METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pendekatan Masalah Situasi masalah yang pertama adalah terjadinya keragaman yang tinggi dalam praktek pengelolaan agroforestri akibat beragamnya kondisi alami tempat tumbuh dan cara-cara pengelolaan agroforestri itu sendiri sehingga menyebabkan beragamnya kemampuan agroforestri untuk menyediakan atau menyerap karbon. Dari sisi mekanisme penyelenggaraan proyek karbon, beragamnya kondisi tersebut akan menjadi masalah dalam mengembangkan metode pengukuran dan monitoring manfaat karbon. Identifikasi untuk mengetahui terjadinya keragaman persediaan karbon tersebut dilakukan dengan mengenali tipologi berbagai bentuk praktek agroforestri yang telah ada atau berlangsung di masyarakat. Tipologi agroforestri diperkirakan terjadi sebagai akibat dari kondisi lingkungan dan tempat tumbuh, orientasi ekologi, sosial dan ekonomi masyarakat yang akan mempengaruhi praktek pengelolaan agroforestri. Perbedaan tipologi agroforestri akan menyebabkan terjadinya perbedaan yang besar pula dalam hal kemampuan agroforestri untuk menghasilkan persediaan karbon. Potensi persediaan karbon bagian atas tegakan untuk setiap unit tegakan agroforestri diturunkan dari jumlah seluruh biomassa yang terkandung dalam pohon, tanaman pertanian semusim, tumbuhan bawah dan nekromassa (tunggak kayu, pohon mati, serasah) yang menyusun tegakan agroforestri. Biomassa pohon yang merupakan biomassa terbesar penyusun tegakan diduga melalui persamaan alometrik biomassa pohon yang sesuai dengan jenisnya. Situasi masalah yang kedua adalah mengidentifikasi sumber persediaan karbon yang terdapat dalam agroforestri dan mengembangkan model pendugaannya. Besarnya potensi persediaan karbon dan variasi persediaannya didekati melalui trend perkembangan persediaan dan perubahan karbon menurut sumber biomassanya yang terjadi sepanjang waktu pengelolaan agroforestri. Pendekatan struktur tegakan (melalui distribusi jenis dan ukuran pohon) sepanjang waktu pengelolaan juga digunakan untuk menjelaskan terjadinya variasi tersebut. Sejumlah variabel yang mencirikan dimensi tegakan dan kondisi 35 tempat tumbuh akan dilihat peranannya dalam menjelaskan keragaman persediaan karbon tegakan dan menetapkan peubah-peubah yang penting untuk keperluan pendugaan potensi persediaan karbon tegakan. Analisis terhadap karakteristik persediaan karbon pada berbagai tipologi agroforestri yang dikombinasikan dengan karakteristik pengelolaan yang spesifik oleh petani, memungkinkan dirumuskannya model pendugaan persediaan karbon serta proses pengumpulan data dan monitoring yang relevan dengan pengetahuan dan pengalaman petani. Situasi masalah yang ketiga adalah sejauhmana potensi persediaan karbon yang diperoleh melalui pengelolaan agroforestri juga akan menarik minat petani untuk ikut dalam skema perdagangan karbon. Secara rasional proyek sekuestrasi karbon akan diminati petani apabila akan memberikan manfaat yang lebih baik (ekonomi atau non-ekonomi) dibandingkan praktek pengelolaan yang sudah berjalan selama ini. Hal yang perlu diketahui adalah proses yang bagaimana yang harus dilakukan agar persediaan karbon yang dihasilkan dapat diserahkan dan dibeli secara memadai dengan prosedur yang dapat diterima. Secara skematis, alur kerangka pendekatan masalah untuk menjawab berbagai masalah penelitian yang diajukan diringkas dalam Gambar 3. 36 Mulai Identifikasi karakteristik agroforestri Karakteristik struktur, komposisi dan dimensi tegakan Pengembangan model penaksiran biomassa pohon jenis utama agroforestri Persamaan Alometrik Biomassa Pohon & komponen biomassa lain Tipologi agroforestri Analisis sumber biomassa karbon & variasi persediaan karbon agroforestri Pengembangan metode pengukuran & monitoring perubahan karbon agroforestri Model-model pendugaan persediaan karbon agroforestri & perubahannya Analisis neraca karbon & potensi pengelolaan sekuestrasi karbon dlm agroforestri Sistem budidaya & pemanfaatan hasil tegakan agroforestri Analisis situasi skema perdagangan karbon Model pengelolaan agroforestri untuk proyek karbon Selesai Gambar 3. Diagram alir kerangka pemecahan masalah 37 Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan yang menjadi obyek penelitian adalah lokasi tegakan agroforestri yang berada di lahan milik dan terutama dikelola untuk tujuan menghasilkan kayu, atau dikenal luas sebagai hutan rakyat. Dua lokasi tegakan hutan rakyat agroforestri yang terpisah dijadikan sebagai contoh kasus, masing-masing berada di Desa Pacekelan, Kecamatan Sapuran, Kabupaten Wonosobo, Propinsi Jawa Tengah (7o05’ Lintang Selatan dan 111o07’ Bujur Timur) dan di Desa Kertayasa, Kecamatan Panawangan, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat (6o30’ Lintang Selatan dan 107o0’ Bujur Timur) (Gambar 4). Skala 1:4.500.000 Gambar 4. Peta situasi lokasi penelitian Kedua wilayah ini dipilih sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa sebaran tegakan agroforestrinya relatif luas dan praktek agroforestri telah berlangsung relatif lama, terdapat keragaman jenis pohon berkayu yang diusahakan dan variasi kondisi tempat tumbuh. Lokasi agroforestri di Desa Pecekelan dipilih untuk mewakili kondisi pengelolaan agroforestri yang menggunakan jenis sengon yang hampir homogen sebagai penaung untuk tanaman kopi. Sedangkan agroforestri di Desa Kertayasa dipilih untuk mewakili 38 kondisi pengelolaan agroforestri dengan pola kebun-campuran, yang mengkombinasikan jenis daur pendek dan sedang serta pohon buah-buahan. Penelitian lapangan untuk kedua lokasi penelitian tersebut di atas dilakukan selama dua bulan, yaitu bulan Agustus-September 2004. Praktek agroforestri di kedua lokasi penelitian berada di lahan kering (tegalan) dengan ketinggian tempat tumbuh antara 600-800 m dpl. Bentuk lapangannya mulai dari landai (lereng 8%) hingga curam (lereng >40%), bahkan di Desa Kertayasa agroforestri berada pada lapangan yang berbukit hingga sangat curam (lereng >100%). Terdapat perbedaan dalam jenis tanah di kedua lokasi penelitian. Agroforestri di Pecekelan dominan dengan jenis tanah regosol, sedangkan di Kertayasa dengan didominasi tanah latosol dan podsolik. Lokasi penelitian termasuk tipe iklim B (menurut klasifikasi Schmidt & Ferguson), dengan curah hujan yang cukup tinggi hingga lebih dari 3.000 mm/tahun. Metode Penelitian Pengumpulan dan Pengolahan Data Secara garis besar pengumpulan data mencakup dua kegiatan utama, yaitu pengumpulan data tegakan agroforestri dan data pengelolaan (teknis, sosial dan ekonomi) pada tingkat petani (rumahtangga). Data tegakan agroforestri diperoleh dengan melakukan pengambilan contoh (sampling) sesuai dengan keterwakilan tipologi agroforestri dan melakukan pengukuran terhadap agroforestri. dimensi pohon, vegetasi lain, dan dimensi tegakan Melalui pengukuran biometrik terhadap pohon dan tegakan dapat disusun persamaan penaksiran biomassa pohon, penaksiran biomassa tegakan, dan berbagai analisis hubungan untuk menjelaskan terjadinya keragaman potensi persediaan biomassa karbon. Data pengelolaan hutan pada tingkat petani (rumahtangga) diperoleh melalui metode wawancara atau diskusi dengan mempersiapkan daftar pertanyaan terstruktur. Melalui data ini dapat dikenali riwayat pengelolaan agroforestri, teknologi budidaya dan pemanenan, pengaturan pemanfaatan lahan, pengaturan panen, biaya-biaya pengelolaan yang dikeluarkan, curahan tenaga kerja, pendapatan dan manfaat, aspek pemasaran dan aspek sosial-ekonomi lainnya. 39 Pengukuran Karbon Biomassa Pohon dan Komponen Karbon dari Biomassa Lainnya. Komponen karbon terbesar dalam vegetasi berasal dari biomassa pohon, sehingga penetapan besarnya biomassa pohon yang menempati suatu hamparan tegakan adalah bagian paling penting dalam penghitungan potensi karbon hutan. Biomassa dinyatakan dalam satuan bobot kering. Biomassa pohon umumnya ditaksir secara tidak langsung dengan menggunakan persamaan alometrik biomassa pohon, yang menyatakan hubungan antara dimensi tertentu dari pohon (misalnya diameter atau tinggi pohon) dengan nilai biomassa total pohonnya. Metode penyusunan persamaan alometrik biomassa dijelaskan oleh banyak penulis, diantaranya dalam MacDicken (1997); Hairiah et al. (2001), JIFPRO (2001), Snowdon et al. (2002). Beberapa penulis (Brown et al. 1989; Brown 1997; Hairiah et al. 1999) menganjurkan digunakannya beberapa persamaan alometrik biomassa pohon yang lebih umum dan dipakai untuk zone iklim yang lebih luas, apabila belum tersedia persamaan alometrik yang lebih spesifik. Dalam penelitian ini secara khusus akan disusun persamaan alometrik biomassa untuk jenis pohon yang dominan dalam agroforestri yang belum tersedia persamaan alometriknya dan penaksiran kadar karbon pohonnya. Penyusunan alometrik penaksir biomassa pohon, dilakukan dengan metode destruktif, yaitu pohon yang dipakai untuk bahan diperoleh dengan cara menebang. Sebanyak 30 pohon contoh dipilih dan seluruh pohon tersebut ditebang untuk dilakukan pengukuran secara lebih teliti. Tahapan kerja yang dilakukan untuk menyusun persamaan alometrik biomassa pohon sengon adalah sebagai berikut: 1. Memilih pohon contoh. Pohon yang mewakili harus tumbuh sehat, mencakup berbagai ukuran pohon, dan keterwakilan tapak tumbuhnya. Kisaran diameter pohon contoh antara 7 – 40 cm, dengan jumlah terbanyak yang berdiameter 20-25 cm. 2. Mengukur dimensi pohon, mencakup diameter batang, tinggi total, tinggi bebas percabangan, dan rata-rata diameter tajuk. 3. Menebang pohon dan memisahkan ke dalam bagian-bagian pohon. Sebelum pohon ditebang, seluruh cabang dipangkas agar tidak ada bagian yang rusak. 40 Pohon ditebang sedekat mungkin dengan permukaan tanah. Pohon dipisahkan kedalam kelompok batang (termasuk tunggak), cabang, ranting dan daun. 4. Mengukur dan menimbang bagian-bagian pohon. Batang dibagi kedalam sortimen pendek 2 m dan diukur diameter ujungnya. Seluruh batang, cabang, ranting dan daun ditimbang untuk memperoleh bobot basah. 5. Pengambilan contoh uji seluruh pohon contoh. Contoh uji terdiri atas contoh uji bagian batang (pangkal, tengah dan ujung batang), cabang, ranting dan daun. Contoh uji dikemas dalam plastik rapat untuk mencegah berkurangnya kandungan air pada contoh uji tersebut. 6. Pengeringan seluruh contoh uji dengan tanur pengering untuk memperoleh nilai kerapatan kayu (wood density) dan kadar air seluruh contoh uji. Pengeringan contoh uji dengan tanur pengering (oven) hingga suhu 100-105oC dilakukan di laboratorium. Contoh uji yang telah kering ditimbang untuk mengetahui bobot keringnya. Dari contoh uji tersebut selanjutnya dapat ditentukan nilai kerapatan kayu dan atau kadar airnya. 7. Menentukan nilai bobot kering (biomassa) untuk seluruh pohon contoh dan bagian-bagian pohonnya. Nilai bobot kering ditentukan dengan mengkonversi bobot basah pohon contoh dan nilai kadar air dari contoh uji setiap pohon contoh. 8. Analisis hubungan antara bobot kering (biomassa) seluruh pohon contoh dengan dimensi pohon contoh. Analisis hubungan dilakukan dengan pendekatan analisis regresi. 9. Penggunaan model alometrik terbaik untuk penaksiran biomassa pohon sengon. Model persamaan alometrik untuk penaksiran biomassa pohon dan bagianbagian pohon menggunakan beberapa model hipotetis, dengan menggunakan satu atau lebih peubah dimensi pohon berikut (Brown et al. 1989; Brown 1997) : Yˆ = β0 + β1D + β2 D2 Yˆ = β D β1 0 Yˆ = β0 + β1D2 H Yˆ = β D β1 H β2 0 Yˆ = β0 + ( D2 H )β1 41 dimana : Yˆ = taksiran nilai biomassa pohon atau bagian pohon (dalam kg/pohon) D = diameter pohon (dbh) (dalam cm), H = tinggi pohon (dalam m) β 0 , β1 , β 2 = konstanta (parameter) regresi Persamaan regresi terbaik akan dipilih dari model-model hipotetik di atas dengan menggunakan berbagai kriteria statistika (Draper & Smith 1981), khususnya goodness of fit, koefisien determinasi R2, PRESS, analisis sisaan serta pertimbangan kepraktisan untuk pemakaian. Untuk penentuan biomassa pohon dari jenis pohon lainnya yang tumbuh di dalam lokasi penelitian, digunakan beberapa persamaan alometrik spesifik yang telah tersedia (Hairiah et al. 2001), atau menggunakan persamaan yang menyertakan peubah diameter dan nilai kerapatan kayu sebagaimana disarankan Ketterings et al. (2001). Tabel 6 menyatakan beberapa persamaan yang dipakai untuk penaksiran biomassa pohon tersebut. Tabel 6 Persamaan allometrik penduga biomassa pohon di lokasi penelitian Jenis pohon Mahoni Kopi Persamaan Y = 0,048 D2,68 Y = 0,0281 D 2,06 2,13 Sumber Adinugroho (2001) Hairiah et al. (1999) Pisang Y = 0,03 D Hairiah et al. (1999) Palem Y = 4,5 + 7,7H Frangi & Lugo (1985) dalam Brown (1997) Pohon lain (yang belum tersedia persamaannya) Y = 0,011 ρ D2+c Ketterings et al. (2001) Nekromassa Y = πD2hρ Hairiah (2001) Y = biomassa pohon (kg/pohon), D = diameter pohon (cm), H = tinggi total (m), h = panjang batang, ρ = berat jenis kayu (gr/cm3), dan c = 0,62. Data kerapatan kayu tersedia di: website www.icraf.cgiar/sea. Komponen biomassa lain yang penting sebagai bagian komponen karbon pada agroforestri adalah tanaman pertanian semusim, tumbuhan bawah, serasah dan nekromassa. Nekromassa adalah bagian pohon yang telah mati atau dalam proses melapuk, bisa dalam bentuk pohon yang berdiri, tunggak sisa penebangan atau sisa bagian pohon. Penentuan komponen karbon dari karbon yang berasal 42 dari nekromassa, tumbuhan bawah dan serasah akan merujuk pada metode yang disarankan dalam Hairiah et al. (1999); Hairiah et al. (2001). Penentuan potensi karbon biomassa pohon atau karbon dari biomassa lain dilakukan hanya dengan menggunakan faktor konversi nilai biomassa menjadi nilai karbon sebagaimana disarankan (IPCC 2000; Brown 1999a), dengan faktor konversi sebesar 0.5. Sedangkan untuk penentuan potensi karbon untuk biomassa selain pohon (tumbuhan bawah, serasah, nekromassa) menggunakan faktor konversi 0.4 sebagaimana disarankan Hairiah et al. (1999). Pengukuran Persediaan Karbon Tegakan dan Karbon Total Bagian Atas. Potensi persediaan karbon untuk tegakan agroforestri berasal dari karbon bagian atas permukaan tanah dan di bawah permukaan tanah. Karbon bagian atas mencakup karbon biomassa pohon (vegetasi berkayu), serasah, tumbuhan bawah dan nekromassa; sedangkan karbon bagian bawah terutama dari karbon biomassa akar dan karbon tanah. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan karbon total tegakan dibatasi hanya untuk karbon bagian atas permukaan tanah. Taksiran potensi persediaan karbon tegakan ditentukan atas dasar data sampling yang dilakukan untuk setiap bentuk tipologi agroforestri yang tersedia. Untuk dapat menjelaskan sampai sejauhmana potensi karbon dan adanya keragaman dalam tegakan agroforestri, dilakukan pengukuran tegakan dengan kombinasi secara sensus dan sampling pada berbagai variasi perkembangan tegakan agroforestri. Dari kedua lokasi penelitian di Desa Pacekelan dan Kertayasa, sebanyak 41 unit pemilikan lahan petani telah dipilih sebagai contoh dengan luas keseluruhan lahan 40,2 ha. Rincian seluruh contoh sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 7. Tahapan kerja yang dilakukan untuk pengukuran persediaan karbon tegakan agroforestri adalah sebagai berikut: 1. Penentuan lokasi pengambilan contoh. Pemilihan contoh memperhatikan keterwakilan umur tegakan dan kondisi rata-rata tegakan. Sebelum contoh ditetapkan dilakukan orientasi lapang secara lengkap dan pengumpulan data pemilikan dan pemilik/pengelola. riwayat pengelolaan hutan rakyat kepada petani 43 Tabel 7 Distribusi pengambilan contoh tegakan agroforestri di lokasi penelitian Lokasi Pacekelan Jumlah Jumlah Luas plot No. Jalur Plot (m2) No. 1 5 33 3.300 1 2 5 9 900 2 3 3 4 400 3 4 5 18 1.800 4 5 4 11 1.100 5 6 4 14 1.400 6 7 3 8 800 7 8 4 14 1.400 8 9 4 17 1.700 9 10 5 20 2.000 10 11 3 14 1.400 11 12 4 13 1.300 12 13 4 15 1.500 13 14 3 11 1.100 14 15 3 9 900 15 16 2 6 600 16 17 3 11 1.100 17 18 4 8 800 18 19 5 17 1.700 19 20 3 9 900 20 21 2 5 500 Jumlah 78 266 26.600 Jumlah Lokasi Kertayasa Jumlah Jumlah Luas plot Jalur Plot (m2) 2 6 600 2 6 600 2 6 600 2 9 900 2 8 800 2 6 600 2 6 600 3 8 800 3 14 1.400 3 7 700 3 12 1.200 2 7 700 2 4 400 2 3 300 2 5 500 2 7 700 3 5 500 2 5 500 3 6 600 2 6 600 46 136 13.600 2. Persiapan pengukuran. Untuk setiap unit pemilikan lahan yang dipilih sebagai contoh, dibuat petak pengukuran dengan membentang tali plastik. Petak ukur untuk pengukuran pohon berbentuk jalur memanjang dengan lebar 10 m dan panjang untuk setiap kelipatan jarak 10 m. Plot bujur sangkar 10 m x 10 m (0,01 ha) dianggap sebagai unit terkecil pencatatan. Petak ukur untuk tumbuhan bawah berukuran 1 m x 1m dan untuk serasah berukuran 0.5 m x 0.5 m yang dibuat di dalam plot ukur untuk pohon (10 m x 10 m). Arah jalur ukur ditetapkan dengan kompas pada arah Utara-Selatan atau Timur-Barat (Gambar 5 dan Gambar 6). 3. Pengukuran pohon dan vegetasi lain. Seluruh vegetasi pohon yang berada dalam petak ukur yang telah mencapai ukuran diameter batang 5 cm ke atas, dilakukan pengukuran yang mencakup jenis/spesies, diameter dan tinggi pohonnya. Khusus untuk pohon kopi, pengukuran dilakukan juga untuk yang berdiameter < 5 cm. Pengukuran juga dilakukan untuk pohon yang telah mati, 44 tunggak sisa penebangan dan bagian pohon yang mati yang tertinggal di hutan. Selain pohon juga diperlukan pengukuran potensi tumbuhan bawah dan serasah. 4. Pengukuran tumbuhan bawah dan serasah. Dilakukan pada petak ukur tumbuhan bawah/serasah. Seluruh tumbuhan bawah dan serasah kasar yang terdapat dalam petak ukur dipanen atau dikumpulkan dan selanjutnya ditimbang bobot basahnya. Contoh uji tumbuhan bawah dan serasah diambil dan dibawa ke laboratorium untuk ditentukan kandungan airnya, dan selanjutnya digunakan untuk menduga bobot kering tumbuhan bawah/serasah yang ada dalam petak ukur. 5. Penentuan nilai biomassa dan karbon biomassa tegakan. Biomassa pohon dalam petak ukur ditentukan menggunakan persamaan alometrik biomassa pohon. Jumlah seluruh biomassa pohon dalam petak ukur menyatakan jumlah biomassa per satuan luas petak ukur. Potensi karbon total di atas permukaan tanah terdiri atas karbon biomassa pohon, karbon yang berasal dari nekromassa dan serasah, dan karbon tumbuhan bawah atau dinyatakan dalam hubungan berikut : Ctot = Cbiost + Cnecr + Cherb + Clitt dimana: Ctot = karbon total bagian atas, Cbiost = karbon biomassa pohon/tegakan, Cnecr= karbon dari nekromassa, dan Cherb = karbon yang berasal dari tumbuhan bawah dan Clitt = karbon yang berasal dari serasah. 6. Pengukuran profil tegakan. Bentuk struktur tegakan dan komposisi jenis penyusun tegakan agroforestri diketahui dengan mengukur dan memetakan profil tegakan secara vertikal dan horisontal pada jalur ukur sepanjang 30-40 m untuk pengukuran pohon. Dalam jalur tersebut dilakukan pencatatan jenis, pengukuran dimensi pohon (diameter, tinggi total dan bebas percabangan, lebar tajuk) dan posisi pohon satu dengan yang lain. 45 10 m 10 m Jalur 1 2 U 3 4 Gambar 5. Bagan pembuatan jalur dan petak ukur dalam satu unit pemilikan lahan 10 m 1m 0,5 m 0.5 m 1m = serasah = tumbuhan bawah Gambar 6. Bagan pembuatan petak ukur untuk pengukuran serasah dan tumbuhan bawah 46 Pengukuran Ciri Tempat Tumbuh. Dilakukan pada sebagian unit pemilikan lahan petani yang dilakukan pengukuran tegakannya. Ciri-ciri tapak (tempat tumbuh) yang menjadi perhatian adalah: ketinggian tempat dari permukaan laut, kemiringan lapangan, posisi dalam bentang lahan, arah menghadap lereng (aspek) dan sifat-sifat tanah. Sifat tanah mencakup sifat-sifat fisik dan sifat-sifat kimia yang dipandang penting untuk mendukung pertumbuhan meliputi: kadar air tanah, kerapatan tanah, tekstur, keasaman tanah, kandungan Corganik, Kandungan N-total, kadar P, kadar K, dan Kapasitas Tukar Kation (KTK). Tahapan yang dilakukan untuk pengukuran ciri tempat tumbuh dan sifatsifat tanah adalah sebagai berikut: 1. Pemilihan lokasi contoh. Contoh diambil mewakili setiap umur tegakan dan keragaman kondisi lapangan. 2. Pengukuran ciri-ciri lingkungan makro dengan alat yang sesuai, mencakup ketinggian tempat dari permukaan laut, kemiringan lapangan, posisi dalam bentang lahan, dan arah menghadap lereng (aspek). 3. Pengambilan contoh tanah untuk analisis sifat fisik dan sifat kimia tanah. Contoh tanah diambil dari empat titik yang berbeda dari bentuk bujur sangkar dengan jarak 10 m x 10 m, yang posisinya berada di bagian tengah petak tanaman agroforestri. Contoh tanah utuh (tidak terganggu) untuk keperluan analisis sifat fisik diperoleh dengan bantuan ring tanah, sedangkan contoh tanah komposit diambil dengan menggunakan bor tanah. Contoh tanah diambil untuk setiap kedalaman tanah 0-10 cm dan 10-20 cm. Seluruh contoh tanah dikemas dalam plastik kedap dan selanjutnya dibawa ke laboratorium. 4. Analisis laboratorium contoh tanah. Seluruh contoh tanah dianalisis sifat fisik dan kimia tanah di Laboratorium Kimia Tanah, Departemen Tanah IPB. Aspek Pengelolaan Agroforestri. Bagaimana bentuk dan cara praktek pengelolaan agroforestri yang dilakukan petani diketahui melalui metode wawancara. Sejumlah 35 responden petani dipilih secara purposif yang mewakili penguasaan lahan yang berbeda dan intensitas pengelolaan tegakan agroforestrinya. Dari wawancara dimungkinkan diperoleh tambahan informasi mengenai praktek agroforestri yang dilakukan petani, berkaitan dengan pemilihan 47 tapak, luas lahan yang dikelola, pengaturan pemanfaatan lahan, teknologi budidaya yang dipakai, dan intensitas pengelolaan yang dilakukan. Dari wawancara juga diperoleh informasi tentang besarnya faktor-faktor produksi yang dikeluarkan petani untuk membangun agroforestri hingga mencapai hasil tegakan yang diinginkan dan pendapatan finansial yang diperoleh karena adanya hasil panen atau dari hasil penebangan pohon. Wawancara dan diskusi juga mengali informasi bagaimana petani mengatur hasil/kelestarian produksi, memonitor perkembangan tegakan dan pertimbangan yang dipakai dalam memutuskan besarnya panen dan waktu penebangan. Analisis Data Keragaman Potensi Persediaan Karbon. Terdapat variasi potensi persediaan karbon untuk setiap unit lahan agroforestri. Variasi dapat terjadi karena perbedaan dalam komposisi jenis tanaman, perlakuan silvikultur, dan cara pemanfaatan hasil. Sejauhmana variasi yang terjadi dalam potensi persediaan karbon (pemusatan dan keragaman potensi karbon), maka akan dievaluasi besarnya nilai rata-rata dan simpangan baku yang diperoleh untuk setiap unit lahan pada berbagai kondisi perkembangan tegakan serta perbandingannya dengan hasil data sensus. Tahapan kerja yang dilakukan mencakup : (1). Menghitung nilai biomassa karbon untuk setiap jenis biomassa dalam petak ukur, (2). Menghitung distribusi tegakan menurut sebaran umur dan atau diameter rata-rata pohonnya. Peubah tegakan yang diperhatikan mencakup kerapatan pohon dan bidang dasar tegakan, (3) Menghitung nilai biomassa karbon untuk setiap petak ukur dan setiap jalur, dan (4) Menghitung nilai rata-rata dan simpangan baku untuk setiap petak ukur dan setiap jalur, dan total. Melalui analisis di atas, akan dapat diketahui struktur tegakan agroforestri, tingkat variasi dalam tegakan, baik pada unit pemilikan yang sama, antar pemilikan lahan dan perkembangan antar waktu pengelolaan tegakan. Model Penaksiran Potensi Persediaan Karbon. Beberapa pendekatan yang akan digunakan untuk memperkirakan potensi persediaan karbon yang dihasilkan dari pengelolaan tegakan agroforestri adalah : (1) Pendekatan 48 distribusi/struktur tegakan, (2) Pendekatan peubah tegakan, dan (3) Pendekatan menggunakan fungsi pertumbuhan. Pendekatan distribusi/struktur tegakan. Pendekatan dengan menggunakan fungsi distribusi atau bentuk struktur tegakan adalah menggunakan penyebaran kerapatan jumlah pohon yang menyusun tegakan agroforestri sebagai indikator besarnya potensi persediaan karbon. Bentuk fungsi distribusi/struktur tegakan agroforestri didekati melalui analisis fungsi sebaran (distribution function) atau menggunakan pendekatan analisis regresi. Secara hipotetik bentuk struktur tegakan agroforestri akan mengikuti bentuk sebaran berbentuk huruf J-terbalik (eksponensial negatif), yang dinyatakan dalam bentuk hubungan matematik (Meyer 1952 dalam Davis et al. 2001): N = k e−aD dimana : N = menyatakan kerapatan/jumlah pohon per hektar, D = diameter pohon rata-rata (titik tengah kelas diameter tertentu), k dan a = masing-masing merupakan parameter yang menyatakan titik potong kurva J-terbalik pada saat D = 0 dan laju pengurangan jumlah pohon dengan meningkatnya diameter rata-rata tegakan. Nilai parameter k dan a tersebut diperoleh dengan menyelesaikan persamaan N = ke− aD melalui tranformasi logaritma menjadi persamaan model regresi linear sederhana : log N = log k – a log e*D dan menentukan nilai koefisien regresinya dengan analisis regresi (Davis et al. 2001). Perkembangan tegakan agroforestri dari waktu ke waktu, akan diperiksa atas dasar perbedaan dalam bentuk struktur tegakan yang dihasilkan (berbagai nilai parameter k dan a dari fungsi : N = k e− aD ), sehingga memungkinkan untuk memeriksa adanya hubungan matematik: $y = β + β k + β a 0 1 2 dimana : y = taksiran potensi persediaan karbon tegakan (dalam tonC/ha) k dan a = parameter tegakan, masing-masing menyatakan titik potong kurva Jterbalik pada saat D = 0 dan laju pengurangan jumlah pohon dengan meningkatnya diameter rata-rata tegakan yang diperoleh dari fungsi : N = k e− aD . 49 atau menggunakan pendekatan model hubungan yang lain yang memungkinkan atas dasar hasil eksplorasi terhadap data. Pendekatan peubah tegakan. Pendekatan dengan peubah tegakan atau dengan dimensi rata-rata tegakan dilakukan apabila umur rata-rata tegakan tidak secara meyakinkan dapat menjelaskan keragaman potensi persediaan karbon tegakan, atau umur tegakan tidak dapat dikenali lagi untuk mencirikan perkembangan tegakan. Peubah dimensi tegakan yang dipandang penting adalah: umur rata-rata tegakan, diameter rata-rata pohon, kerapatan tegakan, dan bidang dasar tegakan. Kemungkinan hubungan akan diperiksa melalui analisis regresi berganda (Draper & Smith 1991): yˆ = β 0 + β1 X 1 + β 2 X 2 + ........... + β p X p dimana : y = taksiran potensi persediaan karbon tegakan (dalam tonC/ha) X1 = umur rata-rata tegakan (dalam tahun) X2 = diameter rata-rata (dalam cm) X3 = kerapatan tegakan diameter tertentu (dalam pohon/ha) X4 = bidang dasar tegakan (dalam m2/ha) X5 = tipe agroforestri (1= naungan, 2= kebun campuran) X6-Xp = ciri-ciri tapak/tempat tumbuh (kedalaman solum, tekstur, kadar air tanah, kerapatan tanah, pH, C, N) βi = parameter regresi (untuk i = 0, 1, …… p). Persamaan regresi yang terbaik yang diperoleh atas dasar kriteria pemilihan persamaan regresi dan efektivitas penggunaan peubah tegakan di atas akan digunakan sebagai alat untuk memprediksi besarnya persediaan karbon tegakan. Pendekatan fungsi pertumbuhan. Pendekatan dengan fungsi pertumbuhan dimungkinkan apabila peran umur rata-rata tegakan masih cukup nyata dalam memperkirakan perkembangan potensi penyimpanan karbon tegakan. Model pertumbuhan pohon/hutan atau yang disebut juga kurva hasil dapat dinyatakan sebagai fungsi dari umur tegakan atau dinyatakan sebagai fungsi dari dimensi pohon atau dimensi tegakan yang lain (Vanclay 1994). 50 Model perkembangan hasil karbon menurut waktu (umur tegakan) akan didekati melalui model proses, yaitu perkembangan pertumbuhan biologi yang secara teoritis akan berbentuk sigmoid. Model matematik yang dapat menjelaskan kurva yang berbentuk sigmoid adalah fungsi persamaan ChapmanRichards yang secara matematik berbentuk persamaan berikut (Clutter 1987; van Laar & Akca 1997; van Laar 1991): b(t ) = θ [1 − exp( −γ .t ) ] 1/(1− β ) dimana : b(t) = taksiran potensi persediaan karbon tegakan (dalam ton C/ha), t = umur rata-rata tegakan (dalam tahun) dan θ, γ, dan β = masing-masing adalah parameter yang nilainya akan menentukan bentuk kurva yang akan dihasilkan. Turunan pertama fungsi hasil karbon tegakan b(t) terhadap waktu t menyatakan laju pertumbuhan persediaa karbon tegakan setiap tahun, yang dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan : db(t ) = b(t ) ' = α .b(t ) β − γ .b(t ) dt Nilai maksimum hasil total karbon tegakan dinyatakan oleh parameter θ, dimana: 1/(1− β ) ⎛α ⎞ θ =⎜ ⎟ ⎝γ ⎠ Pendugaan parameter untuk persamaan Chapman-Richards di atas dilakukan dengan analisis regresi non-linear (Draper & Smith 1981; Seber & Wild 2003). Penilaian Manfaat Proyek Karbon. Penilaian manfaat proyek karbon melalui praktek agroforestri dilakukan melalui pendekatan analisis biaya dan manfaat. Dari sisi petani atau pengelola proyek, proyek karbon akan menarik dan diminati apabila manfaat proyek karbon lebih besar daripada pilihan kegiatan yang sudah ada saat ini atau dinyatakan dalam hubungan : NPVC > NPVNC, dimana NPVC dan NPVNC masing-masing adalah nilai manfaat bersih (net present value) dengan proyek karbon dan tanpa proyek karbon. Kelayakan juga diperiksa melalui hubungan: BCRC > BCRNC, dimana BCRC dan BCRNC masing-masing menyatakan rasio biaya dan manfaat terdiskonto dengan atau tanpa proyek karbon. Nilai-nilai NPV dan BCR dinyatakan dalam rumus (Gittinger 1986): 51 NPV = t=n ∑ t =1 t=n BCR = ∑ t =1 t=n ∑ t =1 Bt − C t (1 + i ) t Bt (1 + i ) t Ct (1 + i ) t dimana : NPV = nilai bersih sekarang (net present value) BCR = rasio pendapatan dan biaya (benefit cost ratio) Bt B = Komponen pendapatan pada tahun ke t Ct = Komponen biaya pada tahun ke t i = suku bunga (interest rate) n = umur proyek sampai tahun ke n Komponen pendapatan dalam proyek karbon berasal dari penerimaan pembayaran jasa penjualan unit karbon (CER) dan pendapatan yang diperoleh dari hasil panen kayu atau hasil-hasil usaha agroforestri lainnya. Sedangkan komponen biaya mencakup biaya yang diperlukan untuk pembangunan dan pengelolaan agroforestri serta biaya-biaya tambahan yang diperlukan untuk terselenggaranya skema perdagangan karbon. Besarnya persediaan karbon yang dapat dihasilkan dan dijual untuk menghasilkan CER ditentukan dengan dua cara, yaitu menggunakan besarnya laju persediaan karbon yang dihasilkan setiap tahun dan dengan pendekatan t-CER yang ditentukan setiap 5 tahun.