1|Handout Pengelolaan Pembelajaran PAUD Inklusif HANDOUT PERKULIAHAN PENGELOLAAN PEMBELAJARAN PAUD INKLUSIF OLEH : FIFIET DWI TRESNA SANTANA, M.PD. NIDN. 0420078204 STKIP SILIWANGI BANDUNG, 2016 1 2|Handout Pengelolaan Pembelajaran PAUD Inklusif Pertemuan 1 Konsep Pengelolaan PAUD Inklusif PENGERTIAN Menurut Stainback (1990) mengemukakan bahwa : sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi. Staub dan Peck (1995) mengemukakan bahwa : pendidikan inklusif adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya. Permendiknas No. 70 tahun 2009 didefinisikan sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang berkelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Dalam pelaksanaannya, pendidikan inklusif bertujuan untuk memberikan kesempatan yang seluasluasnya kepada anak berkebutuhan khusus dan mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif kepada semua peserta didik yang memiliki 2 3|Handout Pengelolaan Pembelajaran PAUD Inklusif kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Baker, E.T., Wang, M.C., and Walberg, H.J., dalam bukunya yang berjudul The Effects of Inclusion on Learning menyebutkan bahwa: Inclusion is a tern wich expresses commitment to educate each child, to the maximum extent appropriate, in the school and classroom he or she would otherwise attend. It involves bringing the support services to the child (rather than moving the child to the services) and requires only that the child will benefit from being in the class (rather than having to keep up with the other student). Proponents of inclusion generally favor newer forms of education service delivery. Artinya inklusi adalah istilah yang mengekspresikan komitmen untuk mendidik setiap anak, semaksimal yang tepat, di sekolah dan di kelas dia dinyatakan akan hadir. Ini melibatkan membawa layanan dukungan untuk anak (bukan memindahkan anak ke jasa) dan hanya membutuhkan bahwa anak akan mendapatkan keuntungan dari berada di kelas (daripada harus bersaing dengan siswa lain). Pendukung inklusi umumnya mendukung bentuk-bentuk baru penyampaian layanan pendidikan. TUJUAN Tujuan Pembelajaran Inklusif : Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja. Oleh karena itu, pembelajaran secara umum mempunyai tujuan untuk membantu peserta didik agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku peserta didik bertambah, baik kuantitas maupun kualitas. Tingkah laku yang dimaksud meliputi pengetahuan, keterampilan dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku. Sedangkan dalam pembelajaran inklusi diselenggarakan dengan tujuan : 1. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak (termasuk Anak Berkebutuhan Khusus) mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhannya. 2. Membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar. 3 4|Handout Pengelolaan Pembelajaran PAUD Inklusif 3. Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah. 4. Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran. Tujuan Pendidikan Inklusif bagi guru PAUD : 1. Guru akan memperoleh kesempatan belajar dari cara mengajar dengan setting inklusi. 2. Terampil dalam melakukan pembelajaran kepada peserta didik yang memiliki latar belakang beragam. 3. Mampu mengatasi berbagai tantangan dalam memberikan layanan kepada semua anak. 4. Bersikap positif kepada orang tua, masyarakat dan anak dalam situasi beragam. 5. Mempunyai peluang untuk menggali dan mengembangkan serta mengaplikasikan berbagai gagasan baru melalui komunikasi dengan anak di lingkungan sekolah dan masyarakat. MANFAAT Manfaat Pembelajaran PAUD Inklusif : 1. Membangun kesadaran dan consensus pentingnya pendidikan inklusif sekaligus menghilangkan sikap dan nilai yang diskriminasi 2. Melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidikan lokal, mengumpulkan informasi 3. Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial, dan masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran 4. Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan bagi semua anak 4 5|Handout Pengelolaan Pembelajaran PAUD Inklusif LANDASAN PENGELOLAAN PAUD INKLUSIF Landasan Pengelolaan Pembelajaran PAUD Inklusif : 1. Landasan Filosofi Landasan filosofi utama program pendidikan inklusif di Indonesia adalah pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yaitu semboyan ”Bhinneka Tunggal Ika” berdasarkan semboyan itu bangsa Indonesia membangun system pendidikannya. Filosofi Bhinneka Tunggal Ika mengajak kita untuk meyakini bahwa di dalam diri manusia bersemayam potensi kemanusiaan yang bila dikembangkan melalui pendidikan yang baik dan benar dapat berkembang tak terbatas. Dan, perlu diyakini pula bahwa potensi itu pun ada pada diri setiap ABK. Karena, seperti halnya ras, suku, dan agama di tanah Indonesia, keterbatasan pada ABK maupun keunggulan pada anak pada umumnya memiliki kedudukan yang sejajar. Berdasarkan penjelasan di atas, jelas bahwa keterbatasan ABK tidak dapat dijadikan alasan untuk menjadikan pendidikan bersifat segregatif dan eksklusif, sehingga pendidikan untuk ABK harus dipisahkan dengan anak pada umumnya. Karena dengan adanya pendidikan inklusif yang terintegrasi, peserta didik dapat saling bergaul dan memungkinkan terjadinya saling belajar tentang perilaku dan pengalaman masing-masing. 2. Landasan Yuridis Landasan yuridis internasional penerapan pendidikan inklusif adalah Deklarasi Salamanca oleh para menteri pendidikan se-Dunia. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang dan zat adiktif lainnya juga dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus. Selain anak-anak berkebutuhan khusus yang telah disebutkan di atas, anak-anak yang memiliki bakat dan/atau kecerdasan luar biasa juga dikategorikan sebagai anak-anak berkebutuhan khusus. 5 6|Handout Pengelolaan Pembelajaran PAUD Inklusif 3. Landasan Pedagogis Pasal 3 Undang Undang Nomor 29 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, disebutkan bahwa pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis dan bertanggungjawab. Jadi, melalui pendidikan, peserta didik berkelainan dibentuk menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab, yaitu individu yang mampu menghargai perbedaan dan berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal mereka diisolasikan dari teman sebayanya di sekolah-sekolah khusus. Betapapun kecilnya, mereka harus diberi kesempatan bersama teman sebayanya. 4. Landasan Empiris Penelitian tentang inklusi telah banyak dilakukan di negara-negara barat sejak 1980-an, namun penelitian yang berskala besar dipelopori oleh The National Academy of Sciences (Amerika Serikat). Hasilnya menunjukkan bahwa klasifikasi dan penempatan anak berkelainan di sekolah, kelas atau tempat khusus tidak efektif dan diskriminatif. Layanan ini merekomendasikan agar pendidikan khusus secara segregatif hanya diberikan terbatas berdasarkan hasil identifikasi yang tepat. 5. Landasan Spiritual Islam mengajarkan pada umatnya dalam kehidupan kemasyarakatan, untuk saling berinteraksi sehingga menjadi satu kesatuan kemasyarakatan, yang utuh saling mengenal dan tolong menolong di dalam kebaikan, hal ini dijelaskan dalam Q.S. al-Hujurat ayat: 13. Allah berfirman: “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. 6 7|Handout Pengelolaan Pembelajaran PAUD Inklusif Dari ayat di atas dapat kita pahami bahwa kita diciptakan dengan bermacam-macam latar belakang, dan seharusnya kita saling mengenal dan tolong menolong. Dengan adanya perbedaan, keanekaragaman budaya dan adat istiadat akan semakin berkembang serta memupuk rasa tenggang rasa diantara sesama. Dari Abu Hurairah ra, dia berkata, : “Rasulullah s.a.w. bersabda: Janganlah kalian saling mendengki, saling berjualan dengan cara najsy, saling benci dan saling membelakangi. Dan janganlah kalian menjual barang di atas penjualan sebagian lainnya. Jadilah kalian hambahamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, (dia) tidak mendzaliminya dan mengabaikannya, tidak menghinanya. Takwa itu di sini (seraya menunjuk dadanya tiga kali). Cukuplah seorang muslim dikatakan buruk jika dia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain; haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya. (HR. Muslim). Hadits ini menjelaskan berapa tingginya kedudukan persaudaraan dalam Islam. Dalam hadits ini juga mengandung perintah untuk menebarkan persaudaraan diantara sesama muslim. Maka kita tidak boleh saling mendzalimi, berdusta, dan menghina. 7 8|Handout Pengelolaan Pembelajaran PAUD Inklusif KONSEP PAUD INKLUSIF 8 9|Handout Pengelolaan Pembelajaran PAUD Inklusif Pertemuan 2 PRINSIP PENGELOLAAN, JENIS LAYANAN DAN PEMECAHANAN MASALAH PAUD INKLUSIF PRINSIP PENGELOLAAN PAUD INKLUSIF 9 10 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f JENIS LAYANAN PAUD INKLUSIF UPAYA PEMECAHAN MASALAH PAUD INKLUSIF Berbagai upaya yang dapat dilakukan dalam memecahkan masalah PAUD Inklusif yaitu sebagai berikut : • Sosialisasi pendidikan inklusif ke seluruh lapisan masyarakat, Pemerintah Provinsi, dan Kabupaten/Kota. • Penyelenggaraan Workshop, Seminar, Diklat tentang pendidikan inklusif terhadap Sumber Daya Manusia (SDM), pada sekolah regular. 10 11 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f • Peningkatan aksesbilitas pada sekolah regular bagi peserta didik anak berkebutuhan khusus. • Memberikan bantuan fisik maupun non fisik kepada sekolah regular penyelenggara pendidikan inklusif. • Melakukan berbagai kerjasama dengan para pihak terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif baik di dalam maupun di luar negeri. Pertemuan 3 MANAJEMEN PAUD INKLUSIF Manajemen Pengelolaan PAUD Inklusif terdiri dari 3 bagian yaitu : Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi. 1. Perencanaan Pembelajaran Inklusi Perencanaan Pembelajaran merupakan proses penetapan dan pemanfaatan sumber daya secara terpadu yang diharapkan dapat menunjang kegiatan-kegiatan dan upaya-upaya yang akan dilaksanakan secara efisien dan efektif dalam mencapai tujuan. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan meliputi: menganalisis hasil Assessment untuk kemudian dideskripsikan, ditentukan penempatan untuk selanjutnya, dibuatkan program pembelajaran berdasarkan hasil assessment. Perencanaan pembelajaran yang merupakan antisipasi dan perkiraan tentang apa yang akan dilakukan dalam pembelajaran sehingga tercipta suatu situasi yang memungkinkan terjadinya proses belajar yang dapat mengantarkan peserta didik mencapai tujuan yang diharapkan.Peran yang dilakukan oleh guru dalam perencanaan pembelajaran adalah dengan membuat perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran merupakan beberapa persiapan yang disusun oleh guru agar pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran dapat dilakukan secara sistematis dan memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Perangkat pembelajaran tersebut minimal terdiri 11 12 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f dari analisis pekan efektif, program tahunan, program semesteran, silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). 2. Pelaksanaan Pembelajaran Inklusi Pada tahap ini guru melaksanakan program pembelajaran serta pengorganisasian siswa berkelainan di kelas reguler sesuai dengan rancangan yang telah disusun. Pelaksanaan pembelajaran dapat dilakukan melalui individualisasi pengajaran artinya; anak belajar pada topik yang sama, waktu dan ruang yang sama, namun dengan materi yang berbeda-beda. Cara lain proses pembelajaran dilakukan secara individual artinya anak diberi layanan secara individual dengan bantuan guru khusus. Proses ini dapat dilakukan jika dianggap memiliki rentang materi/keterampilan yang sifatnya mendasar (Prerequisit) Proses layanan ini dapat dilakukan secara terpisah atau masih di kelas tersebut sepanjang tidak mengganggu situasi belajar secara keseluruhan. Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. 3. Evaluasi Merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran pada khususnya, dan sistem pendidikan pada umumnya. Artinya, evaluasi merupakan suatu kegiatan yang tidak mungkin dielakkan dalam suatu proses pembelajaran. Dengan kata lain, kegiatan evaluasi, baik evaluasi hasil belajar maupun evaluasi pembelajaran, merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari kegiatan pendidikan. Dengan demikian evaluasi berarti penentuan nilai suatu program dan penentuan keberhasilan tujuan pembelajaran suatu program. Dalam evaluasi hendaknya mempertimbangkan sekurang-kurangnya 3 aspek yaitu siswa, program pembelajaran dan bagaimana pengadministrasian evaluasi itu sendiri. Evaluasi yang digunakan pada sekolah inklusi hendaknya menggunakan : a) Untuk mereka yang berkebutuhan khusus maka evaluasi berdasarkan program pembelajaran individual b) Laporan hasil kemajuan atau perkembangan siswa hendaknya dilengkapi dengan laporan berbentuk penjelasan atau informasi secara narasi. Dalam mengevaluasi perlu mempertimbangkan kondisi atau jenis anak berkebutuhan khusus. Untuk kondisi tertentu kemungkinan juga evaluasi menggunakan media gambar misalnya bagi mereka yang mengalami gangguan membaca. Kemudian untuk evaluasi dalam program 12 13 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f pembelajaran inklusi bagi Anak Berkebutuhan Khusus berupa: Penilaian selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, baik secara lisan, tertulis, maupun melalui pengamatan. Melakukan tindak lanjut atas hasil penilaian yang telah dilakukan selama kegiatan belajar mengajar. Pertemuan 4 MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN PAUD INKLUSIF MODEL PEMBELAJARAN • Model awesome Melalui proses pembelajaran yang dialami selama 90 menit, anak akan menyadari apa yang ia pelajari melalui berlatih, bereksperimen, dan mengenal lebih jauh ketika panca inderanya diberikan peluang untuk mengenal lingkungan dan dirinya sebagai satu kesatuan dalam proses belajar di mana anak membangun pengalaman secara otomatis sehingga terintegrasi ke dalam dirinya. (1) Aware kesadaran awal. Materi belajar akan lebih mudah dipelajari jika siswa telah menyadari apa yang akan dipelajarinya. Kesadaran siswa dapat dibangun pada kegiatan prapaparan yang dikerjakan di rumah serta diskusi yang disampaikan guru sebelum dan setelah kegiatan belajar. (2) Expose memberikan ragam stimulus optimal pada seluruh indra sensori siswa yang merangsang munculnya seluruh kemampuan anak sebagai modal belajarnya. Karenanya aktivitas belajar sehari-hari haruslah melibatkan tidak hanya kemampuan verbal atau koginitif tapi juga motorik halus dan kasar. 13 14 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f (3) Synchronize proses belajar akan lebih mudah dan efektif jika dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Misalnya, alih-alih menggunakan papan kancing untuk melatih motorik halus anak lebih baik melatih anak mengkancingkan bajunya sendiri. Karena kegiatan itu tidak hanya melatih motorik halus, tapi juga sekaligus melatih kemandirian bahkan dengan bonus belajar matematika, dengan menghitung jumlah kancing bajunya yang harus dipasangnya. (4) Construct . Semua aktivitas, tata ruang kelas, mainan yang disediakan, alat bantu belajar yang digunakan bahkan instruksi yangn diberikan dalam proses belajar disiapkan untuk anak dan dirancang dengan tujuan yang jelas dengan hasil yang dapat diukur. (5) Automize . Konsep ini diaplikasikan pada pelaksanaan kegiatan rutin di sekolah seperti cuci tangan sebelum makan, membereskan mainannya sendiri dan lain sebagainya, sedang untu guru berupa peraturan di sekolah. Tujuannya agar anak dan seluruh elemen sekolah terbiasa pada kebiasaan-kebiasaan baik, sehingga perilaku positip menjadi hal spontan yang dilakukan siswa dan guru dalam keseharian. (6) Integrated. Konsep ini teraplikasi dalam lingkungan belajar yang inklusi. Tidak hanya menggabungkan anak berkebutuhan khusus dengan anak normal dalam satu ruang belajar namun juga menciptakan atmosfer yang terpadu, memenuhi kebutuhan dan melibatkan semua anggota kelas Model Pembelajaran yang diindividualisasikan (Individalized Educational Program) Dalam pengembangan program ini, anak dapat belajar secara klasikal atau individual sesuai dengan potensi dan kapasitasnya. Esensi Program Pembelajaran yang Diindividualisasikan (PPI) Program pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI) diadopsi dari istilah Individualized Educational Program (IEP). Digunakan istilah ini didasarkan kepada kenyataan dimana secara operasional inti persoalan dalam IEP pada dasarnya lebih menyangkut kepada kepentingan proses pembelajaran di dalam kelas. Selanjutnya dalam tulisan ini akan digunakan istilah Program Pembelajaran Individual (PPI) dan bukan program pendidikan yang diindividualisasikan (IEP) sebagai alih bahasa dari Individualized Educational Program. PPI merupakan dokumentertulis yang dikembangkan dalam suatu rencana 14 15 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus (child with special need). Mercer (1989), mengemukakan bahwa “program individualisasi merujuk kepada suatu program pengajaran dimana siswa bekerja dengan tugas-tugas yang sesuai dengan kondisi dan motivasinya”. Sejalan dengan pendapat tersebut dikemukakan oleh Lynch (1994) mengemukakan bahwa IEP merupakan suatu kurikulum atau suatu program pembelajaran yang didasarkan kepada gaya, kekuatan dan kebutuhan-kebutuhan khusus anak dalam belajar. Ini menunjukkan bahwa PPI pada prinsipnya adalah suatu program pembelajaran yang didasarkan kepada setiap kebutuhan individu (anak). Kedua pandangan di atas mengandung pengertian bahwa siswalah yang harus mengendalikan program, bukan program yang mengendalikan siswa.Para akhli pendidikan sepakat bahwa salah satu pijakan dalam penyusunan program hendaknya bertitik tolak dari kebutuhan anak, karena anak yang akan dibelajarkan. Untuk itu, masalah kebutuhan, perkembangan dan minat anak menjadi orientasi dalam mempertimbangkan penyusunan program. PPI bertolak dari suatu pandangan yang mengakui manusia merupakan makhluk individu atau suatu kesatuan dari jiwa dan raga (a whole being) yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain yang dikenal sebagai organisme. Dalam organisme terdapat dorongan (drives) yang bersumber pada kebutuhan-kebutuhan dasar (basic need) dan merupakan daya penggerak (motivation)untuk mempertahan kebutuhan hidupnya (survive). Dorongan, kebutuhan dan motivasi inilah sifatnya berbeda-beda, atau memiliki ciri khas tersendiri antara organisme yang satu dengan organisme yang lainnya. Pandangan pandangan tersebut intinya menghendaki agar kegiatan proses pembelajaran lebih bersifat individual. Kebutuhan merupakan dasar timbulnya tingkah laku individu. Pemenuhan kebutuhan untuk kelangsungan hidup individu merupakan hal yang sangat mendasar, dan kebutuhan belajar pada hakekatnya merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan. Untuk itu, PPI merupakan cara yang tepat di dalam proses pembelajaran anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus, permasalahan dan hambatan belajarnya sangat kompleks serta perbedaan satu sama lainnya sangat tajam, ini membawa konsekuensi kepada kompetensi guru didalam menyusun rencana pembelajaran yang dapat mengakomodasi kebutuhan mereka. 15 16 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f Kegagalan-kegagalan dalam mengakomodasi kebutuhan anak dapat berakibat buruk terhadap proses pembelajaran lebih lanjut. Oleh karena itu didalam pendidikan anak berkebutuhan khusus, keberadaan PPI sangat penting, karena PPI merupakan cara yang senantiasa berupaya mengakomodasi kebutuhan dan masalah-masalah yang dihadapi anak berkebutuhan khusus. Banyak fakta menunjukkan bahwa perbedaan individu pada anak berkebutuhan khusus sangat besar walaupun dalam tingkat IQ yang sama. Misalnya: anak tunagrahita yang memiliki IQ sama (70), tingkat kelas dan pelajaran sama pula, dan keduanya sama-sama belajar aritmatika, merujuk kepada kurikulum, kedua anak tersebut akan sama-sama menyelesaikan/mempelajari masalah pengurangan, tetapi ternyata kedua anak tersebut memiliki kemampuan yang sangat berbeda, yang satu sudah sampai masalah pengurangan sedangkan yang satunya baru memahami konsep bilangan. Apabila kepada kedua anak tersebut diperlakukan sama sudah dapat dipastikan pembelajarannya akan menemukan kegagalan dan akan menimbulkan permasalahan baru, karena tidak sesuai dengan kebutuhan mereka. PPI pada dasarnya untuk menghindari kegagalan - kegagalan dalam proses pembelajaran dan untuk meningkatkan kemampuan anak sesuai dengan potensinya. Hasil penelitian Arravey (dalam Lynch, 1994) : menunjukkan bahwa kelompok eksperiment (treatment) pada 32 orang anak dengan menggunakan IEP secara signifikan lebih tinggi dari kelompok kontrol. Anak anak pada kelompok eksperimen lebih interest dalam belajar. Ini dapat dipahami bahwa proses pembelajaranyang didasarkan kepada masalah dan kebutuhan anak lebih membantu pencapaian tujuan pembelajaran anak. Langkah-langkah Operasional Penyusunan PPI PPI disusun untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran setiap anak dalam upaya mengembangkan potensinya. Menurut Kitano and Kirby (1986) ada lima langkah yang harus dilakukan untuk mengembangkan program pembelajaran yang diindividualisasikan, yaitu: 1) pembentukan tim PPI, 2) asesmen (menilai) kebutuhan khusus anak, 3) mengembangkan tujuan jangka panjang dan pendek, 4) merancang metode dan prosedur pembelajaran, dan 5) melakukan evaluasi kemajuan belajar anak 1.Pembentukan Tim PPI 16 17 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f Penyusunan program diawali dengan membentuk tim, tim ini disebut Tim PPI.Tim ini memiliki tugas merancang dan menyusun program pembelajaran yang akan dikembangkan di kelas. Anggota tim terdiri dari berbagai disiplin ilmu yang bekerja dan memiliki informasi untuk dapat dikembangkan lebih lanjut dalam penyusunan program, misalnya: guru, kepala sekolah, psikolog, orangtua, konselor, speech therapist, pediatris dan konselor. Kepala sekolah dalam hal ini memegang posisi sentral karena bertugas sebagai koordinator dan konsultan bagi anggota tim yang lainnya. Mendudukkan kepala sekolah dalam posisi sebagai koordinator dan konsultan dimaksudkan agar para anggota khususnya orangtua dan guru memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat dan temuannya. Tim ini duduk bersama dan mendiskusikan serta mencari kesepakatan - kesepakatan serta solusi atas program yang akan dikembangkan. Dua hal penting yang harus disiapkan sekolah sebelum membentuk tim yang akan menyusun (mendiskusikan) program, yaitu: a. Sekolah harus sudah menyiapkan gambaran umum masing -masing anak yang diperoleh berdasarkan hasil asesmen, untuk dikonfirmasikan lebih lanjut kepada orangtua. Ini sangat penting untuk mencocokan dan melengkapi temuan orang tua dan hasil asesmen yang dilakukan sekolah. Informasi orangtua sangat penting sekali, karena orangtua yang paling memahami secara detil tentang perilaku, kemampuan dan kelemahan anaknya. Memberikan informasi tentang alasan - alasan perlu dibentuknya tim PPI berikut tujuan, sasaran, serta posisi orangtua dalam tim tersebut sangat penting. b. Menyiapkan angket mengenai harapan-harapan orangtua dan gambaran mengenai anak anaknya, sehingga pada akhir pertemuan diharapkan tercapai kesepakatan - kesepakatan mengenai prioritas dan sasaran yang akan ditetapkan dalam PPI. METODE PEMBELAJARAN PAUD INKLUSIF Beberapa metode pembelajaran yang dapat dilakukan oleh guru PAUD , diantaranya adalah : 1. Metode Ceramah • Ceramah adalah penuturan bahan pembelajaran secara lisan. Dilaksanakan dengan bahasa lisan untuk memberikan pengertian terhadap suatu masalah. 17 18 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f • Dalam penggunaan metode ceramah ini khususnya bagi anak yang mengalami gangguan pendengaran atau tunarungu guru dapat membuat variasi lain ketika guru memberi penjelasan atau komunikasi hendaknya menghadap ke anak (face to face) sehingga anak dapat melihat gerak bibir guru. 2. Metode Tanya Jawab • Metode tanya jawab adalah metode pembelajaran yang mengkomunikasikan langsung guru dan murid. • Metode tanya jawab dalam pembelajaran inklusi ini dapat melatih keaktifan anak, misalkan pada anak tunalaras, (slow leaner) supaya kebutuhannya mereka terpenuhi dalam proses pembelajaran. Karena dalam memahami pelajaran kurang, melalui metode ini diharapkan mereka aktif untuk bertanya. 3. Metode Eksperimen • Metode ini dilakukan dalam suatu pelajaran tertentu seperti ilmu alam, ilmu kimia, dan sejenisnya. Dalam pembelajaran inklusi diharapkan guru dapat menggunakan metode ini, karena pada dasarnya anak berkebutuhan khusus tidak selamanya dapat memahami pelajaran yang disampaikan oleh guru. 4. Metode Diskusi • Metode diskusi digunakan untuk saling menukar informasi, tukar pendapat, dan unsurunsur pengalaman dengan maksud untuk mendapat pengertian bersama secara jelas. Melalui metode ini dapat memberikan pengalaman baru untuk saling tukar pikiran antara anak berbakat dan bagi anak yang mengalami gangguan belajar. 5. Metode Demonstrasi • Metode demonstrasi adalah metode pembelajaran yang menggunakan peragaan untuk memperjelas pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana sesuatu pada anak didik. • Dalam pembelajaran inklusi metode ini dapat diimplementasikan kepada anak yang khususnya mengalami gangguan komunikasi atau tunarungu karena mereka mengalami gangguan pendengarannya maka lebih banyak menggunakan indera penglihatannya dalam belajar. 6. Metode Sosio Drama • Metode sosia drama pada dasarnya mendramatisasi tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial. 18 19 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f • Dalam pembelajaran inklusi metode ini dapat diimplementasikan kepada semua siswa, dan khususnya pada anak (berbakat) karena mereka mempunyai kemampuan memainkan drama, seni tari dan seni rupa. Serta metode ini juga dapat diimplementasikan kepada anak tunalaras menunjukkan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku dalam hubungan sosial. Pertemuan 5, 6 dan 7 KATEGORI, CIRI DAN KARAKTERISTIK DAN ASSESMEN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS KATEGORI ABK, CIRI, KARAKTERISTIK DAN ASSEMENT PENDIDIKAN KHUSUS (PK), UU Sisdiknas No.20/2003, Pasal 32 ayat 1: A. Tunanetra B. Tunarungu,Tunawicara C. Tunagrahita : Ringan (IQ = 50-70), Sedang (IQ = 25-50), (antara lain Down Syndrome). D. Tunadaksa Ringan dan Tunadaksa Sedang E. Tunalaras (Dysruptive), HIV AIDS & Narkoba F. Autis, dan Sindroma Asperger G. Tunaganda H. Kesulitan Belajar/ Lambat Belajar (antara lain: Hyperaktif, ADD/ADHD, Dysgraphia/Tulis, Dyslexia/Baca, Dysphasia/Bicara, Dyscalculia/Hitung, Hyspraxia/ Motorik). I. GIFTED : potensi kecerdasan istimewa (IQ > 130 ); TALENTED : potensi bakat istimewa (multiple intelligences : language, logico-mathematic, visuo-spatial, bodilykinesthetic, musical, interpersonal, natural, intrapersonal, spiritual); & INDIGO. 19 20 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS (PLK) UU Sisdiknas No.20/2003, Pasal 32 ayat 2, bagi anak-anak di bawah usia 18 tahun: a) Daerah terbelakang/ terpencil/ pedalaman/ pulau-pulau, anak Tenaga Kerja Indonesia (TKI), b) Sekolah Masyarakat Indonesia etnis di minoritas terpencil Luar Negeri (anak suku (SILN). pedalaman) c) pekerja anak, pelacur anak, anak korban trafficking, lapas anak, anak jalanan, anak pemulung. d) Pengungsi (anak korban gempa, dan konflik). e) Miskin ekstrim/ miskin absolut. PENDIDIKAN INKLUSIF (Pensif) 1) Sekolah Biasa/Sekolah Umum, yang mengakomodasi semua Anak Berkebutuhan Khusus. 2) SLB/Sekolah Luar Biasa/Sekolah Khusus yang mengakomodasi anak normal. (Sekolah Inklusif adalah sekolah yang terpilih melalui seleksi dan memiliki kesiapan baik kepala sekolah, guru, orang tua, peserta didik, tenaga administrasi dan lingkungan sekolah/ masyarakat). Hak setiap anak (versi Unesco): 1. Untuk dilahirkan, untuk mempunyai nama dan kewarganegaraan; 2. Untuk mempunyai keluarga yang akan menjaga dan menyayangi; 3. Untuk tinggal di dalam komunitas dan masyarakat yang aman dan damai; 4. Untuk mempunyai makanan yang mencukupi dan tubuh badan yang aktif dan sehat; 5. Untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan membentuk potensi diri; 6. Untuk diberi peluang untuk bermain dan beribadah; 7. Untuk dilindungi dari penderitaan, aksploitasi, penculikan, keganasan dan bahaya; 8. Untuk dipertahankan dan diberi bantuan oleh kerajaan/ pemerintah; 9. Untuk dapat mengekspresikan pandangan dirinya sendiri. 20 21 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f HAK ANAK MEMPEROLEH PENDIDIKAN (YANG LAYAK) diatur: UUD 1945 (amandemen) Pasal 31 ayat (1) : Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. ayat (2) : Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 49 : Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan. UU no. 20 Tahun 2003 Sisdiknas Pasal 5 ayat (1) : Setiap warga negara mempunyai HAK YANG SAMA untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. UU no. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 3 PENDIDIKAN NASIONAL berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, BERTUJUAN UNTUK BERKEMBANGNYA POTENSI PESERTA DIDIK agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 21 22 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS Bagian Kesatu (Umum) Pasal 107 Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, serta memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. KARAKTERISTIK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS A. Anak Berkebutuhan Khusus Temporer Anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) adalah anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. Misalnya anak yang yang mengalami gangguan emosi karena trauma akibat diperkosa sehingga anak ini tidak dapat belajar. Pengalaman traumatis seperti itu bersifat sementara tetapi apabila anak ini tidak memperoleh intervensi yang tepat boleh jadi akan menjadi permanen. Anak seperti ini memerlukan layanan pendidikan kebutuhan khusus, yaitu pendidikan yang disesuikan dengan hambatan yang dialaminya tetapi anak ini tidak perlu dilayani di sekolah khusus. Di sekolah biasa banyak anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus yang bersifat temporer, dan mereka memerlukan pendidikan yang disesuaikan yang disebut pendidikan kebutuhan khusus. Contoh lain, anak baru masuk kelas I Sekolah Dasar yang mengalami kehidupan dua bahasa antara pada saat di rumah dan di sekolah. Hal ini dapat menyebabkan munculnya kesulitan dalam belajar membaca dalam bahasa Indonesia. Anak seperti ini dapat dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus sementara (temporer). Oleh karena itu ia memerlukan layanan pendidikan yang disesuikan. Apabila hambatan belajar membaca seperti itu tidak mendapatkan intervensi yang tepat boleh jadi anak ini akan menjadi anak berkebutuhan khusus permanen. Anak akan sulit memahami dan membedakan bahasa yang ia pelajari. Ini akan menyebabkan anak berkesulitan dalam berbahasa dengan sifat permanen. 22 23 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f B. Anak Berkebutuhan Khusus Permanen Anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen adalah anak-anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat internal dan akibat langsung dari kondisi kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan fungsi penglihatan, pendengaran, gannguan perkembangan kecerdasan dan kognisi, gangguan gerak (motorik), gangguan iteraksi-komunikasi, gangguan emosi, sosial dan tingkah laku. Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanent sama artinya dengan anak penyandang kecacatan. Anak berkebutuhan khusus permanen meliputi: 1. Anak dengan Gangguan Penglihatan (Tunanetra) Secara umum tunanetra dikelompokkan menjadi buta dan kurang lihat. Sebagian ahli mengelompokkannya menjadi kurang lihat (low vision), buta (blind), dan buta total (totally blind). Anak yang memiliki kerusakan ringan pada penglihatannya (seperti myopia dan hypermetropia ringan) masih dapat dikoreksi dengan bantuan kacamata dan bisa mengikuti pendidikan seperti anak lainnya, sehingga tidak dikelompokkan pada tunanetra. Ketunanetraan dapat diklasifikasikan berdasarkan 3 hal, yaitu tingkat ketajaman penglihatan,saat terjadinya ketunanetraan serta adaptasi pendidikannya. a. 1) Berdasarkan Tingkat Ketajaman Penglihatan Tunanetra dengan ketajaman penglihatan 6/20m-6/60m atau 20/70 feet-20/200 feet disebut tunanetra kurang lihat (low vision). Pada taraf ini para penderita masih mampu melihat dengan bantuan alat khusus. 2) Tunanetra dengan ketajaman penglihatan antara 6/60m atau 2/200 feet atau kurang, dikatakan tunanetra berat atau secara umum dapat dikatakan buta (blind). Kelompok ini masih dapat diklasifikasikan lagi menjadi tunanetra yang masih dapat melihat gerakan tangan dan tunanetra yang hanya dapat membedakan terang dan gelap. 3) Tunanetra yang memiliki visus 0. Pada taraf yang terakhir ini, anak sudah tidak mampu lagi melihat rangsangan cahaya atau dapat dikatakan tidak dapat melihat apapun dan disebut buta total. b. Berdasarkan Saat Terjadinya Ketunanetraan 1) Tunanetra sebelum dan sejak lahir Kelompok ini masih belum mempunyai konsep penglihatan. Oleh karena itu, peran orang tua sangat besar untuk melatih penggunaan indra-indra yang masih dimilikinya. 23 24 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f 2) Tunanetra batita (di bawah 3 tahun) Konsep penglihatan yang telah dimiliki lama kelamaan akan hilang sehingga kesan-kesan visual atau konsep-konsep tentang benda atau lingkungan yang dimilikinya tidak terlalu bermanfaat bagi kehidupan selanjutnya. Oleh karena itu, orang-orang di sekitarnya perlu membantu mengulang kembali segala sesuatu yang telah dimengerti anak, saat ia masih dapat melihat. 3) Tunanetra balita (3-5 tahun) Konsep penglihatan akan tetap terbentuk dengan cukup berarti sehingga akan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan langkah-langkah pendidikannya. Peran orang tua dan guru TK sangat besar artinya dalam membina dan mengarahkan konsep yang telah dimiliki. 4) Tunanetra pada usia sekolah (6-12 tahun) Konsep penglihatan telah terbentuk dan mempunyai kesan-kesan visual yang banyak dan bermanfaat bagi perkembangan pendidikannya. Namun demikian, mereka harus tetap mendapat perhatian khusus dari orang tua dan gurunya dalam menempuh pendidikannya karena mereka cenderung mengalami guncangan jiwa. Oleh karena itu, tugas para guru adalah menyadarkan mereka agar mau menerima kenyatan sehingga anak dapat berkembang dan menambah pengalamannya dalam ketunanetraannya. 5) Tunanetra remaja (13-19 tahun) Anak remaja sudah memiliki kesan-kesan visual yang sangat mendalam. Kesan ini akan bermanfaat dalam mendukung perkembangan kehidupan selanjutnya. Namun, ketunanetraan pada usia remaja dapat menimbulkan guncangan jiwa yang sangat berat karena terjadi konflik batin dan jasmani. 6) Tunanetra dewasa (19 tahun ke atas) Pada umumnya di usia dewasa ini mereka sudah memiliki keterampilan dan kemungkinan pekerjaan yang diharapkan untuk kelangsungan hidupnya dan keluarganya. Ketunanetraan yang dialaminya menjadi pukulan yang sangat berat dan menimbulkan guncangan jiwa atau putus asa. Oleh karena itu, mereka hendaknya mendapatkan layanan dan bimbingan baik secara jasmani, maupun rohani secara khusus. 24 25 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f c. Berdasarkan Adaptasi Pendidikan Klasifikasi ini berdasarkan ketajaman penglihatan. Klasifikasi ini dikemukakan oleh Kirk (1989: 348-349), yaitu sebagai berikut : 1) Ketidakmampuan melihat taraf sedang (moderate visual disability) Pada taraf ini, mereka dapat melakukan tugas – tugas visual yang dilakukan oleh orang awas dengan menggunakan alat bantu khusus dan dibantu dengan pemberian cahaya yang cukup. 2) Ketidakmampuan melihat taraf berat (severe visual disability) Pada taraf ini, mereka memiliki kemampuan penglihatan yang kurang baik atau kurang akurat meskipun dengan menggunakan alat bantu visual dan modifikasi sehingga mereka membutuhkan lebih banyak waktu dan energi dalam melakukan tugas- tugas visual. 3) Ketidakmampuan melihat taraf sangat berat (profound visual disability) Pada taraf ini, mereka mendapat kesulitan untuk melakukan tugas-tugas visual yang lebih detail, seperti membaca dan menulis huruf awas. Dengan demikian, mereka tidak dapat menggunakan penglihatannnya sebagai alat pendidikan sehingga indra peraba dan pendengaran memegang peranan pentimg dalam menempuh pendidikannya. 2. Anak dengan Gangguan Pendengaran dan / Wicara (Tunarungu) Anak dengan gangguan pendengaran sering disebut tunarungu. Istilah tunarungu dirasa lebih halus daripada tuli. Klasifikasi tunarungu: a. Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Tunarungu ringan (mild hearing loss) anatara 27-40 dB. Siswa yang mengalami kondisi ini sulit mendengar suara yang jauh sehingga membutuhkan empat duduk yang strategis. 2) Tunarungu sedang (moderate hearing loss) anatara 41-55 dB. Ia dapat mengerti percakapan dari jarak 3-5 feet secara berhadapan (face to face), tetapi tidak dapat mengikuti diskusi kelas. Ia membutuhkan alat bantu dengar serta terapi bicara. 3) Tunarungu agak berat (moderately severe hearing loss) antara 56-70dB. Ia hanya dapat mendengar suara dari jarak dekat sehingga ia perlu menggunakan hearing aid. 25 26 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f 4) Tunarungu berat (severe hearing loss) antara 71-90dB. Ia hanya dapat mendengar suara – suara yang keras dari jarak dekat. Siswa tersebut membutuhkan pendidikan khusus secara intensif, alat bantu dengar, serta latihan untuk mengembangkan kemampuan bicara dan bahasanya. 5) Tunarungu berat sekali (profound hearing loss) Pada kondisi ini mengalami kehilangan pendengaran lebih dari 90dB. Mungkin ia masih mendengar suara yang keras, tetapi ia lebih menyadari suara melalui getarannya (vibrations) daripada pola suara. b. Berdasarkan saat terjadinya, ketunarunguan dapat diklasifikasikan: 1) Ketunarunguan prabahasa (prelingual deafness), yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi sebelum kemampuan bicara dan bahasa berkembang. 2) Ketunarunguan pascabahasa (post lingual deafness), yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi beberapa tahun setelah kemampuan bicara dan bahasa berkembang. c. Berdasarkan letak gangguan pendengaran secara anatomis, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Tunarungu tipe konduktif, yaitu kehilangan pendengaran yang disebabkan oleh terjadinay kerusakan pada telinga bagian luar dan tengah yang berfungsi sebagai alat konduksi atau pengantar getaran suara menuju telinga bagian dalam. 2) Tunarungu tipe sensorineural, yaitu tunarungu yang disebabkan oelh terjadinya kerusakan pada telinga dalam serta saraf pendengaran (nervus chochlearis). 3) Tunarungu tipe campuran yang merupakan gabungan antara tipe konduktif dan sensorineural, artinya kerusakan terjadi pada telinga luar / tengah dengan telinga dalam/saraf pendengaran. d. Berdasarkan etiologi atau asal usulnya, ketunarunguan dibagi menjadi : 1) Tunarungu endogen, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh faktor genetik (keturunan). 2) Tunarungu eksogen, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh faktor nongenetik (bukan keturunan). 3. Anak dengan Kelainan Kecerdasan di bawah Rata-rata (Tunagrahita) Anak dengan kelainan kecerdasan di bawah rata – rata sering disebut dengan istilah tunagrahita. Klasifikasi tunagrahita yang dikemukakan oleh AAMD (Halaman, 1982:43) sebagai berikut: 26 27 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f a. Mild mental retardation (tunagrahita IQ-nya 70 – 55 ringan) b. Moderate mental retardation (tunagrahita IQ-nya 55 – 40 sedang) c. Severe mental retardation (tunagrahita IQ-nya 40 – 25 berat) d. Profound mental retardation (tunagrahita IQ-nya 25 ke bawah) (sangat berat). Pengelompokkan tunagrahita berdasarkan kelainan jasmani (tipe klinis) : a. Down Syndrome (Mongoloid) Anak tunagrahita jenis ini disebut demikian karena memiliki raut muka menyerupai orang mongol dengan mata sipit dan miring, lidah tebal suka menjulur keluar, telinga kecil, kulit kasar, susunan gigi kurang baik. b. Kretin (Cebol) Anak ini memperlihatkan ciri-ciri, seperti badan gemuk dan pendek, kaki dan tangan pendek dan bengkok, kulit kering, tebal dan keriput, rambut kering, lidah dan bibir, kelopak mata, telapak tangan dan kaki tebal, pertumbuhan gigi lambat. c. Hydrocephal Anak ini memiliki ciri -ciri kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan pendengaran tidak sempurna, mata kadang-kadang juling. d. Microcephal Anak ini memiliki ukuran kepala yang kecil. e. Macrocephal Anak ini memiliki ukuran kepala yang besar dari ukuran normal. 4. Anak dengan kecerdasan dan bakat istimewa (gifted and talented) a. Cerdas istimewa (gifted IQ 140-179 and genius IQ 180 ke atas) anak dengan IQ di atas rata-rata. Gifted, yang termasuk dalam golongan ini yaitu mereka yang tidak jenius, tetapi menonjol dan terkenal. Anak cerdas istimewa memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1) Membaca pada usia lebih muda, lebih cepat, dan memiliki perbendaharaan kata yang luas. 2) Memiliki rasa ingin tahu yang kuat, minat yang cukup tinggi. 3) Berinisiatif, kreatif, dan original dalam menunjukkan gagasan. 4) Mampu memberikan jawaban-jawaban atau alasan yang logisi, sistematis dan kritis. 27 28 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f 5) Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu yang panjang, terutama terhadap tugas atau bidang yang diminati. 6) Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi. 7) Senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan masalah. Genius, pada kelompok ini bakat dan keistimewaannya telah tampak sejak kecil. Misalnya, umur 2 tahun mulai belajar membaca dan pada umur empat tahun belajar bahasa asing. Kelompok ini mempunyai kecerdasan yang sangat luar biasa. Walaupun tidak sekolah, mereka mampu menemukan dan memecahkan masalah. Jumlahnya sangat sedikit, namun terdapat semua ras dan bangsa, semua jenis kelamin, serta dalam semua tingkatan ekonomi. Contoh orang yang jenius, antara lain: John Stuart Mill (IQ 200), Francis Galton (IQ 200), dan Goethe (IQ 185). ciri-ciri anak jenius: a) Punya kemampuan bernalar yang bagus. b) Bisa belajar dengan cepat. c) Punya perbendaharan kata yang luas. d) Punya kemampuan mengingat yang bagus. e) Bisa konsentrasi lama pada hal-hal yang menarik bagi dirinya. f) Sensitif perasaannya dan mudah merasa “tertusuk”. g) Cepat menunjukkan rasa peduli. h) Perfeksionis dan intensif. b. Bakat istimewa (talented) anak dengan bakat khusus (akademik atau non akademik. Anak yang memiliki potensi kecerdasan istimewa (gifted) dan anak yang memiliki bakat istimewa (talented) adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi), kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) di atas anak-anak seusianya (anak normal), sehingga untuk mengoptimalkan potensinya, diperlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak cerdas dan berbakat istimewa disebut sebagai ”gifted & talented children”. Bakat khusus akademik yaitu bakat yang sejak awal sudah ada yang berkaitan dengan intelektual, seperti bakat dalam mata pelajaran matematika, bakat bidang bahasa dan bakat ilmu. Bakat khusus non akademik yaitu bakat yang sejak awak sudah ada dan terarah pada suatu lapangan yang terbatas, seperti bakat musik, bakat melukis, dan bakat seni. 28 29 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f 5. Anak dengan gangguan anggota gerak (tunadaksa). Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada anggota gerak (tulang, sendi, otot). Pengertian anak Tunadaksa bisa dilihat dari segi fungsi fisiknya dan dari segi anatominya. Dari segi fungsi fisik, tunadaksa diartikan sebagai seseorang yang fisik dan kesehatanya terganggu sehingga mengalami kelainan di dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Ciri-ciri anak tunadaksa dapat dilukiskan sebagai berikut: a. Jari tangan kaku dan tidak dapat mengenggam. b. Ada bagian anggota gerak yang tidak sempurna/lebih kecil dari biasa. c. Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur, bergetar) d. Terdapat cacat pada anggota gerak e. Anggota gerak layu, kaku, lemah/lumpuh. Anak dengan gangguan anggota gerak (tunadaksa), contohnya: a. Anak layuh anggota gerak tubuh (polio) Poliomyelitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Anak yang berkelainan penyakit polio b. Anak dengan gangguan fungsi syaraf otak (cerebral palsy) Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat dan bersifat kronik. 6. Anak Tunalaras (anak yang mengalami gangguan emosi dan prilaku). Anak Tunalaras (anak yang mengalami gangguan emosi dan prilaku) memiliki ciri-ciri, diantaranya: a. Cenderung membangkang. b. Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah. c. Sering melakukan tindakan agresif, merusak, mengganggu. d. Sering bertindak melanggar norma sosial/norma susila/hukum. e. Cenderung prestasi belajar dan motivasi rendah, sering bolos, jarang masuk sekolah. 29 30 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f Anak dengan gangguan perilaku dan emosi, dibagi menjadi dua, yaitu: a. Anak dengan gangguan perilaku 1) Anak dengan gangguan perilaku taraf ringan 2) Anak dengan gangguan perilaku taraf sedang 3) Anak dengan gangguan perilaku taraf berat b. Anak dengan gangguan emosi 1) Anak dengan gangguan emosi taraf ringan 2) Anak dengan gangguan emosi taraf sedang 3) Anak dengan gangguan emosi taraf berat 7. Anak Dengan Kesulitan Belajar Spesifik (specific learning disability) Menurut Federal law atau hukum federal (IDEA, 1997): Istilah “kesulitan belajar spesifik” menerangkan semua anak yang mengalami gangguan pada satu atau lebih proses psikologis dasar yang melibatkan pemahaman atau penggunaan bahasa, lisan atau tulisan dimana gangguan yang terjadi dapat termanifestasikan menjadi kemampuan yang tidak sempurna untuk mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau mengerjakan perhitungan matematika. Menurut Association for Children and Adult with Learning Disability (ACALD) “Kesulitan belajar spesifik” adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber dari faktor neurologis yang secara selektif mengganggu perkembangan, integrasi dan /atau kemampuan verbal dan/atau non verbal. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar spesifik meupakan kelainan sistem saraf yang dialami oleh seseorang yang mengakibatkan pola pertumbuhan yang tidak seimbang dan kelemahan pada proses syaraf, sehingga akan mengakibatkan seseorang kesulitan dalam menyelesaikan tugas akademik dan pembelajaran. Kesulitan-kesulitan tersbut seperti kesulitan berfikir, membaca, berhitung, berbicara. Karakteristik anak berkesulitan belajar spesifik antara lain: a. Pada masa kanak-kanak: 1) Kesulitan mengekspresikan diri. 2) Lambat dalam mengerjakan tugas seperti mengikat sepatu 30 31 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f 3) Tidak perhatian, mudah terganggu 4) Ketidakmampuan mengikuti arahan karena ketidakmampuan memahami instruksi lisan. 5) Lemah dalam ketrampilan bermain di lapangan. b. Pada usia remaja dan dewasa: 1) Kesulitan dalam memproses informasi auditori 2) Kehilangan barang-barang miliknya, keterampilan mengatur lemah 3) Lambat dalam membaca, pemahaman rendah 4) Kesulitan dalam mengingat nama orang dan tempat 5) Kesulitan mengatur ide untuk menulis Anak-anak yang termasuk kedalam kesulitan belajar spesifik meliputi: a. Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia), ciri-cirinya seperti: 1) Perkembangan kemampuan membaca terlambat 2) Kemampuan memahami isi bacaan rendah 3) Serta ketika membaca sering banyak kesalahan. b. Anak yang mengalami kesulitan belajar menulis (disgrafia) ciri-cirinya: 1) Ketika menyalin tulisan sering terlambat selesai, sering salah menulis huruf. 2) Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca 3) Tulisannya banyak salah atau terbalik atau huruf hilang 4) Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris. c. Anak yang kesulitan belajar berhitung (diskalkulia) ciri-cirinya seperti: 1) Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =, 2) Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan. 3) Sering salah membilang dengan urut. 4) Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya. 5) Sulit membedakan bangun-bangun geometri. 31 32 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f Cara pengajaran anak berkesulitan belajar di sekolah antara lain: a. Pemberdayaan sensori visual dapat dilakukan dengan : 1) Diskriminasi visual, pembelajaran dengan mencari perbedaan dan persamaan huruf atau suku kata. Misal : Mintalah anak untuk membedakan kata-kata yang hampir sama, seperti : batu, bata, tabu. 2) Memori visual. Misal : Guru menunjukkan suatu kata selama beberapa detik lalu menyembunyikannya. Siswa berupaya mengingat huruf-huruf yang ada dalam kata itu. 3) Menyebutkan nama huruf. Misal : Minta anak mencari kata dengan huruf depan ‟m‟ atau ‟w‟ di majalah lalu menggunting dan ditempel di buku kegiatan. b. Pemberdayaan sensori auditori dapat dilakukan dengan cara : 1) Irama, ini penting untuk belajar tentang ’word familiar’ (kata dengan bunyi sama). Siswa diajarkan untuk melengkapi puisi atau sajak a-a-a. 2) Blending (menggabung huruf). Langkah pengajarannya : 1) Ucapkan dua suku kata yang berbeda (Ba-Tu). 2) Minta anak mengulang dan bantu ia mengenali 2 suku kata pembentuknya Memori auditori. 3) Ucapkan kalimat sederhana dan minta anak mengulang. Kalimat dapat ditingkatkan semakin panjang. 4) Minta anak menghafal puisi atau lagu. 8. Anak Lamban Belajar (slow learner) Anak lamban belajar adalah anak yang mengalami hambatan atau keterlambatan dalam perkembangan mental (fungsi intelektual di bawah teman-teman seusianya) disertai ketidakmampuan untuk belajar dan menyesuaikan diri, sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Masalah-masalah yang mungkin bisa jadi penyebab anak lamban belajar antara lain karena masalah tingkat konsentrasinya yang rendah, daya ingat yang lemah, kognisi, serta masalah sosial dan emosional. 32 33 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f a. Karakteristik Anak Yang Lamban Belajar 1) Rata-rata prestasi belajarnya kurang dari 6 2) Dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman-teman seusianya 3) Daya tangkap terhadap pelajaran lambat 4) Pernah tidak naik kelas. b. Bimbingan Terhadap Siswa Yang Lambat Belajar Ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh seorang guru dalam melakukan bimbingan terhadap siswa yang lambat belajar antara lain: 1) Bimbingan bagi anak dengan masalah konsentrasi a) Ubahlah cara mengajar dan jumlah materi yang akan diajarkan. Siswa yang mengalami masalah perhatian dapat ketinggalan jika materi yang diberikan terlalu cepat. Oleh karena itu, akan berguna bagi mereka untuk memperlambat laju pembelajaran, melibatkan siswa dengan memberi pertanyaan, dan gunakan media dalam pembelajaran untuk lebih membantu siswa berkonsentrasi belajar. b) Adakan pertemuan dengan siswa. Dalam pertemuan ini seorang guru memberikan penjelasan dengan cara yang tanpa memberikan hukuman dan tanpa ancaman akan sangat berguna bagi siswa. c) Bimbing siswa lebih dekat ke proses pengajaran. Dengan cara membawa mereka dekat dengan kita sebagai guru secara fisik dan harfiah akan membawa si anak lebih dekat kepada proses pengajaran. d) Berikan dorongan secara langsung dan berulang-ulang, seperti dengan memberikan penghargaan atas kehadirannya. e) Utamakan ketekunan perhatian daripada kecepatan menyelesaikan tugas. Siswa mungkin merasa kecil hati dan tidak diperhatikan bila mereka dihukum karena terlambat menyelesaikan dibanding temannya. Guru haruslah membuat penyesuaian dalam jumlah tugas maupun waktu yang disediakan untuk menyelesaikan tugas berdasar kemampuan masing-masing individu. f) Ajarkan self-monitoring of attention. Melatih siswa untuk memonitor perhatian mereka sendiri sewaktu-waktu dengan menggunakan timer. Hal ini akan membantu menciptakan 33 34 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f perhatian yang lebih besar bagi kebutuhan dalam memfokuskan perhatian juga bisa berguna dalam strategi untuk memperkokoh keterampilan memperhatikan. 2) Bimbingan bagi anak dengan masalah daya ingat. a) Ajarkan menggaris bawahi dengan penanda, untuk membantu memancing ingatan. Guru harus memberi tahu siswa cara memilih kalimat dan istilah kunci untuk diberi garis bawah. b) Perbolehkan menggunakan alat bantu memori. Karena alat-alat itu bisa berfungsi bagi mereka sebagai alat pengingat dan bisa jadi juga sebagai alat pengajaran. c) Biarkan siswa yang mengalami masalah sulit mengingat untuk mengambil tahapan yang lebih kecil dalam pengajaran. Misalnya dengan membagi tugas kelas dan rumah atau dengan memberikan tes kemampuan penguasaan lebih sering. d) Ajarkan siswa untuk berlatih mengulang dan mengingat. Misalnya dengan memberikan tes langsung setelah pelajaran disampaikan. 3) Bimbingan bagi anak dengan masalah kognisi. a) Berikan materi yang dipelajari dalam konteks “high meaning”. Ini berguna untuk untuk mengetahui apakah siswa memahami arti bacaan suatu pertanyaan mengenai materi baru. b) Menunda ujian akhir dan penilaian. Bagi sebagian siswa, menunda ujian akhir mereka sampai siswa menguasai sepenuhnya materi yang dipelajari, mungkin merupakan cara terbaik. c) Tempatkan siswa dalam konteks pembelajaran yang “tidak pernah gagal”. Siswa biasanya memiliki perasaan akan gagal berbagai hal yang mereka lakukan. Memutuskan rantai kegagalan dan menciptakan kepercayaan diri bagi siswa ini merupakan sesuatu yang paling penting bagi guru untuk melakukannya. 4) Bimbingan bagi anak dengan masalah social dan emosional a) Buatlah sistem perhargaan kelas yang dapat diterima dan dapat diakses. Siswa berkesulitan belajar perlu memahami sistem penghargaan dikelas dan merasa ikut serta di dalamnya. Jangan sampai mereka merasa tidak memilki kesempatan untuk mendapatkan penghargaan yang diterima siswa lain. b) Membentuk kesadaran tentang diri dan orang lain. Membantu siswa menjadi lebih mengenal sikap mereka dan dampaknya pada orang lain merupakan kesempatan yang berarti bagi perkembangan sosial dan emosional. 34 35 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f c) Mengajarkan sikap positif. Ketika siswa berkesulitan belajar menjadi lebih sadar terhadap sikapnya dan mendapat pemahaman yang lebih baik atas interaksi dengan orang lain, mereka akan merespon dengan baik intruksi-intruksi tentang cara membentuk hubungan yang baik dan lebih positif. d) Minta bantuan. Cari bantuan pada teman sejawat disekolah yang mungkin dapat memberikan bantuan. 9. Anak Autis Autisme berasal dari kata “autos” yang berarti segala sesuatu yang mengarah pada diri sendiri. Dalam kamus psikologi umum (1982), autisme berarti preokupasi terhadap pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran subyektifnya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penderita autisme sering disebut orang yang hidup di “alamnya” sendiri. Autisme adalah gangguan yang parah pada kemampuan komunikasi yang berkepanjangan yang tampak pada usia tiga tahun pertama, ketidakmampuan berkomunikasi ini diduga mengakibatkan anak penyandang autis menyendiri dan tidak ada respon terhadap orang lain (Sarwindah, 2002). Yuniar (2002) menambahkan bahwa Autisme adalah gangguan perkembangan yang komplek, mempengaruhi perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan orang lain, sehingga sulit untuk mempunyai ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat. Jadi dapat disimpulkan definisi autisme adalah gejala menutup diri sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar, merupakan gangguan perkembangan yang komplek, mempengaruhi perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan orang lain dan tidak tergantung dari ras, suku, strata-ekonomi, strata sosial, tingkat pendidikan, geografis tempat tinggal, maupun jenis makanan. Autisme atau autisme infantil (Early Infantile Autism) pertama kali dikemukakan oleh Dr. Leo Kanner 1943 seorang psikiatris Amerika. Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner. Ciri yang menonjol pada sindrom Kanner antara lain ekspresi wajah yang kosong seolaholah sedang melamun, kehilangan pikiran dan sulit sekali bagi orang lain untuk menarik perhatian 35 36 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f mereka atau mengajak mereka berkomunikasi. Gejala-gejala anak autis tampak sejak lahir, biasanya sebelum anak berusia 3 tahun. Berikut beberapa gejala-gejala anak autis: a. Tidak bermain dengan teman sebaya dengan cara yang sesuai b. Terlambat bicara/tak bisa bicara tanpa kompensasi penggunaan isyarat c. Penggunaan bahasa yang berulang d. Minat yang terbatas dan abnormal dalam intensitas dan fokus e. Sensitifitas berlebihan /kurang sensitif f. Terdapat bakat-bakat dibidang membaca, aritmatika, menggambar, mengeja, olahraga, komputer Beberapa lembaga pendidikan (sekolah) yang selama ini menerima anak autis adalah sebagai berikut; a. Anak Autis di sekolah Normal dengan Integrasi penuh. b. Anak Autis di sekolah Khusus. c. Anak Autis di SLB. d. Anak Autis hanya menjalani terapi. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan. Anak berkebutuhan khusus meliputi dua kategori yaitu anak berkebutuhan khusus permanen, yaitu akibat dari kelainan tertentu, dan anak berkebutuhan khusus temporer, yaitu mereka yang mengalami hambatan dalam perkembangan dan belajar karena kondisi dan situasi lingkungan. Anak berkebutuhan khusus temporer apabila tidak mendapatkan intervensi yang tepat dan sesuai dengan hambatan belajarnya bisa menjadi permanen. Secara umum faktor yang menyebabkan hambatan belajar ada tiga, yaitu (1) faktor lingkungan (2) faktor internal/ diri sendiri (3) kombinasi diantara keduanya. Anak berkebutuhan khusus permanen meliputi: 1. Anak dengan gangguan penglihatan (Tunanetra). 2. Anak dengan gangguan pendengaran dan atau wicara 3. Anak dengan kelainan kecerdasan dibawah rata-rata (Tunagrahita). 4. Anak dengan kecerdasan dan bakat istimewa (gifted and talented). 36 37 | H a n d o u t P e n g e l o l a a n P e m b e l a j a r a n P A U D I n k l u s i f 5. Anak dengan gangguan anggota gerak (Tunadaksa). 6. Anak dengan gangguan perilaku dan emosi (Tunalaras). 7. Anak dengan kesulitan belajar spesifik (specific learning disability). 8. Anak lamban belajar (slow learner). 9. Anak autis. Pertemuan 8 PRESENTASI DAN UAS 37