.
Meningkatkan derajat kesehatan seseorang
b.
Memelihara kebersihan diri seseorang
c.
Memperbaiki personal hyiene yang kurang
d.
Mencegah penyakit
e.
Menciptakan keindahan
f.
Meningkatkan rasa percaya diri, (Hidayat, 2011).
27
2.2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene
a. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik
sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.
b. Praktik sosial
Pada anak-anak yang selalu dimanja dalam kebersihan diri,
maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal
hygiene.
c. Status sosial-ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun,
pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal
hygiene sangat
penting
karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan.
Misalnya pada pasien penderita DM ia harus menjaga
kebersihan kakinya.
e. Budaya
Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak
boleh dimandikan.
28
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan seseorang yang menggunakan produk tertentu
dalam perawatan dirinya seperti penggunaan sabun, sampo,
dan lain-lain.
g. Kondisi fisik
Pada keadaan sakit tertentu kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya (Hidayat,
2009).
2.2.3 Kelembaban
Keadaan rumah yang lembab akan mendukung terjadinya
penyakit dan penularan penyakit. Kelembaban merupakan media
yang baik untuk berkembangnya bakteri-bakteri pathogen.Menurut
Kepmenkes No.829 tahun 1999 tentang persyaratan kesehatan
perumahan, kelembaban udara yang diperbolehkan berkisar antara
40%-70%.Pada penelitian Khotimah (2013), menunjukkan bahwa
ada hubungan antara kelembaban ruangan dengan kejadian skabies
(p=0,049).
2.2.4 Ventilasi
Dalam SNI 03-6572-2001 dijelaskan bahwa ventilasi
merupakan proses untuk mengambil (mencatu) udara segar ke
dalam bangunan/gedung dalam jumlah yang sesuai kebutuhan.
Ventilasi bertujuan untuk:
29
a. Menghilangkan gas-gas yang tidak menyenangkan yang
ditimbulkan
oleh
pembakaran
(CO2)
keringat
yang
dansebagainya
ditimbulkan
dan
oleh
gas-gas
pernafasan
danproses-proses pembakaran.
b. Menghilangkan uap air yang timbul sewaktu memasak, mandi
dan sebagainya.
c. Menghilangkan kalor yang berlebihan.
d. Membantu mendapatkan kenyamanan termal.
Suatu ruangan yang layak ditempati, misalkan kantor,
pertokoan, pabrik, ruang kerja, kamar mandi, binatu dan ruangan
lainnya untuk tujuan tertentu, harus dilengkapi dengan ventilasi
alami dan ventilasi mekanis atau sistem pengkondisian udara.
a. Ventilasi Alami.
Ventilasi alami terjadi karena adanya perbedaan tekanan di
luar suatu bangunan gedung yang disebabkan oleh angin dan
karena adanya perbedaan temperatur, sehingga terdapat gas-gas
panas yang naik di dalam saluran ventilasi. Ventilasi alami yang
disediakan harus terdiri dari bukaan permanen, jendela, pintu
atau sarana lain yang dapat dibuka, dengan syarat:
1) Jumlah bukaan ventilasi tidak kurang dari 5% terhadap luas
lantai ruangan yang membutuhkan ventilasi
2) Arah yang menghadap ke :
30
a)
Halaman berdinding dengan ukuran yang sesuai,
atau daerah yang terbuka keatas.
b)
Teras terbuka, pelataran parkir, atau sejenis
c)
Ruang yang bersebelahan
b. Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanis adalah ventilasi alami pada suatu ruangan
yang berasal dari jendela, bukaan, ventilasi di pintu atau sarana
lain dari ruangan yang bersebelahan (termasuk teras tertutup),
jika kedua ruangan tersebut berada dalam satuan hunian yang
sama atau teras tertutup milik umum.
Syarat ventilasi mekanik dalam bangunan asrama adalah:
1) Ruang yang diventilasi bukan kompartemen sanitasi.
2) Jendela, bukaan, pintu dan sarana lainnya dengan luas
ventilasi tidak kurang dari 5% terhadap luas lantai dari
ruangan yang diventilasi.
3) Ruangan yang bersebelahan memiliki jendela, bukaan, pintu
atau sarana lainnya dengan luas ventilasi tidak kurang dari
5% terhadap kombinasi luas lantai dari kedua ruangan
Luas ventilasi yang dipersyaratkan dalam bangunan tersebut
boleh dikurangi apabila tersedia ventilasi alami dari sumber
lainnya.
31
2.2.5 Kepadatan Hunian
Menurut Muslih, dkk (2012), santri yang berada di
lingkungan asrama yang padat (>20 orang/kamar), luas ruangan
kurang dari 2
, lokasi tempat tidur tanpa jarak, jumlah santri di
kelas lebih dari 20 orang/kelas, luas tempat duduk kurang dari 2
diisi 2 orang atau lebih per meja mempunyai resiko untuk
tertular skabies 4 kali lebih besar dari siswa yang berada dalam
kondisi hunian tidak padat.
Begitu juga menurut Harahap, 2001 dalam Al Audhah,
2009 mengatakan bahwa faktor–faktor yang berhubungan dengan
penularan skabies diantaranya adalah kepadatan hunian. Dengan
lingkungan yang padat, frekuensi kontak langsung sangat besar,
baik pada saat beristirahat/tidur maupun kegiatan lainnya. Menurut
Azwar (1995) jumlah penghuni rumah atau ruangan yang dihuni
melebihi kapasitas akan meningkatkan suhu ruangan menjadi panas
yang disebabkan oleh pengeluaran panas badan juga akan
meningkatkan kelembaban akibat adanya uap air dari pernafasan
maupun penguapan cairan tubuh dari kulit. Suhu ruangan yang
meningkat dapat menimbulkan tubuh terlalu banyak kehilangan
panas.
Keputusan
Menteri
No.829/MENKES/SK/VII/1999
Kesehatan
menyebutkan
bahwa
RI
kriteria
mengenai aspek penyehatan didalam ruangan atau kamar, yaitu:
32
1) Harus ada pergantian udara (jendela/ventilasi)
2)Adanya sinar matahari pada siang hari yang dapat masuk
kedalam ruang/kamar (genting/kaca)
3) Penerangan yang memadai disesuaikan dengan luas kamar yang
ada.
4) Harus selalu dalam keadaan bersih dan tidak lembab
5) Setiap ruang/kamar tersedia tempat sampah
6) Jumlah penghuni ruang/kamar sesuai persyaratan kesehatan.
7) Ada lemari/rak di dalam kamar untuk penempatan peralatan,
buku, sandal
8) Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai minimal
3m atau tempat tidur (1.5x2m).
Berdasarkan penelitian Sidit Supriyadi (2004) di Pondok
Pesantren Assalam Kranggan masalah sanitasi lingkungan dan
personal hygiene masih kurang memadai sehingga prevalensi
penyakit kulit skabies masih tinggi (25%).Dari hasil penelitian
didapatkan adanya perbedaan kondisi fisik air dan personal hygiene
terhadap timbulnya penyakit skabies.Penelitian yang dilakukan
oleh Riris Nur Rohmawati di Pondok Pesantren Al-Muayyad
Surakarta tahun 2011 menunjukkan adanya hubungan tingkat
pengetahuan (74,74%), bergantian pakaian atau alat shalat
(84,21%), bergantian handuk (82,11%), dan tidur berdesak desakan
33
(91,58%) dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren AlMuayyad Surakarta.
2.2.6
Dukungan Pihak Pondok Pesantren
Menurut
Notoatmodjo(2003)
bahwa
dengan
adanya
kebijakan dari komitmen politik terhadap program kesehatan,
misalnya dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah,
keputusan presiden, kepmen, perda, SK Gubernur dan seterusnya
termasuk kebijakan yang ditetapkan oleh pihak pesantren akan
berdampak pada meningkatnya anggaran pembangunan kesehatan,
pelayanan kesehatan, dan sarana prasarana kesehatan di tiap
wilayah tersebut.
Sehingga dapat disimpulkan dengan adanya dukungan
pihak pondok pesantren berupa kebijakan dalam meningkatkan
penanganan kejadian skabies di lingkungan pondok pesantren,
seperti
peningkatan
pengetahuan
santri
dengan
himbauan,
peringatan, dan peraturan tertulis untuk menjaga kebersihan diri
dan lingkungan, serta semakin tanggapnya pihak pondok pesantren
dalam penanganan kejadian skabies maka akan semakin cepat
masalah ini dapat teratasi, karena penyakit skabies menular dengan
cepat pada suatu komunitas, sehingga dalam penanganannya harus
dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada semua santri yang
terserang skabies agar tidak tertular kembali (Hidayat, 2011).
34
Beberapa upaya yang dapat dilakukan pihak pondok
pesantren dalam menangani perkembangan skabies (Masrufin,
2010) adalah:
a.Upaya Promotif :
1) Pelatihan kader kesehatan Pondok Pesantren, yaitu kegiatan
pelatihan beberapa santri yang tinggal di Pondok Pesantren
Modern Diniyyah untuk menjadi kader kesehatan yang akan
membantu kegiatan pelayanan kesehatan.
2) Penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan
dan pihak Pondok Pesantren tentang pesan-pesan kesehatan
guna meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku santri
dan masyarakat Pondok Pesantren mengenai kesehatn
jasmani, mental dan sosial.
3) Perlombaan bidang kesehatan yaitu kegiatan yang sifatnya
untuk meningkatkan minat terhadap kegiatan kesehatn di
Pondok Pesantren, misalnya lomba kebersihan, lomba
kesehatan dan lain-lain.
b.Upaya Preventif :
1) Pembuatan peraturan tertulis dan sanksi yang tegas mengenai
personal hygiene dan pemeliharaan sanitasi lingkungan
pondok pesantren.
2) Pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan, yaitu suatu
kegiatan berupa pengawasan dan pemeliharaan lingkungan
35
Pondok Pesantren berupa tempat pembuangan sampah, air
limbah, kotoran dan sarana air bersih. Kegiatan ini bertujuan
guna meningkatkan kesehatan lingkungan Pondok Pesantren.
3) Penjaringan kesehatan santri baru guna mengetahui status
kesehatan dan sedini mungkin menemukan penyakit yang
diderita para santri.
4) Pemeriksaan dan pendataan berkala guna mengevaluasi
kondisi kesehatan dan penyakit para santri di Pondok
Pesantren yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan dibantu
pihak Pondok Pesantren.
c.Upaya Kuratif dan Rehabilitatif :
1) Pengobatan, dilakukan oleh petugas kesehatan terhadap
santri dan masyarakat Pondok Pesantren yang sakit yang
dirujuk pihak Pondok Pesantren.
2) Rujukan kasus, yaitu kegiatan merujuk santri dan mayarakat
Pondok Pesantren yang mengidap penyakit tertentu ke
fasilitas rujukan lebih lanjut untuk mencegah penyakit
berkembang lebih lanjut.
3) Pemantauan kondisi santri setelah dilakukan pengobatan.
36
2.3 Pondok Pesantren
2.3.1 Pengertian
Pesantren adalah tempat belajar Agama Islam.Suatu lembaga
pendidikan Islam dikatakan pesantren apabila terdiri dari unsur-unsur
Kyai/Syekh/Ustadz yang mendidik dan mengajar, ada santri yang
belajar, ada mushola/masjid, danada pondok/asrama tempat santri
bertempat tinggal.Asrama adalah rumah pemondokan yang ditempati
oleh para santri, pegawai, dan sebagainya yang digunakan sebagai
tempat berlindung, beristirahat, dan bergaul dengan sesama teman
(Dariansyah, 2006).
Pesantren telah berdiri sejak berkembangnya Agama Islam
yang disiarkan oleh Bangsa Arab dan lokasinya tersebar di seluruh
wilayah Indonesia dengan jumlah tidak kurang dari 40.000 pesantren
namun 80% dari padanya masih menghadapi persoalan air bersih dan
rawan sanitasi lingkungan sehingga sering terjadi Kejadian Luar Biasa
(KLB) termasuk penyakit skabies di pesantren (Dinkes NAD, 2005).
Azwar (2003) menyatakan fungsi pondok pesantren secara
sederhana adalah sebagai tempat beristirahat, menunaikan ibadah,
mengaji, melakukan kegiatan sehari-hari, dan tempat berlindung dari
keadaan
lingkungannya.
Arti
dan
fungsi
diantaranya:
1) Tempat mengaji/ belajar
2) Tempat berlindung dari pengaruh lingkungan
pondok
pesantren,
37
3) Tempat yang dapat memberi jaminan psikologis bagi penghuni,
seperti kebebasan, keamanan, kebahagiaan, dan ketenangan
4) Tempat/ lembaga pendidikan Agama Islam
5) Tempat beristirahat
6) Tempat pemondokan para santri
2.4 Teori Simpul
Manajemen
Penyakit
Udara,
Air,
pangan, vektor
penular,
Manusia
Sumber
3 agen
penyakit
Komunitas
(perilaku, umur,
gender, genome)
Sakit
Sehat
Agen penyakit
5
Lingkungan strategis/ politik,
iklim, topografi, suhu, dll
Simpul
1
2
3
4
Mengacu kepada gambaran skematik diatas, maka patogenesis
penyakit dapat diuraikan ke dalam5 (lima) simpul, yakni:
38
a. Simpul 1 (sumber penyakit)
Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan agen penyakit. Agen
penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan
penyakit melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara
(yang juga komponen lingkungan).
Berbagai
agen
penyakit
yang
baru
maupun
lama
dapat
dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu:
1) Mikroba, seperti virus, amuba, jamur, bakteri, parasit, dan lain-lain.
2) Kelompok fisik, misalnya kekuatan radiasi, energi kebisingan, kekuatan
cahaya.
3) Kelompok bahan kimia toksik, misalnya pestisida, Merkuri, Cadmium,
CO, H2S, dan lain-lain.
Sumber penyakit adalah titikyang secara konstan maupun kadangkadang mengeluarkan satu atau lebih berbagai komponen lingkungan
hidup tersebut di atas.
b. Simpul 2 (media transmisi penyakit)
Ada lima komponen lingkungan yang lazim kita kenal sebagai
media
transmisi
binatang/serangga,
penyakit
yaitu
manusia/langsung.
air,
Media
udara,
transmisi
tanah/pangan,
tidak
akan
memiliki potensi penyakit jika di dalamnya tidak mengandung bibit
penyakit atau agen penyakit.
c. Simpul 3 (perilaku pemajanan/behavioural exposure)
Agen penyakit dengan atau tanpa menumpang komponen
39
lingkungan lain, masuk ke dalam tubuh melalui satu proses yang kita kenal
dengan hubungan interaktif. Hubungan interaktif
antara komponen
lingkungan dengan penduduk berikut perilakunya, dapat diukur dalam
konsep yang disebut sebagai perilaku pemajanan atau behavioural
exposure. Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia
dengan komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit
(agen penyakit). Masing-masing agen penyakit yang masuk ke dalam
tubuh dengan cara-cara yang khas.
Ada 3 jalan masuk ke dalam tubuh manusia, yakni :
1) Sistem pernafasan
2) Sistem pencernaan
3) Masuk melalui permukaan kulit
d. Simpul 4 (kejadian penyakit)
Kejadian penyakit merupakan outcome hubungan interaktif
penduduk dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan
kesehatan. Seseorang dikatakan sakit kalau salah satu maupun bersama
mengalami kelainan dibandingkan dengan rata-rata penduduk lainnya.
e. Simpul 5 (variabel suprasistem)
Kejadian penyakit masih dipengaruhi oleh kelompok variabel
simpul 5, yakni variable iklim, topografi, temporal, dan suprasistem
lainnya, yakni keputusan politik berupa kebijakan makro yang bisa
mempengaruhi semua simpul (Achmadi, 2008).
40
2.5 Kerangka Teori
Manajemen
Penyakit Skabies
 Penderita
Skabies
 Air
 Manusia
Pengetahuan,
personal hygiene,
umur,gender,
kepadatan hunian.
Sakit
Sehat
Sarcoptes
scabiei
5
Kelembaban, ventilasi, dukungan
pesantren, iklim.
Simpul
1
2
3
4
Sumber: Teori simpul (Achmadi, 2008)
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori simpul (Achmadi,
2008) dalam mengidentifikasi faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian
Skabies. Dengan mengacu pada gambar skematik di atas, maka proses
kejadian Skabies dapat diuraikan dalam lima simpul, yaitu:
a. Sumber agent penyakit, yaitu penderita skabies.
b. Komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit,
meliputi air dan manusia.
c. Penduduk dengan berbagai variabel kependudukan, meliputi: pengetahuan,
personal hygiene, umur, gender, dan kepadatan hunian.
41
d. Penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami
exposure dengan komponen lingkungan yang mengandung Sarcoptes
scabiei.
e. Semua variabel yang memiliki pengaruh terhadap keempat simpul,
meliputi kelembaban, ventilasi, dukungan pihak pesantren, dan iklim.
42
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL,
DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Pengetahuan
Personal Hygiene
Kelembaban
Suspect Skabies
Ventilasi
Kepadatan Hunian
Dukungan Pesantren
Berdasarkan teori simpul, dirumuskan variabel yang berhubungan
dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia,
Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014. Diantara variabel tersebut
adalah pengetahuan, personal hygiene, kelembaban, ventilasi, kepadatan
hunian, dan dukungan Pesantren.
Variabel ini diteliti karena skabies merupakan penyakit berbasis
lingkungan, yang pengendalian dan pencegahannya sangat berhubungan
dengan kondisi lingkungan pada suatu kelompok. Pada penelitian ini,
42
43
kelompok yang dijadikan sasaran adalah santriwati yang menetap di asrama.
Santriwati yang belum mengetahui tentang skabies akan berpeluang
menderita skabies, karena mereka tidak mengetahui apa saja yang harus
dihindari untuk mencegah dan menanggulangi skabies. Personal hygiene
santriwati juga merupakan variabel yang mempengaruhi terjadinya skabies,
karena tungau skabies masuk melalui permukaan kulit, sehingga kebersihan
diri merupakan hal yang benar-benar harus dijaga.
Kamar merupakan lingkungan timbul dan tersebarnya skabies, yaitu
kondisi kamar yang tidak memenuhi syarat diantaranya yaitu kelembaban,
ventilasi, dan kepadatan hunian. Jika kelembaban tinggi, maka tungau skabies
akan lebih lama tahan di luar kulit manusia yaitu mencapai 19 hari, sehingga
mudah terjadi penularan. Kamar yang memiliki ventilasi tidak memenuhi
syarat maka sirkulasi udaranya tidak baik, sehingga kamar menjadi panas dan
penghuninya berkeringat. Kamar yang padat dan sempit juga menambah
resiko berkembangnya skabies, karena penularannya menjadi semakin mudah
terjadi.
Dukungan pesantren juga sangat penting dalam meningkatkan
kesehatan para santriwati, karena mereka memiliki wewenang terhadap
kesehatan dan kebersihan lingkungan pesantren. Skabies banyak dijumpai
pada anak dan dewasa muda, oleh karena itu pada penelitian ini usia tidak
termasuk faktor, karena seluruh santriwati berada pada usia dewasa muda.
44
3.2 Definisi Operasional
No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
1. Suspect skabies Penyakit kulit yang disebabkan oleh Wawancara
parasit S. scabiei, yang diketahui dan observasi
berdasarkan hasil observasi yaitu gatal
terutama malam hari, lesi kulit berupa
terowongan, benjolan kecil, bintik
merah, terutama pada tempat dengan
lapisan kulit yang tipis seperti sela-sela
jari tangan, pergelangan tangan, siku
bagian luar (sikut), lipat ketiak, sekitar
payudara, telapak kaki dan telapak
tangan.
2
.
Pengetahuan
Segala sesuatu yang diketahui oleh Pengisian
santriwati
mengenai
skabies, mandiri
diantaranya meliputi definisi skabies,
penyebab, faktor risiko, gejala, dan
pencegahan dan penularannya.
Alat Ukur
Kuesioner
Kuesioner
Hasil Ukur
1. Ya
2. Tidak
Kriteria:
Ya =
Jika responden
mengalami
setidaknya 2 dari
gejala skabies.
Tidak = Jika responden
hanya mengalami
1 atau tidak sama
sekali dari gejala
skabies.
1. Rendah
2. Tinggi
Kriteria:
Rendah= jika total
responden kurang
nilai median.
Tinggi= jika total
responden lebih atau
dengan nilai median.
Skala
Ukur
Ordinal
Ordinal
nilai
dari
nilai
sama
45
No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
3
.
Personal
Hygiene
Usaha tiap santriwati untuk menjaga Observasi
kebersihan diri, khususnya kulit,
tangan, kuku, genitalia, pakaian,
handuk, tempat tidur, dan sprei.
Lembar
Observasi
4
.
Kelembaban
Kondisi kelembaban udara tiap kamar
yaitu perbandingan jumlah uap air di
udara dengan yang terkandung di
udara pada suhu yang sama, yang
dapat
mempengaruhi
terjadinya
skabies.
Lembar
observasi
dan
hygrometer
Pengukuran
langsung
menggunakan
hygrometer
Hasil Ukur
Skala
Ukur
1. Tidak Hygiene
Ordinal
2. Hygiene
Kriteria:
Tidak Hygiene= Jika ada
salah satu dari indikator
pengamatan
personal
hygiene
yang
tidak
terpenuhi yaitu ada hasil
pengamatan
responden
yang
dalam
kategori
“Tidak”.
Hygiene= Jika seluruh
indikator
pengamatan
personal hygiene terpenuhi
yaitu
seluruh
hasil
pengamatan
responden
dalam kategori “Ya”.
1. <40% atau >70%* Rasio
2. 40-70%*
*Kepmenkes No. 829
tahun 1999
46
No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
5
.
Ventilasi
Kondisi ventilasi alami (jendela) tiap Pengukuran
kamar yaitu luas jendela dibanding luas langsung
kamar.
menggunakan
meteran
Lembar
observasi
dan
meteran
6
.
Kepadatan
hunian
Kondisi jumlah anggota
dibanding luas kamar.
Lembar
observasi
dan
meteran
7
.
Dukungan
pihak
pesantren
Upaya yang dilakukan pihak pesantren Observasi
yaitu ustadzah dalam penanganan
masalah skabies dengan cara promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
kamar Pengukuran
langsung
menggunakan
meteran
Lembar
observasi
Hasil Ukur
1. Tidak Memenuhi
Syarat: , < 5% dari
luas lantai*
2. Memenuhi Syarat:
5% dari luas
lantai*
*SNI 03-6572-2001
1. Tidak memenuhi
syarat: < 8 m²
untuk 2 orang*
2. Memenuhi syarat,
≥8 m² untuk 2
orang*
*Kepmenkes No. 829
tahun 1999
1. Rendah
2. Tinggi
Kriteria:
Rendah=Jika ada salah
satu dari indikator
pengamatan dukungan
pihak pesantren yang tidak
terpenuhi yaitu ada hasil
Skala
Ukur
Ordinal
Ordinal
Ordinal
47
No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
pengamatan responden
yang dalam kategori
“Tidak”.
Tinggi=
Jika
seluruh
indikator
pengamatan
dukungan pihak pesantren
terpenuhi yaitu seluruh
hasil
pengamatan
responden dalam kategori
“Ya”.
Skala
Ukur
48
3.3 Hipotesis
a. Ada hubungan pengetahuan santriwati dengan suspect skabies di Pondok
Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat
Tahun 2014.
b. Ada hubungan personal hygiene santriwati dengan suspectskabies di
Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera
Barat Tahun 2014.
c. Ada hubungan kelembaban dengan suspect skabies di Pondok Pesantren
Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.
d. Ada hubungan ventilasi dengan suspect skabies di Pondok Pesantren
Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.
e. Ada hubungan kepadatan hunian dengan suspect skabies di Pondok
Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat
Tahun 2014.
f. Ada hubungan dukungan pihak pesantren dengan suspect skabies di
Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera
Barat Tahun 2014.
49
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional,
yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktorfaktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau
pengumpulan data sekaligus pada satu saat (point time approach)
(Notoatmodjo, 2005).
4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Modern Diniyyah yang
terletak di Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada bulan Maret-Mei
2014.
4.3 Populasi Dan Sampel
4.3.1
Populasi
Seluruh santriwati yang berjumlah 306 orang, yang tinggal di
Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,
Sumatera Barat dan pihak pondok pesantren yaitu 9 ustadzah
pengasuhan yang ada saat penelitian berlangsung.
49
50
4.3.2
Sampel
Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode proportional random sampling yaitu cara pengambilan
sampel secara proporsi dilakukan dengan mengambil subyek dari
setiap strata atau setiap wilayah ditentukan seimbang
banyaknya subyek dalam
dengan
masing-masing strata atau wilayah
(Arikunto, 2006).
Kemudian dilakukan Simple Random Sampling yaitu
pengambilan sampel secara acak sederhana, metode ini dibedakan
menjadi dua cara yaitu dengan mengundi (lottery technique) atau
dengan menggunakan table bilangan atau angka acak (random
number) (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini dilakukan
dengan cara undian berdasarkan nomor absen santriwati tiap
kamar. Metode proportional random sampling ini digunakan untuk
pengambilan sampel variabel berupa pengetahuan dan personal
hygiene santriwati.
51
4.3.2.1
Besar Sampel
Dalam menentukan besar sampel, peneliti menggunakan rumus dari
Snedecor dan Cochran dalam Azizah (2012), yaitu :
n=
n=
n = 96
Karena populasi tersebut terbatas dan berjumlah kurang dari 10. 000
maka rumus tersebut dilakukan koreksi sebagai berikut:
nk =
nk =
nk = 73
Keterangan:
n: Besarnya sampel sebelum koreksi
nk: Besarnya sampel setelah koreksi
N : Besarnya populasi
P :Proporsi variabel yang dikehendaki, karena tidak diketahui maka diambil
proporsi terbesar yaitu 50% (0, 5).
Q : (1 – p) = 1 – 0, 5 = 0, 5
Zα: Simpangan rata-rata distribusi normal standar pada derajat kemaknaan α,
Zα pada α = 0, 05 dua arah adalah 1, 96
52
d : Kesalahan sampling yang masih dapat ditoleransi, yaitu 10%
Jadi jumlah sampel setelah dikoreksi yang dapat mewakili populasi
adalah 73 santriwati. Maka tahap selanjutnya adalah menghitung jumlah
sampel pada tiap kamar dengan mengunakan rumus menurut Sugiono (2005)
yaitu:
n= (X / N) x N1
Keterangan
n= Jumlah sampel tiap kamar
X= Jumlah populasi santriwati tiap kamar
N= Jumlah santriwati keseluruhan
N1= Jumlah sampel keseluruhan
Jumlah seluruh santriwati adalah 306 orang dengan 6 kamar.
Jumlah sampel pada tiap kamar adalah:
Kamar 1: 45/306 x 73= 11 orang
Kamar 2: 49/306 x 73= 12 orang
Kamar 3: 52/306 x 73= 12 orang
Kamar 4: 48/306 x 73= 11 orang
Kamar 5: 61/306 x 73= 15 orang
Kamar 6: 51/306 x 73= 12 orang
:
53
4.4 Pengumpulan Data
4.4.1
Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara
melakukan pemberian kuesioner, pemeriksaan kulit terhadap
santriwati, dan observasi lingkungan pondok pesantren. Sedangkan
untuk data sekunder berupa absensi santriwati dan peraturanperaturan, didapatkan dari pengurus organisasi santriwati dan
pengasuhan Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten
Agam, Sumatera Barat.
4.4.2
Instrumen
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini termasuk data
primer yang salah satunya diperoleh dari wawancara menggunakan
kuesioner. Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang
berasal dari penelitian terdahulu dan telah dilakukan uji validitas
dan reabilitas. Kuesioner yang digunakan berasal dari penelitian
Muzakir (2008) tentang pengetahuan yang menunjukkan bahwa
kuesioner ini sudah valid dan reliable.
54
4.5 Pengolahan Data
Seluruh data primer yang terkumpul diolah melalui tahap-tahap
sebagai berikut:
a. Editing
Dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan ketepatan pengisian lembar
kuisioner, pemeriksaan ini dilakukan pada saat dilapangan.
b. Coding
Kegiatan coding ini dilakukan untuk mempermudah analisis data dan
mempercepat entry data dengan mengklasifikasikan data dan memberikan
kode. Coding pada penelitian ini dilakukan setelah pengisian kuisioner.
c. Entry data
Meng-entry data dari kuisioner dan lembar tabel dengan menggunakan
program computer. Pada penelitian ini, penulis menggunakan pengolah
data.
d. Cleaning data
Cleaning data dilakukan untuk mengecek kembali apakah pada data yang
telah di-entry terdapat kesalahan apa tidak. Serta mengetahui data yang
hilang variasi data, dan konsistensi data.
4.6 Analisa Data
a. Analisis Univariat
Untuk melihat gambaran suspect skabies, pengetahuan, personal
hygiene, kelembaban, ventilasi, kepadatan hunian, dan dukungan pihak
55
Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera
Barat.
b. Analisis Bivariat
Untuk
mengetahui
hubungan
antara
tiap
faktor
dengan
suspectskabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten
Agam, Sumatera Barat
menggunakan uji Chi square dengan derajat
kemaknaan 5%, sehinggajika p value ≤ 0, 05 maka menunjukkan ada
hubungan antar variabel independen dengan variabel dependen, sedangkan
jika p value > 0, 05 maka menunjukkan tidak ada hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen.
56
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Pondok Pesantren Modern Diniyyah merupakan lembaga pendidikan
Islam formal yang berada di bawah naungan Yayasan Pengembangan
Diniyyah. Pondok Pesantren Modern Diniyyah terletak di Jorong Cibuak
Ameh, Kanagarian Pasia Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten Agam
Provinsi Sumatera Barat. Lembaga pendidikan ini menggunakan kurikulum
khusus yaitu Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah (KMI) yang mempelajari
berbagai ilmu keislaman berbahasa Arab dari buku aslinya dan dipadukan
dengan kurikulum Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah yang sesuai
dengan kurikulum yang ditetapkan oleh Kementrian Agama.
Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia pada awalnya bernama
Madrasah Diniyyah Pasia yang didirikan pada tanggal 11 oktober 1928.
Pondok Pesantren Modern Diniyyah saat ini termasuk salah satu lembaga
pendidikan Islam terkemuka di Sumatera Barat. Hal ini tampak dari tingginya
minat masyarakat untuk menyekolahkan anak-anak mereka di pesantren
tersebut, prestasi akademis yang dicapai, dan kunjungan–kunjungan pejabat
pemerintahan setingkat menteri, serta kunjungan tamu dari negara jiran
Malaysia.
Kurikulum Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia yang disingkat
PPMD Pasia adalah perpaduan dari kurikulum Pondok Modern Gontor dan
56
57
kurikulum Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah Kementrian Agama.
Pengajaran Bahasa Arab dan Bahasa Inggris mendapat perhatian penuh dan
dilaksanakan sebagaimana di Pondok Modern Gontor. Latihan berpidato
dalam Bahasa Arab, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia dilaksanan setiap
hari kamis dan sabtu. Semua santri dan santriwati bertempat tinggal di dalam
kampus masing-masing yang terpisah cukup jauh. Sarana prasarana
pendukung proses pendidikan di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia
sudah cukup memadai.
Kampus PPMD terdiri dari kampus putra dan kampus putri. Setiap
kampus memiliki asrama tiga lantai yang mampu menampung 250 orang
santri, masjid, ruang makan, ruang belajar yang cukup repsentatif, dan
laboratorium IPA, laboratorium bahasa, dan laboratorium komputer.
Pemimpin PPMD Pasia sekarang adalah Drs. H. Nawazir Muchtar, Lc. Beliau
adalah alumni Pondok Modern Gontor, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan
International Call College Tripoli, Libya.
Santriwati Pondok Pesantren Modern Diniyyah
pada tahun ajaran
2013-2014 berjumlah lebih kurang 306 santriwati yang datang dari berbagai
daerah di Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, dan Sumatera selatan.
Tenaga pendidik dan kependidikan PPMD Pasia berjumlah 64 orang, 20
orang dari mereka berdomisili di rumah-rumah dinas dan asrama yang
tersedia di dalam pondok pesantren. Guru-guru yang berdomisili di dalam
pondok pesantren yang selanjutnya disebut ustadz dan ustadzah, berfungsi
sebagai pengasuh dan pembimbing santri di asrama. Sebagian besar ustadz
58
dan ustadzah yang berdomisili di lingkungan pesantren merupakan alumni
PPMD Pasia.
Visi :
Menjadi lembaga pendidikan Islam yang mampu menghasilkan
calon-calon ulama dan cendekiawan Muslim.
Misi :
Membentuk santri dan santriwati yang bertaqwa, menguasai dasardasar
pengetahuan
Islam,
pengetahuan
umum,
mempunyai
ketrampilan, dan mampu mengembangkan diri sebagai calon ulama
dan cendekiawan muslim.
Untuk mewujudkan visi dan misi di atas, PPMD Pasia menerapkan
strategi sebagai berikut:
a.
Mendidik santri/wati mempunyai akhlak yang mulia sesuai dengan
Ajaran Islam, memiliki keimanan dan ketaqwaan yang tinggi.
b.
Membina dan mendidik santri/wati menguasai dasar-dasar ilmu Agama
Islam dan pengetahuan umum sebagai bekal melanjutkan pendidikan di
perguruan tinggi atau mengembangkan diri secara otodidak setelah tamat
dari PPMD Pasia.
c.
Membina dan mendidik santri/wati menguasai Bahasa Arab, sehingga
mampu menggali ilmu dan menerapkan Syariat Islam dari sumbernya
yaitu Al-Quran dan As-Sunnah.
d.
Membina dan mendidik santri/wati menguasai Bahasa Inggris, agar dapat
berkomunikasi aktif dan mampu mengikuti perkembangan teknologi.
e.
Membekali santri/wati berbagai keterampilan sehingga mereka dapat
mandiri dan menciptakan lapangan kerja sendiri.
59
f.
Menanamkan semangat beragama, berbangsa dan bernegara sehingga
mereka dapat melaksanakan kewajiban dan bertanggung jawab terhadap
tersebarnya Syiar Islam dan suksesnya pembangunan Negara Republik
Indonesia.
Karena jumlah ustadzah sangat sedikit dibandingkan dengan santriwati
yang ada, maka untuk pelaksanaannya sehari-hari dibantu oleh santriwati
kelas 5 KMI yang menjabat di Organisasi Pelajar Pondok Modern Diniyyah
(OPPMD).
5.2 Hasil Penelitian
Analisis dilakukan dalam dua tahap yaitu analisis univariat untuk
mengetahui
distribusi
frekuensi
masing-masing
variabel
kemudian
dilanjutkan dengan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan faktor
dependen yaitu suspect skabies dengan keseluruhan faktor independen.
5.2.1 Analisa Univariat
Analisisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi dari variabel
atau besarnya proporsi masing-masing variabel yang diteliti.
5.2.1.1 Suspect Skabies
Gambaran suspect skabies di Pondok Pesantren Modern
Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat diperoleh dari
hasil wawancara dan pemeriksaan kulit terhadap responden.
Adapun hasil yang diperoleh mengenai suspect skabies di Pondok
Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera
Barat dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut:
60
Tabel 5.1
Gambaran Suspect Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah
Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014
Suspect Skabies
Frekuensi (n)
Persen (%)
Ya
56
76,7
Tidak
17
23,3
Total
73
100
Dari tabel di atas menunjukkan, sebanyak (76,7%) dari seluruh
responden mengalami suspect skabies.
5.2.1.2 Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan santriwati di Pondok Pesantren
Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat
diperoleh dari hasil pengisian kuesioner secara mandiri oleh
responden. Adapun hasil yang diperoleh mengenai pengetahuan di
Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam,
Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut:
Tabel 5.2
Gambaran Pengetahuan Santriwati di Pondok Pesantren Modern
Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014
Pengetahuan
Frekuensi (n)
Persen (%)
Rendah
21
28,8
Tinggi
52
71,2
Total
73
100
Hasil penelitian menunjukkan, responden yang memiliki
pengetahuan rendah sebanyak 21 orang (28,8 %).
61
5.2.1.3 Personal Hygiene
Hasil penelitian mengenai personal hygiene santriwati di
Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam,
Sumatera Barat diperoleh dari hasil observasi terhadap responden.
Adapun hasil yang diperoleh mengenai personal hygiene di Pondok
Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera
Barat dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut:
Tabel 5.3
Gambaran Personal Hygiene Santriwatidi Pondok Pesantren Modern
Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014
Personal Hygiene
Frekuensi (n)
Persen (%)
Kurang Hygiene
66
90,4
Hygiene
7
9,6
Total
73
100
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui, hampir seluruh responden
(90,4%) memiliki kebersihan diri yang kurang hygiene. Responden
dikatakan memiliki kebersihan diri yang kurang hygiene apabila
salah satu atau lebih dari keenam indikator menunjukkan kurang
hygiene, untuk itu dapat dilihat pada tabel dibawah ini gambaran
personal hygiene responden berdasarkan masing-masing indikator.
5.2.1.5 Kelembaban
Distribusi kelembaban kamar di Pondok Pesantren Modern
Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat dapat dilihat
pada tabel 5.5 dibawah ini:
62
Tabel 5.5
Gambaran Kelembaban di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia,
Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014
Variabel
Mean
Median
SD
Min-Maks
Kelembaban
70.12
72
3.524
65-73
Berdasarkan
tabel
5.5,
kelembaban
diperoleh
dari
pengukuran pada tiap kamar dengan menggunakan higrometer
sehingga didapatkan rata-rata kelembaban kamar santriwati adalah
70.12%.
5.2.1.6 Ventilasi
Hasil penelitian mengenai ventilasi kamar di Pondok
Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera
Barat diperoleh dari hasil observasi pada tiap kamar dan
pengukuran dengan menggunakan meteran. Adapun hasil yang
diperoleh mengenai ventilasi di Pondok Pesantren Modern
Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat dapat dilihat
pada tabel 5.6 berikut:
Tabel 5.6
Gambaran Ventilasi di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia,
Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014
Ventilasi
Frekuensi (n)
Persen (%)
TMS
50
68,5
MS
23
31,5
Total
73
100
63
Ket: TMS: Tidak memenuhi syarat
MS: Memenuhi syarat
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa sebagian besar
responden (68,5%) tinggal dalam ruangan dengan ventilasi yang
berukuran <5% luas lantai, dimana hal tersebut tidak memenuhi
syarat kesehatan yang telah ditetapkan dalam SNI 03-6572-2001.
5.2.1.7 Kepadatan Hunian
Gambaran kepadatan hunian di Pondok Pesantren Modern
Diniyyah Pasia, diperoleh dari pengukuran luas tiap kamar lalu
dibandingkan dengan jumlah anggota pada tiap kamar tersebut.
Adapun hasil yang diperoleh mengenai kepadatan hunian, dapat
dilihat pada tabel 5.7:
Tabel 5.7
Gambaran Kepadatan Hunian di Pondok Pesantren Modern Diniyyah
Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014
Kepadatan Hunian
Frekuensi (n)
Persen (%)
TMS
65
89
MS
8
11
Total
73
100
Ket:
TMS: Tidak memenuhi syarat
MS: Memenuhi syarat
Berdasarkan tabel 5.7, didapatkan bahwa sebagian besar
responden (89%) tinggal dalam ruangan dengan kepadatan yang
tidak memenuhi syarat kesehatan yang telah ditetapkan dalam
Kepmenkes No.829 tahun 1999 yaitu luaskamar≥ 8 m² untuk 2
orang.
64
5.2.1.8 Dukungan Pihak Pesantren
Gambaran mengenai dukungan pihak pesantren di Pondok
Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera
Barat diperoleh dari hasil observasi terhadap pihak pesantren yaitu
ustadzah pengasuhan santriwati. Adapun hasil yang diperoleh
mengenai dukungan pihak pesantren di Pondok Pesantren Modern
Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat dapat dilihat
pada tabel 5.8 berikut:
Tabel 5.8
Gambaran Dukungan Pihak Pesantren di Pondok Pesantren Modern
Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014
Dukungan Pihak
Pesantren
Frekuensi (n)
Persen (%)
Rendah
62
84,9
Tinggi
11
15,1
Total
73
100
Dari tabel di atas diketahui responden yang mendapatkan
dukungan pihak pesantren yang rendah sebanyak 84,9 % dari
seluruh responden.
5.2.2 Analisa Bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis
univariat yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen. Uji yang digunakan untuk
menganalisis
hubungan
faktor
risiko
dengan
suspect
skabies
65
menggunakan uji chi square dan Mann Whitney untuk kelembaban,
yang hasilnya dijelaskan di bawah ini:
5.2.2.1 Hubungan antara Pengetahuan dengan Suspect Skabies
Hasil penelitian mengenai hubungan antara pengetahuan
dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah
Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014 sebagai
berikut:
Tabel 5.9
Hubungan Pengetahuan Responden denganSuspect Skabies
di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,
Sumatera Barat Tahun 2014
Suspect Skabies
Pengetahuan
Ya
Total
Tidak
p value
n
%
N
%
N
%
Rendah
17
81
4
19
21
100
Tinggi
39
75
13
25
52
100
Total
56
76,7
17
23,3
73
100
0,762
Berdasarkan tabel 5.9, dapat diketahui bahwa sebagian
besar responden yang mengalami suspect skabies memiliki
pengetahuan tinggi yaitu sebesar 75%. Sedangkan hasil uji
statistik didapatkan p value sebesar, 0,762 (p> 0,05),artinyapada
α= 5% didapatkan hasil bahwa tidak
pengetahuan dengan suspect skabies.
ada hubungan antara
66
5.2.2.2 Hubungan antara Personal Hygiene dengan Suspect Skabies
Hasil penelitian mengenai hubungan antara personal
hygiene dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern
Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014
sebagai berikut:
Tabel 5.10
Hubungan Personal Hygiene Responden dengan Suspect Skabies
di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,
Sumatera Barat Tahun 2014
Suspect Skabies
Personal
Hygiene
Ya
Total
Tidak
p value
N
%
N
%
n
%
Tidak
Hygiene
54
81,8
12
18,2
66
100
Hygiene
2
28,6
5
71,4
7
100
Total
56
76,7
17
23,3
73
100
0,006
Dari tabel 5.10, dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden yang mengalami suspect skabies memiliki personal
hygiene yang tidak hygiene yaitu sebesar 81,8%. Sedangkan hasil
uji
statistik
didapatkan
p
value
sebesar,
0,006
(p<
0,05),artinyapada α= 5% didapatkan hasil bahwa ada hubungan
antara personal hygiene dengan suspect skabies.
67
5.2.2.3 Hubungan antara Kelembaban dengan Suspect Skabies
Hasil penelitian mengenai hubungan antara kelembaban
dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah
Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014 dapat dilihat
sebagai berikut:
Tabel 5.11
Hubungan Kelembaban dengan Suspect Skabies
di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,
Sumatera Barat Tahun 2014
Suspect
Skabies
Kelembaban
N
Mean
Ya
56
43,71
Tidak
17
14,91
Z
p value
-5,200
0,000
Berdasarkan tabel 5.12 diketahui nilai z sebesar -5,200 dan
p value 0,000 (p<0,05) sehingga dapat dikatakan terdapat
hubungan di antara kelembaban dengan suspect skabies.
5.2.2.4 Hubungan antara Ventilasi dengan Suspect Skabies
Hasil penelitian mengenai hubungan antara ventilasi dengan
suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia
Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014 dapat dilihat sebagai
berikut:
68
Tabel 5.12
Hubungan Ventilasi dengan Suspect Skabies
di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,
Sumatera Barat Tahun 2014
Suspect Skabies
Ventilasi
Ya
Total
Tidak
p value
N
%
N
%
n
%
TMS
49
98
1
2
50
100
MS
7
30,4
16
69,6
23
100
Total
56
76,7
17
23,3
73
100
Ket:
0,000
TMS: Tidak memenuhi syarat
MS: Memenuhi syarat
Berdasarkan tabel 5.13, pada variabel ventilasi didapatkan
bahwa sebagian besar responden (98%) yang mengalami
suspectskabies tinggal pada kamar yang ventilasinya tidak
memenuhi syarat. Sedangkan hasil uji statistik didapatkan p value
sebesar, 0,00 (p< 0,05),artinyapada α= 5% didapatkan hasil bahwa
ada hubungan antara ventilasi dengan suspect skabies.
5.2.2.5 Hubungan antara Kepadatan Hunian dengan Suspect Skabies
Hasil penelitian mengenai hubungan antara kepadatan
hunian dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern
Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014
dapat dilihat sebagai berikut:
69
Tabel 5.13
Hubungan Kepadatan Hunian dengan Suspect Skabies
di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,
Sumatera Barat Tahun 2014
Suspect Skabies
Kepadatan
Hunian
Ya
Total
Tidak
p value
n
%
N
%
N
%
TMS
53
81,5
12
18,5
65
100
MS
3
37,5
5
62,5
8
100
Total
56
76,7
17
23,3
73
100
Ket:
0,014
TMS: Tidak memenuhi syarat
MS: Memenuhi syarat
Berdasarkan tabel 5.14, dapat diketahui bahwa sebagian
besar responden (81,5%) yang mengalami suspect skabies tinggal
pada kamar yang kepadatan huniannya tidak memenuhi syarat.
Sedangkan hasil uji statistik didapatkan p value sebesar, 0,014 (p<
0,05),artinyapada α= 5% didapatkan hasil bahwa ada hubungan
antara kepadatan hunian dengan suspect skabies.
5.2.2.6
Hubungan
antara
Dukungan
Pihak
Pesantren
dengan
SuspectSkabies
Hasil penelitian mengenai hubungan antara dukungan pihak
pesantren dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern
Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014
sebagai berikut:
70
Tabel 5.14
Hubungan Dukungan Pihak Pesantren dengan Suspect Skabies
di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,
Sumatera Barat Tahun 2014
Suspect Skabies
Dukungan
Pesantren
Ya
Total
Tidak
p value
n
%
N
%
N
%
Rendah
53
85,5
9
14,5
62
100
Tinggi
3
27,3
8
72,7
11
100
Total
56
76,7
17
23,3
73
100
0,000
Berdasarkan tabel 5.15, dapat diketahui bahwa sebagian
besar responden (85,5%) yang mengalami suspect skabies
mendapatkan dukungan yang rendah dari pihak pesantren.
Sedangkan hasil uji statistik didapatkan p value sebesar, 0,00
(p<0,05),artinyapada α= 5% didapatkan hasil bahwa ada hubungan
antara dukungan pihak pesantren dengan suspect skabies.
71
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini instrumen pengumpulan data yang digunakan
adalah kuesioner dan lembar observasi. Data yang digunakan berdasarkan
hasil jawaban responden secara pengisian langsung dan wawancara oleh 73
santriwati, serta hasil observasi terhadap sanitasi lingkungan dan pengasuhan
santriwati. Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, diantaranya
yaitu:
6.1.1 Sumber Data
Data yang diambil merupakan data primer menggunakan kuesioner
dan lembar observasi dengan cara pembagian langsung dan wawancara
kepada santriwati dan pengasuh santriwati yang bisa disebut ustazah, serta
melalui observasi langsung sanitasi lingkungan pondok pesantren yang
dibatasi pada kelembaban, ventilasi, dan kepadatan hunian tiap kamar.
Adapun kelemahan yang mungkin terjadi dalam pengumpulan data ini adalah:
a. Kemungkinan terjadi bias jawaban karena mungkin terdapat jawaban yang
tidak berdasarkan kejujuran, atau mungkin responden mengikuti jawaban
responden lainnya.
b. Untuk besar masalah skabies, hanya bisa memperoleh data suspect skabies
santriwati. Karena hanya berdasarkan obesrvasi terhadap gejala yang
dialami, bukan diagnosis dokter atau hasil laboratorium.
71
72
6.2 Pembahasan Hasil Penelitian
6.2.1 Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi
frekuensi tiap variabel yang diteliti. Variabel yang dilakukan penelitian
adalah suspect skabies, pengetahuan, personal hygiene, kelembaban,
ventilasi, kepadatan hunian, dan variabel dukungan pihak pesantren.
6.2.1.1 Suspect skabies
Skabies disebabkan oleh kutu/tungau Sarcoptes scabiei. Sarcoptes
scabiei adalah tungau kecil berkaki delapan dan didapatkan melalui
kontak fisik yang erat dengan orang lain yang menderita penyakit ini.
Tungau skabies (Sarcoptes scabiei) ini berbentuk oval, dengan ukuran
0,4 x 0,3 mm pada jantan dan 0,2 x 0,15 pada betina (Brown dkk,
2002).
Menurut Handoko (2007), terdapat empat tanda utama skabies
yaitu:
a. Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan
karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih
lembab dan panas.
b. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok.
c. Adanya terowongan pada tempat- tempat predileksi yang berwarna
putih atau keabu- abuan, berbentuk lurus atau berkelok, rata- rata
73
panjang 1cm, dan pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau
vesikel. Tempat predileksinya adalah tempat- tempat dengan
stratum korneum yang tipis seperti jari- jari tangan, pergelangan
tangan bagian volar, umbilikus, genetalia pria dan perut bagian
bawah.
d. Menemukan tungau, berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebanyak (76,7%) dari seluruh responden mengalami
suspect skabies, yang diperoleh dari hasil kuesioner dan
pemeriksaan kulit responden berdasarkan gejala klinis penyakit.
Setidaknya jika ada dua dari gejala klinis skabies yaitu gatal
terutama malam hari, lesi kulit berupa terowongan, benjolan kecil,
bintik merah, terutama pada tempat dengan lapisan kulit yang tipis
seperti sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar
(sikut), lipat ketiak, sekitar payudara, telapak kaki dan telapak
tangan yang dialami responden, maka termasuk suspect skabies.
Menurut
pengakuan
responden,
skabies
di
Pondok
Pesantren Modern Diniyyah Pasia berlangsung cepat karena secara
tidak mereka sadari skabies dapat berpindah melalui kontak
langsung seperti berjabat tangan dengan penderita dan tidur yang
berdekatan, ataupun tidak langsung seperti pinjam meminjam baju
dan merendam baju disatukan dengan baju penderita. Seperti yang
dijelaskan Handoko (2008) bahwa transmisi atau perpindahan
skabies antara penderita dapat berlangsung melalui kontak
74
langsung (kontak kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama
dan hubungan seksual. Selain itu juga dapat melalui kontak tidak
langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal,
dan lain-lain.
Penanganan skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah
hanya dengan pengobatan terhadap penderita, dan itu pun jika
mendapatkan laporan langsung dari penderita. Di samping itu,
kasus skabies tidak didata secara rutin dan aktif oleh pengasuhan
bagian kesehatan. Sehingga tidak terdapat gambaran masalah
skabies yang jelas dan tidak pernah dilakukan pencegahan secara
menyeluruh seperti yang diterangkan Wendel dan Rompalo (2002)
dalam Wardhana (2006) bahwa pencegahan pada manusia dapat
dilakukan dengan cara menghindari kontak langsung dengan
penderita dan mencegah penggunaan barang-barang penderita
secara bersama. Pakaian, handuk, dan lainnya yang pernah
digunakan penderita harus diisolasi dan dicuci dengan air panas.
6.2.1.2 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil “Tahu”, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadapa suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia yaitu: indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga ( Notoatmodjo, 2007).
75
Pada variabel pengetahuan diketahui bahwa sebagian besar
responden (76,7%) memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai
skabies. Hasil penelitian diperoleh dari pengisian kuesioner dan
didapatkan bahwa responden sebagian besar sudah mengetahui
skabies, penyebab, cara penularan, dan pencegahannya. Pengetahuan
ini didapatkan dari santriwati lain yang pernah menderita skabies
ataupun responden sendiri yang mengalaminya.
6.2.1.3 Personal Hygiene
Personal
hygiene
adalah
perawatan
diri
dimana
individu
mempertahankan kesehatannya, dan dipengaruhi oleh nilai serta
keterampilan (Mosby, 1994 dalam Pratiwi, 2008). Seseorang
dikatakan personal hygienenya baik bila yang bersangkutan dapat
menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, kuku,
rambut, mulut dan gigi, pakaian, mata, hidung, telinga, alat kelamin,
dan handuk, serta alas tidur (Badri, 2005).
Berdasarkan hasil analisis univariat diketahui bahwa sebagian
besar responden (90,4%) memiliki personal hygiene yang tidak
hygiene. Hasil penelitian diperoleh dari observasi terhadap responden,
dikatakan memiliki personal hygiene yang kurang jika salah satu atau
lebih tidak sesuai dari indikator.
Sehingga
didapatkan
sebagian
besar
santriwati
kurang
memperhatikan kebersihan alas tidur karena santriwati tidak
menjemur kasur dan mencuci sprei secara rutin minimal dua minggu
76
sekali. Seperti yang diungkapkan Muslih (2012), kejadian skabies
lebih tinggi terjadi pada responden yang tidak menjemur kasur
minimal sekali dalam dua minggu.
Personal hygiene lainnya yang didapatkan masih kurang adalah
kebersihan pakaian dan kebersihan tangan dan kuku, karena sebagian
besar santriwati biasa melakukan pinjam meminjam pakaian dan
merendam baju dijadikan satu dengan milik temannya, serta tidak
biasanya santriwati untuk mencuci tangan dengan sabun tiap setelah
keluar dari toilet atau membersihkan sesuatu. Hal ini dapat disebabkan
oleh sarana yang tidak disediakan pesantren, seperti tempat cuci
tangan dan sabun yang seharusnya dibangun di dekat/di luar toilet.
6.2.1.4 Kelembaban
Pada variabel kelembaban, berdasarkan analisis univariat diketahui
bahwa sebagian besar responden (68,5%) tinggal di kamar yang
memiliki kelembaban tidak memenuhi syarat (>70%).
Ruangan yang lembab bukan faktor yang berdiri sendiri tanpa
sebab lain. Oleh sebab itu, variabel ini dipengaruhifaktor lain seperti
keadaan iklim setempat, kondisi ventilasi ruangan, tingkat kepadatan
ruangan, intentas sinar matahari yang masuk dalam ruangan dan
sebagaimya (Kuspriyanto, 2013).
Hasil penelitian didapatkan dari pengukuran langsung dengan
menggunakan higrometer.Hanya dua kamar yang kelembabannya
memenuhi standar yaitu 40-70%, hal ini sangat berkaitan dengan
77
ventilasi dan kepadatan hunian kamar tersebut.Karena pada dua kamar
ini ventilasi yang ada sesuai standar yaitu ≥5% dan ju mlah anggota
pada kamar tersebut cenderung lebih sedikit dari kamar lainnya.
6.2.1.5 Ventilasi
Dalam SNI 03-6572-2001 (Ashrae, 1997), dijelaskan bahwa
ventilasi merupakan proses untuk memasukkan udara segar ke dalam
bangunan/gedung dalam jumlah yang sesuai kebutuhan. Ventilasi
bertujuan untuk:
a. Menghilangkan
gas-gas
yang
tidak
menyenangkan
yang
ditimbulkan oleh keringat dansebagainya dan gas-gas pembakaran
(CO2) yang ditimbulkan oleh pernafasan danproses-proses
pembakaran.
b. Menghilangkan uap air yang timbul sewaktu memasak, mandi dan
sebagainya.
c. Menghilangkan kalor yang berlebihan.
d. Membantu mendapatkan kenyamanan termal.
Pada variabel ventilasi, berdasarkan analisis univariat diketahui
bahwa sebagian besar responden tinggal di kamar yang memiliki
ventilasi tidak memenuhi syarat (<5%) yaitu sebesar 68,5%. Hasil
penelitian didapatkan dari observasi dan pengukuran ventilasi yang
terdapat di tiap kamar. Ventilasi pada tiap kamar santriwati pada
awalnya dibangun sesuai dengan persyaratan kesehatan yaitu >5%
luas lantai, akan tetapi pada penerapannya hal ini tidak diperhatikan
78
oleh pihak pesantren, karena jumlah santriwati melebihi kapasitas
peruntukan kamar yaitu diantaranya
pada kamar yang luasnya
111,5m² seharusnya diisi 28 santriwati, bukan 45 santriwati seperti
yang ada saat ini, sehingga beberapa ventilasi yaitu yang berupa
jendela, menjadi tertutup lemari dan keluar masuknya udara menjadi
tidak baik, bahkan ini sangat dirasakan ketika malam hari, saat seluruh
santriwati berada pada kamar masing-masing, sehingga terasa pengap
sesak karena kamar juga tidak dilengkapi dengan ventilasi buatan
seperti kipas angin.
6.2.1.6 Kepadatan Hunian
Dalam Kepmenkes No.829 tahun 1999, standar kepadatan hunian
yang memenuhi syarat kesehatan adalah luaskamar≥8 m² untuk 2
orang.Pada variabel kepadatan hunian, berdasarkan analisis univariat
diketahui bahwa sebagian besar responden tinggal di kamar yang
memiliki kepadatan hunian tidak memenuhi syarat yaitu sebesar 89%.
Berdasarkan hasil observasi, terdapat enam kamar yang ada di Pondok
Pesantren Modern Diniyyah Pasia yang penghuninya merupakan
gabungan dari kelas 1-6 KMI, pada tiap kamar yang rata-rata luasnya
91,7m² tiap dua santriwati hanya mendapatkan 3,5-5,1 m². Namun, ada
beberapa santriwati yang mendapatkan ≥8 m² yaitu santriwati kelas 6
KMI yang memiliki area khusus pada kamar.
79
6.2.1.7 Dukungan Pihak Pesantren
Dengan adanya dukungan pihak pondok pesantren berupa
kebijakan dalam meningkatkan penanganan skabies di lingkungan
pondok pesantren, seperti peningkatan pengetahuan santri dengan
himbauan, peringatan,
dan peraturan tertulis untuk menjaga
kebersihan diri dan lingkungan, serta semakin tanggapnya pihak
pondok pesantren dalam penanganan kejadian skabies maka akan
semakin cepat masalah ini dapat teratasi, karena penyakit skabies
menular dengan cepat pada suatu komunitas, sehingga dalam
penanganannya harus dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada
semua santri yang terserang skabies agar tidak tertular kembali
(Hidayat, 2011).
Dari hasil analisis univariat diketahui bahwa sebagian besar
responden menerima dukungan yang rendah dari pihak pesantren
(pengurus pengasuhan santriwati) yaitu sebesar 84,9%.
6.2.2 Analisis Bivariat
Penelitian ini menggunakan analisis bivariat yaitu analisis
menggunakan dua variabel (bivariat) bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara dua variabel yaitu variabel dependen dan independen.
Adapun jenis uji yang digunakan untuk melihat hubungan ini adalah
dengan uji chi square (x²).
80
6.2.2.1 Hubungan antara Pengetahuan dengan Suspect Skabies
Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa responden yang
mengalami suspect skabies mempunyai pengetahuan yang tinggi
mengenai skabies. Dari hasil uji statistik chi square diketahui
pengetahuan tidak memiliki hubungan dengan suspect skabies.
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Muzakir (2008), bahwa
pengetahuan berhubungan dengan skabies karena santri yang
menderita skabies lebih banyak yang berpengetahuan kurang
dibandingkan dengan santri yang tidak menderita skabies.
Berdasarkan hasil pengamatan, disimpulkan bahwa skabies
merupakan penyakit yang lazim di pesantren sehingga mereka sudah
tidak asing lagi tentang penyakit tersebut dan dengan itu mereka
berusaha mencari tahu hal-hal mengenai skabies. Pengamatan ini
diperkuat oleh pernyataan Warner dan Bower dalam Paramita (2010)
yaitu bila seseorang pernah mengalami penyakit atau sedang
menderita, bila ada informasi yang berkaitan dengan penyakit yang ia
derita maka akan lebih tertarik untuk mendengarkannya.
Begitu juga dengan yang dinyatakan Muzakir (2008), bahwa santri
yang memiliki pengalaman menderita skabies baik diri atau kawannya
serta anggota keluarganya memiliki ketertarikan lebih tinggi dalam
mengikuti pendidikan atau penyuluhan yang disampaikan. Akan tetapi
sangat disayangkan sekali pengetahuan yang santriwati dapatkan
banyak yang tidak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
81
sehingga masih banyak diantara mereka yang mengalami suspect
skabies. Hal ini disebabkan karena peningkatan pengetahuan saja
belum akan berpengaruh langsung terhadap indikator kesehatan,
karena
perilaku
kesehatanlah
yang
akan
berpengaruh
pada
peningkatan indikator kesehatan demikian yang dikemukakan
Notoatmodjo (2007).
Tingkat pengetahuan santriwati tentang skabies, berbanding
terbalik dengan perilaku kebersihan dirinya, hal ini karena santriwati
berada pada tahap tahu dan paham, belum sampai pada aplikasinya
pada kehidupan sehari-hari. Banyak penyebab yang mempengaruhi
keadaan tersebut, diantaranya yaitu kebiasaan dan sikap mereka yang
telah terbentuk sebelum mendapatkan pengetahuan tentang skabies,
sehingga sulit merubah pola pikir dan kebiasaan mereka yang sudah
tertanam sebelumnya.
Penyebab lainnya yaitu kurang efektifnya cara penyampaian
informasi tentang skabies. Karena pondok pesantren belum memiliki
kelompok khusus, yang bertugas untuk memberikan informasi tentang
kesehatan dan memperhatikan personal hygiene santriwati. Sehingga
santriwati hanya mendapatkan pengetahuan dari sesama mereka yang
memungkinkan
mereka
mendapatkan
menyeluruh atau bahkan tidak tepat.
informasi
yang tidak
82
6.2.2.2 Hubungan antara Personal Hygiene dengan Suspect Skabies
Dari hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square
didapatkan bahwa personal hygiene memiliki hubungan dengan
suspect skabies dan sebagian besar responden (81,8%) yang
mengalami suspect skabies memiliki personal hygiene yang tidak
hygiene.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Putri (2011) dalam Siregar
(2012), bahwa ada hubungan antara higiene perseorangan dengan
kejadian skabies pada anak. Begitu juga dengan hasil penelitian
Ma’ruf, dkk (2003) higiene perseorangan berperan dalam penularan
penyakit skabies, dimana sebagian besar santri (213 orang)
mempunyai higine perseorangan yang buruk dengan prevalensi
penyakit skabies 73,70%.
Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh Mosby (1994) dalam
Siregar (2012), yang mengatakan bahwa personal hygiene menjadi
penting karena personal hygiene yang baik akan meminimalkan pintu
masuk mikroorganisme yang ada dimana-mana dan pada akhirnya
mencegah seseorang terkena penyakit, dalam hal ini termasuk
penyakit skabies. Personal hygiene merupakan kebutuhan dasar
manusia yang harus senantiasa terpenuhi. Personal hygiene termasuk
ke dalam tindakan pencegahan primer yang spesifik. Hal ini juga
sesuai dengan teori segitiga epidemiologi yang menyatakan bahwa
suatu penyakit terjadi karena adanya ketidak seimbangan antara host
83
(dalam hal ini manusia), agent (dalam hal sumber penyakit skabies
seperti kutu) dan lingkungan dalam hal ini termasuk personal hygiene.
Personal hygiene yang kurang dapat memudahkan penyebaran
skabies, karena kebanyakan kasus yang terjadi akibat adanya kontak
personal (Muzakir, 2008). Pada penelitian ini, diketahui bahwa salah
satu indikator personal hygiene berupa kebersihan sprei dan kasur
menunjukkan semua santriwati tidak mencuci sprei dan menjemur
kasur secara berkala dan dari personal hygiene yang susah diterapkan
santriwati adalah penggunaan kasur hanya untuk diri sendiri, ini
disebabkan karena kasur yang digunakan adalah kasur busa tanpa
ranjang yang setiap pagi harus disusun rapi oleh petugas piket.
Sehingga ketika istirahat siang ataupun sore hari santriwati
menggunakan kasur sembarangan tanpa peduli kasur tersebut milik
siapa. Hanya sedikit santriwati yang menggunakan sprei. Sehingga
berdasarkan prilaku tersebut penularan skabies pada santriwati
termasuk cepat.
Disamping itu juga, prilaku pinjam meminjam pakaian merupakan
hal yang sangat sulit dihilangkan di pesantren karena menurut
santriwati jika ia tidak meminjamkan pakaian kepada temannya maka
ia akan dianggap pelit. Dan yang sangat disayangkan banyak diantara
santriwati yang kurang memperhatikan kebersihan handuk, karena
didapatkan banyak handuk yang ditinggalkan di kamar mandi dan
pakaian sehabis dicuci yang digantung di dinding kamar mandi,
84
hingga esok hari. Inilah beberapa faktorpersonal hygiene yang
menjadi pemicu timbulnya skabies atau penyakit kulit lainnya pada
santriwati.
Berbagai penyebab tidak hygiene nya santriwati dalam kehidupan
sehari-hati diantaranya adalah tidak adanya sangsi yang tegas yang
mengatur kebersihan diri santriwati, padahal peraturan tertulis telah
ada. Selama ini, sangsi bagi pelanggar hanya berupa teguran.
Sehingga masih banyak santriwati yang tidak mematuhinya.
Sebab lainnya adalah budaya antri yang selalu ada di pesantren,
apapun yang dilakukan, antri sudah menjadi hal wajib, banyak
santriwati yang enggan mengantri sehingga ia menunda untuk mandi
dan mencuci. Disamping itu juga, padatnya kegiatan di pondok
pesantren menjadikan santriwati beralasan tidak cukup waktu untuk
melakukan bersih-bersih, seperti mandi, mencuci, dan menjemur
handuk di terik matahari.
Begitu juga pada perilaku kebersihan terhadap kamar, kurangnya
kesadaran dan kepedulian santriwati terhadap llingkungan merupakan
penyebab utama dari masalah lingkungan yang ada. Kamar santriwati
menjadi lembab, pengap, baju, alat shalat, dan buku yang tidak pada
tempatnya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran mereka
untuk menjaga kebersihan kamar, kurangnya kepedulian terhadap
lingkungan, sehingga mereka menjadi tidak disiplin akan kebersihan
kamar. Sangsi hanya berupa teguran, bahkan ustadzah pun jarang
85
mengontrol kebersihan tiap kamar. Jarang ada yang mengingatkan
untuk membuka dan menutup jendela, serta menaruh buku dan baju di
dalam lemari.
6.2.2.3 Hubungan antara Kelembaban dengan Suspect Skabies
Dari hasil analisis bivariat didapatkan bahwa kelembaban
berhubungan dengan suspect skabies (p=0,000). Hal ini sesuai dengan
penelitian Ma’rufi (2005) yang menyatakan bahwa kelembaban
memperbesar resiko terjadinya skabies karena sebanyak 232 orang
santri tinggal di ruangan dengan kelembaban udara yang buruk
(>90%) dengan prevalensi penyakit skabies 67,70%, sedangkan 106
santri tinggal di ruangan dengan kelembaban baik memiliki prevalensi
penyakit skabies 56,60%.
Menurut Soedjadi (2003) dalam Frenki (2011) bahwa tingkat
kelembaban yang tidak memenuhi syarat, ditambah dengan prilaku
tidak sehat, misalnya dengan penempatan yang tidak tepat pada
berbagai barang dan baju, handuk, sarung yang tidak tertata rapi, serta
kepadatan hunian ruangan ikut berperan dalam penularan penyakit
berbasis lingkungan, seperti skabies karena memudahkan tungau
Sarcoptes scabiei berpindah dari reservoir ke barang sekitarnya,
hingga mencapai pejamu baru. Hal inilah yang ditemukan pada kamar
santriwati, sebagian besar santriwati meletakkan buku-buku diatas
lemari, dan menggantungkan jilbab ataupun pakaian di depan lemari
sehingga dengan kepadatan hunian yang padat, kamar semakin terasa
86
pengap dan kelembaban menjadi tinggi yang mengakibatkan
penularan skabies diantara santriwati semakin cepat.
Ruangan yang lembab bukan faktor yang berdiri sendiri tanpa
sebab lain. Oleh sebab itu variabel ini dipengaruhi juga faktor lain
seperti keadaan iklim setempat, kondisi ventilasi ruangan, tingkat
kepadatan ruangan, intentas sinar matahari yang masuk dalam
ruangan dan sebagaimya. Namun dalam hubungannya dengan
terjadinya skabies, yang perlu diperhatikan bahwa masa hidup
Sarcoptes scabiei akan lebih lama di luar kulit manusia apabila
kondisi ruangan lembab mencapai 19 hari, sedangkan dalam kondisi
biasa (normal) tungau (mite) ini hanya tahan diluar kulit manusia
selama 2-3 hari. Dengan masa hidup diluar kulit lebih panjang, maka
organisme ini dapat leluasa pindah ke orang lain (Kusmarinah dan Siti
Aisyah 1985; Harahap, 1988 dalam Kuspriyanto, 2013).
6.2.2.4 Hubungan antara Ventilasi dengan Suspect Skabies
Dari hasil analisis bivariat didapatkan bahwa ventilasi memiliki
hubungan dengan suspect skabies (p=0,000). Hal ini sesuai dengan
penelitian Ma’rufi (2005) yang menyatakan bahwa berdasarkan uji
statistik dengan model regresi logistik ganda dengan semua parameter
yang secara signifikan berperan dalam penularan penyakit skabies
menunjukkan bahwa parameter yang paling berperan berturut-turut
adalah sanitasi kamar tidur, ventilasi kamar tidur, perilaku sehat, dan
higiene perorangan. Begitu juga dengan penelitian Indriasari (2010)
87
menyatakan bahwa ada hubungan antara luas ventilasi kamar dengan
kejadian skabies di Pondok Pesantren Tradisional Al Badri dan
Pondok Pesantren Modern Darus Sholah Kabupaten Jember.
Hal tersebut dapat dijelaskan, bahwa ruangan dengan ventilasi
yang kurang kondisi udara dalam ruang tidak terdapat sirkulasi yang
baik. Adanya sirkulasi yang tidak baik, ruangan menjadi panas dan
penghuninya akan berkeringat. Jika dalam ruangan tersebut terdapat
penderita skabies kemungkinan akan menularkannya lebih besar yaitu
melalui kontak langsung (Kuspriyanto, 2013).
6.2.2.5 Hubungan antara Kepadatan Hunian dengan Suspect Skabies
Dari hasil analisis bivariat didapatkan bahwa kepadatan hunian
berhubungan dengan suspect skabies (p=0,014).Hal ini sejalan dengan
penelitian Ma’rufi (2005) yang menyatakan bahwa kepadatan hunian
mempengaruhi penyakit skabies yaitu santri yang tinggal di
pemondokan dengan kepadatan hunian tinggi (<8m² untuk 2 orang)
sebanyak 245 orangmempunyai prevalensi penyakit skabies 71,40%.
Pada kamar yang diantaranya berukuran 106,12 m² dihuni oleh 51
santriwati, yang jika mengacu pada Kepmenkes No.829 tahun 1999
semestinya 8 m² untuk 2 orang saja, akan tetapi jika kita bandingkan
dengan kepadatan hunian pada kamar ternyata tiap 2 santriwati hanya
mendapatkan 4,2 m² dan ini tidak memenuhi syarat kesehatan yang
telah ditentukan tersebut. Sehingga pada saat tidur santriwati
88
berdempet-dempetan dengan temannya dan tidak ada jarak antara
kasur masing-masing santriwati.
Hal ini menjadi penyebab tingginya kejadian skabies, penularan
skabies ataupun penyakit infeksi lainnya semakin cepat, karena
kepadatan hunian dapat mempengaruhi kualitas udara di dalam rumah,
dimana semakin banyak jumlah penghuni, maka akan semakin cepat
udara dalam rumah mengalami pencemaran, oleh karena CO2 dalam
rumah akan cepat meningkat dan akan menurunkan kadar O2 di
ruangan, dan kepadatan hunian sangat berhubungan terhadap jumlah
bakteri penyebab penyakit menular (Siregar, 2012).
Begitu juga menurut Harahap (2001) dalam Al Audhah (2009)
mengatakan bahwa faktor–faktor yang berhubungan dengan penularan
skabies diantaranya adalah kepadatan hunian, dengan lingkungan yang
padat, frekuensi kontak langsung sangat besar, baik pada saat
beristirahat/tidur maupun kegiatan lainnya. Menurut Azwar (1995)
jumlah penghuni rumah atau ruangan yang dihuni melebihi kapasitas,
akan meningkatkan suhu ruangan menjadi panas, yang disebabkan
oleh pengeluaran panas badan juga akan meningkatkan kelembaban,
akibat adanya uap air dari pernafasan maupun penguapan cairan tubuh
dari kulit. Suhu ruangan yang meningkat dapat menimbulkan tubuh
terlalu banyak kehilangan panas.
Variabel kepadatan hunian mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan kejadian skabies. Hal ini dijelaskan bahwa dengan kepadatan
89
hunian yang tinggi, akan mengakibatkan kontak langsung antar
penghuni sangat besar. Apabila dalam satu ruang/bilik terdapat
penderita skabies, kemungkinan untuk tertular sangat besar, sebab
kontak langsung antar penghuni juga sangat besar (Kuspriyanto,
2013).
6.2.2.6 Hubungan antara Dukungan Pihak Pesantren dengan Suspect
Skabies
Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa sebagian besar
responden yang mengalami suspect skabies menerima dukungan yang
rendah dari pihak pesantren. Dari hasil uji statistik chi square
diketahui dukungan pihak pesantren
berhubungan dengan suspect
skabies yaitu dengan p= 0,000.
Dukungan pihak pesantren dilihat dari perhatian para ustadzah
pengasuhan santriwati terhadap masalah kesehatan dan kebersihan
santriwati. Tiap ustadzah memiliki tanggung jawab dalam membina
satu kamar. Berdasarkan pengamatan, hanya satu ustadzah yang rutin
dalam memantau kebersihan kamar santriwati dan memberikan
perhatian jika ada diantara mereka yang sakit, serta ikut dalam
kegiatan gotong royong setiap minggunya. Kemudian didapatkan
ternyata ustadzah tersebut merupakan pengasuhan bagian kesehatan,
sehingga ia memberikan perhatian penuh akan hal ini. Akan tetapi
sangat disayangkan bagi ustadzah lainnya, yang juga bertanggung
jawab terhadap anggota kamarnya masing-masing, namun tidak
90
memberikan dukungan penuh terhadap kesehatan dan kebersihan
santriwatinya.
Menurut ketua pengasuhan, ternyata hal ini disebabkan karena
kurangnya jumlah ustadzah pengasuhan yang siap di asrama
sedangkan mereka dibebani dengan berbagai tugas yang diantaranya
sebagai wali kelas, penanggung jawab bagian, penanggung jawab
ujian atau acara-acara tertentu, dan tugas mengajar lainnya. Karena
beberapa tugas tersebut, ustadzah belum bisa memberikan dukungan
yang tinggi terhadap masalah kesehatan dan kebersihan, mereka
cenderung mempercayakannya kepada pengurus organisasi santriwati
yaitu santriwati kelas 5 KMI, yang dipilih dan ditetapkan pengasuhan
untuk menjalankan program kerja organisasi santriwati Pondok
Pesantren Modern Diniyyah Pasia.
Dengan adanya dukungan yang rendah dari ustadzah pengasuhan
terhadap kesehatan dan kebersihan, hal ini menjadi faktor penyebab
rendahnya kualitas personal hygiene santriwati. Seperti yang
dikemukakan oleh Sungkar (1995) dalam Badri (2007) bahwa faktor
sosial budaya pesantren yang menjunjung tinggi kebersamaan dan
kurangnya pengawasan dan pembinaan dari ustadzah, sehingga para
santriwati dan pihak pesantren tidak menyadari bahwa tindakan
tersebut dapat menularkan penyakit skabies diantara mereka. Untuk
memperbaiki hal tersebut, dibutuhkan penyadaran seluruh warga
pesantren baik itu pihak pesantren (pengasuhan) maupun santriwati.
91
Notoatmodjo (2007) menjelaskan, bahwa pendidikan kesehatan
adalah suatu penerapan konsep pendidikan dalam bidang kesehatan
yaitu konsep pendididkan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan.
Dalam aplikasinya, pendidikan kesehatan pada Pondok Pesantren
Modern Diniyyah berbentuk kelompok kecil yang beranggotakan < 15
orang. Hal ini bertujuan agar pengasuhan dan santriwati saling kenal
dekat dan pembinaan menjadi lebih mudah dan baik. Untuk kelompok
kecil ini, dapat digunakan beberapa metode diantaranya yaitu:
a. Diskusi kelompok
Dalam diskusi kelompok, formasi duduk para peserta diatur dalam
bentuk lingkaran atau segi empat sehingga mereka dapat berhadaphadapan atau saling memandang. Pimpinan diskusi/ penyuluh
duduk di antara peserta sehingga tidak menimbulkan kesan ada
yang lebih tinggi dan tiap anggota kelompok memiliki kebebasan/
keterbukaan untuk mengeluarkan pendapat.
b. Brain storming
Metode ini merupakan modifikasi metode diskusi kelompok.Pada
metode ini untuk di awal kegiatan pemimpin kelompok memancing
dengan satu masalah, kemudian tiap peserta memberikan jawaban
atau tanggapan yang kemudian ditulis dalam flipchart atau papan
tulis.Sebelum semua peserta mencurahkan pendapatnya, tidak
boleh diberi komentar oleh siapa pun.Baru setelah semua anggota
92
mengeluarkan pendapatnya, tiap anggota dapat mengomentari dan
akhirnya terjadilah diskusi.
c. Snow balling
Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan, dua orang tiap
pasang. Kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah,
setelah lebih kurang lima menit tiap dua pasang bergabung menjadi
satu. Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut dan mencari
kesimpulannya.Kemudian
tiap
dua
psang
yang
sudah
beranggotakan empat orang ini bergabung dengan pasangan
lainnya dan demikiann seterusnya hingga menjadi diskusi seluruh
kelas.
d. Kelompok kecil-kecil
Kelompok
langsung
dibagi
menjadi
kelompok
kecil-kecil
kemudian dilontarkan suatu permasalahan sama/ tidak dengan
kelompok lain dan masing-masing kelompok mendiskusikan
masalah tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok
disatukan dengan kelompok lainnya.
e. Role play
Dalam metode ini beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai
pemegang peranan tertentu untuk memainkan peranan, misalnya,
sebagai dokter, perawat, atau lainnya, sedangkan anggota yang lain
sebagai pasien atau anggota masyarakat. Mereka memeragakan
93
misalnya bagaimana interaksi komunikasi sehari-hari dalam
melaksanakan tugas.
f. Simulation game
Metode ini merupakan gambaran antara role play dengan diskusi
kelompok. Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam beberapa bentuk
permainan seperti permainan monopoli.Cara memainkannya persis
seperti bermain monopoli.Beberapa orang menjadi pemain dan
sebagian lagi berperan sebagai narasumber.
Oleh karena itu dapat disimpulkan, bahwa pendidikan kesehatan
sangat perlu diterapkan di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia,
Kec. Ampek Angkek, Kab. Agam, Sumatera Barat yang berperan
sebagai pendidik, pembimbing, dan pengawas kebersihan kamar dan
kesehatan santriwati. Untuk itu, hendaknya dibentuk suatu kelompok
yang merupakan gabungan dari ustadzah dan santriwati kelas 5 dan 6
KMI. Mereka berperan sebagai fasilitator yang bertanggung jawab
dalam kebersihan dan kesehatan santriwati, dengan terlebih dahului
diberikan training atau pembekalan, oleh tenaga kesehatan yang ahli
pada bidang ini, agar benar-benar memahami tujuan pendidikan
kesehatan dan cara penyampaiannya. Disamping itu, pembekalan oleh
tenaga kesehatan harus terus berjalan sepanjang diterapkannya
pendidikan kesehatan di pesantren.
94
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 73 responden di
Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Pondok Pesantren Modern
Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014 diketahui
bahwa:
a. Sebagian besar responden mengalami suspect skabies yaitu sebanyak
76,7% responden.
b. Pada
pengetahuan,
pengetahuan
yang
sebagian
tinggi
besar
mengenai
santriwati
penyebab,
(71,2%)
memiliki
cara
penularan,
pencegahan, dan faktor risikonya. Akan tetapi faktor pengetahuan tidak
berhubungan dengan suspect skabies.
c. Pada personal hygiene, sebagian besar santriwati (90,4%) memiliki
personal hygiene yang tidak hygiene, diantara personal hygiene yang
diteliti adalah kebersihan kulit, tangan, kuku, pakaian, genitalia, dan alas
tidur. Faktor personal hygieneberhubungan dengan suspect skabies.
d.
Pada kelembaban, sebagian besar santriwati (68,5%) tinggal pada kamar
yang kelembabannya tidak memenuhi syarat (>70%).
e. Pada ventilasi, sebagian besar santriwati (68,5%) tinggal pada kamar yang
luas ventilasinya <5% dari luas lantai.
94
95
f. Pada kepadatan hunian, sebagian besar santriwati (89%) tinggal pada
kamar yang luasnya< 8 m² untuk 2 orang.
g. Pada dukungan pihak pesantren, dalam hal ini yang menjadi sampel
adalah ustadzah bagian pengasuhan, yang bertanggung jawab pada tiap
kamar santriwati dan diketahui bahwa sebagian besar santriwati (84, 9%)
mendapatkan dukungan yang rendah dari ustadzah dan faktor dukungan
pihak pesantren berhubungan dengan suspect skabies.
h. Faktor- faktor yang berhubungan dengan suspect skabies di Pondok
Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat
adalah personal hygiene (p= 0,006), kelembaban (p= 0,000), ventilasi (p=
0,000), kepadatan hunian (p= 0,014) dan dukungan pihak pondok
pesantren (p= 0,000).
7.2 Saran
a. Bagi pengurus pengasuhan pondok pesantren pada saat membina
santriwati setiap harinya disarankan untuk melaksanakan pendataan
kesehatan secara aktif dan rutin tiap tahunnya, menerapkan dan
membentuk kelompok yang berperan sebagai pendidik kesehatan,
pembimbing, dan pengawas kebersihan kamar, yang mengatur letak
lemari, mengingatkan untuk membuka dan menutup jendela, mengawasi
kebersihan diri dan kamar santriwati, menyediakan sarana untuk cuci
tangan, membuat peraturan tertulis tentang kebersihan, serta memberikan
sangsi bagi yang melanggar. Untuk santriwati yang telah mengalami
96
skabies, dilakukan pengobatan dan sterilisasi secara keseluruhan dan
serentak.
b. Bagi santriwati pada saat kegiatan sehari-hari disarankan untuk
meningkatkan personal hygiene dengan tidak saling pinjam barang
pribadi, mandi dua kali sehari, cuci tangan setelah dari toilet, mencuci
pakaian dengan sabun dan dibawah terik matahari, menjemur kasur tiap
dua minggu sekali, melaporkan kondisi kesehatan ketika merasakan gejala
penyakit
kepada
pengasuhan
bagian
kesehatan,
dan
memelihara
kebersihan lingkungan pondok pesantren.
c. Bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian tentang skabies
di pondok pesantren, disarankan agar dapat menentukan besar masalah
skabies melalui diagnosis dokter atau uji laboratorium. Agar menambah
variabel lingkungan lain, seperti kondisi alas lantai kamar (karpet), karena
di sebagian pesantren yang salah satunya PPMD Pasia, untuk alas tidur
santriwati tidak menggunakan ranjang, namun kasur yang
diletakkan di atas karpet.
langsung
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fahmi. 2012. Dasar – dasar Penyakit Berbasis Lingkungan.
Jakarta: Rajawali Pers.
Afni, Julia. Hubungan Antara Kuantitas dan Kualitas Air Bersih Secara Fisik
dengan Kejadian Penyakit Kulit Pada Masyarakat di Wilayah Kerja
Puskesmas Kelurahan Cilincing II Jakarta Utara Tahun 2011. Skripsi
FKM, UI, 2011.
Akmal, Suci Chairiya, dkk. 2013. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian
Skabies di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik Air Pacah,
Kecamatan Koto Tangah Padang Tahun 2013. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2013; 2 (3). Halaman 164-167.
Al Audhah, Nelly, dkk. 2009. Faktor Resiko Skabies Pada Siswa Pondok
Pesantren (Kajian di Pondok Darul Hijrah, Kelurahan Cindai Alus,
Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan
Selatan). Jurnal Buski. Vol. 4, No. 1, Juni 2012. Halaman 14-22.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek.
Jakarta:RinekaCipta
Asra, Hajrin Pajri. Pengaruh Pengetahuan dan Tindakan Higiene Pribadi
Terhadap Kejadian Penyakit Skabies di Pesantren Ar- Raudhatul
Hasanah Medan. Skripsi, USU
Azizah, Umi. Hubungan Antara Pengetahuan Santri Tentang PHBS dan Peran
Ustadz dalam Mencegah Penyakit Skabies dengan Perilaku
Pencegahan Penyakit Skabies, Studi Pada Santri di Pondok Pesantren
Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember. Skripsi FKM, Universitas
Jember, 2012
Azwar, A. (1995). Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: PT Mutiara
Sumber Widya
Azwar, A. 2003. Pendidikan Kesehatan dan Promosi Kesehatan, Jakarta : Rineka
Cipta
Badri, Mohammad. 2007. Hygiene Perseorangan Santri Pondok Pesantren Wali
Songo Ngabar Ponorogo. Artikel Media Litbang Kesehatan Volume
XVII Nomor 2 Tahun 2007
Bratawidjaja, K. G. 2007. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. pp: 260-262
Brown R. G. , Burns T. 2002. Lecture Notes Dermatology. Edisi ke- 8. Jakarta:
Penerbit Erlangga. pp: 42-47
Budiarto, Eko. 2001. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Cahyaningsih, Nur. Gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian penyakit scabies pada tahanan Blok B Rumah Tahanan
Negara Klas I Surakarta Tahun 2011. Skripsi FKM, UI, 2012
Dariansyah, F. , 2006. Tinjauan Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan
Kejadian Penyakit Skabies Di Pesantren Oemar Diyan, Kecamatan
Indrapuri Kabupaten Aceh Besar, Skripsi
Dinas Kesehatan Provinsi NAD. , 2005. Program Pemberantasan Penyakit
Menular, Banda Aceh
Fauziah. 2013. Hubungan Faktor Individu dan Karakteristik Sanitasi Air dengan
Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan Di Kelurahan Sumur
Batu Kecamatan Bantar Gebang Kota Bekasi Tahun 2013. Skripsi
FKIK, UIN, 2013
Frenki. 2011. Hubungan Personal Hygiene Santri Dengan Kejadian Penyakit
Kulit Infeksi Skabies Dan Tinjauan Sanitasi Lingkungan Pesantren
Darel Hikmah Kota Pekanbaru Tahun 2011. Skripsi, USU
Habif T. H. 2003. Clinical Dermatology. China: Mosby. pp: 497-505
Handoko R. P. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia. pp: 122- 125
Harahap M. 2008. Penyakit Kulit. Jakarta: Gramedia. p: 100
Hidayat, Topik. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kebersihan Diri dan
Kesehatan Lingkungan di Pesantren Nurul Huda Desa Cibatu,
Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi Tahun 2011. Skripsi FKM,
UI, 2011
http://asrulhuda. blogspot. com/2009/06/contoh-perhitungan-populasi-dan-sampel.
html, Contoh Perhitungan Populasi dan Sampel diakses pada tanggal 21 Januari
2014
http://dr-suparyanto. blogspot. com/2011/08/skabies-kudis-gudik. html, Skabies
diakses pada tanggal 11 Februari 2014
http://herodessolutiontheogeu. blogspot. com/2010/11/skabies. html, Skabies
diakses pada tanggal 11 Desember 2013
http://masrufin-unipdu.
blogspot.
com/2010/04/budaya-hidup-sehat-dilingkungan. html, Budaya Hidup Sehat di Lingkungan Pesantren diakses pada
tanggal 22 Januari 2014
http://mhendr. blogspot. com/2012/11/makalah-skabies. html, Makalah Skabies
diakses pada tanggal 11 Februari 2014
http://reny-alkan. blogspot. com/2013/04/bab-i-bab-ii-bab-iii-tentang-kejadian.
html, Tentang Kejadian Skabies diakses pada tanggal 12 Desember 2013
http://www.
reimie.
com/2012/10/pengertian-atau-definisi-sanitasi.
Pengertian atau Definisi Sanitasi, diakses pada tanggal 4 Februari 2014
html,
Khotimah, Ulfatusyifah Husnul. Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Higiene
Perorangan dengan Kejadian Scabies di Pondok Pesantren AlBahroniyyah Ngemplak, Mranggen, Kabupaten Demak. Skripsi
UNAIR, 2013
Kuspriyanto. 2013. Pengaruh Sanitasi Lingkungan Dan Perilaku Sehat Santri
Terhadap Kejadian Skabies Di Pondok Pesantren Kabupaten Pasuruan
Jawa Timur. Jurnal UNESA. Vol. 11, No. 21. Tahun 2013
Kresno, S. B. 2007. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. p: 182
Ma’rufi, Isa, dkk. 2005. Faktor Sanitasi Lingkungan yang Berperan Terhadap
Prevalensi Penyakit Skabies, Studi pada Santri Pondok Pesantren di
Kabupaten Lamongan. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 2, No. 1,
Juli 2005. Halaman 11-18
Mansyur. M. 2007. Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Penatalaksanaan
Skabies Anak Usia Pra-Sekolah. Majalah Kedokteran Indonesia. Hal
63-67
Muslih, Rifki, dkk. 2012. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Skabies
Pada Santri di Pondok Pesantren Cipasung, Kabupaten Tasikmalaya.
Penelitian FIK, Universitas Siliwangi, 2012
Muzakir. 2008. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Skabies
Pada Pesantren di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007. Tesis USU,
2008
Notoatmodjo Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta:
Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
Paramita, Nithya. 2010. Tingkat pengetahuan santri terhadap penyakit skabies di
pondok pesantren darularafah raya. Skripsi. USU
Qomar. M. 2007. Pesantren. Yogyakarta: Erlangga
Rohmawati RN. Hubungan Antara Faktor Pengetahuan Dan Perilaku
Dengan
Kejadian Skabies Di Pondok Pesantren Al-Muayyad
Surakarta Tahun 2010
Siregar, Kristina Rosetty. 2012. Pengaruh Sanitasi Lingkungan danPersonal
Hygiene Terhadap Kejadian Penyakit Skabies Pada Warga Binaan
Pemasyarakatan yang Berobat Ke Klinik Di Rumah Tahanan Negara
Kelas 1 Medan. Tesis. USU. 2012
SNI 03-6572-2001. Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian
Udara Pada Bangunan Gedung. Halaman 1-55
Sugiono, 2005. Statistik Untuk Penelitian. Bandung:Alfa Beta.
Supriyadi, Sidit. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Skabies Di Pondok
Pesantren Assalam Kranggan Tahun 2004. Dari http://www. fkm.
undip. ac. id/index. php
Syahputra, Ade. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Aman Pekerja di
Bagian Produksi Galangan I I PT DOK dan Perkapalan KODJA
Bahari Jakarta Utara Tahun 2011. SkripsiFKIK, UIN Jakarta, 2011
Trisnawati, Oktalina. Hubungan Antara Kecukupan Air Mandi, Kepadatan
Hunian Kamar, dan Praktik Kebersihan Diri dengan Kejadian Skabies
pada Santri di Pondok Pesantren Al Itqon Kelurahan Tlogosari Wetan.
Skripsi UNAIR, 2009
Wardhana, April H, dkk. 2006. Skabies: Tantangan Penyakit Zoonosis Masa Kini
dan Masa Datang. Jurnal Warazoa. Vol. 16, No. 1, Tahun 2006.
Halaman 40-52
Wediarsih, Yanit. Analisis Risiko dan Dampak Sanitasi Lingkungan Terhadap
Status Kesehatan Balita di Provinsi Banten Tahun 2013. Tesis FKM,
UI, 2013
Wijaya, Yudha Prawira Mandala. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Skabies Pada Santri di Pondok Pesanren Al-Makmur
Tungkar, Kabupaten 50 Kota Tahun 2011. Skripsi FK, UNAND, 2011
KUESIONER
Gejala Skabies dan Pengetahuan Santriwati
Mengenai Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah
Pasia Tahun 2014
A. Identitas Responden
1. Nomor Responden
:
2. Nama
:
3. Jenis kelamin
:
4. Usia
:
5. Kelas
:
6. Kamar
:
7. Lama tinggal di PPMD
:
a. > 1 tahun
8. Lama menetap di PPMD
b. < 1 tahun
:
a. 24 jam/hari
b. < 24 jam/hari
B. Gejala Skabies
1. Apakah anda mengalami rasa gatal dan kemerahan pada kulit di malam
hari dengan bintik-bintik kecil dalam 2 bulan terakhir?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah rasa gatal tersebut berasal dari lesi/ luka yang terdapat pada kulit
anda?
a. Ya
b. Tidak
3. Dimanakah rasa gatal dan lesi/luka itu muncul? (Jawaban boleh lebih dari
satu)
a. Sela-sela jari tangan
b. Daerah sekitar kemaluan
c. Siku bagian luar
d. Kulit sekitar payudara
e. Dubur
f. Perut bagian bawah
g. Lipatan ketiak
h. Lain-lain, sebutkan
C. Pengetahuan
1. Apakah anda pernah mendengar apa itu penyakit skabies?
a. Pernah, lanjut ke pertanyaan B2
b. Tidak pernah
2. Jika ‘pernah’ apa penyebab penyakit skabies?
a. Adanya tungau Sarcoptes scabiei
b. Karena kuman
c. Pengaruh dari garukan
3. Apa saja tanda-tanda penyakit skabies?
a. Bintik-bintik kecil sampai besar bewarna kemerahan dan bernanah
b. Gatal pada malam hari dan terasa panas
c. Timbulnya nanah
4. Pada bagian tubuh mana saja penyakit scabies sering diderita oleh
seseorang?
a. Selajari, ketiak, pinggang, alat kelamin, siku, dan bagian depan
pergelangan
b. Bagian yang sering tertutup
c. Kebanyakan bagian kelamin
5. Bagaimana cara penularan penyakit skabies?
a. Kontak langsung dengan kulit dan kontak tidak langsung (melalui
pakaian, handuk, sprei, dan peralatan lain yang digunakan oleh
penderita)
b. Hanya melalui kontak langsung dengan kulit
c. Hanya melalui pakaian dan tempat tidur saja
6. Siapa saja yang dapat menderita penyakit skabies?
a. Semua golongan umur, namun lebih sering pada remaja
b. Pada golongan remaja saja
c. Hanya pada golongan umur tertentu saja
7. Apakah penyakit scabies dapat ditularkan dengan saling menukar
pakaian dengan penderita skabies?
a. Ya, dapat menularkan penyakit
b. Hanya dapat menular jika daya tahan tubuh tidak kuat
c. Tidak menularkan penyakit
8. Apakah penderita penyakit scabies sebaiknya dikarantina/dipisahkan?
a. Tidak perlu dikarantina/ dipisahkan, hanya perlu dilakukan
pengobatan secara teratur dan tidak tukar menukar peralatan
pribadi dengan penderita
b. Perlu dikarantina/ dipisahkan
c. Tidak tahu
9. Upaya apa yang perlu dilakukan untuk memutuskan mata rantai
penyakit skabies?
a. Disinfeksi serentak pada pakaian, sprei, dan pengobatan serentak
b. Menjaga jarak dengan orang lain bila menderita skabies
c. Tidak tahu
10. Bagaimana cara menghindari penyakit skabies?
a. Mandi minimal 2 kali sehari, tidak tukar menukar peralatan pribadi
dan menjaga kontak langsung dengan penderitas kabies
b. Mandi kurangdari 2 kali sehari dengan menggunakan sabun dan
menjaga kontak langsung dengan penderita skabies
c. Tidak tahu
11. Bagaimana penularan penyakit skabies di lingkungan asrama (pondok
pesantren)?
a. Cepat
b. Lambat
c. Tidak tahu
12. Apakah ada kaitannya antara kejadian scabies dengan kebersihan
lingkungan?
a. Ada
b. Tidak ada
c. Tidak tahu
13. Apakah kutu/tungau Sarcoptes scabiei hanya bisa berkembang biak di
air yang kotor?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
14. Apakah hanya air yang merupakan media penularan penyakit skabies?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
15. Apakah penyakit scabies dapat sembuh dengan pemberian bedak saja?
a. Bisa
b. Tidak bisa
c. Tidak tahu
Lembar Observasi Personal Hygiene Santriwati
Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kab. Agam Sumatera
Barat Tahun 2014
Berilah tanda ceklist ( √ ) pada kolom kosong dibawah ini,
berdasarkan pernyataan atau pengamatan terhadap responden!
1. Kebersihan Pakaian
Ya
Tidak
Mengganti pakaian dua kali sehari
(
)
(
)
Tidak pernah bertukar pakaian sesama santri
(
)
(
)
Mencuci pakaian menggunakan detergen
(
)
(
)
Menyetrika baju
(
)
(
)
Tidak merendam pakaian disatukan dengan pakaian santri yang
(
)
(
)
(
)
(
)
lain
Menjemur pakaian dibawah terik matahari
Ya
2. Kebersihan Kulit
Tidak
Mandi dua kali sehari
(
)
(
)
Mandi menggunakan sabun
(
)
(
)
Menggosok badan dengan spons saat mandi
(
)
(
)
Mandi menggunakan sabun sendiri
(
)
(
)
Mandi setelah melakukan olah raga
(
)
(
)
Tidak menggunakan sabun mandi (batangan) bersama
(
)
(
)
santri lain
Ya
3. Kebersihan Tangan dan Kuku
Tidak
Mencuci tangan setelah membersihkan kamar mandi
(
)
(
)
Memotong kuku sekali seminggu
(
)
(
)
Mencuci tangan menggunakan sabun sesudah BAB/BAK
(
)
(
)
Menyikat kuku menggunakan sabun saat mandi
(
)
(
)
Ya
4. Kebersihan Genitalia
Tidak
Mengganti pakaian dalam sesudah mandi
(
)
(
)
Mencuci pakaian dalam menggunakan detergen
(
)
(
)
Ketika mandi membersihkan alat genital
(
)
(
)
Menjemur pakaian dalam di bawah terik matahari
(
)
(
)
Membersihkan alat genital setiap sesudah BAB/BAK
(
)
(
)
Tidak merendam pakaian dalam dijadikan satu dengan santri
(
)
(
)
lain
Ya
5. Kebersihan Handuk
Tidak
Menggunakan handuk sendiri
(
)
(
)
Menjemur handuk setelah mandi
(
)
(
)
Tidak mencuci handuk bersamaan atau dijadikan satu dengan
(
)
(
)
Tidak menggunakan handuk bergantian dengan teman
(
)
(
)
Menjemur handuk dibawah terik sinar matahari
(
)
(
)
Menggunakan handuk dalam keadaan kering tiap hari
(
)
(
)
santri lain
Ya
6. Kebersihan Kasur dan Sprei
Tidak
Sprei tidak digunakan untuk bersama-sama
(
)
(
)
Tidur di kasur sendiri
(
)
(
)
Tidak ada santri lain yang tidur di kasur sendiri
(
)
(
)
Menjemur kasur tiap dua minggu sekali
(
)
(
)
Mengganti sprei sekali seminggu
(
)
(
)
Tidak mencuci sprei dijadikan satu dengan santri lain
(
)
(
)
Lembar Observasi
Nama Kamar :
Tanggal
:
Variabel
Kriteria
1. 40-70%
Kelembaban
2. < 40%
3. >70%
1.
5% dari luas lantai
2.
5% dari luas lantai
1.
8
untuk 2 orang
2. < 8
untuk 2 orang
Ventilasi
Kepadatan Hunian
Lembar Observasi
Dukungan Pihak Pondok Pesantren Mengenai Skabies
di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Tahun 2014
Identitas Responden
1. Nomor Responden
:
2. Nama
:
4. Jabatan
:
6. Lama tinggal di PPMD
:
a. > 1 tahun
7. Lama menetap di PPMD
b. < 1 tahun
:
a. 24 jam/hari
b. < 24 jam/hari
a. Upaya Promotif
Ya
Memberitahu santriwati mengenai personal hygien
Tidak
(
)
(
(
)
(
)
Memberitahu santriwati mengenai kebersihan lingkungan
)
Membina kader kesehatan
(
)
(
Ya
b. Upaya Preventif
)
Tidak
Membuat peraturan tertulis tentang personal hygiene
(
)
(
)
Membuat peraturan tertulis tentang kebersihan lingkungan
(
)
(
)
Memberikan sanksi yang tegas jika melanggar peraturan
tersebut
(
)
(
)
Mengontrol kebersihan kamar secara rutin
(
)
(
)
Ya
c. Upaya Kuratif
Tidak
Mengecek kesehatan santriwati setiap hari
(
)
(
)
Merujuk santriwati yang sakit ringan ke ustadzah bagian
pengasuhan kesehatan
(
)
(
)
Merujuk santriwati yang sakit sedang atau berat ke rumah sakit
(
)
(
)
atau puskesmas
Memberikan perhatian kepada santriwati yang sakit
(
Memantau kesehatan santriwati yang baru pulih
untuk
(
Ya
d. Upaya Rehabilitatif
Mengingatkan santriwati
kebersihan saat baru pulih
)
menjaga
kesehatan
dan
)
Tidak
(
)
(
)
(
)
(
)
HASIL SPSS UNIVARIAT
1. Suspect skabies
S_Scabies
Frequency
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Percent
Ya
56
76.7
76.7
76.7
Tidak
17
23.3
23.3
100.0
Total
73
100.0
100.0
2. Pengetahuan
Pengetahuan
Frequency
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Percent
Rendah
21
28.8
28.8
28.8
Tinggi
52
71.2
71.2
100.0
Total
73
100.0
100.0
3. Personal Hygiene
Personal_Hygiene
Frequency
Valid
Kurang Hygiene
Valid Percent
Cumulative
Percent
66
90.4
90.4
90.4
7
9.6
9.6
100.0
73
100.0
100.0
Hygiene
Total
Percent
4. Kelembaban
KEL_Kelembaban
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
< 40%/ >70%
50
68.5
68.5
68.5
40-70%
23
31.5
31.5
100.0
Total
73
100.0
100.0
5. Ventilasi
Kel_Ventilasi
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
<5% dri luas lantai
50
68.5
68.5
68.5
>5% dri luas lantai
23
31.5
31.5
100.0
Kel_Ventilasi
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
<5% dri luas lantai
50
68.5
68.5
68.5
>5% dri luas lantai
23
31.5
31.5
100.0
Total
73
100.0
100.0
6. Kepadatan Hunian
Kel_Kepadatan_Hunian
Frequency
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Percent
< 8 m2 untuk 2 orang
65
89.0
89.0
89.0
> 8m2 untuk 2 orang
8
11.0
11.0
100.0
73
100.0
100.0
Total
7. Dukungan Pihak Pesantren
Dukungan
Frequency
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Percent
Rendah
62
84.9
84.9
84.9
Tinggi
11
15.1
15.1
100.0
Total
73
100.0
100.0
HASIL SPSS BIVARIAT
1. Pengetahuan * Suspect Skabies
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Pengetahuan * S_Scabies
Missing
Percent
73
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent
73
Pengetahuan * S_Scabies Crosstabulation
S_Scabies
Ya
Pengetahuan
Rendah
Count
% within Pengetahuan
Tinggi
Count
% within Pengetahuan
Total
Count
Tidak
Total
17
4
21
81.0%
19.0%
100.0%
39
13
52
75.0%
25.0%
100.0%
56
17
73
100.0%
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Missing
Percent
N
% within Pengetahuan
Total
Percent
76.7%
N
23.3%
Percent
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
1
.586
.057
1
.811
.305
1
.581
.297
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
Df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
.762
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
Exact Sig. (1sided)
.293
b
1
.415
.589
73
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,89.
b. Computed only for a 2x2 table
2. Personal Hygiene * Suspect Skabies
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Personal_Hygiene *
S_Scabies
Missing
Percent
73
N
100.0%
Total
Percent
0
N
Percent
.0%
73
100.0%
Personal_Hygiene * S_Scabies Crosstabulation
S_Scabies
Ya
Personal_Hygiene
Kurang Hygiene
Count
% within Personal_Hygiene
Hygiene
Count
% within Personal_Hygiene
Total
Count
% within Personal_Hygiene
Tidak
Total
54
12
66
81.8%
18.2%
100.0%
2
5
7
28.6%
71.4%
100.0%
56
17
73
76.7%
23.3%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
1
.002
7.285
1
.007
8.276
1
.004
10.044
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
Df
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear Association
Exact Sig. (2sided)
.006
9.907
1
.002
Exact Sig. (1sided)
.006
N of Valid Cases
b
73
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,63.
b. Computed only for a 2x2 table
3. Kelembaban * Suspect Skabies
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
KEL_Kelembaban *
S_Scabies
Missing
Percent
73
N
100.0%
Total
Percent
0
N
Percent
.0%
73
100.0%
KEL_Kelembaban * S_Scabies Crosstabulation
S_Scabies
Ya
KEL_Kelembaban
< 40%/ >70%
Count
% within KEL_Kelembaban
40-70%
Count
% within KEL_Kelembaban
Total
Count
% within KEL_Kelembaban
Tidak
Total
49
1
50
98.0%
2.0%
100.0%
7
16
23
30.4%
69.6%
100.0%
56
17
73
76.7%
23.3%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
1
.000
36.563
1
.000
41.167
1
.000
40.256
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
Df
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
b
Exact Sig. (2sided)
.000
39.705
1
.000
73
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,36.
b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (1sided)
.000
4. Ventilasi * Suspect Skabies
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Missing
Percent
Kel_Ventilasi * S_Scabies
73
N
Total
Percent
100.0%
0
N
Percent
.0%
73
100.0%
Kel_Ventilasi * S_Scabies Crosstabulation
S_Scabies
Ya
Kel_Ventilasi
<5% dri luas lantai
Count
% within Kel_Ventilasi
>5% dri luas lantai
Total
1
50
98.0%
2.0%
100.0%
7
16
23
30.4%
69.6%
100.0%
56
17
73
76.7%
23.3%
100.0%
Count
% within Kel_Ventilasi
Total
49
Count
% within Kel_Ventilasi
Tidak
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
1
.000
36.563
1
.000
41.167
1
.000
40.256
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
Df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (1sided)
.000
Linear-by-Linear Association
39.705
b
N of Valid Cases
1
.000
.000
73
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,36.
b. Computed only for a 2x2 table
5. Kepadatan Hunian * Suspect Skabies
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Kel_Kepadatan_Hunian *
S_Scabies
Missing
Percent
73
N
100.0%
Total
Percent
0
N
.0%
Percent
73
100.0%
Kel_Kepadatan_Hunian * S_Scabies Crosstabulation
S_Scabies
Ya
Kel_Kepadatan_Hunian
< 8 m2 untuk 2 orang
Count
% within
Kel_Kepadatan_Hunian
> 8m2 untuk 2 orang
Count
Tidak
Total
53
12
65
81.5%
18.5%
100.0%
3
5
8
% within
Kel_Kepadatan_Hunian
Total
37.5%
62.5%
100.0%
56
17
73
76.7%
23.3%
100.0%
Count
% within
Kel_Kepadatan_Hunian
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2sided)
a
1
.005
5.464
1
.019
6.472
1
.011
7.733
b
Asymp. Sig. (2sided)
Df
Fisher's Exact Test
.014
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
Exact Sig. (1sided)
7.627
b
1
.014
.006
73
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,86.
b. Computed only for a 2x2 table
6. Dukungan Pihak Pesantren * Suspect Skabies
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Dukungan * S_Scabies
Missing
Percent
73
100.0%
N
Total
Percent
0
N
.0%
Percent
73
100.0%
Dukungan * S_Scabies Crosstabulation
S_Scabies
Ya
Dukungan
Rendah
Count
% within Dukungan
Tinggi
Count
% within Dukungan
Total
Count
% within Dukungan
Tidak
Total
53
9
62
85.5%
14.5%
100.0%
3
8
11
27.3%
72.7%
100.0%
56
17
73
76.7%
23.3%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
1
.000
14.612
1
.000
14.984
1
.000
17.721
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
Df
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
b
Exact Sig. (2sided)
.000
17.478
1
.000
73
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,56.
b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (1sided)
.000
Struktur Pengasuhan Santriwati Tahun 2014
Bagan 5.1 Struktur Kepengurusan Pengasuhan Santriwati Tahun 2014
Pimpinan
Direktur
Kepala
Pengasuhan
Bagian
Perizinan
Bagian
Ibadah
Bagian
Bahasa
Bagian
Kesehatan
Bagian
Ekstrakurikuler
Struktur Kepengurusan Pengasuh Santriwati Pondok Pesantren Modern Diniyyah
Pasia Tahun 2014:
Pimpinan
: Drs. H. Nawazir Muchtar, Lc
Direktur
: Nashran Nazir, S.Pd.I
Kepala Pengasuhan
: Rita Ersi, S.Pd.I
Bagian Perizinan
:
1. Ira Maya Sofa, A.Ma
2. Maysari
Bagian Bahasa
:
1. Layli Wahyuni
2. Eisa Wulandari, S.Pd.I
3. Nurul Karmi, S.Th.I
Bagian Ibadah
: Mushallina Hilma, S.Th.I
Bagian Kesehatan
: Mardhiyah
Bagian Ekstrakurikuler
: Sharah
Download