Sambutan Pembukaan Dr. Halim Alamsyah

advertisement
Sambutan Pembukaan Dr. Halim Alamsyah, Deputi Gubernur Bank Indonesia
Seminar Nasional Keuangan Inklusif: “Pentingnya Keuangan Inklusif dalam Meningkatkan
Akses Masyarakat dan UMKM terhadap Fasilitas Jasa Keuangan Syariah”
Surabaya, 7 November 2014
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Bismillahhirrohmannirrohim, Alhamdulillahhirobbil aalamin, asholatuwassholaamuala asyrofil
anbiya iwal mursalin wa ala aalihi washohbihi ajmain
Yang saya hormati,
-
Pemimpin Kantor Perwakilan Bank Indonesia Surabaya atau yang mewakili
-
Bapak/ibu Pejabat Otoritas Jasa Keuangan baik dari Kantor Pusat maupun Kantor
Regional Surabaya
-
Bapak/Ibu Pejabat dari Berbagai Kementerian yang hadir dan telah mendukung
pelaksanaan kegiatan ini (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan BNP2TKI,
Kementerian Keuangan, Kementrian Sosial, Kementerian Pertanian, Kementerian
Agama, Kementerian Koordinator Perekonomian dan lain-lain yang tidak bisa
disebutkan satu persatu)
-
Unsur pimpinan daerah provinsi Jawa Timur dan kotamadya Surabaya
-
Bapak/ibu pejabat dari Perbankan nasional dan daerah, Rekan-rekan dari Perguruan
Tinggi, Asosiasi, Lembaga Amil Zakat, BMT, Hadirin yang dirakhmati Allah SWT
Assalammualaikum warohmatullahhi wabarakatuh
Pertama-tama marilah kita panjatkan segala puji dan syukur kepada Allah SWT, atas rakhmat
dan karunia Nya, kita semua dapat menghadiri Acara Seminar Nasional Keuangan Inklusif di
Kota Surabaya ini. Tak lupa shalawat dan salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta
keluarga Beliau, para sahabat dan pengikut sampai akhir zaman.
Hadirin yang berbahagia,
Latar Belakang Kondisi Akses Keuangan Masyarakat di Indonesia
1. Dalam lima tahun terakhir ini pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada kisaran 6%,
sebuah pencapaian yang cukup membanggakan di tengah ketidakpastian kondisi
perekonomian global. Namun sepertinya manfaat pertumbuhan ini belum begitu
berdampak secara merata pada kelompok masyarakat miskin. Meskipun jumlah
penduduk miskin mengalami penurunan (data BPS Maret 2014), yakni dari 32 juta jiwa
(2009) menjadi 28 juta jiwa (2014), namun delta penurunannya semakin kecil. Salah satu
factor yang diidentifikasikan oleh BI adalah masih rendahnya akses masyarakat kepada
layanan keuangan.
2. Berdasarkan Hasil survey neraca rumah tangga BI (2012), hanya 48% dari total rumah
tangga di Indonesia yang memiliki tabungan di bank, lembaga keuangan non bank dan
1
non lembaga keuangan. Dengan kata lain terdapat 52% rumah tangga di Indonesia yang
belum memiliki tabungan sama sekali. Hal ini sejalan dengan Survey World Bank (2010)
yang menyatakan bahwa di Indonesia, akses terhadap jasa keuangan formal hanya
tersedia bagi setengah penduduk Indonesia. 32% dari penduduk Indonesia bahkan tidak
memiliki tabungan (baik di sektor formal maupun informal), dan masuk ke dalam kategori
financially excluded.
3. Banyak faktor yang melatarbelakangi mengapa masih terdapat kelompok masyarakat
yang belum memiliki akses kepada perbankan atau lembaga keuangan, baik dalam
bentuk tabungan maupun perolehan kredit. Beberapa diantaranya adalah jarak yang jauh
dari tempat tinggal ke kantor bank, produk yang ditawarkan tidak sesuai, informasi
produk yang tidak dipahami, pendapatan yang rendah, dokumen identitas yang tidak ada,
dan adanya persepsi bahwa bank/lembaga keuangan bukan untuk masyarakat kecil. Dari
sisi perbankan juga terdapat kendala diantaranya terkait pendirian kantor cabang dengan
segmentasi kepada unbanked people membutuhkan biaya mahal, sehingga bank lebih
memilih nasabah besar yang dapat memenuhi persyaratan.
Peran BI dalam Mendorong Keuangan Inklusif di Indonesia
4. Disisi lain kita menyadari bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, sebagaimana
umumnya bank sentral di negara berkembang, Bank Indonesia sudah sejak lama terlibat
aktif dalam mendorong kegiatan perekonomian termasuk pengembangan UMKM dalam
upaya untuk memberantas kemiskinan, baik dengan cara-cara yang konvensional seperti
bantuan teknis, pemasaran dan permodalan, juga dengan suatu terobosan yang dicakup
dalam Kebijakan Keuangan Inklusif.
5. Keuangan inklusif didefinisikan sebagai upaya yang bertujuan mengurangi segala bentuk
hambatan yang bersifat harga maupun non harga, terhadap akses masyarakat dalam
memanfaatkan layanan jasa keuangan. Kebijakan tersebut perlu dilakukan secara
nasional, melibatkan kementerian, otoritas, dan institusi terkait untuk memperoleh hasil
yang optimal.
6. Terkait dengan hal itu, BI secara aktif bekerjasama dengan Kemenkeu (BKF), OJK, dan Tim
Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), berupaya menyusun strategi
peningkatan akses keuangan yang komprehensif yaitu, Strategi Nasional Keuangan
Inklusif (SNKI) yang merupakan komitmen nasional dan telah di launching Wakil Presiden
RI pada Juni 2012. Dalam implementasinya, SNKI memerlukan dukungan berbagai pihak
yaitu kementerian, otoritas, dan institusi atau lembaga terkait termasuk sektor swasta
untuk menciptakan kolaborasi dan sinergi dalam rangka mendorong pertumbuhan
2
ekonomi melalui pengentasan kemiskinan dan pemerataan pendapatan sambil tetap
menjaga stabilitas sistem keuangan.
7. Dalam kerangka SNKI tersebut, Bank Indonesia berkomitmen penuh dan telah
melaksanakan berbagai program dan terobosan antara lain:
a. Program Edukasi Keuangan yang bersifat nasional, komprehensif dan berkelanjutan
yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai keuangan.
Sasaran dari pelaksanaan edukasi ini adalah pelajar mulai tingkat SD, SMP, SMA
sampai mahasiswa, TKI, dan kelompok masyarakat tertentu, a.l. petani, nelayan,
pedagang, buruh rumah tangga (homeworkers), masyarakat di wilayah perbatasan
dan kepulauan.
b. Meningkatkan pemanfaatan TabunganKu terkait dengan Gerakan Indonesia
Menabung.
Sampai dengan Agustus 2014, tercatat sebanyak 12,34 juta rekening TabunganKU, atau
meningkat 1,72 juta rekening (16,2%) dibandingkan posisi akhir tahun 2013.
c. Mendorong akses masyarakat di remote area terhubung dengan layanan keuangan
melalui implementasi Layanan Keuangan Digital (LKD) untuk agen individu
-
LKD merupakan program terobosan yang bertujuan memperluas akses masyarakat
kepada layanan keuangan dengan memanfaatkan teknologi masa kini a.l telepon
genggam dan melibatkan jasa agen-agen LKD.
-
LKD menggunakan uang elektronik yang terdaftar (registered e-money) dengan
bantuan telepon genggam ataupun kartu (jumlah registered e-money ± 2,7 juta).
-
LKD dapat digunakan untuk melakukan pembayaran tagihan atau penarikan tunai
bahkan dapat digunakan untuk penyaluran bantuan pemerintah kepada
masyarakat (G2P) secara non tunai.
d. Pengembangan program G2P (government to person) melalui ujicoba penyaluran
Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan sosial menggunakan Uang Elektronik
-
Program G2P secara resmi telah dimulai melalui peluncuran Kartu Keluarga
Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) oleh
Presiden RI, Joko Widodo tanggal 3 November 2014 di Jakarta. Hal ini sejalan
dengan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang dicanangkan BI yang diharapkan
dapat mempercepat implementasi LKD di Indonesia untuk mendukung keuangan
inklusif.
-
Sebelumnya BI bersama pemerintah juga telah melakukan uji coba penyaluran
Bantuan Langsung Tunai Bersyarat kepada peserta Program Keluarga Harapan
3
(PKH) menggunakan Uang Elektronik melalui Agen LKD di DKI Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur pada Oktober 2014 lalu.
e. Mengembangkan proyek Financial Identity Number (FIN) bertujuan untuk
menyediakan database unbanked people yang dapat diakses lembaga keuangan
dalam rangka mengurangi assymetric information.
Sejak tahun 2012, BI secara bertahap melakukan pengembangan FIN. Pada tahap awal,
telah melakukan pengumpulan data baseline survey dan comprehensive survey, dan
hingga saat ini masih terus melakukan upaya penyempurnaan infrastruktur FIN. Dalam
pengembangannya ke depan, proyek FIN ini akan mempergunakan basis data e-KTP
milik Kemendagri, daftar penerima dana Program Keluarga Harapan dan survei neraca
rumah tangga BI.
f. Pemberdayaan UMKM melalui pemberian bantuan teknis, produksi dan pemasaran. BI
juga meluncurkan beberapa program inisiatif, diantaranya program kewirausahaan
yang bertujuan mendukung Gerakan Kewirausahaan Nasional dalam rangka
penciptaan wirausaha baru melalui pendampingan yang berkesinambungan.
Sebagaimana kita ketahui, UMKM menjadi salah satu sasaran utama dalam program
keuangan inklusif, mengingat peran strategis UMKM dalam perekonomian Indonesia
a.l. sebagai kontributor utama PDB (sekitar 57.84%), dan penyerapan 97.2% dari total
tenaga kerja Indonesia.
Bapak/ibu Hadirin yang berbahagia
Potensi Islamic Financial Inclusion di Indonesia
8. Dilihat dari historisnya, lembaga keuangan syariah di Indonesia telah ada sejak 20 tahun
yang lalu, yakni ditandai oleh terbitnya Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, yang menjadi pintu gerbang berdirinya lembaga keuangan yang beroperasi
dengan berlandaskan prinsip-prinsip syariah.
9. Meskipun saat ini pangsa pasar perbankan syariah masih kecil (sekitar 5%), namun
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan keuangan syariah
terutama retail mass banking, tercermin dari jumlah penduduk muslim sebanyak 207 juta
jiwa atau mencapai 87% dari seluruh masyarakat Indonesia (Sensus Penduduk BPS, 2010).
Potensi tersebut didukung oleh mulai terlihatnya perubahan perilaku dan gaya hidup
masyarakat muslim Indonesia, yang semakin aktif mencari produk keuangan yang mampu
memberikan bauran manfaat fungsional dan spiritual yang baik.
10. Untuk meningkatkan pangsa pasar keuangan syariah diperlukan upaya yang terintegrasi
dalam berbagai bidang, mulai dari inovasi produk, perluasan saluran distribusi,
4
peningkatan pelayanan dan kualitas SDM, strategi komunikasi termasuk program edukasi
yang berkesinambungan.
Keuangan Inklusif Syariah dan Pengentasan Kemiskinan
11. Keuangan syariah dan kebijakan keuangan inklusif memiliki potensi untuk bersinergi
dengan baik mengingat kesamaan konsep yaitu: keuangan inklusif bertujuan
memberikan akses keuangan yang mudah, murah, aman dan sesuai bagi masyarakat
unbanked, serta bertujuan untuk meningkatkan kapabilitas masyarakat agar mampu hidup
lebih sejahtera dan keluar dari garis kemiskinan, sementara prinsip syari’ah bertujuan
untuk mensejahterakan masyarakat melalui prinsip partnership dan profit sharing.
12. Konsep partnership sangat dibutuhkan oleh kelompok unbanked mengingat rendahnya
tingkat literasi keuangan, sementara konsep pendampingan melalui kemitraan akan
meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat unbanked sehingga mampu keluar dari garis
kemiskinan.
13. Dalam kegiatan Experts Group Workshop OIC pada tanggal 5 November 2014 yang lalu,
Bank Indonesia beserta bank sentral anggota OKI juga telah banyak berdiskusi mengenai
Islamic Financial Inclusion, dengan memanfaatkan potensi pembiayaan yang sangat
besar dari kegiatan sosial (social finance), diantaranya zakat dan wakaf untuk
mempercepat pembangunan ekonomi dan mendukung stabilitas keuangan. Hal ini perlu
direspon oleh otoritas dengan penyusunan strategi dan model bisnis yang mampu
menangkap inovasi produk, proses maupun saluran distribusi.
14. Oleh karena itu, Seminar ini sangat penting sebagai salah satu wahana bagi kita untuk
melahirkan atau memperkaya strategi-strategi yang dapat dilakukan.
Hadirin yang berbahagia,
Dengan mengucap Bismillahhirohmannirrohim, saya nyatakan Seminar nasional keuangan
inklusif dengan tema “Peranan Islamic Financial Inclusion dalam Mendorong Pembangunan
Ekonomi dan Upaya Pengentasan Kemiskinan” resmi dibuka. Insya allah Seminar ini dapat
menghasilkan pemikiran-pemikiran yang strategis dan dapat diimplementasikan dalam
rangka mencapai peningkatan kesejahteraan umat muslim pada khususnya dan Bangsa
Indonesia pada umumnya.
Wabillahitaufik walhidayah, wassalammualaikum warohmatullahhiwabarakatuh
Surabaya, 7 November 2014
DR. Halim Alamsyah
Deputi Gubernur
5
Download