KANDUNGAN LOGAM BERAT KADMIUM (Cd) DALAM DAGING

advertisement
 KANDUNGAN LOGAM BERAT KADMIUM (Cd) DALAM
DAGING IKAN SAPU-SAPU (Pterygoplichthys pardalis)
DI SUNGAI CILIWUNG
LODIAN RIYAN DHIKA
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kandungan Logam
Berat Kadmium (Cd) dalam Daging Ikan Sapu-sapu (Pterygoplichtys pardalis) di
Sungai Ciliwung” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Lodian Riyan Dhika
NRP C24080073
ABSTRAK
LODIAN RIYAN DHIKA. Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) dalam
Daging Ikan Sapu-sapu (Pterygoplichtys pardalis) di Sungai Ciliwung. Dibimbing
oleh M. MUKHLIS KAMAL dan ETTY RIANI
Sungai Ciliwung dewasa ini merupakan habitat bagi jenis ikan sapu-sapu.
Ikan sapu-sapu tersebut bukanlah ikan asli dari Sungai Ciliwung melainkan ikan
asli dari Amerika Selatan. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui
konsentrasi logam berat kadmium (Cd) pada daging ikan sapu-sapu di Sungai
Ciliwung. Ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys pardalis) dikumpulkan menggunakan
jaring dari lokasi Bogor, Depok dan Jakarta. Kandungan Cd dianalisis dari daging
ikan dengan menggunakan metode spektrofotometrik serapan atom (SSA).
Hasilnya akan dibandingkan dengan nilai baku mutu yang telah dikeluarkan oleh
pemerintah, sehingga didapatkan informasi batas aman mengkonsumsi daging
ikan sapu-sapu menurut parameter logam Cd. Data pendukung tentang logam
berat Cd diperoleh dari kandungan Cd dalam sedimen dan air. Hasil penelitian
diperoleh bahwa kandungan Cd dalam daging ikan sapu-sapu <0.005 ppm. Hasil
analisis sedimen menunjukkan nilai konsentrasi Cd yang sama yaitu <0.005 ppm.
Adapun data di lingkungan perairan menunjukkan konsentrasi <0.001 ppm.
Banyaknya jenis makanan seperti otak-otak, siomay, serta bakso membuat
beberapa orang memanfaatkan daging ikan sapu-sapu sebagai bahan bakunya.
Hasil data tersebut menunjukkan bahwa nilai kandungan logam Cd pada daging
ikan sapu-sapu berada dibawah baku mutu yang telah ditetapkan oleh Badan
Standarisasi Nasional, sehingga layak untuk dikonsumsi menurut parameter
logam Cd.
Kata kunci: Sungai Ciliwung, ikan sapu-sapu, logam kadmium (Cd), batas aman
konsumsi
ABSTRACT
LODIAN RIYAN DHIKA. Concentration of Heavy Metal Cadmium (Cd) on
Suckermouth Catfish’s flesh (Pterygoplichtys pardalis) in Ciliwung River.
Supervised by M. MUKHLIS KAMAL and ETTY RIANI.
Ciliwung River has become a suitable habitat for catfishes nowadays. Those
fishes are not endemic to the area, however, but an alien species which come from
South America. This research was conducted in order to find out the cadmium
(Cd) lead concentration inside the fish’s flesh from this particular river. The
samples of Catfish (Pterygoplichthys pardalis) are gathered from various points,
namely Bogor, Depok and Jakarta, using net in the process.The Cadmium (Cd)
concentration were then analyzed using Atomic Absorption Spectrophotometric
method (AAS). The results were compared with the normal content level which
issued by the government, therefore the information on the fish’s cadmium (Cd)
concentration level from the Ciliwung River could be revealed. The supporting
data (cadmium from sediment and water) was also obtained. The result from this
experiment shows that the cadmium concentration level of the fish was <0.005
ppm. The Cadmium level of the sediment was also bear the same result, whereas
the water contains <0.001 ppm Cadmium level. The normal content level is 0.01
ppm, therefore the results were above expectations.The fish is widely used as a
raw materials for food such as meatballs, otak-otak and siomay. The conclusion is
that the fish from this river is safe to be consumed because the cadmium (Cd)
level is well below the normal content level.
Key Words : Ciliwung river, suckermouth fish, cadmium (Cd), normal content
level by goverment
KANDUNGAN LOGAM BERAT KADMIUM (Cd) DALAM
DAGING IKAN SAPU-SAPU (Pterygoplichthys pardalis)
DI SUNGAI CILIWUNG
LODIAN RIYAN DHIKA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) dalam Daging Ikan
Sapu-sapu (Pterygoplichthys pardalis) di Sungai Ciliwung
Nama
: Lodian Riyan Dhika
NIM
: C24080073
Disetujui oleh
Dr Ir M. Mukhlis Kamal, MSc
Pembimbing I
Dr Ir Etty Riani, MS
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: 25 Mei 2013
PRAKATA
Segala puji serta syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan Rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Logam Berat Kadmium (Cd)
dalam Daging Ikan Sapu-sapu (Pterygoplichtys pardalis) di Sungai Ciliwung”
yang dilaksanakan pada bulan September hingga Desember 2012. Skripsi ini
penulis susun merupakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Mukhlis Kamal,
MSc dan Ibu Dr Ir Etty Riani, MS selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, dana, saran dan kritiknya dalam penyelsaian skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua beserta
keluarga besar yang telah memberikan dukungan dan doa; Tim “Sapu-Sapu” yang
telah banyak membantu dalam penelitian; Ayha, Alfa, Echa, Puspa, Pinki,
Pion,serta teman-teman MSP 45 yang telah memberikan dukungannya selama
kuliah hingga selesainya penelitian ini dan pihak lain yang telah mendukung baik
moril maupun materil demi terselesaikannya skripsi ini.
Segala bentuk kritik, masukan dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan untuk menjadi lebih baik.
Bogor, Mei 2013
Lodian Riyan Dhika
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
METODELOGI PENELITIAN
2
Waktu dan Tempat Penelitian
2
Prosedur Kerja
2
Analisis Contoh di Laboratorium
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Konsentrasi Logam Cd
5
Perairan Lokasi Penelitian
7
Hasil Tangkapan di Lokasi Penelitian
9
Batas Aman Konsumsi
10
Pengelolaan Resiko
11
KESIMPULAN DAN SARAN
11
DAFTAR PUSTAKA
12
LAMPIRAN
15
RIWAYAT HIDUP
16
DAFTAR TABEL
1. Kandungan logam Cd pada daging bulan September 2012
2. Kandungan logam Cd pada daging bulan Oktober 2012
3. Kandungan Logam Cd pada daging bulan November 2012
4. Kandungan logam Cd pada sedimen bulan Oktober 2012
5
5
6
7
DAFTAR GAMBAR
1. Peta lokasi pengambilan contoh ikan sapu-sapu
2. Kondisi sungai di lokasi Bogor (kiri), citra satelit (kanan)
3. Kondisi sungai di lokasi Depok (kiri), citra satelit (kanan)
4. Kondisi sungai di lokasi DKI Jakarta (kiri), citra satelit (kanan)
5. Ikan sapu-sapu Pterygoplichthys pardalis (Castelnau 1855)
3
8
8
9
10
DAFTAR LAMPIRAN
1. Perhitungan selang kelas (penentuan ukuran kecil, sedang dan besar)
2. Contoh perhitungan kandungan logam berat Cd
15
15
PENDAHULUAN
Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai besar yang melintasi Kota
Bogor, Kota Depok, dan DKI Jakarta. Sungai ini mempunyai hulu di daerah Tugu
Puncak dan bermuara di Teluk Jakarta dengan panjang sekitar 117 km dari hulu
hingga hilirnya dan luas mencapai 387 km2 (Hendrayanto 2008). Keberadaan
sungai dimanfaatkan oleh banyak orang untuk keperluan rumah tangga seperti
mencuci, mandi dan membuang limbah. Keperluan lain seperti kegiatan industri,
perternakan dan pertanian juga memanfaatkan sungai (KLH 2011). Pusat Sarana
Pengendalian Dampak Lingkungan tahun 2011 menyatakan bahwa DAS Ciliwung
telah mengalami pencemaran. Hasil limbah buangan industri dapat larut sebagian
menjadi koloidal dan sisanya akan mengendap di dasar aliran sungai
(Wardhatama 2004 in Darmono 2006).
Menurut Hadiaty (2011), terdapat 20 spesies ikan yang ditemukan di Sungai
Ciliwung pada tahun 2009. Jumlah tersebut sangat sedikit dibandingkan dengan
spesies yang ada sebelumnya pada tahun 1910-an yaitu sebanyak 187 species
(Weber dan de Beaufort 1913; 1916; 1921; 1922; 1929; 1931; 1936 in Hadiaty
2011). Sebanyak 20 spesies yang ditemukan, 5 spesies diantaranya merupakan
ikan introduksi dan salah satunya adalah ikan sapu-sapu (Pterygoplichtys
pardalis). Menurut Ploeg (2008), ikan sapu-sapu dapat beradaptasi dengan baik
terhadap lingkungan buruk sehingga ini akan membuat ikan tersebut menjadi
dominan di wilayah tropis. Sisik yang cukup tebal dan keras pada ikan membuat
predator sulit untuk memangsa selain itu, ikan sapu-sapu juga memiliki alat
pernapasan tambahan dalam tubuhnya (Cuvier et al. 1840 in Graham 1997). Ikan
sapu-sapu merupakan ikan introduksi dan diduga masuk ke perairan tawar
Indonesia melalui para hobies dari habitat asalnya di Amerika Selatan (Courtenay
et al. 1974 in Pound et al. 2010). Ikan sapu-sapu yang telah mendominasi di
Sungai Ciliwung dimanfaatkan oleh pedagang atau penjual makanan olahan saat
ini untuk dijadikan sebagai bahan baku produksinya (Majalah Sekar 2011). Selain
itu, telah banyaknya hasil penelitian tentang ikan sapu-sapu sebagai bahan baku
produk makanan olahan seperti otak-otak (Surnesih 2000), empek-empek
(Trisnawati 2007), dan keripik ikan (Nurilmala et al. 2007) membuat ikan sapusapu memiliki nilai ekonomis.
Penggunaan kadmium dalam industri berkembang pesat padatahun 19601990 (Alloway 1995). Limbah kadmium (Cd) yang berada pada perairan berasal
dari limbah yang dibuang hasil dari industru besi dan baja, industri pembuatan
baterai, industri kertas, industri porselen dan pupuk pertanian yang menggunakan
kadmium sebagai komposisi bahan pembentuknya (Darmono 2006). Selain itu,
industri cat, Percetakan, dan tekstil juga membuang limbah Cd (Djanarto 1992 in
Roosmini 2006). Menurut hasil penelitian pada ikan sapu-sapu di Sungai
Ciliwung pada tahun 2006, bahwa kadar logam Cd pada daging ikan ini masih
berada di bawah standar maksimum yang telah ditetapkan oleh pemerintah
(Ratmini 2009). Hal ini didukung oleh data menurut hasil dari BPLHD DKI
Jakarta (2011), bahwa pencemaran logam Cd di Sungai Ciliwung tidak terdeteksi
atau masih berada dibawah baku mutu. Sumber Cd yang masuk ke perairan secara
berlebihan akan terakumulasi di dalam tubuh biota. Akibat dari akumulasi tersebut
akan menyebabkan karsinogen, gagal ginjal, dan otot lemah (Ratmini 2009).
2 Selain itu, penyakit berbahaya seperti “itai-itai” akibat dari mengkonsumsi bahan
makanan yang telah tercemar logam Cd akan timbul (Darmono 2006) dan
penyakit osteoporosis di Belgia dan Cina (Sarkar 2002). Oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian kandungan logam berat terhadap daging ikan sapu-sapu yang
berasal dari Sungai Ciliwung.
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui konsentrasi logam
berat Cd pada daging ikan sapu-sapu di Sungai Ciliwung saat ini. Hasil penelitian
akan dibandingkan dengan nilai baku mutu yang telah dikeluarkan oleh
pemerintah untuk mengetahui batas aman mengkonsumsi daging ikan sapu-sapu.
Hasil tersebut dapat menginformasikan kepada masyarakat apakah daging ikan
sapu-sapu masih layak untuk dikonsumsi atau tidak menurut parameter logam Cd.
METODELOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan contoh dilakukan selama bulan September – Desember 2012
dengan interval 1 bulan pada tiga lokasi yaitu Bogor (hulu), Depok (tengah), dan
Jakarta (hilir). Pengambilan contoh bulan November, lokasi Jakarta tidak
dilakukan karena air sungai yang meluap akibat curah hujan yang tinggi sehingga
pengambilan dilakukan pada bulan Desember. Pembedahan dan pengambilan
contoh daging ikan dilakukan di Laboratorium Biologi Makro (BIMA) I, FPIKIPB. Analisis hasil pengambilan contoh dibulan pertama pada daging ikan
dilakukan di Laboratorium FMIPA Bersama, IPB-Bogor dan Laboratorium
Produktivitas Lingkungan Perairan FPIK-IPB. Analisis hasil pengambilan contoh
bulan kedua dan ketiga dilakukan di Laboratorium Teknologi Industri Pertanian
IPB-Bogor.
Prosedur Kerja
Penentuan Lokasi Pengamatan
Penentuan lokasi berdasarkan pembagian sungai yang mewakili hulu,
tengah dan hilir. Pada bagian hulu Sungai Ciliwung dilakukan pengamatan di
lokasi Bogor yang terletak di Kebun Raya Bogor (KRB) bagian hulu sungai
dengan koordinat lokasi T 106˚48’5.41” dan S 6˚36’3.86”. Selanjutnya bagian
tengah Sungai Ciliwung dilakukan pengamatan di lokasi Depok yang terletak di
bagian utara dari jalan Ir. H. Juanda dengan koordinat lokasi T 106˚50’19.5” dan
S 6˚22’33.27”. Pada bagian hilir Sungai Ciliwung dilakukan pengambilan contoh
di jalan Gunuk, Jakarta Selatan dengan koordinat lokasi T 106˚51’0.77” dan
S 6˚17’33.15”. Pemilihan lokasi seperti ini mengasumsikan bahwa tingkat
pencemaran dari hulu ke hilir berbeda.
Pengambilan Contoh dan Penanganan
Ikan sapu-sapu ditangkap dengan jala lempar yang bermata jaring 2 inci.
Hal ini dimaksudkan agar ukuran ikan yang tertangkap bervariasi. Ikan yang
3
tertangkap dalam keadaan hidup dimasukkan ke dalam wadah dan diberi label.
Kemudian dilakukan pembedahan ikan di laboratorium. Apabila waktu
pembedahan tidak mencukupi maka ikan dimasukkan kedalam freezer agar tetap
terjaga kualitas daging ikan. Ikan yang sudah dikeluarkan dari freezer direndam
dalam air agar es yang menempel pada tubuh ikan mencair sehingga memudahkan
untuk dilakukan pengukuran. Panjang ikan diukur dengan menggunakan
penggaris dengan nilai skala terkecil (NST) 1 mm, dan ditimbang beratnya dengan
menggunakan timbangan dengan NST 10 gram. Setiap ikan yang sudah ditimbang
dan diukur kemudian dicatat untuk pendataan. Data panjang ikan digunakan untuk
menentukan ukuran kelas panjang sehingga dapat mengelompokkan ikan kedalam
ukuran besar, sedang dan kecil.
Pengambilan sedimen di dasar Sungai Ciliwung dilakukan secara manual.
Setelah itu sedimen dimasukkan kedalam plastik dan diberi keterangan untuk
pendataan, kemudian dibawa ke laboratorium untuk dilakukan analisis.
Wawancara dengan penduduk sekitar lokasi pengambilan dilakukan untuk
memperkuat fakta di lapangan. Selain aktivitas di lapangan dan laboratorium,
dilakukan pula pengambilan data sekunder dengan mengunduh di beberapa
halaman website dari beberapa instasi pemerintah dan beberapa jurnal baik
domestik maupun internasional yang telah dipublikasikan. Gambar 1 merupakan
peta lokasi yang dilakukan selama penelitian berlangsung.
Gambar 1. Peta lokasi pengambilan contoh ikan sapu-sapu
(keterangan : 1.DKI Jakarta, 2.Depok, dan 3.Bogor)
Analisis Contoh di Laboratorium
Kelompok ukuran ikan didapat dengan menggunakan sebaran frekuensi
panjang. Tiga ekor sampel dari kelompok ukuran besar, sedang dan kecil yang
4 diperoleh dari setiap pengambilan contoh dianalisis logam berat Cd. Bagian organ
yang diambil adalah daging yang terletak pada punggung ikan sebanyak 5 gram
dari setiap ekor ikan. Bagian yang sudah terambil kemudian dipindahkan ke
dalam botol berlabel kemudian dimasukkan ke dalam freezer untuk dilakukan
proses analisis logam berat. Metode yang dilakukan untuk menganalisis logam
berat menggunakan alat spektrofotometrik serapan atom (SSA) sesuai dengan
Hukum Lambert-Beer. Hukum ini menjelaskan bahwa semua sinar yang telah
diserap akan berbanding lurus dengan banyaknya kadar unsur zat pada logam
berat, sehingga akan didapatkan konsentrasi logam berat dengan perhitungan
formula:
Keterangan :
D
: konsentrasi contoh μg/L dari hasil pembacaan SSA
E
: konsentrasi blanko contoh μg/L dari hasil pembacaan SSA
Fp
: faktor pengenceran
V
: volume akhir larutan contoh yang disiapkan (ml)
W
: berat contoh (g)
Cara uji Logam berat kadmium dilakukan sesuai dengan SNI 2354.5.2 2011
yang dilakukan di laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan dan di
Laboratorium FMIPA Bersama. Ikan yang telah dibedah kemudian diambil
dagingnya sebanyak 5 gram. Oven selama 1 jam untuk menghilangkan kadar
airnya. Proses selanjutnya adalah pengabuan sampel dengan tanur bersuhu 500 ˚C.
Setelah itu dinginkan 1-2 menit dan tambahkan HNO3 sebanyak 10 ml. Panaskan
dengan hotplate hingga asap kuning menghilang. Setelah itu dinginkan 1-2 menit
dan tambahkan H2O2 sebanyak 10 ml serta panaskan kembali dengan hotplate.
Berikutnya tambahkan 100 ml aquades dan saring hasil penambahan tersebut
menggunakan kertas saring 42 mm. Selanjutnya analisis sampel menggunakan
alat AAS dengan panjang gelombang 233.3 nm (SNI 2011).
Beberapa contoh daging lainnya dilakukan analisis menggunakan acuan
metode APHA (American Public Health Association) di laboratorium Teknologi
Hasil Pertanian-IPB. Ikan yang telah dibedah kemudian diambil dagingnya
sebanyak 5 gram. Setelah itu tambahkan HNO3 sebanyak 10 ml. Tambahkan
kembali apabila sampel belum larut hingga larut sempurna. Kemudian panaskan
dengan hotplate hingga asap kuning menghilang. Setelah itu dinginkan 1-2 menit
dan tambahkan H2O2 sebanyak 10 ml serta panaskan kembali dengan hotplate.
Berikutnya tambahkan 100 ml aquades dan saring hasil penambahan tersebut
menggunakan kertas saring 42 mm. Selanjutnya analisis sampel menggunakan
alat AAS dengan panjang gelombang 233.3 nm. Adanya pembatasan
mengkonsumsi makanan yang mengandung logam berat khususnya Cd perlu
dilakukan untuk meminimalkan dampak yang akan ditimbulkan seperti keracunan.
Badan Standardisasi Nasional (BSN) menetapkan kandungan logam Cd yang
diperbolehkan dalam daging ikan yang dikonsumsi sebanyak 0.1 mg/kg yang
tercantum dalam SNI 7387:2009 serta provisional tolerable weekly intake (PTWI)
sebesar 0.007 mg/kg berat badan.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsentrasi Logam Cd
Logam Cd biasa ditemukan dalam industri yang menggunakan bahan
pembuatan Ni-Cd baterai, pelapis logam, plastik (SNI 2009). Selain itu, beberapa
bentuk kadmium banyak digunakan dalam industri yang memproduksi pestisida,
proses pigmentasi industri gelas, dan cat (Darmono 2006). Limbah dari sumber
tersebut kemudian masuk ke perairan melalui saluran pembuangan. Besar
kecilnya akumulasi logam Cd di perairan yg masuk kejaringan hewan dipengaruhi
oleh temperatur (Mubiana dan Blust 2007 in Riani 2012), sehingga peningkatan
temperatur mendorong terjadinya akumulasi yang relatif lebih tinggi. Pemanasan
global yang mengakibatkan suhu di perairan meningkat akan mempengaruhi
bioakumulasi B3 (Riani 2012). Selain itu, kadmium dapat mudah terabsorpsi ke
dalam tubuh pada kondisi asam lemah (SNI 2009).
Konsentrasi Cd dalam Daging Ikan Sapu-Sapu
Bioakumulasi logam berat terhadap jaringan tubuh ikan terbesar hingga
terkecil jumlahnya secara berurutan terdapat pada hati, ginjal, insang dan daging
(Darmono 2006). Perairan tawar yang tidak terkontaminasi memiliki kadar Cd
sebesar 0.01-0.05 µg Cd/L (FAO 1977). Menurut EC (2006), Kandungan Cd pada
daging ikan yang diperbolehkan tidak lebih dari 0.050 mg/kg wet weight. Tabel 1,
Tabel 2, dan Tabel 3 merupakan hasil data kandungan Cd pada daging ikan sapusapu selama pengambilan contoh di tiga lokasi yang berbeda.
Tabel 1. Kandungan logam Cd pada daging bulan September 2012
Sampel
Ke1
2
3
4
5
6
Bogor
Hasil
Panjang
analisis
ikan
(mg/kg)
(cm)
< 0.005
42
< 0.005
38
< 0.005
41
< 0.005
54
< 0.005
56.5
< 0.005
50
Bobot
ikan
(g)
625
425
525
1390
1510
1200
Depok
Hasil Panjang
analisis
ikan
(mg/kg)
(cm)
< 0.005
29
< 0.005
31
< 0.005
31.6
< 0.005
35
< 0.005
38
< 0.005
38
Bobot
ikan
(g)
175
175
225
450
454
425
Hasil
analisis
(mg/kg)
< 0.005
< 0.005
< 0.005
< 0.005
< 0.005
< 0.005
Jakarta
Panjang Bobot
ikan
ikan
(cm)
(g)
99
24.5
64
22
70
20.9
340
31
310
32
280
33
Tabel 2. Kandungan logam Cd pada daging bulan Oktober 2012
Sampel
ke1
2
3
4
5
6
Bogor
Hasil
Panjang
analisis
ikan
(mg/kg)
(cm)
< 0.005
41
< 0.005
41
< 0.005
44
< 0.005
49
< 0.005
48
< 0.005
55
Bobot
ikan
(g)
740
720
750
1040
860
1490
Hasil
analisis
(mg/kg)
< 0.005
< 0.005
< 0.005
< 0.005
< 0.005
Depok
Panjang
ikan
(cm)
27
27.5
35.5
36
31.8
Bobot
ikan
(g)
140
160
250
500
230
Hasil
analisis
(mg/kg)
< 0.005
< 0.005
< 0.005
< 0.005
< 0.005
< 0.005
Jakarta
Panjang Bobot
ikan
ikan
(cm)
(g)
22
110
23.5
110
23
105
36
320
38.5
420
32.8
260
6 Tabel 3. Kandungan logam Cd pada daging bulan November 2012
Sampel
ke1
2
3
4
5
6
Bobot
ikan
(g)
< 0.005
< 0.005
< 0.005
< 0.005
< 0.005
< 0.005
Bogor
Panjang Hasil
ikan analisis
(cm) (mg/kg)
42
660
44
810
43.5
800
48.5
400
45
790
45
730
Depok
Jakarta
Bobot Panjang
Hasil
Bobot Panjang
Hasil
ikan
ikan
analisis
ikan
ikan
Analisis
(g)
(cm)
(mg/kg)
(g)
(cm)
(mg/kg)
< 0.005
26
175
< 0.005
24
100
< 0.005
27.5
140
< 0.005
23
80
< 0.005
35
325
< 0.005
23
100
< 0.005
36
450
< 0.005
31.5
160
< 0.005
34
250
< 0.005
28.5
120
Pada hasil analisis laboratorium terhadap logam berat Cd pada daging ikan
sapu-sapu (Pterygoplichthys pardalis) di Sungai Ciliwung, menunjukkan angka
<0.005 mg/L pada setiap data contoh sampel yang diambil serta dapat dikatakan
layak dikonsumsi menurut parameter Cd. Hasil tersebut didapat karena alat SSA
yang digunakan memiliki kisaran perhitungan kadar 0.005-2.0 mg/L pada logam
Cd dan kandungan Cd di Sungai Ciliwung diduga sangat kecil konsetrasinya.
Selain itu, akumulasi dalam jaringan berbeda-beda walaupun dosis masukan
kedalam tubuh sama dan faktor lingkungan, seperti: suhu air, kadar garam, pH
serta bentuk senyawa yang terlarut mempengaruhi angka yang didapat dalam
pengujian. Hal ini didukung oleh data penelitian yang dilakukan oleh Ratmini
(2009), bahwa kandungan Cd pada daging ikan sapu-sapu di Sungai Ciliwung
<0.003 mg/L. Selain itu, menurut hasil data penelitian yang dilakukan oleh
Supriatno and Lelifajri (2009), menunjukkan bahwa kandungan logam Cd pada
ikan di kawasan Lambaro, Lamnyong dan Pantee Pirak berkisar 0.04-0.05 µg/kg
dan pada kerang 0.01-0.04 µg/kg.. Namun menurut Alfisyahrin 2013, kandungan
Pb sudah melewati batas maksimum yang telah ditetapkan oleh BSN. Hal ini
dapat dikatakan bahwa daging ikan sapu-sapu yang berasal dari Sungai Ciliwung
sudah tidak layak dan perlu ada pembatasan bila ingin mengkonsumsi.
Konsentrasi Cd dalam Air
Sungai merupakan jalan air alami yang mengalir dari daerah yang tinggi
menuju daerah yang lebih rendah. Kandungan logam berat dalam perairan alami
relatif sedikit, lain halnya bila kondisi telah tercemar maka akan banyak
kandungan logam berat di perairan tersebut. Menurut Waldichuk (1974) in
Hutagalung (1984), kadar normal Kadmium di lingkungan laut sebesar 0.11 ppb.
Selain itu, kadar maksimum Cd yang masuk ke perairan laut sebesar 10 ppb
(Environmental Protection Agency 1973 in Hutagalung 1984). Pada lokasi
pengambilan sampel terlihat banyaknya sampah yang berasal dari limbah rumah
tangga yang membuat kondisi sungai menjadi buruk. Menurut BPLHD DKI 2011,
terlihat pada bulan Desember 2011 memiliki kandungan logam Cd pada air di
Sungai Ciliwung sebesar <0.003 ppm. Hal ini menunjukkan kadungan Cd di
Sungai Ciliwung masih dibawah baku mutu yang telah ditetapkan yaitu 0.01 ppm
dan kadar Cd ini belum berbahaya bagi kehidupan biota perairan (KLH 1988).
Perairan tawar alami memiliki kadar kadmium sekitar 0.0001 ml/L (McNeely et
al. 1979 in Effendi 2003) dan perairan tawar yang digunakan untuk perikanan
sebaiknya tidak lebih dari 0.04 ppb (Sorensen 1991).
7
Konsentrasi Cd dalam Sedimen
Sedimen diambil pada bulan Oktober 2012 di lokasi yang berbeda. Hasil
pengambilan sedimen terlihat memiliki kandungan yang sama yaitu <0.005 ppm.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan kandungan Cd di perairan relatif kecil.
Menurut Tarigan (2003), Kandungan Cd di sedimen muara Sungai Membramo
menunjukkan <0.001 ppm dan kandungan Cd 0,005 mg/kg pada sedimen di
Sungai Kreo (Sudarwin 2008). Tabel 4 adalah hasil data kandungan Cd pada
sedimen di Sungai Ciliwung.
Tabel 4. Kandungan logam Cd pada sedimen bulan Oktober 2012
Kandungan Logam dalam sedimen
Bogor
<0.005
Stasiun (mg/kg)
Depok
Jakarta
<0.005
<0.005
Perairan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di lokasi yang memiliki kondisi sungai yang berbedabeda. Pada ketiga lokasi terlihat adanya aktifitas penduduk dan padatnya
pemukiman di sekitar Sungai Ciliwung. Hasil buangan dari limbah yang dibuang
oleh penduduk sekitar sungai diduga akan mencemari Sungai Ciliwung.
Bogor
Pada lokasi ini terlihat air yang masih jernih dan memiki arus yang cukup
tenang pada bulan pertama dan kedua. Ini terjadi karena sebelum dilakukan
pengamatan tidak terjadi hujan. Saat pengamatan ketiga arus cukup besar dan air
sungai terlihat berwarna coklat. Diduga pada hari sebelumnya terjadi hujan yang
cukup lebat. Aktifitas penduduk sekitar banyak terlihat di sekitar badan sungai
seperti memancing dan mencuci. Dasar sungai di lokasi ini dipenuhi oleh
bebatuan yang cukup besar dan berpasir. Beberapa jenis sampah terlihat
tersangkut di bebatuan yang berada di sekitar sungai. Kedalaman sungai rata-rata
mencapai 1-2 meter sedangkan ditengah sungai dapat mencapai sekitar 3-4 meter.
Kegiatan industri sekitar pengamatan tidak terlihat tetapi lokasi pengamatan dekat
dengan pemukiman padat penduduk dan aktifitas pertanian. Hal ini sesuai dengan
pendapat Ratmini (2009) yang menyatakan bahwa produk pupuk yang
mengandung fosfat merupakan salah satu sumber limbah Cd. Selain itu, industri
pestisida juga menggunakan Cd dalam kegiatannya (Darmono 2006). Gambar 2
adalah kondisi sungai di lokasi pengambilan contoh bagian Bogor.
8 Gambar 2. Kondisi sungai di lokasi Bogor (kiri), citra satelit (kanan).
Sumber : Dokumentasi pribadi (kiri), www.maps.google.com (kanan)
Depok
Lokasi pengamatan berada di daerah padat penduduk dan tidak ada kegiatan
industri. Pada sisi bagian tebing sungai terlihat tumpukan sampah yang
menumpuk dan beberapa diantaranya tersangkut di atas pepohonan bambu dan
bebatuan. Penduduk sekitar juga memanfaatkan tepi sungai yang tidak tergenang
air untuk dijadikan tempat mencuci. Air terlihat berwarna kecoklatan dan berarus
cukup tenang. Sedimen pada sungai ini berbentuk lumpur yang relatif padat dan
bercampur oleh pasir yang lebih halus dibanding lokasi pengamatan Bogor.
Kedalaman rata-rata sungai mencapai 1-3 meter. Sumber Cd diduga pada lokasi
ini adalah pembuangan limbah rumah tangga yang mengandung Cd seperti batu
batrai dan limbah cat ke dalam sungai. Menurut Ratmini 2009, Semakin asam
suatu perairan maka akan semakin toksis kandungan Cd pada perairan itu.
Gambar 3 adalah kondisi sungai di lokasi pengambilan contoh bagian Depok.
Gambar 3. Kondisi sungai di lokasi Depok (kiri), citra satelit (kanan)
Sumber : Dokumentasi pribadi (kiri), www.maps.google.com (kanan)
DKI Jakarta
Lokasi pengamatan berada di tengah pemukiman padat penduduk dan tidak
ditemukan kegiatan industri besar di sekitar pengamatan. Banyak terlihat sampahsampah yang menumpuk di bebatuan dan pinggir sungai. Di pinggir sungai juga
terlihat ada perkebunan yang ditanami oleh pohon pisang dan singkong. Lokasi
pengamatan ini memiliki sedimen yang berlumpur tetapi di sebagian tempat masih
berupa tanah yang keras dan warna lumpur cenderung hitam. Adanya tanah ini
diduga akibat dari pendangkalan sungai. Air pada sungai berwarna coklat dan di
9
beberapa bagian berwarna hitam. Aktifitas yang dilakukan oleh penduduk sekitar
adalah memancing, menjala ikan dan bercocok tanam. Kedalaman sungai rata-rata
mencapai 1-3 meter. Sumber Cd pada lokasi ini diduga sama dengan lokasi
Depok, yaitu berasal dari pembuangan limbah rumah tangga yang mengandung
Cd seperti batu baterai dan cat. Selain itu, penggunaan ban kendaraan bermotor
menghasilkan pancaran Cd ke udara, tanah dan air (Ratmini 2009). Kondisi sungai
di lokasi pengambilan contoh bagian Jakarta disajikan pada gambar 4.
Gambar 4. Kondisi sungai di lokasi DKI Jakarta (kiri), citra satelit (kanan)
Sumber : Dokumentasi pribadi (kiri), www.maps.google.com (kanan)
Hasil Tangkapan di Lokasi Penelitian
Ikan sapu sapu merupakan hewan jenis herbivora yang memakan algae
(Pound et al. 2010). Ikan yang tertangkap di Sungai Ciliwung saat penelitian
adalah ikan mas, ikan mujair dan ikan sapu-sapu. Ikan yang lebih sering
tertangkap adalah jenis ikan sapu-sapu karena diduga telah mendominasi di
Sungai Ciliwung. Ikan sapu-sapu dapat tumbuh maksimal mencapai 42.3 cm
(Chaves 2006). Jumlah ikan sapu-sapu yang ditangkap selama pengamatan
sebanyak 51 ekor.
Lokasi pengamatan di Bogor ikan lebih banyak terambil pada kelas besar
dengan ukuran mencapai 44.8-61.7 cm dan berat rata-rata mencapai 945.8 gram
serta standar deviasi 336.99. Lokasi pengambilan di Depok relatif lebih banyak
terambil kelas sedang dengan ukuran mencapai 27.8-44.7 cm dan berat rata-rata
sebesar 285.88 gram serta standar deviasi 129.74. Lokasi pengambilan di Jakarta
relatif lebih banyak terambil kelas kecil dengan ukuran mencapai 10.8-27.7 cm
dan berat rata-rata mencapai 183.22 gram serta standar deviasi 112.50.
Klasifikasi ikan sapu–sapu adalah sebagai berikut (Albert et al. 2012):
Ordo
: Siluriformes
Famili
: Loricariidae
Genus
: Pterygoplichthys
Spesies
: P. pardalis (Castelnau 1855)
Nama FAO : Suckermouth catfish
Nama Lokal : Ikan sapu–sapu
10 Gambar 5. Ikan Sapu-sapu Pterygoplichthys pardalis (Castelnau 1855)
Sumber : dokumentasi pribadi
Ikan sapu-sapu bukan merupakan ikan asli Indonesia sehingga
dimungkinkan keberadaan ikan ini berasal dari proses introduksi dari habitat lain.
Beberapa penelitian menyebutkan ikan sapu-sapu merupakan ikan asli Brazil dan
Peru (Weber 2003 in Jumawan 2011). Ikan sapu-sapu merupakan ikan daerah
tropis dan tersebar di negara asia (Lawrence 2006). Ikan ini diduga masuk ke
perairan indonesia seperti halnya di negara Filipina yaitu melalui jalur
perdagangan impor oleh hobbies ikan sebagai penghias koleksi akuarium ikan
(Wu 2011). Pertumbuhan ikan yang cepat membuat hobbies menyimpan ikan di
wadah tertentu atau membuangnya ke perairan sungai sehingga ikan tersebut
berkembang di sungai (Solano and Arias 2011). Ikan sapu-sapu merupakan ikan
yang memiliki kemampuan beradaptasi yang baik dan termasuk jenis parental
care (Suzuki et al. 2000). Ikan sapu-sapu memiliki sisik yg keras dan tebal,
sehingga diduga membuat ikan ini sulit termakan oleh predator lain. Selain itu,
ikan sapu-sapu dapat hidup di lingkungan yang miskin oksigen dan dapat
mengambil oksigen di permukaan melalui mulutnya (Geerinckx 2007) dan
mampu bertahan di atas permukaan air hingga 30 jam (Armbruster 1998 in Solano
and Arias 2011). Ikan ini dapat bertahan lama pada lingkungan miskin oksigen
atau berada diatas permukaan karna ikan ini memiliki alat pernapasan tambahan
(Graham 1997).
Batas Aman Konsumsi
Kadmium yang masuk ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan dan
minuman yang terkonaminasi (Sudarwin 2008). Badan Standarisasi Nasional
menentukan batas toleransi aman maksimum mengkonsumsi makanan yang
mengandung logam berat Cd berdasarkan dari SNI 7387:2009. Menurut ketentuan
tersebut makanan jenis ikan dan olahannya yang diperbolehkan tidak lebih dari
0.1 mg/kg. Kelarutan Cd dalam konsentrasi tertentu dapat membunuh jenis udangudangan (Crustacea) selama selang waktu 24-504 jam dengan kandungan Cd
sebesar 0.005 -0.15 ppm (Tarigan et al. 2003). Ikan yang diberi dosis 0,002 mg/L
kadmium terlihat pelebaran celah diantara lamela sekunder sehingga filtrasi
insang menurun. Selain itu, terjadi hipertrofi filamen insang pada spesies ikan
Fundulus heteroclitus yang diberikan dosis 50 mg/L Cd selama 20 jam (Hughes
et al. 1979 in Darmono 2006).
11
Data hasil analisis logam Cd pada daging ikan sapu-sapu menunjukkan
<0.005 ppm. Nilai yang dihasilkan masih aman untuk dikonsumsi menurut
parameter logam Cd karena berada dibawah ketentuan baku mutu yang telah
ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional. Selain itu, Menurut EC (2006),
Kandungan Cd pada daging ikan yang diperbolehkan tidak lebih dari 0.050 mg/kg
wet weight. Malaysia menetapkan standar baku mutu pada tahun 1999 sebesar 1.0
mg/kg (SNI 2009). Hal ini menunjukkan bahwa dampak yang ditimbulkan oleh
Cd seperti keracunan dan gangguan pada hati, ginjal dan penyakit “itai-itai“
dimungkinkan tidak akan terjadi. Berat maksimum daging ikan yang dapat
dikonsumsi sebanyak 1.400 g/kg berat tubuh/minggu dengan pertimbangan nilai
kandungan Cd pada daging sebanyak 0.01 mg/kg.
Pengelolaan Resiko
Penelitian logam berat Cd pada daging ikan sapu-sapu di sungai Ciliwung
selama tiga bulan menunjukkan tidak adanya pencemaran logam Cd atau
kandungan Cd masih relatif sedikit pada daging ikan sapu-sapu. Analisis
laboratorium menghasilkan kandungan logam Cd pada contoh masih berada
dibawah batas maksimum yang telah ditetapkan oleh Badan Stadarisasi Nasional.
Menurut data kualitas air yang dipublikasikan oleh BPLHD 2011, kondisi kualitas
air menurut parameter Cd yang diambil di Sungai Ciliwung menunjukkan hasil
yang cukup baik. Perlunya mempertahankan dan meningkatkan pengawasan
kualitas air agar lebih baik dari sebelumnya sehingga tidak melebihi ambang batas
yang ditentukan. Pembuangan limbah logam berat khususnya Cd sebaiknya tidak
dibuang langsung ke perairan melainkan ditampung dan diberikan kepada instansi
pemerintah yang khusus menampung dan mengolah limbah B3. Hal ini
dikarenakan sangat berbahayanya penyakit yang ditimbulkan dari adanya logam
berat yang berlebihan kandungannya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Daging ikan sapu-sapu memiliki bobot 10%-20% dari bobot total tubuh dan
panjangnya dapat mencapai hampir 60 cm. Pada lokasi pengambilan sampel
daging ikan sapu-sapu di Bogor, ikan lebih banyak terambil dengan kelas ikan
besar dengan selang kelas 44.8–61.7 cm. Kemudian stasiun pengambilan sampel
di Depok relatif lebih banyak terambil dengan kelas sedang dengan selang kelas
27.8-44.7 cm. Berikutnya pada stasiun Jakarta selang kelas 10.8-27.7 cm. Hasil
yang telah diperoleh dalam penelitian ini menunjukan kandungan Cd pada
sedimen dan daging ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys pardalis) yang ditangkap di
lokasi yang berbeda menunjukkan angka <0.005 ppm. Menurut hasil analisis
diduga pada lokasi tersebut masih relatif sedikit atau tidak ada buangan limbah
yang mengandung Cd. Hasil tersebut dapat dikatakan bahwa daging ikan sapusapu masih layak untuk dikonsumsi atau berada dibawah baku mutu yang
ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan SNI 7387:2009 yaitu sebesar 0.1 ppm
menurut parameter logam Cd. Hal ini menunjukkan dampak yang dapat
12 ditimbulkan oleh kandungan Cd seperti keracunan dimungkinkan tidak akan
terjadi.
Beberapa saran yang dapat dilakukan adalah perlu ada penelitian lebih lanjut
terhadap parameter logam berat lainnya yang terkandung dalam daging ikan sapusapu dan menambah jumlah lokasi pengambilan serta ulangan yang lebih banyak.
Hal ini perlu dilakukan agar dapat diketahui daerah yang terindikasi memiliki
konsentrasi logam berat lebih tinggi tingkat pencemarannya. Mempertahankan
kondisi sungai terhadap limbah logam Cd juga perlu terus dilakukan sehingga
tetap terjaga lingkungan sungai dari limbah Cd.
DAFTAR PUSTAKA
Albert JS, Carvalho TP, Chutaya JA, Petry P, Reis RE, Rengifo B, and Ortega H.
2012. Fishes of The Fitzcarrald Peruvian Amazon.
Alloway BJ. 1995. Heavy Metals in Soils. London (GB): Blackie Academic &
Perofessional. [terhubung berkala]. Tersedia pada http://books.google.co.id/
books?id=CX1GwLBhkC4C&printsec=frontcover&hl=id&source=gbs_ge
_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false. [2 Oktober 2012].
Alfisyahrin NF. 2013. Distribusi Logam Berat Timbal (Pb) pada Daging Ikan
Sapu-Sapu (Pterygoplichtys pardalis) di Sungai Ciliwung [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
[BPLHD DKI Jakarta] Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Provinsi
Jakarta. 2011. Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Tahun 2011. Jakarta (ID): BPLHD.
Chavez JM, Paz RMDL, Manohar SK, Pagulayan RC, Vi JRC. 2006. New
Philiphine Record of South American Sailfin Catfishes (Pisces:
Loricariidae). Zootaxa. 1109:57-68.
Darmono. 2006. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya dengan
Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta (ID): UI Pr.
[EC] Commission Regulation no 1881/2006 of 19 Desember 2006. Setting
Maximum Levels for Certain Contaminant in Foodstuffs.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
[FAO] Food and Agriculture Organization of The United Nations. 1977. Water
Quality Criteria for European Freshwater Fish. Rome (IT): EIFAC.
Graham JB. 1997. Air Breathing Fishes Evolution, Diversity an Adaptation.
California (US): Academic Pr.
Geerinckx T, Brunain M, Herrel A, Aerts P, Adrianes D. 2007. A Head With a
Suckermouth : a Fuctional-morphological Study of The Head of The
Suckermouth Armoured Catfish Ancistrus cf. triradiatus (Loricariidae,
Siluriformes). Belg.J.Zool. 137(1):47-66.
Hadiaty RK. 2011. Diversitas dan Hilangnya Jenis-jenis Ikan di Sungai Ciliwung
dan Sungai Cisadane [Study of fish diversity and the lost of fish species of
river Ciliwung and river Cisadane]. Berita Biologi. 10(4):491-504.
Hendrayanto. 2008. Transboundary Watershed Management : A Case Study of
Upstream-downstream Relationships in Ciliwung Watershed. Proceedings
of International Workshop on Integrated Watershed Management for
13
Sustainable Water Use in a Humid Tropical Region, JSPS-DGHE Joint
Research Project .Tsukuba (JP).
Hutagalung HP. 1984. Logam berat dalam lingkungan laut. Oseana. 9:11-20
Jumawan JC. Salunga TP. And Catap ES. 2010. Lipid Peroxidation and Patterns
of Cadmium and Lead Accumulation in The Vital Organs of The
Suckermouth Armored Catfish Pterygoplichtys Gill, 1858 From Marikina
River, Philippines. Journal of Applied Sciences in Environmental
Sanitation. 5(4):375-390.
[KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2011. Pemantauan Kualitas Air Daerah
Aliran Sungai Ciliwung 2011. Jakarta (ID).
[KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 1988. Keputusan Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup Tentang Pedoman Penetapan Baku
Mutu Lingkungan. Jakarta (ID).
Lawrence MP, Robins RH. 2006. Identification of Sailfin Catfishes
(Teleostei : Loricariidae) in Southeastern Asia. The Raffles Bulletin of
Zoology. 54(2):455-457.
Nurilmala M, Zahiruddin W, Tunjungsari RM. 2007. Pemanfaatan Ikan SapuSapu (Hyposarcus paradalis) dalam Pembuatan Keripik Ikan. Konferensi
Sains Kelautan dan Perikanan Indonesia. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID).
Ploeg A. 2008. Invasive Species in Our Industry?.OFI Journal. 58.
Pound KL, Nowlin WH, Huffman DG, Bonner TH. 2010. Trophic ecology of a
nonnative population of suckermouth catfish (Hypostomus plecostomus) in
a central Texas spring-fed stream. Environ Biol Fish. 90:277-285.doi:
10.1007/s10641-010-9741-7.
Ratmini NA. 2009. Kadungan Logam Berat Timbal (Pb), Mercuri (Hg), dan
Cadmium (Cd) pada Daging Ikan Sapu-Sapu (Hyposarcus pardalis) di
Sungai Ciliwung Stasiun Srengseng, Condet dan Manggarai. vis
vitalis.Vol.02 No 1.
Riani E. 2012. Perubahan Iklim dan Kehidupan Biota Akuatik. Bogor (ID): IPB
Pr.
Roosmini D, Rachmatiah I, Suharyanto, Soedomo A, dan Hadisantosa F. 2006.
Biomarker as an Indicator of River Water Quality Degradation. PROC. ITB
Eng. Science. 38 B:114-112.
Sarkar B. 2002. Heavy Metal in the Environment. CRC Pr.
[SNI] Standarisasi Nasional Indonesia. 2009. Batas Maksimum Cemaran Logam
Berat dalam Pangan. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
[SNI] Standarisasi Nasional Indonesia. 2011. Cara Uji Kimia Bagian 5: Penentuan
Kadar Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Produk
Perikanan. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
Siomay Ikan Terkontaminasi Banyak Beredar di Masyarakat. 2011. Majalah
Sekar. [Terhubung Berkala]. Tersedia pada : http://www.majalahsekar.com/
sekar-info/feature/249-investigasi. [10 Mei 2012].
Solano DH, Arias AM. 2011. Peces Diablo (Teleosteo: Siluriformes: Loricaridae)
en la Cuenca Del Rio Reventazon, Costa Rica. Argentina (AR).
Sorensen EM. 1991. Metal Poisoning in Fish. Florida (US): CRC Pr.
Sudarwin. 2008. Analisis Spasial Pencemaran Logam Berat (Pb dan Cd) pada
Sedimen Aliran Sungai dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah
14 Jatibarang Semarang [Tesis]. Semarang (ID): Universitas Dipenogoro
Semarang.
Supriatno, Lelifajri. 2009. Analisis Logam Berat Pb dan Cd dalam Sampel Ikan
dan Kerang secara Spektrofotometri Serapan Atom. J Rekayasa Kimia dan
Lingkungan. 7(1):5-8.
Surnesih. 2000. Pengembangan Diversifikasi Produk Tradisional Otak-Otak dari
Ikan Sapu-Sapu (Hyposarcus paradalis) [skripsi]. Program Studi Teknologi
Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian
Bogor . Bogor (ID).
Suzuki HI, Agostinho AA. and Winemiller KO. 2000. Relationship between
oocyte morphology and reproductive strategy in loricariid catfishes of the
Parana´ River, Brazil. Texas (US): A&M University.
Tarigan Z, Edward dan Rozak A. 2003. Kandungan Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn
dan Ni dalam Air Laut dan Sedimen di Muara Sungai Membramo, Papua
dalam Kaitannya dengan Kepentingan Budidaya Perikanan. Makara. Vol
7(3).
Trisnawati R. 2007. Pemanfaatan Surimi
Ikan
Sapu-Sapu
(Hyposarcus
paradalis) dalam Pembuatan Empek-Empek [Skripsi]. Program Studi
Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor (ID).
Wu LW, Liu CC and Lin SM. 2011. Identification of Exotic Sailfin Catfish
Species (Pterygoplichthys, Loricariidae) in Taiwan Based on Morphology
and mtDNA Sequences. Zoological Studies. 50(2):235-246.
15
LAMPIRAN
Lampiran 1: Perhitungan selang kelas (penentuan ukuran kecil, sedang dan
besar)
Data dihitung menggunakan data bulan September (pendahuluan)
Panjang maksimal ikan
Panjang minimal ikan
Jumlah kelas
= 59 cm
= 10,8 cm
= 3 (kecil, sedang dan besar)
Data max - Data min
– =
= Jumlah Kelas
Lebar kelas
SK
BK
, 16,0667 = 17
Xi
Kecil
10,8-27,7 10,75-27,65 19,2
Sedang 27,8-44,7 27,75-44,65 36,2
Besar
44,8-61,7 44,75-61,65 53,2
Lampiran 2. Contoh perhitungan kandungan logam berat Cd
Kosentrasi sebenarnya
D
E
W
= - 0,0606
= 0
= 10,3 g
Fp
V
Kosentrasi sebenarnya=
Keterangan
D
E
Fp
V
W
D
E x Fp x V
W g
=1
= 100 ml
,
,
= - 0,5883 ppm
: konsentrasi contoh μg/L dari hasil pembacaan SSA
: konsentrasi blanko contoh μg/L dari hasil pembacaan SSA
: faktor pengenceran
: volume akhir larutan contoh yang disiapkan (ml)
: berat contoh (g)
16 Riwayat Hidup
Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 2 Desember 1990 dari pasangan
bernama Gatot Riyanto dan Sri Haryani. Penulis adalah putra pertama dari tiga
bersaudara. Penulis lulus dari SMAN 60 Jakarta tahun 2008 dan pada tahun yang
sama penulis lulus seleksi masuk menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor
(IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN)
dan diterima di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan berorganisasi
selama 2 tahun berturut-turut di HIMASPER sebagai anggota aktif pada tahun
ajaran 2009/2010 dan 2010/2011, mengikuti UKM HIMPRO cabang bulu tangkis,
mengikuti beberapa kepanitiaan yang diselenggarakan oleh Departemen ataupun
Fakultas. Penulis juga sebagai rekan bersama lawalata IPB dalam kegiatan
kampanye bersepeda dengan rute Bogor – NTB – Bogor .
Download