PAPER Tingkat Persen Infeksi Propagul Mikoriza Vesikular Arbuskular Indigenous Asal Desa Pangpong Kec. Labang Kab. Bangkalan Madura pada Perakaran Tanaman Padi (Oryza Sativa), Kedelai (Glycine Max), Dan Tanaman Gulma Rumput Teki (Cyperus Rotundus) Della Rifqohdinni Lukitanigdyah (1508 100 052) Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013 Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persen infeksi propagul Mikotiza Vesikula Arbuskula indigenous asal Desa Pangpong Kecamatan Labang Kabupaten Bangkalan Madura terhadap perakaran tanaman Padi (Oryza sativa) Kedelai (Glycine max) dan tanaman gulma rumput teki (Cyperus rotundus). Mikoriza yang digunakan adalah genus Glomus sp. Mikoriza berfungsi untuk menyuburkan tanah yang akan dapat memberikan keuntungan yaitu membantu mempermudah penyerapan unsur hara. Persen infeksi dilihat dengan teknik membuat preparat semi permanen yang diamati dengan mikroskop dan diamati pada daerah korteks. Persen infeksi mikoriza dihitung dari jumlah akar yang terinfeksi dibagi dengan jumlah seluruh potongan akar yang diamati. Hasil penelitin diperoleh nilai persen infeksi pada tanaman padi 85%, pada kedelai 77,5% dan pada rumput teki 82,5%. Sedangkan tanaman yang ditanam tanpa mikoriza diperoleh hasil yang rendah yaitu 5% pada tanaman padi, 0% pada tanaman Kedelai dan 2,5% pada tanaman rumput teki. Sehingga propagul Mikoriza Vesikular Arbuskular bisa digunakan sebagai bahan biovertilizer khususnya pada tanaman padi dan kedelai. Kata kunci : mikoriza, Oryza sativa, Glycine max, Cyperus rotundus Abstract This research was conducted to determine the infection rate percentage of propagules Vesicular Arbuscular Mychorriza indigenous from Pangpong village Labang Bangkalan Madura in roots of Paddy (Oryza sativa), Soybean (Glycine max) and weeds grass (Cyperus rotundus). Glomus sp were used in this experiment. Since we know the function of Mycorrhyza in nutrient enrichment, it will be able to help the nutrient uptake in plant. The percentage of infections were seen with the semi-permanent preparation techniques and were observed with a microscope in the cortex area. Percent infection of mycorrhizal was calculated from the number of infected roots divided by the total number of observed root pieces. The results obtained in research is 85 %, on the rice plant soybean 77,5 % and in plant grass cyperus 82,5 %. On the other hand, without mycorrhiza infection the host plants showed a low percentage of infection rate i.e : 5 % in rice plants, 0 % in the soybean plant and 2.5 % in plants grass cyperus. taken together, it means that MVA propagul can be used as a component of biovertilizer, especially in paddy and soybean. Keyword : Mycorrhizal , Oryza sativa, Glycine max, Cyperus rotundus. PENDAHULUAN Tanah sebagai tempat tumbuh tanaman, merupakan sub sistem yang cukup kompleks. Salah satunya adalah komponen biotik yaitu jasad makro dan mikro, yang secara bersama dengan komponen abiotik membentuk tempat tumbuh bagi kelangsungan hidup tanaman diatasnya secara berimbang. Mikoriza adalah bentuk asosiasi mutualistik antara perakaran tanaman tingkat tinggi dengan cendawan tanah (Basidiomycetes, Ascomycetes dan Zygomycetes). Tanaman inang memperoleh berbagai nutrisi, air, proteksi biologis dan lainlainnya, sedangkan cendawan memperoleh fotosintat sebagai sumber karbon. Asosiasi mutualistik ini merupakan interaksi antara tanaman inang, cendawan dan faktor tanah. Mikoriza berasosiasi dengan sekitar 80 – 90 % jenis tanaman yang tersebar di daerah artik sampai ke daerah tropis dan dari daerah bergurun pasir sampai ke hutan (Brundrett, 1999; Marx, 2004). Menurut Budi et al. (1998) ada tiga bentuk/tipe mikoriza yaitu pertama Ektomikoriza, Endomikoriza, dan Ekstendomikoriza. Propagul MVA indigenous yang digunakan adalah hasil penelitian tahun 2012 yang dilakukan di Desa Pangpong Kecamatan Labang Kabupaten Bangkalan Madura.Propagul indigenous yang ditemukan adalah spesies Glomus dan Gigaspora. Propagul indigenous tersebutmerupakan jenis Endomikoriza, yaitu asosiasi cendawan dari Zygomecetes (Glomales) yang membentuk vesikula dan arbuskula di dalam sel akar (VAM = vesicular-arbuscular mycorrhiza), atau cendawan mikoriza arbuskula (CMA). Jaringan hifa yang masuk ke dalam sel kortek akar dan membentuk struktur yang khas berbentuk oval yang disebut vesicle dan sistem percabangan hifa yang disebut arbuscule, sehingga endomikoriza disebut juga vesicular-arbuscular micorrhizae (VAM) atau (arbuscular mycorrhiza fungi = AMF), dan spora dibentuk di dalam tanah atau akar.Selain itu pada tahun 2012 dilakukan penelitian inokulasi Mikoriza MVA pada tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea). Mikoriza MVA mampu menginfeksi perakaran kacang tanah dengan cukup baik sebesar 80%. Propagul Mikoriza Indigenous MVA tersebut selain dapat menginfeksi tanaman legum dapat juga menginfeksi tanaman budidaya lainnya seperti padi. Di sisi lain mikoriza juga dapat menginfeksi tanaman gulma seperti rumput Teki (Cyperus rotundus). Bagi tanaman budidaya pertanian keberadaan mikoriza secara tegas berpengaruh memacu pertumbuhan tanaman, khususnya untuk tanah yang berkesuburan rendah, yang antara lain disebabkan oleh adanya struktur miselium eksternal jamur yang mampu menjelajah dan aktif diluar akar tanaman yang berdampak mengefektifkan proses serapan air dan unsur hara (Rohyadi, 1987). Harapannya penelitian uji infeksi akar tanaman dengan menggunakan propagul indigenous yang berasal dari daerah Madura yang jika diaplikasikan ke daerah asal maka tanaman budidaya yang dikembangkan akan lebih responsif terhadap propagul tersebut. Tingkat responsif yang tinggi tersebut akan menjadikan serapan hara menjadi lebih maksimal dibandingkan dengan MVA yang berasal dari tempat lain yang bukan merupakan mikoriza indigenous. Namun selain adaptif keberhasilan simbiosis antara propagul Indigenous MVA dengan tanaman lokal Madura dapat juga dipengaruhi oleh segi morfologi perakaran Inang. (Hartley dan smith, 1983) mengatakan bahwa waktu yang diperlukan untuk terjadinya infeksi antara suatu mikoriza sangat bervariasi. Kecocokan mikoriza dengan tanaman inang berkaitan erat dengan sistem perakaran tanaman dan kondisi lingkungan yang merangsang tanaman untuk mengeluarkan eksudat dalam menstimulir pertumbuhan dan perkembangan mikoriza pada akar tanaman. Secara umum, tanaman dengan sistem perakaran yang halus (banyak) kurang responsif terhadap pertumbuhan dan perkembangan mikoriza. Sebaliknya tanaman dengan jumlah akarnya relatif sedikit akarnya akan sangat responsif terhadap mikoriza. Tanaman akan berupaya untuk bekerjasama dengan mikoriza dalam memperluas zona eksploitasi akar untuk mendapatkan nutrisi, air dan senyawa lainnya (Simarmata et al., 2004). Sehingga dengan adanya perbedaan morfologi perakaran dari tamanan inang budidaya maupun tanaman gulma yang berada pada areal lingkungan tanaman budidaya dalam hal ini diduga akan memberikan tingkat persen infeksi yang berbeda pula. Permasalahan : 1. Berapakah persen infeksi mikoriza indigenous dan tanpa mikoriza pada perakaran tanaman padi (Oryza sativa) 2. Berapakah persen infeksi mikoriza indigenous dan tanpa mikoriza pada perakaran tanaman kedelai (Glycine max) 3. Berapakah persen infeksi mikoriza indigenous dan tanpa mikoriza pada perakaran tanaman gulma Rumput Teki (Cyperus rotundus) Batasan Masalah : 1. Tanaman yang digunakan adalahPadi (Oryza sativa), Kedelai (Glycine max) dan tanaman gulma rumput Teki (Cyperus rotundus) 2. Mikoriza yang digunakan adalah Propagul indigenous MVA asal Desa Pangpong Kecamatan Labang Kabupaten Bangkalan Madura 3. Persen infeksi Mikoriza dihitung dari masa vegetative tanaman yaitu pada usia tanaman 40 HST. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui persen infeksi mikoriza indigenous dan tanpa mikoriza pada perakaran tanaman padi (Oryza sativa) 2. Mengetahui persen infeksi mikoriza indigenous dan tanpa mikoriza pada perakaran tanaman kedelai (Glycine max) 3. Mengetahui persen infeksi mikoriza indigenous dan tanpa mikoriza pada perakaran tanaman gulma Rumput Teki (Cyperus rotundus) Manfaat Penelitian : 1. Mendpatkan informasi tentang persen infeksi dan peranan mikoriza indigenous MVA asal Desa Pangpong Kecamatan Labang Kabupaten Bangkalan Madura terhadap perakaran tanaman produktif padi (Oryza sativa), kedelai (Glycine max) dan tanaman gulma rumput Teki (Cyperus rotundus) 2. Hasil informasi pemanfaatan indigenous MVA asal Desa Pangpong Kecamatan Labang Kabupaten Bangkalan Madura terhadap perakaran tanaman produktif padi (Oryza sativa), kedelai (Glycine max) , dapat dilanjutkan sebagai bahan biovertilizer jika diketahui tanaman budidaya tersebut responsif terhadap propagul indigenous. 3. Hasil data dapat digunakan sebagai kandidat herbisida jika hasil persen infeksi tanaman gulma rumput teki (Cyperus rotundus) diketahui kurang rensponsif terhadap mikoriza indigenous MVA. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakasanakan pada bulan Oktober 2012 sampai selesai di Laboratorium Botani, Laboratorium Biologi Tanah Universitas Brawijaya Malang dan Green House Jurusan Biologi ITS. 3.2 Alat, Bahan dan Cara Kerja 3.2.1 Alat Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah polyback, sekrup kecil, bak tanam, penggaris, alat tulis menulis, kertas label, neraca analitic, cawan petri, Erlenmeyer, gelas objek, handsprayer, selotip, pinset, gelas beker, tabung reaksi, autoclave, mikroskop, dan Haemacytometer dan Kamera. 3.2.2 Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah propagul Glomus mosseae asal Desa Pangpong Kec.Labang Kab.Bangkalan Madura, tanah, pupuk, benih Padi (Oryza sativa) , benih kedelai (Glycine max), umbi rumput Teki (Cyperus rotundus), alkohol 70%, aquades, KOH 10%, HCl 0,1 N, Lactogliserol, dan Lactophenol Trypan Blue 0,05%. 3.2.3 Cara Kerja 3.2.3.1 Uji Pendahuluan 3.2.3.1.1 Analisa Sifat Fisik dan Kimia Tanah Analisa sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang. Sampel tanah yang dianalisa sebanyak ± 1 kg. sifat fisik yang diukur adalah suhu tanah sedangkan sifat kimia tanah yang diukur antara lain kandungan NPK dan pH Tanah 3.2.3.1.2 Uji Viabilitas Perhitungan spora inokulum mikoriza dilakukan dengan menggunakan metode MPN. Media diencerkan dengan seri pengenceran kelipatan 10. Inokulum mikoriza diambil sebanyak 100 gr dan diletakkan dalam polibag. Lalu diatasnya ditumbuhkan tanaman inang. Hal ini merupakan inokulum murni (100). Seri pengenceran 10-1 diambil 10 gr inokulum dan dicampurkan dengan 90 gr tanah steril, lalu di atasnya ditumbuhkan tanzsaman inang. Seri pengenceran10-2 diambil dari inokulum pengenceran 10-1 dan dicampurkan dengan 90 gr tanah steril, di atasnya ditumbuhkan tanaman inang. Seri pengenceran dilakukan hingga 10-10. Setelah ± 1 bulan, tanaman diambil dari media tanam dan dibersihkan perakarannya dari tanah. Selanjutnya dilakukan pengamatan prosentase infeksi akar dengan menggunakan mikroskop pada tiap pengenceran dan dihitung nilai MPN berdasarkan tabel MPN (Fauzi, 2009). Tabel 1.Tabel infeksi mikoriza Tanaman Inang Pengenceran 10-0 10-1 10-2 10-3 10-4 10-5 10-6 10-7 10-8 10-9 10-10 1 +/+/+/+/+/+/+/+/+/+/+/- 2 +/+/+/+/+/+/+/+/+/+/+/- Ulangan 3 4 +/- +/+/- +/+/- +/+/- +/+/- +/+/- +/+/- +/+/- +/+/- +/+/- +/+/- +/- Total 5 +/+/+/+/+/+/+/+/+/+/+/- N N N N N N N N N N N Keterangan: + = terinfeksi mikoriza = tidak terinfeksi mikoriza n = jumlah akar terinfeksi Jumlah propagul sendiri dapat dihitung dengan menggunakan rumus : ∑propagul = Nilai MPN x pangkat pengenceran positif Tabel 2. Jumlah propagul pada tanaman inang Pengenceran Ulangan Ulangan Persentase total terinfeksi infeksi 100 5 1 5 2 5 3 5 4 5 5 5 6 5 7 5 8 5 9 5 10 5 Kemudian dihitung jumlah spora: Log Ω = x . log a – k Ω = nilai MPN (spora/gram) X = mean jumlah infeksi a = seri pengenceran k = besaran dari nilai tabel MPN 3.2.3.1.3 Teknik Pengecatan pada Akar dan Perhitungan Persen Infeksi pada Tahap Uji Viabilitas. Untuk menghitung persen infeksi pada akar perlu dilakukan pembuatan preparat akar semi permanen. Preparat akar semi permanen dapat dibuat dengan menggunakan metode Philip dan heymen 1979. Akar dibersihkan kemudian dipotong-potong sepanjang sekitar 0,5-1 cm. akar kemudian dipanaskan dalam KOH 10% pada suhu 900 C selama sekitar 10 menit. Setelah mendidih akar ditiriskan dan dicuci dengan aquades. Selanjutnya akar dimasukkan lagi ke dalam HCL 0,1 N kemudian ditiriskan dan dicuci kembali dengan aquades. Akar diwarnai dengan cara dimasukkan dalam Lactophenol Trypan Blue 0,05% beberapa saat dan dimasukkan dalam laktogliserol. Persen infeksi mikoriza dihitung dari jumlah akar yang terinfeksi dibagi dengan jumlah seluruh potongan akar yang diamati (Brundrett et al., 1996). Selanjutnya perhitungan infeksi akar dihitung berdasarkan rumus (Schenck, 1982 dalam Nurhidayati et al., 2010) : 3.2.3.2 Persiapan Tanam dan Inokulasi Mikoriza yang digunakan adalah jenis Glomus sp yang diperoleh dari Desa Pangpong Kecamatan Labang Kabupaten Bangkalan Madura. Tanaman tanaman yang sudah sudah disipakan dipindahkan ke dalam polybag yang sudah berisi media tanam sebanyak 2 kg. Masing-masing polybag berisi 2 tanaman inang. Mikoriza di inokulasikan pada tanaman inang dengan cara memberi mikoriza dalam lubang di bawah tanaman inang dengan kedalaman 2-5 cm 3.2.3.3 Parameter Pengamatan 3.2.3.3.1 Tinggi Tanaman Pengamatan tinggi tanaman dilakukan setelah panen. Tinggi tanaman diukur dengan menggunakan benang dan penggaris dari batas terbawah pertumbuhan sampai batas teratas pertumbuhan yaitu daun terakhir yang tumbuh (Sitompul, 1995) 3.2.3.3.2 Jumlah Helai Daun Perhitungan jumlah daun dilakukan pada daun yang meliputi panjang daun. Perhitungan jumlah daun ini dilakukan setelah panen. 3.2.3.3.3 Teknik Pengecatan Akar dan Perhitungan Persen Infeksi pada Tahap Inokulasi Propagul Untuk menghitung persen infeksi pada akar perlu dilakukan pembuatan preparat akar semi permanen. Preparat akar semi permanen dapat dibuat dengan menggunakan metode Philip dan heymen 1979. Akar dibersihkan kemudian dipotong-potong sepanjang sekitar 0,5 - 1 cm. akar kemudian dipanaskan dalam KOH 10% pada suhu 900 C selama sekitar 10 menit. Setelah mendidih akar ditiriskan dan dicuci dengan aquades. Selanjutnya akar dimasukkan lagi ke dalam HCL 0,1 N kemudian ditiriskan dan dicuci kembali dengan aquades. Akar diwarnai dengan cara dimasukkan dalam Lactophenol Trypan Blue 0,05% beberapa saat dan dimasukkan dalam laktogliserol. Persen infeksi mikoriza dihitung dari jumlah akar yang terinfeksi dibagi dengan jumlah seluruh potongan akar yang diamati (Brundrett et al., 1996). Selanjutnya perhitungan infeksi akar dihitung berdasarkan rumus (Schenck, 1982 dalam Nurhidayati et al., 2010) : 3.2.3.3.4 Analisa Sifat Fisik dan Kimia Tanah Analisa sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang. Sampel tanah yang dianalisa sebanyak ± 1 kg. sifat fisik yang diukur adalah suhu tanah, sedangkan sifat kimia tanah yang diukur antara lain kandungan bahan NPK dan pH tanah. 3.3 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang dipakai adalah Rancangan Acak Legkap (RAL) faktorial dengan dua parameter yaitu tanaman inang dengan mikoriza. Tabel 3. Tabel Rancangan penelitian Perlakuan Tanaman Ulangan Inang 1 2 3 4 Propagul Indigenous (M1) (17spora/100gr) Tanpa propagul (M2) Padi (I1) Kedelai (I2) Rumput Teki (I3) Padi (I1) Kedelai (I2) Rumput Teki (I3) Rata rata Keterangan : M1I1 : Persen infeksi tanaman inang padi (Oryza sativa) yang terinfeksi oleh propagul indigenous. M1I2 :Persen infeksi tanaman inang kedelai (Glycine max) yang terinfeksi oleh propagul indigenous M1I3 :Persen infeksi tanaman inang Teki (Cyperus rotundus) yang terinfeksi oleh propagul indigenous. M2I1 :Persen infeksi tanaman inang padi (Oryza sativa) yang terinfeksi padamedia tanpa mikoriza M2I2 :Persen infeksi tanaman inang kedelai (Glycine max) yang terinfeksi padamedia tanpa mikoriza M2I3 :Persen infeksi tanaman inang Teki (Cyperus rotundus) yang terinfeksi padamedia tanpa mikoriza 3.4 Analisis Data Data penelitian dianalisa dengan menggunakan metode eksperimen dengan menggunakan data kuantitatif. Hasil pengamatan pada perkembangan vegetatif diukur setelah tanaman inang berumur 40HST dan perhitungan infeksi akar dilakukan pada saat vase vegetatif. Hasil dihitung dengan analisa statistika yaitu menggunakan Sample Paired T-Test pada taraf kepercayaan 95%. Hipotesa awal sebagai beriku: H0 : Pemberian Propagul indigenous tidak efektif untuk terjadinya infeksi pada perakaran tanaman inang H1 : Pemberian propagul indigenous efektif untuk terjadinya infeksi pada perakaran tanaman inang PEMBAHASAN Penelitian persen infeksi mikoriza indigenous MVA asal Desa Pangpong Kecamatan Labang Kabupaten Bangkalan Madura menggunakan mikoriza hasil isolasi pada tahun 2012. Genus yang digunakan adalah hanya genus Glomus sp karena genus Gigaspora sp yang awalnya bisa ditemukan dalam isolat sudah hilang kerana mikoriza indigenous jenis genus Gigaspora sp sudah disimpan lama tanpa adanya peremajaan sehingga daya viabilitas sporanya tidak bertahan hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persen infeksi Propagul mikoriza MVA indigenus terhadap perakaran tanaman padi (Oryza sativa), kedelai (Glycine max) dan Rumput teki (Cyperus rotundus). Terjadinya asosiasi antara Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA) dapat diketahui dengan ada tidaknya infeksi yang yang terjadi. Infeksi MVA dapat diketahui dengan adanya struktur-struktur yang dihasilkan oleh MVA antara lain, yaitu : hifa, miselia, vesikula, arbuskula, maupun spora. (Gunawan 1993), Berdasarkan hasil penelitian pada berbagai tanaman didapatkan hasil persen infeksi tanaman inang yang di inokulasi dengan Tabel 4. Tabel rata rata persen infeksi tanaman inang yang di inokulasi dengan mikoriza indigenous dan tanpa mikoriza. Persen Infeksi Tanaman inang Padi Kedelai Rumput Teki Perlakuan (Oryza (Glycine (Cyperus sativa) max) rotundus) Mikoriza 85% a 77,5% a 82,5% a indigenous Tanpa 5% b 0% b 2,5% b mikoriza Keterangan : angka – angka yang di ikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada uji Paired Samples T-Test. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa 100% ketiga tanaman inang atau seluruh tanaman telah terinfeksi oleh mikoriza indigenous asal Desa Pangpong Kec.Labang Kab.Bangkalan Madura. Hal ini menunjukkan bahwa asosiasi antara Mikoriza indigenous dengan akar tanaman berkembang sangat baik. Berdasarkan uji viabilitas mikoriza yang digunakan untuk inokulasi masih mampu bertahan hidup, hasil nilai didapatkan sejumlah 0,17spora/gram (Lampiran 11). Uji viabilitas digunakan untuk mengetahui apakah propagul tersebut masih viabil atau tidak. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa mikoriza tersebut masih dapat digunakan untuk inokulasi karena pada hasil uji viabilitas masih diperoleh nilai jumlah spora. Hasil inokulasi kemudian dilihat persen infeksi dengan cara membuat preparat semi permanen dari akar masingmasing tanaman inang. Persen infeksi diamati dibawah mikroskop dengan memperhatikan letak infeksi mikoriza yaitu pada daerah korteks. Hifa Pada Lapisan Korteks Gambar10. Akar yang terinfeksi pada tanaman inang yang diinokulasi dengan mikoriza indigenous diamati dengan perbesaran 100X Data menunjukkan akar ketiga tanaman terinfeksi diatas 70%. Namun persentase infeksi setiap tanaman berbeda satu dengan tanaman inang yang lain. Sedangkan untuk tanaman inang yang ditanam ke media tanpa mikoriza yang diketahui terinfeksi mikoriza hanya pada tanaman padi dan rumput. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram berikut : persen infeksi Mikoriza indigenous dan tanpa mikoriza berikut hasil disajikan dalam bentuk tabel dan grafik: 100 85 77.5 82.5 50 5 0 2.5 0 indigenous tanpa mikoriza tanaman inang Gambar 11. Persen infeksi mikoriza pada tanaman inang yang telah diinokulasi dengan mikoriza indigenous dan ditanam dengan tanpa mikoriza. Pada tiap-tiap tanaman memiliki persentase infeksi yang berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh perbedaan beberapa faktor yang mempengaruhi infeksi mikoriza terhadap tanaman, antara lain yaitu : kebergantungan tanaman terhadap mikoriza, efektifitas isolat, maupun kondisi nutrisi terutama unsur hara tanah (Setiadi 1995). Secara umum infeksi yang terjadi cukup baik, dimana terdapat ketiga jenis tanaman yang di inokulasi dengan mikoriza indigenous terinfeksi sebesar ≥ 75%. Menurut Simarmata (2007) inokulasi mikoriza yang berasal dari suatu ekosistem jika digunakan kembali pada ekosistem yang besangkutan akan lebih adaptif sehingga interaksi yang terjadi antara tanaman dengan perakaran tanaman inang menjadi lebih optimal. Berdasarkan Tabel 4, diketahui persen infeksi yang terjadi pada ketiga tanaman yang di inokulasi dengan mikoriza indigenous cukup baik, dimana terdapat ketiga jenis tanaman yang terinfeksi mikoriza indigenous sebesar ≥ 75%. Hasil presentase infeksi tertinggi yaitu pada jenis tanaman inang padi (Oryza sativa) dengan rerata infeksi mencapai 85%. Sedangkan tanaman yang memiliki derajat infeksi tertinggi ke dua adalah pada tanaman rumput teki (Cyperus rotundus) sedangkan derajat infeksi terendah pada tanaman kedelai (Glycine max).Walaupun hasil dari pengamatan menunjukkan bahwa 100% tanaman terinfeksi mikoriza, akan tetapi tidak semua jenis tanaman selalu memberikan respon positif terhadap aplikasi MVA. Hal ini selain ditentukan oleh tingkat efektivitas isolat dan juga status nutrisi substrat yang dipakai, juga sangat ditentukan oleh ketergantungan tanaman tersebut terhadap mikoriza (Setiadi 1995). Berdasarkan hasil pengamatan infeksi mikoriza pada akar tanaman inang yang selanjutnya di lakukan uji statistika dengan menggunakan Paired Samples T-Test pada parameter persen infeksi mikoriza pada akar ketiga tanaman inang di peroleh nilai P value yang menunjukkan bahwa ada pengaruh perlakuan terhadap persen infeksi mikotiza pada akar tanaman inang, hasil analisa menunjukkan nilai yang signifikan terhadap pemberian mikoriza indigenous pada ketiga tanaman inang. Perlakuan pemberian mikoriza indigenous membuktikan bahwa mikoriza tersebut mempunyai peran penting dalam membantu daur hidup tanaman hingga tanaman tersebut dapat tumbuh dan berkembang hingga fase vegetatif. Mikoriza lebih berperan dibanding dengan akar sesungguhnya karena serapan hara jaringan hifa eksternal mikoriza akan memperluas bidang serapan air dan hara. uji paired Sample T-Test didapatkan hasil bahwa inokulasi mikoriza indigenous cukup mampu memberikan adanya pengaruh terhadap persen infeksi tanaman inang yang digunakan. Menurut Solaiman dan Hirata (1995), mengatakan bahwa efektivitas mikoriza dipengaruhi oleh faktor lingkungan diantaranya adalah adalah (1) unsur hara. Berdasarkan hasil uji analisa tanah pada media tanam yang digunakan untuk perlakuan menunjukkan nilai NPK cukup optimal. Tabel 5. Nilai NPK pada hasil analisa tanah yang telah digunakan untuk inokulasi tanaman inang NPK Tanaman Inang Perla kuan Padi Kedelai Rumput teki N P K N P K N P K Mikoriza Indige 0,14 nous 7,42 3,04 0,11 18,3 2,4 0,11 15,4 1 2,34 7,46 3,08 0,15 10,6 1 3,06 0,13 23,2 1 3,14 Tanp a Miko riza 0,15 Semakin optimal kandungan hara NPK interaksi mikoriza dengan akar tanaman inang interaksi yang terjadi antara mikoriza indigenous dengan perakaran tanaman inang akan lebih rendah atau interaksi menjadi kurang optimal. Karena tanaman inang lebih memerankan peranan akar daripada mikoriza MVA. Hal ini ditunjukkan pada tanaman kedelai yang dimana tanaman inang kedelai memperoleh nilai persen infeksi paling rendah. nilai NPK yang diperoleh menunjukkan bahwa ada kaitan penyerapan ion P yang dilakukan oleh mikoriza. mikoriza memiliki enzim phospatase yang dimana enzim tersebut digunakan untuk memecah ion P organik yang masih berikatan dengan unsur lain misalnya Al, Mg, Fe karena mikoriza dan tumbuhan hanya menyerap unsir P dalam bentuk ion untuk pertumbuhan dan perkembangan mikoriza yang apabila kebutuhan P sudah terpenuhi maka ion P tersebut akan diserap oleh tumbuhan. sehingga diketahui pada nilai P setiap tanaman inang tanaman yang ditanam dengan menggunakan media yang diberi mikoriza indigenous nilai kandungan unsur P lebih rendah dibandingkan dengan nilai P pada media yang tanpa mikoriza. Selain faktor lingkungan unsur hara NPK persen infeksi yang ikut mempengaruhi persen infeksi adalah (2) Potensial hidrogen (pH) . Secara umum pH optimum untuk perkembangan cendawan mikoriza berbeda-beda tergantung pada adaptasi cendawan mikoriza terhadap lingkungan. pH dapat berpengaruh langsung terhadap aktivitas enzim yang berperan dalam perkecambahan spora cendawan mikoriza (Delvian 2006). pH tanah yang di ketahui sesuai hasil analisa adalah kisaran 6-7 untuk ketiga tanaman inang , pH dengan kisaran tersebut sesuai dengan pH yang dapat mendukung untuk perkecambahan spora. pH optimum untuk perkembangan fungi mikoriza dapat berpengaruh langsung terhadap aktivitas enzim yang berperan dalam perkecambahan spora fungi mikoriza. Misalnya Glomus mossae biasanya pada tanah alkali dapat berkecambah dengan baik pada air atau pada soil extract agar pada pH 6-9. Spora Gigaspora coralloidea dan Gigaspora heterogoma dari jenis yang lebih tahan asam dapat berkecambah dengan baik pada pH 4-6. Glomus epigaeum perkecambahannya lebih baik pada pH 6-8. Selain itu faktor yang mempengaruhi persen infeksi mikoriza indigenous selain unsur hara NPK tanah dan pH tanah dalam hal ini faktor lingkungan lainnya yang berpengaruh adalah pertumbuhan tanaman inang. Faktor pertumbuhan yang digunakan sebagai parameter adalah jumlah daun, tinggi tanaman dan panjang akar. Hasil rata-rata parameter pertumbuhan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik sebagai berikut :Tabel 6-8 Tabel 6. Tinggi tanaman inang yang di inokulasi mikoriza indigenous dan tanpa mikoriza Tinggi Tanaman Inang Padi Kedelai Rumput teki Mikoriza Indigenous 30,9 19,4 29,2 Tanpa mikoriza 30,6 19,1 27,7 tinggi tanaman (cm) Setiadi (1990), menyatakan bahwa tanaman yang bermikoriza akan tumbuh lebih baik dari tanaman tanpa mikoriza, karena mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan unsur hara makro. Faktor-faktor yang mempengaruhi tanaman inang juga akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mikoriza. Sebagai contoh yaitu bisa dilihat dari hasil rata – rata tinggi tanaman inang yang ditanam dengan mikoriza indigenous dantanpa mikoriza. 40 30.9 30.6 Perlakuan Jumlah daun atau anakan tanaman inang Padi Kedelai Rumput teki Mikoriza Indigenous 4 5 6 Tanpa mikoriza 3 5 6 29.2 27.7 19.4 19.1 20 indigenous tanpa mikoriza 0 padi Tabel 7. Jumlah daun dan anakan tanaman inang yang di inokulasi dengan mikoriza indigenous dan tanpa mikoriza. kedelai rumput teki tanaman inang Gambar 12. Tinggi rata-rata pada tanaman inang yang telah diinokulasi dengan mikoriza indigenous dan ditanam dengan tanpa mikoriza. Secara umum bahwa tanaman yang di infeksi mikoriza indigenous lebih tinggi dibanding dengan tanpa mikoriza. Tumbuhan secara umum mempunyai pertumbuhan tanaman yang cukup baik. Namun perbedaan tanaman pertumbuhan terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara berbagai faktor internal perangsang pertumbuhan dan unsur-unsur iklim, tanah, dan biologis dari lingkungan. (Gardner, 1991). Tanaman inang secara keseluruhan yang di inokulasi dengan mikoriza indigenous mempunyai ukuran lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa mikoriza hal ini merupakan bukti bahwa pemberian mikoriza indigenous MVA yang berasal dari Desa Pangpong Kecamatan Labang Kabupaten Bangkalan Madura memberikan respon yang positif terhadap ketiga tanaman inang, tanaman inang mampu berinteraksi dengan mikoriza dengan baik Jumlah daun erat hubungannya dengan kemampuan tanaman dalam memanfaatkan unsur hara yang tersedia dalam melakukan proses fotosintesis guna mendapatkan nutrisi dan sumber makanan. Tanaman memanfaatkan unsur hara yang ada sebagai pendukung untuk melakukan proses fotosintesis sebagai sumber karbon. Hasil yang diperoleh ditunjukkan pada gambar 13 dimana pada gambar dapat dilihat jumlah daun ketiga tanaman inang yang di inokulasi dengan mikoriza indigenous lebih banyak dibandingkan jumlah daun ketiga tanaman inang yang ditanam tanpa mikoriza. jumlah daun Perlakuan sehingga memperikan pengaruh pertumbuhan tanaman yang cukup optimal. Pemberian mikoiza selain berpengaruh terhadap tinggi tanaman juga berpengaruh terhadap pembentukan tunas. Menurut Yefri wati (2004), perkembangan dan kepadatan spora secara positif berkorelasi dengan peningkatan kolonisasi akar sehingga penyerapan unsur hara akan lebih baik dan akan mendukung pertumbuhan tanaman yang lebih baik seperti pada jumlah daun. 10 5 4 5 5 6 6 3 indigenous tanpa mikoriza 0 padi kedelai rumput teki tanaman inang Gambar 13. Rata rata jumlah daun tanaman inang yang di inokulasi dengan mikoriza indigenous dan tanpa mikoriza. Adanya mikoriza arbuskula pada akar tanaman dapat meningkatkan penyerapan hara tanaman (terutama yang immobile) dan air, memacu pertumbuhan akar tanaman dari hormon tumbuh yang dihasilkan, melindungi tanaman dari keracunan logam berat, dan meningkatkan ketahanan tanaman dari patogen. Adanya asosiasi simbiotik ini mengakibatkan pertumbuhan dan hasil tanaman meningkat. Menurut Nuhamara, (1999) sejumlah strain mycobion dapat berasosiasi dengan satu spesies atau varietas tanaman. Walaupun tidak adanya kekhususan inang bagi mikoriza arbuskula, tetapi dengan adanya asosiasi antara mikoriza dan akartanaman dapat memberikan tingkat kolonisasi yang berbeda pada sistem perakaran dan juga dalam pengaruhnya terhadap penyerapan hara serta pertumbuhan tanaman. Perbedaan respon ini dipengaruhi oleh spesies dan genotip tanaman, juga lingkungan seperti pH tanah, kandungan P tersedia dalam tanah. Tabel 8. Rata-rata panjang akar tanaman inang yang di inokulasi dengan mikoriza indigenous dan tanpa mikoriza Perlakuan Panjang akar tanaman (cm) Kedelai Rumput teki Mikoriza Indigenous 11,3 5,35 10,9 Tanpa mikoriza 8,95 panjang akar (cm) Padi 20 5 9,5 15.4 12.7 10 4 3.5 8 7 indigenous tanpa mikoriza 0 padi kedelai rumpu teki tanaman inang Gambar 14. Jumlah rata-rata panjang akar pada tanaman inang yang telah diinokulasi dengan mikoriza indigenous dan ditanam dengan tanpa mikoriza. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa tanaman inang yang ditanam tanpa mikoriza mempunyai panjang akar yang rendah dibandingkan dengan tanaman yang ditanam dengan mikoriza indigenous. Tabel 8, menunjukkan rata-rata panjang akar tanaman inang yang di inokulasi dengan mikoriza indigenous maupun yang di tanam tanpa mikoriza dimana hasil uji statistika Sample Paired T-Test menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, artinya pemberian mikoriza indigenous tidak memberikan pengaruh terhadap panjang akar pada tanaman inang, hal ini disebabkan tanaman inang lebih mengoptimalkan kerja akar untuk menyerap unsur hara dalam tanah media. Menurut Maulati (2010) peran dari mikoriza yang rendah pada tanaman bisa terjadi karena adanya hambatan dalam proses simbiosis antara akar dengan mikoriza. Akan tetapi media yang cukup terutama unsur P yang optimal dapat digunakan tanaman sebagai pendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan lebih mengoptimalkan cara kerja akar. Gambar15. Contoh gambar tanaman inang yang ditanam pada media yang diberi mikoriza indigenous dan tanpa mikoriza. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Hasil yang diperoleh dalam penelitian persen infeksi propagul MVA asal Desa Pangpong Kec.Labang Kab.Bangkalan Madura adalah : 1. persen infeksi pada perakaran tanaman inang padi (oryza sativa) adalah padi 85% yang ditanam pada media yang diberi mikoriza indigenous dan 5% pada media tanam tanpa mikoriza. 2. persen infeksi pada perakaran tanaman Kedelai (Glycine max) adalah padi 77,5% yang ditanam pada media yang diberi mikoriza indigenous dan 0% pada media tanam tanpa mikoriza. 3. persen infeksi pada perakaran tanaman Kedelai (Glycine max) adalah padi 82,5% yang ditanam pada media yang diberi mikoriza indigenous dan 2,5% pada media tanam tanpa mikoriza. sehingga propagul MVA tersebut dapat digunakan sebagai bahan biovertilizer tanaman khususnya tanaman budidaya padi dan kedelai. 5.2 Saran Perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk peremajaan propagul mikoriza indigeous agar viabilitasnya tetap optimal dan genus yang diperoleh tidak terdegradasi). DAFTAR PUSTAKA Abbott, L.K. and A.D. Robson, 1977. Infektifity of Vesicular-Arbuscular Mycorrhizae fungi in Agriculture Soils. Aust . J. Soil Res. 23: 235-261. Aldeman, J. M., and J. B. Morton. 1986. Infectivity of vesicular-arbuscular mychorrizal fungi influence host soil diluent combination on MPN estimates and percentage colonization. Soil Biolchen. 8(1) : 77-83. Anonim1. 2010. Morfologi Tanaman Padi. Diakses dari http://www.distan.pemdadiy.go.id pada tanggal 7 Juli 2011. Baon, J.B. 1983. Mikoriza : Peranan Serta Kemungkinan Pengembangannya dalam Lapangan Perkebunan Jember. Menara Perkebunan 51 (5) 114-121. Brundrett M, Malajczuk N, Mingqin G, Daping Xu, Snelling S, Dell B. 2005. Nursery inoculation of Eucalyptus seedlings in Western Australia and Southern China using spore and mycelia inoculum of diverse ectomycorrhizal fungi from different climatic regions. For Ecol Man 209:163–205. Brundrett M, Bougher N, Dell B, Grove T, Malajczuk N. 1996. Working with Mycorrhiza in Forestry and Agriculture. Canberra: Australian Centre for International Agricultural Research. Budi, S. W., J.P. Caussanel, A. Trouvelot and A.Gianiazzi. 1998. The biotechnology of mychorrizas In N.S. Subba and Y.R. Dommergues (Eds.) Microbial interaction in aricultural and foresty science Publishers, Inc., USA. Vol. (1) : 149 – 162. Carling, D.E. dan M.F. Brown. 1980. Relative Effect of Micorrizha Fungi on Growth and Yield of Soybeans. Soil Sci. Sco. Am. J. 44: 528-532. Coleman DC, Crossley DA, Hendrix PF. 2004. Fundamentals of Soil Ecology. 2nd edition. ELSEVIER Academic Press. De la Cruz, R.E., Lavilla and Zarate, J.T. 1992. Aplication of mycorrhiza in bare rooting and direct-seeding Technologies for reforestation.In Proceeding of TsukubaWorkshop Bio-REFOR. Deptan, 2006. Budidaya Kedelai Tanpa Olah Tanah,. Amailableat:http://www.deptan.go.id/te knologi/tp/tkctanah1.htm [22 Februari 2007] page 1. Fakuara, M.Y. 1988. Mikoriza, Teori dan Kegunaan dalam Praktek. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. Hal 19-46. Gianinazzi-Pearson, V. 1986. Mycorrhizae: A Potential for Better Use of Phospate Fertilizer. Pert. Agric. 92: 3-12. Goldsworthy, P.R and N.M. Fisher. 1996. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik, Diterjemahkan oleh Tohari. Gajah Mada UniMersity Press, Yogyakarta. Hal 594-627. Gunawan, W. 1993. Mikoriza Arbuskula. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Harley, J.L., and S.E. Smith. 1983. Mychorrizal Symbiose. Acad. Press. Inc. Hatch, A. 1973. The Physical basic of Mycorrhizae in Pinus. Dalam : Setiadi, Y. 1989. Pemanfaatan Mikro Organisme dalam Kehutanan. Departemen Pendidikan dan Ke budayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB, Bogor. Hal.38-39. Hayman, D.S. 1983. The Physiology of Vesicular Arbuscular Endomycorrhizal Symbiosis. Can. J.Bot. 61: 944 – 963. Imas, T. ; R.S. Hadi Oetomo ; A.W. Gunawan dan Setiadi. 1989. Mikrobiologi Tanah. Departemen Pendidikan dan Ke budayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Bogor. Hal: 69 -83. INVAM. 2009. International culture collection of (vesicular) arbuscular mycorrhizal Fungi. Jawal, M., Jumjumidang, Liferdi, Herizal, dan T. Purnama. 2005. Tehnik produksi massal cendawan mikoriza arbuskular (MVA) yang infektif dan efektif sebagai pupuk biologi bibit manggis. Jurnal Stigma XII (4):516- 519. Lambert, D.H., and Cole, H.J. 1980. Effects of mycorrhizae on establishment and performance of forage species in mine soil. Agro. J. 72:527-260. Liderman, R.G. 1988. Mychorrizal interaction with the rhizosphere microflora. The mychorrizosphere effect. Phytopathology. 78(3):366-371. Matsubara, Y., T. Karikomi, M.Ikuta, H. Hori, S. Ishikawa, and T. Harada. 1996. Effect of abuscular mycorrhiza fungus inoculation on growth of apple seedling. J. Japan, Soc. Hort. Sci. 65(2):297-302. Maulati.20 I 0. Kajian Pola Pertumbuhan Produksi Dan Daya Adaptasi 7 Jenis Nenas Lokal Bangka Di Lahan Podsolik Merah Kuning.[SKRIPSI]. FPPB UBB. Mercado, Mosse, Nuhamara, S.T., 1994. Peranan mikoriza untuk reklamasi lahan kritis. Program Pelatihan Biologi dan Bioteknologi Mikoriza. Owusu-Benoal, E. and A. Wild. 1980. Effects of Vesicular Arbuscular Mycorrhizae on the Rice of the Labile Poll of Soil Phospate. Plant and Soil. 54 : 233-242. Paul, E.A. and F. E. Clark, 1996. Soil Microbiolgy and Biochemistry. Second Edition. Academic Press. San Diego. 300 p. Powell, C.J. and D.J. bagyaraj. 1984. VA Mycorrhizae. CRD. Press. Inc. Florida. pp 187-189. Rohyadi, A. 1987. Infektifitas Jamur Mikoriza Vesikular Arbuskular Di Tanah Podsolik Merah Kuning dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung. Universitas Gadjahmada, Yogyakarta. Hal 6-29. Setiadi, Y. 1989. Pemanfaatan Mikro Organisme dalam Kehutanan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB, Bogor. Hal 38-39. Setiadi Y. 1995. Arbuscular mycorrhizal inoculum production. Dalam Prosiding: Teknologi Produksi dan Pemanfaatan Inokulan Endo-Ektomikoriza untuk Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan (Simarmata T, Arief DH, Surmani Y, Hindersah R, Azirin A dan AM Kalay, Eds). Asosiasi Mikoriza Indonesia-Jawa Barat. ISBN 979-98255-0-4 B.L.1979.Introduction of weed science. SEARCA College. Laguna, Philipines. 292 p. B. 1981. Vesicular-arbuscular mycorrhizal research for tropical Agriculture. Res. Bull. 82p Nuhamara, S. T. 1999. Mycorrhiza : Structure, Funtion and Its Implicative Association. Dalam Smith F.A. et.al.(penyunting). Proceedings of International Conference on Mycorrhizas in Sustainable Tropical Agriculture and Forest Ecosystems. Bogor Indonesia October 27 –30, 1997. hlm. 19-24. Research and Development Centre for Biology-The Indonesian Institute of Sciences (LIPI) Bogor Indonesia-Bogor Agricultural University, Bogor Indonesia-The University of Adelaide, Australia Schenck, N.C. 1982. Methods and Principles of Mycorrhisal Research. University of Florida. pp 15-21. Simarmata, T. dan Tachro. 2005. Derajat Infeksi, Serapan P, Jumlah Bintil, dan Hasil Dua Kultivar Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) yang Diberi Inokulan Cendawan Mikoriza arbuskula (Glomus fasciculatum dan Gigaspora margarita) pada Incep-tisols di Jatinangor : Bionatura, Vol. 7 (2) : 137-145. Sitompul, S.M. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM Press : Yogyakarta. Solaiman, M.Z., and H. Hirata, 1995. Effect of indigenous arbuscular mycorrhizal fungi in paddy fields on rice growth and NPK nutrition under different water regimes. Soil Sci. Plant Nutr., 41 (3) : 505-514. Steenis, Van. G. G. J. 2002.Flora. Jakarta : Pradya Paramita. Subra Rao, N.S. 1994. Mikroorganisme Tanah Dan Pertumbuhan Tanaman, UI Press. Tisdall, J.M. 1991. Fungal hyphae and structural stability of soil. Aust. J. Soil. Res. 29:729-743. Tjitrosoepomo, Gembong. 1994. Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. Fakultas Pertanian. Yogyakarta: UGM Press. Yefriwati. 2004. Pengaruh Beberapa Jenis CMA terhadap Serangan Penyakit Layu Bakteri pada Bibit Pisang. [SKRIPSI].Faperta. Universitas Andalas, Padang. Yoshida,S. 1981. Fundamentals Of Rice Crop Science. International Rice Research Institute. Los Banos, Philippines.