2. 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Pustaka Terdahulu Makalah ini melanjutkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dalam membangun analisis dampak di bidang pariwisata dengan menggunakan berbagai model penelitian seperti model input output, model TSA (tourism satellite account), model SAM (social accounting matrix) serta model CGE (computable general equilibrium). Analisis dampak di bidang pariwisata dengan menggunakan model input-output (Antara, 2005) kemudian dengan menggunakan gabungan model input-output dan social accounting matrix (SAM) (Heriawan, 2004) dan model computable general equilibrium/CGE (Sugiyarto et al., 2003 untuk perekonomian Indonesia; Meng et al., 2010 untuk Singapura; Dwyer et al., 2003 untuk perekonomian Australia). Semua pendekatan memiliki kelebihan tersendiri dalam memperhitungkan keterkaitan antara aktivitas pariwisata dengan sektorsektor ekonomi. Studi ini menggunakan model CGE, yang memiliki keunggulan dalam menggabungkan berbagai feedback (umpan balik) antar berbagai sektor ekonomi, termasuk juga adanya harga yang fleksibel dan adanya substitusi faktor produksi. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Dwyer et al. (2003) yang mendukung model CGE sebagai teknik pilihan dalam menganalisis dampak ekonomi pariwisata. Berikut ini disajikan beberapa ringkasan hasil penelitian sebelumnya yang menjadi rujukan peneliti. Sugiyarto et al. (2003) meneliti masalah pariwisata pada era globalisasi dan liberalisasi perdagangan yang masih kontroversial, apakah menguntungkan atau merugikan. Studi ini menyebutkan bahwa banyak penelitian mengenai efek globalisasi secara mempertimbangkan parsial, seperti interaksinya meneliti dengan kebijakan globalisasi tanpa sektor-sektor kunci dalam perekonomian, terutama pariwisata. Tulisan ini menggunakan model CGE (computable general equilibrium) dari perekonomian Indonesia dalam rangka untuk mengetahui pengaruh globalisasi (liberalisasi) melalui pengurangan tarif, baik sebagai kebijakan yang berdiri sendiri maupun dalam hubungannya dengan pertumbuhan pariwisata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan pariwisata menimbulkan dampak positif dan mengurangi dampak negatif dari 10 globalisasi. Misalnya dapat meningkatkan produksi dan kesejahteraan, sementara dampak buruk pada defisit pemerintah dan neraca perdagangan menjadi berkurang. Heriawan (2004) melakukan penelitian tentang peranan pariwisata pada perekonomian Indonesia. Pariwisata merupakan sektor yang strategis dan potensial bagi perekonomian Indonesia karena peranannya yang cukup signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, perolehan devisa, dan pengembangan ekonomi daerah. Penelitian ini menggunakan pendekatan I-O dan SAM. Hasil analisisnya menyebutkan bahwa sektor pariwisata cukup potensial dalam menciptakan PDB (pro growth) dan lapangan kerja (pro job) tetapi kurang mampu dalam membuat distribusi pendapatan yang lebih baik. Dengan kata lain, pariwisata belum menyentuh kelompok ekonomi miskin (pro poor) yang sebagian besar berada di pertanian dan perdesaan. Enam skenario kebijakan pariwisata yang disimulasikan, ternyata yang memberi hasil cukup signifikan adalah kebijakan reformasi kelembagaan dan peraturan di bidang pariwisata. Saran yang diberikan diantaranya adalah perlu dicoba pendekatan lain seperti model Computable General Equilibrium (CGE) dalam menganalisis secara lebih lengkap dampak dan peranan pariwisata. Meng et al. (2010) melakukan studi mengenai krisis keuangan dunia pada tahun 2008 apakah memiliki dampak negatif yang luar biasa pada kegiatan perekonomian, terutama pada pariwisata. Penelitian ini menggunakan data terakhir survei pariwisata Singapura, tabel input-output Singapura yang di update, dan model CGE (Computable General Equilibrium) untuk mengukur efek negatif dari krisis keuangan dunia di Singapura dan untuk mensimulasikan efek dari respon kebijakan yang dijalankan. Hasil simulasi CGE menunjukkan bahwa pada tingkat makro, meskipun hampir semua peubah terkena dampak negatif, ekspor mencatat keuntungan yang besar. Pada tingkat industri, shock negatif pariwisata sangat berpengaruh pada sektor yang terkait pariwisata, hanya berdampak kecil pada sektor-sektor yang kurang terkait dengan pariwisata, tetapi persaingan di sektor pariwisata dapat berkembang. Harga dan output pada sebagian besar produk di pasar komoditas terjadi penurunan tetapi konsumsi rumah tangga riil dan ekspor terjadi peningkatan. Di pasar tenaga kerja, pekerja dengan skill rendah 11 sangat terpengaruh, tetapi beberapa kelompok pekerja lainnya memperoleh keuntungan. Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa respons terhadap suatu peristiwa seperti krisis keuangan dunia tahun 2008, sedikit lebih efektif dalam menurunkan tingkat GST daripada peningkatan yang signifikan terhadap tarif pajak pariwisata. Dwyer et al. (2003) menulis mengenai beberapa isu utama yang muncul dari model CGE mengenai aktivitas pariwisata Australia yang disponsori oleh CRC (Centre for Sustainable Tourism). Simulasi ekonomi yang dilakukannya didasarkan pada asumsi yang berbeda tentang sikap pemerintah federal terhadap kebijakan fiskal, asumsi tentang pengaturan upah, dan asumsi tentang tingkat agregat tenaga kerja. Simulasi lainnya berkaitan dengan perbandingan dampak ekonomi dari suatu peristiwa dengan menggunakan model Input-Output dan model CGE. Perbandingan tersebut melihat perbedaan hasil evaluasi dengan menggunakan model I-O dan CGE dan memberikan dukungan untuk menggunakan teknik CGE dan menerapkan analisis biaya manfaat bagi pemerintah yang terkait dengan alokasi yang efisien atas sumber daya yang langka dalam mempromosikan pembangunan pariwisata. Blake (2000) mengatakan bahwa penelitian mengenai dampak ekonomi dari aktivitas pariwisata mempunyai daya tarik tersendiri bagi akademisi dan pembuat kebijakan. Pengaruh pajak pariwisata juga cukup menarik, namun belum diterapkan secara komprehensif dalam pemodelannya untuk analisis ekonomi. Tulisan ini menggunakan model CGE (computable general equilibrium) Spanyol untuk menganalisis efek kegiatan pariwisata di Spanyol dan dampak perpajakan pariwisata. Efek dari peningkatan pariwisata sebesar 10 persen akan meningkatkan kesejahteraan dalam jangka panjang sebesar 28 miliar Pesetas (0,05 persen dari PDB). Analisis pajak menunjukkan bahwa peningkatan tingkat pajak pada pariwisata asing dapat meningkatan kesejahteraan karena pajak pariwisata asing secara efektif mengurangi beberapa distorsi yang diciptakan melalui rendahnya tingkat pajak pariwisata domestik. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa manfaat kesejahteraan dari pajak pariwisata lebih sensitif terhadap asumsiasumsi yang berkaitan dengan pengenaan pajak sesuai dengan elastisitas permintaan mereka terhadap pariwisata. 12 2.2 2.2.1 Tinjauan Teoritis Globalisasi dan Liberalisasi Perdagangan Internasional Depresi tahun 1930-an telah menyebabkan banyak negara melakukan proteksi, setiap negara berusaha untuk mengurangi pengaruh yang tidak baik dari perkembangan ekonomi dunia dengan mengurangi ketergantungan dari luar negeri melalui tindakan–tindakan yang bersifat protektif. Sejak dasawarsa 80-an, banyak negara berkembang yang semula menerapkan strategi industrialisasi substitusi impor, mulai mengubah haluan dan melakukan liberalisasi perdagangan. Gelombang reformasi ini nampaknya bertolak dari terjadinya krisis utang internasional, disamping itu mereka juga bercermin pada keberhasilan sejumlah negara berkembang yang sejak awal telah berorientasi ke luar (ekspor) kini telah beranjak menjadi negara perekonomian baru. Secara umum reformasi itu meliputi penurunan dan penyederhanaan struktur tarif serta berbagai hambatan impor kuantitatif secara besar-besaran. Langkah ini secara drastis mulai membuka perekonomian mereka terhadap hubungan perdagangan antar negara yang lebih intensif. Hal tersebut dapat dilihat pada besarnya angka ekspor plus impor sebagai rasio terhadap GDP dan tingginya tingkat pertumbuhan perekonomian negara tersebut yang secara sungguh-sungguh melaksanakan liberalisasi. Pada tahun 1994, dicetuskan kesepakatan Putaran Uruguay (Uruguay Round) mengenai GATT (General Agrement on Tariff and Trade). Ratifikasi Putaran Uruguay merupakan satu usaha untuk menghilangkan distorsi perdagangan yang harus dilakukan oleh negara-negara yang menyepakati perjanjian tersebut. Dalam kesepakatan tersebut negara maju harus menghapuskan distorsi perdagangan hingga tahun 2000, sedangkan bagi negara berkembang hingga tahun 2004. Seiring dengan perkembangan ekonomi yang semakin terbuka yang ditandai dengan diratifikasinya Putaran Uruguay mengenai GATT, Deklarasi Bogor APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation), CEPT (Common Effective Preferential Tariff) dan AFTA (Asean Free Trade Area). Disamping itu telah diratifikasinya perjanjian dengan China melalui ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) yang mulai diimplementasikan secara luas mulai tahun 2010. Untuk itu perlu adanya 13 upaya untuk mendorong ekspor melalui peningkatan daya saing serta memperhatikan perkembangan pasar dunia. Globalisasi juga ditandai dengan munculnya blok-blok regional mengenai ekonomi dan perdagangan. Blok-blok yang sudah terbentuk tersebut bervariasi karakteristiknya, ada yang meliputi negara-negara maju saja seperti European Community, negara-negara berkembang saja seperti SAARC, bahkan ada blok dimana anggota-anggotanya bervariasi kondisi ekonominya seperti APEC. Globalisasi yang dimaksud adalah pergerakan menuju ke satu tatanan perekonomian global, dimana perekonomian nasional akan semakin intens dalam berhubungan dengan negara-negara lain sehingga kondisi perekonomian internasional akan memiliki pengaruh yang kuat terhadap perekonomian domestik. Tambunan (2004) menyebutkan bahwa globalisasi ekonomi akan mempengaruhi ekspor, impor, investasi dan tenaga kerja. Globalisasi bisa berpengaruh positif apabila dapat diantisipasi dengan baik, namun sebaliknya dapat berpeluang menciptakan dampak negatif bila tidak mampu diantisipasi. Pengaruh globalisasi terhadap ekspor bisa meningkatkan pangsa ekspor di pasar dunia bila produk negara tersebut memiliki daya saing cukup kuat dibanding produk negara lain. Namun sebaliknya jika daya saing yang dimiliki produk dalam negeri cukup lemah maka pangsa ekspor produk domestik menjadi menurun. Disamping itu, globalisasi juga dapat meningkatkan impor apabila produk-produk serupa buatan dalam negeri mempunyai daya saing yang rendah dibanding produk luar negeri sehingga pasar domestik tidak dapat membendung serbuan produk impor. Hady (2004) menyebutkan bahwa pengaruh globalisasi ekonomi dunia ditandai dengan adanya beberapa hal berikut: 1. Keterbukaan ekonomi terutama dengan adanya liberalisasi pasar dan arus uang serta transfer teknologi secara internasional. 2. Keterkaitan dan ketergantungan ekonomi, keuangan, perdagangan dan industri antar negara atau perusahaan yang ditunjukkan adanya pembentukan perusahaan multinasional dan kecenderungan integrasi ekonomi regional. 14 3. Persaingan yang semakin ketat antar negara ataupun perusahaan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas yang optimal. Arus komunikasi yang semakin terbuka membuat hubungan antarnegara pun semakin erat yang ditandai adanya berbagai bentuk perjanjian internasional, baik yang diprakarsai oleh lembaga-lembaga internasional, seperti United Nations ataupun World Bank. Perjanjian internasional tersebut melahirkan berbagai konvensi, baik yang berkaitan langsung dengan dunia bisnis maupun tidak langsung dengan dunia bisnis. Selanjutnya, para pemimpin negara juga telah melahirkan berbagai kesepakatan baik yang bersifat bilateral maupun multilateral dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat di negara tersebut. Salah satu perjanjian yang cukup membawa pengaruh dalam dunia bisnis dalam dekade terakhir ini adalah didirikannya organisasi perdagangan dunia atau yang lebih dikenal dengan World Trade Organization (WTO), di Marakesh (Maroko) pada tahun 1994. Hasil kesepakatan ini tentu membawa dampak juga dalam bidang bisnis yakni dengan munculnya liberalisasi perdagangan atau perdagangan bebas (free trade). Kebijakan liberalisasi perdagangan dapat dilihat sebagai suatu cara untuk meningkatkan daya saing ekonomi. Ada pemikiran yang mengatakan bahwa sebenarnya peningkatan daya saing terutama merupakan tantangan bagi masingmasing perusahaan dan upaya yang dilakukan haruslah pada tingkat perusahaan. Kerjasama internasional, misalnya dengan membentuk suatu aliansi strategis (strategic alliance), merupakan salah satu cara yang kini banyak dilakukan terutama antara perusahaan-perusahaan negara maju. Tetapi berbagai bentuk kerjasama internasonal juga dapat dilakukan pada tingkat negara (ekonomi) untuk meningkatkan daya saing, artinya meningkatkan kemampuan penetrasi pasar. Pembentukan kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area/FTA) seringkali dilihat sebagai upaya untuk saling meningkatkan akses pasar di antara pesertanya (Susastro, 2004). Liberalisasi perdagangan menyebabkan para pemilik modal mendapatkan berbagai kemudahan atau minimal tidak ada lagi perbedaan perlakuan sesama pebisnis yang berada di bawah payung anggota WTO dalam menjalankan bisnisnya di berbagai tempat yang dikehendaki. Untuk itu, berbagai negara pun 15 mencoba menangkap peluang ini dengan menciptakan iklim bisnis yang kondusif Langkah-langkah yang ditempuh dalam menciptakan kondisi yang kondusif yakni dengan mengadopsi kaedah-kaedah yang lahir dalam lalu lintas pergaulan internasional. Hartono (1991) mengemukakan bahwa akibat globalisasi dan peningkatan pergaulan dan perdagangan internasional, cukup banyak peraturanperaturan hukum asing atau yang bersifat internasional akan juga dituangkan ke dalam perundang-undangan nasional. Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada HS (Harmonized Commodity Description and Coding System) dengan ketentuan dari World Customs Organization yang berpusat di Brussels, Belgium. Ketentuan tersebut adalah bahwa penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual dan antar perusahaan yang berada di negara yang berbeda. Perdagangan internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori, semua hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam kenyataannya, perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas. Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena hanya melindungi kepentingan perusahaan perusahaan besar. Krugman et al. (2004) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional adalah (1) negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain dan (2) negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale). Ahli-ahli ekonomi Klasik memandang perdagangan luar negeri sebagai suatu penggerak pertumbuhan ekonomi atau engine of growth. Keyakinan mereka ini didasarkan pada peran yang dapat diberikan oleh kegiatan perdagangan luar negeri dalam mempercepat proses pertumbuhan ekonomi. Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi Klasik, perdagangan luar negeri mempunyai potensi untuk memberikan tiga sumbangan penting dalam pembangunan ekonomi yaitu : 16 1. Meningkatkan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Pandangan ini bersumber dari pandangan Klasik mengenai manfaat yang dapat diperoleh dengan melakukan spesialisasi. Negara-negara yang melakukan spesialisasi dan perdagangan luar negeri akan meningkatkan efisiensi kegiatan produksi dan menikmati produk yang lebih banyak daripada sebelum adanya perdagangan luar negeri. 2. Memperluas pasar produksi dalam negeri. Setiap perekonomian selalu timbul suatu keadaan di mana beberapa perusahaan atau industri mempunyai kapasitas produksi yang tidak sepenuhnya digunakan. Penggunaan alat-alat modal yang tidak mencapai maksimum, bukan karena manajemen yang tidak efisien, tetapi karena kekurangan permintaan di dalam negeri. Dalam keadaan demikian, perdagangan luar negeri memungkinkan mereka memperluas pasar dari hasil produksinya. 3. Meningkatkan produktivitas kegiatan ekonomi. Perdagangan luar negeri yang dilakukan oleh sesuatu negara akan terjalin hubungan yang erat dengan negara-negara lain. Hal ini memungkinkan negara tersebut bisa mempelajari teknik produksi yang lebih baik, mengimpor barang-barang modal baru yang lebih tinggi produktivitasnya dan mempelajari pandangan-pandangan baru yang dapat memperbaiki cara kerja dan manajemen perusahaan. Pandangan yang dikemukakan oleh ahli-ahli ekonomi Klasik tersebut terkait dengan pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang, mendapat berbagai kritik diantaranya adalah bahwa perdagangan negara-negara tersebut cenderung menjadi semakin memburuk dalam jangka panjang sehingga mengurangi keuntungan yang diperoleh dari perdagangan luar negeri yang selanjutnya akan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Hal yang lebih penting lagi, dalam jangka pendek, harga-harga komoditas ekspor negara-negara berkembang sangat berfluktusi sehingga akan mengganggu kestabilan neraca pembayaran, kestabilan kegiatan ekonomi secara keseluruhan, dan kestabilan harga-harga. Seperti analisis makroekonomi bahwa sesuatu perekonomian berusaha untuk mencapai tingkat kegiatan ekonomi yang tinggi, dan kalau mungkin, mencapai penggunaan tenaga kerja penuh, tanpa inflasi. Dalam perekonomian terbuka, tujuan itu berarti bahwa usaha untuk mencapai tingkat kegiatan ekonomi yang tinggi tersebut, harus diikuti 17 oleh keadaan neraca pembayaran yang seimbang. Neraca pembayaran yang mengalami defisit, dapat memengaruhi kestabilan harga-harga dan menimbulkan pelarian modal serta mengurangi investasi sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kemunduran tingkat kegiatan ekonomi suatu negara. Dengan demikian kebijakan pemerintah pada sektor luar negeri harus ditekankan untuk menciptakan keseimbangan dalam neraca pembayaran sehingga dapat mewujudkan kegiatan ekonomi yang tinggi. Langkah-langkah yang dapat dilaksanakan pemerintah dalam memengaruhi pembelanjaan agregat dibedakan dalam dua golongan yaitu kebijakan menekan pengeluaran (expenditure dampening policy) dan kebijakan memindahkan pengeluaran (expenditure switching policy). Kebijakan menekan pengeluaran adalah langkah-langkah pemerintah untuk menstabilkan neraca pembayaran yang defisit dengan mengurangi pengeluaran agregat. Hal ini diharapkan impor dapat diturunkan tanpa mengurangi ekspor sehingga akan memperbaiki neraca pembayaran. Kebijakan ini didasarkan pada keyakinan, bahwa ekspor tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional, sedangkan impor mempunyai hubungan positif dengan pendapatan nasional. Dengan demikian kebijakan mengurangi pengeluaran agregat, yang pada mulanya akan menurunkan tingkat pendapatan nasional, pada akhirnya akan mengurangi impor sedangkan ekspor tidak mengalami perubahan. Langkah-langkah yang dapat dilaksanakan pemerintah dalam memengaruhi pembelanjaan agregat dibedakan dalam dua golongan yaitu kebijakan menekan pengeluaran (expenditure dampening policy) dan kebijakan memindahkan pengeluaran (expenditure switching policy). Kebijakan menekan pengeluaran adalah langkah-langkah pemerintah untuk menstabilkan neraca pembayaran yang defisit dengan mengurangi pengeluaran agregat. Hal ini diharapkan impor dapat diturunkan tanpa mengurangi ekspor sehingga akan memperbaiki neraca pembayaran. Kebijakan ini didasarkan pada keyakinan, bahwa ekspor tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional, sedangkan impor mempunyai hubungan positif dengan pendapatan nasional. Dengan demikian kebijakan mengurangi pengeluaran agregat, yang pada mulanya akan menurunkan tingkat pendapatan 18 nasional, pada akhirnya akan mengurangi impor sedangkan ekspor tidak mengalami perubahan. Kebijakan-kebijakan yang dapat ditempuh untuk meningkatkan ekspor adalah: 1. Menciptakan perangsang-perangsang ekspor. Kesuksesan kegiatan ekspor tergantung pada kemampuan barang-barang dalam negeri untuk bersaing di pasar luar negeri. Salah satu faktor yang menentukan daya saing tersebut adalah ongkos produksi yang rendah dan harga penjualan yang stabil. Keadaan ini dapat diciptakan apabila terdapat kestabilan harga-harga dan upah. 2. Melakukan devaluasi. Devaluasi menyebabkan harga ekspor bertambah murah dan impor bertambah mahal. Hal ini akan menaikkan daya saing barang dalam negeri sehingga ekspor meningkat dan impor menurun. Disamping upaya meningkatkan ekspor, dapat pula dengan melakukan penghambat impor (import barriers). Penghambat impor biasanya dibedakan dalam dua jenis yaitu tarif dan nontarif. Penghambat tarif adalah pengenaan/ pemungutan pajak atas barang-barang yang diimpor. Sedangkan nontarif adalah peraturan-peraturan yang mengurangi kebebasan memasukkan produk impor. Tarif dan quota adalah dua jenis penghambat impor yang dapat dan lazim digunakan untuk mengurangi masukanya barang-barang impor. Quota adalah pembatasan atas jumlah barang yang boleh diimpor. Tarif merupakan jenis penghambat impor yang paling banyak digunakan. Hal ini disebabkan karena tarif bukan saja merupakan alat yang lebih baik untuk melindungi industri di dalam negeri, tetapi juga dapat menambah pendapatan pemerintah. Di banyak negara berkembang, pajak impor merupakan salah satu sumber terpenting dari pendapatan pemerintah. Tarif yang digunakan biasanya adalah ad valorem, yaitu pajak impor yang nilainya ditentukan dalam persentase dari nilai barang yang diimpor. Tarif akan menaikkan harga barang impor sedangkan quota akan membatasi permintaan agar tidak berlebih-lebihan dan quota impor tidak akan menaikkan harga barang tersebut. Quota biasanya digunakan di negara-negara yang mempunyai valuta asing yang terbatas sehingga harus hemat. Di negara-negara 19 maju, quota adakalanya digunakan sebagai tindakan tambahan, jika tarif tidak berhasil membatasi impor barang-barang tertentu. Apabila sesuatu produk impor mempunyai mutu yang jauh lebih baik daripada yang dihasilkan di dalam negeri, tarif yang tinggi belum tentu mampu membatasi terjadinya impor. Pembatasan impor dengan menggunakan quota akan mengatasi masalah tersebut (Sukirno, 1995). 2.2.2 Kegiatan Pariwisata Indonesia Pariwisata berasal dari dua suku kata yaitu pari dan wisata. Pari berarti banyak, berkali-kali, dan berputar-putar sedangkan wisata berarti perjalanan atau bepergian. Jadi pariwisata berarti perjalanan yang dilakukan secara berkali-kali atau berkeliling. Konsep yang lazim dipakai dan diterima adalah yang telah dirumuskan oleh Hunziker et al. (1942) yang menyatakan bahwa pariwisata adalah keseluruhan hubungan dengan gejala-gejala atau peristiwa yang timbul dari adanya perjalanan dan tinggalnya orang asing dimana perjalanannya tidak untuk bertempat tinggal menetap dan tidak ada hubungan dengan kegiatan untuk mencari nafkah (Pendit, 2006). McIntosh et al. (1980) mengartikan pariwisata sebagai gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan serta para pengunjung lainnya. Guyer-Freuler merumuskan pariwisata dalam arti modern adalah gejala zaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menumbuh terhadap keindahan alam, kesenangan dan kenikmatan alam semesta dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas dalam masyarakat sebagai hasil perkembangan perniagaan, industri dan perdagangan serta penyempurnaan alat-alat pengangkutan. Pariwisata adalah suatu proses yang ditimbulkan oleh arus lalu lintas orang-orang asing yang datang dan pergi ke dan dari suatu tempat, daerah atau negara dan segala sesuatu yang ada sangkutpautnya dengan proses tersebut (Pendit, 2006). World Tourism and Travel Council (WTTC) mengartikan pariwisata sebagai seluruh kegiatan orang yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di suatu 20 tempat di luar lingkungan kesehariannya dalam jangka waktu tidak lebih dari setahun untuk bersantai, bisnis dan lainnya (Aryanto, 2003). Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka dapat dirumuskan bahwa pariwisata adalah suatu kegiatan manusia berupa perjalanan ke luar lingkungan kesehariannya dengan tujuan bukan untuk mencari nafkah (profit oriented), namun lebih banyak untuk bersantai dan bersenang-senang dengan batasan waktu tertentu. Sesuai dengan rekomendasi UNWTO (United Nations World Tourism Organization) dan IUOTO (International Union of Office Travel Organization) (1961) menyatakan bahwa tamu mancanegara adalah setiap orang yang mengunjungi suatu negara diluar tempat tinggalnya, didorong oleh satu atau beberapa keperluan tanpa bermaksud memperoleh penghasilan ditempat yang dikunjungi. Definisi ini mencakup 2 kategori tamu mancanegara, yaitu: 1. Wisatawan (tourist) adalah setiap pengunjung seperti definisi di atas yang tinggal paling sedikit 24 jam, akan tetapi tidak lebih dari 6 bulan di tempat yang dikunjungi dengan maksud kunjungan antara lain: a. Berlibur, rekreasi dan olahraga b. Bisnis, mengunjungi teman dan keluarga, misi, menghadiri pertemuan, konferensi, kunjungan dengan alasan kesehatan, belajar dan keagamaan. 2. Pelancong (excursionist) adalah setiap pengunjung seperti definisi di atas yang tinggal kurang dari 24 jam di tempat yang dikunjungi (termasuk cruise passengers yaitu setiap pengunjung yang tiba di suatu negara dengan kapal, pesawat atau kereta api, dimana mereka tidak menginap di akomodasi yang tersedia di negara tersebut). Kegiatan/aktivitas pariwisata yang terdapat di Indonesia dapat dibedakan menjadi : 1. Domestic tourists (wisatawan nusantara/wisnus) adalah penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan di wilayah teritori Indonesia bukan untuk bekerja atau sekolah dengan lama perjalanan kurang dari 6 bulan ke obyek wisata komersial (dengan membayar), dan atau menginap pada akomodasi komersial, 21 dan atau jarak perjalanan lebih dari 100 km pp yang bukan merupakan lingkungan sehari-hari. 2. Inbound tourist/visitor (wisatawan mancanegara/wisman) adalah orang yang melakukan perjalanan di luar negara tempat tinggal biasanya (usual country of residence) dan lama perjalanan kurang dari 12 bulan di negara yang dikunjungi dengan tujuan perjalanan tidak untuk bekerja atau memperoleh penghasilan. 3. Outbound tourist (wisatawan nasional/wisnas) adalah penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar wilayah teritori Indonesia bukan untuk bekerja atau memperoleh penghasilan di negara yang dikunjungi dan tinggal tidak lebih dari 6 bulan. Pendit (2006) menyebutkan bahwa jenis-jenis pariwisata yang telah dikenal hingga saat ini antara lain wisata budaya, wisata kesehatan, wisata olahraga, wisata komersial, wisata industri, wisata politik, wisata konvensi, wisata sosial, wisata pertanian, wisata bahari/maritim/marina, wisata cagar alam, wisata buru, wisata pilgrim, wisata bulan madu dan wisata petualangan. Pariwisata merupakan sektor yang memiliki banyak keterkaitan dengan sektor lain. Yoeti (2008) mengungkapkan bahwa industri pariwisata tidak berdiri sendiri sebagaimana industri yang lain, “There is No Standard Industrial Classification Number of Tourism”. Kegiatan pariwisata menyebar pada beberapa sektor. Penyebaran kegiatan pariwisata di Indonesia sebagaimana yang terdapat dalam KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) 2005 dan Tabel Input Output 2008 dapat dilihat pada Lampiran 1. Permintaan dan Penawaran Pariwisata Dornbusch et al. (2001) menyebutkan bahwa permintaan agregat (agregat demand = AD) adalah jumlah total barang yang diminta dalam perekonomian. Barang yang diminta dibedakan menjadi konsumsi rumah tangga (C), Investasi (I), pemerintah (G) dan ekspor neto (NX) yang dirumuskan dengan AD = C + I + G + NX Sedangkan output pada tingkat keseimbangan terjadi ketika jumlah output yang dihasilkan (Y) sama dengan jumlah output yang diminta. 22 Y = AD = C + I + G + NX Kondisi yang sama juga terjadi pada industri pariwisata dimana permintaan (demand) meliputi seluruh pengeluaran yang dilakukan baik oleh wisatawan domestik (C) maupun wisatawan asing (X), pengeluaran pemerintah untuk promosi pariwisata (G) dan investasi atau pembentukan modal terkait pariwisata (I). Penawaran (supply) yang terkait dengan sektor pariwisata mencakup seluruh kegiatan ekonomi dalam menyediakan barang dan jasa yang berhubungan dengan pariwisata seperti hotel, restoran, tempat-tempat wisata, transportasi, biro perjalanan, pramuwisata dan produk pariwisata lainnya. Penawaran pariwisata juga mencakup semua bentuk daya tarik wisata (tourist attractions), semua bentuk kemudahan untuk memperlancar perjalanan (accessibilities) dan semua bentuk fasilitas dan pelayanan (facilities and services) yang tersedia pada suatu daerah tujuan wisata sehingga dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan wisatawan selama berkunjung. Yoeti (2008) menyebutkan bahwa komponen penawaran dalam industri pariwisata dapat bersumber dari alam (natural resources) atau buatan/kreasi manusia (man-made). Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (2003) merumuskan empat peranan pokok pembangunan pariwisata, yaitu : 1. Pariwisata secara langsung atau tidak langsung mendorong pertumbuhan berbagai kegiatan dan usaha di bidang sosio-ekonomi dan sosio-budaya yang bukan saja mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, akan tetapi juga menjamin pemerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan. 2. Pariwisata sebagai salah satu sumber penghasil devisa yang potensial, mengingat terbatasnya cadangan sumber daya alam yang menjadi penghasil devisa utama. 3. Pariwisata dapat menjadi sarana untuk dapat lebih mendorong terciptanya rasa kesatuan dan persatuan bangsa. Darmoyo (2003) juga menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia antara lain adalah stabilitas politik, stabilitas keamanan, kebijakan fiskal, tingkat persaingan harga, inflasi, pendapatan per kapita penduduk luar negeri dan ketatnya persaingan antar negara. Beberapa faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan mancanegara tersebut dapat dikategorikan kedalam beberapa kelompok yaitu : 23 1. Keamanan. a. Peristiwa Bom Bali dan Pengeboman Tempat Umum Lainnya Peristiwa tersebut dapat memberikan persepsi bahwa Indonesia tidak aman untuk dikunjungi. Hal itu akan mengakibatkan penurunan jumlah kunjungan wisman karena tidak ada jaminan keamanan di daerah tujuan wisata yang hendak dikunjungi. b. Tragedi World Trade Center Serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) tidak hanya berpengaruh kepada Amerika Serikat sendiri, melainkan juga berakibat ke seluruh dunia. Wisatawan akan menunda dan bahkan membatalkan perjalanannya karena takut akan terjadi serangan teroris lagi. c. Wabah Secure Acute Respiratory Syndrome (SARS) SARS merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan akut akibat dari virus Corona yang penularannya melalui udara. Diduga penyakit ini muncul dari China. Mudahnya penularan penyakit ini membuat masyarakat dunia resah. Hal ini berakibat pada pembatalan perjalanan wisata, terutama ke daerah-daerah yang diduga terjangkit wabah SARS. 2. Kenyamanan. Output jasa pariwisata seperti output ekonomi lainnya akan lebih banyak diminta konsumen apabila komponen-komponen pendukungnya memadai dan berkualitas. Komponen-komponen pendukung tersebut misalnya infrastruktur yang cukup mewadai. Sehingga diperlukan dana/investasi pembangunan pariwisata untuk memenuhi atau menyediakan, bahkan meningkatkan kualitas dari komponen-komponen yang dimaksud. 3. Kemudahan. a. Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS) BVKS diberlakukan sejak tahun 1983 berdasarkan Kepres RI No. 15 Tahun 1983 tentang Kebijakan Pengembangan Kepariwisataan. Pemberian BVKS ini dimaksudkan untuk meningkatkan arus kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. BVKS dengan masa tinggal 60 hari tersebut telah diberikan kepada 48 negara yang dapat mendarat atau 24 berlabuh di 22 Bandara, 38 pelabuhan laut dan 1 lintas batas darat (Depbudpar, 2004). b. Pemberlakuan Visa on Arrival (VoA) Menurut Keppres RI No 18 Tahun 2003 Visa Kunjungan Saat Kedatangan (Visa on Arival) adalah visa yang diberikan kepada orang asing warga negara atau wilayah tertentu yang bermaksud mengadakan kunjungan ke Indonesia dalam rangka wisata, kunjungan sosial budaya, kunjungan usaha, atau tugas pemerintahan dengan mempertimbangkan asas manfaat, saling menguntungkan, dan tidak menimbulkan gangguan keamanan. c. Frekuensi Penerbangan Internasional yang Singgah di Indonesia Akses yang mudah ke suatu daerah tujuan wisata merupakan salah satu pendukung seorang wisatawan untuk mengunjunginya. 4. Kondisi ekonomi internasional. a. Krisis Multidimensi Berbagai krisis ekonomi yang terjadi di beberapa negara di dunia termasuk Indonesia memiliki dampak buruk terhadap seluruh dimensi kehidupan masyarakat, baik sosial maupun ekonomi. Kondisi tersebut akan berpengaruh pada minat seseorang untuk mengunjungi daerah tujuan wisata. b. Nilai Tukar Mata Uang Nilai tukar mata uang asing akan berpengaruh terhadap minat wisatawan untuk berkunjung. Kurs rupiah menguat berarti harga barang di Indonesia menjadi relatif lebih mahal. c. Jumlah Penduduk Dunia Karena setiap manusia memiliki keinginan untuk berwisata, dimungkinkan apabila semakin banyak manusia di dunia maka akan semakin banyak manusia yang berwisata. d. Pendapatan Per Kapita Masyarakat Dunia Jumlah penduduk yang melakukan perjalanan wisata sangat dipengaruhi oleh pendapatan yang diterima penduduk tersebut. e. Laju Inflasi Dunia 25 Inflasi menurunkan pendapatan riil masyarakat sehingga daya beli masyarakat menurun. Akibatnya permintaan akan menurun, termasuk permintaan terhadap jasa pariwisata. 2.2.3 Model Keseimbangan Umum Teori keseimbangan umum menjelaskan bahwa pasar sebagai suatu sistem yang terdiri dari beberapa macam pasar yang saling terkait. Keseimbangan umum terjadi apabila permintaan dan penawaran pada masing-masing pasar dalam sistem tersebut berada dalam kondisi keseimbangan secara simultan. Tingkat harga keseimbangan yang terwujud merupakan solusi dari sistem persamaan simultan yang menggambarkan perilaku setiap pelaku ekonomi dalam keseimbangan di setiap pasar. Menurut teori keseimbangan umum, apabila dalam kondisi keseimbangan terjadi gangguan yang mengakibatkan ketidakseimbangan (disequilibrium) pada suatu pasar secara parsial, maka akan segera diikuti dengan penyesuaian di pasar yang bersangkutan dan selanjutnya terjadi proses penyesuaian di pasar lainnya (simultaneous adjustment) yang membawa perekonomian secara keseluruhan kembali pada kondisi keseimbangan yang baru. Mekanisme pencapaian keseimbangan pada semua jenis barang di semua pasar yang berlaku bagi produsen dan konsumen disebut sebagai analisis keseimbangan umum (general equilibrium analysis). Perubahan keseimbangan pada suatu pasar dalam sistem perekonomian tidak hanya berdampak terhadap sektor atau komoditas itu sendiri, tetapi juga berdampak terhadap sektor atau komoditas pada berbagai aktivitas ekonomi lainnya melalui keterkaitan input-output. Oleh karena itu, dampak suatu kebijakan lebih tepat dianalisis berdasarkan teori keseimbangan umum dibandingkan dengan teori keseimbangan parsial. Analisis keseimbangan umum merupakan landasan bagi perkembangan model keseimbangan umum. Hulu (1997) mengemukakan bahwa formulasi teoritis model keseimbangan umum telah dimulai sejak pertengahan abad ke-19, antara lain dirumuskan oleh Gossen (1854), Jevons (1871), Walras (1874-1877), serta Menger (1871). Abraham Wald dan Gustav Cassel (1930-an), berhasil 26 menyusun formulasi model keseimbangan umum sebagai sebuah model simultan versi Walras, walaupun belum lengkap pembuktian eksistensi solusinya. John von Neuman selanjutnya berhasil membuktikan adanya keseimbangan umum dengan memakai sebuah model hingga menghasilkan solusi tunggal. John Hicks dan Oscar Lange, menyusun model keseimbangan umum versi makroekonomi Keynesian, yaitu perekonomian yang terdiri dari empat pasar (pasar barang, pasar uang, pasar tenaga kerja dan pasar modal). Solusi keseimbangan umum model ini menggunakan asumsi Walras, yaitu jika terdapat n-1 pasar dari n pasar sudah berada dalam keseimbangan, maka seluruh n pasar akan berada dalam keseimbangan. Untuk memenuhi hukum Walras maka jumlah kelebihan permintaan di seluruh pasar harus sama dengan nol untuk setiap tingkat harga. Pembuktian Walras mengenai adanya titik keseimbangan umum tersebut dilakukan dengan menggunakan matematika formal. Walras menyimpulkan bahwa sejumlah n fungsi excess demand tidak tergantung pada fungsi lainnya. Formula ini dapat dituliskan sebagai berikut: n P ED ( P) 0 i 1 i (2.1) i keterangan: EDi(P) Pi = excess demand untuk barang i = harga barang i. Persamaan (2.1) di atas adalah Hukum Walras, yang berarti bahwa total excess demand terjadi pada seluruh jenis barang atau komoditas yang diproduksi (Nicholson, 2005). Apabila nilai semua komoditas yang ditawarkan di pasar sama dengan nilai komoditas yang diminta di pasar, sedangkan harga-harga (dalam hal ini harga relatif) diketahui pada saat pasar ke-1 ada keseimbangan, maka dalam pasar yang ke-k akan ada keseimbangan juga. Fondasi yang kokoh dari model keseimbangan umum berhasil dibangun oleh Arrow dan Debreu (1954) serta McKenzie (1959) yang membuktikan bahwa model keseimbangan umum secara teoritis ada, memiliki solusi tunggal, dan stabil. Arrow dan Debreu (1954) mensyaratkan adanya keseimbangan umum apabila perekonomian dalam keadaan kompetitif sempurna, dimana tidak terdapat indivisibilitas dan tidak terdapat skala pengembalian yang meningkat (increasing 27 return to scale). Dengan demikian, perekonomian yang tidak kompetitif sempurna, titik keseimbangan umum tidak selalu ada (Hulu, 1997). Penerapan formulasi teoritis model keseimbangan umum dari Arrow, Debreu dan McKenzie disebut sebagai model Computable General Equilibrium (CGE). Menurut Ratnawati (1995), terdapat tiga ciri pengembangan model CGE. Pertama, formulasi CGE yang dikembangkan oleh Johansen pada tahun 1960 dengan menyusun sebuah model linier simultan hingga diperoleh sebuah solusi berupa harga dan kuantitas dari setiap barang yang diidentifikasi dalam keseimbangan umum. Kedua, Herbert Scarf pada tahun 1970 merumuskan penyelesaian model CGE menggunakan “fixed point theorem”. Ketiga, Adelman dan Robinson pada tahun 1978 merumuskan model CGE sebagai sebuah model simultan non linier (nonlinier programming solution), dan penyelesaiannya menghasilkan harga bayangan (shadow prices) yang diinterpretasikan sebagai harga dalam kondisi keseimbangan umum. Uraian tersebut memperlihatkan bahwa model CGE merupakan sebuah pendekatan komprehensif yang merangkum model multimarket dan menggunakan keseimbangan pasar sebagai elemen dasar analisisnya. Sebuah model CGE menggambarkan agen-agen pelaku ekonomi dan perilakunya, sehingga membawa pasar-pasar yang berbeda ke dalam suatu keseimbangan. Pada formulasi model CGE, terdapat keterkaitan antar pelaku ekonomi (perusahaan atau industri, rumah tangga, investor, pemerintah, importir dan eksportir) dan antar pasar komoditas yang berbeda. Seluruh pasar berada dalam keadaan keseimbangan dan mempunyai struktur yang spesifik untuk mencapai keseimbangan apabila terdapat guncangan pada salah satu pasar. Pasar dikatakan mempunyai keseimbangan jika memenuhi syarat-syarat: non-negatif, homogen dan memiliki harga yang unik, tidak terjadi excess demand (kelebihan permintaan) dan efisiensi pada harga pasar (Oktaviani, 2008). Secara umum model CGE memuat persamaan-persamaan, peubah-peubah eksogen dan parameter, peubah-peubah endogen, dan bentuk-bentuk fungsi dari persamaan. Sistem persamaan dibentuk oleh subsistem-subsistem persamaan yang secara umum meliputi produksi, pasar tenaga kerja, faktor remunerasi, pendapatan disposable, kelembagaan (rumah tangga dan pemerintah), tabungan dan investasi, 28 permintaan produk, pasar eksternal, keseimbangan pasar produk dan numeraire (harga seluruh barang merupakan harga relatif terhadap satu harga) (Sadoulet dan de Janvry, 1995). Persamaan-persamaan yang membentuk model CGE biasanya dikelompokkan menjadi blok-blok persamaan seperti blok produksi, blok konsumsi, blok ekspor-impor, blok investasi dan blok kliring pasar. Sadoulet dan de Janvry (1995) lebih lanjut mengemukakan bahwa dengan sistem persamaan yang komprehensif, model CGE memiliki keunggulan dalam mengungkapkan dampak produksi, konsumsi, perdagangan, investasi dan interaksi spasial secara keseluruhan dari sebuah kebijakan (policy) atau guncangan (shock). Karena itu model ini telah diterapkan untuk mensimulasikan dampak sosial ekonomi dari sebuah skenario yang luas yang mencakup beberapa hal. Pertama, foreign shocks, seperti perubahan yang tidak diharapkan dalam term of trade (misalnya kenaikan dalam harga impor minyak atau penurunan dalam harga komoditas ekspor utama suatu negara) dan keharusan menurunkan pinjaman luar negeri. Kedua, perubahan dalam kebijakan ekonomi. Pajak dan subsidi merupakan instrumen kebijakan yang sangat lazim dianalisis, khususunya dalam sektor perdagangan. Model ini juga telah digunakan untuk melihat perubahan ukuran dan komposisi dalam pengeluaran rutin dan investasi pemerintah. Ketiga, perubahan dalam struktur sosial ekonomi domestik, seperti perubahan teknologi pertanian, redistribusi aset-aset, dan pembentukan modal sumberdaya manusia. Aplikasi model CGE banyak dilakukan untuk menganalisa dampak adanya kebijakan pemerintah. Buehrer dan Mauro (1995) mengemukakan bahwa model CGE dapat digunakan untuk melakukan simulasi dampak dari kebijakan perdagangan dan dampak perubahan ekonomi dari berbagai paket kebijakan pemerintah. Penggunaan model CGE dapat mengkuantifikasi dampak perubahan kebijakan terhadap alokasi sumberdaya dan struktur ekonomi, kesejahteraan dan pada distribusi pendapatan (Oktaviani, 2008). Diana (2003) mengemukakan bahwa penggunaan model CGE tidak hanya pada model perdagangan internasional tetapi juga pada perencanaan pembangunan, keuangan, lingkungan, manajemen sumberdaya serta perubahan transisi dan ekonomi pasar. Model tersebut dapat menganalisis sensitivitas dari 29 alokasi sumberdaya karena adanya perubahan dari sektor eksternal, sementara analisis keseimbangan parsial mengasumsikan bahwa sumberdaya bersifat tetap. Disamping itu, dibandingkan dengan analisa keseimbangan parsial, pendekatan model keseimbangan umum lebih baik digunakan untuk menganalisa hubungan antar sektor dan untuk melihat kondisi ekonomi makro. Selanjutnya, landasan teori ekonomi mikro yang digunakan meliputi parameter elastisitas dan data inputoutput, sehingga dapat digunakan sebagai alat analisa terhadap perubahan ekonomi. Penggunaan aturan baku model CGE adalah adanya keseimbangan ekonomi makro pada masing-masing pasar yang dapat diilustrasikan pada Gambar 1. Gambar tersebut menjelaskan kondisi keseimbangan di berbagai pasar yang dicerminkan oleh keempat kuadran. Diasumsikan bahwa seluruh faktor produksi digunakan secara penuh (fully employed), tingkat produksi agregat ditunjukkan oleh kurva kemungkinan produksi frontier yang terletak pada kuadran IV, yang mencerminkan kemungkinan transformasi antara tujuan ekspor (E) dan tujuan pasar domestik (D). Barang yang diekspor (E) digunakan untuk mendapatkan barang impor (M) melalui transaksi perdagangan di pasar pertukaran luar negeri (foreign exchange market) yang dicerminkan di kuadran I, dimana hubungan di antara kedua barang tersebut menghasilkan neraca perdagangan (balance of trade). Barang produksi domestik yang tidak diekspor (D) dijual di pasar domestik yang dilukiskan pada kuadran III. Berkorespondensi dengan ketiga kuadran tersebut di atas, tingkat konsumsi frontier di kuadran II dipasok dari kombinasi barang domestik (D) dan impor (M). Pada kuadran I diasumsikan tidak ada foreign capital inflow dan harga ekspor maupun impor adalah sama yang dilukiskan oleh lereng garis balance of trade sebesar satu. Pada kuadran II, kecuraman kurva utilitas merupakan fungsi dari tingkat konsumsi frontier pada titik C dan harga relatif keseimbangan P d/PM. Adapun pada sisi produksi di kuadran IV yang berkaitan dengan tingkat produksi sebesar P, dimana kecuraman lereng kurva kemungkinan produksi frontier ditentukan oleh harga relatif barang ekspor dan domestik (P E/Pd). Selanjutnya, solusi keseimbangan ekonomi makro dalam model ini dapat diamati pada kuadran 30 II yang menunjukkan perilaku permintaan konsumen, yaitu tingkat utilitas tertentu pada saat konsumsi sebesar C dan tingkat produksi sebesar P. II Utilitas M Balance of Trade (BOT) I C Pd/PM D Konsumsi Frontier C=C(M,D) E Kemungkinan Produksi Frontier Q=Q(E,D) PE/Pd P Pasar Domestik III IV D Sumber: Sadoulet dan de Janvry, 1995; Diana, 2003. Keterangan: M = komoditas impor, E = komoditas ekspor, D = komoditas domestik, C = tingkat konsumsi frontier, P = tingkat produksi frontier, PE/Pd = harga ekspor relatif terhadap harga domestik, dan Pd/PM = harga domestik relatif terhadap harga impor. Gambar 1 2.2.3.1 Keseimbangan ekonomi makro dalam CGE. Karakteristik Kondisi Keseimbangan Umum Menurut Nicholson (2005), karakteristik dari kondisi keseimbangan umum adalah terjadinya efisiensi pareto. Just et al. (1982) menyatakan bahwa kriteria pareto adalah suatu kondisi dimana sesuatu perubahan dianggap sebagai perubahan yang membawa kebaikan, jika perubahan tersebut mengakibatkan beberapa orang menjadi lebih baik namun tidak seorangpun menjadi lebih buruk. Dengan demikian, apabila telah tercapai suatu kondisi dimana satu pihak tidak dapat meningkatkan kepuasannya tanpa mengurangi kepuasan pihak-pihak yang lainnya, maka kondisi ini disebut pareto optimum. Efisiensi pareto terjadi pada saat keseimbangan umum tercapai melalui mekanisme pasar persaingan sempurna. Konsep efisiensi pareto mencakup tiga jenis efisiensi, yaitu efisiensi alokasi sumber daya (keseimbangan produksi), efisiensi distribusi komoditas (keseimbangan konsumsi) dan efisiensi kombinasi produk (keseimbangan simultan di sektor produksi dan konsumsi). 31 Oktaviani (2008) menyatakan bahwa disamping harus memenuhi asumsi pasar persaingan sempurna dan efisiensi pareto, model CGE juga harus memenuhi beberapa asumsi lain yaitu: a. Total permintaan pada pasar komoditas dan pasar input harus sama dengan total penawaran. b. Keuntungan perusahaan pada tingkat harga keseimbangan sama dengan nol. c. Pendapatan rumah tangga sama dengan pengeluaran rumah tangga. d. Penerimaan pemerintah sama dengan pengeluaran pemerintah. a. Keseimbangan Produksi Nicholson (2005) berpendapat bahwa produsen akan berada dalam kondisi keseimbangan apabila marginal rate of technical substitution (MRTS) antara dua faktor produksi yang digunakan sama dengan rasio harga dari kedua faktor produksi tersebut. Dengan demikian, untuk penggunaan dua faktor produksi yaitu tenaga kerja (L) dan kapital (K), maka keseimbangan produksi akan tercapai pada saat MRTSlk = w1/w2 di mana w1 adalah harga faktor L dan w2 harga faktor K. Pada kasus dua perusahaan yang masing-masing menghasilkan komoditas yang berbeda yaitu x1 dan x2, keseimbangan simultan yang terjadi dapat dijelaskan melalui Edgeworth Box (Gambar 2). OX2 X2 X2 X23 K X24 2 1 P4 X14 P3 P2 X13 X12 P1 X11 OX1 L Sumber: Nicholson, 2005. Gambar 2 Edgeworth box pada kasus dua komoditas dan dua faktor produksi. Pada Gambar 2 terlihat bahwa keseimbangan simultan antara dua produk x1 dan x2 tercapai pada saat isoquant x1 bersinggungan dengan isoquant x2 pada berbagai tingkat output. Titik-titik singgung tersebut membentuk kurva yang 32 disebut contract curve (CC). Pilihan tingkat output yang akan diproduksi ditentukan oleh rasio harga faktor. Secara matematis permasalahan di atas dapat diformulasikan sebagai berikut: MRTSlk1 MRTSlk2 w1 w2 (2.2) MRTS adalah slope dari isoquant. Rumusan di atas adalah formula keseimbangan umum di sektor produksi yang tercapai pada saat MRTS untuk semua jenis output adalah sama. Jika harga faktor diketahui, maka jumlah output x1 dan x2 yang harus diproduksi agar tercapai keuntungan maksimum, dapat ditentukan. Tingkat output x1 dan x2 yang diproduksi perusahaan harus sesuai dengan permintaan konsumen terhadap barang x1 dan x2. Permintaan konsumen ditentukan oleh harga relatif p1 dan p2. Untuk menyesuaikan sektor penawaran dengan permintaan, dibutuhkan konsep production posibility curve (PPC) (Gambar 3). X1 P1 P2 X14 P3 X13 P4 X12 P5 X11 X21 0 X22 X23 X24 X2 Sumber: Nicholson, 2005. Gambar 3 Production possibility curve. PPC diderivasi dari CC yang terbentuk dalam Edgeworth Box. PPC adalah kumpulan titik-titik yang menggambarkan berbagai tingkat produksi x1 dan x2 yang efisien. PPC disebut juga kurva transformasi produk karena menggambarkan transfomasi dari satu produk menjadi produk lain melalui alokasi faktor produksi (marginal rate of production transformation = MRPT). Berdasarkan definisi: MRPT12 dx1 dx , dimana 1 0 dx2 dx2 (2.3) 33 Pembuktian secara matematis bahwa MRPT12 p1 , adalah sebagai berikut: p2 Berdasarkan definisi, MC (Marginal Cost) : MC1 dC1 dC MC1 dC1 dx2 dan MC2 2 , sehingga dx1 dx2 MC2 dC2 dx1 (2.4) Dengan menggunakan diferensiasi total maka diperoleh: C1 w1 (L1 ) w2 (K1 ) dan C2 w1 (L2 ) w2 (K 2 ) (2.5) dimana: L1 L2 dan K1 K 2 MC1 dx dC1 1 MRPT12 , jadi MC2 dx2 dC2 (2.6) Pada pasar persaingan sempurna: MC1 = p1 dan MC2 = p2, sehingga MRPT12 b. p1 p2 (2.7) Keseimbangan Konsumsi Kondisi pareto optimum pada konsumen diketahui berdasarkan konsep tingkat pertukaran marginal atau marginal rate of substitution (MRS), dimana MRS menunjukkan kesediaan konsumen untuk menukarkan satu unit terakhir dari suatu barang untuk mendapatkan beberapa unit barang lainnya. Setiap konsumen akan selalu menyamakan MRS dengan harga relatif kedua barang yang akan dikonsumsinya, yang secara matematis dapat ditentukan sebagai berikut: Fungsi utilitas U = f(X) dengan pendapatan (I), sehingga diperoleh: Max U = f(x1, x2) t.p.k p1x1 + p2x2 = I L = f(x1, x2) + λ(I - p1x1 - p2x2) MU1 dL MU1 p1 0 atau dx1 p1 MU 2 dL MU 2 p2 0 atau dx2 p2 dL I p1 x1 p2 x2 0 d MU1 p1 MU 2 p2 (2.8) 34 U = f(x1, x2) dU dU dU dx1 dx2 0 dx1 dx2 MU1 dx1 + MU2 dx2 = 0 MU1 dx 2 MRS12 MU 2 dx1 (2.9) p1 p2 Dari persamaan (2.8) dan (2.9) terbukti bahwa MRS12 c. (2.10) Keseimbangan Simultan Produksi dan Konsumsi Keseimbangan simultan di sektor produksi dan konsumsi tercapai pada saat MRPT12 = MRS12 = p1/p2. MRPT menunjukkan bagaimana suatu produk ditransformasikan menjadi produk lain, sedangkan MRS menunjukkan sejauh mana konsumen bersedia mempertukarkan suatu komoditas dengan komoditas lainnya. Keseimbangan terjadi apabila rencana produksi sesuai dengan rencana konsumsi atau MRPT = MRS. Pengertian ekonomi dari keseimbangan simultan ini adalah bahwa kombinasi output x1 dan x2 harus optimal baik dari sisi produsen maupun konsumen. Secara grafis keseimbangan simultan di sektor produksi dan konsumsi dapat dilihat pada Gambar 4. X2 P C P* * x X 2 SlopeC 1 * P* X1 x2 C* * X21 X2* U3 P* X22 U2 U1 C* X11 0 X1* X12 X1 Sumber: Nicholson, 2005. Gambar 4 Keseimbangan simultan sektor produksi dan konsumsi. Keseimbangan secara keseluruhan harus terpenuhi dengan adanya keseimbangan alokasi pada sektor produksi dan konsumsi. Keseimbangan ini 35 dilakukan melalui mekanisme harga sehingga akan tercapai efisiensi dalam perekonomian. 2.2.3.2 Struktur Model Keseimbangan Umum (CGE) Struktur pada model CGE meliputi beberapa sistem persamaan yang menggambarkan adanya hubungan antara ekonomi sektoral dengan ekonomi makro. Dimana hubungan antar peubah makroekonomi dapat diubah-ubah sesuai dengan tujuan penelitian. Penentuan peubah yang mempengaruhi maupun yang dipengaruhi disesuaikan dengan kebijakan makroekonomi yang akan diteliti. Penentuan peubah eksogenous (yang memengaruhi) maupun endogenous (yang dipengaruhi) dalam penelitian ini diilustrasikan dalam Gambar 5. Tingkat Pengembalian Modal Upah Riil odal Tenaga Kerja PDB Perubahan Teknis Penggunaan Faktor Produksi = Konsumsi Rumah Tangga + Investasi + Stok Kapital Konsmsi Pemerintah + Neraca Perdaganga n = Peubah Eksogenous = Peubah Endogenous Sumber: Horridge et al., 2001; Oktaviani, 2008. Gambar 5 2.2.3.3 Hubungan peubah makroekonomi dalam model CGE yang digunakan dalam penelitian. Keunggulan dan Keterbatasan Model CGE Oktaviani (2008) menyebutkan bahwa model CGE mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya: 1. Dibandingkan dengan model keseimbangan parsial, model CGE sudah memasukkan semua transaksi antara pelaku-pelaku ekonomi secara keseluruhan, baik dari pasar faktor produksi maupun pasar komoditas. 36 Dengan demikian, dampak dari suatu kebijakan akan dapat dianalisis pengaruhnya secara kuantitatif terhadap kinerja ekonomi baik secara makro maupun secara sektoral. 2. Model CGE sudah memasukkan kemungkinan substitusi antar faktor produksi, sehingga jika terjadi perubahan harga relatif suatu faktor produksi, maka produsen akan merubah komposisi penggunaan faktor produksi ke arah faktor produksi yang harganya relatif lebih murah. Dampak kebijakan pada model CGE dapat dianalisis pada tingkat institusi, distribusi pendapatan diantara golongan rumah tangga, distribusi pendapatan diantara faktor produksi primer, neraca perdagangan dan sebagainya. Sementara Wobst (2001) menyatakan bahwa harga pada model CGE sudah dimasukkan sebagai peubah endogen. 3. Dibandingkan dengan model SAM (Social Accounting Matrix), model CGE sudah memasukkan persamaan non linier. 4. Dibandingkan dengan model makro ekonometrika, model CGE dapat mengacu pada tahun tertentu (particular benchmark years), sedangkan data yang digunakan pada model makro ekonometrika merupakan data deret waktu sehingga tidak dapat diaplikasikan pada tahun tertentu. Disamping itu, dengan menggunakan model CGE, hubungan antara makroekonomi dengan mikroekonomi dapat diketahui. Sementara pada model makro ekonometrika, analisis dampak hanya dapat dilakukan di tingkat makroekonomi. 5. Model CGE dapat mengatasi permasalahan ketersediaan data deret waktu yang terbatas dan inkonsistensi data yang diperlukan pada model makro ekonometrika maupun pada model simultan. Pencatatan dan keakuratan data dari waktu ke waktu, terutama di negara berkembang, masih menjadi kendala. Model Computable General Equilibrium juga mempunyai beberapa keterbatasan, diantaranya adalah: 1. Asumsi utama dalam model CGE adalah mengenai struktur pasar yaitu pasar persaingan sempurna (PPS) dengan kondisi constant return to scale, sehingga untuk komoditas pada pasar non-PPS menjadi keterbatasan model. Namun demikian, berdasarkan hasil penelitian Silva dan Horridge (1996) bahwa 37 model CGE dapat juga diterapkan pada struktur pasar monopoli dengan kondisi increasing return to scale. Hasil simulasi yang diperoleh dengan menggunakan asumsi PPS atau monopoli adalah relatif sama. 2. Adanya ketergantungan model keseimbangan pada parameter-parameter bencmark yang dikalibrasi karena model CGE tidak mengestimasi parameterparameter tersebut, tetapi diperoleh dari hasil estimasi di luar model. Seringkali data-data tersebut belum tersedia terutama di negara-negara berkembang. 3. Model CGE terlalu kompleks dan terlalu banyak asumsi yang digunakan, sehingga akan muncul permasalahan black box yang sulit untuk menginterpretasikan hasil jika angka hasil estimasi yang diperoleh tidak sesuai dengan teori ekonomi atau prediksi yang diharapkan. 4. Pada model CGE tidak ada validitas terhadap hasil pengolahan seperti pada model ekonometrika sehingga pengguna model akan merasa riskan. Validitas model dan database ditunjukkan dengan pemenuhan asumsi keseimbangan umum dan signifikansi dari parameter-parameter yang digunakan. 5. Model CGE tidak dapat menangkap perubahan perekonomian yang sangat besar (lebih dari 100 persen). Semakin kecil perubahan kebijakan yang akan dianalisis maka semakin tepat model dalam mengestimasi perubahan non linear. 2.3 Kerangka Pemikiran Globalisasi merupakan kondisi dimana garis-garis batas budaya nasional, ekonomi nasional dan wilayah nasional semakin kabur. Dinamika dasar ekonomi dunia telah mencakup seluruh negara, ekonomi dunia dikuasai oleh kekuatan pasar bebas dengan perusahaan-perusahaan transnasional sebagai pelaku utama dalam membawa perubahan. Kondisi tersebut akan berpengaruh pada tatanan ekonomi, kebudayaan dan politik. Pengaruh pada kegiatan ekonomi telah mencakup berbagai bidang, diantaranya adalah perdagangan internasional yang dampaknya dapat dilihat melalui kinerja ekonomi makro dan indikator kesejahteraan masyarakat. Diharapkan, penelitian ini dapat melahirkan kebijakankebijakan yang bisa diterapkan oleh pemerintah untuk mengurangi efek samping 38 dari liberalisasi dan mendukung dampak positif dari liberalisasi. Gambar 6 mengilustrasikan kerangka pemikiran konseptual dari penelitian ini. Globalisasi Free Trade Area Pariwisata Indonesia CGE Peningkatan Persaingan Sektor Lain Ekspor dan Impor Pendapatan Nasional/GDP Pendapatan Masyarakat Distribusi Pendapatan Lapangan Pekerjaan Solusi/Kebijakan Gambar 6 2.4 Kerangka pemikiran penelitian. Hipotesis Penelitian Liberalisasi perdagangan yang berdampak pada semakin hilangnya berbagai hambatan baik tarif maupun non-tarif terhadap perdagangan, diharapkan dapat membuka akses pasar yang lebih luas sehingga dapat meningkatkan volume produk yang diperdagangkan di pasar internasional dan dapat menjamin terwujudnya sistem perdagangan yang adil (fair trade). Adapun hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah : 1. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan mempunyai dampak negatif terhadap negara-negara berkembang, tetapi dalam jangka panjang dampak positifnya jauh lebih besar. Hal ini sesuai dengan teori endogen dan pengalaman negara-negera yang telah melakukan liberalisasi perdagangan tersebut, seperti Taiwan, Korea Selatan dan Singapura. 2. Pertumbuhan permintaan aktivitas pariwisata mampu berkontribusi positif terhadap perekonomian Indonesia setelah terjadinya globalisasi dan liberalisasi perdagangan.