copyright© Yuflihul Khair (RY) Ns. YUFLIHUL KHAIR, S.Kep LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE (ADHF) Yuflihul Khair, S.Kep A. PENGERTIAN Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala – gejala atau tanda – tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload dan afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure) yang telah dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. (Hanafi, 1996). B. PENYEBAB/FACTOR PREDISPOSISI 1. Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada (kardiomiopati) 2. Sindroma koroner akut Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang bertambah luas dan disfungsi sistemik Komplikasi kronik IMA Infark ventrikel kanan 3. Krisis Hipertensi 4. Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial, takikardia supraventrikuler, dll) 5. Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan regurgitasi katup yang sudah ada 6. Stenosis katup aorta berat 7. Tamponade jantung 8. Diseksi aorta 9. Kardiomiopati pasca melahirkan C. PATOFISIOLOGI ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan atau http://yuflihul.blogspot.com EBOOK’ YUFLIHUL KHAIR copyright© Yuflihul Khair (RY) Ns. YUFLIHUL KHAIR, S.Kep kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun afterload sehingga menurunkan curah jantung. B ila curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini melibatkan sistem adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air. Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF. Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi miokard menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung. Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di daerah ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan venous return (aliran balik vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru – paru. B endungan ini akan menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah oedema paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru – paru. Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema perifer (Price, 1994). D. TANDA DAN GEJALA http://yuflihul.blogspot.com EBOOK’ YUFLIHUL KHAIR copyright© Yuflihul Khair (RY) Ns. YUFLIHUL KHAIR, S.Kep 1. Sesak nafas (dyspnea) Muncul saat istirahat atau saat beraktivitas (dyspnea on effort). 2. Orthopnea 3. Sesak muncul saat berbaring, sehingga memerlukan posisi tidur setengah duduk dengan menggunakan bantal lebih dari satu. 4. Paroxysmal Nocturnal Dyspneu ( PND ) yaitu sesak tiba-tiba pada malam hari disertai batuk- batuk. 5. Takikardi dan berdebar- debar yaitu peningkatan denyut jantung akibat peningkatan tonus simpatik 6. Batuk- batuk terjadi akibat oedema pada bronchus dan penekanan bronchus oleh atrium kiri yang dilatasi. Batuk sering berupa batuk yang basah dan berbusa, kadang disertai bercak darah. 7. Mudah lelah (fatigue) terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distres pernafasan dan batuk. 8. Adanya suara jantung P2 , S3, S4 menunjukkan insufisiensi mitral akibat dilatasi bilik kiri atau disfungsi otot papilaris. Oedema (biasanya pitting edema ) yang dimulai pada kaki dan tumit dan secara bertahap bertambah keatas disertai penambahan berat badan. 9. Pembesaran hepar terjadi akibat pembesaran vena di hepar. 10. Ascites. 11. Bila hepatomegali ini berkembang, maka tekanan pada pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen. 12. Nokturia (rasa ingin kencing di malam hari) terjadi karena perfusi ginjal dan curah jantung akan membaik saat istirahat. 13. Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP) E. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium : a. Hematologi : Hb, Ht, Leukosit b. Elektrolit : K, Na, Cl, Mg c. Enzim Jantung (CK-MB , Troponin, LDH) d. Gangguan fungsi ginjal dan hati : B UN, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT, SGPT. e. Gula darah f. Kolesterol, trigliserida g. Analisa Gas Darah 2. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya : a. Penyakit jantung koroner : iskemik, infark b. Pembesaran jantung (LVH : Left Ventricular Hypertrophy). http://yuflihul.blogspot.com EBOOK’ YUFLIHUL KHAIR copyright© Yuflihul Khair (RY) Ns. YUFLIHUL KHAIR, S.Kep c. d. e. f. g. h. i. j. k. Aritmia Perikarditis Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya : Edema alveolar Edema interstitials Efusi pleura Pelebaran vena pulmonalis Pembesaran jantung Echocardiogram menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung. l. Radionuklir m. Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri n. Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard 3. Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen) bertujuan untuk : a. Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru b. Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung c. Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung d. Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent. e. Mengetahui beratnya lesi katup jantung f. Mengidentifikasi penyempitan arteri koroner g. Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel, fungsi ventrikel kiri). h. Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri koroner) F. PENATALAKSANAAN Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah : 1. Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung. 2. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan- bahan farmakologis. 3. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik , diet dan istirahat. 4. Menghilangkan faktor pencetus (anemia, aritmia, atau masalah medis lainnya) 5. Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun bedah. Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai berikut : 1. FC I : Non farmakologi 2. FC II & III : Diuretik, digitalis, ACE inhibitor, vasodilator, kombinasi diuretik, digitalis. 3. FC IV : Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor seumur hidup. http://yuflihul.blogspot.com EBOOK’ YUFLIHUL KHAIR copyright© Yuflihul Khair (RY) Ns. YUFLIHUL KHAIR, S.Kep Terapi non farmakologis meliputi : 1. Diet rendah garam ( pembatasan natrium ) 2. Pembatasan cairan 3. Mengurangi berat badan 4. Menghindari alcohol 5. Manajemen stress 6. Pengaturan aktivitas fisik Terapi farmakologis meliputi : 1. Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Misal : digoxin. 2. Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta mengurangi edema paru. Misal : furosemide (lasix). 3. Vasodilator, untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Misal : natrium nitropusida, nitrogliserin. 4. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor (ACE inhibitor) adalah agen yang menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan tekanan darah. Obat ini juga menurunkan beban awal (preload) dan beban akhir (afterload). Misal : captopril, quinapril, ramipril, enalapril, fosinopril,dll. 5. Inotropik (Dopamin dan Dobutamin) Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah , curah jantung dan produksi urine pada syok kardiogenik. Dobutamin menstimulasi adrenoreseptor di jantung sehingga meningkatkan kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi sehingga mengakibatkan penurunan tekanan darah. Dopamin dan dobutamin sering digunakan bersamaan. G. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL 1. Kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler alveolus d/d dispneu, ortopneu. 2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan d/d pasien mengatakan letih terus menerus sepanjang hari, sesak nafas saat aktivitas, tanda vital berubah saat beraktivitas. 3. Kelebihan volume cairan b/d meningkatnya beban awal, penurunan curah jantung sekunder terhadap gagal jantung b/d peningkatan berat badan, odema, asites, hepatomegali, bunyi nafas krekels, wheezing. 4. Perubahan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah di daerah perifer sekunder terhadap penurunan curah jantung b/d pengisian kapiler lambat, warna kuku pucat atau sianosis. http://yuflihul.blogspot.com EBOOK’ YUFLIHUL KHAIR copyright© Yuflihul Khair (RY) Ns. YUFLIHUL KHAIR, S.Kep 5. Nyeri b/d iskemia jaringan b/d sakit pada dada, sakit pada perut 6. 7. 8. 9. kanan atas, sakit pada otot, tidak tenang, gelisah, tampak meringis, takikardia. Ansietas b/d gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesulitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik d/d cemas, takut, khawatir, stress yang berhubungan dengan penyakit, gelisah, marah, mudah tersinggung. Perubahan pola tidur b/d sering terbangun sekunder terhadap gangguan pernafasan (sesak, batuk) b/d letargi, sulit tidur, sesak nafas dan batuk saat tidur. PK : syok kardiogenik b/d kerusakan ventrikel yang luas PK : Gagal ginjal b/d penurunan suplai darah ke ginjal dalam waktu lama,sekunder terhadap penurunan curah jantung. H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN 1. Diagnosa I : Kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler alveolus d/d dispneu, ortopneu. Kriteria tujuan : Pertukaran gas lebih efektif ditunjukkan hasil AGD dalam batas normal dan pasien bebas dari distress pernafasan. Rencana Tindakan Rasionalisasi 1. Auskultasi bunyi nafas, 1. Memantau adanya kongesti krekels, wheezing. paru untuk intervensi 2. Anjurkan pasien untuk lanjut. batuk efektif dan nafas 2. Membersihkan jalan nafas dalam. dan memudahkan aliran 3. Pertahankan duduk atau oksigen. tirah baring dengan posisi 3. Menurunkan konsumsi semifowler. oksigen dan 4. Kolaborasi untuk memaksimalkan memantau analisa gas pegembangan paru. darah & nadi oksimetri. 4. Hipoksemia dapat menjadi 5. Kolaborasi untuk berat selama edema paru. pemberian oksigen 5. Meningkatkan konsentrasi tambahan sesuai indikasi. oksigen alveolar untuk 6. Kolaborasi untuk memperbaiki hipoksemia pemberian diuretik dan jaringan. bronkodilator 6. Diuretik dapat menurunkan kongesti alveolar dan meningkatkan pertukaran gas. B roncodilator untuk dilatasi jalan nafas. 2. Diagnosa II : Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan d/d pasien mengatakan letih http://yuflihul.blogspot.com EBOOK’ YUFLIHUL KHAIR copyright© Yuflihul Khair (RY) Ns. YUFLIHUL KHAIR, S.Kep terus menerus sepanjang hari, sesak nafas saat aktivitas, tanda vital berubah saat beraktifitas. Kriteria tujuan : aktivitas mencapai batas optimal , yang ditunjukkan dengan pasien berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan dan mampu memenuhi kebutuhan perawatan sendiri. Rencana Tindakan Rasionalisasi 1. Periksa tanda vital 1. Hipotensi ortostatik dapt sebelum dan sesudah terjadi dengan aktivitas beraktivitas. karena efek obat, 2. Catat respons perpindahan cairan, kardiopulmonal terhadap pengaruh fungsi jantung. aktivitas, takikardi, 2. Ketidakmampuan disritmia, dispneu, miokardium meningkatkan berkeringat, pucat. volume sekuncup selama 3. Berikan bantuan aktivitas dapat dalamaktivitas perawatan meningkatkan frekuensi diri sesuai indikasi. Selingi jantung, kebutuhan periode aktivitas dengan oksigendan peningkatan periode istirahat. kelelahan. 4. Kolaborasi untuk 3. Pemenuhan kebutuhan mengimplementasikan perawatan diri tanpa program rehabilitasi mempengaruhi stres jantung miokard/kebutuhan oksigen berlebihan. 4. Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung dan konsumsi oksigen berlebihan 3. Diagnosa III : Kelebihan volume cairan b/d meningkatnya beban awal, penurunan curah jantung sekunder terhadap gagal jantung d/d peningkatan berat badan, odema, asites, hepatomegali, bunyi nafas krekels,wheezing. Kriteria tujuan : Kelebihan volume cairan dapat dikurangi dengan kriteria : Keseimbangan intake dan output Bunyi nafas bersih/jelas Tanda vital dalam batas normal Berat badan stabil Tidak ada edema Rencana Tindakan Rasionalisasi 1. Pantau haluaran urine, 3. Memantau penurunan warna, jumlah. perfusi ginjal. 2. Pantau intake dan output 4. Terapi diuretic dapat selama 24 jam. menyebabkan kehilangan http://yuflihul.blogspot.com EBOOK’ YUFLIHUL KHAIR copyright© Yuflihul Khair (RY) Ns. YUFLIHUL KHAIR, S.Kep 3. Pertahankan posisi duduk atau semifowler selama masa akut. 4. Timbang berat badan setiap hari. 5. Kaji distensi leher dan pembuluh perifer, edema pada tubuh. 6. Auskultasi bunyi nafas, catat bunyi tambahan mis : krekels, wheezing. Catat adanya peningkatan dispneu, takipneu, PND, batuk persisten. 7. Selidiki keluhan dispneu ekstrem tiba-tiba, sensasim sulit bernafas, rasa panic. 8. Pantau tekanan darah dan CVP. 9. Ukur lingkar abdomen. 10. Palpasi hepatomegali. Catat keluhan nyeri abdomen kuadran kanan atas. 11. Kolaborasi dalam pemberian obat Diuretik Tiazid dengan agen pelawan kalium (mis : spironolakton) cairan tiba-tiba meskipun udema masih ada. 5. Posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan dieresis. 6. Memantau respon terapi. 7. Retensi cairan berlebihan dimanifestasikan oleh pembendungan vena dan pembentukan edema. 8. Kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti paru. 9. Menunjukkan adanya komplikasi edema paru atau emboli paru. 10. Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan volume cairan. 11. Memantau adanya asites Perluasan jantung menimbulkan kongesti vena sehingga terjadi distensi abdomen, pembesaran hati dan nyeri. Diuretik meningkatkan laju aliran urine dan dapat menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada tubulus ginjal. Meningkatkan diuresis tanpa kehilangan kalium berlebihan 12. Menurunkan air total tubuh/mencegah reakumulasi cairan 12. Kolaborasi untuk mempertahankan cairan /pembatasan natrium sesuai indikasi. 13. Konsultasi dengan bagian 13. Memberikan diet yang gizi. dapat di teri ma pasien http://yuflihul.blogspot.com EBOOK’ YUFLIHUL KHAIR copyright© Yuflihul Khair (RY) Ns. YUFLIHUL KHAIR, S.Kep 14. Kolaborasi untuk pemantauan foto thorax yang memmenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium. 14. Menunjukkan perubahan indikasif peningkatan / perbaikan paru 4. Diagnosa 4 : Perubahan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah di daerah perifer sekunder terhadap penurunan curah jantung d/d pengisisan kapiler lambat, warna kuku pucat atau sianosis. Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perfusi jaringan perifer dapat diperbaiki ( adekuat ) dengan kriteria evaluasi : Kulit hangat dan kering Nadi kuat, pengisian kapiler kuat Tanda vital normal Tidak sianosis atau pucat Rencana Tindakan Rasionalisasi 1. Pantau tanda vital, 1. Mengetahui keadekuatan capillary refill, warna kulit, perfusi perifer kelembaban kulit, edema, 2. Pembatasan aktivitas saturasi O2 di daerah menurunkan kebutuhan perifer oksigen dan nutrisi daerah 2. Tingkatkan tirah baring perifer. selama fase akut. 3. Menghindari memberatnya 3. Tekankan pentingnya hipoksia di jaringan perifer menghindari mengedan 4. Oksigen meningkatkan khususnya selama defikasi konsentrasi oksigen 4. Kolaborasi dalam alveolar sehingga dapat pemberian oksigen dan memperbaiki hipoksemia obat-obatan jaringan Obat inotropik inotropik untik meningkatkan kontraktilitas miokardium. 5. Diagnosa5 Nyeri b/d iskemia jaringan d/d sakit pada dada, sakit pada perut kanan atas, sakit pada otot, tidak tenang, gelisah, tampak meringis, takikardia Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x 24 jam diharapkan nyeri hilang atau berkurang, dengan kriteria evaluasi Melaporkan keluhan nyeri berkurang Pasien tampak tenang dan rileks Rencana Tindakan Rasionalisasi 1. Anjurkan pasien untuk 1. Perawat dapat mengetahui memberitahu perawat keluhan nyeri dengan cepat http://yuflihul.blogspot.com EBOOK’ YUFLIHUL KHAIR copyright© Yuflihul Khair (RY) Ns. YUFLIHUL KHAIR, S.Kep 2. 3. 4. 5. 6. tentang nyeri. Pantau karakteristik nyeri Bantu pasien melaksanakan teknik relaksasi Istirahatkan pasien selama nyeri. Pertahankan lingkungan yang nyaman, batasi pengunjung bila perlu. Kolaborasi untuk pemberian morfin sulfat dan memamntau perubahan seri EKG 2. 3. 4. 5. 6. sehingga intervensi bisa segera dilakukan Memastikan jenis nyeri Mengurangi nyeri Menurunkan kebutuhan oksigen Stres mental/emosi meningkatkan kerja miokard. Morfin sulfat untuk menurunkan faktor preload dan afterload dan juga menurunkan tonus simpatik. Seri EKG untuk membandingkan pola nyeri. 6. Diagnosa 6 : Ansietas b/d gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesulitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik d/d cemas, takut, khawatir, stress yang berhubungan dengan penyakit, gelisah, marah, mudah tersinggung Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 1x24 jam diharapkan pasien tidak merasa cemas dengan kriteria evaluasi: Pasien mengatakan kecemasan menurun sampai tingkat yang dapat diatasi. Pasien menunjukkan keteramplan pemecahan masalah dan mengenal perasaannya. Rencana Tindakan Rasionalisasi 1. Berikan kesempatan 1. Pernyataan masalah dapat kepada pasien untuk menurunkan ketegangan, mengekspresikan mengklarifikasikan tingkat perasaannya. koping dan emudahkan 2. Dorong teman dan pemahaman perasan. keluarga untuk 2. Meyakinkan pasien bahwa menganggap pasien seprti peran dalam keuarga dan sebelumnya. kerja tidak berubah. 3. Beritahu pasien program 3. Mendorong pasien untuk medis yang telah dibuat mengontrol gejala, untk mnurunkan serangan meningkatkan kepercayaan yang akan datang dan pada program medis da meningkatkan stabilitas mengintegrasikan jantung. kemampuan dalam persesi 4. Bantu pasien mengatur diri. posisi yang nyaman untuk 4. Memuat suasana yang http://yuflihul.blogspot.com EBOOK’ YUFLIHUL KHAIR copyright© Yuflihul Khair (RY) Ns. YUFLIHUL KHAIR, S.Kep tidur atau istirahat, batasi pengunjung 5. Kolaborasi untuk pemberian sedatif dan tranquiliser memudahkan pasien tidur. 5. Membantu pasien rileks sampai secara fisik mampu membuat strategi koping yang adekuat. 6. Diagnosa 7 : Perubahan pola tidur b/ d sering terbangun sekunder terhadap gangguan pernafasan ( sesak, batuk) d/d letargi, sulit tidur, sesak nafas dan batuk saat tidur. Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatn selama 3 x 24 jam diharapkan pasien bisa tidur dengan lebih nyaman. Rencana Tindakan Rasionalisasi 1. Naikkan kepala tempat 1. Aliran balik vena ke tidur 20 -30 cm. Sokong jantung berkurang, lengan bawah dengan kongesti paru berkurang bantal. dan penekanan hepar ke 2. Pada pasien yang ortopnoe diafragma menjadi , pasien didudukkan di sisi berkurang serta tempat tidur dengan kedua mengurangi kelelahan kaki disokong di kursi, otot bahu. kepala dan diletakkan di 2. Mengurangi kesulitan meja tempat tidur dan bernafas dan megurangi vertebra lumbosa kra l aliran balik ke jantung disokong dengan bantal. 7. PK : Syok kardiogenik berhubungan dengan kerusakan ventrikel yang luas. Kriteria tujuan : Selama diberikan asuhan keperawatan diharapkan syok kardiogenik tidak terjadi atau bisa dipantau secara dini. Rencana Tindakan Rasionalisasi 1. Observasi tanda- tanda 1. Hipoksia pada jantung, syok kardiogenik : otak dan ginjal adalah tanda klasik syok Tekanan darah rendah kardiogenik. Nadi cepat dan lemah 2. Pasien mengetahui tanda Konfusi dan agitasi dan gejala yang harus Penurunan haluaran dilaporkan sehingga bias urine ditangani secara dini Kulit dingin dan lembab. 2. Beri penjelasan pada pasien dan keluarga untuk melaporkan segera bila ada http://yuflihul.blogspot.com EBOOK’ YUFLIHUL KHAIR copyright© Yuflihul Khair (RY) Ns. YUFLIHUL KHAIR, S.Kep tanda- tanda syok kardiogenik 8. PK : Gagal ginjal b/d penurunan suplai darah ke ginjal dalam waktu lama sekunder penurunan curah jantung Kriteria tujuan : Selama diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi komplikasi gagal Ginjal Rencana Tindakan Rasionalisasi 1. Obsevasi ketat 1. Menilai kemampuan filtrasi keseimbangan intake dan glomerulus. output dalam 24 jam. 2. Oliguri, urine pekat adalah 2. Monitor pegeluaran urine tanda awal gagal ginjal. catat jumlah, konsentrasi, 3. Peningkatan kadar ureum, warna. kreatinin, proteinuri adalah 3. Kolaborasi pemeriksaan tanda gangguan fungsi fungsi ginjal (B UN, SC, ginjal UL) http://yuflihul.blogspot.com EBOOK’ YUFLIHUL KHAIR copyright© Yuflihul Khair (RY) Ns. YUFLIHUL KHAIR, S.Kep DAFTAR PUSTAKA Andrianto, Petrus. 1995. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Jakarta Ganong William F.1999.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 17.Jakarta: EGC Guyton.1995.Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit.Jakarta: EGC. Hanafi B. Trisnohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2001 Harrisom. 2000. Prinsip-prinsip Ilmu Penyuakit Dalam Volume 3 Edisi 13.Jakarta: EGC Kirk JD. Acute Decompensated Hheart Failure: Nnovel Approaches To Cclassification Aand Treatment. [monograph on the internet]. Philadelphia : Departement of Emergency Medicine University of Pennsylvania; 2004 [cited 2011 Apr 10]. Available from www.emcreg.org. Nasuution SA, Ismail D. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3.Jakarta: EGC Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Alih bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta : EGC ; 1994. Sylvia A, Price, Lorraine M. Wilson.2000.Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-proses Penyakit) Buku 2, Edisi 4. Jakarta: EGC. Tallaj JA, Bourge RC. The Management of Acute Decompensated Heart Failure. [monograph on the internet]. Birmingham : University of Alabama; 2003 [cited 2011 Apr 10]. Available from http://www.fac.org.ar http://yuflihul.blogspot.com EBOOK’ YUFLIHUL KHAIR