BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setelah reformasi bergulir pada tahun 1998, perkembangan dunia
jurnalistik Indonesia memasuki era kebebasan pers, di mana perkembangan
media massa menjadi sangat pesat dan persaingannya pun semakin ketat.
Perbedaan yang mencolok pada era ini, jika dibandingkan dengan era-era
sebelumnya terletak pada demokrasi dan transparansi informasi yang dahulu
aksesnya terbatas, kini menjadi bebas dan terbuka. Dahulu perkembangan
media massa dan aktivitas jurnalistik sangat tidak bebas, mereka selalu
diawasi dan dikontrol secara ketat oleh pemerintah. Akibatnya, media massa
tidak dapat memberitakan suatu peristiwa secara independen, terutama
terhadap pemberitaan yang berkaitan dengan aktivitas serta kinerja
pemerintah.
Di era kebebasan pers, media massa memiliki keleluasaan dalam
menyuarakan aspirasi masyarakat tanpa harus takut lagi dengan ancaman
yang diberikan oleh pemerintah. Insan pers tidak akan merasa dihantui lagi
dengan pembredelan yang sering dilakukan oleh pemerintah terhadap media
massa yang dinilai tidak sepaham dengan mereka. Dengan disahkannya UU
No. 40 tahun 1999 tentang Pers, kemudian dipertegas dengan adanya
amandemen UUD 1945 tahun 2000 yang secara umum isinya adalah
memberikan perintah kepada insan pers agar bersikap proaktif dalam
mewujudkan budaya demokrasi, transparansi dan akuntabilitas. Hal-hal ini
berimplikasi terhadap informasi yang akhirnya menjadi suatu domain publik,
yang apabila aksesnya dihalangi oleh siapapun itu baik oleh insan pers,
publik itu sendiri bahkan oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara,
dapat diancam dengan hukuman hingga kurungan penjara.
Kebebasan pers merupakan salah satu bentuk kemajuan yang positif
bagi perkembangan dunia jurnalistik tanah air, sekaligus tantangan baru bagi
insan pers agar dapat memanfaatkan kebebasan secara bertanggung jawab,
mengingat sesungguhnya kebebasan pers itu menjadikan arus informasi dan
1
keterbukaan publik menjadi suatu hal yang mengalir deras, bebas serta tak
terbendung (Siregar, 2002:1). Sebagai wujud tanggung jawab itu, insan pers
dituntut untuk dapat bersikap profesional, idealis serta independen dalam
setiap aktivitas jurnalistik yang mereka lakukan terutama dalam hal membuat
serta menyajikan berita. Ketiga hal ini merupakan kunci kesuksesan yang
utama bagi pelaku pers untuk dapat berkompetisi secara sehat serta meraih
kredibilitas yang baik dari masyarakat selaku konsumen.
Namun dalam prakteknya, kebebasan pers tak selalu menjanjikan hal
yang positif bagi keberlangsungan hidup para insan pers. Liberalisasi pers
yang muncul seiring dengan hadirnya kebebasan pers di tanah air,
menjadikan kekuatan pasar (market regulation) sebagai satu-satunya faktor
penentu hidup dan matinya, kuat atau lemahnya media massa dalam
berkompetisi. Di masa ini bukan lagi oknum pemerintah (state regulation)
yang menjadi momok menakutkan bagi insan pers, karena UU Pers telah
menjamin bahwa tidak ada lagi usaha sensor, pembredelan serta pelarangan
penyiaran, seperti yang sering terjadi di era-era sebelumnya. Tetapi di era ini,
pemodal dan masyarakatlah yang justru menjadi penghambat bagi terciptanya
sikap profesionalisme jurnalis.
Masduki (2003:19) mengungkapkan bahwa keinginan masyarakat
yang menghendaki untuk mendapatkan informasi berupa berita yang tidak
biasa-biasa saja, ditambah tekanan kuat dari pemilik modal, telah membuat
jurnalis bersikap pragmatis. Sikap jurnalis ini terlihat kurang profesional,
mereka membuat berita-berita yang hanya menekankan pada unsur
sensasional semata, dengan tujuan agar berita itu cepat laku di pasaran tanpa
mengedepankan akurasi serta keberimbangan dalam berita. Padahal akurasi
dan keberimbangan merupakan syarat berita yang wajib dipenuhi oleh
jurnalis dalam membuat berita. Jika hal-hal tersebut tidak dipenuhi, maka
dapat dipastikan bahwa jurnalis itu tidak hanya membuat berita yang buruk,
tetapi ia juga telah melanggar Kode Etik Jurnalistik yang berlaku sebagai
landasan etika dan moral, sekaligus merupakan himpunan etika profesi
wartawan.
2
Kode Etik Jurnalistik ditetapkan serta diawasi pelaksanaanya oleh
Dewan Pers sebagai amanat dari UU Pers. Dalam penerapannya, jurnalis
harus memperhatikan serta menaati Kode Etik Jurnalisitik ketika mereka
melakukan aktivitas jurnalistiknya. Hal ini selaras dengan pesan konstitusi
melalui pasal 7 ayat 2 UU Pers, yang menyatakan bahwa wartawan memiliki
dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Menurut Ashadi Siregar (2006:183),
jurnalistik merupakan bidang yang menarik dengan privilege luas dan
memiliki peranan yang besar, realitas yang ditulis jurnalis mampu
memunculkan opini publik dan menggiring perspektif masyarakat. Oleh
karena itu, etika jurnalistik dalam wujud Kode Etik Jurnalistik sangat
diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan
pers dalam menjalankan fungsinya.
Hingga satu dasawarsa bergulir sejak hadirnya kebebasan pers di tanah
air, penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam praktiknya masih tergolong
belum maksimal. Masih banyak insan pers yang memandang bahwa Kode
Etik Jurnalistik hanyalah sebatas aturan tertulis, sehingga mereka enggan
untuk
menerapkannya secara konsisten.1 Akibatnya,
banyak
terjadi
pelanggaran-pelanggaran mendasar yang dilakukan oleh insan pers terutama
para jurnalis, karena mereka tidak mengindahkan dan memperhatikan kode
etik. Padahal jika mereka menerapkan Kode Etik Jurnalistik secara konsisten
dan penuh komitmen, sejatinya mereka telah membangun persepsi positif di
masyarakat tentang praktik dan prilaku jurnalistik yang objektif dan
profesional.2
Pelanggaran terhadap penerapan Kode Etik Jurnalistik ini hampir
terjadi di semua bidang jurnalistik yang ada. Kasus-kasus pelanggaran kode
etik, dapat kita jumpai pada jurnalistik media cetak, terutama pada surat
kabar lokal yang kurang memperhatikan aspek pemuatan narasumber berita
yang kredibel, keberimbangan berita, serta akurasi data. Tak sampai di situ,
pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik justru lebih banyak datang dari
1
2
Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), h.111.
Loc.Cit.,
3
jurnalisme media siber atau media pers online yang belakangan ini kian
populer keberadaannya.
Perkembangan jurnalisme media siber saat ini semakin pesat,
kehadirannya pun semakin diminati oleh masyarakat. Kecepatan (aktualitas)
pemberitaan yang ditawarkan melalui portal-portal berita online menjadikan
media ini kian popular di masyarakat. Namun popularitas yang tinggi, tidak
berarti bahwa media ini telah sempurna. Atas nama kecepatan, seringkali
berita yang dipublikasikan oleh media pers online, tayang tanpa
memperhatikan akurasi dan keberimbangan berita. Hal ini berakibat sering
terjadinya mis-persepsi di masyarakat terhadap fakta yang sebenarnya terjadi.
Fenomena ini mengindikasikan bahwa masih belum efektifnya penerapan
Kode Etik Jurnalistik dalam pemberitaan media siber.
Walaupun kini jurnalisme media siber telah memiliki Pedoman
Pemberitaan Media Siber, yang disahkan oleh Dewan Pers pada tahun 2012
lalu dan berfungsi sebagai panduan agar pengelolaan jurnalisme media siber
dapat dilaksanakan secara profesional, memenuhi fungsi, hak dan
kewajibannya sesuai UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Tetap saja
pelanggaran demi pelanggaran terhadap penerapan Kode Etik Jurnalistik
masih terjadi.
Aktualitas media siber memang menjadi suatu kelebihan media ini jika
dibandingkan dengan media lainnya seperti media cetak dan elektronik, akan
tetapi pemberitaan media siber memiliki sisi kekurangan dalam menjaga
unsur akurasi serta keberimbangan beritanya. Berdasarkan dari fenomena
inilah, menarik untuk meneliti bagaimana media siber, menerapkan Kode
Etik Jurnalistik dalam pemberitaannya terhadap suatu peristiwa yang terjadi.
Permasalahan ini yang akhirnya menjadi latar belakang serta tujuan
dilakukannya penelitian ini.
Penelitian ini akan mencoba mendeskripsikan penerapan Kode Etik
Jurnalistik pada teks pemberitaan media siber, spesifik pada sifat jurnalisme
media siber yang dalam pemberitaannya, lebih memprioritaskan aktualitas
dibanding unsur lainnya seperti akurasi data serta keberimbangan berita.
Dalam Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers, akurasi data dan keberimbangan
4
berita dijelaskan pada Pasal 1, yang berbunyi:Wartawan Indonesia bersikap
independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak
beritikad buruk.
Media yang dipilih dalam penelitian ini adalah portal berita online
milik Kantor Berita Antara yaitu Antaranews.com. Lembaga Kantor Berita
Nasional Antara merupakan kantor berita milik pemerintah Indonesia yang
berbadan hukum sebagai Perusahaan Umum (Perum) BUMN, dimana seluruh
modalnya dikuasai oleh negara, seperti diatur dalam pasal 1 ayat 4 UU
Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Sebagai lembaga
milik negara, tentu dalam operasionalnya tidak dapat terlepas dari pengaruh
kepentingan-kepentingan politik pemerintah.
Sedangkan peristiwa yang akan menjadi objek kajian, adalah peristiwa
ditetapkannya Menteri Agama, Suryadharma Ali sebagai tersangka kasus
korupsi penyelenggaraan haji, pada bulan Mei 2014 lalu. Suryadharma Ali
disangkakan oleh KPK melanggar dua pasal dalam UU Nomor 31 tahun 1999
jo. UU No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
yaitu pada Pasal 2 dan Pasal 3.
Dengan ditetapkannya Suryadharma Ali sebagai tersangka, sudah pasti
status ini akan menyulitkannya melaksanakan tugas sebagai Menteri Agama
secara efektif. Kondisi demikian akhirnya membuat banyak pihak yang
menyerukan agar yang bersangkutan mengundurkan diri dari jabatannya,
seperti yang telah dilakukan oleh mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi
Mallarangeng ketika ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK dalam kasus
korupsi wisma Atlet Hambalang, Desember 2012 lalu. Pemberitaan
ditetapkannya Suryadharma Ali sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK
yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Agama, menjadikan yang
bersangkutan sebagai menteri aktif kedua dalam pemerintahan setelah Andi
Mallarangeng yang divonis sebagai tersangka.
Hal pertama yang menjadi alasan dipilihnya Antaranews.com sebagai
objek penelitian ini adalah karena salah satu misi dari perusahaan itu adalah
Menghasilkan berita dan berbagai produk berbasis informasi lainnya secara
cepat, akurat dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan serta pemangku
5
kepentingan (stakeholders) lainnya. Berdasarkan misi tersebut, menarik
untuk meneliti bagaimana Antaranews.com menjaga keseimbangan antara
kecepatan pemberitaan dan keakuratan beritanya melalui teks berita yang
dihasilkannya, mengingat sifat umum dari jurnalisme media siber yang lebih
mengutamakan kecepatan pemberitaan (aktualitas) dibandingkan dengan
unsur lainnya seperti akurasi data. Hal ini berkaitan dengan penerapaan pasal
1 Kode Etik Jurnalistik yaitu menghasilkan berita yang akurat.
Alasan kedua dipilihnya Antaranews.com sebagai objek dari penelitian
ini, dimana Antaranews.com merupakan bagian dari LKBN Antara yang
merupakan lembaga milik pemerintah. Sebagai lembaga milik pemerintah
yang sebagaian besar pendapatannya berasal dari pemerintah, LKBN Antara
perlu dilihat keberimbangan pemberitaannya dalam memberitakan situasi
pemerintahan.
Dengan demikian menarik untuk meneliti bagaimana penerapan Kode
Etik Jurnalisitik terkait keberimbagan pemberitaan Antaranews.com saat
memberitakan kasus yang melibatkan unsur pemerintah seperti dalam
peristiwa ditetapkannya Menteri Agama, Suryadharma Ali sebagai tersangka
kasus korupsi penyelenggaraan haji, yang saat itu statusnya masih merupakan
menteri aktif dalam pemerintahan, mengingat dalam misi perusahaan yang
telah disebutkan di atas tertulis bahwa perusahaan menghasilkan berita sesuai
dengan kebutuhan pelanggan serta pemangku kepentingan (stakeholders)
lainnya. Sehingga dengan melakukan penelitian ini akan terdeskripsikan
apakah
dalam
pemberitaannya,
Antaranews.com
telah
menjaga
keberimbangan berita dengan baik atau pemberitaannya hanya memihak pada
pemangku kepentingan semata.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini akan mencoba
untuk mendeskripsikan bagaimana penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam
teks berita ditetapkannya Menteri Agama, Suryadharma Ali sebagai
tersangka
kasus
korupsi
penyelenggaraan
Antaranews.com periode Mei 2014.
6
haji,
di
situs
berita
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti
memiliki pertanyaan penelitian yaitu, Bagaimana penerapan Kode Etik
Jurnalistik dalam teks berita ditetapkannya Menteri Agama, Suryadharma Ali
sebagai tersangka kasus korupsi penyelenggaraan haji, di situs berita
Antaranews.com periode Mei 2014?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan
Kode Etik Jurnalistik dalam teks berita ditetapkannya Menteri Agama,
Suryadharma Ali sebagai tersangka kasus korupsi penyelenggaraan haji, di
situs berita Antaranews.com periode Mei 2014.
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat secara teoritis adalah memberikan sumbangan pemikiran
ilmiah dan menambah khasanah ilmu pengetahuan mahasiswa Ilmu
Komunikasi dalam bidang jurnalistik, khususnya yang berkaitan
dengan penerapan Kode Etik Jurnalistik dan jurnalisme media siber.
2. Manfaat secara praktis dari penelitian ini adalah untuk memberi
gambaran kepada pembaca tentang penerapan Kode Etik Jurnalistik di
situs
berita
Antaranews.com
melalui
isi
teks
berita
yang
diproduksinya.
E. Kerangka Pemikiran
Dalam sub bab kerangka pemikiran ini berisikan beberapa teori yang
akan digunakan untuk membantu memahami dan menjawab permasalahan
dalam penelitian. Keseluruhan teori yang digunakan, berhubungan dengan
jurnalisme media siber dan Kode Etik Jurnalistik. Pertama akan dijelaskan
teori tentang berita sebagai produk jurnalisme, pada teori yang pertama ini
isinya akan membahas tentang beberapa definisi berita dari para ahli serta
pegiat jurnalistik, kemudian akan dipaparkan pula mengenai jenis berita, nilai
7
berita, kualitas kelayakan berita dan asas-asas berita. Setelah itu akan
dijelaskan mengenai relasi antara berita yang berkualitas serta bertanggung
jawab dan penerapan kode etik yang baik.
Pada kerangka pemikiran yang kedua, akan berisi penjelasan mengenai
Kode Etik Jurnalistik pada media pers Indonesia. Teori ini akan membahas
definisi, isi dan penjelasan Kode Etik Jurnalistik yang dirumuskan oleh
Dewan Pers, serta penjelasan pasal-pasal dalam Kode Etik Jurnalistik Dewan
Pers. Teori ketiga yang digunakan sebagai kerangka pemikiran adalah teori
jurnalisme media siber sebagai media publikasi informasi. Teori ini berisi
penjelasan mengenai definisi media siber, perbedaan antara media siber dan
media tradisional dan karakteristik media siber.
Sedangkan teori yang terakhir adalah teori penerapan Kode Etik
Jurnalistik pada teks jurnalisme media siber yang akan membahas mengenai
penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam pemberitaan media siber yang dinilai
masih minim dan rawan terjadinya pelanggaran. Semua kerangka pemikiran
ini akan menjadi dasar serta bahan yang akan digunakan untuk menjawab
pertanyaan penelitian secara konseptual, sehingga teori-teori tersebut dapat
membantu dalam proses penelitian ini.
1. Berita Sebagai Produk Jurnalisme
Semua aktivitas dalam dunia jurnalistik selalu berkaitan erat dengan
berita. Berita menjadi unsur terpenting dalam proses produksi media massa
mengingat 90% dari isi keseluruhan media massa, baik media cetak, media
elektronik maupun media siber adalah berita.3 Secara etimologis berita sering
disebut juga dengan istilah warta. Kata warta berasal dari bahasa Sansekerta
yaitu vrit atau vritta yang memiliki arti kejadian atau peristiwa yang telah
terjadi. 4
Berita memiliki definisi dan arti yang sangat beragam. Para pakar serta ahli
jurnalistik memiliki pengertian yang berbeda-beda mengenai definisi berita.
Mitchell V. Charnley mendefinisikan berita sebagai laporan tercepat tentang
3
4
8
Syarifudin Yunus, Op.Cit h. 45.
Ibid., h. 46.
fakta dan ulasan yang menarik dan penting dan atau kedua-duanya bagi
sebagian besar orang.5 Dean M. Lyle Spencer mendefinisikan berita sebagai
setiap fakta yang akurat atau suatu ide yang dapat menarik perhatian bagi
sejumlah besar pembaca.6 Paulo de Massener mengartikan berita sebagai
suatu informasi yang menarik perhatian dan minat khalayak.7
Sedangkan William Maulsby mengatakan bahwa berita adalah
penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang mempunyai
arti penting dan baru terjadi, yang dapat menarik perhatian masyarakat yang
menyiarkan berita.8 Dari berbagai definisi ini, berita dapat dipahami secara
singkat sebagai informasi aktual tentang fakta yang dibutuhkan, dan menarik
perhatian orang banyak serta memiliki nilai kebenaran.
Secara sederhana, berita dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu
berita langsung (straight news), berita ringan (soft news), dan berita kisah
(feature), penjelasannya sebagai berikut:
a. Berita Langsung (straight news)
Berita langsung adalah berita yang dibuat untuk menyampaikan
peristiwa-peristiwa yang secepatnya harus diketahui oleh khalayak.9
Berita langsung berfokus pada momentum peristiwa itu terjadi secara
langsung tanpa memberikan ulasan mendalam mengenai makna di
balik peristiwa.
b. Berita Ringan (soft news)
Berita ringan merupakan berita yang cenderung menonjolkan sisi
yang menarik bagi perhatian khalayak (human interest). Soft news
merupakan berita tentang kejadian yang bersifat manusiawi dalam
sebuah peristiwa yang penting.10
5
Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik:Teori dan Praktek,
(Bandung: Rosda, 2003), h. 39.
6
Deddy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi Menjadi Reporter Profesional, (2005), h. 21.
7
Syarifudin Yunus, Op.Cit., h. 46.
8
Ibid., h. 47.
9
Ana Nadhya Abrar, Penulisan Berita, (Yogyakarta:Universitas Atmajaya Yogyakarta, 1995),
h. 53.
10
Loc.Cit.,
9
c. Berita Kisah (feature)
Berita kisah adalah laporan kreatif, yang terkadang subjektif karena
bertujuan untuk menyenangkan dan memberi informasi kepada
khalayak tentang suatu kejadian, keadaan, atau aspek kehidupan.11
Terkadang dalam berita kisah, unsur aktualitas tidak begitu penting
dimuat dalam berita, karena unsur aktualitas bukanlah syarat utama
bagi berita dengan format ini.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa berita didefinisikan
sebagai informasi aktual tentang fakta yang dibutuhkan dan menarik
perhatian orang serta memiliki nilai kebenaran, akan tetapi pada
kenyataannya tidak semua fakta dapat dijadikan berita. Agar sebuah fakta
pada suatu peristiwa layak dijadikan berita, terdapat kriteria tertentu yang
harus dipenuhi terlebih dahulu. Kriteria ini disebut dengan nilai berita (news
value).
Teori berita menegaskan bahwa suatu peristiwa atau masalah akan
memiliki nilai berita (news value), jika berita yang disajikan punya nilai
penting dan berguna bagi berbagai kalangan atau pihak. Berita yang baik,
sudah tentu dan pasti bisa membuat pembaca terpuaskan.12 Menurut
Kusumaningrat (2005:61-64) nilai berita terbagi dalam empat unsur,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Aktualitas (Timeliness), yaitu peristiwa baru terjadi, berkaitan
dengan waktu ditemukan.
b. Kedekatan (Proximity), yaitu menyangkut kedekatan geografis atau
bisa juga kedekatan emosional.
c. Dampak (Consequence), yaitu keterkenalan, menyangkut hal-hal
yang terkenal dan berdampak pada masyarakat.
d. Human interest, yaitu kejadian yang memberi sentuhan perasaan
kepada pembaca.
11
12
Loc.Cit.,
Fadril Aziz Isnaini, Op.Cit., h. 32.
10
Selain kriteria nilai berita di atas, terdapat pula kriteria kualitas berita
yang digunakan sebagai pedoman penulisan berita sekaligus sebagai tolak
ukur penilaian presentasi berita kepada masyarakat. Kriteria itu terbagi
menjadi lima unsur yang diklasifikasikan oleh Charnley sebagai berikut:13
a. News is accurate
Sebuah berita dianggap berkualitas jika berita itu telah memenuhi
kriteria akurat (accurate), akurat memiliki arti ketepatan fakta yang
menyusun sebuah berita. Ketepatan fakta ini meliputi nama sumber
berita, usia, pernyataan narasumber, pengutipan, tanggal, ekspresi
bicara dan gerak tubuh, tersaji dalam berita dengan tepat dan dapat
diverifikasi.
b. News is balanced
Parameter kedua dari kualitas berita adalah berimbang (balanced).
Berimbang memiliki arti bahwa berita disajikan dengan cover both
side, Sehingga semua pihak yang terlibat dalam sebuah peristiwa
mendapatkan porsi serta penekanan yang sama dalam pemberitaan.
c. News is objective
Parameter selanjutnya dari kualitas berita yang baik adalah berita
haruslah objektif. Objektif ini diartikan bahwa berita harus bebas dari
bias personal dan segala bentuk intervensi eksternal. Meskipun setiap
jurnalis memiliki subjektivitas ideologi masing-masing, tetapi dalam
menulis berita haruslah tetap menjaga objektivitas dari peristiwa yang
diliputnya.
d. News is concise and clear
Kriteria selanjutnya adalah berita harus ringkas dan jelas. Maksudnya
adalah berita harus mudah dimengerti dan tidak membingungkan
masyarakat yang membacanya. Sebuah berita sepatutnya memiliki
format yang ringkas, jelas, sederhana dan jelas secara logika.
e. News is recent
Kriteria terakhir dalam kualitas berita adalah berita haruslah aktual.
Penekanan pada unsur waktu merupakan hal yang penting mengingat
13
Mitchell V. Charnley, Reporting (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1965), h. 34.
11
pada dasarnya manusia selalu mempunyai keingintahuan mengenai
perubahan keadaan. Dunia selalu berubah dan manusia selalu merasa
ingin tahu tentang perubahan yang dapat menarik perhatian serta
minat mereka.
Setelah membahas klasifikasi berita menurut jenis berita, nilai berita
serta kualitas berita, pembahasan terakhir dalam sub teori ini akan
menjelaskan mengenai asas berita. Berita yang baik, adalah berita yang di
dalamnya mengandung empat asas. Keempat asas ini merupakan hal yang
harus disadari, dipegang teguh dan diterapkan oleh jurnalis selama
menjalankan profesinya. Keempat asas ini yaitu asas moralitas, asas
profesional, asas supremasi hukum dan asas demokrasi.14
a. Asas Moralitas
Asas moralitas berarti bahwa dalam menjalankan tugasnya, jurnalis
harus menyadari profesinya ini memiliki landasan moral yang kuat
dan harus dipertanggungjawabkan. Contoh dari penerapan asas
moralitas
adalah
berita
tidak
memiliki
itikad
buruk,
tidak
berprasangka buruk dan diskriminatif, bersikap independen serta
terpercaya dalam mengemban profesinya.
b. Asas Profesionalisme
Dalam
asas
profesionalisme,
jurnalis
diharapkan
memiliki
kemampuan yang teruji, cerdas dan memahami tugas, fungsi,
kewajiban dan tanggungjawabnya. Dalam Kode Etik Jurnalistik, nilainilai profesionalisme dijelaskan, seperti menunjukkan identitas saat
liputan, menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas atau berita
yang akurat, faktual dan jelas sumbernya, tdak bohong dan tidak
fitnah serta membedakan antara fakta dengan opini dan menghargai
off the record, ketentuan embargo dan menjelaskan reka ulang.
c. Asas Supremasi Hukum
Asas selanjutnya adalah asas supremasi hukum. Asas supremasi
hukum ini juga erat kaitannya dengan Kode Etik Jurnalistik, misalnya
14
Fadril Aziz Isnaini, Op.Cit., h. 25.
12
tidak melakukan plagiat, menghormati asas praduga tidak bersalah,
memiliki hak tolak dan tidak menyalahgunakan profesi. Asas
supremasi hukum ini sangat tergambarkan dalam Kode Etik
Jurnalistik karena walaupun antara etika dengan hukum memiliki
karakteristik yang berbeda, namun sebuah nilai kode etik dapat saja
mengadopsi atau mendukung suatu nilai hukum tertentu sebagai
moral itu sendiri.
d. Asas Demokrasi
Asas yang terakhir adalah asas demokrasi, dalam asas ini karya
jurnalistik mutlak fair, adil dan berimbang. Asas demokrasi
tergambarkan dari keharusan bersikap independen serta melayani hak
jawab dan koreksi.
Demikianlah penjelasan tentang teori berita sebagai produk jurnalisme
media massa, mulai dari definisi berita, klasifikasi berita menurut jenis,
kriteria nilai berita, kriteria kualitas berita serta asas-asas dalam berita.
Sebuah berita sudah dapat dikatakan sebagai berita yang baik, jika telah
memenuhi kriteria layak berita serta kriteria kualitas berita di atas. Tak hanya
itu, berita yang baik juga selain memenuhi nilai berita dan kualitas berita juga
harus dibuat dengan memperhatikan asas-asas berita, sehingga sempurnalah
berita yang telah dibuat. Karena berita yang dibuat itu tidak hanya memenuhi
unsur aktual, objektif, akurat dan menarik perhatian tetapi juga bertanggung
jawab.
Jika seorang jurnalis memperhatikan kriteria nilai dan kualitas berita
serta mematuhi asas-asas berita dengan baik, maka dapat dipastikan jurnalis
itu juga telah menerapkan Kode Etik Jurnalistik dengan baik. Karena
sejatinya Kode Etik Jurnalistik dibuat, berkaitan erat dengan hal-hal tersebut.
Hubungan relasi antaranya dapat digambarkan seperti berikut ini.
Salah satu bagian dari kriteria kualitas berita menyebutkan bahwa
berita harus akurat dan berimbang, hal ini ternyata juga terdapat dalam Kode
Etik Jurnalistik Dewan Pers Pasal 1 yang berbunyi Wartawan Indonesia
13
bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak
beritikad buruk.
Hal serupa juga berlaku pada asas berita, seperti asas moralitas yang
menyebutkan jurnalis harus menyadari profesinya ini memiliki landasan
moral yang kuat dan harus dipertanggung jawabkan. Dalam penerapan asas
moralitas ini berisi bahwa berita tidak memiliki itikad buruk, tidak
berprasangka buruk dan diskriminatif, bersikap independen serta terpercaya
dalam mengemban profesinya.
Hal ini ternyata terdapat pula dalam Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers
pada pasal 1 yang berisi bahwa wartawan harus bersikap independen, serta
menghasilkan berita yang tidak memiliki itikad buruk, dan pasal 8 yang
menyebutkan bahwa Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan
berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas
dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa,
serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa
atau cacat jasmani. Oleh karena itu, disadari atau tidak oleh wartawan bahwa
ia telah menerapkan Kode Etik Jurnalistik dengan baik, jika dalam penulisan
beritanya telah memperhatikan dan menaati kriteria nilai berita, kualitas
berita serta asas-asas berita.
Kode Etik Jurnalistik sendiri merupakan kumpulan etika profesi
wartawan, yang dibuat dengan tujuan untuk menjamin kemerdekaan pers,
serta memenuhi hak publik agar memperoleh informasi yang benar.
Penjelasan tentang Kode Etik Jurnalistik ini akan dijelaskan pada bagian dari
isi sub-bab kerangka pemikiran selanjutnya.
2. Kode Etik Jurnalistik Pada Media Pers Indonesia
Sebelum berbicara tentang kode etik, tentu kita harus paham dahulu
mengenai pengertian etika, karena sesungguhnya kode etik berkaitan erat
dengan etika. Secara definitif, etika dapat diartikan sebagai sistem nilai yang
berisi pedoman dasar yang mengatur tingkah laku. Etika merupakan
kumpulan nilai-nilai moral suatu kelompok yang dibuat dari, oleh dan untuk
14
mereka berkaitan dengan baik dan buruknya sesuatu, diukur berdasarkan hati
nurani.15
Etika menurut bahasa, berasal dari bahasa Yunani Ethos yang berarti
watak atau moral. Dalam bahasa latin, terdapat pula kata mos (tunggal) atau
Mores (jamak) yang berarti kebiasaan baik. Dalam pengertian menurut
bahasa ini, etika dapat diartikan sebagai prinsip-prinsip atau tatanan dalam
berprilaku yang baik dalam suatu kelompok masyarakat tertentu yang
bersumber dari keahlian, moral atau hati nurani dari masyarakat itu.
Sedangkan kata kode sendiri berasal dari bahasa Inggris code yang memiliki
arti himpunan ketentuan, peraturan atau petunjuk yang sistematis. Jadi dari
gabungan pengertian dua kata itu, dapat diartikan secara menyeluruh bahwa
Kode Etik mengandung arti sebagai gabungan atau kumpulan etika. (Sukardi,
2007:1).
Dalam dunia jurnalistik, keberadaan etika menjadi sangat penting
karena etika merupakan tolak ukur kegiatan jurnalistik yang baik dan tidak
baik, jurnalistik yang dapat diterima atau tidak dapat diterima oleh
masyarakat.16 Oleh sebab itu, Ashadi Siregar berpendapat bahwa etika
jurnalistik dalam wujud Kode Etik Jurnalistik sangat diperlukan untuk
membangun kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan pers dalam
menjalankan fungsinya, mengingat realitas yang ditulis wartawan mampu
memunculkan opini publik dan menggiring perspektif masyarakat.17
Menurut Wina Armada Sukardi, Kode Etik Jurnalistik merupakan
himpunan atau kumpulan mengenai etika di bidang jurnalistik yang dibuat
oleh, dari dan untuk kaum jurnalis sendiri. Ia menegaskan bahwa tidak ada
seorang pun atau badan lain yang dapat memakai atau menerapkan Kode Etik
Jurnalistik terhadap para jurnalis, termasuk menyatakan ada atau tidaknya
pelanggaran etika berdasarkan kode etik tersebut.18
Dengan adanya Kode Etik Jurnalistik, setiap jurnalis dituntut untuk
mengetahui dan memahami nilai serta norma yang berlaku, mereka pun harus
15
Ibid., h. 46.
Syarifudin Yunus, Op.Cit., h. 105.
17
Ashadi Siregar, Etika Komunikasi, (Yogyakarta:Pustaka, 2006), h. 183.
18
Wina Armada Sukardi, Cara Mudah Memahami Kode Etik Jurnalistik & Dewan Pers,
(Jakarta:Dewan Pers, 2008), h. 27.
16
15
menerapkannya dengan tertib saat melakukan aktivitas jurnalistiknya. Kode
Etik Jurnalistik mengatur apa saja hak dan kewajiban jurnalis dalam
menjalankan profesinya, dan bersifat universal artinya walaupun organisasi
jurnalistiknya berbeda, inti dari kode etik yang dibuat memiliki kesamaan
aturan main yang disesuaikan dengan kondisi dan realitas masing-masing
organisasi.19
Salah satu contoh Kode Etik Jurnalistik yang diterapkan di Indonesia
adalah Kode Etik Jurnalistik yang disusun oleh Dewan Pers melalui
Peraturan Dewan Pers No.6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Kode Etik
Jurnalistik. Dalam kode etik ini terdapat 11 Pasal yang berisikan ketentuanketentuan yang harus ditaati oleh jurnalis Indonesia saat menjalankan
aktivitas jurnalistiknya.
Tujuan dari dibuatnya kode etik ini adalah untuk mengimbangi
kebebasan pers terhadap hak asasi manusia serta hak publik dalam
memperoleh informasi. Dalam penelitian ini Kode Etik Jurnalistik yang
ditetapkan oleh Dewan Pers inilah yang akan digunakan sebagai acuan.
Berikut adalah isi dari Kode Etik Jurnalistik yang ditetapkan Dewan Pers
beserta penjelasannya.
Pasal 1 berbunyi: Wartawan Indonesia bersikap independen,
menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Independen memiliki arti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan
suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain
termasuk pemilik perusahaan media. Akurat berarti dipercaya benar sesuai
keadaan objektif ketika peristiwa terjadi. Berimbang memiliki arti semua
pihak mendapat kesempatan setara, dan tidak beritikad buruk artinya tidak
ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak
lain.
Pasal 2 berbunyi: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang
profesional
dalam
melaksanakan
tugas
jurnalistik.
Cara-cara
yang
profesional yang dimaksud dalam pasal ini adalah: menunjukkan identitas
kepada narasumber, menghormati hak privasi, tidak menyuap, menghasilkan
19
Syarifudin Yunus, Op.Cit., h. 115.
16
berita yang faktual serta jelas sumbernya, rekayasa pengambilan dan
pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan
tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang, menghormati pengalaman
traumatis narasumber dalam penyajian gambar, foto dan suara, tidak
melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai
karya sendiri, penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk
peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
Pasal 3 berbunyi: Wartawan Indonesia selalu menguji informasi,
memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang
menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Menguji
informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi
itu. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada
masing-masing pihak secara proporsional. Opini yang menghakimi adalah
pendapat pribadi wartawan yang berbeda dengan opini interpretatif (pendapat
berupa interpretasi wartawan atas fakta).
Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Menurut Wina Armada Sukardi, asas praduga tidak bersalah dalam jurnalistik
berkaitan dengan pernyataan yang tidak menghakimi dari pers, pada keadaan
apapun, tidak terbatas pada proses hukum saja. Penyebutan inisial maupun
nama lengkap dalam proses hukum tingkat apapun selama itu merupakan
fakta dan tidak ditentukan lain oleh undang-undang serta kode etik,
diperbolehkan dan tidak melangar asas praduga tidak bersalah.20
Namun pada praktiknya, wartawan menyesuaikan penyebutan inisial
nama menjadi nama lengkap berdasarkan keterangan dari petugas yang
berwenang. Wina Armada Sukardi menyatakan petugas tersebut mungkin
bekerja berdasarkan aturan internal sehingga merasa perlu menyebutkan
inisial saja. Tugas pers kemudian ialah mencari tahu siapa sebenarnya yang
dimaksud karena pers diharuskan memberi berita yang akurat.21
Jika ada wartawan yang menyaksikan langsung seseorang melakukan
penembakan, penusukan, atau pemukulan yang menyebabkan korbannya
20
21
Ibid., h. 64.
Ibid., h. 66.
17
langsung meninggal, maka orang tersebut sebagai pembunuh merupakan
fakta. Wartawan boleh mengatakan orang tersebut sebagai pembunuh karena
itulah faktanya, tetapi tidak boleh menyatakan langsung bahwa ia bersalah.
Ketika wartawan menyatakan pembunuh itu bersalah, wartawan tersebut
sudah melanggar asas praduga tak bersalah.22
Pasal 4 berbunyi: Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong,
fitnah, sadis, dan cabul. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui
sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang
terjadi. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja
dengan niat buruk. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar,
suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu
birahi. Dalam penafsiran ketentuan ini juga ditambahkan kewajiban bagi
wartawan untuk mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara ketika
menyiarkan gambar dan suara dari arsip.
Kebohongan wartawan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk,
misalnya dengan melakukan wawancara fiktif, melakukan wawancara
imajiner, memberitakan fakta yang sebenarnya tidak ada, memberitahukan
sesuatu yang tidak sesuai dengan fakta yang diketahui, dan memalsukan data.
Bohong juga memiliki kedekatan arti dengan fitnah. Perbedaannya ialah
fitnah mengandung sejumlah tuduhan, baik langsung maupun tidak
langsung.23
Pasal 5 berbunyi: Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan
menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan
identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Identitas adalah semua data
dan informasi tentang diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk
melacak. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum
menikah.
Kode Etik Jurnalistik menilai kesusilaan berhubungan langsung
dengan norma serta rasa malu bagi korban dan keluarganya. Mereka yang
22
23
Loc.Cit.,
Ibid., h. 48-49.
18
menjadi korban kesusilaan akan mengalami luka batin dan menanggung
beban sosial. Sebagai penghormatan terhadap nilai-nilai yang hidup di
masyarakat, maka dibuat larangan untuk menyiarkan identitas korban
kejahatan kesusilaan, baik laki-laki maupun perempuan. Identitas yang
dimaksud memuat nama, foto, dan hal lain yang memudahkan publik
mengidentifikasi korban tersebut.24
Pasal 6 berbunyi: Wartawan Indonesia tidak menyalah-gunakan
profesi dan tidak menerima suap. Menyalahgunakan profesi adalah segala
tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh
saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum. Suap
adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak
lain yang mempengaruhi independensi.
Wartawan seringkali memperoleh informasi lebih awal dibandingkan
publik karena akses dan sumber informasinya yang demikian luas. Walau
demikian, wartawan tersebut tidak boleh menggunakan informasi itu untuk
kepentingan dirinya. Misalnya ketika wartawan mengetahui harga perdana
sebuah saham sebelum diumumkan atau kapan saham itu akan naik,
kemudian mengambil keuntungan pribadi untuk informasi tersebut.
Penyalahgunaan profesi juga mencakup segala cara untuk memanfaatkan
profesi agar mendapat perlakuan istimewa dengan fasilitas publik, contohnya
tidak membayar tarif kendaraan umum.25
Pasal 7 berbunyi: Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk
melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun
keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang,
dan off the record sesuai dengan kesepakatan. Hak tolak adalah hak untuk
tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan
narasumber dan keluarganya.
Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai
dengan permintaan narasumber. Informasi latar belakang adalah segala
informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa
24
25
Ibid., h. 68.
Ibid., h. 70.
19
menyebutkan narasumbernya. Off the record adalah segala informasi atau
data yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan. Pers yang menyiarkan berita
off the record akan dituduh melakukan berita bohong atau fitnah dan harus
menanggung seluruh beban etika serta hukum yang ada. Sebaliknya,
narasumber dibebaskan dari segala tuntutan.26
Pasal 8 berbunyi: Wartawan Indonesia tidak menulis atau
menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap
seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin,
dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit,
cacat jiwa atau cacat jasmani. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik
mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas. Diskriminasi adalah
pembedaan perlakuan.
Pasal 9 berbunyi: Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber
tentang
kehidupan
pribadinya,
kecuali
untuk
kepentingan
publik.
Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya
selain yang terkait dengan kepentingan publik.
Pasal 10 berbunyi: Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat,
dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan
permintaan maaf kepada pembaca, pendengar dan atau pemirsa. Segera
berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak
ada teguran dari pihak luar. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan
terkait dengan substansi pokok.
Pasal 11 berbunyi: Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak
koreksi secara proporsional.
Hak jawab adalah hak seseorang atau
sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap
pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Hak koreksi adalah
hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan
oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. Proporsional
berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki. Bedanya hak jawab
dengan hak koreksi ialah inisiatif untuk melakukan hak jawab berasal dari
26
Ibid., h. 85.
20
pihak yang diberitakan, sedangkan inisiatif untuk hak koreksi bisa berasal
dari pers yang memberitakan.27
Demikian isi dan penjelasan tentang Kode Etik Jurnalistik yang dibuat
serta ditetapkan oleh Dewan Pers. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya
bahwa Kode Etik Jurnalistik di atas, dibuat dengan harapan dapat
mengimbangi kebebasan pers terhadap hak asasi manusia serta hak publik
dalam memperoleh informasi. Meskipun saat ini pers di Indonesia telah
memasuki masa kebebasan pers, bukan berarti bahwa insan pers dapat
menjalankan tugas serta fungsi jurnalistiknya secara bebas. Mereka tetap
harus taat pada Kode Etik Jurnalistik yang ada dan menerapkannya secara
tertib. Kebebasan pers disini lebih dimaknai sebagai independensi insan pers
dan media massa dalam melakukan kegiatan dan proses jurnalistik demi
penyajian
fakta/berita yang akurat, berimbang,
tanpa tekanan
dan
keberpihakan dari pihak manapun.28
Namun
pada
kenyataannya,
Masih
banyak
jurnalis
yang
mengabaikannya dan cenderung acuh terhadap isi yang dikandung dalam
kode etik ini. Mereka menganggap bahwa kode etik hanyalah sebuah aturan
tertulis belaka, bukan sesuatu yang harus ditaati dan dipatuhi keberadaannya.
Hal ini akhirnya membuat penerapan Kode Etik Jurnalistik tidak optimal
diterapkan dalam aktivitas jurnalistik media pers Indonesia.
3. Jurnalisme Media Siber Sebagai Media Publikasi Informasi
Istilah media siber memiliki banyak penyebutan lain, diantaranya
media online ataupun media baru (new media). Menurut John Vivian
(2008:262-264) keberadaan media baru dapat melampaui pola penyebaran
pesan media tradisional, sifat internet yang bisa berinteraksi tanpa mengenal
batas geografis, kapasitas interaksi serta dapat dilakukan secara real time,
menjadikan suatu kelebihan media ini dibandingkan media tradisional.29
27
Ibid., h. 87.
Syarifudin Yunus, Op.Cit., h.106.
29
Dr.Rulli Nasrullah, M.Si., Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia), (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2014), h. 14.
28
21
Perbedaan antara media siber dengan media tradisional dapat dilihat pada
tabel berikut:30
Tabel 1.1
Perbedaan Antara Era Media Tradisional dan Media Siber
Era Media Tradisional (Broadcast)
Tersentral
(dari
satu
sumber
Era Media Siber (Interactivity)
ke Tersebar (dari banyak sumber ke
banyak khalayak.
banyak khalayak).
Komunikasi terjadi satu arah.
Komunikasi terjadi timbal balik atau
dua arah.
Terbuka peluang sumber atau media Tertutupnya penguasaan media dan
untuk dikuasai.
bebasnya kontrol terhadap sumber.
Media merupakan instrumen yang Media memfasilitasi setiap khalayak.
melanggengkan
strata
dan
ketidaksetaraan kelas sosial.
Terfragmentasinya
khalayak
dianggap sebagai massa.
dan Khalayak bisa terlihat sesuai dengan
karakter
dan
tanpa
meninggalkan
keberagaman identitasnya.
Media dianggap dapat atau sebagai Media
alat mempengaruhi kesadaran.
melibatkan
pengalaman
khalayak baik secara ruang maupun
waktu.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada era media tradisional
khalayak hanya ditempatkan sebagai objek yang menjadi sasaran dalam
pesan, sedangkan pada era media siber khalayak dan perubahan teknologi
media serta pemaknaan terhadap medium telah memperbarui peran khalayak
untuk menjadi lebih aktif lagi terhadap pesan.31 Jika pada era media
tradisional
khalayak
hanyalah
menjadi
objek
pesan
(one
way
commmunication), kini berkat adanya media siber, model komunikasi ini
berubah menjadi komunikasi dua arah (two way communication) dimana
30
31
Loc.Cit.,
Loc.Cit.,
22
pesan juga dapat berasal dari beberapa sumber yang langsung mengarah ke
setiap individu.32
Kehadiran era media siber, akhirnya menimbulkan sesuatu hal baru
yang disebut dengan konvergensi media. Secara struktural konvergensi media
dapat diartikan sebagai integrasi dari tiga aspek, yaitu telekomunikasi, data
komunikasi dan komunikasi massa dalam satu medium.33 Michael B. Salwen
mendefinisikan konvergensi sebagai campuran dari audio, video, grafik,
interaktivitas, dan print yang secara berangsur-angsur menjadi sebuah konten
media.34 Konvergensi media ini dapat terjadi melalui beberapa level,
diantaranya.35
a. Level struktural seperti kombinasi transmisi data maupun perangkat
antara telepon dan komputer.
b. Level transportasi seperti web TV yang menggunakan kabel atau
satelit.
c. Level
manajemen
seperti
perusahaan
telepon
yang
juga
memanfaatkan jaringan telepon untuk tv berlangganan.
d. Level pelayanan (services) seperti penyatuan layanan informasi dan
komunikasi di internet.
e. Level tipe data seperti menyatukan data, teks, suara, maupun gambar.
Dari penjelasan di atas, konvergensi media dapat diartikan sebagai
penggabungan atau penyatuan dari media tradisional (media cetak dan
elektronik) dengan media siber (internet), produk yang dihasilkan dari
konvergensi media ini antara lain radio streaming, televisi streaming serta
situs berita online (siber) yang sangat pesat perkembangannya dewasa ini.
Berfokus pada perkembangan situs berita, Massey & Levy menjelaskan
32
Gracie Lawson-Borders, Media Organizations and Convergence: Case Studies of Media
Convergence Pioneers, London: Laurence erlbaum Associates Publishers, 2006, h. 5-6.
33
Dr.Rulli Nasrullah, M.Si, Op.Cit h. 15.
34
Michael B. Salwen, Online News Trends dalam Bruce Garrison dan Paul Driscoll (Ed),
Online News and The Public, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, 2005, h. 74.
35
Dr.Rulli Nasrullah, M.Si, Op.Cit h. 15.
23
mengenai karakteristik situs berita online yang meliputi hypertext,
interactivity, dan multimedia.36
Hypertext adalah teks yang menghubungkan dengan halaman lain jika
melakukan klik di atasnya. Interactivity atau interaktivitas menurut para
sarjana ilmu komunikasi adalah tingkatan dimana pada proses komunikasi
para partisipan memiliki kontrol terhadap peran, dan dapat bertukar peran
dalam dialog mutual mereka.37 Secara sederhana interaktivitas juga dapat
diartikan sebagai kemampuan audiens untuk berinteraksi dengan media yang
digunakannya. kemudian multimedia adalah sebuah sistem komunikasi yang
menawarkan perpaduan teks, grafik, suara, video, dan animasi.38
Massey & Levy (1999) juga menyebutkan bahwa interaktivitas
memiliki 4 konsep yaitu banyaknya pilihan yang tersedia untuk terjadinya
interaksi
antara
menanggapi
pengguna
pengguna,
dengan
kemudahan
pengelola
untuk
website,
kemampuan
melakukan
komunikasi
interpersonal, serta langsung dapat diterbitkan. Jadi dengan adanya
interaktivitas pada berita siber, kini khalayak tidaklah hanya menjadi
komunikan pasif saat membaca berita, namun mereka kini dapat berperan
aktif menanggapi serta mengomentari isi berita yang dipublikasikan oleh
pengelola media siber.
Hal inilah yang kemudian menjadikan media siber menjadi preferensi
utama para pembaca berita dalam mencari informasi. Selain lebih praktis,
berita siber juga menawarkan fitur interaktivitas yang memungkinkan mereka
memberi umpan balik terhadap berita yang mereka konsumsi. Beberapa
karakteristik dalam pemberitaan media siber yang berbeda dengan media
lainnya dapat dilihat sebagai berikut (Supriyanto & Yusuf 2007:97) :
a. Berita cepat tayang dan bahkan real time karena internet mampu
memperpendek jarak antara peristiwa dan berita.
36
Dalam Beverley G. Hope dan Zhiru Li, Online Newspapers: the Impact of Culture, Sex, and
Age on the Perceived Importance of Specified Quality Factors. Information Research Vol. 9 No. 4.
School of Information Management Victoria University of Wellington Wellington. New Zealand.
July 2004. Dapat dilihat di http://informationr.net/ir/9-4/paper197.html#Massey.
37
Werner J. Severin dan James W. Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di
Dalam Media Massa., Jakarta: Prenada Media, 2005, h. 448.
38
James C. Foust, Online Journalism: Principles and Practices of News for the Web (Second
Edition), USA: Holcomb Hathaway Publishers, 2005, h. 140.
24
b. Berita
ditayangkan
kapan
saja,
dari
mana
saja
tanpa
memperhitungkan luas halaman dan durasi, karena internet tidak
memiliki masalah ruang dan waktu.
c. Berita diformat dalam bentuk singkat dan padat karena informasi
terus mengalir dan berubah sewaktu-waktu. Namun kelengkapan
informasi tetap terjaga karena antara berita yang satu dengan berita
lainnya bisa dikaitkan (linkage) hanya dengan satu klik.
d. Untuk menjaga kepercayaan pembaca, ralat, update dan koreksi
dilakukan secara periodik dan konsisten. Ini sekaligus memanfaatkan
kekuatan interaktif internet.
Ashadi Siregar (dalam Kurniawan, 2005: 20) memaparkan salah satu
pendekatan dalam memahami jurnalisme media siber. Menurutnya, media
siber melalui kacamata pendefinisian surat kabar digital, yaitu integrasi
antara media massa konvensional dengan internet. Identifikasinya terhadap
ciri-ciri yang melekat pada surat kabar digital ditulis sebagai berikut:
a. Adanya kecepatan (aktualitas) informasi.
b. Bersifat interaktif, melayani keperluan khalayak secara lebih personal.
c. Memberi peluang bagi setiap pengguna hanya mengambil informasi
yang relevan bagi dirinya/ dibutuhkannya.
d. Kapasitas muatan dapat diperbesar.
e. Informasi yang pernah disediakan tetap tersimpan (tidak terbuang),
dapat ditambah kapan saja, dan pengguna dapat mencarinya dengan
menggunakan mesin pencari.
f. Tidak ada waktu yang diistimewakan (prime time) karena penyediaan
informasi berlangsung tanpa putus hanya tergantung kapan pengguna
ingin mengakses.
Perkembangan berita siber yang begitu pesat, membuat perubahan pula
dalam kerja redaksi pemberitannya (newsroom). Menurut John V Paylik,
beberapa perubahan itu diantaranya:39
39
John V Pavlik, New Media Technology: Cultural and Commercial Perspectives, London: Allyn
and Bacon, 1996, h. 8.
25
a. Mengedepankan aktualitas dibanding aspek lainnya, dalam arti bahwa
media online akan segera menerbitkan berita yang telah selesai
diproduksi tanpa menunggu periode waktu tertentu.
b. Definisi baru bagi seorang jurnalis, artinya seorang jurnalis saat ini
tidak hanya dibebankan satu tugas. Dia dapat menjadi penulis,
penyunting dan sekaligus dapat menjadi pengontrol kualitas pesan.
Semua ini berjalan secara fleksibel dan bergantung pada situasi.
Misalnya seorang editor dapat berperan sebagai penulis berita dan
pengontrol kualitas produk sekaligus.
c. Spesifikasi audiens yang lebih jelas sehingga sebuah media online
akan fokus menyajikan informasi sesuai dengan selera pembaca.
d. Pesan terkirim secara non-linier, multimedia dan user-controled. Nonlinier berarti pesan disajikan ke dalam beberapa judul berita sesuai
angle yang menarik. Ini membantu pembaca untuk memilih berita
dari angle yang disukai. Multimedia adalah pesan tersaji dalam
bentuk perpaduan antara teks, grafik, suara, video, dan animasi.
Sedangkan user-controled berarti pemilihan pesan yang akan
dikonsumsi sepenuhnya berada di tangan pembaca.
Namun dari perubahan kerja redaksi pada media siber ini, hal yang
patut untuk diperhatikan adalah poin pertama, yaitu media siber lebih
Mengedepankan aktualitas dibanding aspek lainnya, dalam arti bahwa
mereka akan segera menerbitkan berita yang telah selesai diproduksi tanpa
menunggu periode waktu tertentu. Di satu sisi hal ini mempunyai arti positif
karena masyarakat pembaca berita akan mendapatkan informasi dari
peristiwa yang diberitakan dengan aktualitas yang baik. Namun disamping itu
media siber menyampingkan aspek lainnya seperti akurasi, keberimbangan
berita serta verifikasi data. Sehingga kualitas dari berita kurang terjaga dan
diragukan kebenaran datanya. Hal ini pun yang akhirnya mengakibatkan
sering terjadinya pelanggaran dalam penerapan Kode Etik Jurnalistik pada
jurnalisme media siber.
26
4. Penerapan Kode Etik Jurnalistik Pada Teks Jurnalisme Media Siber
Dalam
poin
sebelumnya
telah
dibahas
mengenai
pesatnya
perkembangan jurnalisme media siber di era kebebasan pers, salah satu
pendorong
pesatnya
perkembangan
jurnalisme
media
siber
adalah
penyebaran informasi yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan media
konvensional yang telah ada sebelumnya. Hal ini pula yang menjadikan
kelebihan media siber jika dibandingkan dengan media massa lainnya dalam
hal aktualitas berita.
Namun dibalik kelebihannya itu, jurnalisme media siber memiliki
permasalahan yang sangat signifikan. Pemberitaan media siber sering
menjadi sorotan karena seringkali dianggap tidak mengedepankan objektifitas
berita seperti akurasi data dan keberimbangan pemberitaan. Hal inilah yang
kerap menjadi masalah karena akurasi serta keberimbangan berita merupakan
unsur-unsur yang terdapat dalam Kode Etik Jurnalistik yang tetap harus
ditaati oleh jurnalis media siber dalam aktivitas jurnalistiknya.
Dalam Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers, akurasi data dan
keberimbangan berita dijelaskan pada Pasal 1, yang berbunyi:Wartawan
Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang,
dan tidak beritikad buruk. Wina Armada Sukardi menjelaskan bahwa akurat
berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
Sebuah berita dapat dikatakan akurat jika telah memenuhi dua syarat,
pertama wartawan telah melakukan verifikasi atau pengujian lebih dulu
secara maksimal kepada pihak atau masalah terkait, apakah fakta tersebut
sudah benar, kedua wartawan harus menguji fakta dengan akal sehat. Proses
pembuatan berita kemudian dilakukan dengan kecermatan, ketelitian, dan
ketepatan.40
Secara umum, akurasi data dipengaruhi oleh verifikasi terhadap fakta
atau informasi. Semua informasi yang diperoleh dari lapangan harus
diverifikasi sebelum diolah dan digunakan dalam berita. Oleh karena itu
verifikasi terhadap sebuah fakta dapat menjadi tolak ukur sejauh mana berita
40
Wina Armada Sukardi, Op.Cit.,h. 47.
27
yang ditampilkan berkorespondensi dengan fakta yang benar-benar terjadi di
lapangan (McQuail, 1992:207).
Iwan Awaluddin Yusuf menjelaskan beberapa kesalahan yang terjadi
terkait akurasi berita antara lain disebabkan oleh: (1) kelalaian dalam hal cek
dan ricek (mengecek dan melakukan ricek kembali kepada sumber berita), (2)
kurang/berlebih dalam memberi perhatian atau tekanan, (3) kesalahan dalam
akurasi penyajian berita seperti kesalahan ejaan, kesalahan
mengutip,
penulisan umur, nama, tanggal, dan lokasi atau nama tempat. (4)
inkonsistensi antara headline dan isi berita, dan (5) kesalahan menampilkan
atribusi narasumber. Akurasi atribusi narasumber dilihat dari kesesuaian
personal/organisasi; siapa dia; apa keahliannya; dan sebagainya. Hal ini juga
dapat diartikan dengan memilih narasumber yang tepat, pas dan kompeten
dengan peristiwa yang terjadi.41
Beberapa sebab terjadinya kesalahan dalam penerapan pasal 1 Kode
Etik Jurnalistik terkait dengan akurasi pemberitaan di atas tersebut dapat
digunakan sebagai parameter dalam penelitian ini. Parameter tersebut berupa
kategorisasi yang terbagi menjadi tiga kategori. Kategori-kategori tersebut
adalah verifikasi terhadap fakta, relevansi sumber berita, dan akurasi
penyajian berita.
Kategori verifikasi terhadap fakta dapat dideskripsikan melalui cek dan
ricek, yaitu mengecek dan melakukan ricek kembali kepada sumber berita,
apakah berita yang dibuat berdasarkan fakta dari sumber yang jelas atau tidak.
Kategori relevansi sumber berita dapat dideskripsikan melalui pemilihan
narasumber yang tepat, pas dan kompeten dengan peristiwa yang terjadi.
Sedangkan kategori yang terakhir yaitu kategori akurasi penyajian berita
dapat dideskripsikan melalui akurasi ejaan, pengutipan, penulisan umur,
nama, tanggal, lokasi atau nama tempat serta konsistensi antara headline dan
isi berita.
41
Iwan Awaluddin Yusuf, Mengujii Akurasi Berita.
https://bincangmedia.wordpress.com/2013/01/27/menguji-akurasi-berita/, diakses pada 13 april
2015.
28
Selain akurasi, hal yang sering diabaikan dalam pemberitaan media
siber adalah soal keberimbangan berita. Wina Armada Sukardi menjelaskan
bahwa Berimbang memiliki arti semua pihak mendapat kesempatan setara
dalam artian memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masingmasing pihak secara proporsional.42 Dengan begitu, maka sebuah teks berita
dapat dikatakan berimbang jika dalam isi beritanya telah mendapat
konfirmasi dari semua pihak dan mendapatkan porsi pemberitaan yang setara.
Dengan demikian akurasi data dan keberimbangan berita merupakan
dua hal yang sering diabaikan dalam pemberitaan media siber. Dua hal inilah
yang akan dijadikan unit kajian dalam penelitian ini. Kategori akurasi
pemberitaan memiliki karakteristik kajian berupa verifikasi terhadap fakta,
relevansi sumber berita dan akurasi penyajian berita. Sedangkan kategori
keberimbangan berita memiliki karakteristik kajian berupa cover both side.
Penjelasan lebih lanjut mengenai kategorisasi dan karakteristik unit kajian ini
akan dijelaskan dalam kerangka konsep yang berada dalam sub-bab
metodologi penelitian yang akan menjadi pembahasan dalam bab ini
selanjutnya.
F. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian ini akan menggambarkan bagaimana penerapan Kode Etik
Jurnalistik dalam pemberitaan media siber melalui isi berita yang
dipublikasikannya. Dengan begitu metode analisis isi menjadi pilihan untuk
digunakan dalam penelitian ini. Analisis isi menurut Budd adalah suatu
teknik sistematis yang digunakan untuk menganalisis isi pesan dan mengolah
pesan atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis isi prilaku
komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih.43 Secara teknis,
42
Wina Armada Sukardi, Op.Cit.,h. 47.
43
Rakhmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi. (Jakarta : Kencana Prenada Media
Group, 2007) , h. 228.
29
Barcus menyebutkan bahwa analisis isi mencakup upaya-upaya sebagai
berikut:44
a. Klasifikasi tanda-tanda yang digunakan dalam komunikasi.
b. Menggunakan kriteria sebagai dasar klasifikasi.
c. Menggunakan teknik analisis tertentu untuk membuat prediksi.
Pada metode analisis isi, terdapat dua sifat yang dapat digunakan
dalam penelitian yaitu, analisis isi kuantitatif dan analisis isi kualitatif.
Dahulu analisis isi lebih dikenal dan digunakan sebagai analisis yang bersifat
kuantitatif. Namun seiring perkembangannya, analisis isi juga digunakan
pada penelitian kualitatif dengan alasan banyak pihak yang menganggap
terdapat kekurangan dalam penelitian yang menggunakan metode analisis isi
kuantitatif, karena tidak semua persoalan dapat diteliti secara kuantitatif.
Analisis isi kualitatif dapat diaplikasikan dalam penelitian, karena
memang pesan/teks sendiri mempunyai makna ganda yang bersifat terbuka.
Artinya, penerimaan pesan satu orang dengan yang lainnya bisa saja berbeda.
Oleh karena itu, analisis isi kuantitatif yang bersifat ketat dan sangat obyektif
menurut angka-angka pun tidak selalu dapat digunakan.45
Dengan alasan bahwa pesan/teks mempunyai makna ganda yang
bersifat terbuka, maka analisis yang bersifat kualitatif dipilih sebagai metode
penelitian ini. Dengan menggunakan analisis kualititif, maka hasil analisis
data, akan lebih banyak menggunakan data-data yang diambil melalui caracara berfikir formal dan argumentatif terhadap suatu fenomena realitas yang
diamati serta lebih menggunakan logika ilmiah dibandingkan menggunakan
data-data yang berupa angka.
Penelitian kualitatif sendiri menurut Bogdan dan Taylor adalah
penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu berupa data tertulis atau
lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.46 Dengan demikian,
44
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif., ( Yogyakarta: Rake Sarasin, 1990), hal 76.
Klaus Krippendorf, Analisis Isi: Pengantar Teori dan Metodologi, ( Jakarta: Rajawali Pers, 1991),
h.17
46
Lexy Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif , (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002),
h.3.
45
30
laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran
dalam penyajian laporan.47
Dengan begitu, penelitian ini mencoba untuk mendeskripsikan
bagaimana penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam teks berita ditetapkannya
Menteri Agama, Suryadharma Ali sebagai tersangka kasus korupsi
penyelenggaraan haji, di situs berita Antaranews.com periode Mei 2014.
2. Kerangka Konsep
Berikut akan dijelaskan kerangka konsep dari penelitian ini. Terdapat
beberapa konsep utama yang akan digunakan dalam penelitian. Konsepkonsep ini akan dideskripsikan lebih dalam, sehingga menjadi cukup kuat
untuk menjadi pijakan dalam penelitian. Kerangka konsep juga memudahkan
pembaca untuk memahami batasan-batasan yang ada dalam penelitian ini.
Tema besar dari penelitian ini adalah penerapan Kode Etik Jurnalistik
pada jurnalisme media siber. Permasalahan dalam jurnalisme media siber
yang juga merupakan latar belakang dari penelitian ini adalah pemberitaan
pada media siber yang lebih mendahulukan dan mementingkan unsur
aktualitas yaitu, bagaimana berita dapat terpublikasikan secara cepat,
sehingga menyampingkan unsur lainnya seperti akurasi dan keberimbangan
berita. Akibatnya, pemberitaan media siber sering melakukan pelanggaran
terhadap penerapan Kode Etik Jurnalistik terkait akurasi dan keberimbangan
berita.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini secara spesifik
mendeskripsikan penerapan Kode Etik Jurnalistik pada pasal 1 yang isinya
menjelaskan tentang akurasi pemberitaan dan keberimbangan berita.
Konsep-konsep tersebut dapat dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:
47
Ibid., h. 6.
31
Tabel 1.2
Kerangka Konsep
Pasal Dalam Kode
Unit Kajian
Karakteristik
Etik Jurnalistik
Verifikasi terhadap fakta.
Pasal 1:
Wartawan Indonesia
Akurasi Pemberitaan
Relevansi sumber berita.
bersikap independen,
menghasilkan berita
Akurasi Penyajian Berita.
yang akurat,
berimbang dan tidak
beritikad buruk.
Keberimbangan Berita
Cover Both Side.
Kerangka konsep ini dapat menjelaskan karakteristik yang merupakan
sudut pandang untuk menganalisis isi dalam artikel berita. Berikut akan
dijelaskan tentang konsep dari unit kajian dan karakteristik yang dibuat pada
tabel di atas, penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Akurasi Pemberitaan
Penelitian ini akan mencoba mendeskripsikan akurasi pemberitaan
melalui kebenaran data-data yang digunakan dalam isi berita. Dengan
demikian akan terlihat apakah media sudah melakukan pengecekan
tentang data informasi yang digunakan dalam membuat berita,
sehingga berita dapat terkonfirmasi keakuratan datanya.
Akurasi pemberitaan dapat diteliti melalui tiga karakteristik kategori.
Kategori-kategori tersebut adalah verifikasi terhadap fakta, relevansi
sumber berita, dan akurasi penyajian berita. Kategori verifikasi
terhadap fakta dapat dideskripsikan melalui cek dan ricek, yaitu
mengecek dan melakukan ricek kembali kepada sumber berita, apakah
32
berita yang dibuat berdasarkan fakta dari sumber yang jelas atau tidak.
Kategori relevansi sumber berita dapat dideskripsikan melalui
pemilihan narasumber yang tepat, pas dan kompeten dengan peristiwa
yang terjadi. Sedangkan kategori yang terakhir yaitu kategori akurasi
penyajian
berita
dapat
dideskripsikan
melalui
akurasi
ejaan,
pengutipan, penulisan umur, nama, tanggal, lokasi atau nama tempat
serta konsistensi antara headline dan isi berita.
b. Keberimbangan Berita
Berimbang memiliki arti semua pihak mendapat kesempatan dan
porsi
yang
sama
dalam
pemberitaan.
Penelitian
ini
akan
mendeskripsikan keberimbangan dalam berita, apakah dalam isi berita
pemberitaan sudah berimbang dalam arti semua pihak yang
diberitakan mendapatkan porsi serta kesempatan yang sama dalam
memberikan informasi (cover both side) atau berita memiliki
kecenderungan pada salah satu pihak.
3. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah teks berita yang berhubungan
dengan peristiwa Ditetapkannya Menteri Agama, Suryadharma Ali sebagai
tersangka kasus korupsi penyelenggaraan haji. Populasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah artikel berita terkait, yang dipublikasikan oleh
Kantor Berita Antara melalui portal berita Antaranews.com pada periode
bulan Mei 2014.
Alasan Antaranews.com dipilih sebagai objek penelitian ini adalah
karena salah satu misi dari perusahaan tersebut adalah Menghasilkan berita
dan berbagai produk berbasis informasi lainnya secara cepat, akurat dan
sesuai
dengan
kebutuhan
pelanggan
serta
pemangku
kepentingan
(stakeholders) lainnya. Berdasarkan misi itu, menarik untuk meneliti
bagaimana Antaranews.com menjaga keseimbangan antara kecepatan
pemberitaan dan keakuratan beritanya melalui teks berita yang dihasilkannya,
mengingat sifat umum dari jurnalisme media siber yang lebih mengutamakan
33
kecepatan pemberitaan (aktualitas) dibandingkan dengan unsur lainnya
seperti akurasi data. Hal ini berkaitan dengan penerapaan pasal 1 Kode Etik
Jurnalistik yaitu menghasilkan berita yang akurat.
Alasan kedua dipilihnya Antaranews.com sebagai objek dari penelitian
ini, dimana Antaranews.com merupakan bagian dari LKBN Antara yang
merupakan lembaga milik pemerintah. Sebagai lembaga milik pemerintah
yang sebagaian besar pendapatannya berasal dari pemerintah, LKBN Antara
perlu dilihat keberimbangan pemberitaannya dalam memberitakan situasi
pemerintahan.
Dengan demikian menarik untuk meneliti bagaimana penerapan Kode
Etik Jurnalisitik terkait keberimbagan pemberitaan Antaranews.com saat
memberitakan kasus yang melibatkan unsur pemerintah seperti dalam
peristiwa ditetapkannya Menteri Agama, Suryadharma Ali sebagai tersangka
kasus korupsi penyelenggaraan haji, yang saat itu status Suryadharma Ali
masih merupakan menteri aktif dalam pemerintahan, mengingat dalam misi
perusahaan yang telah disebutkan di atas tertulis bahwa perusahaan
menghasilkan berita sesuai dengan kebutuhan pelanggan serta pemangku
kepentingan (stakeholders) lainnya. Sehingga dengan melakukan penelitian
ini akan terdeskripsikan apakah dalam pemberitaannya, Antaranews.com
telah menjaga keberimbangan berita dengan baik atau pemberitaannya hanya
memihak pada pemangku kepentingan semata.
Sedangkan alasan pemilihan bulan Mei 2014 sebagai periode
penelitian karena pada periode itu Suryadharma Ali ditetapkan sebagai
tersangka kasus korupsi penyelenggaraan haji oleh KPK. Pemberitaan
terhadap kasus ini pada bulan-bulan berikutnya telah memasuki tahap
pemeriksaan para saksi, sehingga artikel-artikel berita yang terpublikasikan
pada periode bulan berikutnya tidak dapat dijadikan objek dalam penelitian
ini. Artikel-artikel berita terkait kemudian akan digunakan sebagai data
dalam penelitian ini. Berikut adalah artikel-artikel berita yang akan
digunakan dalam penelitian.
34
Tabel 1.3
Teks-Teks Berita Terkait Dengan Peristiwa Ditetapkannya Menteri
Agama, Suryadharma Ali Sebagai Tersangka Kasus Korupsi
Penyelenggaraan Haji.
No.
1.
Judul Artikel Berita
Waktu Publikasi
Suryadharma Ali penuhi panggilan KPK.
Selasa, 6 Mei 2014
10:43 WIB
2.
Suryadharma tak bisa menjangkau detail
terkait korupsi.
3.
21:42 WIB
KPK tetapkan Suryadharma Ali tersangka
kasus haji.
4.
Suryadharma disangka langgar dua pasal
SDA tersangka korupsi penyelenggaraan
Suryadharma tersangka, KPK tepis ada
Legislator berharap KPK obyektif pada
Jubir: Presiden telah mendengar Menag
KPK bantah penetapan SDA tersangka
Dana penyelenggaraan haji 2012-2013
Kamis, 22 Mei 2014
20:54 WIB
Legislator dukung KPK tetapkan SDA
sebagai tersangka.
12.
Kamis, 22 Mei 2014
20:54 WIB
lebih Rp1 triliun.
11.
Kamis, 22 Mei 2014
20:29 WIB
terkait politik.
10.
Kamis, 22 Mei 2014
20:23 WIB
tersangka.
9.
Kamis, 22 Mei 2014
20:12 WIB
kasus Suryadharma.
8.
Kamis, 22 Mei 2014
20:05 WIB
kaitan politik.
7.
Kamis, 22 Mei 2014
20:03 WIB
haji 2012-2013.
6.
Kamis, 22 Mei 2014
19:19 WIB
korupsi.
5.
Selasa, 6 Mei 2014
Kamis, 22 Mei 2014
21:07 WIB
Suryadharma bukan tersangka tunggal.
Kamis, 22 Mei 2014
21:19 WIB
13.
Suryadharma
sebagai Menag.
Ali
disarankan
mundur
Kamis, 22 Mei 2014
22:35 WIB
35
14.
KPK geledah Kementerian Agama.
Kamis, 22 Mei 2014
23:52 WIB
15.
Sekjen
PPP
harap
Suryadharma
Ali
bersabar.
16.
Jumat, 23Mei 2014
09.05 WIB
KPK: korupsi melukai calon jamaah haji.
Jumat, 23 Mei 2014
11:53 WIB
17.
Suryadharma
belum
paham
alasan
ditetapkan sebagai tersangka.
18.
12:08 WIB
Suryadharma Ali belum berfikir untuk
mundur.
19.
Jumat, 23 Mei 2014
Jumat, 23 Mei 2014
12:24 WIB
KPK lacak aset Suryadharma Ali.
Jumat, 23 Mei 2014
21:03 WIB
20.
KPK:
kami
tidak
perlu
tanggapi
pernyataan SDA.
21.
Presiden akan putuskan soal Suryadharma
Ali Senin.
22.
Presiden punya pertimbangan khusus soal
kasus SDA.
23.
KPK belum tetapkan tersangka lain kasus
haji.
24.
Mantan Menag tolak komentari kasus
Suryadharma Ali.
25.
KPK dalami peran bawahan Suryadharma
Ali.
Jumat, 23 Mei 2014
21:42 WIB
Sabtu, 24 Mei 2014
10:21 WIB
Sabtu, 24 Mei 2014
15:02 WIB
Senin, 26 Mei 2014
19:48 WIB
Selasa, 27 Mei 2014
17:02 WIB
Rabu, 28 Mei 2014
22:20 WIB
4. Unit Analisis
Unit analisis adalah bagian terkecil dari penelitian yang akan diteliti.
Berelson menyebutkan bahwa dalam analisis isi, terdapat beberapa macam
unit yang dapat digunakan. Unit-unit analisis isi tersebut adalah sebagai
berikut.48
48
Bernard Berelson, Content Analysis in Communication Research, (New York: Hafner
Press, 1952), h. 136-146.
36
a. Words, merupakan unit terkecil dalam analisis isi.
b. Theme, unit yang sedikit lebih luas daripada word. Merupakan
kalimat sederhana yang terdiri dari subyek dan predikat.
c. Character, unit ini kerap digunakan untuk menganalisis cerita, drama,
dan biografi.
d. Item, merupakan unit yang paling sering digunakan dalam penelitian
analisis isi. Kata ataupun kalimat dapat digunakan bersamaan dan
saling berhubungan.
e. Space-and-Time Measures, unit analisis ini mempertimbangkan
konteks waktu dan tempat ketika pesan dibuat.
f. The Inter-Relation of Units, gabungan dari unit-unit yang ada dalam
penelitian analisis isi. Beberapa unit digunakan secara bersamaan
dalam sebuah penelitian.
Dalam penelitian ini unit analisis yang akan digunakan adalah unit
analisis item. Dalam kurun waktu Mei 2014, terdapat 25 item teks berita yang
telah memenuhi kriteria untuk diteliti. Artikel-artikel berita tersebut
merupakan artikel berita terkait peristiwa ditetapkannya Suryadharma Ali
sebagai tersangka kasus korupsi haji di situs berita Antaranews.com. Arsiparsip artikel berita didapatkan langsung dari situs berita Antaranews di
www.antaranews.com.
5. Teknik Pengumpulan Data
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah artikel berita terkait
dengan peristiwa Ditetapkannya Menteri Agama, Suryadharma Ali sebagai
tersangka
kasus
korupsi
penyelenggaraan
haji
di
portal
berita
Antaranews.com periode Mei 2014. Sedangkan Company Profile dan data
tambahan tentang konsep jurnalisme media siber perspektif Antaranews.com
yang didapat dari lembaga, akan menjadi sumber data sekunder dalam
penelitian ini. Berdasarkan uraian sumber data di atas, secara umum langkahlangkah pengumpulan data dapat dijelaskan sebagai berikut:
37
a. Mengumpulkan artikel berita, yakni artikel berita pada situs
Antaranews.com yang terkait dengan pemberitaan ditetapkannya
Menteri Agama, Suryadharma Ali sebagai tersangka kasus korupsi
penyelenggaraan haji periode Mei 2014.
b. Membuat coding sheet sebagai alat bantu penelitian.
c. Menentukan materi yang kontributif dalam penelitian untuk dianalisis.
d. Mengkaji materi tulisan yang telah dipilih dengan menggunakan
coding sheet.
e. Menghubungi pihak Antaranews.com untuk mendapatkan data
tambahan tentang profil perusahaaan.
Tabel 1.4
Contoh Coding Sheet
Identitas Artikel Berita
Judul
(judul tulisan dalam artikel berita)
Waktu Publikasi
(lihat pada artikel berita)
No. Unit Kajian
Karakteristik
Deskripsi
Pada unit kajian akurasi data, peneliti akan mendeskripsikan akurasi pemberitaan
melalui kebenaran data-data yang digunakan dalam isi berita. Dengan demikian
akan terlihat apakah media sudah melakukan pengecekan tentang data informasi
yang digunakan dalam membuat berita, sehingga berita dapat terkonfirmasi
keakuratan datanya. Pada kolom deskripsi, berikan penjelasan terkait karakteristik
yang ada.
Telah/belum Mengecek dan
Verifikasi terhadap fakta.
melakukan
ricek
kembali
kepada sumber berita.
1.
Akurasi
Pemberitaan
Pemilihan
Relevansi sumber berita.
narasumber
sudah/tidak tepat, pas dan
kompeten dengan peristiwa
yang terjadi.
38
Akurasi ejaan, pengutipan,
penulisan
umur,
nama,
tanggal, lokasi atau nama
Akurasi penyajian berita.
tempat
antara
serta
konsistensi
headline
dan
isi
berita.
Pada unit kajian keberimbangan berita, peneliti akan melihat apakah semua pihak
mendapatkan porsi dan kesempatan yang sama dalam berita. Amati baik-baik isi
artikel berita, kemudian centang pada kolom karakteristik, mana karakteristik
yang sesuai, apakah berita sudah berimbang atau tidak berimbang. Pada kolom
deskripsi, berikan penjelasan terkait berita sesuai dengan karakteristik yang telah
dipilih.
semua
2.
Keberimbangan
Berita
Cover Both Side
pihak
yang
diberitakan
sudah/belum
mendapatkan
porsi
kesempatan
dalam
yang
serta
sama
memberikan
informasi (cover both side).
6. Teknik Analisis
Dalam penelitian kualitatif, analisis data memiliki sifat berkelanjutan,
artinya analisis data dalam penelitian kualitatif tidak harus menunggu hingga
pengumpulan data selesai. Namun analisis data dapat dilaksanakan sejak
penetapan masalah, proses pengumpulan data dan setelah data selesai
terkumpul seluruhnya.
Dalam proses pengumpulan data, secara umum M.K. Malhotra
menjelaskan tahap-tahap pengumpulan data dalam penelitian kualitatif.
Tahap-tahap tersebut adalah: proses pengumpulan data, reduksi data
(pembagian data berdasarkan kategori), penyajian data dan penarikan
kesimpulan atau verifikasi (analisis dan interpretasi).49
49
Ibid. h.199.
39
Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan dengan cara menghitung
data-data yang sebelumnya telah dipaparkan dalam coding sheet. Namun
dalam penelitian ini yang bersifat kualitatif, menghitung bukanlah analisis
data yang didasarkan pada frekuensi, seperti yang dilakukan dalam penelitian
kuantitatif. Namun menghitung disini dapat diartikan sebagai proses
pemaknaan dan mencari arti, diangkat dari intensitas kejadiannya50. Sehingga
dapat diartikan bahwa perhitungan dalam penelitian ini lebih sebagai
pemaparan mengenai kecenderungan yang ditemukan dalam tiap unit
penelitian.
50
Muhadjir. Op. Cit., h. 76.
40
Download