UJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN Sclerotium rolfsii PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merril. var. Argomulyo) Nama NRP Jurusan Dosen Pembimbing : Ella Ratih Wahyu : 1509100042 : Biologi : Kristanti Indah Purwani, S.Si., M.Si. Ir. Sri Nurhatika, MP. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis pemberian Glomus fasciculatum terhadap Sclerotium rolfsii penyebab penyakit layu pada kedelai serta mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan kedelai. Penelitian ini menggunakan perlakuan level dosis mikoriza yaitu 0 gram mikoriza dan tanpa jamur patogen, 0 gram mikoriza dengan jamur patogen, 10 gram mikoriza, 20 gram mikoriza, 30 gram mikoriza, 40 gram mikoriza, dan 50 gram mikoriza. Hasil penelitian menunjukkan dosis 50 gram mikoriza G. fasciculatum merupakan dosis yang paling berpengaruh positif terhadap pertumbuhan kedelai pada parameter panjang batang; jumlah daun sehat dan sakit; berat kering tanaman (akar, tajuk, dan polong); dan intensitas serangan penyakit untuk menekan serangan penyakit disebabkan jamur patogen S. rolfsii. Kata kunci : Glomus fasciculatum, Sclerotium rolfsii, kedelai. Abstract The aims of this research were to find out the influence of Glomus fasciculatum dosage against the infection of Sclerotium rolfsii which causes wilting diseases on soybean and its effects on the soybean growth. Several dosage of mycorrhizal were used in this experiment .i.e : 0 gram of mycorrhizal with and without fungal pathogen, 10 grams, 20 grams, 30 grams, 40 grams, and 50 grams. The result of this research shows that G. fasciculatum has a positive effect to inhibit S. rolfsii based on long stems, number of leaves (health and wounded), dry plants weight (pods, root’s,and dry crown’s) and intensity of the disease attack for emphasized attack by S. rolfsii. Keyword : Glomus fasciculatum, Sclerotium rolfsii, kedelai. PENDAHULUAN Kedelai (Glycine max L. Merrill) termasuk tanaman palawija dan tanaman semusim. Di Indonesia, kedelai menjadi sumber gizi nabati utama setelah beras. Kedelai merupakan salah satu komoditas strategis jenis legume penting di Indonesia yang diusahakan secara luas. Kebutuhan kedelai di Indonesia setiap tahun selalu meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan perbaikan pendapatan perkapita (Departemen Pertanian, 2008). Oleh karena itu mengingat produksinya masih rendah, sampai saat ini Indonesia menjadi negeri pengimpor kedelai. Ketergantungan impor kedelai sangat mengancam serius ketahanan pangan di Indonesia. Di sisi lain, kurangnya pemenuhan kedelai di Indonesia disebabkan karena adanya berbagai penyakit pada tanaman kedelai diantaranya yaitu penyakit layu. Penyakit tanaman merupakan salah satu kendala dalam meningkatkan produksi tanaman kedelai di Indonesia. Pada kedelai varietas Argomulyo mempunyai daya hasil hingga 2 ton/ha pada saat panen (Talanca, 2010). Susunan tubuh tanaman kedelai terdiri atas dua macam organ yaitu organ vegetatif dan organ generatif. Organ vegetatif (15 – 30 hari) meliputi akar, batang, dan daun sedangkan organ generatif (35 – 90 hari) meliputi buah, bunga dan biji. Tanaman kedelai mempunyai dua stadia tumbuh, yaitu stadia vegetatif dan stadia reproduktif. Stadia vegetatif mulai dari tanaman berkecambah sampai saat berbunga, sedangkan stadia reproduktif mulai dari pembentukan bunga sampai pemasakan biji. Tanaman kedelai di Indonesia dapat tumbuh pada suhu udara yang tinggi (>30° C), sebagian besar mulai berbunga pada umur antara 5 – 7 minggu (Lisdiana, 2000). Jamur patogen Sclerotium rolfsii merupakan patogen penyebab layu pada tanaman legume seperti tanaman kedelai. Tingkat serangan lebih dari 5% di lapang sudah dapat merugikan secara ekonomi, tanaman kedelai yang terserang hasilnya akan rendah atau sama sekali gagal panen. Di Indonesia, kerugian akibat jamur patogen pada tanaman kedelai bervariasi. Di Nusa Tenggara Barat intensitas serangan pada komoditas kedelai mencapai 55% (Supriati, 2005). Patogen ini termasuk cendawan penghuni tanah dan mempunyai miselia bewarna putih terlihat pada pangkal batang. Sklerotia cendawan ini terbentuk pada miselia yang tumbuh, berwarna putih yang kemudian mengeras bewarna hitam kecoklatan. Patogen ini biasa menyerang tanaman pada umur 2 – 3 minggu. Ukuran sklerotia S. rolfsii mempunyai diameter 0,5 – 2 mm. Di dalam tanah sklerotium dapat bertahan sampai 6 – 7 tahun. Dalam cuaca yang kering sklerotium dapat mengeriput, tetapi ini justru akan berkecambah dengan cepat jika kembali berada di lingkungan yang lembab. Suhu optimum untuk perkembangan penyakit adalah antara 22°C – 29°C sedangkan pH optimumnya 3 – 6 (Semangun, 2004). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman dengan penambahan mikoriza vesikular arbuskular (MVA) umumnya lebih tahan terhadap serangan penyakit. Oleh karena itu, penanggulangan penyakit layu pada batang dan akar dapat menggunakan mikoriza sebagai upaya preventif atau pencegahan untuk mengurangi dampak negatif penyakit layu S. rolfsii. Menurut Morandi (1996), akar kedelai yang terinfeksi jamur MA (Mikoriza Arbuskular) kandungan glyceolin (senyawa dari golongan fenol yang bersifat dapat menurunkan efek patogenitas) meningkat karena adanya pengaruh akumulasi dari fitoaleksin dibanding yang tidak terinfeksi jamur MA dan peningkatan senyawa fenol ini pada setiap tanaman berbeda. Dari beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa pemberian mikoriza Glomus sp. dapat meningkatkan produktivitas tanaman yang terserang jamur patogen. Pada penelitian ini digunakan tanaman kedelai yang diberi penambahan G. fasciculatum untuk mengurangi dampak negatif jamur patogen S,rolfsii dengan perlakuan level dosis. Inokulum mikoriza yang digunakan adalah inokulum campuran. Inokulum ini disebut campuran karena medianya terdiri atas tanah, potongan akar tanaman inang, miselium – miselium, dan juga spora. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 sampai Maret 2013 di Laboratorium Botani dan Laboratorium Mikologi Biologi ITS Surabaya serta Green House Kebun Bibit Jl. Kendalsari Surabaya milik Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota Surabaya. A. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Analisis sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di Jurusan Tanah Universitas Brawijaya, Malang. Sampel tanah yang di analisa merupakan campuran dari tanah dan pasir dengan perbandingan 2 : 1. Sampel tanah yang akan dianalisis, di sterilisasi terlebih dahulu menggunakan formalin 5 %. Sampel tanah tersebut di analisa masing – masing perlakuan dosis dan tiap sampel berisi media tanam sebanyak ± 250 gram (Nurhayati, 2010). Sifat fisik yang diukur adalah tekstur tanah dan suhu tanah. Sedangkan sifat kimia tanah yang diukur adalah kandungan NPK, pH tanah, dan kadar air (Sastrahidayat, 2011). B. Perbanyakan Jamur Patogen S. rolfsii S. rolfsii yang diperbanyak merupakan isolat murni dalam bentuk cawan petri yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Malang (BALITTAS). Isolat murni tersebut kemudian ditumbuhkan pada medium Potato Dextrose Agar (PDA) dalam cawan petri yang telah disterilisasi sebelumnya menggunakan autoklaf pada suhu 121˚C dan tekanan uap 1,5 atm selama 15 menit. Perbanyakan S. rolfsii ini dilakukan menggunakan sklerotia dari isolat murni dan diletakkan pada bagian tengah cawan petri yang berisi medium PDA menggunakan pinset. Medium PDA selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang hingga jumlah sklerotianya cukup untuk dipanen. Setelah itu, S. rolfsii yang telah tumbuh pada medium PDA diperbanyak kembali pada medium sekam sebelum diaplikasikan pada tanaman. Medium sekam dibuat dari campuran antara sekam sebanyak 30 gram dan air sebanyak 30 ml yang dimasukkan ke kantong plastik tahan panas. Sebelum digunakan, media tersebut disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan uap 1,5 atm selama 20 menit. Setiap medium sekam diinokulasikan 5 buah sklerotia dan miselia sebanyak ¼ cawan petri dari hasil perbanyakan S.rolfsii. Isolat S. rolfsii kemudian dibiakkan selama 4 minggu pada suhu ruang sebelum diinokulasikan ke media tanam (Yulianti, 2006). C. Persiapan Media Tanam Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah dan pasir dengan perbandingan 2 : 1. Media tanam tersebut dimasukkan dalam plastik tahan panas sebanyak 3 kg, kemudian disterilisasi dengan formalin 5%. Masing – masing 3 kg media tanam diberi 75 ml formalin 5%. Kemudian media tanam tersebut diaduk merata dan dibungkus dengan plastik selama 7 hari. Setelah itu, bungkus plastik dibuka dan media tanam dihawakan selama 7 hari (Astiko1, 2009). D. Persiapan Penanaman dan Inokulasi Mikoriza Mikoriza yang digunakan adalah jenis G. fasciculatum dalam bentuk inokulum campuran. Benih kedelai dan mikoriza dimasukkan ke dalam polybag yang telah berisi media tanam sebanyak 3 kg. Masing – masing polybag berisi satu benih kedelai dan diberi label. Benih dan inokulum mikoriza diinokulasikan secara bersamaan pada media tanam dengan cara dimasukkan di dalam lubang dengan kedalaman 2 – 3 cm menggunakan sekop kecil. Lubang tersebut kemudian ditutup kembali dengan tanah. Selanjutnya, dimasukkan benih kedelai sedalam 1 cm dari atas permukaan tanah pada lubang yang sama ketika mikoriza dimasukkan (Sastrahidayat, 2011). Perlakuan yang dilakukan sebanyak 7 macam yaitu tanpa pemberian mikoriza dan tanpa pemberian patogen sebagai kontrol, mikoriza 0 gram (tanpa pemberian mikoriza saja), mikoriza sebanyak 10 gram, mikoriza sebanyak 20 gram, mikoriza sebanyak 30 gram, mikoriza sebanyak 40 gram, dan mikoriza sebanyak 50 gram. Kemudian media tanam tersebut dilakukan pemberian pupuk dasar NPK sebanyak 1 gram/tanaman (Ariani, 2009). E. Inokulasi Patogen S. rolfsii Patogen yang digunakan adalah jamur tular tanah dengan jenis S. rolfsii yang telah diperbanyak. Inokulasi jamur ini dilakukan setelah 4 minggu waktu penanaman. Inokulasi dilakukan dengan cara melubangi area di sekitar tanaman, lalu ditaburkan media sekam sebanyak 30 gram yang telah mengandung S. rolfsii ke dalam lubang – lubang tersebut. Tanah kemudian di tutup dengan pasir menggunakan sekop kecil (Buhaira, 2009). Selanjutnya, dilakukan penyiraman setiap hari pada permukaan tanah di sekitar tanaman di dalam polybag menggunakan handsprayer yang berisi air. F. Parameter Pengamatan Panjang Batang Pengamatan panjang batang dilakukan setiap minggu selama 12 minggu. Panjang batang diukur menggunakan benang dan penggaris dari batas terbawah pertumbuhan sampai batas teratas pertumbuhan tanaman yaitu pada daun terakhir yang tumbuh (Sastrahidayat, 2011). Jumlah Helai Daun Perhitungan jumlah helai daun dilakukan pada daun yang sehat dan yang terkena penyakit. Perhitungan jumlah daun ini dilakukan seminggu sekali selama 12 minggu (Sastrahidayat, 2011). Berat Kering Tanaman Pengukuran berat kering dilakukan pada akar dan tajuk. Pengukuran berat kering dilakukan setelah tanaman di panen yaitu 12 minggu setelah tanam. Bagian tanaman dipisahkan sehingga diperoleh 2 bagian tanaman yaitu akar dan tajuk. Akar kemudian dicuci dengan air di dalam beaker glass dan bilas kembali menggunakan aquades. Akar yang telah dicuci lalu diletakkan di antara kertas saring menggunakan pinset untuk menyerap sisa – sisa air cucian. Kemudian setelah air terserap, dilakukan penimbangan berat basah dengan menggunakan neraca analitik. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada tajuk. Selanjutnya akar dan tajuk tersebut dikeringkan pada suhu 70˚C di dalam oven selama 2 hari. Akar dan tajuk yang telah benar – benar kering kemudian di timbang menggunakan neraca analitik (Sastrahidayat, 2011). Persentase Infeksi Mikoriza G. fasciculatum Perhitungan infeksi mikoriza pada akar kedelai dilakukan dengan dibuat terlebih dahulu preparat akar semi permanen. Persen infeksi mikoriza dihitung dari jumlah akar yang terinfeksi dari 10 potongan akar yang diamati dari masing – masing tanaman. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop. Akar yang terinfeksi mikoriza ditandai dengan adanya vesikel atau arbuskula dalam korteks akar tanaman. Setelah 1 bulan dilakukan pengamatan infeksi mikoriza dengan membuat preparat akar semi permanen. Akar tanaman dibersihkan dan dipotong sepanjang 1 cm menggunakan scalpel. Kemudian akar dicuci dengan air dan dimasukkan ke dalam tabung film lalu ditambahkan KOH 10% kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 95˚C selama 60 menit. Setelah itu KOH dibuang dan ditambahkan H2O2 yang selanjutnya dibuang dan dibilas dengan air. Kemudian diberi HCl 5% selama 5 menit. Setelah itu HCl dibuang dan ditambahkan Lactophenol Tryphan Blue (LTB) dan dipanaskan dalam oven 70˚C selama 30 menit. Setelah pemanasan tersebut, LTB di buang dan akar di bilas dengan air. Kemudian ditambahkan lactogliserol yang hanya dibilaskan saja (Sastrahidayat, 2011) Potongan akar disusun pada kaca preparat kemudian ditutup dengan kaca penutup. Pemilihan potongan akar dilakukan secara acak sebanyak 10 potongan. Preparat ini kemudian diamati menggunakan mikroskop. Persen infeksi mikoriza dihitung dari jumlah akar yang terinfeksi dari 10 potongan akar yang diamati. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop. Akar yang terinfeksi mikoriza ditandai dengan adanya vesikel atau arbuskula dalam korteks akar tanaman. Mikoriza dikatakan viable jika mempunyai persentase infeksi sebesar 50%. Persen infeksi mikoriza dihitung berdasarkan rumus (Alkareji, 2008) : % infeksi = Persentase Infeksi S. rolfsii Untuk mengetahui infeksi S. rolfsii perlu dilakukan perhitungan persentase infeksi S. rolfsii pada tanaman kedelai yang diperoleh dari pengamatan pada preparat akar semi permanen. Persen infeksi S.rolfsii dihitung dari jumlah akar yang terinfeksi dari 10 potongan akar yang diamati dari masing - masing tanaman. Persen infeksi S.rolfsii dihitung berdasarkan rumus Philip & Haymen (1997) : Keterangan : JAT = jumlah akar yang terinfeksi S. rolfsii JSP = jumlah total potongan akar tanaman (Hapsoh, 2006) Intensitas Serangan Penyakit Penentuan intensitas serangan penyakit didasarkan pada perbandingan antara jumlah tanaman yang sakit atau jumlah bagian tanaman yang sakit dengan jumlah tanaman seluruhnya atau jumlah bagian tanaman seluruhnya, seperti daun, batang, akar, buah, atau bagian tanaman lain yang memperlihatkan gejala serangan penyakit. Pengukuran intensitas serangan penyakit dilakukan berdasarkan tingkat serangannya pada daun tanaman kedelai. Perhitungan dilakukan berdasarkan rumus : Keterangan : I = Intensitas serangan n = Jumlah daun yang terserang V = Nilai skala pada daun yang terserang Z = Nilai skala yang tertinggi pada daun yang terserang N = Jumlah daun yang diamati (Sastrahidayat, 2011) G. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan dosis mikoriza yang meliputi 7 level dosis yaitu tanpa pemberian mikoriza dan tanpa pemberian patogen sebagai kontrol negatif, tanpa pemberian mikoriza tetapi diberi jamur patogen sebagai kontrol positif, mikoriza sebanyak 10 gram, mikoriza sebanyak 20 gram, mikoriza sebanyak 30 gram, mikoriza sebanyak 40 gram, dan mikoriza sebanyak 50 gram. Masing – masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Greenhouse dan Analisa Kimia Media Tanam Greenhouse yang digunakan untuk penelitian berlokasi di Jl. Kendalsari, Surabaya. Kondisi fisik yang diukur yaitu suhu. Suhu pada saat pagi dan malam sekitar 28˚C sedangkan untuk siang hingga sore sekitar 30˚C – 32˚C. Menurut data tersebut, suhu di greenhouse masih mencukupi syarat tumbuh untuk tanaman kedelai. Suhu yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 30˚C, namun pada suhu yang rendah (< 15˚C) proses perkecambahan menjadi sangat lambat bisa mencapai 2 minggu. Hal ini dikarenakan perkecambahan biji tertekan pada kondisi kelembapan tanah tinggi, banyaknya biji yang mati akibat respirasi air dari dalam biji yang terlalu cepat. Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21˚C – 34˚C, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 23˚C – 27˚C. Pada proses perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu yang cocok sekitar 30˚C (Adisarwanto, 2005). Kadar unsur hara yang diperlukan tanaman kedelai yaitu unsur N sebanyak 4,26% – 5,5%; unsur P sebanyak 0,26% – 0,5%; dan unsur K sebanyak 1,71% – 2,5% (Rukmana, 2003). Berikut merupakan tabel hasil analisa media tanam. Tabel 1. Tabel hasil analisa media tanam sebelum dan setelah aplikasi. Setelah Parameter Sebelum N (%) P (mg/kg) Perl.1 Perl.2 Perl.3 Perl.4 Perl.5 Perl.6 0,0167 9,046 0,06 4,53 0,06 4,59 0,07 6,38 0,08 7,15 0,09 9,33 0,11 9,70 Perl. 7 0,17 11,82 K (me/100g) 0,23 0,36 0,35 0,40 0,40 0,49 0,61 0,74 pH 6,3 6 4,2 4,5 3,4 3,7 3,8 4,3 Kelembaban (%) 21,47 60% 65% 70% 80% 90% 85% 92% Keterangan : Perlakuan 1 = 0 gram mikoriza dan tanpa pemberian jamur patogen (kontrol negatif). Perlakuan 2 = 0 gram mikoriza dan dengan pemberian jamur patogen (kontrol positif). Perlakuan 3 = 10 gram mikoriza dan dengan pemberian jamur patogen. Perlakuan 4 = 20 gram mikoriza dan dengan pemberian jamur patogen. Perlakuan 5 = 30 gram mikoriza dan dengan pemberian jamur patogen. Perlakuan 6 = 40 gram mikoriza dan dengan pemberian jamur patogen. Perlakuan 7 = 50 gram mikoriza dan dengan pemberian jamur patogen. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa pH 3,4 – 5 sehingga tanah tergolong asam karena telah ditumbuhi mikoriza dan jamur patogen. Keduanya termasuk jamur yang hidupnya mengeluarkan berbagai senyawa dari proses metabolisme tubuhnya sehingga menyebabkan kondisi media tanam menjadi asam (Lakitan, 2000). Pada media tanam, kelembaban berkisar 60% – 95%. Kelembaban tersebut cocok untuk tumbuh kedelai. Kedelai dapat tumbuh pada kondisi tanah yang lembab. Kondisi seperti ini optimal benih ditanam hingga pengisian polong. Kekurangan air pada masa pertumbuhan akan menyebabkan tanaman kerdil, dapat menyebabkan kematian apabila kekeringan telah melampaui batas toleransinya (Jumin, 2005). Pada Tabel 1 dapat diketahui mikoriza dapat berperan meningkatkan unsur hara dalam kondisi media tanam yang unsur haranya sangat rendah. Manfaat mikoriza ini secara nyata terlihat jika kondisi tanahnya miskin hara atau kondisi kering, sedangkan pada kondisi tanah yang subur peran mikoriza tidak begitu nyata. Pada jumlah unsur N dan K setelah diberi perlakuan terjadi peningkatan. Hal ini diduga karena mikoriza mampu menghasilkan berbagai senyawa dari proses metabolismenya. Senyawa tersebut dapat berupa asam – asam organik, ammonium (NH4+), serta berbagai enzim. Pada senyawa metabolit mikoriza tersebut mengandung unsur penyusun pembentukan N, P, maupun K sehingga adanya senyawa tersebut dapat meningkatkan kadar unsur hara di dalam tanah. Pada unsur P terjadi penurunan analisa pada perlakuan 1 hingga perlakuan 4. Pada penelitian ini diduga bahwa tanaman kedelai menyerap unsur N, P, K yang berasal dari pupuk sintetik sehingga kandungan unsur hara N, P, K di dalam tanah berkurang. Hal ini ditandai pada perlakuan 1 hingga 4 mempunyai selisih penyerapan unsur hara yang lebih besar dari penyerapan yang terjadi perlakuan 5 hingga 7. Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa penyerapan unsur N, P, K dalam tanah semakin menurun seiring dengan bertambahnya dosis mikoriza yang diberikan. Hal ini didukung oleh Sastrahidayat (2011) yang menyatakan bahwa mikoriza berperan sebagai efisiensi penyerapan pupuk dalam tanah sehingga unsur hara yang diserap oleh tanaman sesuai dengan kebutuhan hara tanaman itu sendiri. Pada perlakuan 5 hingga perlakuan 7 terjadi peningkatan jumlah unsur P. Hal ini disebabkan karena mikoriza yang diinokulasikan pada tanaman mengeluarkan senyawa metabolit yang terakumulasi dalam tanah dimana senyawa tersebut dapat digunakan untuk pembentukkan unsur P. B. Pengaruh Pemberian Mikoriza G. fasciculatum Terhadap Tanaman Kedelai varietas Argomulyo Mikoriza yang digunakan pada penelitian ini mempunyai kerapatan spora 5 spora/gram. Berikut merupakan hasil rata – rata dari panjang batang dan jumlah daun yang telah diuji menggunakan uji Duncan : Tabel 2. Pertumbuhan panjang batang dan jumlah daun sehat tanaman kedelai pada minggu ke – 4 setelah tanam (sebelum di inokulasi jamur patogen). Perlakuan Panjang Batang Jumlah Daun (-) mikoriza dan (-) 82,75 ab 12,5 a patogen (-) mikoriza dan (+) 70,5 a 12,25 a patogen 10 gr mikoriza dan 93,25 bc 13,25 a (+) patogen 20 gr mikoriza dan 94,25 bc 13,75 a (+) patogen 30 gr mikoriza dan 99 bc 13,75 a (+) patogen 40 gr mikoriza dan 106,5 c 20,5 b (+) patogen 50 gr mikoriza dan 122 c 22,25 b (+) patogen Keterangan : Angka – angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan dengan taraf 5%. Gambar 1. Grafik pertumbuhan panjang batang dan jumlah daun sehat tanaman kedelai minggu ke – 4 setelah tanam (sebelum di inokulasi jamur patogen). Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa pertumbuhan rata – rata panjang batang memberikan pengaruh yang nyata pada tanaman yang diberi mikoriza dan yang tidak diberi mikoriza. Rata – rata pertumbuhan yang tertinggi pada kedelai yang diberi dosis mikoriza 50 gram, sedangkan pada pertumbuhan yang terendah terdapat pada perlakuan kontrol yaitu tanaman yang tidak di beri penambahan mikoriza. Hal yang sama juga terjadi pada jumlah daun dimana jumlah daun yang paling banyak terjadi pada dosis mikoriza yang paling tinggi yaitu 50 gram. Sedangkan pada tanaman kontrol (tidak dilakukan pemberian mikoriza) panjang batangnya lebih rendah dan jumlah daunnya lebih sedikit daripada tanaman yang diberi penambahan mikoriza. Hal ini terjadi karena tanaman yang tidak terinfeksi mikoriza penyerapan unsur haranya tidak optimal dan media tanam yang digunakan memiliki kandungan unsur hara yang rendah sehingga pertumbuhan tanaman pun tidak lebih baik daripada tanaman yang diberi perlakuan mikoriza. Mikoriza dapat membantu dalam penyerapan air sehingga panjang batang serta jumlah daun tetap dapat tumbuh optimal dan mengalami peningkatan seiring dengan penambahan dosis mikoriza. Mikoriza membantu penyerapan air dengan bantuan hifa – hifa eksternal sehingga dapat memperluas daerah penyerapan air oleh akar (Nurhayati, 2010). Pada grafik yang ditunjukkan pada Gambar 1 dapat di lihat bahwa pertambahan panjang batang dan jumlah daun berbanding lurus dengan penambahan dosis mikoriza. Hal ini terjadi karena spora – spora mikoriza telah berkecambah dan mulai membentuk struktur – struktur fungsional yang dapat membantu tanaman dalam penyerapan air dan unsur hara di dalam tanah. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Semangun (2004) yang menyebutkan bahwa selain dari penyerapan air, juga disebabkan oleh unsur N dan P sangat penting dalam pembentukan protein dan merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman. Unsur P berperan untuk pertumbuhan panjang batang dan jumlah daun sedangkan unsur N berperan dalam pembentukan batang, akar, dan daun. Selain itu mikoriza juga mampu mestimulus hormon – hormon pertumbuhan tanaman seperti sitokinin dan auksin. Hormon sitokinin dan auksin ini berperan dalam pembelahan dan pemanjangan sel, salah satunya pada sel – sel batang sehingga dapat meningkatkan tinggi tanaman maupun jumlah daun pada suatu tanaman (Talanca, 2010). C. Pengaruh Pemberian Mikoriza G. fasciculatum Terhadap Jamur Patogen S. rolfsii Pada Tanaman Kedelai varietas Argomulyo Berdasarkan uji ANOVA didapatkan bahwa dosis mikoriza yang telah diberikan memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang batang, jumlah daun, dan berat kering pada tanaman kedelai. Mikoriza yang digunakan pada penelitian ini mempunyai kerapatan spora 5 spora/gram. Kemudian dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan uji Duncan. Pada pengamatan jumlah daun, perhitungan dibedakan antara jumlah daun yang sehat dan jumlah daun yang sakit. Ciri daun yang sakit adalah daun yang terdapat bercak – bercak berwarna coklat dengan warna kuning di sekitar kumpulan bercak dimana tanda tersebut merupakan tanda khas dari penyakit layu S. rolfsii. Hasil masing – masing parameter (panjang batang, jumlah daun sehat, berat kering akar, berat kering tajuk, dan berat kering polong) tersebut saling berbanding lurus dengan penambahan dosis mikoriza dan persentase infeksi mikoriza kecuali pada parameter jumlah daun sakit. Pada tanaman yang diberi perlakuan dosis mikoriza paling tinggi yaitu 50 gram mempunyai hasil rata – rata parameter panjang batang, jumlah daun, dan berat kering tanaman. Hasil tersebut juga didukung dengan persentase infeksi mikoriza yang paling tinggi pula yaitu sebesar 95%. Hasil rata – rata pada tiap parameter semakin menurun seiring dengan menurunnya dosis mikoriza yang dihasilkan sehingga persentase infeksi mikoriza juga semakin menurun. Berikut merupakan hasil pengamatan yang dilakukan pada minggu ke – 12 atau saat panen yang telah diuji menggunakan uji Duncan : Tabel 3. Pertumbuhan panjang batang, jumlah daun sehat, jumlah daun sakit, dan berat kering tanaman (akar, polong, dan tajuk) tanaman kedelai pada minggu ke – 12 setelah tanam. Jumlah Daun Berat Kering (gram) Panjang Perlakuan Batang (cm) Sehat Sakit Akar Tajuk Polong (-) mikoriza dan (-) 188,375 b 44,25 b 0a 0,1975 ab 1,745 ab 0a patogen (-) mikoriza dan (+) 83,5a 27,25 a 27,25 d 0,0975 a 1,1325 a 0a patogen 10 gr mikoriza dan (+) 190,625 b 46,5 b 25,75 cd 0,3075 abc 2,2875 ab 0a patogen 20 gr mikoriza dan (+) 230,125 bc 48,5 b 20 bcd 0,41 bcd 3,1075 abc 0a patogen 30 gr mikoriza dan (+) 279,75 c 50,75 b 19,25 bc 0,5075 cd 4,2625 bc 0,1825 b patogen 40 gr mikoriza dan (+) 289 c 52,75 b 16 b 0,615 de 5,0425 cd 0,43 b patogen 50 gr mikoriza dan (+) 301,625 c 58 b 14,75 b 0,815 e 7,0675 d 0,6825 b patogen Keterangan : Angka – angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan dengan taraf 5%. Gambar 2. Grafik pertumbuhan panjang batang, jumlah daun sehat, dan jumlah daun sakit, tanaman kedelai pada minggu ke – 12 setelah tanam. Gambar 3. Grafik pertumbuhan berat kering tanaman (akar, polong, dan tajuk) tanaman kedelai pada minggu ke – 12 setelah tanam. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa mikoriza menekan perkembangan patogen sampai tingkat yang signifikan sehingga tanaman masih mampu tumbuh dan berproduksi pada tanaman yang dilakukan pemberian dosis mikoriza. Hal ini dibuktikan dari hasil rata – rata dari semua parameter pada Tabel 3 terlihat bahwa peningkatan hasil rata – rata panjang batang, jumlah daun sehat,berat kering tanaman berbanding lurus dengan semakin besarnya dosis mikoriza pada penelitian ini yaitu sebesar 50 gram. Pada tanaman yang diberi perlakuan mikoriza dengan dosis paling besar pada penelitian ini yaitu 50 gram menghasilkan rata – rata yang paling tinggi diantaranya pada panjang batang sebesar 301,625 cm; jumlah daun sehat sebesar 58 buah; berat kering akar sebesar 0,815 gram; berat kering tajuk sebesar 7,0675 gram; dan berat kering polong sebesar 0,6825 gram. Namun hasil yang berbeda terjadi pada jumlah daun sakit dimana rata – rata jumlah daun sakit tersebut berbanding terbalik dengan penambahan dosis mikoriza. Pada tanaman yang diberi dosis mikoriza 50 gram, rata – rata jumlah daun sakitnya paling kecil yaitu 14,75 buah sedangkan pada tanaman kontrol positif mempunyai rata – rata jumlah daun sakit yang paling besar yaitu 27,25 buah. Perlakuan tanaman yang tidak diberi mikoriza tetapi ditambah patogen panjang batangnya mengalami penurunan karena mengalami kelayuan. Layu tersebut diduga terjadi karena penyerapan dan transportasi air yang terganggu karena hifa jamur patogen yang menginfeksi akar tanaman inang merusak struktur akar sehingga pengangkutan air untuk seluruh bagian tanaman terganggu. Layu pada tanaman kedelai yang terinfeksi jamur patogen ini disebabkan karena transport air maupun unsur hara yang terganggu. S. rolfsii menyerang tanaman dengan cara menginfeksikan miselianya pada akar dan batang tanaman inang dengan mengeluarkan enzim hidrolitik dan oksidatif yang berfungsi merusak struktur akar tanaman untuk menyerap karbon, gula, polisakarida, lipid, asam amino, polipeptida, sulfur, dan fosfor sebagai sumber makanan (Trigiano, 2004). Oleh karena hal tersebut transport air ke seluruh bagian tanaman oleh akar juga terganggu. Hall (1991) menyatakan bahwa daun yang terdapat bercak coklat disebabkan oleh tanaman yang kekurangan oleh unsur hara seperti N, P, K, Mg, Ca, Zn, dan Fe. Hal tersebut terjadi karena jamur patogen mengganggu transportasi unsur – unsur yang diperlukan untuk pertumbuhan daun tersebut seperti unsur Mg yang diperlukan untuk pembentukan klorofil. Jika tranportasi hara terganggu maka unsur Mg yang disalurkan pada daun juga berkurang sehingga menimbulkan klorosis yang berupa bercak – bercak berwarna coklat. Pada tanaman yang diberi perlakuan dosis mikoriza, jumlah daun sakitnya lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol positif (tanaman yang diberi patogen dan tanpa mikoriza). Hal ini diduga karena mampu mikoriza juga mampu menstimulus kandungan senyawa fenol (zat antibiotik) yang dikeluarkan oleh tanaman, seperti flavonoid atau isoflavonoid (Podila, 2001). Bila dilihat dari panjang batang dan jumlah daun tanaman, maka media tanam yang ditambah dengan aplikasi jamur mikoriza dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dibandingkan dengan tanpa aplikasi jamur mikoriza. Hal tersebut dapat terlihat dari panjang batang dan jumlah daun terbanyak terjadi pada tanaman yang diberi dosis mikoriza 50 gram dengan persentase infeksi mikoriza sebesar 95% sedangkan untuk infeksi patogen sebesar 28%. Hal tersebut berbanding terbalik dengan tanaman yang diberi dosis mikoriza 10 gram yang mempunyai rata – rata panjang batang dan jumlah daun terendah dimana tanaman tersebut persentase infeksi mikoriza juga paling rendah yaitu 55% sedangkan untuk infeksi patogen sebesar 68%. Kelangsungan simbiosis antara tanaman dan mikoriza akan berpengaruh terhadap proses – proses metabolisme tanaman seperti pada peristiwa fotosintesis akan berlangsung secara maksimal dan mencukupi untuk digunakan pada proses pertumbuhan tanaman. Semakin besar infeksi mikoriza pada akar tanaman maka fotosintat yang dihasilkan juga akan semakin optimal (Feronika, 2003). Panjang batang dan jumlah daun sehat juga diikuti dengan peningkatan rata – rata berat kering tanaman. Pada berat kering akar, perlakuan kontrol positif berbeda nyata dengan tanaman yang diberi mikoriza 20 gram hingga 50 gram. Berat kering akar menunjukkan peningkatan yang signifikan pada tanaman yang diberikan dosis mikoriza 40 gram dan 50 gram. Akar yang terinfeksi mikoriza mempunyai berat kering yang lebih besar. Selain itu besarnya berat kering tajuk yang dipengaruhi oleh pemberian dosis mikoriza didukung oleh penelitian Anas (1997) yang menyatakan bahwa mikoriza dapat menstimulasi pembentukan hormon. Mikoriza dapat menstimulus pembentukkan hormon seperti auksin, sitokinin, dan giberelin, yang berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, dengan adanya stimulasi produksi hormon pertumbuhan tersebut oleh mikoriza sehingga berpengaruh pada berat kering tajuk tanaman. Berat kering tajuk yang meningkat juga diikuti dengan peningkatan berat kering polong. Hal ini karena daun – daun yang terletak pada tajuk melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat. Karbohidrat merupakan salah satu senyawa utama untuk pembentukkan polong. Pada berat kering polong terdapat beberapa tanaman yang tidak tumbuh polong, polong hanya tumbuh pada tanaman yang diberi penambahan jamur patogen dan dosis mikoriza 30 gram, 40 gram, dan 50 gram. Berat kering polong yang dihasilkan juga berbanding lurus dengan penambahan dosis mikoriza dimana berat kering polong yang paling besar terjadi pada tanaman yang diberi penambahan dosis mikoriza paling tinggi pula yaitu 50 gram dengan persentase infeksi mikoriza 95%. Sedangkan berat kering polong yang paling rendah terjadi pada tanaman yang diberi dosis mikoriza 30 gram dengan persentase infeksi mikoriza sebesar 73%. Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa bagian tanaman seperti akar, tajuk, dan polong pada tanaman yang tidak diberi perlakuan mikoriza (persentase infeksi mikoriza 0%) dan diberi jamur patogen mempunyai berat kering yang paling rendah dan tidak tumbuh polong. Pada kedelai yang diberi dosis mikoriza 10 gram dan 20 gram juga tidak menghasilkan polong. Pada kedelai yang tidak diberi mikoriza tidak tumbuh polong karena unsur hara yang sangat rendah. Rata – rata berat kering tajuk pada tanaman yang diberi mikoriza dengan tanaman yang tidak diberi mikoriza menunjukkan adanya pengaruh yang nyata. Tanaman yang diberi dosis mikoriza 50 gram mempunyai berat kering tajuk sebesar 7,0675 gram. Sedangkan untuk tanaman yang tidak diberi mikoriza mempunyai berat kering tajuk yang paling rendah yaitu 1,745 gram untuk kontrol negatif dan 1,1325 gram untuk kontrol positif. Pada kontrol positif mempunyai persentase infeksi patogen yang paling besar yaitu 83% dan intensitas serangan sebesar 90,3375%. Pada tanaman yang diberi dosis mikoriza 10 gram dan 20 gram, kandungan N masih sangat rendah, hal itu terjadi karena dosis mikoriza yang diberikan masih terlalu rendah dimana persentase infeksi mikoriza pada dosis 10 gram sebesar 55% dan dosis 20 gram sebesar 65%. Selain dilihat dari persentase infeksi, peran mikoriza juga tergantung dari kerapatan spora yang diinokulasikan. Kerapatan spora mikoriza yang mampu optimal membantu penyerapan unsur hara sekitar 100 – 150 spora dan mikoriza G. fasciculatum yang digunakan pada penelitian ini adalah 5 spora/gram. Dari jumlah spora tersebut dapat diketahui bahwa dosis mikoriza 10 gram dan 20 gram kurang mencukupi untuk peningkatan penyerapan unsur hara tanaman. Selain itu dengan jumlah spora mikoriza yang lebih sedikit dalam bersaing dengan jamur patogen S. rolfsii masih belum optimal. Oleh karena itu jamur patogen S. rolfsii dapat mengambil karbohidrat yang dimanfaatkan untuk tumbuh dan berkembangbiak, padahal tanaman memerlukan karbohidrat untuk membentuk polong. Dugaan tersebut sesuai dengan Feronika (2003) yang menyatakan bahwa pertumbuhan generatif juga dapat dipengaruhi oleh faktor – faktor antara lain faktor internal. Fotosintesis terjadi pada kloroplas. Pada tanaman yang tidak fotosintesis berkurang dan karbohidrat yang dihasilkan pun hanya sedikit sehingga tidak mencukupi untuk digunakan dalam proses pembentukkan polong. Pengaruh yang diberikan mikoriza terhadap tanaman kedelai yang terserang penyakit layu S. rolfsii juga bergantung pada persentase infeksi mikoriza G. fasciculatum dan jamur patogen S. rolfsii itu sendiri. Semakin besar infeksi mikoriza, maka semakin kecil infeksi jamur patogen dan intensitas serangan, namun akan semakin besar pengaruh positif yang terjadi pada pertumbuhan tanaman kedelai itu sendiri (panjang batang, jumlah daun sehat, jumlah daun sakit, berat kering tanaman). Hasil masing – masing rata – rata dari persentase infeksi dari mikoriza G. fasciculatum, infeksi jamur patogen S. rolfsii, dan persentase intensitas serangan : membentuk polong selain disebabkan karena kurangnya unsur P dan K, juga karena fotosintesis yang terganggu. Pembentukkan polong ini dipengaruhi oleh karbohidrat yang merupakan hasil akhir dari fotosintesis sehingga semakin tinggi laju fotosintesis, maka semakin tinggi pula karbohidrat yang dihasilkan. Jika tanaman yang diinfeksi oleh patogen, maka fotosintesis pada tanaman itu akan terganggu pula. Fotosintesis terjadi pada kloroplas. Pada tanaman yang terserang jamur patogen, terjadi perubahan pada fungsi kloroplas yang tidak normal dimana terjadi degenerasi yang dapat menghambat perkembangan suatu organ dan jaringan tanaman. Oleh karena itu, hal tersebut dapat menghambat proses fosforilasi dan menghalangi sintesis klorofil. Pada akhirnya permukaan daun yang melakukan proses Tabel 3. Pengamatan persentase infeksi mikoriza, jamur patogen, dan intensitas serangan penyakit terhadap tanaman kedelai pada minggu ke – 12 setelah tanam. % infeksi Intensitas Perlakuan % infeksi S. rolfsii G.fasciculatum serangan (-) mikoriza dan (-) patogen 0% a 0% a 0000 a (-) mikoriza dan (+) patogen 0% a 83% f 90,3375 f 10 gr mikoriza dan (+) patogen 55% b 68% ef 80,075 e 20 gr mikoriza dan (+) patogen 65% bc 58% de 71,59 d 30 gr mikoriza dan (+) patogen 73% c 48% cd 52,06 c 40 gr mikoriza dan (+) patogen 78% c 38% bc 43,500 b 50 gr mikoriza dan (+) patogen 95% d 28% b 38,0933 b Keterangan : Angka – angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan dengan taraf 5%. Gambar 4. Grafik persentase infeksi mikoriza, jamur patogen, dan intensitas serangan penyakit terhadap tanaman kedelai pada saat minggu ke – 12 setelah tanam. Menurut literatur, mikoriza dapat dikatakan viable apabila memiliki persentase infeksi lebih dari 50% (Sastrahidayat, 2011). Pada Tabel 3 dapat terlihat bahwa tanaman yang diberi perlakuan dosis mikoriza tertinggi pada penelitian ini yaitu 50 gram menghasilkan persentase infeksi G. fasciculatum yang tinggi yaitu sebesar 95%, sedangkan pada persentase infeksi S. rolfsii dan intensitas serangan yang paling rendah yaitu sebesar 28% (infeksi) dan 38,0933% (intensitas serangan). Sedangkan pada tanaman yang tidak diberi mikoriza tetapi diberi patogen mempunyai intensitas serangan yang paling besar yaitu 90,34%. Pada perlakuan mikoriza 10 gram hingga 40 gram secara berturut – turut adalah 80,08%; 71,59%; 52,06%; dan 43,05%. Metode penentuan intensitas serangan pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan jumlah daun. Daun yang sakit diamati skalanya. Semua tanaman yang diberi penambahan mikoriza berbagai level dosis menunjukkan perbedaan yang nyata, kecuali pada tanaman yang diberi dosis mikoriza 40 gram dan 50 gram. Hal ini terjadi karena interaksi akar tanaman dengan mikoriza meningkatkan aktivitas enzim kitinase yang efektif menahan serangan fungi patogen (Garrido, 2002). Berikut merupakan gambar mikroskopis akar yang terinfeksi mikoriza G. fasciculatum : A B C Gambar 5. Pengamatan mikroskopis perbesaran 400 mikoriza G. fasciculatum berupa spora (A), hifa (B), dan vesikula (C). Sedangkan berikut merupakan gambar mikroskopis akar yang terinfeksi jamur patogen S. rolfsii : A B B C Gambar 6. Pengamatan mikroskopis perbesaran 400 hifa yang berwarna biru adalah hifa mikoriza G. fasciculatum (A), hifa yang berwarna putih bening adalah hifa S. rolfsii (B), foto literatur hifa S. rolfsii (Sumber : Astiko2 et al., 2009). Dengan adanya serangan S. rolfsii pada tanaman kedelai menyebabkan panjang batang, diameter batang, jumlah daun, berat kering akar, tajuk, dan polong yang dihasilkan menjadi berkurang sehingga terjadi penurunan hasil. Peristiwa itu dapat terjadi karena rusaknya pangkal batang dan akar yang terinfeksi S. rolfsii sehingga mengakibatkan terganggunya transportasi air maupun unsur hara dari akar ke bagian lain pada tanaman dan terganggunya pengangkutan hasil fotosintesa dari daun ke bagian lain dari tanaman seperti ke akar dan polong. Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa semakin tinggi dosis mikoriza, maka semakin rendah dampak yang disebabkan oleh S.rolfsii (Hall, 1991). Mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui perlindungan tanaman dari patogen akar dan unsur toksik. Oleh karena itu tanaman kedelai yang diberi perlakuan dosis mikoriza dengan jamur patogen, tanaman tersebut masih dapat tumbuh dengan panjang batang, jumlah daun, dan berat kering tanaman yang optimal walaupun telah terserang penyakit layu S. rolfsii. Peningkatan jumlah fenol yang diakumulasikan tanaman juga berpengaruh positif pada mikoriza yaitu untuk membantu penetrasi hifa dan perkecambahan spora. Selain itu peningkatan kandungan senyawa fenol ini juga distimulus oleh aktivasi enzim Phenylalanine Ammonium Lyase (PAL) yang dikeluarkan oleh tanaman itu sendiri ketika terserang patogen. Ketika tanaman terserang jamur patogen, jamur patogen tersebut akan mengeluarkan oligokitin dan oligoglukan yang akan ditangkap oleh reseptor pada dinding sel tanaman kemudian dikirimkan pada nukleus sebagai suatu sinyal untuk mensekresikan enzim PAL. Enzim PAL ini menstimulasi senyawa fitoaleksin dan pada nukleus juga mengekspresikan gen pertahanan tanaman seperti kitinase, glukanase, dan peroksidase. Kemudian enzim kitinase mengalami peningkatan konsentrasi dalam akar tanaman dan menginduksi ketahanan akar terhadap serangan patogen. Enzim kitinase dapat menghambat pertumbuhan hifa patogen yang komponen penyusun dari dinding hifanya terdiri dari polimer kitin. Setelah itu dinding sel hifa jamur patogen akan mengalami lisis. Menurut literatur, tanaman kedelai (Glycine max L. Merril) dengan mikoriza mampu meningkatkan konsentrasi senyawa fitoaleksin yang sifatnya serupa dengan isoflavon. Akar kedelai yang terinfeksi jamur mikoriza juga mengakibatkan kandungan glyceolin (senyawa dari golongan fenol yang bersifat dapat menurunkan efek patogenitas) meningkat karena adanya pengaruh akumulasi dari fitoaleksin dibanding yang tidak terinfeksi jamur mikoriza dan peningkatan senyawa fenol ini pada setiap tanaman berbeda. Peningkatan beberapa senyawa ini diduga dapat menyebabkan penekanan beberapa penyakit baik secara langsung atau secara terimbas, terutama patogen tular tanah dan terlihat mikoriza lebih efektif dibanding organisme yang lain (Morandi, 1996). KESIMPULAN Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah pemberian dosis mikoriza G. fasciculatum dengan dosis 50 gram dapat mempengaruhi pertumbuhan kedelai pada parameter panjang batang; jumlah daun sehat dan sakit; berat kering tanaman (akar, tajuk, dan polong); dan intensitas serangan penyakit. DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto. 2005. Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta. Alkareji. 2008. Pemanfaatan Mycorrhizal Helper Bacterias (MHBs)dan Fungi Mikoriza Arbuskula (CMA) untuk Meningkatkan Pertumbuhan Sengon (Paraserianthes falcatalaria L. Nielsen) di Persemaian. Tugas Akhir, Institut Pertanian Bogor, Departemen Silvikultur, Bogor. Anas, I. 1997. Bioteknologi Tanah. Laboratorium Biologi Tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Ariani, Erlita. 2009. Uji Pupuk NPK Mutiara 16 : 16 : 16 dan Berbagai Jenis Mulsa terhadap Hasil Tanaman Cabai (Capsicum annum L.). Sagu Vol. 8 No.1 Hal : 5 – 9. Astiko1, Wahyu. 2009. Pengaruh Paket Pemupukan Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai di Lahan Kering. Universitas Mataram, Mataram. Astiko2, W., Irwan M., dan Yuni F. 2009. Uji Ketahanan Beberapa Varietas Kacang Tanah Lokal Bima Terhadap Penyakit Sclerotium rolfsii Sacc. Crop Agro Vol. 2 No.1 Hal : 7. Buhaira dan Asniwita. 2009. Studi Pengaruh Aplikasi Berbagai Konsentrasi Sclerotium rolfsii Terhadap Kehilangan Hasil pada Kacang Tanah. Jurnal Agronomi Vol.13 No.2 Hal : 1 – 4. Departemen Pertanian. 2008. Mutu Kedelai Nasional Lebih Baik dari Kedelai Impor. Diakses dari http://www.litbag.deptan.go.id pada tanggal 15 Agustus 2012. Feronika, A. C. I. 2003. Mikoriza : Peranan, Prospek, dan Kendala. Makalah Seminar Kelas PPS disampaikan 4 Oktober 2003. Program Pasca Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Garrido, Garcia. 2002. Regulation of The Plant Defence Response in Arbuscular Mycorrhizal Symbiosis. J Exp Bot 53 : 1377 – 1386. Hall, R. 1991. Compendium of Bean Diseases. The American Phytopathological Society, San Fansisco. Hapsoh, S. Yahya, dan T.M. Oelim. 2006. Respon Fisiologis Beberapa Genotipe Kedelai yang Bersimbiosis Dengan MVA Terhadap Berbagai Tingkat Cekaman Kekeringan. Jurnal Hayati Vol.13 No.2. Hal.43 – 48. Imas, Tedja. 1989. Mikrobiologi Tanah II. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi Insitut Pertanian Bogor, Bogor. Jumin, B. H. 2005. Dasar – Dasar Agronomi. Divisi Buku Perguruan Tinggi PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Lakitan, B. 2000. Dasar – Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Lisdiana, Fahruddin. 2000. Budidaya Kacang – Kacangan. Kanisius, Yogyakarta. Morandi, D. A. 1996. Occurrence Of Phytoalexins And Phenolic Compounds In Endomy Corrhizal Interactions And Their Potential Role In Biological Control. Plant and soil. 185 : 241 – 251. Nurhayati. 2010. Pengaruh Waktu Pemberian Mikoriza Vesikular Arbuskular Pertumbuhan Tomat. J. Agrivigor Vol.9 No.3. Hal : 280 – 284. Podila, Gopi K. and D. D. Douds. 2001. Current Advances in Mychorrhizae Research. APS Press, USA. Rukmana, R. dan Yuniarsih. 2003. Kedelai Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius, Yogyakarta. Sastrahidayat, Ika Rochdjatun. 2011. Rekayasa Pupuk Hayati Mikoriza Dalam Meningkatkan Produksi Pertanian. Universitas Brawijaya Press, Malang. Semangun, H. 2004. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Supriati L. 2005. Potensi Antagonis pada Lahan Gambut untuk Mengendalikan Penyakit Rebah Semai (Sclerotium rolfsii Sacc.) pada Tanaman Kedelai. Seminar Hasil Penelitian Fakultas Pasca Brawijaya, Malang. Sarjana Universitas Talanca, Haris. 2010. Status Cendawan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) Pada Tanaman. Prosiding Pekan Serealia Nasional. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Sulawesi Selatan. Trigiano, Robert N., Mark T. Windham, and Alan S. Windham. 2004. Plant Pathology – Concepts and Laboratory Exercise. CRC Press, United States. Yulianti, Titiek dan Cece Suhara. 2006. Patogenisitas Sclerotium rolfsii , Rhizoctonia solani, dan R. bataticola dari Beberapa Sumber Inokulum Terhadap Kecambah Wijen (Sesamum indicum L). Prosiding Seminar Memacu Pengembangan Wijen untuk Mendukung Agroindustri. Puslitbangbun, Malang.