KONSENTRASI LOGAM BERAT DAN BIOEKOLOGI IKAN SAPU-SAPU, Pterygoplichthys pardalis (Castelnau, 1855) DI SUNGAI CILIWUNG YUANG DINNI AKSARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Konsentrasi Logam Berat dan Bioekologi Ikan Sapu-sapu, Pterygoplichthys pardalis (Castelnau, 1855) di Sungai Ciliwung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2016 Yuang Dinni Aksari G352120131 RINGKASAN YUANG DINNI AKSARI. Konsentrasi Logam Berat dan Bioekologi Ikan Sapu-sapu, Pterygoplichthys pardalis (Castelnau, 1855) di Sungai Ciliwung. Dibimbing oleh DYAH PERWITASARI dan NURLISA ALIAS BUTET. Ikan sapu-sapu (Loricariidae), Pterygoplichthys pardalis jumlahnya berlimpah di Sungai Ciliwung. Ikan ini digunakan sebagai salah satu sumber protein hewan, tetapi kondisinya yang tercemar logam berat menjadikannya beresiko terhadap kesehatan jika dikonsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsentrasi Cd, Hg, dan Pb pada insang, hati, dan otot ikan sapusapu secara spasial maupun temporal; menganalisis kerusakan jaringan organ ikan sapu-sapu; menganalisis karakteristik pertumbuhan dan faktor kondisi ikan sapusapu (P. pardalis) di Sungai Ciliwung. Pengambilan sampel dilakukan pada musim penghujan dan kemarau di ketiga lokasi sepanjang Sungai Ciliwung, yaitu Bogor (hulu), Depok (tengah), dan Jakarta (hilir). Seluruh sampel ikan tangkapan diukur panjang total dan beratnya untuk analisis bioekologi ikan. Enam ekor ikan berukuran seragam dikoleksi dari masing-masing lokasi, diambil insang, hati, dan ototnya untuk analisis konsentrasi logam berat dan analisis kerusakan jaringan. Konsentrasi logam berat diukur menggunakan spektrofotometer serapan atom (SSA), selanjutnya dianalisis menggunakan uji ANOVA dan uji Tukey dengan program R. Untuk analisis kerusakan jaringan, sampel organ fisiologis, yakni insang dan hati dibuat preparat histologi menggunakan metode parafin dan pewarnaan rhodizonate, didokumentasikan, selanjutnya dianalisis tingkat kerusakannya. Sampel air dikoleksi untuk analisis logam berat dalam perairan dan uji kualitas air. Bioekologi ikan yang menggambarkan kesehatan ikan diukur melalui dua parameter, yaitu karakteristik pertumbuhan dan faktor kondisi ikan. Keduanya dianalisis menggunakan uji t pada Ms. Excel dan Elevan I FiSAT II. Konsentrasi total logam pada organ ikan tidak signifikan antar lokasi maupun musim, tetapi signifikan antar organ (p = 0.0378) dan antar ketiga logam (p = 5.12 x 10-7). Konsentrasi logam tertinggi hingga terendah ditemukan di hati, insang, kemudian otot. Pb merupakan logam dengan konsentrasi tertinggi yang ditemukan pada organ ikan sapu-sapu di Sungai Ciliwung, disusul Hg kemudian Cd. Konsentrasi Pb pada insang, hati, dan otot berturut-turut 0.002571, 0.005467, dan 0.001609 µg/g, dengan konsentrasi rata-rata 0.003216 µg/g. Konsentrasi Hg pada insang, hati, dan otot berturut-turut 0.002826, 0.004333, dan 0.003960 µg/g, dengan konsentrasi rata-rata 0.003707 µg/g. Konsentrasi Cd pada insang, hati, dan otot berturut-turut 0.000146, 0.00828, dan 0.0075 µg/g, dengan konsentrasi ratarata 0.00035 µg/g. Konsentrasi ketiga logam pada otot ikan berada di bawah nilai ambang batas (NAB) menurut SNI 2009 maupun FAO, sehingga ikan sapu-sapu dari Sungai Ciliwung aman untuk dikonsumsi. Batas aman konsumsi otot ikan per minggu per kg berat badan untuk masing-masing logam Cd, Hg, dan Pb berdasarkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan FAO berturut-turut adalah 0.077, 0.721, 6.213 kg. Konsentrasi logam berat dalam perairan umumnya rendah, kecuali Hg. Konsentrasi Hg tertinggi ditemukan di segmen tengah pada musim penghujan dan di segmen hilir pada musim kemarau, yaitu 0.0039 dan 0.0021 mg/L. Konsentrasi tersebut telah melebihi NAB menurut Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990, sehingga ditinjau dari besarnya konsentrasi Hg, air Sungai Ciliwung tidak layak digunakan sebagai sumber air minum maupun untuk keperluan perikanan maupun peternakan. Analisis histologi menunjukkan insang dan hati ikan yang ditemukan di Jakarta (hilir) mengalami kerusakan lebih tinggi dibandingkan daerah lain. Kerusakan insang pada musim penghujan lebih tinggi dibandingkan musim kemarau. Hal ini berkorelasi positif dengan meningkatnya konsentrasi Hg pada musim tersebut. Insang ikan sapu-sapu mengalami kerusakan struktur serta plasma epitel lamella sekunder dan jaringan ikat, atropi, nekrosis, dan hipertropi. Sedangkan hati mengalami haemorrhage, kerusakan struktur hepatosit, jaringan ikat, dan duktus bilirubin (bile duct), atropi, nekrosis, dan hipertropi. Kerusakan jaringan hati tidak konsisten berdasarkan musim seperti pada insang. Hal ini berkaitan dengan waktu depurasi logam di hati membutuhkan waktu yang lama, sehingga baik konsentrasi maupun kerusakan yang terjadi umumnya tidak dipengaruhi oleh musim. Deposit logam terdapat pada jaringan ikat insang, serta hepatosit dan jaringan ikat hati. Ikan sapu-sapu di Sungai Ciliwung mengalami pertumbuhan bersifat allometrik negatif (b = 0.241-2.679) dengan laju pertumbuhan 8.2 per tahun. Pertumbuhan allometrik negatif pada ikan sapu-sapu diduga berkaitan dengan bentuk tubuhnya yang pipih dorsoventral. Faktor kondisi ikan berkisar antara 0.631 hingga 1.278. Kondisi ikan di hilir lebih gemuk dibandingkan kondisi ikan di hulu. Hal ini berkaitan dengan kelimpahan pakan yang tinggi di hilir karena tidak adanya kompetitor, serta kesesuain antara topografi hilir sungai dengan perilaku makan (feeding habits) ikan sapu-sapu. Paparan logam yang lebih tinggi menyebabkan ikan sapu-sapu di hilir tidak mampu memaksimalkan pertumbuhan panjang tubuhnya sehingga berukuran relatif lebih pendek dibandingkan ikan di hulu. Terdeteksinya logam berat baik pada ikan maupun air Sungai Ciliwung menjadikan perlu adanya kewaspadaan penggunaan sumber daya dari perairan tersebut baik untuk konsumsi maupun untuk perikanan dan peternakan. Kata kunci : bioekologi, kerusakan jaringan, logam berat, P. pardalis, Sungai Ciliwung SUMMARY YUANG DINNI AKSARI. Heavy Metals Concentration and Bio-ecology of Amazon Sailfin Catfish, Pterygoplichthys pardalis (Castelnau, 1855) in Ciliwung River. Thesis was supervised by DYAH PERWITASARI and NURLISA ALIAS BUTET. Amazon sailfin catfish (Loricariidae), Pterygoplichthys pardalis abundant in Ciliwung River. The present conditions of its area that polluted by heavy metals resulted in health risk for consuming this fish. This study aimed to analyze the concentration of heavy metals (Cd, Hg, and Pb) in gills, liver, and muscle; histopathological changes in organs; growth characteristic; and conditional factor of Amazon sailfin catfish in Ciliwung River The fish and water were taken on rainy and dry season at three sites of Ciliwung River; there were Bogor (upstream), Depok (middle), and Jakarta (downstream). Length and weight of fish measured for bioecological analysis purpose. Organ of fish (gills, hepar, and muscles) from six fishes collected at each site, dissected as for heavy metal analysis. Concentration of heavy metals measured by atomic absorption spectrophotometer (AAS), continued by ANOVA test and Tukey test in R. Hepar and gills preserved by paraffin embedding and rhodizonate staining to analyze of index histological changes and distribution of heavy metals in tissues. Heavy metal concentration in water measured as for various physical and chemical parameters to presenting water quality in each site. Bio-ecology of fish presented in health measured from growth characteristic and condition factor that analyzed by t-test in Ms. Excel and Elevan I FiSAT II. The ANOVA test showed that no significant difference of heavy metals concentration among sites and seasons, however the significant was found in organs (p = 0.0378) and type of heavy metals (p = 5.12 x 10-7). Heavy metal concentration in organs highest to lowest was in hepar, gills, and then muscles. Type of heavy metal resulted Pb as the highest concentration measured, followed by Hg and Cd. The Pb concentration in gills, hepar, and muscles were 0.002571, 0.005467, and 0.001609 µg/g, with average concentration 0.003216 µg/g respectively. The Hg concentration in gills, hepar, and muscles were 0.002826, 0.004333, and 0.003960 µg/g, with average concentration 0.003707 µg/g respectively. The Cd concentration in gills, hepar, and muscles were 0.000146, 0.00828, and 0.0075 µg/g, with average concentration 0.00035 µg/g respectively. The average concentration of heavy metals in organs were below the baseline of environmental standard of Indonesia, FAO for consumption, and in water heavy metal also below the baseline of Indonesia Goverment Regulation. This result indicates the Cilliwung River still edible as water resource and fish consumption. Although Hg concentration in middle stream at rainy seasons 0.0039 and downstream stream dry seasons 0.0021 mg/L exceed baseline of Indonesia Goverment Regulation indicates inedible for water resource and consumption. Based on WHO and FAO through the heavy metal concentration analysis we suggest the maximum consumption of muscles fish from Cilliwung River per week per kg body weight measured was 6.213 kg. Reaction index of histological changes in gills and hepar from downstream were the highest among sites. Gills index shown significantly higher in rainy season than dry season among all sites. Unfortunately, this result indicates positives correlation between Hg concentration and alteration index. Gills showed structural and plasma alteration of epithelium of secondary lamella and connective tissue, necrosis, atrophy, and hypertrophy. Alteration index in hepar not significant between rainy and dry seasons, we suggest the heavy metal concentration in water has no correlation with this tissue at the time because accumulations of heavy metal need longer time. Hepar showed hemorrhage, structural alteration of hepatocytes, connective tissue, and bile duct, atrophy, necrosis, and hypertrophy. Metals deposited in connective tissue shown in gills, hepar, and hepatocytes through rhodiozonate staining. Bio-ecology of fish showed negative allometric growth characteristic (b = 0.241-2.679) with 8.2 per year of growth rate and conditional factor (Fk) ranged between 0.631-1.278. Negative allometric growth characteristic shown in all publicity sites of this species and we sure there is correlation between this negative result with their morphological features and foraging habit. Conditional factor resulted lower stream fish were corpulence but shorter among another sites otherwise higher stream fish were leaner and longer. Corpulence fish indicate there is enough abundance of food in lower stream than higher stream. Hypothetically we suggest in lower stream another fish were intolerance with hazardous environment unlike P. pardalis resulted in less competitor than higher stream. Shorter fish in lower stream indicates the fish unable reached maximum growth because of hazardous environment such as heavy metal. Higher stream showed although the fish leaner but the environment seems preferable for maximum growth makes the fish grow longer. Keywords : bio-ecology, Ciliwung River, heavy metals, histopathology, P. pardalis © Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB KONSENTRASI LOGAM BERAT DAN BIOEKOLOGI IKAN SAPU-SAPU, Pterygoplichthys pardalis (Castelnau, 1855) DI SUNGAI CILIWUNG YUANG DINNI AKSARI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biosains Hewan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 Penguji Luar Komisi: Dr Ir Etty Riani, MS PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 ini ialah pencemaran, dengan judul Konsentrasi Logam Berat dan Bioekologi Ikan Sapusapu, Pterygoplichthys pardalis (Castelnau, 1855) di Sungai Ciliwung. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Dyah Perwitasari dan Ibu Dr Ir Nurlisa A Butet selaku pembimbing, serta Bapak Prof Dr Ir Mennofatria Boer yang telah banyak memberi saran, serta Dr Ir Etty Riani selaku penguji luar komisi. Penghargaan penulis sampaikan juga kepada Bu Dian, Pak Wawan, Pak Iwan, Bu Tini, Pak Jajang, dan Kang Abe yang telah membantu analisis di laboratorium. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan BSH yang telah banyak memberikan semangat. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, suami, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Maret 2016 Yuang Dinni Aksari DAFTAR ISI DAFTAR ISI xiii DAFTAR TABEL xiv DAFTAR GAMBAR xiv 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian 1 1 3 4 4 4 2 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Pengambilan Sampel Ikan Koleksi Sampel Organ Ikan Destruksi Sampel Organ Ikan Pengukuran Konsentrasi Logam Berat Organ Ikan Pembuatan Preparat Histologi Metode Pengambilan Sampel Air Pengukuran Karakteristik Pertumbuhan Ikan Pengukuran Faktor Kondisi Ikan Prosedur Analisis Data 4 4 5 5 6 6 6 7 7 7 8 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran 17 17 17 DAFTAR PUSTAKA 17 RIWAYAT HIDUP 22 DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. Parameter uji kualitas air, metode/alat, dan tempat analisis NAB logam berat pada otot ikan sapu-sapu Kualitas air Sungai Ciliwung NAB logam berat pada air menurut PP RI No. 20 Tahun 1990 8 11 11 11 DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. Morfologi Ikan sapu-sapu Lokasi pengambilan sampel di Sungai Ciliwung Konsentrasi logam berat beberapa organ ikan sapu-sapu Total indeks reaksi kerusakan jaringan ikan sapu-sapu Histologi insang ikan sapu-sapu Histologi hati ikan sapu-sapu 1 5 9 13 13 14 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pterygoplichthys pardalis (Castelnau, 1855) dikenal dengan nama ikan sapu-sapu, merupakan salah satu spesies Loricariidae berasal dari Amerika Selatan dan Amerika Tengah (Armbruster 2004). Ikan ini memiliki karakteristik bentuk tubuh pipih dorso-ventral tertutup oleh kulit keras (Kottelat et al. 1993), kepala dengan pola garis gelap terang geometris, letak mulut subterminal bertipe penyaring-penghisap, habitat air tawar, serta mempunyai kemampuan bertahan hidup pada lingkungan ekstrim (Armbruster dan Page 2006, Hossain et al. 2008). Spesies dewasa mempunyai bintik-bintik hitam berukuran besar di bagian ventral tubuh (Armbruster dan Page 2006). Ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys) diintroduksi ke berbagai negara oleh para pecinta ikan hias (Hossain et al. 2008) kemudian memasuki perairan setempat, salah satunya adalah Sungai Ciliwung Indonesia (Wowor 2010). Dua genus Loricariidae diintroduksi di sekitar Jakarta, salah satu yang teridentifikasi adalah P. pardalis (Kottelat et al. 1993). Gambar 1 Morfologi Ikan sapu-sapu (genus: Pterygoplichthys) tampak dorsal, lateral, dan ventral (A, B, C); mulut terlihat single buccal papille (tanda panah) (D); dan pola gelap terang geometris pada kepala bagian atas (E) sebagai penciri spesies P. pardalis. Sumber: Armbruster dan Page (2006), Hossain et al. (2008). Ikan sapu-sapu menurut Wowor (2010) dan penduduk setempat diketahui telah mendominasi komunitas ikan di Sungai Ciliwung, khususnya segmen tengah dan hilir (Hadiaty 2011). Tingginya populasi ikan sapu-sapu (P. pardalis) di 2 Sungai Ciliwung menjadikan ikan tersebut digunakan sebagai salah satu sumber protein penduduk setempat (Putri 2001, Tarigan 2004, Istanti 2005, Nurjanah 2005, Trisnawati 2007, Tunjungsari 2007). Selain digunakan sebagai sumber pangan, Sungai Ciliwung juga dimanfaatkan sebagai sumber air minum, irigasi, mandi-cuci, sekaligus tempat buangan limbah. Sungai Ciliwung telah menerima bahan pencemar dari berbagai kegiatan pertanian, peternakan, industri, serta perumahan (Hendrawan 2008, Soewandita dan Sudiana 2010). Tingginya konsentrasi bahan pencemar di Sungai Ciliwung menyebabkan sumber daya perairan tersebut berbahaya. Salah satu bahan pencemar berbahaya adalah logam berat. Logam berat merupakan logam yang mempunyai massa jenis 5 g/cm atau lebih (Fortsner dan Whitmann 1983). Logam berat sulit terdegradasi, dapat memasuki lingkungan bahkan terabsorpsi dalam tubuh organisme. Logam berat umumnya bersifat racun (Fortsner dan Whitmann 1983), jika terabsorpsi akan dikeluarkan tubuh melalui mekanisme detoksifikasi. Jumlah logam berat yang melebihi ambang batas dan tidak mampu didetoksifikasi akan terakumulasi di berbagai organ. Logam berat dapat mempengaruhi kerja metalloenzim dan organel subselular (Lu 2006). Logam berat dapat menimbulkan berbagai gangguan dan penyakit pada sistem imun, pernapasan, ekskresi, koordinasi sistem saraf pusat, reproduksi, dan pertumbuhan (Lu 2006, Ebrahimi dan Taherianfard 2011, Ahmed et al. 2012, Nirmala et al. 2012, dan Hopkins et al. 2013). Logam berat yang bersifat toksik diantaranya arsenik (As), Berilium (Be), kadmium (Cd), kromium (Cr), merkuri (Hg), nikel (Ni), dan timbal (Pb). Cd dan Hg tergolong logam berat dengan toksisitas tinggi meskipun jumlahnya sangat kecil, baik untuk biota air maupun manusia (Riani 2012). Akumulasi Cd, Hg, Pb, dan As pada Cyprinus carpio menyebabkan gangguan sekresi hormon reproduksi dan kerusakan patologi beberapa organ (Ebrahimi dan Taherianfard 2011). Paparan Hg menyebabkan penurunan laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup, serta kerusakan hati dan ginjal Oreochromis niloticus (Nirmala et al. 2012). Hg juga menyebabkan ketidakfertilan serta kematian embrionik telur Chelydra serpentina (Hopkins et al. 2013). Konsumsi pelet mengandung Cd dan Pb dosis rendah menyebabkan penurunan pertumbuhan juvenil Ctenopharyngodon idella (Ahmed et al. 2012). Akumulasi Cd diketahui menjadi prekursor penyakit Itai-itai di Jepang (Baba et al. 2013). Tragedi Minamata yang juga terjadi di Jepang disebabkan penduduk mengkonsumsi ikan tercemar Hg (Hachiya 2006). Logam berat telah terdeteksi di Sungai Ciliwung (Lestari dan Edward 2004, Muhajir et al. 2004, Yudo 2006, Yasuda et al. 2011, Alfisyahrin 2013, Dhika 2013, Hardi 2013). Konsentrasi Cd dan Hg pada sedimen maupun daging ikan sapu-sapu (P. pardalis) tergolong rendah (< 0.005 dan < 0.001 mg/kg) serta berada di bawah NAB menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk konsumsi (Dhika 2013, Hardi 2013). Konsentrasi Pb pada sedimen dan daging ikan sapusapu ditemukan sangat tinggi (7.23-8.60 mg/kg dan 2.42-3.45 mg/kg) dan telah melebihi NAB menurut SNI sehingga tidak layak konsumsi (Alfisyahrin 2013). Histopatologi merupakan salah satu kajian yang banyak dilakukan untuk mengevalusi kesehatan ikan akibat cemaran logam berat baik di laboratorium (Martinez et al. 2004) maupun di lapangan (Kaoud dan El-Dahshan 2010, Emere dan Dibal 2013). Kajian histopatologi dilakukan dengan cara mengamati 3 perubahan atau kerusakan jaringan organ fisiologis organisme, yaitu insang, hati, ginjal, usus, otak serta beberapa organ lain (Gernhofer et al. 2001, Camargo dan Martinez 2007, Santos et al. 2011). Kesesuaian antara metode pewarnaan jaringan (staining) dengan tujuan pengamatan merupakan hal yang penting untuk mendukung kajian ini. Beberapa metode pewarnaan untuk mendeteksi keberadaan logam pada jaringan adalah metode rhodizonate dan metode hematoksilin (Kiernan 1990). Insang adalah organ pernapasan ikan. Insang merupakan organ fisiologis pertama yang berhubungan langsung dengan perairan sehingga berpeluang mengadsorpsi berbagai zat yang terlarut di dalamnya. Beberapa zat terlarut yang tidak mampu dilepaskan kembali ke perairan akan terbawa aliran darah ke seluruh tubuh. Zat terlarut yang bersifat racun, diantaranya logam berat, akan didetoksifikasi tubuh salah satunya oleh hati. Logam berat yang jumlahnya melebihi ambang batas akan terakumulasi dalam berbagai organ dan seringkali menimbulkan berbagai kerusakan. Beberapa kerusakan jaringan insang akibat akumulasi logam pada Macrobrachiurn sintangense adalah hiperplasia dan nekrosis (Soegianto et al. 2004). Akumulasi Cu, Pb, Cd, dan Hg pada insang ikan juga menyebabkan nekrosis, edema, hipertropi, hiperplasia, fusi sel, degenerasi jaringan ikat, hiperaktif sel-sel mukosa, pembentukan vakuola, fusi dan pengelupasan selaput epitel serta tersumbatnya aliran darah (Siahaan 2003, Kaoud dan El-Dahshan 2010). Akumulasi logam berat Cu, Pb, Cd, dan Hg pada hati menyebabkan degenerasi hepatosit dan hemolisis intravaskular, tersumbatnya aliran vena sentral, serta perdarahan serta piknosis (Siahaan 2003, Kaoud dan ElDahshan 2010). Insang dan hati seringkali dijadikan sebagai biomarker essensial untuk memantau kesehatan organisme (Chang et al. 1998, Camargo dan Martinez 2007, Emere dan Dibal 2013). Analisis karakteristik pertumbuhan dan faktor kondisi ikan merupakan beberapa aspek lain untuk memantau kesehatan ikan dalam suatu perairan. Ikan sapu-sapu P. pardalis di Sungai Langat Malaysia diketahui memiliki pola pertumbuhan bersifat allometrik negatif dengan faktor kondisi berkisar antara 1.125 hingga 8.802. Sementara belum ada data ilmiah yang mengungkapkan karakteristik pertumbuhan dan faktor kondisi P. pardalis di Indonesia. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan guna memantau konsentrasi logam berat di Sungai Ciliwung selama penelitian. Eksplorasi terhadap bioekologi ikan juga perlu dilakukan guna memantau dampaknya terhadap kesehatan ikan. Perumusan Masalah Penelitian dilakukan untuk memantau konsentrasi logam berat Cd, Hg, dan Pb pada insang, hati, dan otot ikan sapu-sapu (P. pardalis) di Sungai Ciliwung untuk mengetahui konsentrasi logam berat pada organisme akuatik. Eksplorasi bioekologi ikan sapu-sapu (P. pardalis) di Sungai Ciliwung juga perlu dilakukan untuk memantau kesehatan ikan melalui beberapa parameter yaitu kerusakan jaringan, karakteristik pertumbuhan ikan, dan faktor kondisi ikan. Analisis kondisi air Sungai Ciliwung berdasarkan beberapa parameter fisika-kimia air digunakan sebagai data pendukung. 4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: (1) konsentrasi Cd, Hg, dan Pb pada insang, hati, dan otot ikan sapu-sapu (P. pardalis) di Sungai Ciliwung baik secara spasial maupun temporal; (2) kerusakan jaringan insang dan hati ikan sapusapu (P. paradalis) di Sungai Ciliwung; (3) karakteristik pertumbuhan ikan sapusapu (P. pardalis) di Sungai Ciliwung; (4) serta faktor kondisi ikan sapu-sapu (P. pardalis) di Sungai Ciliwung. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terbaru mengenai konsentrasi logam berat Cd, Hg, dan Pb ikan sapu-sapu di Sungai Ciliwung sehingga masyarakat lebih berhati-hati dan waspada dalam mengolah pangan berbahan ikan dari perairan tersebut. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bioekologi ikan sapu-sapu (P. pardalis) di Sungai Ciliwung. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian meliputi pengukuran konsentrasi logam berat Cd, Hg, dan Pb pada insang, hati, dan otot ikan sapu-sapu (P. pardalis) serta analisis bioekologi ikan berdasarkan beberapa parameter yaitu kerusakan jaringan, karakteristik pertumbuhan ikan, serta faktor kondisi ikan. 2 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan November 2013 hingga Januari 2015. Pengambilan sampel dilakukan pada tiga lokasi sepanjang aliran Sungai Ciliwung yaitu Bogor (hulu), Depok (tengah), dan Jakarta (hilir) (Gambar 1). Pengambilan sampel dilakukan selama 4 kali, yaitu sekali pada musim penghujan (Desember 2013) dan 3 kali pada musim kemarau (Mei hingga Juni 2014). Destruksi organ ikan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB). Pengukuran konsentrasi logam berat dilakukan di Laboratorium Terpadu Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB. Pembuatan preparat histologi dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Pengambilan gambar preparat histologi dilakukan di Laboratorium Biosistematik dan Ekologi Hewan Departemen Biologi FMIPA IPB. Uji kualitas air dilakukan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. 5 Gambar 2 Lokasi pengambilan sampel di Sungai Ciliwung Metode Pengambilan Sampel Ikan Ikan dikoleksi menggunakan jala tebar berukuran mata jaring 2 inci, kemudian diidentifikasi berdasarkan Kottelat et al. (1993) dan Armbruster dan Page (2006). Keseluruhan ikan sapu-sapu (P. pardalis) tertangkap diukur panjang total dan berat ikan untuk mengetahui karakteristik pertumbuhan ikan serta faktor kondisi ikan. Panjang ikan diukur menggunakan papan pengukur panjang dengan ketelitian 1 mm. Berat ikan diukur menggunakan neraca digital dengan ketelitian 1 gram. Koleksi Sampel Organ Ikan Enam ekor ikan sapu-sapu dengan ukuran seragam dibedah pada setiap pengambilan sampel. Insang, hati, dan otot dari 3 ekor ikan dikoleksi, kemudian disimpan dalam wadah polystyrene bersih dan tertutup rapat untuk pengukuran konsentrasi logam berat. Insang dan hati dari 3 ekor ikan lainnya disimpan dalam alkohol 70% untuk pembuatan preparat histologi. 6 Destruksi Sampel Organ Ikan Destruksi sampel organ adalah langkah untuk memecah logam-logam berbentuk senyawa organik dalam organ ikan menjadi senyawa anorganik sehingga dapat diukur konsentrasi logam beratnya. Insang dan otot ikan masing-masing ± 1 gram dan ± 0.5 gram ditimbang menggunakan neraca digital dengan ketelitian 1 mg kemudian didestruksi melalui cara pengabuan basah (wet ashing). Sampel organ dimasukkan dalam erlenmeyer ukuran 100 ml dan ditambahkan 5 ml HNO3 (p). Larutan didiamkan selama 1 jam pada suhu ruang, dipanaskan di atas hot plate dengan temperatur rendah selama 46 jam, kemudian dibiarkan di ruang asam ± 12 jam dalam keadaan tertutup. Selanjutnya larutan ditambahkan 0.4 ml H2SO4 (p), dipanaskan di atas hot plate sampai larutan menjadi pekat ± 1 jam. Selama pemanasan ditambahkan 2-3 tetes larutan campuran HClO4: HNO3 (2:1) sampai terjadi perubahan warna dari coklat menjadi kuning tua selanjutnya menjadi kuning muda. Larutan sampel kemudian dipindahkan, didinginkan dan ditambahkan 2 ml aquades dan 0.6 ml HCl (p), serta dipanaskan kembali agar sampel larut ± 15 menit. Larutan disaring menggunakan glass wool apabila terdapat endapan dan disimpan dalam wadah bersih dan tertutup rapat. . Pengukuran Konsentrasi Logam Berat Organ Ikan Pengukuran konsentrasi logam berat pada organ ikan menggunakan metode atomic absorption spectrophotometry (AAS). Konsentrasi logam berat aktual pada sampel organ dihitung menggunakan rumus: ((D − E)x Fp x V) Konsentrasi logam(x) μg/g = W keterangan: D adalah konsentrasi contoh hasil pembacaan AAS (μg/L), E adalah konsentrasi blanko contoh dari hasil pembacaan AAS (μg/L), Fp adalah faktor pengenceran, V adalah volume akhir larutan contoh yang disiapkan (L), dan W adalah berat sampel (g) (SNI 2011). Pembuatan Preparat Histologi Pembuatan preparat histologi dilakukan menggunakan metode iris parafin (Suntoro 1983) dengan pewarnaaan rhodizonate (Kiernan 1990). Metode iris parafin diawali dengan fiksasi jaringan dalam paraformaldehid selama 7 hari dan disimpan pada suhu ruang. Khusus untuk insang, sebelum difiksasi direndam terlebih dahulu dalam HCl(p) untuk melunakkan jaringan tulang (dekalsifikasi) agar memudahkan pada saat pemotongan. Jaringan dipotong pada ketebalan ± 4 mm dan didehidrasi dalam alkohol bertingkat berturut-turut (70, 80, 90, 95, 100 (I, II, dan III))% masing-masing selama 24 jam kecuali untuk alkohol 100% (I, II, III) masing-masing selama 1 jam. Selanjutnya jaringan dijernihkan dalam xylol I, II, dan III masing-masing selama 1 jam pada suhu ruang. Jaringan dimasukkan dalam parafin cair I, II, dan III pada inkubator dengan suhu ± 59º C masingmasing selama 1 jam. Penanaman jaringan dalam media parafin cair dilakukan dengan bantuan embedding console kemudian disimpan dalam pendingin bersuhu 7 ± -4º C. Langkah berikutnya, jaringan dipotong menggunakan rotary microtome dengan ketebalan ± 4 μm. Pewarnaan rhodizonate diawali dengan proses deparafinisasi dengan merendam jaringan dalam larutan xylol III, II, dan I dilanjutkan rehidrasi dalam alkohol bertingkat (100 (III, II, dan I), 95, 90, 80, dan 70)%. Preparat jaringan kemudian diwarnai dengan cara dicelupkan dalam larutan rhodizonate (natrium rhodizonate 10 mg, asam asetat glasial 0.05 ml, dan ditambahkan aquades hingga 5 ml) selama 30 menit. Selanjutnya preparat yang telah diwarnai didehidrasi dalam alkohol bertingkat (70, 80, 90, 95, 100 (I, II dan III))% kemudian dijernihkan menggunakan xylol (I, II dan III). Preparat jaringan ditutup dengan gelas objek yang telah diberi entelan, kemudian diberi label. Preparat jaringan diamati menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 4x dan 10x serta didokumentasikan dengan kamera Opti Lab. Metode Pengambilan Sampel Air Pengambilan sampel air dilakukan untuk menganalisis kondisi perairan berdasarkan parameter fisika-kimia air sungai (Tabel 1). Pengambilan sampel air ditentukan melalui metode purposive sampling (Susanto et al. 2009). Preservasi sampel air dilakukan sesuai SNI (1991). Metode analisis masing-masing parameter air dilakukan sesuai Clesceri et al. (1999). Pengukuran Karakteristik Pertumbuhan Ikan Karakteristik pertumbuhan ikan dianalisis melalui hubungan panjang berat serta laju pertumbuhan ikan. Hubungan panjang berat dihitung menggunakan rumus: W = aLb keterangan W adalah berat ikan (gram), L adalah panjang total ikan (mm), a dan b adalah konstanta. Nilai b = 3 menunjukkan pola pertumbuhan ikan bersifat isometrik, sedangkan nilai b ≠ 3 menunjukkan pola pertumbuhan ikan bersifat allometrik (b < 3 menunjukkan allometrik negatif, b > 3 menunjukkan allometrik positif). Pola pertumbuhan isometrik menggambarkan pertambahan berat ikan sesuai dengan pertambahan panjangnya, sebaliknya pola pertambahan allometrik menggambarkan pertambahan berat ikan tidak sesuai dengan pertambahan panjangnya. Laju pertumbuhan ikan ditunjukkan dari nilai koefisien pertumbuhan (K) yang dihitung menggunakan formula von Bertalanffy, Lt = L∞[1-e-K(t-to)], Lt adalah panjang ikan pada waktu t (mm), L∞ adalah panjang maksimum (mm), e adalah dasar logaritma natural, K adalah koefisien pertumbuhan, t adalah waktu. Pengukuran Faktor Kondisi Ikan Faktor kondisi ikan dianalisis menggunakan rumus: 8 = Wx W keterangan W adalah berat ikan sebenarnya, W’ adalah berat estimasi ikan (L3) (Effendie 2002). Tabel 1 Parameter uji kualitas air, metode/alat, dan tempat analisis Parameter (Satuan) Suhu (⁰C) pH Konduktivitas (µS/cm) Nitrat (mg/L) Sulfat (mg/L) Fosfat (mg/L) Kebutuhan oksigen biologi (mg/L) Total bahan organik (mg/L) Curah hujan (mm)* Kecepatan arus (m/s) Logam Cd (mg/L) Logam Hg (mg/L) Logam Pb (mg/L) Metode/Alat analisis Tempat analisis Termometer pHmeter conductivity meter Spektrofotometri Spektrofotometri Spektrofotometri DOmeter Titrasi - Lapangan Lapangan Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Lapangan Lapangan Laboratorium Laboratorium Laboratorium AAS AAS AAS Keterangan: (*) Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (2015 ) Prosedur Analisis Data Signifikansi konsentrasi ketiga logam pada ketiga organ ikan dari ketiga lokasi selama dua musim pengambilan sampel dianalisis menggunakan uji Anova selanjutnya diuji lanjut menggunakan uji Tukey (p = 0.05). Analisis konsentrasi logam dibantu menggunakan program R. Kerusakan jaringan ikan dianalisis berdasarkan modifikasi Bernet et al. (1999) dengan pembanding gambar preparat dari atlas histologi ikan Genten et al. . Hubungan panjang berat ikan dianalisis menggunakan regresi linier dengan bantuan Ms.Excel, selanjutnya dilakukan uji t terhadap nilai b. Laju pertumbuhan ikan dianalisis menggunakan Elevan I pada program FiSAT II. 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi Logam Berat pada Organ Ikan Konsentrasi logam berat Cd, Hg, dan Pb pada ketiga organ ikan sapu-sapu (P. pardalis) disajikan pada Gambar 3. Konsentrasi total logam berbeda signifikan antara ketiga organ ikan dengan urutan tertinggi hingga terendah adalah hati, insang, dan otot (p = 0.0378). Konsentrasi antar ketiga logam juga menunjukkan perbedaan signifikan dengan urutan tertinggi hingga terendah adalah Pb, Hg, dan Cd (p = 5.12 x 10-7). 9 0.025 Konsentrasi (µg/g) 0.02 0.015 0.01 0.005 0 A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C I H Cd O I H Hg O I H O Pb Gambar 3 Konsentrasi logam berat beberapa organ ikan sapu-sapu (P. pardalis) di Sungai Ciliwung. Keterangan: I, H, O= insang, hati, otot; A, B, C = Bogor, Depok, Jakarta; = musim penghujan, = musim kemarau. Pb merupakan logam berat dengan konsentrasi tertinggi yang ditemukan pada organ ikan sapu-sapu di Sungai Ciliwung. Rata-rata konsentrasi Pb pada insang, hati, dan otot berturut-turut 0.002571, 0.005467, dan 0.001609 µg/g, dengan konsentrasi rata-rata 0.003216 µg/g. Konsentrasi Pb tidak signifikan antar organ maupun antar musim (p > 0.05), tetapi signifikan antar lokasi (p = 0.0090). Konsentrasi Pb tertinggi hingga terendah berturut-turut ditemukan di Jakarta, Depok, dan Bogor. Jakarta merupakan kawasan padat penduduk dan industri tekstil, mineral logam dan non logam, penyamakan kulit, dan pencelupan batik (Hendrawan 2008). Berbagai industri di Jakarta menyumbang cemaran Pb lebih banyak dibandingkan Depok dan Bogor. Pajanan Pb terdapat di daerah tambang, pengelasan timah, khususnya industri cat dan baterai, serta industri kaca (Jarup 2003). Konsentrasi Pb yang memasuki badan perairan Sungai Ciliwung juga dipengaruhi oleh kondisi sosial perekonomian di sekitarnya (Eneji et al. 2011). Hg merupakan logam tertinggi kedua yang ditemukan dalam organ ikan sapu-sapu di Sungai Ciliwung. Rata-rata konsentrasi Hg pada insang, hati, dan otot berturut-turut 0.002826, 0.004333, dan 0.003960 µg/g, dengan konsentrasi rata-rata 0.003707 µg/g. Konsentrasi Hg antar organ maupun antar lokasi tidak signifikan (p > 0.05), tetapi signifikan antar musim (p = 0.0093). Konsentrasi Hg ditemukan lebih tinggi pada musim penghujan dibandingkan musim kemarau. Perbedaan konsentrasi antar musim dipengaruhi oleh jumlah logam yang memasuki badan perairan (Eneji et al. 2011). Jumlah Hg dari berbagai kegiatan 10 industri lebih banyak masuk perairan Sungai Ciliwung pada musim penghujan dibandingkan musim kemarau. Hal ini berkaitan dengan periode pembuangan limbah masing-masing industri di sekitar sungai. Hg dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk pembuatan termometer, barometer, dan alat pengukur tekanan darah. Penggunaan utama Hg dalam industri adalah sebagai elektroda dalam produksi klorin. Paparan Hg akut dapat menimbulkan kerusakan paru-paru. Keracunan kronis ditandai dengan gejala neurologis dan psikologis, seperti tremor, perubahan kepribadian, gelisah, cemas, gangguan tidur, dan depresi. Hg juga dapat merusak ginjal (Jarup 2003). Cd merupakan logam berat dengan konsentrasi terendah yang ditemukan dalam organ ikan sapu-sapu dari Sungai Ciliwung. Rata-rata konsentrasi Cd pada insang, hati, dan otot berturut-turut 0.000146, 0.00828, dan 0.0075 µg/g, dengan konsentrasi rata-rata pada ketiga organ 0.00035 µg/g. Cd secara alami terdapat bersama bijih Zn, Cu, dan Pb. Senyawa Cd digunakan sebagai stabilisator dalam produk PVC, pigmen warna, aloi, baterai, dan anti korosi. Cd juga merupakan limbah dari pupuk fosfat. Sumber dari alam dan antropogenik termasuk emisi industri dan penggunaan pupuk fosfat menyebabkan kontaminasi dan peningkatan kadar Cd pada lingkungan (Jarup 2003). Konsentrasi Cd antar lokasi maupun antar musim tidak signifikan (p > 0.05), tetapi signifikan antar organ (p = 0.0056) dengan urutan tertinggi hingga terendah adalah hati, insang, dan otot. Pola tersebut sama dengan pola konsentrasi total ketiga logam pada organ ikan. Perbedaan konsentrasi Cd maupun total logam antar organ dipengaruhi oleh karakter fisiologi organ (Eneji et al. 2011). Tingginya konsentrasi logam di hati disebabkan adsorpsi terhadap logam yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan fungsi hati sebagai organ detoksifikasi tubuh. Periode depurasi yang lama menjadi salah satu penyebab konsentrasi logam di hati lebih tinggi dibandingkan organ lain (Jezierska dan Witeska 2006) Konsentrasi ketiga logam pada otot ikan masih berada di bawah NAB menurut SNI 2009 maupun FAO, sehingga menurut peraturan tersebut ikan sapusapu dari Sungai Ciliwung aman untuk dikonsumsi. Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan FAO menetapkan batas aman pemasukan masing-masing logam per minggu (Provisional Tolerable Weekly Intake), sehingga berdasarkan peraturan tersebut didapatkan perkiraan maksimal berat basah otot ikan yang dapat dikonsumsi per minggunya (Tabel 2). Konsentrasi logam berat dalam perairan umumnya hanya terdeteksi pada segmen tengah dan hilir Sungai Ciliwung, kecuali Hg (Tabel 3). Hg terdeteksi di semua lokasi dengan konsentrasi bervariasi. Konsentrasi Hg di segmen tengah pada musim penghujan dan di hilir pada musim kemarau tergolong tinggi, yaitu 0.0039 dan 0.0021 mg/L. Konsentrasi tersebut telah melebihi NAB menurut PP RI No. 20 Tahun 1990 (Tabel 4), sehingga menurut peraturan tersebut air Sungai Ciliwung khususnya pada segmen tengah di musim penghujan dan di segmen hilir pada musim kemarau tidak layak digunakan sebagai sumber air minum maupun untuk keperluan perikanan dan peternakan. Meskipun demikian, konsentrasi logam berat di perairan umumnya kecil. Hal ini sesuai dengan Gaur et al. (2005), Varol dan Sen (2012), dan Hou et al. (2013) yang menyatakan logam berat cenderung mengendap karena terhidrolisis dan terserap ke dalam sedimen. 11 Tabel 2 NAB logam berat pada otot ikan sapu-sapu Logam berat Nilai ambang batas (mg/kg) SNI 2009 FAO Batas aman konsumsi logam berat* (mg/kg) Cd 0.1 1 400 500 Hg Pb 0.5 0.3 1 2 200 700 Berat maksimum konsumsi otot ikan Sapu-sapu di Ciliwung** (kg) 0.077 0.096 0.721 6.213 Keterangan: (*) menurut FAO dan WHO per 70 kg berat badan per minggu (mg/kg), (**) per kg berat badan per minggu. Tabel 3 Kualitas air Sungai Ciliwung Parameter (Satuan) Suhu (⁰C) pH Konduktivitas (µS/cm) Nitrat (mg/L) Sulfat (mg/L) Fosfat (mg/L) Kebutuhan Oksigen Biologis (mg/L) Total Bahan Organik (mg/L) Curah hujan (mm) Kecepatan arus (m/s)* Logam Cd (mg/L) Logam Hg (mg/L) Logam Pb (mg/L) A 26.00 7.48 124.50 0.80 0.14 0.09 Penghujan B 25.00 7.00 123.50 0.81 0.13 0.11 C 27.00 6.80 181.00 0.85 0.12 0.11 3.50 2.60 5.00 405.0 0.546 t.t * 5.4 x 10 A 25.67 7.25 146.50 0.89 0.10 0.27 Kemarau B 27.83 7.25 157.00 0.86 0.07 0.21 C 27.83 6.17 191.33 0.90 0.09 0.39 3.85 2.10 1.32 0.73 6.94 8.80 22.75 16.64 20.01 394.0 0.993 512.0 0.345 225.5 - 299.5 - 145.5 - t.t* -5 3.9 x 10 0,001350 -3 1.4 x 10 -5 t.t* 1.43 x 10 t.t* -4 1.75 x 10 t.t* -3 2.11 x 10-3 t.t* 0.016750 0.007350 t.t* t.t* t.t * Keterangan: A, B, C= mengacu pada Gambar 2; t.t** adalah tidak terdeteksi. (*) data diambil hanya pada musim penghujan. Tabel 4 NAB logam berat pada air menurut PP RI No. 20 Tahun 1990 Logam berat Cd Hg Pb Nilai ambang batas menurut PP RI No.20 Tahun 1990 Gol.A Gol.B Gol.C 0.005 0.018 0.017 0.001 0.001 0.002 0.05 0.1 0.03 Keterangan: (*) adalah NAB logam berat dalam air untuk masing-masing golongan: Gol.A untuk keperluan air minum tanpa pengolahan; Gol.B untuk air minum dengan pengolahan; Gol.C untuk keperluan perikanan dan peternakan. Hasil penelitian ini menunjukkan beberapa perbedaan dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dhika (2013), Hardi (2013), dan Alfisyahrin 12 (2013). Perbedaan ini dipengaruhi oleh jumlah logam yang memasuki perairan (Eneji et al. 2011). Pb yang memasuki Sungai Ciliwung dalam kurun waktu satu tahun diduga berjumlah lebih kecil dibandingkan sebelumnya. Sebaliknya, Cd dan Hg yang memasuki perairan Sungai Ciliwung diduga jumlahnya lebih banyak. Tingginya konsentrasi Cd dan Hg di Sungai Ciliwung diduga disebabkan adanya penambangan di daerah Bogor yang membuang limbahnya di Sungai Ciliwung (Yasuda et al. 2011). Perbedaan konsentrasi logam dalam tubuh organisme juga dipengaruhi oleh kedudukannya dalam rantai makanan, kebiasaan makan (feeding habits), umur dan ukuran organime, serta kondisi lingkungan (Jezierska dan Witeska 2006, Akan et al. 2012, Khosnood et al. 2012). Analisis beberapa parameter fisika kimia menunjukkan kualitas air sungai yang menggambarkan kondisi lingkungan Sungai Ciliwung. Suhu air semakin ke hilir semakin tinggi. Suhu yang semakin tinggi menyebabkan laju metabolisme organisme meningkat. Hal ini mempengaruhi absorpsi logam ke dalam tubuh organisme. Semakin ke hilir, pH air semakin rendah. Perairan dengan pH rendah meningkatkan daya larut logam sehingga absorpsi dan pengikatan logam oleh organ semakin tinggi (Jezierska dan Witeska 2006, Eneji et al. 2011). Beberapa hal tersebut menjadi penyebab tingginya konsentrasi logam di Jakarta (hilir) dibandingkan di Bogor (hulu). Meningkatnya fosfat, nitrat, total bahan organik, dan konduktivitas mengindikasikan bahwa semakin ke hilir Sungai Ciliwung telah menerima beban cemaran semakin besar, baik dari kegiatan pertanian, industri, maupun domestik. Kerusakan dan Sebaran Logam Berat pada Jaringan Ikan Tingkat kerusakan jaringan insang dan hati ikan sapu-sapu (P. pardalis) di Sungai Ciliwung disajikan pada Gambar 3. Sama halnya dengan konsentrasi logam, kerusakan jaringan insang dan hati ikan di hilir sungai umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan kerusakan jaringan ikan di bagian tengah maupun hulu sungai. Hilir sungai (downstream) menurut Camargo dan Martinez (2007) merupakan bagian sungai dengan akumulasi cemaran paling tinggi dibanding lokasi lain. Kerusakan jaringan insang pada musim penghujan lebih banyak daripada musim kemarau di semua lokasi. Jika dilihat dari konsentrasi logam berat pada organ ikan, hanya Hg yang berbeda nyata berdasarkan musim (p = 0.093) dan konsentrasinya pada musim penghujan lebih tinggi dari pada musim kemarau terutama di daerah hulu dan tengah. Konsentrasi Hg berkorelasi positif dengan kerusakan jaringan ikan dan menjadi faktor utama penyebab kerusakan tersebut, walaupun ada banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi. Adapun di daerah hilir, walaupun kerusakan terjadi paling banyak tetapi berdasarkan musim tidak terlihat perubahan yang signifikan. Hal tersebut karena meningkatnya debit air pada musim penghujan tidak mempengaruhi logam berat sedimen daerah hilir yang lebih stabil dibandingkan dengan logam berat pada sedimen di daerah hulu maupun tengah (Riani 2012). 13 40 Indeks Perubahan Histologi 35 30 25 20 15 10 5 0 A B Penghujan C A B C Kemarau Gambar 4 Total indeks reaksi kerusakan jaringan ikan sapu-sapu di Sungai Ciliwung. Keterangan: = insang, = hati. A, B, C = mengacu pada Gambar 2 Gambar 5 Histologi insang ikan sapu-sapu di Sungai Ciliwung: insang normal dari bagian hulu (A); beberapa kerusakan jaringan insang pada ikan bagian hilir (B, C) diantaranya kse = kerusakan struktur epitel, ksi = kerusakan struktur jaringan ikat, hi = hipertropi, dan ne = nekrosis; sebaran logam berat pada jaringan dengan pewarnaan rhodizonate (tanda panah) (D). 14 Gambar 6 Histologi hati ikan sapu-sapu di Sungai Ciliwung: hati normal dari bagian hulu (A); beberapa kerusakan jaringan hati pada ikan bagian hilir (B, C) diantaranya ne = nekrosis, at = atropi, ksh = kerusakan struktur hepatosit, ksb = kerusakan struktur bile duct, ha = haemorraghe, kp = kerusakan pembuluh darah; sebaran logam berat pada jaringan hati dengan pewarnaan rhodizonate (tanda panah) (D). Kerusakan jaringan hati tidak konsisten berdasarkan musim seperti pada insang. Insang adalah organ pernapasan ikan yang terkena paparan logam berat secara langsung, sehingga jika ada kenaikan konsentrasi logam pada suatu perairan umumnya akan langsung berpengaruh terhadap konsentrasi logam pada insang (Camargo dan Martinez 2007, Poleksic et al. 2009, Santos et al. 2011). Logam berat yang tidak mampu dilepaskan kembali oleh insang, akan memasuki aliran darah hingga masuk ke hati. Hati melakukan detoksifikasi logam melalui berbagai cara, diantaranya dengan sintesis metalloteionein protein, pembentukan sitokrom P-450, dan sebagainya (Riani 2012). Proses detoksifikasi logam di hati membutuhkan waktu yang lama (Jezierska dan Witeska 2006), sehingga baik konsentrasi maupun kerusakan jaringan yang terjadi di hati lebih tinggi dibandingkan dengan organ lain. Akumulasi logam berat dapat mempengaruhi struktur dan fungsi organ vital (Poleksic et al. 2009). Pengamatan histologi menunjukkan insang ikan sapu-sapu dari Sungai Ciliwung mengalami beberapa kerusakan diantaranya kerusakan struktur serta plasma epitel lamella sekunder dan jaringan ikat, atropi, nekrosis, dan hipertropi. Kerusakan jaringan yang terjadi pada hati ikan sapu-sapu adalah haemorrhage, kerusakan struktur hepatosit, jaringan ikat (pembuluh darah), serta bile duct, atropi, nekrosis, dan hipertropi. Beberapa kerusakan pada pembuluh 15 darah umumnya terjadi akibat ikan menerima stressor yang lebih parah (Camargo dan Martinez 2007). Logam berat terdeposit pada jaringan ikat insang dan hati, serta hepatosit. Karakteristik Pertumbuhan Ikan Karakteristik pertumbuhan ikan sapu-sapu (P. pardalis) di Sungai Ciliwung bersifat allometrik negatif, ditunjukkan dari nilai b berkisar antara 0.241 hingga 2.619 (Tabel 5). Pertumbuhan allometrik negatif menggambarkan pertambahan berat ikan tidak sesuai dengan pertambahan panjangnya, yaitu pertambahan panjang lebih cepat daripada pertambahan berat ikan. Hal ini diungkapkan juga oleh beberapa penelitian sebelumnya terhadap jenis ikan yang sama di wilayah lain. Samat et al. (2008) menyatakan pertumbuhan P. pardalis di Sungai Langat Semenajung Malaysia bersifat allometrik negatif (b = 2.265-2.879). Pertumbuhan allometrik negatif juga terjadi pada P. disjunctivus yang hidup di Reservoir Mateos El Infiernillo Mexico (b = 2.3-2.7) (Rueda-Jasso et al. 2013). Pertumbuhan allometrik negatif ini berkaitan dengan bentuk tubuh ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys) yang pipih dorso ventral. Tabel 5 Hubungan panjang berat ikan sapu-sapu di Sungai Ciliwung Lokasi A B C Musim Penghujan Kemarau Penghujan Kemarau Penghujan Kemarau W= aLb W = 90.18L0.241 W = 8E-05L2.619 W = 40.10L0.366 W = 0.259L1.187 W = 44.86L0.348 W = 0.000L2.226 Pola pertumbuhan Allometrik negatif Allometrik negatif Allometrik negatif Allometrik negatif Allometrik negatif Allometrik negatif Keterangan: A, B, C= mengacu pada Gambar 2, L= panjang total ikan (mm), W= berat ikan (g), a dan b= konstanta. Ikan sapu-sapu (P. pardalis) di Sungai Ciliwung memiliki laju pertumbuhan (K) 8.2 per tahun. Laju pertumbuhan tersebut hampir sama dengan spesies lain dalam satu jenis. Ikan sapu-sapu P. disjunctivus di Danau Volusia Blue Amerika Serikat memiliki laju pertumbuhan 10 per tahun dan diduga maksimal berumur 5.25 tahun (Gibbs et al. 2013). Spesies ini akan tumbuh maksimal selama 5 tahun kemudian mengalami kematian secara alami. Hasil berbeda dinyatakan Sumanasinghe dan Amarasinghe (2013) yang menyatakan laju pertumbuhan P. pardalis di Reservoir Pologolla Sri Lanka yaitu 0.3 per tahun dengan panjang maksimal 413 mm. Perbedaan karakter pertumbuhan ikan antar wilayah dipengaruhi oleh kelimpahan suplai pakan dan ketersediaan cukup ruang (Samat et al. 2008). Suwarni (2009) dan Sulistiyarto (2012) menambahkan kondisi lingkungan dan tingkat kematangan gonad juga mempengaruhi karakteristik pertumbuhan ikan. Faktor Kondisi Ikan Faktor kondisi merupakan salah satu aspek untuk mengetahui kesehatan ikan dilihat dari kemontokan ikan yang menggambarkan kepadatan organ-organ 16 fisiologis. Faktor kondisi ikan sapu-sapu (P. pardalis) di ketiga lokasi Sungai Ciliwung berkisar antara 0.631 hingga 1.278 (Tabel 6). Tabel 6 Faktor kondisi ikan sapu-sapu di Sungai Ciliwung L W Fk RataRataKisaran Kisaran rata rata Penghujan 4 151-456 343.0 8.2-652.4 386.5 0.63126 ± 0.27801 A Kemarau 35 165-470 326.4 66-740 505.8 0.93257 ± 0.33176 Penghujan 11 202-336 277.4 86.2-276.5 202.2 0.94019 ± 0.17353 B Kemarau 83 200-380 290.1 64-362 223.5 0.97557 ± 0.40767 Penghujan 4 198-266 259.1 75.1-167.2 194.7 0.93090 ± 0.03535 C Kemarau 46 75-335 167.6 8-333 65.8 1.27821 ± 0.74836 Keterangan: A, B, C= mengacu pada Gambar 2; N= jumlah individu ikan (ekor); L= panjang total ikan (mm); W= berat ikan (g); Fk= faktor kondisi. Lokasi Musim N Berdasarkan nilai faktor kondisi (Fk), diketahui ikan sapu-sapu (P. pardalis) di hilir Sungai Ciliwung jauh lebih baik dibandingkan dengan ikan di hulu. Ikan di hilir cenderung pendek tetapi gemuk. Sebaliknya, ikan sapu-sapu (P. pardalis) di hulu cenderung panjang tetapi kurus. Perbedaan kondisi ini dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya perubahan dan ketersediaan pakan, perubahan tingkah laku, kematangan gonad, dan kondisi lingkungan (Effendie 2002, Sulistiyarto 2012). Kondisi ikan sapu-sapu di hilir lebih gemuk dibandingkan ikan sapu-sapu di hulu. Semakin ke hilir ketersediaan pakan ikan tersebut semakin berlimpah karena tidak adanya banyak kompetitor seperti di hulu. Dilihat dari semakin tingginya konsentrasi logam berat (Cd, Hg, dan Pb) di hilir, kompetitor ikan sapu-sapu tidak mampu bertahan hidup di lingkungan tercemar seperti ikan sapu-sapu (Hossain et al. 2008). Ukuran ikan di hilir yang relatif lebih pendek dibandingkan di hulu mengindikasikan logam berat mempengaruhi pertumbuhan ikan sapu-sapu. Pertumbuhan ikan sapu-sapu di hilir terganggu oleh paparan logam berat sehingga tidak bisa memaksimalkan pertumbuhan panjang tubuhnya. Analisis dari kondisi lingkungan, perbedaan topografi antara bagian hulu dan hilir Sungai Ciliwung diduga juga mempengaruhi kondisi ikan sapu-sapu di kedua wilayah. Bagian hulu didominasi permukaan berbatu dengan ketinggian relatif curam menyebabkan terjadinya banyak riak sungai dan arus deras pada badan sungai. Hal ini tidak disukai ikan sapu-sapu, sebaliknya perairan berarus tenang lebih disukai ikan tersebut daripada badan perairan berarus deras (rheotactic behaviour). Blake et al. (2007) menyatakan terjadinya penurunan konsumsi oksigen Pterygoplichthys spp. sejalan dengan peningkatan kecepatan air. Perairan berarus tenang juga mempermudah ikan tersebut dalam memperoleh pakan, terlebih ikan sapu-sapu (P. pardalis) lebih menyukai jenis pakan diam daripada jenis pakan bergerak (Chaichana dan Jongphadungkiet 2012). Ikan di hulu relatif lebih kurus dibandingkan di hilir karena terbatasnya pakan akibat banyaknya kompetitor dan arus sungai yang deras. Kedua hal tersebut menyebabkan energi ikan sapu-sapu lebih banyak dihabiskan untuk melawan arus atau berpegangan pada bebatuan agar tidak terbawa arus. Kecepatan arus erat kaitannya dengan curah hujan. Curah hujan yang tinggi pada musim penghujan mengakibatkan meningkatnya kecepatan arus sungai. Hal 17 ini menyebabkan lebih kecilnya nilai faktor kondisi ikan pada musim penghujan dibandingkan musim kemarau diduga ada kaitanya dengan paparan logam berat. Sulistiyarto (2012) menyatakan faktor kondisi ikan saluang (Rasbora argyrotaenia Blkr) di Sungai Rungan Kalimantan Tengah pada musim kemarau lebih baik dibandingkan pada musim penghujan. Konsentrasi Hg di Sungai Ciliwung signifikan antar musim (p = 0.0093) dimana pada musim penghujan konsentrasinya jauh lebih tinggi. Turunnya nilai faktor kondisi pada musim penghujan dapat disebabkan adanya paparan Hg. Keracunan Hg menyebabkan gangguan neurologis, psikologis ikan, serta dapat merusak ginjal dan paru-paru (Jarup 2003). Analisis histologi ikan sapu-sapu pada penelitian ini juga menunjukkan kerusakan jaringan seperti nekrosis, atropi, hipertropi, dan haemorrhage pada insang dan hati. Kerusakan-kerusakan tersebut terjadi paling banyak di daerah hilir yang memiliki konsentrasi logam berat (Cd, Pb, dan Hg) paling tinggi, walaupun hanya Hg yang konsentrasinya pada musim penghujan lebih banyak daripada musim kemarau. 4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Rata-rata konsentrasi Cd, Hg, dan Pb ikan sapu-sapu berturut-turut 0.00035, 0.003707, dan 0.003216 µg/g. Konsentrasi total logam berat pada beberapa organ ikan sapu-sapu (P. pardalis) di Sungai Ciliwung signifikan antar organ maupun antar logam, tetapi tidak signifikan antar lokasi maupun antar musim. Insang ikan sapu-sapu mengalami kerusakan struktur serta plasma epitel lamella sekunder dan jaringan ikat, atropi, nekrosis, dan hipertropi. Kerusakan jaringan yang terjadi pada hati adalah haemorrhage, kerusakan struktur hepatosit, jaringan ikat, dan bile duct, atropi, nekrosis, dan hipertropi. Logam terdeposit pada jaringan ikat insang, hepatosit dan jaringan ikat hati. Ikan sapu-sapu memiliki pola pertumbuhan bersifat allometrik negatif (b = 0.241-2.679) dengan laju pertumbuhan 8.2 per tahun. Faktor kondisi ikan berkisar antara 0.631 hingga 1.278. Saran Terdeteksinya logam berat di Sungai Ciliwung menjadikan perlu diwaspadainya konsumsi ikan sapu-sapu terkait dampaknya terhadap kesehatan. Perlu adanya pemantauan secara terus-menerus dari pemerintah dan peran serta berbagai pihak untuk menjaga kelestarian ekosistem Sungai Ciliwung sehingga sumberdaya dan keanekaragaman hayati di perairan tersebut dapat terselamatkan. DAFTAR PUSTAKA Ahmed MS, Ahmed KS, Mehmood R, Ali H, Khan WA. 2012. Low dose effects of cadmium and lead on growth in fingerlings of a vegetarian fish, grass carp 18 (Ctenopharyngodon idella). The Journal of Animal & Plant Sciences. 22(4): 902-907. Akan JC, Mohmoud S, Yikala BS, Ogugbuaja VO. 2012. Bioaccumulation of some heavy metals in fish samples from river Benue in Vinikilang, Adamawa State, Nigeria. AJAC. 3: 727-736. Alfisyahrin NF. 2013. Distribusi logam berat timbal (Pb) dalam daging ikan sapusapu (Pterygoplichthys pardalis) di Sungai Ciliwung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Armbruster JW. 2004. Phylogenetic relationships of the suckermouth armoured catfishes (Loricariidae) with emphasis on the Hypostominae and the Ancistrinae. Zoological Journal of the Linnean Society. 141: 1-80. Armbruster JW, Page LM. 2006. Redescription of Pterygoplichthys punctatus and description of a new species of Pterygoplichthys (Siluriformes: Loricariidae). Neotropical Ichthyology. 4(4): 401-409. Baba H, Tsuneyama K, Yazaki M, Nagata K, Minamisaka T, Tsuda T, Nomoto K, Hayashi S, Miwa S, Nakajima T, Nakanishi Y, Aoshima K, Imura J. 2013. The liver in itai-itai disease (chronic cadmium poisoning): pathological features and metallothionein expression. Modern Pathology. 26: 1228-1234. Bernet D, Schmidt H, Meier W, Burkhardt-Holm P, Wahli T. 1999. Histopathology in fish: proposal for a protocol to assess aquatic pollution. Journal of Fish Diseases. 22: 25-34. Blake RW, Kwok PYL, Chan KHS. 2007. The energetics of rheotactic behaviour in Pterygoplichthys spp. (Telesotei: Loricariidae). Journal of Fish Biology. 71: 623-627. BMKG [Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika]. 2015. Data Curah Hujan Agustus 2013 hingga Juli 2014. Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika Pusat. Camargo MMP, Martinez CBR. 2007. Histopathology of gills, kidney and liver of a Neotropical fish caged in an urban stream. Neotropical Ichthyology. 5(3): 327-336. Chaichana R, Jongphadungkiet S. 2012. Assessment of the invasive catfish Pterygoplichthys pardalis (Castelnau, 1855) in Thailand: Ecological impacts and biological control alternatives. Tropical Zoology. 25(4): 173-182. Chang S, Zdanowicz VS, Murchelano RA. 1998. Associations between liver lesions in winter flounder (Pleuronectes americanus) and sediment chemical contaminants from north-east United States estuaries. ICES Journal of Marine Science. 55: 954–969. Clesceri LS, Greenberg AE, Eaton AD, Franson MAH (editor). 1999. Standard Method for The Examination of Water and Waste water, 20th Edition. American Public Health Association, American Water Works Association, Water Environment Federation, Washington. 541p. Dhika LR. 2013. Kandungan logam berat kadmium (Cd) dalam daging ikan sapusapu (Pterygoplichthys pardalis) di Sungai Ciliwung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ebrahimi M, Taherianfard M. 2011. The effects of heavy metals exposure on reproductive systems of cyprinid fish from Kor River. Iranian Journal of Fisheries Sciences. 10(1): 13-24. Effendie MI. 2002. Biologi perikanan. Bogor (ID): Yayasan Pustaka Nusantara. 19 Emere MC, Dibal DM. 2013. Metal accumulation in some tissues/organs of a fresh water fish (Clarias gariepinus) from some polluted zones of River Kaduna. Journal of Biology, Agriculture and Healthcare. 3(1):112-118. Eneji IS, ‘Ato RS, Annune PA. 2011. Bioaccumulation of heavy metals in fish (Tilapia zilli and Clarias gariepinus) organs from River Benue, North-Central Nigeria. Pak J Anal Environ Chem. 12(2): 25-31. Forstner U, Wittmann GTW. 1983. Toxic Metal (pp. 3-68). Di dalam Fortsner U, Wittmann GTW, editor. Metal Pollution in Aquatic Environment. Jerman (DE): Springer Verlag. Gaur VK, Gupta SK, Pandev SD, Gopal K, Misra V. 2005. Distribution of heavy metal in sediment and water of River Gomti. Enviromental Monitoring Asessment. 102: 419-433. Genten F, Terwinghe E, Danguy A. 2009. Atlas of Fish Histology. Enfield (US): Science Publishers. Gibbs MA, Kurth BN, Bridges CD. 2013. Age and growth of the loricariid catfish Pterygoplichthys disjunctivus in Volusia Blue Spring. Florida Aquatic Invasions 8(2): 207–218. Hachiya N. 2006. The history and present of the Minamata disease: entering the second half a century. JMAJ. 49(3): 112-118. Hadiaty RK. 2011. Diversitas dan hilangnya jenis-jenis ikan di Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane. Berita Biologi. 10(4): 491-504. Hardi. 2013. Analisis kandungan logam berat merkuri (Hg) pada daging ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys pardalis) di Sungai Ciliwung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hendrawan D. 2008. Kualitas air Sungai Ciliwung ditinjau dari parameter minyak dan lemak. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 2: 85-93. Hopkins BC, Willson JD, Hopkins WA. 2013. Mercury exposure is associated with negative effects on turtle reproduction. Environ Sci Technol. 47(5): 241622. Hossain MY, Rahman MM, Ahmed ZF, Ohtomi J, Islam ABMS. 2008. First record of the South American sailfin catfish Pterygoplichthys multiradiatus in Bangladesh. J Appl Ichthyol. 24: 718-720. Hou D, Jiang H, Changwei L, Limin R, Qingyun F, Jinghua W, Zhilei X. 2013. Distribution characteristics and potential ecological risk assessment of heavy metal (Cu, Pb,Zn, Cd) in water and sediment from lake Dalinouer, China. Ecotoxicologycal and Enviromental Safety. 93: 135-144 Istanti I. 2005. Pegaruh lama penyimpanan terhadap karakteristik kerupuk ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) [skipsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Jarup L. 2003. Hazards of heavy metal contamination. British Medical Bulletin, 68 (1): 167-182. Jezierska B, Witeska M. 2006. The metal uptake and accumulation in fish living in polluted waters. Di dalam: Twardowska I, Allen HE, Haggblom MH, editor. Soil and Water Pollution Monitoring, Protection, and Remediation. NATO Advanced Research Workshop; 2005 27 Jun-1 Jul; Krakow, Polandia. Belanda (ND): Springer. hlm 107-114. Kaoud HA, El-Dahshan AR. 2010. Bioaccumulation and histopathological alterations of the heavy metals in Oreochromis niloticus fish. Nature and Science. 8:147-156. 20 Khoshnood Z, Khoshnood R, Mokhlesi A, Ehsanpour M, Afkhami M , Khazaali A. 2012. Determination of Cd, Pb, Hg, Cu, Fe, Mn, Al, As, Ni and Zn in important commercial fish species in northern of Persian Gulf. Journal of Cell and Animal Biology. 6(1): 1-9. Kiernan JA. 1990. Histological and Histochemical Method: Theory and Practice. 2nd Edition. London (GB): Pergamon Press. Kotellat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoatmodjo S. 1993. Freshwater fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Hongkong (HK): Periplus Edition. Lestari, Edward. 2004. Dampak pencemaran logam berat terhadap kualitas air laut dan sumberdaya perikanan (Studi kasus kematian massal ikan-ikan di Teluk Jakarta). Makara Sains. 8(2): 52-58. Martinez CBR, Nagae MY, Zaia CTBV, Zaia DAM. 2004. Acute morphological and physiological effects of lead in the Neotropical fish Prochilodus lineatus. Braz J Biol. 64:797-807. Muhajir, Edward, Ahmad F. 2004. Akumulasi logam berat Pb, Cd, Cu, Zn, dan Cr dalam sedimen di muara Sungai Cisadane, Ciliwung, dan Citarum, Teluk Jakarta. Jurnal Sorihi. 3(1): 83-98. Nirmala K, Hastuti YP, Yuniar V. 2012. Toksisitas merkuri (Hg) dan tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan, gambaran darah, dan kerusakan organ pada ikan nila Oreochromis niloticus. Jurnal Akuakultur Indonesia. 11(1): 38-48. Nurjanah. 2005. Pengaruh penambahan bahan pengikat terhadap karakteristik fisik otak-otak ikan sapu-sapu (Liposarcus pardalis). Buletin Teknologi Hasil Perikanan. 8: 1-11. Poleksic V, Lenhardt M, Jaric I, Djordjevic D, Gacic Z, Cvijanovic G, Raskovic B. 2009. Liver, gills, and skin histopathology and heavy metal content of the Danube sterlet (Acipenser ruthenus Linnaeus, 1758). Putri DE. 2001. Pengaruh pamanasan pada penanganan ikan sapu-sapu (Hypostomus sp.) terhadap mutu fisik bakso ikan yang dihasilkan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Riani E. 2012. Perubahan iklim dan kehidupan biota akuatik (Dampak pada bioakumulasi bahan berbahaya dan beracun & reproduksi). Bogor (ID): IPB Press. Rueda-Jasso RA, Campos-Mendoza A, Arreguín-Sánchez F, Díaz-Pardo E, Martínez-Palacios CA. 2013. The biological and reproductive parameters of the invasive armored catfish Pterygoplichthys disjunctivus from Adolfo López Mateos El Infiernillo Reservoir, Michoacán-Guerrero, Mexico. Revista Mexicana de Biodiversidad. 84: 318-326. Samat A, Shukor MN, Mazlan AG, Fatimah MY. 2008. Length-weight relationship and condition factor of Pterygoplichthys pardalis (Pisces: Loricariidae) in Malaysia Peninsula. Res J Fish & Hydrobiol. 3(2): 48-53. Santos TCA, Gomes V, Passos MJAC, Rocha AJS, Salaroli RB, Ngan PV. 2011. Histopathological alterations in gills of juvenile Florida pompano Trachinotus carolinus (Perciformes, Carangidae) following sublethal acute and chronic exposure to naphthalene. Pan-American Journal of Aquatic Sciences. 6(2):109120. 21 Siahaan DH. 2003. Toksisitas logam berat Pb terhadap Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) pada berbagai tingkat salinitas [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. SNI [Standar Nasional Indonesia]. 1991. Metode Pengambilan Contoh Kualitas Air. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional. SNI [Standar Nasional Indonesia]. 2011. Cara Uji Kimia-Bagian 5: Penentuan Kadar Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Produk Perikanan. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional. Soegianto A, Primarastri NA, Winarni D. 2004. Pengaruh pemberian kadmium terhadap tingkat kelangsungan hidup dan kerusakan struktur insang dan hepatopankreas pada udang regang (Macrobrachiurn sintangense, de Man). Berk Penel Hayati. 10:59-66. Soewandita H, Sudiana N. 2010. Studi dinamika kualitas air DAS Ciliwung. JAI. 6(1): 24-33. Sulistiyarto B. 2012. Hubungan panjang berat, faktor kondisi, dan komposisi makanan ikan saluang (Rasbora argyrotaenia Blkr) di dataran banjir Sungai Rungan, Kalimantan Tengah. Jurnal Ilmu Hewani Tropika. 1(2): 62-66. Sumanasinghe HPW, Amarasinghe UA. 2013. Population dynamics ofaccidentally introduced Amazon sailfin catfish, Pterygoplichthys pardalis (Siluriformes, Loricariidae) in Pologolla reservoir Sri Lanka. Sri Lanka J Aquat Sci. 18: 37-45. Susanto B, Krisdianto, Nur HS. 2009. Kajian kualitas air sungai yang melewati Kecamatan Gambut dan Aluh Aluh Kalimantan Selatan. Bioscientiae. 6: 40-50. Suwarni. 2009. Hubungan panjang-bobot dan faktor kondisi ikan butana Acanthurus mata (Cuvier, 1829) yang tertangkap di sekitar perairan pantai Desa Mattiro Deceng, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan. Torani. 19(3): 160-165. Tarigan SA. 2004. Pemanfaatan ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) sebagai usaha peningkatan nilai tambah produk simping Purwakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Trisnawati R. 2007. Pemanfaatan surimi ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) dalam pembuatan empek-empek [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tunjungsari RM. 2007. Pemanfaatan ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) dalam pembuatan keripik ikan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Varol M, Sen B. 2012. Asessment of nutrient and heavy metal contamination in surface water and sediment of the upper Tigris River, Turkey. Catena. 92:1-10. Wowor D. 2010. Studi biota perairan dan herpetofauna di daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung dan Cisadane: kajian hilangnya keanekaragaman hayati [laporan penelitian]. Bogor (ID): Puslit Biologi LIPI. Yasuda M, Yustiawati, Syawal MS, Sikder MT, Hosokawa T, Saito T, Tanaka S, Kurasaki M. 2011. Metal concentration of river water and sediments in West Java, Indonesia. Bull Environ Contam Toxicol. 87: 669-673. Yudo S. 2006. Kondisi pencemaran logam berat di perairan sungai DKI Jakarta. JAI. 2(1): 1-15. 22 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Yuang Dinni Aksari, S.Pd. Penulis dilahirkan di Ponorogo pada 2 April 1990, merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Teguh, S.Pd dan Ibu Sri Wuryani, S.Pd. Penulis menyelesaikan studi S1 pada program studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tahun 2012. Penulis melanjutkan jenjang pendidikan S2 pada program studi Biosains Hewan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2012 melalui program Beasiswa Unggulan (BU) DIKTI. Selama studi, penulis aktif dalam kegiatan Paduan Suara Gitaswara Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (GSP IPB), dan pada tahun 2013 dipercaya menjadi Pimpinan GSP IPB periode 2013/2014.