UJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN

advertisement
UJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN Sclerotium
rolfsii PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merril. var. Argomulyo)
Nama
NRP
Jurusan
Dosen Pembimbing
: Ella Ratih Wahyu
: 1509100042
: Biologi
: Kristanti Indah Purwani, S.Si., M.Si.
Ir. Sri Nurhatika, MP.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis pemberian Glomus fasciculatum terhadap
Sclerotium rolfsii penyebab penyakit layu pada kedelai serta mengetahui pengaruhnya terhadap
pertumbuhan kedelai. Penelitian ini menggunakan perlakuan level dosis mikoriza yaitu 0 gram mikoriza
dan tanpa jamur patogen, 0 gram mikoriza dengan jamur patogen, 10 gram mikoriza, 20 gram mikoriza,
30 gram mikoriza, 40 gram mikoriza, dan 50 gram mikoriza. Hasil penelitian menunjukkan dosis 50 gram
mikoriza G. fasciculatum merupakan dosis yang paling berpengaruh positif terhadap pertumbuhan kedelai
pada parameter panjang batang; jumlah daun sehat dan sakit; berat kering tanaman (akar, tajuk, dan
polong); dan intensitas serangan penyakit untuk menekan serangan penyakit disebabkan jamur patogen S.
rolfsii.
Kata kunci : Glomus fasciculatum, Sclerotium rolfsii, kedelai.
Abstract
The aims of this research were to find out the influence of Glomus fasciculatum dosage against the
infection of Sclerotium rolfsii which causes wilting diseases on soybean and its effects on the soybean
growth. Several dosage of mycorrhizal were used in this experiment .i.e : 0 gram of mycorrhizal with and
without fungal pathogen, 10 grams, 20 grams, 30 grams, 40 grams, and 50 grams. The result of this
research shows that G. fasciculatum has a positive effect to inhibit S. rolfsii based on long stems, number
of leaves (health and wounded), dry plants weight (pods, root’s,and dry crown’s) and intensity of the
disease attack for emphasized attack by S. rolfsii.
Keyword : Glomus fasciculatum, Sclerotium rolfsii, kedelai.
PENDAHULUAN
Kedelai (Glycine max L. Merrill) termasuk
tanaman palawija dan tanaman semusim. Di
Indonesia, kedelai menjadi sumber gizi nabati
utama setelah beras. Kedelai merupakan salah
satu komoditas strategis jenis legume penting di
Indonesia yang diusahakan secara luas.
Kebutuhan kedelai di Indonesia setiap tahun
selalu meningkat seiring dengan pertambahan
penduduk dan perbaikan pendapatan perkapita
(Departemen Pertanian, 2008). Oleh karena itu
mengingat produksinya masih rendah, sampai
saat ini Indonesia menjadi negeri pengimpor
kedelai. Ketergantungan impor kedelai sangat
mengancam serius ketahanan pangan di
Indonesia. Di sisi lain, kurangnya pemenuhan
kedelai di Indonesia disebabkan karena adanya
berbagai penyakit pada tanaman kedelai
diantaranya yaitu penyakit layu.
Penyakit tanaman merupakan salah satu
kendala dalam meningkatkan produksi tanaman
kedelai di Indonesia. Pada kedelai varietas
Argomulyo mempunyai daya hasil hingga 2
ton/ha pada saat panen (Talanca, 2010). Susunan
tubuh tanaman kedelai terdiri atas dua macam
organ yaitu organ vegetatif dan organ generatif.
Organ vegetatif (15 – 30 hari) meliputi akar,
batang, dan daun sedangkan organ generatif (35
– 90 hari) meliputi buah, bunga dan biji.
Tanaman kedelai mempunyai dua stadia
tumbuh, yaitu stadia vegetatif dan stadia
reproduktif. Stadia vegetatif mulai dari tanaman
berkecambah sampai saat berbunga, sedangkan
stadia reproduktif mulai dari pembentukan
bunga sampai pemasakan biji. Tanaman kedelai
di Indonesia dapat tumbuh pada suhu udara yang
tinggi (>30° C), sebagian besar mulai berbunga
pada umur antara 5 – 7 minggu (Lisdiana, 2000).
Jamur patogen Sclerotium rolfsii merupakan
patogen penyebab layu pada tanaman legume
seperti tanaman kedelai. Tingkat serangan lebih
dari 5% di lapang sudah dapat merugikan secara
ekonomi, tanaman kedelai yang terserang
hasilnya akan rendah atau sama sekali gagal
panen. Di Indonesia, kerugian akibat jamur
patogen pada tanaman kedelai bervariasi. Di
Nusa Tenggara Barat intensitas serangan pada
komoditas kedelai mencapai 55% (Supriati,
2005). Patogen ini termasuk cendawan penghuni
tanah dan mempunyai miselia bewarna putih
terlihat pada pangkal batang. Sklerotia
cendawan ini terbentuk pada miselia yang
tumbuh, berwarna putih yang kemudian
mengeras bewarna hitam kecoklatan. Patogen ini
biasa menyerang tanaman pada umur 2 – 3
minggu. Ukuran sklerotia S. rolfsii mempunyai
diameter 0,5 – 2 mm. Di dalam tanah sklerotium
dapat bertahan sampai 6 – 7 tahun. Dalam cuaca
yang kering sklerotium dapat mengeriput, tetapi
ini justru akan berkecambah dengan cepat jika
kembali berada di lingkungan yang lembab.
Suhu optimum untuk perkembangan penyakit
adalah antara 22°C – 29°C sedangkan pH
optimumnya 3 – 6 (Semangun, 2004).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
tanaman dengan penambahan mikoriza vesikular
arbuskular (MVA) umumnya lebih tahan
terhadap serangan penyakit. Oleh karena itu,
penanggulangan penyakit layu pada batang dan
akar dapat menggunakan mikoriza sebagai
upaya preventif atau pencegahan untuk
mengurangi dampak negatif penyakit layu S.
rolfsii. Menurut Morandi (1996), akar kedelai
yang terinfeksi jamur MA (Mikoriza
Arbuskular) kandungan glyceolin (senyawa dari
golongan fenol yang bersifat dapat menurunkan
efek patogenitas) meningkat karena adanya
pengaruh akumulasi dari fitoaleksin dibanding
yang tidak terinfeksi jamur MA dan peningkatan
senyawa fenol ini pada setiap tanaman berbeda.
Dari beberapa penelitian yang menunjukkan
bahwa pemberian mikoriza Glomus sp. dapat
meningkatkan produktivitas tanaman yang
terserang jamur patogen. Pada penelitian ini
digunakan tanaman kedelai yang diberi
penambahan G. fasciculatum untuk mengurangi
dampak negatif jamur patogen S,rolfsii dengan
perlakuan level dosis. Inokulum mikoriza yang
digunakan
adalah
inokulum
campuran.
Inokulum ini disebut campuran karena medianya
terdiri atas tanah, potongan akar tanaman inang,
miselium – miselium, dan juga spora.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Oktober 2012 sampai Maret 2013 di
Laboratorium
Botani
dan
Laboratorium
Mikologi Biologi ITS Surabaya serta Green
House Kebun Bibit Jl. Kendalsari Surabaya
milik Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota
Surabaya.
A. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Analisis sifat fisik dan kimia tanah dilakukan
di Jurusan Tanah Universitas Brawijaya,
Malang. Sampel tanah yang di analisa
merupakan campuran dari tanah dan pasir
dengan perbandingan 2 : 1. Sampel tanah yang
akan dianalisis, di sterilisasi terlebih dahulu
menggunakan formalin 5 %. Sampel tanah
tersebut di analisa masing – masing perlakuan
dosis dan tiap sampel berisi media tanam
sebanyak ± 250 gram (Nurhayati, 2010). Sifat
fisik yang diukur adalah tekstur tanah dan suhu
tanah. Sedangkan sifat kimia tanah yang diukur
adalah kandungan NPK, pH tanah, dan kadar air
(Sastrahidayat, 2011).
B. Perbanyakan Jamur Patogen S. rolfsii
S. rolfsii yang diperbanyak merupakan isolat
murni dalam bentuk cawan petri yang diperoleh
dari Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan
Serat Malang (BALITTAS). Isolat murni
tersebut kemudian ditumbuhkan pada medium
Potato Dextrose Agar (PDA) dalam cawan petri
yang
telah
disterilisasi
sebelumnya
menggunakan autoklaf pada suhu 121˚C dan
tekanan uap 1,5 atm selama 15 menit.
Perbanyakan
S.
rolfsii
ini
dilakukan
menggunakan sklerotia dari isolat murni dan
diletakkan pada bagian tengah cawan petri yang
berisi medium PDA menggunakan pinset.
Medium PDA selanjutnya diinkubasi pada
suhu ruang hingga jumlah sklerotianya cukup
untuk dipanen. Setelah itu, S. rolfsii yang telah
tumbuh pada medium PDA diperbanyak kembali
pada medium sekam sebelum diaplikasikan pada
tanaman. Medium sekam dibuat dari campuran
antara sekam sebanyak 30 gram dan air
sebanyak 30 ml yang dimasukkan ke kantong
plastik tahan panas. Sebelum digunakan, media
tersebut disterilisasi menggunakan autoklaf pada
suhu 121oC dengan tekanan uap 1,5 atm selama
20 menit. Setiap medium sekam diinokulasikan
5 buah sklerotia dan miselia sebanyak ¼ cawan
petri dari hasil perbanyakan S.rolfsii. Isolat S.
rolfsii kemudian dibiakkan selama 4 minggu
pada suhu ruang sebelum diinokulasikan ke
media tanam (Yulianti, 2006).
C. Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan adalah
campuran tanah dan pasir dengan perbandingan
2 : 1. Media tanam tersebut dimasukkan dalam
plastik tahan panas sebanyak 3 kg, kemudian
disterilisasi dengan formalin 5%. Masing –
masing 3 kg media tanam diberi 75 ml formalin
5%. Kemudian media tanam tersebut diaduk
merata dan dibungkus dengan plastik selama 7
hari. Setelah itu, bungkus plastik dibuka dan
media tanam dihawakan selama 7 hari (Astiko1,
2009).
D. Persiapan Penanaman dan Inokulasi
Mikoriza
Mikoriza yang digunakan adalah jenis G.
fasciculatum dalam bentuk inokulum campuran.
Benih kedelai dan mikoriza dimasukkan ke
dalam polybag yang telah berisi media tanam
sebanyak 3 kg. Masing – masing polybag berisi
satu benih kedelai dan diberi label. Benih dan
inokulum mikoriza diinokulasikan secara
bersamaan pada media tanam dengan cara
dimasukkan di dalam lubang dengan kedalaman
2 – 3 cm menggunakan sekop kecil. Lubang
tersebut kemudian ditutup kembali dengan
tanah. Selanjutnya, dimasukkan benih kedelai
sedalam 1 cm dari atas permukaan tanah pada
lubang yang sama ketika mikoriza dimasukkan
(Sastrahidayat, 2011). Perlakuan yang dilakukan
sebanyak 7 macam yaitu tanpa pemberian
mikoriza dan tanpa pemberian patogen sebagai
kontrol, mikoriza 0 gram (tanpa pemberian
mikoriza saja), mikoriza sebanyak 10 gram,
mikoriza sebanyak 20 gram, mikoriza sebanyak
30 gram, mikoriza sebanyak 40 gram, dan
mikoriza sebanyak 50 gram. Kemudian media
tanam tersebut dilakukan pemberian pupuk dasar
NPK sebanyak 1 gram/tanaman (Ariani, 2009).
E. Inokulasi Patogen S. rolfsii
Patogen yang digunakan adalah jamur tular
tanah dengan jenis S. rolfsii yang telah
diperbanyak. Inokulasi jamur ini dilakukan
setelah 4 minggu waktu penanaman. Inokulasi
dilakukan dengan cara melubangi area di sekitar
tanaman, lalu ditaburkan media sekam sebanyak
30 gram yang telah mengandung S. rolfsii ke
dalam lubang – lubang tersebut. Tanah
kemudian di tutup dengan pasir menggunakan
sekop kecil (Buhaira, 2009). Selanjutnya,
dilakukan penyiraman setiap hari pada
permukaan tanah di sekitar tanaman di dalam
polybag menggunakan handsprayer yang berisi
air.
F. Parameter Pengamatan
Panjang Batang
Pengamatan panjang batang dilakukan setiap
minggu selama 12 minggu. Panjang batang
diukur menggunakan benang dan penggaris dari
batas terbawah pertumbuhan sampai batas
teratas pertumbuhan tanaman yaitu pada daun
terakhir yang tumbuh (Sastrahidayat, 2011).
Jumlah Helai Daun
Perhitungan jumlah helai daun dilakukan
pada daun yang sehat dan yang terkena penyakit.
Perhitungan jumlah daun ini dilakukan
seminggu
sekali
selama
12
minggu
(Sastrahidayat, 2011).
Berat Kering Tanaman
Pengukuran berat kering dilakukan pada akar
dan tajuk. Pengukuran berat kering dilakukan
setelah tanaman di panen yaitu 12 minggu
setelah tanam. Bagian tanaman dipisahkan
sehingga diperoleh 2 bagian tanaman yaitu akar
dan tajuk. Akar kemudian dicuci dengan air di
dalam beaker glass dan bilas kembali
menggunakan aquades. Akar yang telah dicuci
lalu diletakkan di antara kertas saring
menggunakan pinset untuk menyerap sisa – sisa
air cucian. Kemudian setelah air terserap,
dilakukan penimbangan berat basah dengan
menggunakan neraca analitik. Perlakuan yang
sama juga dilakukan pada tajuk. Selanjutnya
akar dan tajuk tersebut dikeringkan pada suhu
70˚C di dalam oven selama 2 hari. Akar dan
tajuk yang telah benar – benar kering kemudian
di timbang menggunakan neraca analitik
(Sastrahidayat, 2011).
Persentase Infeksi Mikoriza G. fasciculatum
Perhitungan infeksi mikoriza pada akar
kedelai dilakukan dengan dibuat terlebih dahulu
preparat akar semi permanen. Persen infeksi
mikoriza dihitung dari jumlah akar yang
terinfeksi dari 10 potongan akar yang diamati
dari masing – masing tanaman. Pengamatan
dilakukan menggunakan mikroskop. Akar yang
terinfeksi mikoriza ditandai dengan adanya
vesikel atau arbuskula dalam korteks akar
tanaman.
Setelah 1 bulan dilakukan pengamatan
infeksi mikoriza dengan membuat preparat akar
semi permanen. Akar tanaman dibersihkan dan
dipotong sepanjang 1 cm menggunakan scalpel.
Kemudian akar dicuci dengan air dan
dimasukkan ke dalam tabung film lalu
ditambahkan KOH 10% kemudian dipanaskan
dalam oven pada suhu 95˚C selama 60 menit.
Setelah itu KOH dibuang dan ditambahkan H2O2
yang selanjutnya dibuang dan dibilas dengan air.
Kemudian diberi HCl 5% selama 5 menit.
Setelah itu HCl dibuang dan ditambahkan
Lactophenol Tryphan Blue (LTB) dan
dipanaskan dalam oven 70˚C selama 30 menit.
Setelah pemanasan tersebut, LTB di buang dan
akar di bilas dengan air. Kemudian ditambahkan
lactogliserol yang hanya dibilaskan saja
(Sastrahidayat, 2011)
Potongan akar disusun pada kaca preparat
kemudian ditutup dengan kaca penutup.
Pemilihan potongan akar dilakukan secara acak
sebanyak 10 potongan. Preparat ini kemudian
diamati menggunakan mikroskop. Persen infeksi
mikoriza dihitung dari jumlah akar yang
terinfeksi dari 10 potongan akar yang diamati.
Pengamatan
dilakukan
menggunakan
mikroskop. Akar yang terinfeksi mikoriza
ditandai dengan adanya vesikel atau arbuskula
dalam korteks akar tanaman. Mikoriza dikatakan
viable jika mempunyai persentase infeksi
sebesar 50%. Persen infeksi mikoriza dihitung
berdasarkan rumus (Alkareji, 2008) :
% infeksi =
Persentase Infeksi S. rolfsii
Untuk mengetahui infeksi S. rolfsii perlu
dilakukan perhitungan persentase infeksi S.
rolfsii pada tanaman kedelai yang diperoleh dari
pengamatan pada preparat akar semi permanen.
Persen infeksi S.rolfsii dihitung dari jumlah akar
yang terinfeksi dari 10 potongan akar yang
diamati dari masing - masing tanaman. Persen
infeksi S.rolfsii dihitung berdasarkan rumus
Philip & Haymen (1997) :
Keterangan :
JAT = jumlah akar yang terinfeksi S. rolfsii
JSP = jumlah total potongan akar tanaman
(Hapsoh, 2006)
Intensitas Serangan Penyakit
Penentuan intensitas serangan penyakit
didasarkan pada perbandingan antara jumlah
tanaman yang sakit atau jumlah bagian tanaman
yang sakit dengan jumlah tanaman seluruhnya
atau jumlah bagian tanaman seluruhnya, seperti
daun, batang, akar, buah, atau bagian tanaman
lain yang memperlihatkan gejala serangan
penyakit. Pengukuran intensitas serangan
penyakit
dilakukan
berdasarkan
tingkat
serangannya pada daun tanaman kedelai.
Perhitungan dilakukan berdasarkan rumus :
Keterangan :
I = Intensitas serangan
n = Jumlah daun yang terserang
V = Nilai skala pada daun yang terserang
Z = Nilai skala yang tertinggi pada daun yang
terserang
N = Jumlah daun yang diamati
(Sastrahidayat, 2011)
G. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
perlakuan dosis mikoriza yang meliputi 7 level
dosis yaitu tanpa pemberian mikoriza dan tanpa
pemberian patogen sebagai kontrol negatif,
tanpa pemberian mikoriza tetapi diberi jamur
patogen sebagai kontrol positif, mikoriza
sebanyak 10 gram, mikoriza sebanyak 20 gram,
mikoriza sebanyak 30 gram, mikoriza sebanyak
40 gram, dan mikoriza sebanyak 50 gram.
Masing – masing perlakuan diulang sebanyak 4
kali.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Greenhouse dan Analisa Kimia
Media Tanam
Greenhouse yang digunakan untuk penelitian
berlokasi di Jl. Kendalsari, Surabaya. Kondisi
fisik yang diukur yaitu suhu. Suhu pada saat
pagi dan malam sekitar 28˚C sedangkan untuk
siang hingga sore sekitar 30˚C – 32˚C. Menurut
data tersebut, suhu di greenhouse masih
mencukupi syarat tumbuh untuk tanaman
kedelai. Suhu yang optimal dalam proses
perkecambahan yaitu 30˚C, namun pada suhu
yang rendah (< 15˚C) proses perkecambahan
menjadi sangat lambat bisa mencapai 2 minggu.
Hal ini dikarenakan perkecambahan biji tertekan
pada kondisi kelembapan tanah tinggi,
banyaknya biji yang mati akibat respirasi air dari
dalam biji yang terlalu cepat. Suhu yang
dikehendaki tanaman kedelai antara 21˚C –
34˚C, akan tetapi suhu optimum bagi
pertumbuhan tanaman kedelai 23˚C – 27˚C.
Pada proses perkecambahan benih kedelai
memerlukan suhu yang cocok sekitar 30˚C
(Adisarwanto, 2005). Kadar unsur hara yang
diperlukan tanaman kedelai yaitu unsur N
sebanyak 4,26% – 5,5%; unsur P sebanyak
0,26% – 0,5%; dan unsur K sebanyak 1,71% –
2,5% (Rukmana, 2003). Berikut merupakan
tabel hasil analisa media tanam.
Tabel 1. Tabel hasil analisa media tanam sebelum dan setelah aplikasi.
Setelah
Parameter
Sebelum
N (%)
P (mg/kg)
Perl.1
Perl.2
Perl.3
Perl.4
Perl.5
Perl.6
0,0167
9,046
0,06
4,53
0,06
4,59
0,07
6,38
0,08
7,15
0,09
9,33
0,11
9,70
Perl.
7
0,17
11,82
K (me/100g)
0,23
0,36
0,35
0,40
0,40
0,49
0,61
0,74
pH
6,3
6
4,2
4,5
3,4
3,7
3,8
4,3
Kelembaban (%)
21,47
60%
65%
70%
80%
90%
85%
92%
Keterangan :
Perlakuan 1 = 0 gram mikoriza dan tanpa pemberian jamur patogen (kontrol negatif).
Perlakuan 2 = 0 gram mikoriza dan dengan pemberian jamur patogen (kontrol positif).
Perlakuan 3 = 10 gram mikoriza dan dengan pemberian jamur patogen.
Perlakuan 4 = 20 gram mikoriza dan dengan pemberian jamur patogen.
Perlakuan 5 = 30 gram mikoriza dan dengan pemberian jamur patogen.
Perlakuan 6 = 40 gram mikoriza dan dengan pemberian jamur patogen.
Perlakuan 7 = 50 gram mikoriza dan dengan pemberian jamur patogen.
Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa pH 3,4
– 5 sehingga tanah tergolong asam karena telah
ditumbuhi mikoriza dan jamur patogen.
Keduanya termasuk jamur yang hidupnya
mengeluarkan berbagai senyawa dari proses
metabolisme tubuhnya sehingga menyebabkan
kondisi media tanam menjadi asam (Lakitan,
2000). Pada media tanam, kelembaban berkisar
60% – 95%. Kelembaban tersebut cocok untuk
tumbuh kedelai. Kedelai dapat tumbuh pada
kondisi tanah yang lembab. Kondisi seperti ini
optimal benih ditanam hingga pengisian polong.
Kekurangan air pada masa pertumbuhan akan
menyebabkan
tanaman
kerdil,
dapat
menyebabkan kematian apabila kekeringan telah
melampaui batas toleransinya (Jumin, 2005).
Pada Tabel 1 dapat diketahui mikoriza dapat
berperan meningkatkan unsur hara dalam
kondisi media tanam yang unsur haranya sangat
rendah. Manfaat mikoriza ini secara nyata
terlihat jika kondisi tanahnya miskin hara atau
kondisi kering, sedangkan pada kondisi tanah
yang subur peran mikoriza tidak begitu nyata.
Pada jumlah unsur N dan K setelah diberi
perlakuan terjadi peningkatan. Hal ini diduga
karena mikoriza mampu menghasilkan berbagai
senyawa dari proses metabolismenya. Senyawa
tersebut dapat berupa asam – asam organik,
ammonium (NH4+), serta berbagai enzim. Pada
senyawa
metabolit
mikoriza
tersebut
mengandung unsur penyusun pembentukan N, P,
maupun K sehingga adanya senyawa tersebut
dapat meningkatkan kadar unsur hara di dalam
tanah.
Pada unsur P terjadi penurunan analisa pada
perlakuan 1 hingga perlakuan 4. Pada penelitian
ini diduga bahwa tanaman kedelai menyerap
unsur N, P, K yang berasal dari pupuk sintetik
sehingga kandungan unsur hara N, P, K di dalam
tanah berkurang. Hal ini ditandai pada perlakuan
1 hingga 4 mempunyai selisih penyerapan unsur
hara yang lebih besar dari penyerapan yang
terjadi perlakuan 5 hingga 7. Pada Tabel 1
menunjukkan bahwa penyerapan unsur N, P, K
dalam tanah semakin menurun seiring dengan
bertambahnya dosis mikoriza yang diberikan.
Hal ini didukung oleh Sastrahidayat (2011) yang
menyatakan bahwa mikoriza berperan sebagai
efisiensi penyerapan pupuk dalam tanah
sehingga unsur hara yang diserap oleh tanaman
sesuai dengan kebutuhan hara tanaman itu
sendiri. Pada perlakuan 5 hingga perlakuan 7
terjadi peningkatan jumlah unsur P. Hal ini
disebabkan karena mikoriza yang diinokulasikan
pada tanaman mengeluarkan senyawa metabolit
yang terakumulasi dalam tanah dimana senyawa
tersebut dapat digunakan untuk pembentukkan
unsur P.
B. Pengaruh
Pemberian
Mikoriza
G.
fasciculatum Terhadap Tanaman Kedelai
varietas Argomulyo
Mikoriza yang digunakan pada penelitian ini
mempunyai kerapatan spora 5 spora/gram.
Berikut merupakan hasil rata – rata dari panjang
batang dan jumlah daun yang telah diuji
menggunakan uji Duncan :
Tabel 2. Pertumbuhan panjang batang dan jumlah
daun sehat tanaman kedelai pada minggu ke – 4
setelah tanam (sebelum di inokulasi jamur patogen).
Perlakuan
Panjang Batang
Jumlah Daun
(-) mikoriza dan (-)
82,75 ab
12,5 a
patogen
(-) mikoriza dan (+)
70,5 a
12,25 a
patogen
10 gr mikoriza dan
93,25 bc
13,25 a
(+) patogen
20 gr mikoriza dan
94,25 bc
13,75 a
(+) patogen
30 gr mikoriza dan
99 bc
13,75 a
(+) patogen
40 gr mikoriza dan
106,5 c
20,5 b
(+) patogen
50 gr mikoriza dan
122 c
22,25 b
(+) patogen
Keterangan : Angka – angka yang didampingi oleh huruf yang
sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji Duncan dengan taraf 5%.
Gambar 1. Grafik pertumbuhan panjang batang dan
jumlah daun sehat tanaman kedelai minggu ke – 4
setelah tanam (sebelum di inokulasi jamur patogen).
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa
pertumbuhan rata – rata panjang batang
memberikan pengaruh yang nyata pada tanaman
yang diberi mikoriza dan yang tidak diberi
mikoriza. Rata – rata pertumbuhan yang
tertinggi pada kedelai yang diberi dosis mikoriza
50 gram, sedangkan pada pertumbuhan yang
terendah terdapat pada perlakuan kontrol yaitu
tanaman yang tidak di beri penambahan
mikoriza. Hal yang sama juga terjadi pada
jumlah daun dimana jumlah daun yang paling
banyak terjadi pada dosis mikoriza yang paling
tinggi yaitu 50 gram.
Sedangkan pada tanaman kontrol (tidak
dilakukan pemberian mikoriza) panjang
batangnya lebih rendah dan jumlah daunnya
lebih sedikit daripada tanaman yang diberi
penambahan mikoriza. Hal ini terjadi karena
tanaman yang tidak terinfeksi mikoriza
penyerapan unsur haranya tidak optimal dan
media tanam yang digunakan memiliki
kandungan unsur hara yang rendah sehingga
pertumbuhan tanaman pun tidak lebih baik
daripada tanaman yang diberi perlakuan
mikoriza.
Mikoriza dapat membantu dalam penyerapan
air sehingga panjang batang serta jumlah daun
tetap dapat tumbuh optimal dan mengalami
peningkatan seiring dengan penambahan dosis
mikoriza. Mikoriza membantu penyerapan air
dengan bantuan hifa – hifa eksternal sehingga
dapat memperluas daerah penyerapan air oleh
akar (Nurhayati, 2010). Pada grafik yang
ditunjukkan pada Gambar 1 dapat di lihat bahwa
pertambahan panjang batang dan jumlah daun
berbanding lurus dengan penambahan dosis
mikoriza. Hal ini terjadi karena spora – spora
mikoriza telah berkecambah dan mulai
membentuk struktur – struktur fungsional yang
dapat membantu tanaman dalam penyerapan air
dan unsur hara di dalam tanah. Hal tersebut
sesuai dengan penelitian Semangun (2004) yang
menyebutkan bahwa selain dari penyerapan air,
juga disebabkan oleh unsur N dan P sangat
penting dalam pembentukan protein dan
merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman.
Unsur P berperan untuk pertumbuhan panjang
batang dan jumlah daun sedangkan unsur N
berperan dalam pembentukan batang, akar, dan
daun. Selain itu mikoriza juga mampu
mestimulus hormon – hormon pertumbuhan
tanaman seperti sitokinin dan auksin. Hormon
sitokinin dan auksin ini berperan dalam
pembelahan dan pemanjangan sel, salah satunya
pada sel – sel batang sehingga dapat
meningkatkan tinggi tanaman maupun jumlah
daun pada suatu tanaman (Talanca, 2010).
C. Pengaruh
Pemberian
Mikoriza
G.
fasciculatum Terhadap Jamur Patogen S.
rolfsii Pada Tanaman Kedelai varietas
Argomulyo
Berdasarkan uji ANOVA didapatkan bahwa
dosis mikoriza yang telah diberikan memberikan
pengaruh yang nyata terhadap panjang batang,
jumlah daun, dan berat kering pada tanaman
kedelai. Mikoriza yang digunakan pada
penelitian ini mempunyai kerapatan spora 5
spora/gram. Kemudian dilakukan uji lanjutan
dengan menggunakan uji Duncan. Pada
pengamatan
jumlah
daun,
perhitungan
dibedakan antara jumlah daun yang sehat dan
jumlah daun yang sakit. Ciri daun yang sakit
adalah daun yang terdapat bercak – bercak
berwarna coklat dengan warna kuning di sekitar
kumpulan bercak dimana tanda tersebut
merupakan tanda khas dari penyakit layu S.
rolfsii.
Hasil masing – masing parameter (panjang
batang, jumlah daun sehat, berat kering akar,
berat kering tajuk, dan berat kering polong)
tersebut saling berbanding lurus dengan
penambahan dosis mikoriza dan persentase
infeksi mikoriza kecuali pada parameter jumlah
daun sakit. Pada tanaman yang diberi perlakuan
dosis mikoriza paling tinggi yaitu 50 gram
mempunyai hasil rata – rata parameter panjang
batang, jumlah daun, dan berat kering tanaman.
Hasil tersebut juga didukung dengan persentase
infeksi mikoriza yang paling tinggi pula yaitu
sebesar 95%. Hasil rata – rata pada tiap
parameter semakin menurun seiring dengan
menurunnya dosis mikoriza yang dihasilkan
sehingga persentase infeksi mikoriza juga
semakin menurun. Berikut merupakan hasil
pengamatan yang dilakukan pada minggu ke –
12 atau saat panen yang telah diuji
menggunakan uji Duncan :
Tabel 3. Pertumbuhan panjang batang, jumlah daun sehat, jumlah daun sakit, dan berat kering tanaman (akar,
polong, dan tajuk) tanaman kedelai pada minggu ke – 12 setelah tanam.
Jumlah Daun
Berat Kering (gram)
Panjang
Perlakuan
Batang (cm)
Sehat
Sakit
Akar
Tajuk
Polong
(-) mikoriza dan (-)
188,375 b
44,25 b
0a
0,1975 ab
1,745 ab
0a
patogen
(-) mikoriza dan (+)
83,5a
27,25 a
27,25 d
0,0975 a
1,1325 a
0a
patogen
10 gr mikoriza dan (+)
190,625 b
46,5 b
25,75 cd
0,3075 abc
2,2875 ab
0a
patogen
20 gr mikoriza dan (+)
230,125 bc
48,5 b
20 bcd
0,41 bcd
3,1075 abc
0a
patogen
30 gr mikoriza dan (+)
279,75 c
50,75 b
19,25 bc
0,5075 cd
4,2625 bc
0,1825 b
patogen
40 gr mikoriza dan (+)
289 c
52,75 b
16 b
0,615 de
5,0425 cd
0,43 b
patogen
50 gr mikoriza dan (+)
301,625 c
58 b
14,75 b
0,815 e
7,0675 d
0,6825 b
patogen
Keterangan : Angka – angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata berdasarkan uji Duncan dengan taraf 5%.
Gambar 2. Grafik pertumbuhan panjang batang, jumlah daun sehat, dan jumlah daun sakit, tanaman kedelai pada
minggu ke – 12 setelah tanam.
Gambar 3. Grafik pertumbuhan berat kering tanaman (akar, polong, dan tajuk) tanaman kedelai pada minggu ke –
12 setelah tanam.
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa
mikoriza menekan perkembangan patogen
sampai tingkat yang signifikan sehingga
tanaman masih mampu tumbuh dan berproduksi
pada tanaman yang dilakukan pemberian dosis
mikoriza. Hal ini dibuktikan dari hasil rata – rata
dari semua parameter pada Tabel 3 terlihat
bahwa peningkatan hasil rata – rata panjang
batang, jumlah daun sehat,berat kering tanaman
berbanding lurus dengan semakin besarnya dosis
mikoriza pada penelitian ini yaitu sebesar 50
gram. Pada tanaman yang diberi perlakuan
mikoriza dengan dosis paling besar pada
penelitian ini yaitu 50 gram menghasilkan rata –
rata yang paling tinggi diantaranya pada panjang
batang sebesar 301,625 cm; jumlah daun sehat
sebesar 58 buah; berat kering akar sebesar 0,815
gram; berat kering tajuk sebesar 7,0675 gram;
dan berat kering polong sebesar 0,6825 gram.
Namun hasil yang berbeda terjadi pada jumlah
daun sakit dimana rata – rata jumlah daun sakit
tersebut
berbanding
terbalik
dengan
penambahan dosis mikoriza. Pada tanaman yang
diberi dosis mikoriza 50 gram, rata – rata jumlah
daun sakitnya paling kecil yaitu 14,75 buah
sedangkan pada tanaman kontrol positif
mempunyai rata – rata jumlah daun sakit yang
paling besar yaitu 27,25 buah.
Perlakuan tanaman yang tidak diberi
mikoriza tetapi ditambah patogen panjang
batangnya mengalami penurunan karena
mengalami kelayuan. Layu tersebut diduga
terjadi karena penyerapan dan transportasi air
yang terganggu karena hifa jamur patogen yang
menginfeksi akar tanaman inang merusak
struktur akar sehingga pengangkutan air untuk
seluruh bagian tanaman terganggu. Layu pada
tanaman kedelai yang terinfeksi jamur patogen
ini disebabkan karena transport air maupun
unsur hara yang terganggu. S. rolfsii menyerang
tanaman
dengan
cara
menginfeksikan
miselianya pada akar dan batang tanaman inang
dengan mengeluarkan enzim hidrolitik dan
oksidatif yang berfungsi merusak struktur akar
tanaman untuk menyerap karbon, gula,
polisakarida, lipid, asam amino, polipeptida,
sulfur, dan fosfor sebagai sumber makanan
(Trigiano, 2004). Oleh karena hal tersebut
transport air ke seluruh bagian tanaman oleh
akar juga terganggu.
Hall (1991) menyatakan bahwa daun yang
terdapat bercak coklat disebabkan oleh tanaman
yang kekurangan oleh unsur hara seperti N, P,
K, Mg, Ca, Zn, dan Fe. Hal tersebut terjadi
karena jamur patogen mengganggu transportasi
unsur – unsur yang diperlukan untuk
pertumbuhan daun tersebut seperti unsur Mg
yang diperlukan untuk pembentukan klorofil.
Jika tranportasi hara terganggu maka unsur Mg
yang disalurkan pada daun juga berkurang
sehingga menimbulkan klorosis yang berupa
bercak – bercak berwarna coklat. Pada tanaman
yang diberi perlakuan dosis mikoriza, jumlah
daun sakitnya lebih rendah jika dibandingkan
dengan kontrol positif (tanaman yang diberi
patogen dan tanpa mikoriza). Hal ini diduga
karena mampu mikoriza juga mampu
menstimulus kandungan senyawa fenol (zat
antibiotik) yang dikeluarkan oleh tanaman,
seperti flavonoid atau isoflavonoid (Podila,
2001).
Bila dilihat dari panjang batang dan jumlah
daun tanaman, maka media tanam yang
ditambah dengan aplikasi jamur mikoriza dapat
mempengaruhi
pertumbuhan
tanaman
dibandingkan dengan tanpa aplikasi jamur
mikoriza. Hal tersebut dapat terlihat dari panjang
batang dan jumlah daun terbanyak terjadi pada
tanaman yang diberi dosis mikoriza 50 gram
dengan persentase infeksi mikoriza sebesar 95%
sedangkan untuk infeksi patogen sebesar 28%.
Hal tersebut berbanding terbalik dengan
tanaman yang diberi dosis mikoriza 10 gram
yang mempunyai rata – rata panjang batang dan
jumlah daun terendah dimana tanaman tersebut
persentase infeksi mikoriza juga paling rendah
yaitu 55% sedangkan untuk infeksi patogen
sebesar 68%. Kelangsungan simbiosis antara
tanaman dan mikoriza akan berpengaruh
terhadap proses – proses metabolisme tanaman
seperti pada peristiwa fotosintesis akan
berlangsung secara maksimal dan mencukupi
untuk digunakan pada proses pertumbuhan
tanaman. Semakin besar infeksi mikoriza pada
akar tanaman maka fotosintat yang dihasilkan
juga akan semakin optimal (Feronika, 2003).
Panjang batang dan jumlah daun sehat juga
diikuti dengan peningkatan rata – rata berat
kering tanaman. Pada berat kering akar,
perlakuan kontrol positif berbeda nyata dengan
tanaman yang diberi mikoriza 20 gram hingga
50 gram. Berat kering akar menunjukkan
peningkatan yang signifikan pada tanaman yang
diberikan dosis mikoriza 40 gram dan 50 gram.
Akar yang terinfeksi mikoriza mempunyai berat
kering yang lebih besar. Selain itu besarnya
berat kering tajuk yang dipengaruhi oleh
pemberian dosis mikoriza didukung oleh
penelitian Anas (1997) yang menyatakan bahwa
mikoriza dapat menstimulasi pembentukan
hormon.
Mikoriza
dapat
menstimulus
pembentukkan hormon seperti auksin, sitokinin,
dan giberelin, yang berfungsi sebagai
perangsang pertumbuhan tanaman. Oleh karena
itu, dengan adanya stimulasi produksi hormon
pertumbuhan tersebut oleh mikoriza sehingga
berpengaruh pada berat kering tajuk tanaman.
Berat kering tajuk yang meningkat juga
diikuti dengan peningkatan berat kering polong.
Hal ini karena daun – daun yang terletak pada
tajuk melakukan proses fotosintesis untuk
menghasilkan
karbohidrat.
Karbohidrat
merupakan salah satu senyawa utama untuk
pembentukkan polong. Pada berat kering polong
terdapat beberapa tanaman yang tidak tumbuh
polong, polong hanya tumbuh pada tanaman
yang diberi penambahan jamur patogen dan
dosis mikoriza 30 gram, 40 gram, dan 50 gram.
Berat kering polong yang dihasilkan juga
berbanding lurus dengan penambahan dosis
mikoriza dimana berat kering polong yang
paling besar terjadi pada tanaman yang diberi
penambahan dosis mikoriza paling tinggi pula
yaitu 50 gram dengan persentase infeksi
mikoriza 95%. Sedangkan berat kering polong
yang paling rendah terjadi pada tanaman yang
diberi dosis mikoriza 30 gram dengan persentase
infeksi mikoriza sebesar 73%.
Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa bagian
tanaman seperti akar, tajuk, dan polong pada
tanaman yang tidak diberi perlakuan mikoriza
(persentase infeksi mikoriza 0%) dan diberi
jamur patogen mempunyai berat kering yang
paling rendah dan tidak tumbuh polong. Pada
kedelai yang diberi dosis mikoriza 10 gram dan
20 gram juga tidak menghasilkan polong. Pada
kedelai yang tidak diberi mikoriza tidak tumbuh
polong karena unsur hara yang sangat rendah.
Rata – rata berat kering tajuk pada tanaman yang
diberi mikoriza dengan tanaman yang tidak
diberi mikoriza menunjukkan adanya pengaruh
yang nyata. Tanaman yang diberi dosis mikoriza
50 gram mempunyai berat kering tajuk sebesar
7,0675 gram. Sedangkan untuk tanaman yang
tidak diberi mikoriza mempunyai berat kering
tajuk yang paling rendah yaitu 1,745 gram untuk
kontrol negatif dan 1,1325 gram untuk kontrol
positif. Pada kontrol positif mempunyai
persentase infeksi patogen yang paling besar
yaitu 83% dan intensitas serangan sebesar
90,3375%.
Pada tanaman yang diberi dosis mikoriza 10
gram dan 20 gram, kandungan N masih sangat
rendah, hal itu terjadi karena dosis mikoriza
yang diberikan masih terlalu rendah dimana
persentase infeksi mikoriza pada dosis 10 gram
sebesar 55% dan dosis 20 gram sebesar 65%.
Selain dilihat dari persentase infeksi, peran
mikoriza juga tergantung dari kerapatan spora
yang diinokulasikan. Kerapatan spora mikoriza
yang mampu optimal membantu penyerapan
unsur hara sekitar 100 – 150 spora dan mikoriza
G. fasciculatum yang digunakan pada penelitian
ini adalah 5 spora/gram. Dari jumlah spora
tersebut dapat diketahui bahwa dosis mikoriza
10 gram dan 20 gram kurang mencukupi untuk
peningkatan penyerapan unsur hara tanaman.
Selain itu dengan jumlah spora mikoriza yang
lebih sedikit dalam bersaing dengan jamur
patogen S. rolfsii masih belum optimal. Oleh
karena itu jamur patogen S. rolfsii dapat
mengambil karbohidrat yang dimanfaatkan
untuk tumbuh dan berkembangbiak, padahal
tanaman memerlukan karbohidrat untuk
membentuk polong.
Dugaan tersebut sesuai dengan Feronika
(2003) yang menyatakan bahwa pertumbuhan
generatif juga dapat dipengaruhi oleh faktor –
faktor antara lain faktor internal. Fotosintesis
terjadi pada kloroplas. Pada tanaman yang tidak
fotosintesis berkurang dan karbohidrat yang
dihasilkan pun hanya sedikit sehingga tidak
mencukupi untuk digunakan dalam proses
pembentukkan polong.
Pengaruh yang diberikan mikoriza terhadap
tanaman kedelai yang terserang penyakit layu S.
rolfsii juga bergantung pada persentase infeksi
mikoriza G. fasciculatum dan jamur patogen S.
rolfsii itu sendiri. Semakin besar infeksi
mikoriza, maka semakin kecil infeksi jamur
patogen dan intensitas serangan, namun akan
semakin besar pengaruh positif yang terjadi pada
pertumbuhan tanaman kedelai itu sendiri
(panjang batang, jumlah daun sehat, jumlah
daun sakit, berat kering tanaman). Hasil masing
– masing rata – rata dari persentase infeksi dari
mikoriza G. fasciculatum, infeksi jamur patogen
S. rolfsii, dan persentase intensitas serangan :
membentuk polong selain disebabkan karena
kurangnya unsur P dan K, juga karena
fotosintesis yang terganggu. Pembentukkan
polong ini dipengaruhi oleh karbohidrat yang
merupakan hasil akhir dari fotosintesis sehingga
semakin tinggi laju fotosintesis, maka semakin
tinggi pula karbohidrat yang dihasilkan. Jika
tanaman yang diinfeksi oleh patogen, maka
fotosintesis pada tanaman itu akan terganggu
pula. Fotosintesis terjadi pada kloroplas. Pada
tanaman yang terserang jamur patogen, terjadi
perubahan pada fungsi kloroplas yang tidak
normal dimana terjadi degenerasi yang dapat
menghambat perkembangan suatu organ dan
jaringan tanaman. Oleh karena itu, hal tersebut
dapat menghambat proses fosforilasi dan
menghalangi sintesis klorofil. Pada akhirnya
permukaan daun yang melakukan proses
Tabel 3. Pengamatan persentase infeksi mikoriza, jamur patogen, dan intensitas serangan penyakit terhadap
tanaman kedelai pada minggu ke – 12 setelah tanam.
% infeksi
Intensitas
Perlakuan
% infeksi S. rolfsii
G.fasciculatum
serangan
(-) mikoriza dan (-) patogen
0% a
0% a
0000 a
(-) mikoriza dan (+) patogen
0% a
83% f
90,3375 f
10 gr mikoriza dan (+) patogen
55% b
68% ef
80,075 e
20 gr mikoriza dan (+) patogen
65% bc
58% de
71,59 d
30 gr mikoriza dan (+) patogen
73% c
48% cd
52,06 c
40 gr mikoriza dan (+) patogen
78% c
38% bc
43,500 b
50 gr mikoriza dan (+) patogen
95% d
28% b
38,0933 b
Keterangan : Angka – angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata berdasarkan uji Duncan dengan taraf 5%.
Gambar 4. Grafik persentase infeksi mikoriza, jamur patogen, dan intensitas serangan penyakit terhadap tanaman
kedelai pada saat minggu ke – 12 setelah tanam.
Menurut literatur, mikoriza dapat dikatakan
viable apabila memiliki persentase infeksi lebih
dari 50% (Sastrahidayat, 2011). Pada Tabel 3
dapat terlihat bahwa tanaman yang diberi
perlakuan dosis mikoriza tertinggi pada
penelitian ini yaitu 50 gram menghasilkan
persentase infeksi G. fasciculatum yang tinggi
yaitu sebesar 95%, sedangkan pada persentase
infeksi S. rolfsii dan intensitas serangan yang
paling rendah yaitu sebesar 28% (infeksi) dan
38,0933% (intensitas serangan). Sedangkan pada
tanaman yang tidak diberi mikoriza tetapi diberi
patogen mempunyai intensitas serangan yang
paling besar yaitu 90,34%. Pada perlakuan
mikoriza 10 gram hingga 40 gram secara
berturut – turut adalah 80,08%; 71,59%;
52,06%; dan 43,05%. Metode penentuan
intensitas serangan pada penelitian ini dihitung
dengan menggunakan jumlah daun. Daun yang
sakit diamati skalanya. Semua tanaman yang
diberi penambahan mikoriza berbagai level dosis
menunjukkan perbedaan yang nyata, kecuali
pada tanaman yang diberi dosis mikoriza 40
gram dan 50 gram. Hal ini terjadi karena
interaksi akar tanaman dengan mikoriza
meningkatkan aktivitas enzim kitinase yang
efektif menahan serangan fungi patogen
(Garrido, 2002).
Berikut merupakan gambar mikroskopis akar
yang terinfeksi mikoriza G. fasciculatum :
A
B
C
Gambar 5. Pengamatan mikroskopis perbesaran 400
mikoriza G. fasciculatum berupa spora (A), hifa (B),
dan vesikula (C).
Sedangkan berikut merupakan gambar
mikroskopis akar yang terinfeksi jamur patogen
S. rolfsii :
A
B
B
C
Gambar 6. Pengamatan mikroskopis perbesaran 400
hifa yang berwarna biru adalah hifa mikoriza G.
fasciculatum (A), hifa yang berwarna putih bening
adalah hifa S. rolfsii (B), foto literatur hifa S. rolfsii
(Sumber : Astiko2 et al., 2009).
Dengan adanya serangan S. rolfsii pada
tanaman kedelai menyebabkan panjang batang,
diameter batang, jumlah daun, berat kering akar,
tajuk, dan polong yang dihasilkan menjadi
berkurang sehingga terjadi penurunan hasil.
Peristiwa itu dapat terjadi karena rusaknya
pangkal batang dan akar yang terinfeksi S. rolfsii
sehingga
mengakibatkan
terganggunya
transportasi air maupun unsur hara dari akar ke
bagian lain pada tanaman dan terganggunya
pengangkutan hasil fotosintesa dari daun ke
bagian lain dari tanaman seperti ke akar dan
polong. Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan
bahwa semakin tinggi dosis mikoriza, maka
semakin rendah dampak yang disebabkan oleh
S.rolfsii (Hall, 1991). Mikoriza dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui
perlindungan tanaman dari patogen akar dan
unsur toksik. Oleh karena itu tanaman kedelai
yang diberi perlakuan dosis mikoriza dengan
jamur patogen, tanaman tersebut masih dapat
tumbuh dengan panjang batang, jumlah daun,
dan berat kering tanaman yang optimal
walaupun telah terserang penyakit layu S. rolfsii.
Peningkatan
jumlah
fenol
yang
diakumulasikan tanaman juga berpengaruh
positif pada mikoriza yaitu untuk membantu
penetrasi hifa dan perkecambahan spora. Selain
itu peningkatan kandungan senyawa fenol ini
juga
distimulus
oleh
aktivasi
enzim
Phenylalanine Ammonium Lyase (PAL) yang
dikeluarkan oleh tanaman itu sendiri ketika
terserang patogen. Ketika tanaman terserang
jamur patogen, jamur patogen tersebut akan
mengeluarkan oligokitin dan oligoglukan yang
akan ditangkap oleh reseptor pada dinding sel
tanaman kemudian dikirimkan pada nukleus
sebagai suatu sinyal untuk mensekresikan enzim
PAL. Enzim PAL ini menstimulasi senyawa
fitoaleksin
dan
pada
nukleus
juga
mengekspresikan gen pertahanan tanaman
seperti kitinase, glukanase, dan peroksidase.
Kemudian
enzim
kitinase
mengalami
peningkatan konsentrasi dalam akar tanaman
dan menginduksi ketahanan akar terhadap
serangan patogen. Enzim kitinase dapat
menghambat pertumbuhan hifa patogen yang
komponen penyusun dari dinding hifanya terdiri
dari polimer kitin. Setelah itu dinding sel hifa
jamur patogen akan mengalami lisis.
Menurut literatur, tanaman kedelai (Glycine
max L. Merril) dengan mikoriza mampu
meningkatkan konsentrasi senyawa fitoaleksin
yang sifatnya serupa dengan isoflavon. Akar
kedelai yang terinfeksi jamur mikoriza juga
mengakibatkan kandungan glyceolin (senyawa
dari golongan fenol yang bersifat dapat
menurunkan efek patogenitas) meningkat karena
adanya pengaruh akumulasi dari fitoaleksin
dibanding yang tidak terinfeksi jamur mikoriza
dan peningkatan senyawa fenol ini pada setiap
tanaman berbeda. Peningkatan beberapa
senyawa ini diduga dapat menyebabkan
penekanan beberapa penyakit baik secara
langsung atau secara terimbas, terutama patogen
tular tanah dan terlihat mikoriza lebih efektif
dibanding organisme yang lain (Morandi, 1996).
KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini
adalah
pemberian
dosis
mikoriza
G.
fasciculatum dengan dosis 50 gram dapat
mempengaruhi pertumbuhan kedelai pada
parameter panjang batang; jumlah daun sehat
dan sakit; berat kering tanaman (akar, tajuk, dan
polong); dan intensitas serangan penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto. 2005. Kedelai. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Alkareji. 2008. Pemanfaatan Mycorrhizal
Helper Bacterias (MHBs)dan Fungi Mikoriza
Arbuskula (CMA) untuk Meningkatkan
Pertumbuhan
Sengon
(Paraserianthes
falcatalaria L. Nielsen) di Persemaian.
Tugas Akhir, Institut Pertanian Bogor,
Departemen Silvikultur, Bogor.
Anas,
I.
1997.
Bioteknologi
Tanah.
Laboratorium Biologi Tanah Jurusan Tanah
Fakultas Pertanian IPB, Bogor.
Ariani, Erlita. 2009. Uji Pupuk NPK Mutiara 16
: 16 : 16 dan Berbagai Jenis Mulsa terhadap
Hasil Tanaman Cabai (Capsicum annum L.).
Sagu Vol. 8 No.1 Hal : 5 – 9.
Astiko1, Wahyu. 2009. Pengaruh Paket
Pemupukan Terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Tanaman Kedelai di Lahan Kering.
Universitas Mataram, Mataram.
Astiko2, W., Irwan M., dan Yuni F. 2009. Uji
Ketahanan Beberapa Varietas Kacang Tanah
Lokal Bima Terhadap Penyakit Sclerotium
rolfsii Sacc. Crop Agro Vol. 2 No.1 Hal : 7.
Buhaira dan Asniwita. 2009. Studi Pengaruh
Aplikasi Berbagai Konsentrasi Sclerotium
rolfsii Terhadap Kehilangan Hasil pada
Kacang Tanah. Jurnal Agronomi Vol.13
No.2 Hal : 1 – 4.
Departemen Pertanian. 2008. Mutu Kedelai
Nasional Lebih Baik dari Kedelai Impor.
Diakses dari http://www.litbag.deptan.go.id
pada tanggal 15 Agustus 2012.
Feronika, A. C. I. 2003. Mikoriza : Peranan,
Prospek, dan Kendala. Makalah Seminar
Kelas PPS disampaikan 4 Oktober 2003.
Program Pasca Sarjana Fakultas Pertanian
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Garrido, Garcia. 2002. Regulation of The Plant
Defence Response in Arbuscular Mycorrhizal
Symbiosis. J Exp Bot 53 : 1377 – 1386.
Hall, R. 1991. Compendium of Bean Diseases.
The American Phytopathological Society,
San Fansisco.
Hapsoh, S. Yahya, dan T.M. Oelim. 2006.
Respon Fisiologis Beberapa Genotipe
Kedelai yang Bersimbiosis Dengan MVA
Terhadap Berbagai Tingkat Cekaman
Kekeringan. Jurnal Hayati Vol.13 No.2.
Hal.43 – 48.
Imas, Tedja. 1989. Mikrobiologi Tanah II.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat
Antar Universitas Bioteknologi Insitut
Pertanian Bogor, Bogor.
Jumin, B. H. 2005. Dasar – Dasar Agronomi.
Divisi Buku Perguruan Tinggi PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Lakitan, B. 2000. Dasar – Dasar Fisiologi
Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Lisdiana, Fahruddin. 2000. Budidaya Kacang –
Kacangan. Kanisius, Yogyakarta.
Morandi, D. A. 1996. Occurrence Of
Phytoalexins And Phenolic Compounds In
Endomy Corrhizal Interactions And Their
Potential Role In Biological Control. Plant
and soil. 185 : 241 – 251.
Nurhayati. 2010. Pengaruh Waktu Pemberian
Mikoriza Vesikular Arbuskular Pertumbuhan
Tomat. J. Agrivigor Vol.9 No.3. Hal : 280 –
284.
Podila, Gopi K. and D. D. Douds. 2001. Current
Advances in Mychorrhizae Research. APS
Press, USA.
Rukmana, R. dan Yuniarsih. 2003. Kedelai
Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius,
Yogyakarta.
Sastrahidayat, Ika Rochdjatun. 2011. Rekayasa
Pupuk Hayati Mikoriza Dalam Meningkatkan
Produksi Pertanian. Universitas Brawijaya
Press, Malang.
Semangun, H. 2004. Pengantar Ilmu Penyakit
Tumbuhan. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Supriati L. 2005. Potensi Antagonis pada Lahan
Gambut untuk Mengendalikan Penyakit
Rebah Semai (Sclerotium rolfsii Sacc.) pada
Tanaman Kedelai. Seminar Hasil Penelitian
Fakultas
Pasca
Brawijaya, Malang.
Sarjana
Universitas
Talanca, Haris. 2010. Status Cendawan
Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) Pada
Tanaman. Prosiding Pekan Serealia Nasional.
Balai Penelitian Tanaman Serealia, Sulawesi
Selatan.
Trigiano, Robert N., Mark T. Windham, and
Alan S. Windham. 2004. Plant Pathology –
Concepts and Laboratory Exercise. CRC
Press, United States.
Yulianti, Titiek dan Cece Suhara. 2006.
Patogenisitas Sclerotium rolfsii , Rhizoctonia
solani, dan R. bataticola dari Beberapa
Sumber Inokulum Terhadap Kecambah Wijen
(Sesamum indicum L). Prosiding Seminar
Memacu Pengembangan Wijen untuk
Mendukung Agroindustri. Puslitbangbun,
Malang.
Download