memahami prinsip pembelajaran anak berkebutuhan khusus

advertisement
MEMAHAMI PRINSIP PEMBELAJARAN
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Muzdalifah M Rahman
Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Kudus
Abstract: Children with Special Needs (ABK) should still get the
educational services of the government because of their uniqueness.
There must be a God-given advantages and weeknesses. The
maximum development of their potential will be able to produce a
work in the name of the nation. Therefore, in the learning process
of a teacher must be able to understand and apply the principles of
learning for the crew.
Key words: children with special needs, learning. A.Pendahuluan
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami kelainan/
penyimpangan (phisik, mental-intelektual, sosial, emosional) dalam
proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anakanak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan
khusus. Akan tetapi, meskipun seorang anak mengalami kelainan/
penyimpangan tertentu, tetapi kelainan/penyimpangan tersebut tidak
signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan
khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.
Pelayanan pendidikan anak yang memberikan pelayanan
bersama-sama antara anak yang tidak mengalami hambatan dan
anak berkebutuhan khusus disebut pendidikan inklusif. Pendidikan
inklusif adalah suatu sistem pendidikan yang menyertakan semua anak
secara bersama-sama dalam suatu iklim proses pembelajaran dengan
penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada
semua anak secara bersama-sama dalam suatu iklim proses pembelajaran
dengan layanan pendidikan yang layak dan sesuai kebutuhan individu
siswa tanpa membedakan anak dari latar belakang suku, ras, status sosial,
164
kemampuan ekonomi, status politik, bahasa, geografis, jenis kelamin,
agama/kepercayaan, dan perbedaan kondisi fisik atau mental (UNESCO
2004, dikutip dari Sri muji Rahayu, 2014)
Anak berkebutuhan khusus (ABK) sebagai warga negara Indonesia
mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan anak normal,
termasuk berhak memperoleh pendidikan dan belajar bersama anak
normal di sekolah umum. Pengintegrasian anak berkebutuhan khusus
dengan anak normal di sekolah umum memerlukan ruangan khusus
serta peralatannya, perlu modifikasi kurikulum, perlu bimbingan
khusus, kesiapan dari guru kelas, kesiapan anak -anak normal dan anak
berkebutuhan khusus itu sendiri. Selain itu juga diperlukan perencanaan
yang matang dan sikap kepala sekolah serta guru -guru yang positif
mendukung untuk keberhasilan pendidikan anak berkebutuhan khusus
di sekolah umum. Kenyataannya hal -hal tersebut belum sepenuhnya
ada di sekolah umum dikarenakan oleh berbagai faktor penyebab seperti
keterbatasan dana, tenaga, serta waktu dan keterampilan guru dalam
mengajar anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan hasil penelitian
Sri Widati (2001) disimpulkan bahwa guru -guru di sekolah umum
khususnya yang ada anak berkebutuhan khusus belum siap mengajar
mereka. Kesiapan dalam hal ini meliputi pemahaman dan keterampilan
dalam mengajar anak berkebutuhan khusus, sehingga masih banyak
ditemukan anak berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan atau
keterlambatan dalam mengikuti pendidikan di sekolah umum.http://file.
upi.edu/direktori/fip/jur._pend._luar_biasa/194808011974032-astati/
jurnal.pdf
Dari permasalahan di atas maka penulis ingin memberikan
pemahaman tentang prinsip-prinsip pembelajaran pada anak
berkebutuhan khusus, sehingga diharapkan orang tua, guru atau
pembimbing mampu mendampingi dalam proses pembelajarannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas penulis mengajukan rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengertian anak berkebutuhan khusus ?
2. Prinsip pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus ?
Muzdalifah M Rahman
Memahami Prinsip Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus
165
C. Pembahasan
1. Pengertian Anak berkebutuhan Khusus
Adapun penjelasan mengenai individu khusus dikutip dari buku
“Psikologi Luar Biasa “ yang ditulis oleh T. Sutjihati Somantri
pada tahun 2006 sebagai berikut :
a. TUNANETRA
Dalam bidang pendidikan luar biasa, anak dengan gangguan
penglihatan lebih akrab disebut tunanetra. Pengertian tunanetra tidak
saja mereka yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu
melihat tetapi terbatas sekali dan kurang dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan hidup sehari-hari terutama dalam belajar. Jadi, anakanak dengan kondisi penglihatan yang termasuk “setengah melihat”,
Low vision”, atau rabun adalah bagian dari kelompok anak tunanetra.
Dari uraian di atas, pengertian anak tunanetra adalah individu
yang indra penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai
saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya
orang awas. Anak-anak dengan gangguan penglihatan ini dapat
diketahui dalam kondisi tersebut :
- Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki
orang awas
-
Terjadi kekurangan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu.
-
Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak
-
Terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan
penglihatan.
Dari kondisi-kondisi di atas, pada umumnya yang digunakan
sebagai patokan apakah seseorang anak termasuk tunanetra atau tidak
ialah berdasarkan pada tingkat ketajaman penglihatannya. Untuk
mengetahui ketunanetraan dapat digunakan suatu tes yang dikenal
sebagi tes Snellen Card. Perlu ditegaskan bahwa anak dikatakan
tunanetra bila ketajaman penglihatannya (visusnya) kurang dari 6/21.
Artinya, berdasarkan tes, anak hanya mampu membaca huruf pada
jarak 6 meter yang oleh orang awas dapat dibaca pada jarak 21 meter.
Berdasarkan
acuan
tersebut,
anak
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 1 | Januari-Juni 2014
tunanetra
dapat
166
dikelompokkan menjadi dua macam ,yaitu :
(1)Buta
Dikatakan buta jika anak sama sekali tidak mampu menerima
rangsang cahaya dari luar (visusnya =0)
(2)Low Vision
Bila anak masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar,
tetapi ketajamannya lebih dari 6/21, atau jika anak hanya mampu
membaca headline pada surat kabar.
Anak tunanetra memiliki karakteristik kognitif, sosial, emosi,
motorik, dan kepribadian yang sangat bervariasi. Hal ini sangat
tergantung pada sejak kapan anak mengalami ketunanetraan,
bagaimana tingkat ketajaman penglihatannya, berapa usianya, serta
bagaimana tingkat pendidikannya.
B. TUNARUNGU
Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan
pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap
berbagai rangsangan, terutama melalui indera pendengarannya.
Batasan pengertian anak tunarungu telah banyak dikemukakan oleh
para ahli yang semuanya itu pada dasarnya mengandung pengertian
yang sama. Di bawah ini dikemukakan beberapa definisi anak
tunarungu.
Andreas Dwijoyo Sumarto 1990 mengemukakan bahwa
seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan
tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori yaitu
tuli (deaf) dan kurang dengar (low of hearing). Tuli adalah mereka
yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat
sehingga pendengaran tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar
adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan
tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun
tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aids).
Memperhatikan batasan-batasan di atas, dapatlah ditarik
kesimpulan bahwa tunarungu adalah mereka yang kehilangan
pendengaran baik sebagian (hard of hearing) maupun seluruhnya
Muzdalifah M Rahman
Memahami Prinsip Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus
167
(deaf) yang menyebabkan pendengarannya tidak memiliki nilai
fungsional di dalam kehidupan sehari-hari.
C. TUNAGRAHITA
Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut
anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata.
Dalam kepustakaan bahasa asing digunakan istilah-istilah mental
retardation, mentally retarded, mental deviciency, mental defective,
dan lain-lain
Untuk memahami anak tunagrahita atau terbelakang mental
ada baiknya memahami terlebih dahulu konsep Mental Age (MA).
Mental Age adalah kemampuan mental yang dimiliki oleh seorang
anak pada usia tertentu. Sebagai contoh, anak yang mempunyai usia
enam tahun akan mempunya kemampuan yang sepadan dengan
kemampuan anak usia enam tahun pada umumnya. Artinya anak yang
berumur enam tahun akan memiliki MA enam tahun. Jika seorang
anak memiliki MA lebih tinggi dari umurnya (Cronolgy Age), maka
anak tersebut memiliki kemampuan mental atau kecerdasan di atas
rata-rata. Sebaliknya jika MA seorang anak lebih rendah daripada
umurnya, maka anak tersebut memiliki kemampuan kecerdasan di
bawah rata-rata. Anak tunagrahita selalu memiliki MA yang lebih
rendah dari pada CA secara jelas. Oleh karena itu MA yang sedikit
saja kurangnya dari CA tidak termasuk tunagrahita. MA dipandang
sebagai indeks dari perkembangan kognitif seorang anak.
Ternyata dari IQ pun ditemukan bahwa anak yang selama ini
disebut anak tunagrahita ringan, sedang, dan berat, memiliki IQ
sendiri yang tidak bisa ditukar-tukar. Orang kemudian terkesan oleh
penemuan ini sehingga belakangan ada orang yang hanya berani
mengatakan tunagrahita ringan, sedang, dan berat setelah mengetahui
IQ-nya.
Pada masa awal perkembangan, hampir tidak ada perbedaan
antara anak-anak tunagrahita dengan yang memiliki kecerdasan ratarata. Akan tetapi semakin lama perbedaan pola perkembangan antara
anak tunagrahita dengan anak normal semakin terlihat jelas.
Untuk memahami anak tunagrahita ada baiknya kita telaah
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 1 | Januari-Juni 2014
168
definisi tentang anak ini yang dikembangkan oleh AAMD (American
Association of Mental Deficiency) sebagai berikut :“ Keterbelakangan
mental menunjukkan fungsi intelektual di bawah rata-rata secara
jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku
dan terjadi pada masa perkembangan” (Kauffman dan Hallahan, 1986
dalam Somantri, 2006).
Penyesuaian perilaku, maksudnya saat ini seseorang dikatakan
tunagrahita tidak hanya dilihat IQ-nya akan tetapi perlu dilihat sampai
sejauh mana anak ini dapat menyesuaikan diri. Jadi jika anak ini
dapat menyesuaikan diri, maka tidaklah lengkap ia pandang sebagai
anak tunagrahita. Terjadi pada masa perkembangan, maksudnya
bila ketunagrahitaan ini terjadi setelah usia dewasa, maka ia tidak
tergolong tunagrahita.
Tunagrahita atau terbelakang mental merupakan kondisi di
mana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga
tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal.
D. TUNADAKSA
Cerebral palsy merupakan salah satu bentuk brain injury,
yaitu suatu kondisi yang mempengaruhi pengendalian sistem motorik
sebagai akibat lesi dalam otak (R.S.Illingworth), atau suatu penyakit
neuromuskular yang disebabkan oleh gangguan perkembangan atau
kerusakan sebagian dari otak yang berhubungan dengan pengendalian
fungsi motorik.
Tunadaksa berarti suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai
akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot, dan sendi
dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh
penyakit, kecelakaan, atau dapat juga disebabkan oleh pembawaan
sejak lahir (White House Conference, 1931 dalam Somantri,
2006). Tunadaksa sering juga diartikan sebagai suatu kondisi yang
menghambat kegiatan individu sebagai akibat kerusakan atau
gangguan pada tulang dan otot, sehingga mengurangi kapasitas
normal individu untuk mengikuti pendidikan dan untuk berdiri
sendiri.
Penderita cerebral palsy dan tunadaksa harus dibedakan.
Mereka yang tunadaksa sama sekali tidak dapat menggerakkan bagian
Muzdalifah M Rahman
Memahami Prinsip Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus
169
tubuhnya yang mengalami gangguan atau kerusakan; sedangkan
penderita cerebral palsy masih dapat menggerakkan anggota
tubuhnya yang terserang meskipun gerakannya terganggu karena
adanya kelainan pada tonus otot.
E. TUNALARAS
Anak tuna laras sering juga disebut anak tuna sosial karena tingkah
laku anak ini menunjukkan penentangan terhadap norma-norma
sosial masyarakat yang berwujud seperti mencuri, mengganggu, dan
menyakiti orang lain. Dengan kata lain tingkah lakunya menyusahkan
lingkungan. Akan tetapi selanjutnya timbul pertanyaan, apakah anak
yang tidak jelas mengganggu atau sama sekali tidak merugikan orang
lain seperti menyendiri, memiliki kebiasaan menyimpang, merusak
diri sendiri, dan berpakaian aneh termasuk dalam kategori anti sosial.
2.
Prinsip-prinsip Pembelajaran pada Anak Berkebutuhan
Khusus
Kegiatan belaiar-mengajar dilaksanakan dengan maksud untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Belajar dalam pengertian luas dapat
diartikan sebagai kegiatan psikofisik menuju ke perkembangan
pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan
sebagai usaha penguasaan meteri ilmu pengetahuan yang merupakan
sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya
(Sardiman, 2011: 22). Menurut Hamalik (1983 : 28) bahwa belajar
adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri
seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku baru
berkat pengalaman dan latihan.
Dalam proses pembelajaran selain bertugas mengajar ,guru juga
dituntut melakukan bimbingan kepada siswanya. Adapun bimbingan
yang perlu dilakukan oleh guru dalam proses belajar mengajar sebagai
berikut (Miller, 1961 dikutip dari Sulaiman Samad dkk, 2008:99)
a. Proses belajar mengajar efektif, apabila bahan yang dipelajari
dikaitkan dengan tujuan-tujuan pribadi siswa.
b. Guru-guru yang memahami siswa dan masalah-masalah yang
dihadapinya , lebih peka terhadap hal-hal yang memperlancar dan
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 1 | Januari-Juni 2014
170
mengganggu kelancaran kegiatan kelas
c. Guru mempunyai kelebihan lain dibanding dengan petugas
pendidikan lainnya, yaitu di dalam proses belajar mengajar, guru
dapat memperhatikan perkembangan masalah atau kesulitan
siswa secara nyata, terutama dalam waktu belajar dalam mata
pelajaran yang diajarkan oleh guru yang bersangkutan .
Untuk pembelajaran di kelas inklusif secara umum sama
dengan prinsip- prinsip pembelajaran yang berlaku bagi anak pada
umumnya. Namun demikian, karena di dalam kelas inklusif terdapat
anak berkelainan yang mengalami kelainan/penyimpangan baik fisik,
intelektual, sosial, emosional dan/atau sensoris neurologis dibanding
dengan anak pada umumnya, maka guru yang mengajar di kelas
inklusif di samping menerapkan prinsip-prinsip umum pembelajaran
juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip khusus sesuai
dengan kelainan anak. Adapun prinsip-prinsip pembelajaran pada
individu berkebutuhan khusus menurut Direktorat PLB ( 2004)
sebagai berikut (dikutip dari Somantri Sutjihati, 2006 ) :
1. Prinsip Umum
a. Prinsip Motivasi
Guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada sisa
agar tetap memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam
mengikuti kegiatan belajar-mengajar.
b. Prinsip Latar/Koteks
Guru perlu mengenal siswa secara mendalam, menggunakan
contoh, memanfaatkan sumber belajar yang ada di lingkungan
sekitar, dan semaksimal mungkin menghindari pengulanganpengulangan materi pengajaran yang sebenarnya tidak terlalu
penuh bagi anak.
c. Prinsip Keterarahan
Setiap akan melakukan kegiatan pembelajaran, guru harus
merumuskan tujuan secara jelas. menerapkan bahan dan alat yang
sesuai serta mengembangkan strategi pembelajaran yang tepat.
Muzdalifah M Rahman
Memahami Prinsip Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus
171
d. Prinsip Hubungan Sosial
Dalam
kegiatan
belajar-mengajar,
guru
perlu
mengembangkan
strategi
pembelajaran
yang
mampu
mengoptimalkan interaksi antara guru dengan siswa, siswa
dengan siswa, guru dengan siswa dan lingkungan, serta interaksi
banyak arah.
e. Prinsip Belajar Sambil Bekerja
Dalam kegiatan pembelajaran, guru harus banyak memberi
kesempatan kepada anak untuk melakukan praktek atau percobaan
atau menemukan sesuatu melalui pengamatan, penelitian, dan
sebagainya.
f. Prinsip Individualisasi
Guru perlu mengenal kemampuan awal dan karakteristik
setiap anak secara mendalam baik dari segi kemampuan maupun
ketidakmampuannya dalam menyerap materi pelajaran. kecepatan
maupun kelambatannya dalam belajar, dan perilakunya, sehingga
setiap kegiatan pembelajaran masing-masing anak mendapat
perhatian dan perlakuan yang sesuai.
g. Prinsip Menemukan
Guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang
mampu memancing anak untuk terlihat secara aktif baik fisik,
mental, sosial, dan/atau emosional.
h. Prinsip Pemecahan Masalah
Guru hendaknya sering mengajukan berbagai persoalan/
problem yang ada di lingkungan sekitar, dan anak dilatih untuk
merumuskan, mencari data, menganalisis, dan memecahkannya
sesuai dengan kemampuan.
2. Prinsip Khusus
a. Tunanetra
1) Prinsip Kekonkretan
Anak tunanetra belajar terutama melalui pendengaran dan
perabaan. Bagi mereka untuk mengerti dunia sekelilingnya harus
bekerja dengan benda-benda konkret yang dapat diraba dan dapat
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 1 | Januari-Juni 2014
172
dimanipulasikan Melalui observasi perabaan benda-benda riil,
dalam tempatnya yang alamiah, mereka dapat memahami bentuk,
ukuran, berat, kekerasan, sifat-sifat permukaan, kelenturan, suhu,
dan sebagainya.
Dengan menyadari kondisi seperti ini, maka dalam proses
belajar-mengajar guru dituntut semaksimal mungkin dapat
menggunakan benda-benda konkret (baik asli maupun tiruan)
sebagai alat bantu atau media dan sumber belajar dalam upaya
pencapaian tujuan pembelajaran.
2) Prinsip Pengalaman yang Menyatu
Pengalaman visual cenderung menyatukan informasi.
Seorang anak normal yang masuk ke toko, tidak saja dapat
melihat rak-rak dan benda-benda riil, tetapi juga dalam sekejap
mampu melihat hubungan antara rak-rak dengan benda-benda
di ruangan. Anak tunanetra tidak mengerti hubungan-hubungan
ini kecuali jika guru menyajikannya dengan mengajar anak untuk
“mengalami” suasana tersebut secara nyata dan menerangkan
hubungan-hubungan tersebut.
3) Prinsip Belajar Sambil Melakukan
Prinsip ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan prinsip
belajar sambil bekerja. Perbedaannya adalah, bagi anak tunanetra,
melakukan sesuatu adalah pengalamannya nyata yang tidak
mudah terlupakan seperti anak normal melihat sesuatu sebagai
kebutuhan utama dalam menangkap informasi. Anak normal
belajar mengenai keindahan lingkungan cukup hanya dengan
melihat gambar atau foto. Anak tunanetra menuntut penjelasan
dan penjelajahan secara langsung di lingkungan nyata. Prinsip ini
menuntut guru agar dalam proses belajar-mengajar tidak hanya
bersifat informatif akan tetapi semaksimal mungkin anak diajak
ke dalam situasi nyata sesuai dengan tuntutan tujuan yang ingin
dicapai dan bahan yang diajarkannya.
b. Tiinarungu
1) Prinsip Keterarahanwajah
Anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan
Muzdalifah M Rahman
Memahami Prinsip Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus
173
pendengarannya (kurang dengar atau bahkan tuli), Sehingga
organ pendengarannya kurang/tidak berfungsi dengan baik. Bagi
yang sudah terlatih, mereka dapat berkomunikasi dengan orang
lain dengan cara melihat gerak bibir (lip reading) lawan bicaranya.
Oleh karena itu ada yang menyebut anak tunarungu dengan istilah
“pemata’, karena matanya seolah-olah tanpa berkedip melihat
gerak bibir lawan bicaranya.
Prinsip ini menuntut guru ketika memberi penjelasan
hendaknya menghadap ke anak (face to face) sehingga anak dapat
melihat gerak bibir guru. Demikian pula halnya dengan anak
yang mengalami gangguan komunikasi, karena organ bicaranya
kurang berfungsi sempurna, akibatnya bicaranya sulit dipahami
(karena kurang sempurna) oleh lawan bicaranya. Agar guru dapat
memahaminya, maka anak diminta menghadap guru (face to face)
ketika berbicara.
2) Prinsip Keterarahansuara
Setiap kali ada suara/bunyi, pasti ada sumber suara/
bunyinya. Dengan sisa pendengarannya, anak hendaknya
dibiasakan mengonsentrasikan sisa pendengarannya ke arah
sumber suara/bunyi, sehingga anak dapat merasakan adanya
getaran suara, Suara/bunyi yang dihayatinya sangat membantu
proses belajar-mengajar anak terutama dalam pembentukan
sikap, pribadi, tingkah laku, dan perkembangan bahasanya.
Dalam proses belajar-mengajar, ketika berbicara guru
hendaknya menggunakan lafal/ejaan yang jelas dan cukup keras,
sehingga arah suaranya dapat dikenali anak. Demikian pula, bagi
anak yang mengalami gangguan komunikasi, agar bicaranya dapat
dipahami oleh lawan bicaranva maka anak hendaknya ketika
berbicara selalu menghadap ke lawan bicaranya agar suaranya
terarah.
3) Prinsip Keperagaan
Anak tunarungu karena mengalami gangguan organ
pendengarannya maka mereka lebih banyak menggunakan indera
penglihatannya dalam belajar. Oleh karena itu, proses belajarmengajar hendaknya disertai peragaan (menggunakan alat
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 1 | Januari-Juni 2014
174
peragaan) agar lebih mudah dipahami anak. Di samping dapat
menarik perhatian anak.
c. Tunagrahita
I) Prinsip Kasih Sayang
Tunagrahita/anak lamban belajar adalah anak yang
mengalami kelainan/penyimpangan dalam segi intelektual
(inteligensi), yakni inteligensinya di bawah rata-rata anak seusianya
(di bawah normal). Akibatnya, dalam tugas-tugas akademik yang
menggunakan intelektual, mereka senang mengalami kesulitan.
Oleh karena itu. kadang-kadang guru merasa jengkel karena diberi
tugas yang menurut perkiraan guru sangat mudah sekalipun.
mereka tetap saja kesulitan dalam menyelesaikannya.
Untuk itu, mengajar anak tunagrahita/lamban belajar
membutuhkan kasih sayang yang tulus dan guru. Guru hendaknva
berbahasa yang lembut, tercapai sabar, rela berkorban, dan
memberi contoh perilaku yang baik ramah, dan supel, sehingga
siswa tertarik dan timbul kepercayaan yang pada akhirnya
bersemangat untuk melakukan saran-saran dan guru.
2) Prinsip Keperagaan
Kelemahan anak Tunagrahita/lamban belajar antara
lain adalah dalam hal kemampuan berpikir abstrak, Mereka
sulit membayangkan sesuatu. Dengan segala keterbatasannya
itu, siswa tunagrahita/lamban belajar akan lebih mudah
tertarik perhatiannva apabila dalam kegiatan belajar-mengajar
menggunakan benda-benda konkret maupun berbagai alat peraga
(model) yang sesuai.
Hal ini menuntut guru agar dalam kegiatan belajar mengajar
selalu mengaitkan relevansinya dengan kehidupan nyata seharihari. Oleh karena itu, anak perlu di bawa ke lingkungan nyata,
baik lingkungan fisik, lingkungan sosial, maupun lingkungan
alam. Bila tidak memungkinkan, guru dapat membawa berbagai
alat peraga.
3) Prinsip Habilitasi dan Rehabilitasi
Meskipun dalam bidang akademik anak tunagrahita
memiliki kemampuan yang terbatas, namun dalam bidang-bidang
Muzdalifah M Rahman
Memahami Prinsip Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus
175
lainnya mereka masih memiliki kemampuan atau potensi yang
masih dapat dikembangkan.
Habilitasi adalah usaha yang dilakukan seseorang agar
anak menyadari bahwa mereka masih memiliki kemampuan
atau potensi yang dapat dikembangkan meski kemampuan atau
potensi tersebut terbatas.
Rehabilitasi adalah usaha yang dilakukan dengan berbagai
macam bentuk dan cara, sedikt demi sedikit mengembalikan
kemampuan yang hilang atau belum berfungsi optimal.
Dalam kegiatan belajar-mengajar, guru hendaknya berusaha
mengembangkan kemampuan atau potensi anak seoptimal
mungkin. melalui berbagai cara yang dapat ditempuh.
d. Tunadaksa
Prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran bagi
anak tunadaksa tidak lepas dan juga bentuk pelayanan, yaitu: (1)
pelayanan medik, (2) pelayanan pendidikan. dan (3) pelayanan
sosial, yang pada dasarnya juga tidak dapat lepas dengan prinsip
habilitasi dan rehabilitasi di atas.
f. Tunalaras
1). Prinsip Kebutuhan dan Keaktifan
Anak tunalaras selalu ingin memenuhi kebutuhan dan
keinginannya tanpa memedulikan kepentingan orang lain. Untuk
memenuhi Kebutuhannya itu, ia menggunakan kesempatan
yang ada tanpa mengingat kepentingan orang lain. Kalau perlu
melanggar semua peraturan yang ada meskipun ia harus mencuri
misalnya. Hal ini jelas merugikan baik diri sendiri maupun orang
lain. Oleh karena itu, guru harus memberi keaktifan kepada siswa
supaya kebutuhannya terpenuhi dengan mempertimbangkan
norma-norma kemasyarakatan, agama, peraturan perundanganundangan yang berlaku, sehingga dalam memenuhi keinginan dan
kebutuhannya tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain.
2) Prinsip Kebebasan yang Terarah
Anak tunalaras memiliki sikap tidak mau dikekang. Ia selalu
menggunakan peluang yang ada untuk berbuat sesuatu sehingga
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 1 | Januari-Juni 2014
176
hatinya merasa puas. Oleh karena itu, guru harus berhati-hati
ketika akan melarangnya. Nasihatilah kalau memang perlu
dilarang. Di samping itu, guru hendaknya mengarahkan dan
menyalurkan segala perilaku anak ke arah positif yang berguna,
baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
3) Prinsip Penggunaan Waktu Luang
Anak tunalaras biasanya tidak bisa diam, dia termasuk
hiperaktif. Ada saja yang dikerjakan. Bahkan seolah-olah mereka
kekurangan waktu sehingga lupa tidur, istirahat, dan sebaginya.
Oleh karena itu, guru harus membimbing anak degan mengisi
waktu luangnya untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat.
4) Prinsip Kekeluargaan dan Kepatuhan
Anak tunalaras berasal dari keluarga yang tidak harmonis,
hubungan orang tua retak (broken home). Akibatnya emosinya
tidak laras, jiwanya tidak tenang, rasa kekeluargaannya tidak
berkembang, merasa hidupnya tidak berguna. Akibat lebih jauh
mereka bersifat perusak, benci kepada orang lain.
Oleh karena itu, guru harus dapat menyelami jiwa anak, di
mana letak ketidakselarasan kehidupan emosinya. Selanjutnya,
mengembalikannya kepada kehidupan emosi yang tenang, laras,
sehingga rasa kekeluargaannya menjadi pulih kembali. Misalnya
siswa disuruh membaca cerita yang edukatif, memelihara
binatang, tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya.
5) Prinsip Setia Kawan dan Idola serta Perlindungan
Karena tinggal di rumah tidak tahan, anak tunalaras
biasanya lari keluar rumah. Kemudian ia bertemu dengan orangorang (kelompok) yang dirasa dapat membuat dirinya merasa
aman. Di dalam kelompok tersebut ia merasa menemukan tempat
berlindung menggantikan orang tuanya, ia merasa tenteram,
timbul rasa setia kawan. Karena setianya kepada kelompok,
ia berbuat apa saja sesuai perintah ketua kelompoknya yang
dijadikan idolanya.
Oleh karena itu, guru hendaknya secara perlahan-lahan
berupaya menggantikan posisi ketua kelompoknya, menjadi tokoh
idola siswa, dengan cara melindungi siswa, dan berangsur-angsur
Muzdalifah M Rahman
Memahami Prinsip Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus
177
kelompoknya berganti dengan teman-teman sekelasnya, dan setia
kawannya berganti kepada teman-teman sekelasnya, yang pada
akhirnya mereka akan merasa senang bersekolah.
6) Prinsip Minat dan Kemampuan
Guru harus memperhatikan minat dan kemampuan anak
terutama yang berhubungan dengan pelajaran. Jangan sampai
karena tugas-tugas (PR) yang diberikan oleh terlalu banyak,
akhirnya justru mereka benci kepada guru atau benci kepada
pelajaran tertentu. Sebaliknya, guru harus menggali minat dan
kemampuan siswa terhadap pelajaran, untuk dijadikan dasar
memberi tugas-tugas tertentu. Dengan memberi tugas yang sesuai,
mereka akan merasa senang, yang pada akhirnya lama-kelamaan
mereka akan terbiasa belajar.
7) Prinsip Emosional, Sosial, dan Perilaku
Karena problem emosi yang disandang anak tunalaras,
maka ia mengalami ketidakseimbangan emosi. Akibatnya
siswa berprilaku menyimpang baik secara individual
maupun secara sosial dalam pergaulan hidup bermasyarakat.
Oleh karena itu, guru harus berusaha mengidentifikasi
problem emosi yang disandang anak, kemudian berupaya
menghilangkannya untuk diganti dengan sifat-sifat yang baik
sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat dan
agama, dengan cara diberi tugas-tugas tertentu yang terpuji, baik
secara individual maupun secara kelompok.
8) Prinsip Disiplin
Pada umumnya anak tunalaras ingin memanfaatkan
kesempatan yang ada untuk memenuhi keinginannya,tanpa
mengindahkan norma-norma yang berlaku, sehingga ia hidup
lepas dari disiplin. Sikap ketidaktaatan dan lepas dari aturan
merupakan sikap hidupnya sehari-hari.
Oleh karena itu, guru perlu membiasakan siswa untuk hidup
teratur dengan selalu diberi keteladanan dan pembinaan dengan
sabar.
9) Prinsip Kasih Sayang
Anak tunalaras umumnya haus akan kasih sayang, baik
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 1 | Januari-Juni 2014
178
dari orang tua maupun dari keluarganya. Akibatnya anak akan
selalu mencari kasih sayang dan menumpahkan keluhannya
di luar rumah. Kalau ia tidak menemukannya akan menjadi
agresif, cenderung hiperaktif, atau sebaliknya ia menjadi rendah
diri, pendiam, atau menyendiri. Oleh karena itu, guru supaya
mendekati anak dengan penuh kasih sayang, kesabaran, sehingga
kekosongan jiwa anak akan terisi atau terobati. Akibatnya,
anak akan rajin ke sekolah karena merasa ada tempat untuk
mencurahkan perasaannya. Pada akhirnya mereka akan menuruti
nasihat guru untuk rajin belajar.
Muzdalifah M Rahman
Memahami Prinsip Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus
179
DAFTAR PUSTAKA
Astati .Sikap Kepala Sekolah dan Guru Guru terhadap Anak
Berkebutuhan Khusus (abk) yang Belajar di SD Inklusi Puterako
Bandung http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_
BIASA/194808011974032-ASTATI/JURNAL.pdf Diakses 20/1/15
Hamalik. 1983, Strategi Belajar dan Pembelajaran, Jakarta ; Sinar Utama
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar . Jakarta. PT
Rajawali Pers.
Somantri Sutjihati, 2006, Psikologi Anak Luar Biasa, PT. Refika Aditama,
Bandung.
Sri Muji Rahayu. 2014 . MEMENUHI HAK ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS USIA DINI MELALUI PENDIDIKAN INKLUSIF https://
slbpamardiputra.wordpress.com/2014/05/23/jurnal-pendidikan/.
Diakses 20/1/15
Sulaiman Samad dkk, 2008. Profesi Keguruan . Penerbit FIP-UNM. Makasar
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 1 | Januari-Juni 2014
Download