Timeline Transisi OJK

advertisement
TANTANGAN DAN PELUANG
BAGI INDUSTRI BPR KE DEPAN
AGENDA PRESENTASI
I. PERKEMBANGAN INDUSTRI BPR
II. TANTANGAN DAN PELUANG INDUSTRI BPR KE DEPAN
A. FINANCIAL INCLUSION
B. BRANCHLESS BANKING
C. MEA 2015 DAN PERSAINGAN KREDIT PASAR UMKM
D. TARGET PENYALURAN KREDIT UMKM BANK UMUM 20%
III. KEBIJAKAN
UMUM
PASKA
BERALIHNYA
FUNGSI
PENGATURAN DAN PENGAWASAN BANK DARI BI KE OJK
2
INDIKATOR PERKEMBANGAN INDUSTRI BPR
•
•
Kegiatan usaha BPR terus mengalami pertumbuhan. Total Aset BPR per Juli 2013
tumbuh sebesar 18,44% yoy.
Walaupun jumlah BPR turun sebagai akibat likuidasi, namun jaringan usaha BPR terus
meningkat. Per Juli’13 tercatat terdapat 1,641 BPR dengan jumlah jaringan kantor
sebesar 4,584 kantor.
Sumber : Data Bank Indonesia
3
INDIKATOR PERKEMBANGAN INDUSTRI BPR
•
•
Seiring dengan pertumbuhan aset, pertumbuhan juga diikuti oleh kredit dan DPK
masing-masing sebesar 20,71% yoy dan 13,20%yoy.
Dari sisi komposisi sumber dana, Deposito masih mendominasi porsi sumber dana
BPR sebesar 69%.
4
INDIKATOR PERKEMBANGAN INDUSTRI BPR
•
LDR BPR juga menunjukan trend pertumbuhan. Per Juli 2013 LDR BPR tercatat
sebesar 85,44%.
•
Pertumbuhan Kredit BPR diiringi dengan NPL yang relatif stabil , bahkan cenderung
menunjukan trend penurunan ditahun 2013. NPL (gross) per Juli’13 tercatat sebesar
4,97% (NPL Net 3,45%) dibandingkan 5,13% pada bulan Januari’13.
•
ROA dan ROE BPR pun menunjukan kinerja yang relatif konsisten.
•
CAR BPR pada periode Juli’13 tercatat relatif kuat yaitu sebesar 26,79%
5
INDIKATOR PERKEMBANGAN INDUSTRI BPR
•
Pertumbuhan aset BPR terlihat pula dari sebaran jumlah BPR berdasarkan total aset.
BPR dengan total aset diatas 10 Miliar terus mengalami pertumbuhan sejak tahun
2007.
•
Namun demikian, apabila melihat perkembangan aset BPR berdasarkan lokasi, dapat
terlihat bahwa pertumbuhan aset ini terkonsentrasi pada BPR yang berlokasi di pulau
Jawa, khususnya di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
6
INDIKATOR PERKEMBANGAN INDUSTRI BPR
•
•
Sementara itu, suku bunga rata-rata kredit BPR masih relatif tinggi, khususnya
untuk kredit Modal Kerja
Tingginya suku bunga rata-rata kredit turut dipacu oleh konsentrasi DPK biaya
tinggi, yaitu deposito, yang diiringi dengan rata-rata suku bunga DPK yang tinggi.
7
INDIKATOR PERKEMBANGAN INDUSTRI BPR
•
•
Apabila melihat dispersi komposisi modal
disetor, hampir 72% dari 1641 BPR
memiliki modal disetor berada dibawah
Rp3M
Hal ini mengakibatkan kemampuan
sebagian besar BPR untuk tumbuh
menjadi dan mencapai skala ekonomis
dalam beroperasi menjadi terbatas.
8
INDIKATOR PERKEMBANGAN INDUSTRI BPR
•
•
•
Dari sisi Tingkat Kesehatan, mayoritas BPR
konsisten masih berada pada predikat “Seha”t
dan “Cukup Sehat”.
Namun demikian, terdapat sedikit peningkatan
untuk BPR yang dikategorikan “Kurang Sehat”
dan “Tidak Sehat” dibandingkan tahun lalu.
Terdapat 17 BPR yang pada awal Bulan
Okt’13 masuk dalam status pengawasan
khusus..
•
Sementara itu, sejak thn 2006 terdapat 54 BPR yang dicabut izin usahanya
•
Baik yang dalam DPK maupun yang dicabut izin, hampir rata-rata
disebabkan oleh fraud atau mismanagement.
9
KESIMPULAN
•
Secara umum, BPR masih menunjukan pertumbuhan dan kinerja yang positif. Pertumbuhan kredit BPR
relatif stabil dengan tingkat risiko kredit yang relatif masih terkendali. Pertumbuhan ini didukung pula oleh
CAR yang masih cukup kuat dan laba yang relatif konsisten.
•
Namun demikian, terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian:
•
BPR harus mewaspadai kondisi likuiditas, terutama pada saat ini, mengingat pertumbuhan kredit
yang berada jauh diatas pertumbuhan DPK;
•
Mayoritas BPR masih memiliki modal yang relatif kecil, yaitu pada umumnya dibawah Rp3M.
Berdasarkan kajian yang dilakukan, hal ini akan membatasi kemampuan mayoritas BPR untuk terus
tumbuh dan berkembang. Disisi lain keterbatasan dari modal ini juga turut memicu tingkat
inefisiensi yang tinggi bagi BPR. Hal ini perlu menjadi perhatian penting mengingat semakin
tingginya persaingan di industri keuangan baik yang muncul dari Bank Umum maupun dari lembaga
keuangan non-bank
•
Tata kelola bank yang baik (good corporate governance) harus menjadi perhatian khusus bagi
BPR. Hal ini diindikasikan dari hampir seluruh BPR yang masuk dalam DPK maupun dicabut izin
usahanya disebabkan oleh permasalahan fraud dan mismanagement. Isu tata kelola ini juga muncul
dari ketersediaan perangkat organisasi di BPR. Berdasarkan data, 217 BPR tidak memiliki perangkat
direksi yang cukup, 88 tidak memiliki perangkat komisaris yang cukup, dan 79 BPR tidak memiliki
perangkat direksi dan komisaris yang memadai.
•
Kurangnya ketersediaan perangkat organisasi di BPR juga antara lain dipicu oleh keterbatasan
SDM yang handal bagi BPR, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas.
10
AGENDA PRESENTASI
I. PERKEMBANGAN INDUSTRI BPR
II. TANTANGAN DAN PELUANG INDUSTRI BPR KE DEPAN
A. FINANCIAL INCLUSION
B. BRANCHLESS BANKING
C. MEA 2015 DAN PERSAINGAN KREDIT PASAR UMKM
D. TARGET PENYALURAN KREDIT UMKM BANK UMUM 20%
III. KEBIJAKAN
UMUM
PASKA
BERALIHNYA
FUNGSI
PENGATURAN DAN PENGAWASAN BANK DARI BI KE OJK
11
TANTANGAN SEKALIGUS PELUANG BAGI INDUSTRI BPR
Beberapa hal berikut ini akan mempengaruhi bisnis BPR ke depan,
sehingga perlu direspon oleh industri dan pelaku usaha BPR :

Financial Inclusion

Branchless Banking

MEA 2015 dan Persaingan Pasar Kredit UMKM

Target Penyaluran Kredit UMKM Bank Umum sebesar 20%
Tantangan sekaligus
Peluang bagi BPR
12
FINANCIAL INCLUSION - PELUANG SEKALIGUS TANTANGAN
BAGI INDUSTRI BPR
“Suatu kegiatan menyeluruh yang bertujuan untuk meniadakan segala bentuk
hambatan baik yang bersifat harga maupun non harga, terhadap akses masyarakat
dalam menggunakan dan/atau memanfaatkan layanan jasa keuangan.”
Kondisi Akses Perbankan Saat Ini :
13.33%
masyarakat
dibawah
garis
kemiskinan
Tak punya
akses
perbankan
hidup
di
pedesaan
99.91%
pelaku
bisnis
Indonesia
sektor UMKM
Source : Bank Indonesia
60%
64.25%
60-70%
% belum
terhubung
perbankan
dari 51.3 juta
UMKM
13
FINANCIAL INCLUSION - PELUANG SEKALIGUS TANTANGAN
BAGI INDUSTRI BPR
• Financial Inclusion Index  Orang dewasa PUNYA account di sektor keuangan formal
• Masih rendahnya FI Index di kawasan Asia dan Afrika
Middle East &
North Africa
High income
OECD and nonOECD
42%
92%
Central Asia
& Eastern
Europe
50%
East Asia &
Pacific
42%
INDONESIA
MALAYSIA
PHILIPINA
THAILAND
VIETNAM
INDIA
CHINA
RUSIA
BRAZIL
19.6%
66.7%
26.5%
77.7%
21.4%
35.2%
63.8%
48.2%
55.9%
Sub-Saharan
Africa
South Asia
INDONESIA
22%
20%
12%
Latin America and
Caribbean
40%
Source : Worldbank, Global Financial Inclusion Index 2011
BRANCHLESS BANKING - PELUANG SEKALIGUS TANTANGAN
BAGI INDUSTRI BPR
“Kegiatan jasa layanan sistem pembayaran dan keuangan terbatas yang
dilakukan tidak melalui kantor fisik bank, namun dengan menggunakan
sarana teknologi (EDC, telepon genggam, dll) dan/atau jasa pihak ketiga
terutama untuk melayani masyarakat unbanked)”
Branchless banking dalam kerangka Financial Inclusion ditujukan untuk
meningkatkan akses keuangan bagi masyarakat unbanked dan meneruskan
informasi ekonomi.
Media dan Perantara
Pro
Cons
Telepon genggam
Aman, mudah, cepat, murah, semua
memiliki
Blind spot
Agen
Tersedia dimana-mana, informal, mudah,
murah
Butuh sistem dan
supervisi
EDC/tablet PC
Aman, mudah, cepat
Blind spot
15
FINANCIAL INCLUSION & BRANCHLESS BANKING - TANTANGAN
SEKALIGUS PELUANG BAGI INDUSTRI BPR
Financial Inclusion dan Branchless Banking
TANTANGAN
 Persaingan di Pasar Usaha Mikro dan Kecil
semakin meningkat. Persaingan diharapkan
tidak mendorong industri BPR mengambil risiko
yang lebih besar, dengan mengesampingkan
prudential principles dalam penyaluran kredit.
 Alternatif
pilihan
masyarakat
dalam
mendapatkan akses keuangan semakin banyak.
 Kebutuhan akan peningkatan kualitas layanan
BPR, termasuk kapasitas TI BPR.
 Strategi meningkatkan daya saing BPR.
PELUANG
 Sinergi dengan Bank Umum
16
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 - TANTANGAN SEKALIGUS
PELUANG BAGI INDUSTRI BPR
Blueprint MEA 2015 memuat 4 kerangka utama, yang salah satunya yaitu ASEAN sebagai
kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan
usaha kecil dan menengah.
17
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 - TANTANGAN SEKALIGUS
PELUANG BAGI INDUSTRI BPR

Upaya mencapai “pertumbuhan ekonomi yang merata”, salah
satunya dilaksanakan melalui pengembangan UMKM.

Terbukanya pasar keuangan ASEAN tersebut memberikan peluang
untuk semakin terbukanya akses bagi UMKM kepada sumbersumber keuangan, tidak saja di dalam negeri tetapi juga pasar
keuangan internasional.

BPR sebagai salah satu lembaga keuangan pendukung bagi UMKM
menghadapi tantangan yang cukup berat, karena persaingan yang
semakin ketat.

Penguatan kapasitas kelembagaan, permodalan, tata kelola
(governance) bisnis, dan infrastruktur pendukung bisnis BPR.
18
KEWAJIBAN PEMBERIAN KREDIT UMKM OLEH BANK UMUM PELUANG SEKALIGUS TANTANGAN BAGI INDUSTRI BPR

Melalui PBI No.14/22/PBI/2012, Bank Indonesia mewajibkan setiap
Bank Umum untuk menyalurkan Kredit atau Pembiayaan UMKM
paling rendah 20% dari total Kredit atau Pembiayaan, dengan
pentahapan sbb.:
Tahun
Ketentuan Peny. Kredit UMKM Bagi Bank Umum
2015
Paling kurang 5% dari total Kredit atau Pembiayaan
2016
Paling kurang 10% dari total Kredit atau Pembiayaan
2017
Paling kurang 15% dari total Kredit atau Pembiayaan
2018
Paling kurang 20% dari total Kredit atau Pembiayaan
TANTANGAN
PELUANG
PERSAINGAN DI
PASAR KREDIT UMKM
SEMAKIN KETAT
POTENSI BERMITRA
DENGAN BANK UMUM
– LINKAGE PROGRAM
19
AGENDA PRESENTASI
I. PERKEMBANGAN INDUSTRI BPR
II. TANTANGAN DAN PELUANG INDUSTRI BPR KE DEPAN
A. FINANCIAL INCLUSION
B. BRANCHLESS BANKING
C. MEA 2015 DAN PERSAINGAN KREDIT PASAR UMKM
D. TARGET PENYALURAN KREDIT UMKM BANK UMUM 20%
III. KEBIJAKAN
UMUM
PASKA
BERALIHNYA
FUNGSI
PENGATURAN DAN PENGAWASAN BANK DARI BI KE OJK
20
KEBIJAKAN PASKA PENGALIHAN
Kebijakan umum paska beralihnya Fungsi Pengaturan dan Pengawasan Bank
dari BI ke OJK :

Seluruh Peraturan Bank Indonesia secara otomatis tetap berlaku pada awal
masa beralihnya fungsi pengawasan ke OJK.

Sedapat mungkin pada tahap awal, perubahan peraturan diminimalisir, namun
efektifitas dari Peraturan yang berlaku akan terus dievaluasi

Dilakukan program harmonisasi peraturan antar sekor keuangan

Analisis/asesmen mengenai perkembangan dan perilaku BPR group akan
lebih ditingkatkan.

Prinsip Rule Making Rules akan digunakan Otoritas Jasa Keuangan dalam
penyusunan peraturannya dengan harapan memungkinan seluruh
stakeholders untuk memberikan masukan yang kontributif terhadap berbagai
kebijakan dan peraturan

Dialog yang terbuka antara industri dan Otoritas Jasa Kuangan akan terus
digiatkan
21
TERIMA KASIH
22
Download