PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia, bayi, anak balita serta ibu hamil dan menyusui merupakan kelompok masyarakat yang mendapat perhatian khusus dalam program pembangunan kesehatan di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menegah Nasional Tahun 20042009). Menurut data dari Departemen Kesehatan, terdapat sejumlah masalah gizi di Indonesia berkenaan dengan kelompok bayi, anak balita serta ibu hamil dan menyusui, diantaranya anemi gizi besi. Pada tahun 2001 prevalensi anemia gizi besi pada kelompok anak balita sebesar 47% dan pada ibu hamil sebesar 40,1% sementara pada tahun 2003 prevalensi anak balita dengan gizi buruk sebesar 8,3% dan gizi kurang 19,2%. Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) yang diidentifikasi berdasarkan angka Total Goiter Rate (TGR) pada anak sekolah tahun 2003 sebesar 11% dan masalah defisiensi vitamin A terdapat pada 50% balita (kadar vitamin A dalam serum <20mcg/dl) (Depkes 2005). Pada tingkat dunia, kesehatan bayi, anak balita serta kaum ibu juga menjadi perhatian hingga saat ini sebagaimana dituangkan dalam dua sasaran dari Millenium Development Goals (MDGs) masing-masing sasaran keempat dan kelima. Sasaran keempat dari MDGs tersebut adalah menurunkan angka kematian anak balita dan sasaran kelima adalah meningkatkan kesehatan ibu. (http://www.who.int/ mdg/goals/en/index.html [27 Oktober 2007]. Bersamaan dengan masalah kurang gizi, Indonesia juga telah menghadapi masalah gizi lebih yang cenderung meningkat. Pada tahun 2002 prevalensi anak balita dengan gizi lebih yang dihitung berdasarkan berat badan menurut umur adalah 2,2% dan pada tahun 2003 menjadi 2,4% (Depkes 2005). Menurut Sardesai (2003), obesitas merupakan salah satu perwujudan dari gizi lebih dan terkait dengan sejumlah penyakit degeneratif termasuk diabetes, hipertensi, penyakit jantung, dan kanker. Penyakit degeneratif atau yang saat ini dikenal dengan sebutan penyakit tidak menular (non communicable disease) perlu mendapat perhatian termasuk di negara berkembang seperti Indonesia. Dalam The world 2 health report 2002 disebutkan bahwa angka kematian yang berhubungan dengan penyakit tidak menular pada negara berkembang sebesar 66% (WHO 2004). Diet yang tidak sehat merupakan salah satu penyebab utama penyakit tidak menular yang antara lain ditunjukkan dengan konsumsi pangan yang tidak seimbang, seperti tinggi lemak, tinggi gula, tinggi garam dan rendah serat. Konsumsi pangan yang tidak seimbang dapat berasal dari pangan yang disiapkan di rumah, pangan siap saji di warung, rumah makan, restoran dan penjaja lain, atau pangan olahan hasil industri pangan. Pada umumnya label dan iklan pangan olahan hasil industri pangan yang beredar saat ini memuat berbagai klaim gizi atau klaim kesehatan termasuk pada pangan yang ditujukan untuk bayi, anak berusia dibawah lima tahun (balita) serta ibu hamil dan menyusui. Pencantuman klaim gizi atau klaim kesehatan pada pangan yang ditujukan untuk bayi, anak balita serta ibu hamil dan menyusui perlu mendapat perhatian mengingat kelompok masyarakat tersebut merupakan kelompok rawan dan pangan bagi kelompok tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan kualitas manusia. Klaim gizi dan kesehatan yang menekankan pada zat gizi tertentu mengarahkan konsumen kepada kelebihan yang dimiliki pangan tersebut, namun hal tersebut juga dapat membuat konsumen kurang memperhatikan kandungan zat gizi lain termasuk yang ada kaitannya dengan penyakit seperti penyakit tidak menular yaitu lemak, gula atau garam. Menurut Peraturan Pemerintah tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, keterangan pada label pangan harus benar dan tidak menyesatkan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5 ayat (1). Suatu label pangan yang tidak memuat keterangan yang diperlukan agar keterangan tersebut dapat memberikan gambaran atau kesan yang sebenarnya tentang pangan, maka keterangan tersebut merupakan keterangan yang tidak benar. Pencantuman klaim gizi dan kesehatan selain berpengaruh terhadap kesehatan dan perkembangan kualitas konsumen, juga berpengaruh terhadap perdagangan pangan. Bagi produsen, klaim kesehatan merupakan suatu cara pemasaran (Hawkes 2004). Hal ini menggambarkan bahwa klaim kesehatan pada label dan iklan pangan merupakan suatu peluang untuk menyampaikan keunggulan produk dan untuk meningkatkan daya saing produk tersebut. Salah 3 satu gambaran tentang penggunaan klaim gizi dan kesehatan pada label pangan dapat diketahui dari survei yang dilakukan di Amerika. Menurut survei yang dilakukan oleh U.S Food and Drug Administration pada tahun 2000-2001 terhadap pangan olahan yang dikemas, diketahui bahwa klaim kesehatan tercantum pada 4,4% kemasan, klaim fungsi (structure-function claim) tercantum pada 6,2% kemasan dan klaim kandungan zat gizi tercantum pada 49,7% kemasan (LeGault et al. 2004). Pemerintah memandang perlu mengatur dan mengendalikan pencantuman klaim tentang manfaat pangan bagi kesehatan pada label dan iklan pangan, agar informasi yang disampaikan kepada masyarakat benar dan tidak menyesatkan serta demi terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab, mengingat label dan iklan pangan juga merupakan sarana dalam kegiatan perdagangan. Peraturan mengenai tata cara dan persyaratan pencantuman tentang manfaat pangan bagi kesehatan merupakan salah satu alat Pemerintah yang diperlukan dalam mengatur dan mengendalikan klaim gizi dan kesehatan. Persyaratan tersebut adalah apabila didukung oleh fakta ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, antara lain melalui uji laboratorium atau uji klinis. Hasil pengawasan iklan pangan di Indonesia yang dilaksanakan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan selama beberapa tahun terakhir, menemukan sejumlah pelanggaran. Menurut data pengawasan tahun 2003, jumlah iklan pangan yang tidak memenuhi syarat sebesar 30% dan hasil pengawasan pada tahun-tahun berikutnya sampai dengan pertengahan 2007 (Januari–Mei) menunjukkan bahwa hampir separuh iklan pangan tidak memenuhi syarat seperti terlihat pada Tabel 1. Iklan yang tidak memenuhi syarat tersebut terkait dengan adanya pernyataan sebagai obat, pernyataan yang berlebihan dan menyesatkan. Tabel 1 Hasil monitoring iklan pangan Tahun 1 2 3 4 5 2003 2004 2005 2006 2007 Jumlah sampel iklan diawasi 1050 1145 1628 2210 336 Memenuhi Syarat (%) 70 66 55 57 54 Sumber : Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi BPOM Tidak Memenuhi Syarat (%) 30 34 45 43 46 4 Mengamati perkembangan pencantuman keterangan tentang manfaat kesehatan pada label dan iklan pangan terutama pada pangan yang diperuntukkan bagi bayi, anak balita serta ibu hamil dan menyusui, tugas akhir ini dimaksudkan untuk mempelajari klaim gizi dan kesehatan pada produk pangan tersebut yang meliputi susu formula bayi, susu formula lanjutan, makanan pendamping air susu ibu, susu untuk anak balita serta susu untuk ibu hamil dan/atau menyusui. Penyusunan tugas akhir ini juga didukung dengan pandangan responden terhadap klaim gizi dan kesehatan yang beredar sehingga diharapkan data tugas akhir ini dapat mendorong upaya penyusunan ketentuan klaim gizi dan kesehatan di Indonesia. Tujuan Tugas akhir ini dimaksudkan untuk mengevaluasi klaim yang beredar sehingga diketahui 1) jenis klaim gizi dan kesehatan yang umum terdapat pada label dan iklan pangan untuk bayi, anak balita serta ibu hamil dan/atau ibu menyusui, 2) zat gizi dan non gizi yang paling banyak dicantumkan dalam label dan iklan pangan tersebut, 3) kesesuaian klaim gizi dan kesehatan yang dijumpai terhadap ketentuan yang berlaku serta 4) pendapat responden tentang klaim gizi dan kesehatan yang beredar. Diharapkan tugas akhir ini dapat bermanfaat sebagai bahan rekomendasi bagi instansi terkait untuk menyusun ketentuan tentang klaim gizi dan kesehatan di Indonesia dalam rangka perlindungan kesehatan konsumen dan menunjang perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab.