Dampak Liberalisasi Perdagangan dan

advertisement
2.
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Pustaka Terdahulu
Makalah ini melanjutkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dalam
membangun analisis dampak di bidang pariwisata dengan menggunakan berbagai
model penelitian seperti model input output, model TSA (tourism satellite
account), model SAM (social accounting matrix) serta model CGE (computable
general equilibrium). Analisis dampak di bidang pariwisata dengan menggunakan
model input-output (Antara, 2005) kemudian dengan menggunakan gabungan
model input-output dan social accounting matrix (SAM) (Heriawan, 2004) dan
model computable general equilibrium/CGE (Sugiyarto et al., 2003 untuk
perekonomian Indonesia; Meng et al., 2010 untuk Singapura; Dwyer et al., 2003
untuk perekonomian Australia). Semua pendekatan memiliki kelebihan tersendiri
dalam memperhitungkan keterkaitan antara aktivitas pariwisata dengan sektorsektor ekonomi. Studi ini menggunakan model CGE, yang memiliki keunggulan
dalam menggabungkan berbagai feedback (umpan balik) antar berbagai sektor
ekonomi, termasuk juga adanya harga yang fleksibel dan adanya substitusi faktor
produksi. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Dwyer et al. (2003) yang
mendukung model CGE sebagai teknik pilihan dalam menganalisis dampak
ekonomi pariwisata. Berikut ini disajikan beberapa ringkasan hasil penelitian
sebelumnya yang menjadi rujukan peneliti.
Sugiyarto et al. (2003) meneliti masalah pariwisata pada era globalisasi dan
liberalisasi perdagangan yang masih kontroversial, apakah menguntungkan atau
merugikan. Studi ini menyebutkan bahwa banyak penelitian mengenai efek
globalisasi
secara
mempertimbangkan
parsial,
seperti
interaksinya
meneliti
dengan
kebijakan globalisasi tanpa
sektor-sektor
kunci
dalam
perekonomian, terutama pariwisata. Tulisan ini menggunakan model CGE
(computable general equilibrium) dari perekonomian Indonesia dalam rangka
untuk mengetahui pengaruh globalisasi (liberalisasi) melalui pengurangan tarif,
baik sebagai kebijakan yang berdiri sendiri maupun dalam hubungannya dengan
pertumbuhan pariwisata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan
pariwisata menimbulkan dampak positif dan mengurangi dampak negatif dari
10
globalisasi. Misalnya dapat meningkatkan produksi dan kesejahteraan, sementara
dampak buruk pada defisit pemerintah dan neraca perdagangan menjadi
berkurang.
Heriawan (2004) melakukan penelitian tentang peranan pariwisata pada
perekonomian Indonesia. Pariwisata merupakan sektor yang strategis dan
potensial bagi perekonomian Indonesia karena peranannya yang cukup signifikan
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, perolehan
devisa, dan pengembangan ekonomi daerah. Penelitian ini menggunakan
pendekatan I-O dan SAM. Hasil analisisnya menyebutkan bahwa sektor
pariwisata cukup potensial dalam menciptakan PDB (pro growth) dan lapangan
kerja (pro job) tetapi kurang mampu dalam membuat distribusi pendapatan yang
lebih baik. Dengan kata lain, pariwisata belum menyentuh kelompok ekonomi
miskin (pro poor) yang sebagian besar berada di pertanian dan perdesaan. Enam
skenario kebijakan pariwisata yang disimulasikan, ternyata yang memberi hasil
cukup signifikan adalah kebijakan reformasi kelembagaan dan peraturan di bidang
pariwisata. Saran yang diberikan diantaranya adalah perlu dicoba pendekatan lain
seperti model Computable General Equilibrium (CGE) dalam menganalisis secara
lebih lengkap dampak dan peranan pariwisata.
Meng et al. (2010) melakukan studi mengenai krisis keuangan dunia pada
tahun 2008 apakah memiliki dampak negatif yang luar biasa pada kegiatan
perekonomian, terutama pada pariwisata. Penelitian ini menggunakan data
terakhir survei pariwisata Singapura, tabel input-output Singapura yang di update,
dan model CGE (Computable General Equilibrium) untuk mengukur efek negatif
dari krisis keuangan dunia di Singapura dan untuk mensimulasikan efek dari
respon kebijakan yang dijalankan. Hasil simulasi CGE menunjukkan bahwa pada
tingkat makro, meskipun hampir semua peubah terkena dampak negatif, ekspor
mencatat keuntungan yang besar. Pada tingkat industri, shock negatif pariwisata
sangat berpengaruh pada sektor yang terkait pariwisata, hanya berdampak kecil
pada sektor-sektor yang kurang terkait dengan pariwisata, tetapi persaingan di
sektor pariwisata dapat berkembang. Harga dan output pada sebagian besar
produk di pasar komoditas terjadi penurunan tetapi konsumsi rumah tangga riil
dan ekspor terjadi peningkatan. Di pasar tenaga kerja, pekerja dengan skill rendah
11
sangat terpengaruh, tetapi beberapa kelompok pekerja lainnya memperoleh
keuntungan. Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa respons terhadap suatu
peristiwa seperti krisis keuangan dunia tahun 2008, sedikit lebih efektif dalam
menurunkan tingkat GST daripada peningkatan yang signifikan terhadap tarif
pajak pariwisata.
Dwyer et al. (2003) menulis mengenai beberapa isu utama yang muncul dari
model CGE mengenai aktivitas pariwisata Australia yang disponsori oleh CRC
(Centre for Sustainable Tourism). Simulasi ekonomi yang dilakukannya
didasarkan pada asumsi yang berbeda tentang sikap pemerintah federal terhadap
kebijakan fiskal, asumsi tentang pengaturan upah, dan asumsi tentang tingkat
agregat tenaga kerja. Simulasi lainnya berkaitan dengan perbandingan dampak
ekonomi dari suatu peristiwa dengan menggunakan model Input-Output dan
model CGE. Perbandingan tersebut melihat perbedaan hasil evaluasi dengan
menggunakan model I-O dan CGE dan memberikan dukungan untuk
menggunakan teknik CGE dan menerapkan analisis biaya manfaat bagi
pemerintah yang terkait dengan alokasi yang efisien atas sumber daya yang
langka dalam mempromosikan pembangunan pariwisata.
Blake (2000) mengatakan bahwa penelitian mengenai dampak ekonomi dari
aktivitas pariwisata mempunyai daya tarik tersendiri bagi akademisi dan pembuat
kebijakan. Pengaruh pajak pariwisata juga cukup menarik, namun belum
diterapkan secara komprehensif dalam pemodelannya untuk analisis ekonomi.
Tulisan ini menggunakan model CGE (computable general equilibrium) Spanyol
untuk menganalisis efek kegiatan pariwisata di Spanyol dan dampak perpajakan
pariwisata. Efek dari peningkatan pariwisata sebesar 10
persen akan
meningkatkan kesejahteraan dalam jangka panjang sebesar 28 miliar Pesetas (0,05
persen dari PDB). Analisis pajak menunjukkan bahwa peningkatan tingkat pajak
pada pariwisata asing dapat meningkatan kesejahteraan karena pajak pariwisata
asing secara efektif mengurangi beberapa distorsi yang diciptakan melalui
rendahnya tingkat pajak pariwisata domestik. Penelitian ini juga menunjukkan
bahwa manfaat kesejahteraan dari pajak pariwisata lebih sensitif terhadap asumsiasumsi yang berkaitan dengan pengenaan pajak sesuai dengan elastisitas
permintaan mereka terhadap pariwisata.
12
2.2
2.2.1
Tinjauan Teoritis
Globalisasi dan Liberalisasi Perdagangan Internasional
Depresi tahun 1930-an telah menyebabkan banyak negara melakukan
proteksi, setiap negara berusaha untuk mengurangi pengaruh yang tidak baik dari
perkembangan ekonomi dunia dengan mengurangi ketergantungan dari luar negeri
melalui tindakan–tindakan yang bersifat protektif.
Sejak dasawarsa 80-an, banyak negara berkembang yang semula
menerapkan strategi industrialisasi substitusi impor, mulai mengubah haluan dan
melakukan liberalisasi perdagangan. Gelombang reformasi ini nampaknya
bertolak dari terjadinya krisis utang internasional, disamping itu mereka juga
bercermin pada keberhasilan sejumlah negara berkembang yang sejak awal telah
berorientasi ke luar (ekspor) kini telah beranjak menjadi negara perekonomian
baru. Secara umum reformasi itu meliputi penurunan dan penyederhanaan struktur
tarif serta berbagai hambatan impor kuantitatif secara besar-besaran. Langkah ini
secara drastis mulai membuka perekonomian mereka terhadap hubungan
perdagangan antar negara yang lebih intensif. Hal tersebut dapat dilihat pada
besarnya angka ekspor plus impor sebagai rasio terhadap GDP dan tingginya
tingkat pertumbuhan perekonomian negara tersebut yang secara sungguh-sungguh
melaksanakan liberalisasi.
Pada tahun 1994, dicetuskan kesepakatan Putaran Uruguay (Uruguay
Round) mengenai GATT (General Agrement on Tariff and Trade). Ratifikasi
Putaran Uruguay merupakan satu usaha untuk
menghilangkan distorsi
perdagangan yang harus dilakukan oleh negara-negara yang menyepakati
perjanjian tersebut. Dalam kesepakatan tersebut negara maju harus menghapuskan
distorsi perdagangan hingga tahun 2000, sedangkan bagi negara berkembang
hingga tahun 2004.
Seiring dengan perkembangan ekonomi yang semakin terbuka yang ditandai
dengan diratifikasinya Putaran Uruguay mengenai GATT, Deklarasi Bogor APEC
(Asia-Pacific Economic Cooperation), CEPT (Common Effective Preferential
Tariff) dan AFTA (Asean Free Trade Area). Disamping itu telah diratifikasinya
perjanjian dengan China melalui ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) yang
mulai diimplementasikan secara luas mulai tahun 2010. Untuk itu perlu adanya
13
upaya untuk mendorong ekspor melalui peningkatan daya saing serta
memperhatikan perkembangan pasar dunia.
Globalisasi juga ditandai dengan munculnya blok-blok regional mengenai
ekonomi dan perdagangan. Blok-blok yang sudah terbentuk tersebut bervariasi
karakteristiknya, ada yang meliputi negara-negara maju saja seperti European
Community, negara-negara berkembang saja seperti SAARC, bahkan ada blok
dimana anggota-anggotanya bervariasi kondisi ekonominya seperti APEC.
Globalisasi yang dimaksud adalah pergerakan menuju ke satu tatanan
perekonomian global, dimana perekonomian nasional akan semakin intens dalam
berhubungan dengan negara-negara lain sehingga kondisi perekonomian
internasional akan memiliki pengaruh yang kuat terhadap perekonomian
domestik.
Tambunan (2004)
menyebutkan
bahwa
globalisasi
ekonomi
akan
mempengaruhi ekspor, impor, investasi dan tenaga kerja. Globalisasi bisa
berpengaruh positif apabila dapat diantisipasi dengan baik, namun sebaliknya
dapat berpeluang menciptakan dampak negatif bila tidak mampu diantisipasi.
Pengaruh globalisasi terhadap ekspor bisa meningkatkan pangsa ekspor di pasar
dunia bila produk negara tersebut memiliki daya saing cukup kuat dibanding
produk negara lain. Namun sebaliknya jika daya saing yang dimiliki produk
dalam negeri cukup lemah maka pangsa ekspor produk domestik menjadi
menurun. Disamping itu, globalisasi juga dapat meningkatkan impor apabila
produk-produk serupa buatan dalam negeri mempunyai daya saing yang rendah
dibanding produk luar negeri sehingga pasar domestik tidak dapat membendung
serbuan produk impor.
Hady (2004) menyebutkan bahwa pengaruh globalisasi ekonomi dunia
ditandai dengan adanya beberapa hal berikut:
1.
Keterbukaan ekonomi terutama dengan adanya liberalisasi pasar dan arus
uang serta transfer teknologi secara internasional.
2.
Keterkaitan dan ketergantungan ekonomi, keuangan, perdagangan dan
industri
antar
negara
atau
perusahaan
yang
ditunjukkan
adanya
pembentukan perusahaan multinasional dan kecenderungan integrasi
ekonomi regional.
14
3.
Persaingan yang semakin ketat antar negara ataupun perusahaan untuk
meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas yang optimal.
Arus komunikasi yang semakin terbuka membuat hubungan antarnegara pun
semakin erat yang ditandai adanya berbagai bentuk perjanjian internasional, baik
yang diprakarsai oleh lembaga-lembaga internasional, seperti United Nations
ataupun World Bank. Perjanjian internasional tersebut melahirkan berbagai
konvensi, baik yang berkaitan langsung dengan dunia bisnis maupun tidak
langsung dengan dunia bisnis. Selanjutnya, para pemimpin negara juga telah
melahirkan berbagai kesepakatan baik yang bersifat bilateral maupun multilateral
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat di negara tersebut.
Salah satu perjanjian yang cukup membawa pengaruh dalam dunia bisnis dalam
dekade terakhir ini adalah didirikannya organisasi perdagangan dunia atau yang
lebih dikenal dengan World Trade Organization (WTO), di Marakesh (Maroko)
pada tahun 1994. Hasil kesepakatan ini tentu membawa dampak juga dalam
bidang bisnis yakni dengan munculnya liberalisasi perdagangan atau perdagangan
bebas (free trade).
Kebijakan liberalisasi perdagangan dapat dilihat sebagai suatu cara untuk
meningkatkan daya saing ekonomi. Ada pemikiran yang mengatakan bahwa
sebenarnya peningkatan daya saing terutama merupakan tantangan bagi masingmasing perusahaan dan upaya yang dilakukan haruslah pada tingkat perusahaan.
Kerjasama internasional, misalnya dengan membentuk suatu aliansi strategis
(strategic alliance), merupakan salah satu cara yang kini banyak dilakukan
terutama antara perusahaan-perusahaan negara maju. Tetapi berbagai bentuk
kerjasama internasonal juga dapat dilakukan pada tingkat negara (ekonomi) untuk
meningkatkan daya saing, artinya meningkatkan kemampuan penetrasi pasar.
Pembentukan kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area/FTA) seringkali
dilihat sebagai upaya untuk saling meningkatkan akses pasar di antara pesertanya
(Susastro, 2004).
Liberalisasi perdagangan menyebabkan para pemilik modal mendapatkan
berbagai kemudahan atau minimal tidak ada lagi perbedaan perlakuan sesama
pebisnis yang berada di bawah payung anggota WTO dalam menjalankan
bisnisnya di berbagai tempat yang dikehendaki. Untuk itu, berbagai negara pun
15
mencoba menangkap peluang ini dengan menciptakan iklim bisnis yang kondusif
Langkah-langkah yang ditempuh dalam menciptakan kondisi yang kondusif yakni
dengan mengadopsi kaedah-kaedah yang lahir dalam lalu lintas pergaulan
internasional. Hartono (1991) mengemukakan bahwa akibat globalisasi dan
peningkatan pergaulan dan perdagangan internasional, cukup banyak peraturanperaturan hukum asing atau yang bersifat internasional akan juga dituangkan ke
dalam perundang-undangan nasional.
Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada
HS (Harmonized Commodity Description and Coding System) dengan ketentuan
dari World Customs Organization yang berpusat di Brussels, Belgium. Ketentuan
tersebut adalah bahwa penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor
atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan
sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah)
dalam perdagangan antar individual dan antar perusahaan yang berada di negara
yang berbeda.
Perdagangan internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya
tambahan yang diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif
pada barang impor. Secara teori, semua hambatan-hambatan inilah yang ditolak
oleh perdagangan bebas. Namun dalam kenyataannya, perjanjian perdagangan
yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya
menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas. Perjanjian-perjanjian
tersebut sering dikritik karena hanya melindungi kepentingan perusahaan
perusahaan besar. Krugman et al. (2004) mengungkapkan bahwa alasan utama
terjadinya perdagangan internasional adalah (1) negara-negara berdagang karena
mereka berbeda satu sama lain dan (2) negara-negara melakukan perdagangan
dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale).
Ahli-ahli ekonomi Klasik memandang perdagangan luar negeri sebagai
suatu penggerak pertumbuhan ekonomi atau engine of growth. Keyakinan mereka
ini didasarkan pada peran yang dapat diberikan oleh kegiatan perdagangan luar
negeri dalam mempercepat proses pertumbuhan ekonomi. Menurut pandangan
ahli-ahli ekonomi Klasik, perdagangan luar negeri mempunyai potensi untuk
memberikan tiga sumbangan penting dalam pembangunan ekonomi yaitu :
16
1.
Meningkatkan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Pandangan ini
bersumber dari pandangan Klasik mengenai manfaat yang dapat diperoleh
dengan melakukan spesialisasi. Negara-negara yang melakukan spesialisasi
dan perdagangan luar negeri akan meningkatkan efisiensi kegiatan produksi
dan menikmati produk yang lebih banyak daripada sebelum adanya
perdagangan luar negeri.
2.
Memperluas pasar produksi dalam negeri. Setiap perekonomian selalu
timbul suatu keadaan di mana beberapa perusahaan atau industri mempunyai
kapasitas produksi yang tidak sepenuhnya digunakan. Penggunaan alat-alat
modal yang tidak mencapai maksimum, bukan karena manajemen yang tidak
efisien, tetapi karena kekurangan permintaan di dalam negeri. Dalam keadaan
demikian, perdagangan luar negeri memungkinkan mereka memperluas pasar
dari hasil produksinya.
3.
Meningkatkan produktivitas kegiatan ekonomi. Perdagangan luar negeri yang
dilakukan oleh sesuatu negara akan terjalin hubungan yang erat dengan
negara-negara lain. Hal ini memungkinkan negara tersebut bisa mempelajari
teknik produksi yang lebih baik, mengimpor barang-barang modal baru yang
lebih tinggi produktivitasnya dan mempelajari pandangan-pandangan baru
yang dapat memperbaiki cara kerja dan manajemen perusahaan.
Pandangan yang dikemukakan oleh ahli-ahli ekonomi Klasik tersebut terkait
dengan pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang, mendapat berbagai
kritik diantaranya adalah bahwa perdagangan negara-negara tersebut cenderung
menjadi semakin memburuk dalam jangka panjang sehingga mengurangi
keuntungan yang diperoleh dari perdagangan luar negeri yang selanjutnya akan
memperlambat pertumbuhan ekonomi. Hal yang lebih penting lagi, dalam jangka
pendek, harga-harga komoditas ekspor negara-negara berkembang sangat
berfluktusi sehingga akan mengganggu kestabilan neraca pembayaran, kestabilan
kegiatan ekonomi secara keseluruhan, dan kestabilan harga-harga. Seperti analisis
makroekonomi bahwa sesuatu perekonomian berusaha untuk mencapai tingkat
kegiatan ekonomi yang tinggi, dan kalau mungkin, mencapai penggunaan tenaga
kerja penuh, tanpa inflasi. Dalam perekonomian terbuka, tujuan itu berarti bahwa
usaha untuk mencapai tingkat kegiatan ekonomi yang tinggi tersebut, harus diikuti
17
oleh keadaan neraca pembayaran yang seimbang. Neraca pembayaran yang
mengalami defisit, dapat memengaruhi kestabilan harga-harga dan menimbulkan
pelarian modal serta mengurangi investasi sehingga pada akhirnya akan
menimbulkan kemunduran tingkat kegiatan ekonomi suatu negara. Dengan
demikian kebijakan pemerintah pada sektor luar negeri harus ditekankan untuk
menciptakan
keseimbangan
dalam
neraca
pembayaran
sehingga
dapat
mewujudkan kegiatan ekonomi yang tinggi.
Langkah-langkah yang dapat dilaksanakan pemerintah dalam memengaruhi
pembelanjaan agregat dibedakan dalam dua golongan yaitu kebijakan menekan
pengeluaran (expenditure dampening policy) dan kebijakan memindahkan
pengeluaran (expenditure switching policy). Kebijakan menekan pengeluaran
adalah langkah-langkah pemerintah untuk menstabilkan neraca pembayaran yang
defisit dengan mengurangi pengeluaran agregat. Hal ini diharapkan impor dapat
diturunkan tanpa mengurangi ekspor sehingga akan memperbaiki neraca
pembayaran. Kebijakan ini didasarkan pada keyakinan, bahwa ekspor tidak
dipengaruhi oleh pendapatan nasional, sedangkan impor mempunyai hubungan
positif dengan pendapatan nasional. Dengan demikian kebijakan mengurangi
pengeluaran agregat, yang pada mulanya akan menurunkan tingkat pendapatan
nasional, pada akhirnya akan mengurangi impor sedangkan ekspor tidak
mengalami perubahan.
Langkah-langkah yang dapat dilaksanakan pemerintah dalam memengaruhi
pembelanjaan agregat dibedakan dalam dua golongan yaitu kebijakan menekan
pengeluaran (expenditure dampening policy) dan kebijakan memindahkan
pengeluaran (expenditure switching policy). Kebijakan menekan pengeluaran
adalah langkah-langkah pemerintah untuk menstabilkan neraca pembayaran yang
defisit dengan mengurangi pengeluaran agregat. Hal ini diharapkan impor dapat
diturunkan tanpa mengurangi ekspor sehingga akan memperbaiki neraca
pembayaran. Kebijakan ini didasarkan pada keyakinan, bahwa ekspor tidak
dipengaruhi oleh pendapatan nasional, sedangkan impor mempunyai hubungan
positif dengan pendapatan nasional. Dengan demikian kebijakan mengurangi
pengeluaran agregat, yang pada mulanya akan menurunkan tingkat pendapatan
18
nasional, pada akhirnya akan mengurangi impor sedangkan ekspor tidak
mengalami perubahan.
Kebijakan-kebijakan yang dapat ditempuh untuk meningkatkan ekspor
adalah:
1.
Menciptakan perangsang-perangsang ekspor. Kesuksesan kegiatan ekspor
tergantung pada kemampuan barang-barang dalam negeri untuk bersaing di
pasar luar negeri. Salah satu faktor yang menentukan daya saing tersebut
adalah ongkos produksi yang rendah dan harga penjualan yang stabil.
Keadaan ini dapat diciptakan apabila terdapat kestabilan harga-harga dan
upah.
2.
Melakukan devaluasi. Devaluasi menyebabkan harga ekspor bertambah
murah dan impor bertambah mahal. Hal ini akan menaikkan daya saing
barang dalam negeri sehingga ekspor meningkat dan impor menurun.
Disamping upaya meningkatkan ekspor, dapat pula dengan melakukan
penghambat impor (import barriers). Penghambat impor biasanya dibedakan
dalam dua jenis yaitu tarif dan nontarif. Penghambat tarif adalah pengenaan/
pemungutan pajak atas barang-barang yang diimpor. Sedangkan nontarif adalah
peraturan-peraturan yang mengurangi kebebasan memasukkan produk impor.
Tarif dan quota adalah dua jenis penghambat impor yang dapat dan lazim
digunakan untuk mengurangi masukanya barang-barang impor. Quota adalah
pembatasan atas jumlah barang yang boleh diimpor. Tarif merupakan jenis
penghambat impor yang paling banyak digunakan. Hal ini disebabkan karena tarif
bukan saja merupakan alat yang lebih baik untuk melindungi industri di dalam
negeri, tetapi juga dapat menambah pendapatan pemerintah. Di banyak negara
berkembang, pajak impor merupakan salah satu sumber terpenting dari
pendapatan pemerintah. Tarif yang digunakan biasanya adalah ad valorem, yaitu
pajak impor yang nilainya ditentukan dalam persentase dari nilai barang yang
diimpor.
Tarif akan menaikkan harga barang impor sedangkan quota akan membatasi
permintaan agar tidak berlebih-lebihan dan quota impor tidak akan menaikkan
harga barang tersebut. Quota biasanya digunakan di negara-negara yang
mempunyai valuta asing yang terbatas sehingga harus hemat. Di negara-negara
19
maju, quota adakalanya digunakan sebagai tindakan tambahan, jika tarif tidak
berhasil membatasi impor barang-barang tertentu. Apabila sesuatu produk impor
mempunyai mutu yang jauh lebih baik daripada yang dihasilkan di dalam negeri,
tarif yang tinggi belum tentu mampu membatasi terjadinya impor. Pembatasan
impor dengan menggunakan quota akan mengatasi masalah tersebut (Sukirno,
1995).
2.2.2
Kegiatan Pariwisata Indonesia
Pariwisata berasal dari dua suku kata yaitu pari dan wisata. Pari berarti
banyak, berkali-kali, dan berputar-putar sedangkan wisata berarti perjalanan atau
bepergian. Jadi pariwisata berarti perjalanan yang dilakukan secara berkali-kali
atau berkeliling. Konsep yang lazim dipakai dan diterima adalah yang telah
dirumuskan oleh Hunziker et al. (1942) yang menyatakan bahwa pariwisata
adalah keseluruhan hubungan dengan gejala-gejala atau peristiwa yang timbul
dari adanya perjalanan dan tinggalnya orang asing dimana perjalanannya tidak
untuk bertempat tinggal menetap dan tidak ada hubungan dengan kegiatan untuk
mencari nafkah (Pendit, 2006).
McIntosh et al. (1980) mengartikan pariwisata sebagai gabungan gejala dan
hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah serta
masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan
serta para pengunjung lainnya. Guyer-Freuler merumuskan pariwisata dalam arti
modern adalah gejala zaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan
kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menumbuh terhadap
keindahan alam, kesenangan dan kenikmatan alam semesta dan pada khususnya
disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas dalam
masyarakat sebagai hasil perkembangan perniagaan, industri dan perdagangan
serta penyempurnaan alat-alat pengangkutan. Pariwisata adalah suatu proses yang
ditimbulkan oleh arus lalu lintas orang-orang asing yang datang dan pergi ke dan
dari suatu tempat, daerah atau negara dan segala sesuatu yang ada sangkutpautnya dengan proses tersebut (Pendit, 2006).
World Tourism and Travel Council (WTTC) mengartikan pariwisata
sebagai seluruh kegiatan orang yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di suatu
20
tempat di luar lingkungan kesehariannya dalam jangka waktu tidak lebih dari
setahun untuk bersantai, bisnis dan lainnya (Aryanto, 2003).
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka dapat dirumuskan bahwa
pariwisata adalah suatu kegiatan manusia berupa perjalanan ke luar lingkungan
kesehariannya dengan tujuan bukan untuk mencari nafkah (profit oriented),
namun lebih banyak untuk bersantai dan bersenang-senang dengan batasan
waktu tertentu.
Sesuai dengan rekomendasi UNWTO (United Nations World Tourism
Organization) dan IUOTO (International Union of Office Travel Organization)
(1961) menyatakan bahwa tamu mancanegara adalah setiap orang yang
mengunjungi suatu negara diluar tempat tinggalnya, didorong oleh satu atau
beberapa keperluan tanpa bermaksud memperoleh penghasilan ditempat yang
dikunjungi. Definisi ini mencakup 2 kategori tamu mancanegara, yaitu:
1.
Wisatawan (tourist) adalah setiap pengunjung seperti definisi di atas yang
tinggal paling sedikit 24 jam, akan tetapi tidak lebih dari 6 bulan di tempat
yang dikunjungi dengan maksud kunjungan antara lain:
a.
Berlibur, rekreasi dan olahraga
b.
Bisnis, mengunjungi teman dan keluarga, misi, menghadiri pertemuan,
konferensi, kunjungan dengan alasan kesehatan, belajar dan
keagamaan.
2.
Pelancong (excursionist) adalah setiap pengunjung seperti definisi di atas
yang tinggal kurang dari 24 jam di tempat yang dikunjungi (termasuk
cruise passengers yaitu setiap pengunjung yang tiba di suatu negara
dengan kapal, pesawat atau kereta api, dimana mereka tidak menginap di
akomodasi yang tersedia di negara tersebut).
Kegiatan/aktivitas pariwisata yang terdapat di Indonesia dapat dibedakan
menjadi :
1.
Domestic tourists (wisatawan nusantara/wisnus) adalah penduduk Indonesia
yang melakukan perjalanan di wilayah teritori Indonesia bukan untuk bekerja
atau sekolah dengan lama perjalanan kurang dari 6 bulan ke obyek wisata
komersial (dengan membayar), dan atau menginap pada akomodasi komersial,
21
dan atau jarak perjalanan lebih dari 100 km pp yang bukan merupakan
lingkungan sehari-hari.
2.
Inbound tourist/visitor (wisatawan mancanegara/wisman) adalah orang yang
melakukan perjalanan di luar negara tempat tinggal biasanya (usual country of
residence) dan lama perjalanan kurang dari 12 bulan di negara yang
dikunjungi dengan tujuan perjalanan tidak untuk bekerja atau memperoleh
penghasilan.
3.
Outbound tourist (wisatawan nasional/wisnas) adalah penduduk Indonesia
yang melakukan perjalanan ke luar wilayah teritori Indonesia bukan untuk
bekerja atau memperoleh penghasilan di negara yang dikunjungi dan tinggal
tidak lebih dari 6 bulan.
Pendit (2006) menyebutkan bahwa jenis-jenis pariwisata yang telah dikenal
hingga saat ini antara lain wisata budaya, wisata kesehatan, wisata olahraga, wisata
komersial, wisata industri, wisata politik, wisata konvensi, wisata sosial, wisata
pertanian, wisata bahari/maritim/marina, wisata cagar alam, wisata buru, wisata
pilgrim, wisata bulan madu dan wisata petualangan.
Pariwisata merupakan sektor yang memiliki banyak keterkaitan dengan
sektor lain. Yoeti (2008) mengungkapkan bahwa industri pariwisata tidak berdiri
sendiri sebagaimana industri yang lain, “There is No Standard Industrial
Classification Number of Tourism”. Kegiatan pariwisata menyebar pada beberapa
sektor. Penyebaran kegiatan pariwisata di Indonesia sebagaimana yang terdapat
dalam KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) 2005 dan Tabel Input
Output 2008 dapat dilihat pada Lampiran 1.
Permintaan dan Penawaran Pariwisata
Dornbusch et al. (2001) menyebutkan bahwa permintaan agregat (agregat
demand = AD) adalah jumlah total barang yang diminta dalam perekonomian.
Barang yang diminta dibedakan menjadi konsumsi rumah tangga (C), Investasi
(I), pemerintah (G) dan ekspor neto (NX) yang dirumuskan dengan
AD = C + I + G + NX
Sedangkan output pada tingkat keseimbangan terjadi ketika jumlah output yang
dihasilkan (Y) sama dengan jumlah output yang diminta.
22
Y = AD = C + I + G + NX
Kondisi yang sama juga terjadi pada industri pariwisata dimana permintaan
(demand) meliputi seluruh pengeluaran yang dilakukan baik oleh wisatawan
domestik (C) maupun wisatawan asing (X), pengeluaran pemerintah untuk
promosi pariwisata (G) dan investasi atau pembentukan modal terkait pariwisata
(I). Penawaran (supply) yang terkait dengan sektor pariwisata mencakup seluruh
kegiatan ekonomi dalam menyediakan barang dan jasa yang berhubungan dengan
pariwisata seperti hotel, restoran, tempat-tempat wisata, transportasi, biro
perjalanan, pramuwisata dan produk pariwisata lainnya.
Penawaran pariwisata juga mencakup semua bentuk daya tarik wisata
(tourist attractions), semua bentuk kemudahan untuk memperlancar perjalanan
(accessibilities) dan semua bentuk fasilitas dan pelayanan (facilities and services)
yang tersedia pada suatu daerah tujuan wisata sehingga dapat memuaskan
kebutuhan dan keinginan wisatawan selama berkunjung. Yoeti (2008)
menyebutkan bahwa komponen penawaran dalam industri pariwisata dapat
bersumber dari alam (natural resources) atau buatan/kreasi manusia (man-made).
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (2003) merumuskan empat peranan
pokok pembangunan pariwisata, yaitu :
1.
Pariwisata secara langsung atau tidak langsung mendorong pertumbuhan
berbagai kegiatan dan usaha di bidang sosio-ekonomi dan sosio-budaya yang
bukan saja mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, akan tetapi juga
menjamin pemerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan.
2.
Pariwisata sebagai salah satu sumber penghasil devisa yang potensial, mengingat
terbatasnya cadangan sumber daya alam yang menjadi penghasil devisa utama.
3.
Pariwisata dapat menjadi sarana untuk dapat lebih mendorong terciptanya
rasa kesatuan dan persatuan bangsa.
Darmoyo (2003) juga menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia antara lain adalah stabilitas
politik, stabilitas keamanan, kebijakan fiskal, tingkat persaingan harga, inflasi,
pendapatan per kapita penduduk luar negeri dan ketatnya persaingan antar negara.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan mancanegara
tersebut dapat dikategorikan kedalam beberapa kelompok yaitu :
23
1.
Keamanan.
a.
Peristiwa Bom Bali dan Pengeboman Tempat Umum Lainnya
Peristiwa tersebut dapat memberikan persepsi bahwa Indonesia tidak
aman untuk dikunjungi. Hal itu akan mengakibatkan penurunan jumlah
kunjungan wisman karena tidak ada jaminan keamanan di daerah
tujuan wisata yang hendak dikunjungi.
b.
Tragedi World Trade Center
Serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) tidak hanya
berpengaruh kepada Amerika Serikat sendiri, melainkan juga berakibat
ke seluruh dunia. Wisatawan akan menunda dan bahkan membatalkan
perjalanannya karena takut akan terjadi serangan teroris lagi.
c.
Wabah Secure Acute Respiratory Syndrome (SARS)
SARS merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan akut akibat dari
virus Corona yang penularannya melalui udara. Diduga penyakit ini
muncul dari China. Mudahnya penularan penyakit ini membuat
masyarakat dunia resah. Hal ini berakibat pada pembatalan perjalanan
wisata, terutama ke daerah-daerah yang diduga terjangkit wabah SARS.
2.
Kenyamanan.
Output jasa pariwisata seperti output ekonomi lainnya akan lebih banyak
diminta konsumen apabila komponen-komponen pendukungnya memadai
dan berkualitas.
Komponen-komponen pendukung tersebut
misalnya
infrastruktur yang cukup mewadai. Sehingga diperlukan dana/investasi
pembangunan pariwisata untuk memenuhi atau menyediakan, bahkan
meningkatkan kualitas dari komponen-komponen yang dimaksud.
3.
Kemudahan.
a.
Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS)
BVKS diberlakukan sejak tahun 1983 berdasarkan Kepres RI No. 15
Tahun 1983 tentang Kebijakan Pengembangan Kepariwisataan.
Pemberian BVKS ini dimaksudkan untuk meningkatkan arus kunjungan
wisatawan mancanegara ke Indonesia. BVKS dengan masa tinggal 60
hari tersebut telah diberikan kepada 48 negara yang dapat mendarat atau
24
berlabuh di 22 Bandara, 38 pelabuhan laut dan 1 lintas batas darat
(Depbudpar, 2004).
b.
Pemberlakuan Visa on Arrival (VoA)
Menurut Keppres RI No 18 Tahun 2003 Visa Kunjungan Saat Kedatangan
(Visa on Arival) adalah visa yang diberikan kepada orang asing warga
negara atau wilayah tertentu yang bermaksud mengadakan kunjungan ke
Indonesia dalam rangka wisata, kunjungan sosial budaya, kunjungan usaha,
atau tugas pemerintahan dengan mempertimbangkan asas manfaat, saling
menguntungkan, dan tidak menimbulkan gangguan keamanan.
c.
Frekuensi Penerbangan Internasional yang Singgah di Indonesia
Akses yang mudah ke suatu daerah tujuan wisata merupakan salah satu
pendukung seorang wisatawan untuk mengunjunginya.
4.
Kondisi ekonomi internasional.
a.
Krisis Multidimensi
Berbagai krisis ekonomi yang terjadi di beberapa negara di dunia termasuk
Indonesia memiliki dampak buruk terhadap seluruh dimensi kehidupan
masyarakat, baik sosial maupun ekonomi. Kondisi tersebut akan
berpengaruh pada minat seseorang untuk mengunjungi daerah tujuan
wisata.
b.
Nilai Tukar Mata Uang
Nilai tukar mata uang asing akan berpengaruh terhadap minat wisatawan
untuk berkunjung. Kurs rupiah menguat berarti harga barang di Indonesia
menjadi relatif lebih mahal.
c.
Jumlah Penduduk Dunia
Karena setiap manusia memiliki keinginan untuk berwisata, dimungkinkan
apabila semakin banyak manusia di dunia maka akan semakin banyak
manusia yang berwisata.
d.
Pendapatan Per Kapita Masyarakat Dunia
Jumlah penduduk yang melakukan perjalanan wisata sangat dipengaruhi
oleh pendapatan yang diterima penduduk tersebut.
e.
Laju Inflasi Dunia
25
Inflasi menurunkan pendapatan riil masyarakat sehingga daya beli
masyarakat menurun. Akibatnya permintaan akan menurun, termasuk
permintaan terhadap jasa pariwisata.
2.2.3
Model Keseimbangan Umum
Teori keseimbangan umum menjelaskan bahwa pasar sebagai suatu sistem
yang terdiri dari beberapa macam pasar yang saling terkait. Keseimbangan umum
terjadi apabila permintaan dan penawaran pada masing-masing pasar dalam
sistem tersebut berada dalam kondisi keseimbangan secara simultan. Tingkat
harga keseimbangan yang terwujud merupakan solusi dari sistem persamaan
simultan yang menggambarkan perilaku setiap pelaku ekonomi dalam
keseimbangan di setiap pasar.
Menurut teori keseimbangan umum, apabila dalam kondisi keseimbangan
terjadi gangguan yang mengakibatkan ketidakseimbangan (disequilibrium) pada
suatu pasar secara parsial, maka akan segera diikuti dengan penyesuaian di pasar
yang bersangkutan dan selanjutnya terjadi proses penyesuaian di pasar lainnya
(simultaneous adjustment) yang membawa perekonomian secara keseluruhan
kembali pada kondisi keseimbangan yang baru. Mekanisme pencapaian
keseimbangan pada semua jenis barang di semua pasar yang berlaku bagi
produsen dan konsumen disebut sebagai analisis keseimbangan umum (general
equilibrium analysis).
Perubahan keseimbangan pada suatu pasar dalam sistem perekonomian
tidak hanya berdampak terhadap sektor atau komoditas itu sendiri, tetapi juga
berdampak terhadap sektor atau komoditas pada berbagai aktivitas ekonomi
lainnya melalui keterkaitan input-output. Oleh karena itu, dampak suatu kebijakan
lebih tepat dianalisis berdasarkan teori keseimbangan umum dibandingkan dengan
teori keseimbangan parsial.
Analisis keseimbangan umum merupakan landasan bagi perkembangan
model keseimbangan umum. Hulu (1997) mengemukakan bahwa formulasi
teoritis model keseimbangan umum telah dimulai sejak pertengahan abad ke-19,
antara lain dirumuskan oleh Gossen (1854), Jevons (1871), Walras (1874-1877),
serta Menger (1871). Abraham Wald dan Gustav Cassel (1930-an), berhasil
26
menyusun formulasi model keseimbangan umum sebagai sebuah model simultan
versi Walras, walaupun belum lengkap pembuktian eksistensi solusinya. John von
Neuman selanjutnya berhasil membuktikan adanya keseimbangan umum dengan
memakai sebuah model hingga menghasilkan solusi tunggal. John Hicks dan
Oscar Lange, menyusun model keseimbangan umum versi makroekonomi
Keynesian, yaitu perekonomian yang terdiri dari empat pasar (pasar barang, pasar
uang, pasar tenaga kerja dan pasar modal). Solusi keseimbangan umum model ini
menggunakan asumsi Walras, yaitu jika terdapat n-1 pasar dari n pasar sudah
berada dalam keseimbangan, maka seluruh n pasar akan berada dalam
keseimbangan. Untuk memenuhi hukum Walras maka jumlah kelebihan
permintaan di seluruh pasar harus sama dengan nol untuk setiap tingkat harga.
Pembuktian Walras mengenai adanya titik keseimbangan umum tersebut
dilakukan dengan menggunakan matematika formal. Walras menyimpulkan
bahwa sejumlah n fungsi excess demand tidak tergantung pada fungsi lainnya.
Formula ini dapat dituliskan sebagai berikut:
n
 P ED ( P)  0
i 1
i
(2.1)
i
keterangan: EDi(P)
Pi
= excess demand untuk barang i
= harga barang i.
Persamaan (2.1) di atas adalah Hukum Walras, yang berarti bahwa total
excess demand terjadi pada seluruh jenis barang atau komoditas yang diproduksi
(Nicholson, 2005). Apabila nilai semua komoditas yang ditawarkan di pasar sama
dengan nilai komoditas yang diminta di pasar, sedangkan harga-harga (dalam hal
ini harga relatif) diketahui pada saat pasar ke-1 ada keseimbangan, maka dalam
pasar yang ke-k akan ada keseimbangan juga.
Fondasi yang kokoh dari model keseimbangan umum berhasil dibangun
oleh Arrow dan Debreu (1954) serta McKenzie (1959) yang membuktikan bahwa
model keseimbangan umum secara teoritis ada, memiliki solusi tunggal, dan
stabil. Arrow dan Debreu (1954) mensyaratkan adanya keseimbangan umum
apabila perekonomian dalam keadaan kompetitif sempurna, dimana tidak terdapat
indivisibilitas dan tidak terdapat skala pengembalian yang meningkat (increasing
27
return to scale). Dengan demikian, perekonomian yang tidak kompetitif
sempurna, titik keseimbangan umum tidak selalu ada (Hulu, 1997).
Penerapan formulasi teoritis model keseimbangan umum dari Arrow,
Debreu dan McKenzie disebut sebagai model Computable General Equilibrium
(CGE). Menurut Ratnawati (1995), terdapat tiga ciri pengembangan model CGE.
Pertama, formulasi CGE yang dikembangkan oleh Johansen pada tahun 1960
dengan menyusun sebuah model linier simultan hingga diperoleh sebuah solusi
berupa harga dan kuantitas dari setiap barang yang diidentifikasi dalam
keseimbangan umum. Kedua, Herbert Scarf pada tahun 1970 merumuskan
penyelesaian model CGE menggunakan “fixed point theorem”. Ketiga, Adelman
dan Robinson pada tahun 1978 merumuskan model CGE sebagai sebuah model
simultan non linier (nonlinier programming solution), dan penyelesaiannya
menghasilkan harga bayangan (shadow prices) yang diinterpretasikan sebagai
harga dalam kondisi keseimbangan umum.
Uraian tersebut memperlihatkan bahwa model CGE merupakan sebuah
pendekatan komprehensif yang merangkum model multimarket dan menggunakan
keseimbangan pasar sebagai elemen dasar analisisnya. Sebuah model CGE
menggambarkan agen-agen pelaku ekonomi dan perilakunya, sehingga membawa
pasar-pasar yang berbeda ke dalam suatu keseimbangan.
Pada formulasi model CGE, terdapat keterkaitan antar pelaku ekonomi
(perusahaan atau industri, rumah tangga, investor, pemerintah, importir dan
eksportir) dan antar pasar komoditas yang berbeda. Seluruh pasar berada dalam
keadaan keseimbangan dan mempunyai struktur yang spesifik untuk mencapai
keseimbangan apabila terdapat guncangan pada salah satu pasar. Pasar dikatakan
mempunyai keseimbangan jika memenuhi syarat-syarat: non-negatif, homogen
dan memiliki harga yang unik, tidak terjadi excess demand (kelebihan
permintaan) dan efisiensi pada harga pasar (Oktaviani, 2008).
Secara umum model CGE memuat persamaan-persamaan, peubah-peubah
eksogen dan parameter, peubah-peubah endogen, dan bentuk-bentuk fungsi dari
persamaan. Sistem persamaan dibentuk oleh subsistem-subsistem persamaan yang
secara umum meliputi produksi, pasar tenaga kerja, faktor remunerasi, pendapatan
disposable, kelembagaan (rumah tangga dan pemerintah), tabungan dan investasi,
28
permintaan produk, pasar eksternal, keseimbangan pasar produk dan numeraire
(harga seluruh barang merupakan harga relatif terhadap satu harga) (Sadoulet dan
de Janvry, 1995). Persamaan-persamaan yang membentuk model CGE biasanya
dikelompokkan menjadi blok-blok persamaan seperti blok produksi, blok
konsumsi, blok ekspor-impor, blok investasi dan blok kliring pasar.
Sadoulet dan de Janvry (1995) lebih lanjut mengemukakan bahwa dengan
sistem persamaan yang komprehensif, model CGE memiliki keunggulan dalam
mengungkapkan dampak produksi, konsumsi, perdagangan, investasi dan
interaksi spasial secara keseluruhan dari sebuah kebijakan (policy) atau
guncangan (shock). Karena itu model ini telah diterapkan untuk mensimulasikan
dampak sosial ekonomi dari sebuah skenario yang luas yang mencakup beberapa
hal. Pertama, foreign shocks, seperti perubahan yang tidak diharapkan dalam term
of trade (misalnya kenaikan dalam harga impor minyak atau penurunan dalam
harga komoditas ekspor utama suatu negara) dan keharusan menurunkan
pinjaman luar negeri. Kedua, perubahan dalam kebijakan ekonomi. Pajak dan
subsidi merupakan instrumen kebijakan yang sangat lazim dianalisis, khususunya
dalam sektor perdagangan. Model ini juga telah digunakan untuk melihat
perubahan ukuran dan komposisi dalam pengeluaran rutin dan investasi
pemerintah. Ketiga, perubahan dalam struktur sosial ekonomi domestik, seperti
perubahan teknologi pertanian, redistribusi aset-aset, dan pembentukan modal
sumberdaya manusia.
Aplikasi model CGE banyak dilakukan untuk menganalisa dampak adanya
kebijakan pemerintah. Buehrer dan Mauro (1995) mengemukakan bahwa model
CGE dapat digunakan untuk melakukan simulasi dampak dari kebijakan
perdagangan dan dampak perubahan ekonomi dari berbagai paket kebijakan
pemerintah. Penggunaan model CGE dapat mengkuantifikasi dampak perubahan
kebijakan terhadap alokasi sumberdaya dan struktur ekonomi, kesejahteraan dan
pada distribusi pendapatan (Oktaviani, 2008).
Diana (2003) mengemukakan bahwa penggunaan model CGE tidak hanya
pada
model
perdagangan
internasional
tetapi
juga
pada
perencanaan
pembangunan, keuangan, lingkungan, manajemen sumberdaya serta perubahan
transisi dan ekonomi pasar. Model tersebut dapat menganalisis sensitivitas dari
29
alokasi sumberdaya karena adanya perubahan dari sektor eksternal, sementara
analisis keseimbangan parsial mengasumsikan bahwa sumberdaya bersifat tetap.
Disamping itu, dibandingkan dengan analisa keseimbangan parsial, pendekatan
model keseimbangan umum lebih baik digunakan untuk menganalisa hubungan
antar sektor dan untuk melihat kondisi ekonomi makro. Selanjutnya, landasan
teori ekonomi mikro yang digunakan meliputi parameter elastisitas dan data inputoutput, sehingga dapat digunakan sebagai alat analisa terhadap perubahan
ekonomi.
Penggunaan aturan baku model CGE adalah adanya keseimbangan ekonomi
makro pada masing-masing pasar yang dapat diilustrasikan pada Gambar 1.
Gambar tersebut menjelaskan kondisi keseimbangan di berbagai pasar yang
dicerminkan oleh keempat kuadran. Diasumsikan bahwa seluruh faktor produksi
digunakan secara penuh (fully employed), tingkat produksi agregat ditunjukkan
oleh kurva kemungkinan produksi frontier yang terletak pada kuadran IV, yang
mencerminkan kemungkinan transformasi antara tujuan ekspor (E) dan tujuan
pasar domestik (D). Barang yang diekspor (E) digunakan untuk mendapatkan
barang impor (M) melalui transaksi perdagangan di pasar pertukaran luar negeri
(foreign exchange market) yang dicerminkan di kuadran I, dimana hubungan di
antara kedua barang tersebut menghasilkan neraca perdagangan (balance of
trade). Barang produksi domestik yang tidak diekspor (D) dijual di pasar
domestik yang dilukiskan pada kuadran III. Berkorespondensi dengan ketiga
kuadran tersebut di atas, tingkat konsumsi frontier di kuadran II dipasok dari
kombinasi barang domestik (D) dan impor (M).
Pada kuadran I diasumsikan tidak ada foreign capital inflow dan harga
ekspor maupun impor adalah sama yang dilukiskan oleh lereng garis balance of
trade sebesar satu. Pada kuadran II, kecuraman kurva utilitas merupakan fungsi
dari tingkat konsumsi frontier pada titik C dan harga relatif keseimbangan P d/PM.
Adapun pada sisi produksi di kuadran IV yang berkaitan dengan tingkat produksi
sebesar P, dimana kecuraman lereng kurva kemungkinan produksi frontier
ditentukan oleh harga relatif barang ekspor dan domestik (P E/Pd). Selanjutnya,
solusi keseimbangan ekonomi makro dalam model ini dapat diamati pada kuadran
30
II yang menunjukkan perilaku permintaan konsumen, yaitu tingkat utilitas tertentu
pada saat konsumsi sebesar C dan tingkat produksi sebesar P.
II
Utilitas
M
Balance of Trade (BOT)
I
C
Pd/PM
D
Konsumsi Frontier
C=C(M,D)
E
Kemungkinan Produksi
Frontier Q=Q(E,D)
PE/Pd
P
Pasar Domestik
III
IV
D
Sumber: Sadoulet dan de Janvry, 1995; Diana, 2003.
Keterangan:
M = komoditas impor, E = komoditas ekspor, D = komoditas domestik, C = tingkat konsumsi
frontier, P = tingkat produksi frontier, PE/Pd = harga ekspor relatif terhadap harga domestik, dan
Pd/PM = harga domestik relatif terhadap harga impor.
Gambar 1
2.2.3.1
Keseimbangan ekonomi makro dalam CGE.
Karakteristik Kondisi Keseimbangan Umum
Menurut Nicholson (2005), karakteristik dari kondisi keseimbangan umum
adalah terjadinya efisiensi pareto. Just et al. (1982) menyatakan bahwa kriteria
pareto adalah suatu kondisi dimana sesuatu perubahan dianggap sebagai
perubahan yang membawa kebaikan, jika perubahan tersebut mengakibatkan
beberapa orang menjadi lebih baik namun tidak seorangpun menjadi lebih buruk.
Dengan demikian, apabila telah tercapai suatu kondisi dimana satu pihak tidak
dapat meningkatkan kepuasannya tanpa mengurangi kepuasan pihak-pihak yang
lainnya, maka kondisi ini disebut pareto optimum.
Efisiensi pareto terjadi pada saat keseimbangan umum tercapai melalui
mekanisme pasar persaingan sempurna. Konsep efisiensi pareto mencakup tiga
jenis efisiensi, yaitu efisiensi alokasi sumber daya (keseimbangan produksi),
efisiensi distribusi komoditas (keseimbangan konsumsi) dan efisiensi kombinasi
produk (keseimbangan simultan di sektor produksi dan konsumsi).
31
Oktaviani (2008) menyatakan bahwa disamping harus memenuhi asumsi
pasar persaingan sempurna dan efisiensi pareto, model CGE juga harus memenuhi
beberapa asumsi lain yaitu:
a.
Total permintaan pada pasar komoditas dan pasar input harus sama dengan
total penawaran.
b.
Keuntungan perusahaan pada tingkat harga keseimbangan sama dengan nol.
c.
Pendapatan rumah tangga sama dengan pengeluaran rumah tangga.
d.
Penerimaan pemerintah sama dengan pengeluaran pemerintah.
a.
Keseimbangan Produksi
Nicholson (2005) berpendapat bahwa produsen akan berada dalam kondisi
keseimbangan apabila marginal rate of technical substitution (MRTS) antara dua
faktor produksi yang digunakan sama dengan rasio harga dari kedua faktor
produksi tersebut. Dengan demikian, untuk penggunaan dua faktor produksi yaitu
tenaga kerja (L) dan kapital (K), maka keseimbangan produksi akan tercapai pada
saat MRTSlk = w1/w2 di mana w1 adalah harga faktor L dan w2 harga faktor K.
Pada kasus dua perusahaan yang masing-masing menghasilkan komoditas yang
berbeda yaitu x1 dan x2, keseimbangan simultan yang terjadi dapat dijelaskan
melalui Edgeworth Box (Gambar 2).
OX2
X2
X2
X23
K
X24
2
1
P4
X14
P3
P2
X13
X12
P1
X11
OX1
L
Sumber: Nicholson, 2005.
Gambar 2
Edgeworth box pada kasus dua komoditas dan dua faktor produksi.
Pada Gambar 2 terlihat bahwa keseimbangan simultan antara dua produk x1
dan x2 tercapai pada saat isoquant x1 bersinggungan dengan isoquant x2 pada
berbagai tingkat output. Titik-titik singgung tersebut membentuk kurva yang
32
disebut contract curve (CC). Pilihan tingkat output yang akan diproduksi
ditentukan oleh rasio harga faktor. Secara matematis permasalahan di atas dapat
diformulasikan sebagai berikut:
MRTSlk1  MRTSlk2 
w1
w2
(2.2)
MRTS adalah slope dari isoquant. Rumusan di atas adalah formula keseimbangan
umum di sektor produksi yang tercapai pada saat MRTS untuk semua jenis output
adalah sama. Jika harga faktor diketahui, maka jumlah output x1 dan x2 yang
harus diproduksi agar tercapai keuntungan maksimum, dapat ditentukan.
Tingkat output x1 dan x2 yang diproduksi perusahaan harus sesuai dengan
permintaan konsumen terhadap barang x1 dan x2. Permintaan konsumen
ditentukan oleh harga relatif p1 dan p2. Untuk menyesuaikan sektor penawaran
dengan permintaan, dibutuhkan konsep production posibility curve (PPC)
(Gambar 3).
X1
P1
P2
X14
P3
X13
P4
X12
P5
X11
X21
0
X22
X23
X24
X2
Sumber: Nicholson, 2005.
Gambar 3
Production possibility curve.
PPC diderivasi dari CC yang terbentuk dalam Edgeworth Box. PPC adalah
kumpulan titik-titik yang menggambarkan berbagai tingkat produksi x1 dan x2
yang efisien. PPC disebut juga kurva transformasi produk karena menggambarkan
transfomasi dari satu produk menjadi produk lain melalui alokasi faktor produksi
(marginal rate of production transformation = MRPT).
Berdasarkan definisi:
MRPT12  
dx1
dx
, dimana 1  0
dx2
dx2
(2.3)
33
Pembuktian secara matematis bahwa MRPT12 
p1
, adalah sebagai berikut:
p2
Berdasarkan definisi, MC (Marginal Cost) :
MC1 
dC1
dC
MC1 dC1 dx2
dan MC2  2 , sehingga


dx1
dx2
MC2 dC2 dx1
(2.4)
Dengan menggunakan diferensiasi total maka diperoleh:
C1  w1 (L1 )  w2 (K1 ) dan C2  w1 (L2 )  w2 (K 2 )
(2.5)
dimana: L1  L2 dan K1  K 2
MC1
dx
dC1
  1  MRPT12
  , jadi
MC2
dx2
dC2
(2.6)
Pada pasar persaingan sempurna:
MC1 = p1 dan MC2 = p2, sehingga MRPT12 
b.
p1
p2
(2.7)
Keseimbangan Konsumsi
Kondisi pareto optimum pada konsumen diketahui berdasarkan konsep
tingkat pertukaran marginal atau marginal rate of substitution (MRS), dimana
MRS menunjukkan kesediaan konsumen untuk menukarkan satu unit terakhir dari
suatu barang untuk mendapatkan beberapa unit barang lainnya. Setiap konsumen
akan selalu menyamakan MRS dengan harga relatif kedua barang yang akan
dikonsumsinya, yang secara matematis dapat ditentukan sebagai berikut:
Fungsi utilitas U = f(X) dengan pendapatan (I), sehingga diperoleh:
Max U = f(x1, x2) t.p.k p1x1 + p2x2 = I
L = f(x1, x2) + λ(I - p1x1 - p2x2)
MU1
dL
 MU1  p1  0 atau  
dx1
p1
MU 2
dL
 MU 2  p2  0 atau  
dx2
p2
dL
 I  p1 x1  p2 x2  0
d
MU1 p1

MU 2 p2
(2.8)
34
U = f(x1, x2)
dU 
dU
dU
dx1 
dx2  0
dx1
dx2
MU1 dx1 + MU2 dx2 = 0
MU1
dx
  2  MRS12
MU 2
dx1
(2.9)
p1
p2
Dari persamaan (2.8) dan (2.9) terbukti bahwa MRS12 
c.
(2.10)
Keseimbangan Simultan Produksi dan Konsumsi
Keseimbangan simultan di sektor produksi dan konsumsi tercapai pada saat
MRPT12 = MRS12 = p1/p2. MRPT menunjukkan bagaimana suatu produk
ditransformasikan menjadi produk lain, sedangkan MRS menunjukkan sejauh
mana konsumen bersedia mempertukarkan suatu komoditas dengan komoditas
lainnya. Keseimbangan terjadi apabila rencana produksi sesuai dengan rencana
konsumsi atau MRPT = MRS. Pengertian ekonomi dari keseimbangan simultan
ini adalah bahwa kombinasi output x1 dan x2 harus optimal baik dari sisi produsen
maupun konsumen. Secara grafis keseimbangan simultan di sektor produksi dan
konsumsi dapat dilihat pada Gambar 4.
X2
P
C
P*
*
x
X 2
SlopeC 
 1
*
P*
X1
x2
C*
*
X21
X2*
U3
P*
X22
U2
U1
C*
X11
0
X1*
X12
X1
Sumber: Nicholson, 2005.
Gambar 4
Keseimbangan simultan sektor produksi dan konsumsi.
Keseimbangan secara keseluruhan harus terpenuhi dengan adanya
keseimbangan alokasi pada sektor produksi dan konsumsi. Keseimbangan ini
35
dilakukan melalui mekanisme harga sehingga akan tercapai efisiensi dalam
perekonomian.
2.2.3.2
Struktur Model Keseimbangan Umum (CGE)
Struktur pada model CGE meliputi beberapa sistem persamaan yang
menggambarkan adanya hubungan antara ekonomi sektoral dengan ekonomi
makro. Dimana hubungan antar peubah makroekonomi dapat diubah-ubah sesuai
dengan tujuan penelitian. Penentuan peubah yang mempengaruhi maupun yang
dipengaruhi disesuaikan dengan kebijakan makroekonomi yang akan diteliti.
Penentuan peubah eksogenous (yang memengaruhi) maupun endogenous (yang
dipengaruhi) dalam penelitian ini diilustrasikan dalam Gambar 5.
Tingkat
Pengembalian
Modal
Upah Riil
odal
Tenaga
Kerja
PDB
Perubahan Teknis Penggunaan
Faktor Produksi
=
Konsumsi
Rumah
Tangga
+
Investasi
+
Stok Kapital
Konsmsi
Pemerintah
+
Neraca
Perdaganga
n
= Peubah Eksogenous
= Peubah Endogenous
Sumber: Horridge et al., 2001; Oktaviani, 2008.
Gambar 5
2.2.3.3
Hubungan peubah makroekonomi dalam model CGE yang digunakan
dalam penelitian.
Keunggulan dan Keterbatasan Model CGE
Oktaviani (2008) menyebutkan bahwa model CGE mempunyai beberapa
keunggulan, diantaranya:
1.
Dibandingkan dengan model keseimbangan parsial, model CGE sudah
memasukkan semua transaksi antara pelaku-pelaku ekonomi secara
keseluruhan, baik dari pasar faktor produksi maupun pasar komoditas.
36
Dengan demikian, dampak dari suatu kebijakan akan dapat dianalisis
pengaruhnya secara kuantitatif terhadap kinerja ekonomi baik secara makro
maupun secara sektoral.
2.
Model CGE sudah memasukkan kemungkinan substitusi antar faktor
produksi, sehingga jika terjadi perubahan harga relatif suatu faktor produksi,
maka produsen akan merubah komposisi penggunaan faktor produksi ke arah
faktor produksi yang harganya relatif lebih murah. Dampak kebijakan pada
model CGE dapat dianalisis pada tingkat institusi, distribusi pendapatan
diantara golongan rumah tangga, distribusi pendapatan diantara faktor
produksi primer, neraca perdagangan dan sebagainya. Sementara Wobst
(2001) menyatakan bahwa harga pada model CGE sudah dimasukkan sebagai
peubah endogen.
3.
Dibandingkan dengan model SAM (Social Accounting Matrix), model CGE
sudah memasukkan persamaan non linier.
4.
Dibandingkan dengan model makro ekonometrika, model CGE dapat
mengacu pada tahun tertentu (particular benchmark years), sedangkan data
yang digunakan pada model makro ekonometrika merupakan data deret
waktu sehingga tidak dapat diaplikasikan pada tahun tertentu. Disamping itu,
dengan menggunakan model CGE, hubungan antara makroekonomi dengan
mikroekonomi dapat diketahui. Sementara pada model makro ekonometrika,
analisis dampak hanya dapat dilakukan di tingkat makroekonomi.
5.
Model CGE dapat mengatasi permasalahan ketersediaan data deret waktu
yang terbatas dan inkonsistensi data yang diperlukan pada model makro
ekonometrika maupun pada model simultan. Pencatatan dan keakuratan data
dari waktu ke waktu, terutama di negara berkembang, masih menjadi
kendala.
Model Computable General Equilibrium juga mempunyai beberapa
keterbatasan, diantaranya adalah:
1.
Asumsi utama dalam model CGE adalah mengenai struktur pasar yaitu pasar
persaingan sempurna (PPS) dengan kondisi constant return to scale, sehingga
untuk komoditas pada pasar non-PPS menjadi keterbatasan model. Namun
demikian, berdasarkan hasil penelitian Silva dan Horridge (1996) bahwa
37
model CGE dapat juga diterapkan pada struktur pasar monopoli dengan
kondisi increasing return to scale. Hasil simulasi yang diperoleh dengan
menggunakan asumsi PPS atau monopoli adalah relatif sama.
2.
Adanya ketergantungan model keseimbangan pada parameter-parameter
bencmark yang dikalibrasi karena model CGE tidak mengestimasi parameterparameter tersebut, tetapi diperoleh dari hasil estimasi di luar model.
Seringkali data-data tersebut belum tersedia terutama di negara-negara
berkembang.
3.
Model CGE terlalu kompleks dan terlalu banyak asumsi yang digunakan,
sehingga akan muncul permasalahan black box yang sulit
untuk
menginterpretasikan hasil jika angka hasil estimasi yang diperoleh tidak
sesuai dengan teori ekonomi atau prediksi yang diharapkan.
4.
Pada model CGE tidak ada validitas terhadap hasil pengolahan seperti pada
model ekonometrika sehingga pengguna model akan merasa riskan. Validitas
model dan database ditunjukkan dengan pemenuhan asumsi keseimbangan
umum dan signifikansi dari parameter-parameter yang digunakan.
5.
Model CGE tidak dapat menangkap perubahan perekonomian yang sangat
besar (lebih dari 100 persen). Semakin kecil perubahan kebijakan yang akan
dianalisis maka semakin tepat model dalam mengestimasi perubahan non
linear.
2.3
Kerangka Pemikiran
Globalisasi merupakan kondisi dimana garis-garis batas budaya nasional,
ekonomi nasional dan wilayah nasional semakin kabur. Dinamika dasar ekonomi
dunia telah mencakup seluruh negara, ekonomi dunia dikuasai oleh kekuatan
pasar bebas dengan perusahaan-perusahaan transnasional sebagai pelaku utama
dalam membawa perubahan. Kondisi tersebut akan berpengaruh pada tatanan
ekonomi, kebudayaan dan politik. Pengaruh pada kegiatan ekonomi telah
mencakup berbagai bidang, diantaranya adalah perdagangan internasional yang
dampaknya dapat dilihat melalui kinerja ekonomi makro dan indikator
kesejahteraan masyarakat. Diharapkan, penelitian ini dapat melahirkan kebijakankebijakan yang bisa diterapkan oleh pemerintah untuk mengurangi efek samping
38
dari liberalisasi dan mendukung dampak positif dari liberalisasi. Gambar 6
mengilustrasikan kerangka pemikiran konseptual dari penelitian ini.
Globalisasi
Free Trade Area
Pariwisata Indonesia
CGE
Peningkatan Persaingan
Sektor Lain
Ekspor dan Impor
Pendapatan Nasional/GDP
Pendapatan Masyarakat
Distribusi Pendapatan
Lapangan Pekerjaan
Solusi/Kebijakan
Gambar 6
2.4
Kerangka pemikiran penelitian.
Hipotesis Penelitian
Liberalisasi perdagangan yang berdampak pada semakin hilangnya berbagai
hambatan baik tarif maupun non-tarif terhadap perdagangan, diharapkan dapat
membuka akses pasar yang lebih luas sehingga dapat meningkatkan volume
produk yang diperdagangkan di pasar internasional dan dapat menjamin
terwujudnya sistem perdagangan yang adil (fair trade). Adapun hipotesis yang
akan diuji dalam penelitian ini adalah :
1.
Globalisasi dan liberalisasi perdagangan mempunyai dampak negatif
terhadap negara-negara berkembang, tetapi dalam jangka panjang dampak
positifnya jauh lebih besar. Hal ini sesuai dengan teori endogen dan
pengalaman negara-negera yang telah melakukan liberalisasi perdagangan
tersebut, seperti Taiwan, Korea Selatan dan Singapura.
2.
Pertumbuhan permintaan aktivitas pariwisata mampu berkontribusi positif
terhadap perekonomian Indonesia setelah terjadinya globalisasi dan
liberalisasi perdagangan.
Download