analisis gaya kognitif siswa dalam pemecahan masalah matematika

advertisement
p-ISSN : 2303-307X, e-ISSN 2541-5468
95
ANALISIS GAYA KOGNITIF SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIKA DI SDN BANYUAJUH I KAMAL MADURA
Rika Wulandari1,
Prodi PGSD, Fakultas Ilmu Pendidikna
Universitas Trunojoyo Madura
ABSTRACT
One of the goals of mathematics teaching in elementary school is forming students who are
capable of logical thinking, analytical, systematic, and creatively. For realizing these goals,
particularly in honing student’s creative thinking in solving mathematical problems, teachers
should be more innovative in doing mathematics. Teachers must begin encourge students to learn
how can be thinking critically, one of them by familiarizing students to solve problem so the
student’s ability to think creatively can be honed. This research included in the categoryof
qualitative research with research subject are the students of SDN Banyuajuh I, Kamal, Madura.
Determining the subject of this research using a cognitive style test instrument called Group
Embedded Figure Test (GEFT). Cognitive styles of students in problem solving fraction were
analyzed from the result of written test and interview. The result of the research were explainedd
that the second subject in the field independent cognitive style can solve fraction properly and
fulfilled all three aspects of creative thinking there are fluency, flexibility, and novelty. Male
subject with field dependent cognitive style was able to solved the problem but it is not creative,
and only able to meet two of the three categories of creative thinking there are fluency and
flexibility. In the other hand, the female subject with field dependent cognitive style only able to
solve one of the problem that is drawing fraction without fulfilled three aspects of creative thinking.
Keywords: cognitive style, problem solving in fraction
ABSTRAK
Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah membentuk siswa yang mampu
berpikir logis, analitis, sistematis, dan kreatif. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, terutama dalam
mengasah siswa berpikir kreatif dalam memecahkan masalah matematika, guru harus lebih inovatif
dalam melakukan pembelajaran matematika. Guru harus mulai mengajak siswa untuk belajar
berpikir tingkat tinggi, salah satunya dengan membiasakan siswa untuk memecahkan masalah
sehingga kemampuan berpikir kreatif siswa bisa terasah. Penelitian ini termasuk dalam kategori
penelitian kualitatif dengan subjek peneltian siswa SDN Banyuajuh I, Kamal, Madura. Penentuan
subyek penelitian ini dilakukan dengan menggunakan instrumen tes gaya kognitif yaitu Group
Embedded Figure Test (GEFT). Gaya kognitif siswa dalam memecahkan masalah pecahan
dianalisis dari hasil tes dan wawancara. Hasil penelitian menjelaskan bahwa kedua subyek dengan
gaya kognitif field independent mampu menyelesaikan masalah pecahan dengan baik dan
memenuhi ketiga aspek berpikir kreatif yaitu fluency, flexibility, dan novelty. Subyek laki-laki
dengan gaya kognitif field dependent mampu menyelesaikan masalah akan tetapi tidak kreatif,
serta hanya mampu memenuhi dua saja dari tiga kategori berpikir kreatif yaitu fluency, dan
flexibility. Sedangkan subyek perempuan dengan gaya kognitif field dependent hanya mampu
menyelesaikan masalah menggambarkan pecahan tetapi tidak memenuhi ketiga kriteria berpikir
kreatif.
Kata Kunci: gaya kognitif; pemecahan masalah pecahan
1Korespondensi:
Rika Wulandari, Prodi PGSD, FIP Universitas Trunojoyo Madura. Email :
[email protected])
96
Widyagogik, Vol. 4. No. 2 Januari-Juli 2017
matematika tetap harus diberikan pada
PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah satu
anak SD. Tugas guru untuk dapat
mata pelajaran yang dianggap sulit oleh
mendesain
suatu
pembelajaran
banyak siswa tidak terkecuali di sekolah
matematika
yang
menyenangkan
dasar (SD). Hal ini terbukti pada
sehingga mudah dipahami oleh siswa
kompetisi
dan tujuan pembelajaran matematika
Internasional
seperti
International Mathematics Olympiad
(IMO)
siswa-siswa
bisa tercapai.
Indonesia
Salah satu tujuan pembelajaran
menunjukkan penampilan yang kurang
matematika di sekolah dasar menurut
memuaskan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(Sumarso,
Kegagalan
yang
2007).
dialami
siswa
(KTSP)
(2006)
adalah
membentuk
Indonesia dalam kompetisi-kompetisi
siswa yang mampu berpikir logis,
Internasional sebagian besar terjadi saat
analitis, sistematis, dan kreatif. Soedjadi
menghadapi
dan
(2000:44) juga menyebutkan bahwa
penalaran. Fakta tersebut terjadi karena
salah satu tujuan khusus pengajaran
siswa
dalam
matematika di sekolah dasar adalah
penalaran,
membentuk sikap logis, kritis, cermat,
serta kemampuan berfikir kritis dan
kreatif, dan disiplin. Untuk mewujudkan
kreatif. Mereka hanya unggul dalam
tujuan
komputasi
hanya
mengasah siswa berpikir kreatif dalam
mengandalkan kemampuan prosedural
memecahkan masalah matematika, guru
saja.
harus lebih inovatif dalam melakukan
soal
pembuktian
Indonesia
kemampuan
Salah
kurang
konseptual,
matematika
satu
Indonesia
yang
kesulitan
dalam
siswa
tersebut,
terutama
dalam
pembelajaran matematika. Guru jangan
menguasai
cepat
penalaran,
peningkatan hasil belajar siswa, apalagi
serta kemampuan untuk berfikir kritis
jika hasil belajar yang diperoleh siswa
dan kreatif adalah sifat matematika
hanya dari mengerjakan tes yang berisi
yang abstrak. Matematika banyak berisi
soal-soal rutin dan prosedural. Guru
simbol-simbol
harus mulai mengajak siswa untuk
kemampuan
Sedangkan
konseptual,
dan
konsep-konsep.
melihat
kognitif
belajar berpikir tingkat tinggi, salah
rata-rata masih berada di
satunya dengan membiasakan siswa
tahap operasional konkret sehingga
untuk memecahkan masalah sehingga
bertolak belakang dengan karakteristik
kemampuan berpikir kreatif siswa bisa
yang dimiliki oleh mata pelajaran
terasah.
siswa SD
matematika.
perkembangan
puas dengan hanya
Walaupun
demikian,
Rika Wulandari: Analisis Gaya Kognitif Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika
di SDN Banyuajuh I Kamal Madura
Setiap
manusia
97
memiliki
masalah. Terdapat berbagai macam
berpikir
gaya kognitif. Salah satunya adalah
kreatif. Hanya saja tingkat berpikir
kelompok gaya kognitif field dependent
kreatifnya
yang
berbeda-beda.
dan field independent. Gaya kognitif
Kemampuan
berpikir
kreatif
tidak
field dependent adalah gaya kognitif
semata-mata bawaan dari lahir tetapi
yang dimiliki siswa sehingga cenderung
kemampuan berpikir kreatif juga dapat
menyatakan
dilatih dan diajarkan. Oleh sebab itu,
menyeluruh. Dengan kata lain, suatu
guru sebagai salah satu komponen
masalah
dalam pembelajaran harus mendukung
kesatuan yang utuh, walaupun kesatuan
terciptanya kemampuan berpikir kreatif
tersebut
yang tinggi. Guru harus mengetahui
bagian-bagian
karakteristik
pisahkan.
kemampuan
untuk
dapat
siswanya
diharapkan
mampu
penanganan
yang
sehingga
memberikan
dilihatnya
dapat
masalah
sebagai
diuraikan
kecil
Gaya
secara
yang
kognitif
satu
menjadi
dipisahfield
independent adalah gaya kognitif yang
terhadap
dimiliki oleh siswa yang cenderung
kesulitan yang dihadapi anak didiknya
menyatakan masalah secara analitik,
tersebut. Begitu juga ketika siswa
artinya suatu masalah diuraikan menjadi
berpikir kreatif untuk memecahkan
bagian-bagian kecil dan menemukan
masalah, mereka memiliki strategi-
hubungan antar bagian-bagian tersebut.
strategi
antarsiswa.
Dengan adanya pengelompokan gaya
Strategi yang digunakan siswa terutama
kognitif bukan berarti dapat dikatakan
dalam keterampilan berpikir, cenderung
bahwa gaya kognitif satu lebih baik
dipengaruhi oleh gaya kognitif siswa.
dibandingkan dengan gaya kognitif
Dengan
mengetahui
gaya
kognitif
yang
siswa,
diharapkan
guru
mampu
dianalogikan seperti saat melihat gaya
mendesain pembelajaran matematika
belajar siswa. Tidak dapat ditentukan
yang dapat memaksimalkan berpikir
gaya belajar x lebih baik dibEkong
kreatif siswa-siswanya.
dengan gaya belajar yang lain. Setiap
yang
Liu
&
tepat
suatu
berbeda
Hal
tersebut
dapat
(1999)
gaya kognitif memiliki kelebihan dan
mengemukakan bahwa gaya kognitif
kekurangan masing-masing sehingga
menunjuk
dan
menjadi tugas bagi guru untuk dapat
kecenderungan karakter individu dalam
membimbing siswa sesuai karakteristik
merasa,
yang dimilikinya.
pada
Ginther
lainnya.
kekonsistenan
mengingat,
mengorganisasi,
memproses, berpikir, dan memecahkan
98
Widyagogik, Vol. 4. No. 2 Januari-Juli 2017
Musser (2006) dan Kennedy (2008)
menyelesaikan masalah dengan cara
menjelaskan bahwa dalam pemecahan
atau metode yang berbeda. Novelty
masalah terdapat proses pemecahan
dalam pemecahan masalah matematika
masalah
yaitu
dan
strategi
pemecahan
kemampuan
siswa
masalah. Proses pemecahan masalah
menghasilkan
merupakan
berbeda dan benar atau menemukan
tahapan-tahapan
menyelesaikan
masalah
dalam
solusi
yang
di
solusi yang baru yang tidak lazim
dalamnya terdapat strategi pemecahan
digunakan oleh sisa dengan tingkat
masalah.
kemampuan yang sama. Urutan posisi
Menurut
yang
banyak
untuk
Polya
langkah-langkah
(1973)
yang
perlu
tingkat
berpikir
kreatif
dari
yang
diperhatikan untuk pemecahan masalah
tertinggi ke terendah secara berurutan
antara lain: 1) memahami masalah
menurut Siswono (2011) adalah novelty,
(understEkong
the
flexibility, fluency.
merencanakan
pemecahan
problem),
2)
masalah
Materi pecahan merupakan salah
(devising a plan), 3) melaksanakan
satu materi yang tidak mudah untuk
rencana pemecahan masalah (carrying
dipelajari bagi siswa di sekolah dasar.
out the plan), 4) Memeriksa kembali
Hal tersebut dikarenakan banyak siswa
solusi yang diperoleh (looking back).
mampu mengerjakan operasi pecahan
Kemampuan berpikir kreatif erat
akan tetapi mereka tidak memahami apa
kaitannya dengan pemecahan masalah.
yang telah mereka kerjakan. Sebagai
Seperti yang pernah diungkapkan oleh
contoh,
Wheatly
1999)
pecahan dengan penyebut sama maka
bahwa pemecahan masalah memiliki
mengerjakan operasi tersebut cukup
porsi yang besar untuk diajarkan dalam
dengan menjumlahkan pembilang saja
pembelajaran matematika guna melatih
dan penyebutnya tetap. Mereka dapat
berpikir kreatif siswa. Kemampuan
melakukan operasi tersebut, tetapi jika
berpikir
ditanya lebih jauh mengapa mereka
(dalam
kreatif
Munandar,
dalam
pemecahan
pada
operasi
masalah matematika meliputi fluency,
menggunakan
flexibility dan novelty (Siswono, 2011).
mereka
Fluency dalam pemecahan masalah
menjelaskan. Begitu juga untuk konsep-
matematika yaitu kemampuan siswa
konsep operasi pecahan yang lain. Oleh
untuk
solusi
sebab itu, soal pemecahan masalah juga
dalam memecahkan masalah. Flexibility
penting untuk diberikan kepad siswa
dalam pemecahan masalah matematika
sekolah dasar pada materi pecahan agar
yaitu
siswa mampu menemukan konsepnya
menghasilkan
kemampuan
banyak
siswa
untuk
cara
penjumlahan
tidak
tersebut,
mampu
maka
untuk
Rika Wulandari: Analisis Gaya Kognitif Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika
di SDN Banyuajuh I Kamal Madura
99
sendiri dan mampu untuk berpikir
pemecahan masalah matematika di
kreatif.
SDN Banyuajuh I Kamal, Madura”.
Penelitian sebelumnya dilakukan
oleh
Lestari
(2012)
dengan
“Analisis
kemampuan
masalah
matematika
judul
pemecahan
1. METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
termasuk
dalam
berdasarkan
kategori penelitian kualitatif dengan
langkah-langkah Polya pada siswa kelas
subjek peneltian siswa SDN Banyuajuh
X SMAN 6 Mataram ditinjau dari gaya
I, Kamal, Madura. Penentuan subyek
kognitif siswa” yang menyatakan bahwa
penelitian
siswa
menggunakan
yang bergaya
kognitif
field
ini
dilakukan
instrumen
dengan
tes
gaya
dependent cenderung kurang mampu
kognitif yang telah dirancang oleh
dalam melakukan penyelesaian soal
Witkin (dalam Ilmam, 2011) yang telah
dengan menggunakan tahapan Polya
teruji validitas dan reliabilitasnya yaitu
sedangkan siswa yang bergaya kognitif
Group Embedded Figure Test (GEFT).
field
dalam
Prosedur penelitian yang dilakukan
melakukan penyelesaian soal dengan
dalam penelitian ini dibagi menjadi 4
menggunakan
independent
penelitian
ini
mampu
tahapan
Polya.
Pada
tahap sebagai berikut.
memfokuskan
pada
1) Tahap Persiapan.
pemecahan masalah matematika
di
Kegiatan yang dilakukan pada tahap
sekolah dasar khususnya pada materi
persiapan
pecahan dengan menggunakan tahap-
instrumen penelitian yaitu soal tes
tahap pemecahan masalah Polya, hal
pemecahan
masalah
tersebut
wawancara,
b)
dikarenakan
peneliti
ingin
adalah
a)
dan
melakukan
menyusun
pedoman
validasi
mengetahui bagaimana jika penelitian
instrumen pada validator (ahli), serta c)
ini dilaksanakan di anak-anak usia SD
menganalisis hasil validasi instrumen
yang tahap perkembangan kognitifnya
kemudian merevisi instrumen tersebut.
masih berada pada tahap operasional
2) Tahap Pelaksanaan.
konkret dan berbeda dengan anak usia
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini
sekolah menengah atas (SMA) yang
antara
termasuk dalam kategori operasional
penelitian berdasarkan hasil tes GEFT.
formal.
Siswa dikelompokkan menjadi dua
lain:
a)
memilih
subyek
Berdasarkan uraian di atas maka
yaitu siswa dengan gaya kognitif field
penulis tertarik untuk mengambil judul
dependent (FD) dan siswa dengan gaya
“Analisis gaya kognitif siswa dalam
kognitif field independent (FI). Dari
100
Widyagogik, Vol. 4. No. 2 Januari-Juli 2017
masing-masing gaya kognitif tersebut
dan mengikuti secara aktif kegiatan
diambil 2 siswa pada kelompok FI (1
subyek penelitian yang berhubungan
siswa perempuan dan 1 siswa laki-laki)
dengan
dan 2 siswa pada kelompok FD (1 siswa
dilakukan melalui tes dan wawancara.
perempuan dan 1 siswa laki-laki).
Sedangkan instrumen pendukung dalam
b) memberikan soal pemecahan masalah
penelitian ini meliputi:
pada setiap subyek penelitian, serta c)
1)
melakukan
(GEFT). Materi dalam tes ini berupa
wawancara
pada
setiap
pengumpulan
Group
Embedded
data
yang
Figure
subyek penelitian berdasarkan hasil tes
bangun-bangun
soal
diberikan beberapa bangun geometri
pemecahan
masalah
dan
geometri.
Test
memberikan tes lisan dengan soal yang
sederhana
setara pada tes tulis untuk mengetahui
geometri yang kompleks pada soal tes,
pemecahan proses berpikir siswa dalam
siswa
pemecahan masalah.
sederhana yang beradapada bangun
3) Tahap Analisis.
yang kompleks dan menbali bangun
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini
tersebut sesuai dengan instruksi pada
adalah a) mereduksi data dengan tujuan
soal. Tes terdiri dari 3 bagian, bagian
untuk
yang
pertama terdiri dari 7 soal, bagian kedua
dan
terdiri dari 9 soal, dan bagian ketiga
menajamkan
diperoleh,
membuang
diperlukan
b)
informasi
menggolongkan
informasi
serta
yang
tidak
mengorganisasikan
kemudian
diminta
dari
Siswa
menemukan
bangun
bangun
juga terdiri 9 soal.
2) Soal Pemecahan Masalah
data mentah yang diperoleh di lapangan,
Soal tes yang digunakan adalah soal
mengolah dan menganalisis data yang
pemecahan masalah yang berupa soal
diperoleh dari tahap pelaksanaan yaitu
cerita
hasil
dalam
banyak alternatif jawaban dan banyak
memecahkan masalah matematika dan
cara penyelesaian. Soal pemecahan
wawancara, serta c) mendeskripsikan
masalah
hasil analisis data.
mengetahui bagaimana cara berfikir
4) Tahap Pembuatan Laporan.
kreatif siswa dalam memecahkan suatu
pekerjaan
siswa
Dalam penelitian ini, instrumen
utama
adalah
peneliti
dikarenakan
open
ended
ini
yang
digunakan
memiliki
untuk
permasalahan. Soal tes terdiri dari 3
butir
soal
yang
memiliki
tingkat
peneliti yang merupakan penentu dalam
kesulitan rendah, sedang, dan tinggi.
penyaringan
saat
sebelum digunakan soal tes terlebih
pengumpulan data di lapangan, peneliti
dahulu divalidasi oleh validator (ahli)
berperan serta selama proses penelitian
pendidikan matematika.
data.
Pada
Rika Wulandari: Analisis Gaya Kognitif Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika
di SDN Banyuajuh I Kamal Madura
101
3) Pedoman Wawancara
wawancara tidak terstruktur, karena
Pedoman wawancara disusun sebagai
peneliti ingin mengungkapkan situasi
panduan dalam melakukan wawancara
dan keadaan yang sebenarnya mengenai
agar tidak ada informasi penting yang
proses
terlewat. Pedoman wawancara didesain
berdasarkan gaya kognitifnya dalam
sedemikian
pemecahan masalah pecahan.
rupa
sehingga
mampu
memunculkan berpikir kreatif siswa.
ini
berpikir
dilakukan
menggunakan
berikut.
tes
siswa
Dalam penelitian ini, analisis data
Pengumpulan data dalam penelitian
metode
kreatif
dan
wawancara. Dalam metode tes, subyek
dengan
langkah-langkah
1) Menganalisis hasil tes GEFT
penelitian diberikan soal open ended
Hasil tes GEFT ini digunakan
yang penyelesaiannya dapat dilakukan
untuk menetapkan subyek penelitian.
dengan
Penentuan siswa dalam kelompok gaya
jawaban.
banyak
cara
Soal
dan
pemecahan
banyak
masalah
kognitif
field dependent
dan
field
digunakan untuk mengumpulkan data
independent didasarkan pada kecepatan
penelitian tentang proses berpikir kreatif
dan ketepatan siswa dalam menemukan
siswa
dalam
gambar sederhana dalam gambar yang
fluency, flexibility, atau novelty ditinjau
lebih kompleks dengan batas waktu
dari perbedaan gaya kognitif siswa.
yang telah ditentukan pada instrumen
Sedangkan melalui metode wawancara
GEFT. Jumlah soal dalam tes GEFT
peneliti ingin memverifikasi jawaban
adalah 25 nomor. Penilaian dilakukan
hasil wawancara dengan hasil tes tulis
dengan memberikan skor 1 untuk
dalam menyelesaikan soal pemecahan
jawaban benar dan 0 untuk jawaban
masalah yang diberikan serta untuk
salah. Dengan demikian, jika siswa
mengklarifikasi
tujuan
mampu menjawab soal dengan benar
memperjelas atau mendalami hasil tes
maka skor maksimalnya adalah 25 dan
tulis tentang berpikir kreatif siswa
skor minimal 0 (jika tidak ada jawaban
berdasarkan gaya kognitifnya, yang
yang
mungkin tidak tampak pada hasil
pengkategorian
pekerjaan tulis siswa. Jenis wawancara
digunakan kriteria sebagai berikut.
yang digunakan
wawancara
a) Jika skor yang diperoleh lebih dari
terbuka, dalam artian subyek penelitian
50% maka termasuk kelompok gaya
mengetahui
kognitif field independent
mengapa
yang
dikategorikan
dengan
adalah
maksud
dia
dan
diwawancarai
tujuan
dan
benar
sama
tipe
sekali).
gaya
Untuk
kognitif,
102
Widyagogik, Vol. 4. No. 2 Januari-Juli 2017
b) Jika skor yang diperoleh kurang dari
untuk
menarik
suatu
kesimpulan.
50% maka termasuk kelompok gaya
Pemaparan data pada penelitian ini
kognitif field dependent
adalah
2) Menganalisis hasil tes pemecahan
mengklasifikasikan
mengidentifikasi
data
dan
mengenai
masalah
perbedaan proses berpikir kreatif siswa
Analisis terhadap hasil penyelesaian
berdasarkan
soal
pemecahan
masalah
bertujuan
untuk mendeskripsikan proses berpikir
kreatif
siswa
kognitifnya
masalah
berdasarkan
dalam
matematika.
gaya
kognitif
field
dependent dan field independent.
6) Menarik kesimpulan
gaya
Penarikan
kesimpulan
yang
memecahkan
dilakukan dalam penelitian ini adalah
Analisis
dengan mendeskripsikan cara berpikir
ini
dilakukan dengan memeriksa jawaban
kreatif siswa
dalam
menyelesaikan
tertulis siswa dari soal pemecahan
masalah
masalah disesuaikan dengan indikator
perbedaan gaya kognitifnya yaitu gaya
berpikir kreatif yang telah ditentukan.
kognitif
3) Menganalisis hasil wawancara
independent.
matematika
berdasarkan
field dependent
dan
field
Analisis terhadap hasil wawancara
dilakukan dengan memutarkan video
2. HASIL DAN PEMBAHASAN
untuk menuliskan hasil wawancara,
mentranskrip
memeriksa
hasil
kembali
wawancara,
hasil
transkrip
Berdasarkan hasil analisis terhadap
tes
yang
diberikan
menggunakan
instrumen GEFT, dari siswa kelas V
tersebut dengan memutar kembali video
SDN
hasil wawancara.
berjumlah 27 siswa, ditentukan 4 siswa
4) Mereduksi data
sebagai subyek penelitian. Empat siswa
Data
yang
I
Kamal
yang
terkumpul,
tersebut dengan inisial yaitu 1) AQF
selanjutnya direduksi. Reduksi data
mewakili siswa laki-laki dengan gaya
penelitian ini adalah kegiatan yang
kognitif field independent, 2) MHR
mengacu
mewakili siswa laki-laki dengan gaya
pada
memilih,
sudah
Banyuajuh
proses
menyeleksi,
menggolongkan,
atau
kognitif
field
dependent,
3)
TLT
menyederhanakan data menntah yang
mewakili siswa perempuan dengan gaya
diperoleh di lapangan.
kognitif field independent, 4) SLF
5) Memaparkan data
mewakili siswa perempuan dengan gaya
Pemaparan
sekumpulan
data
informasi
merupakan
kognitif field dependent.
yang
Materi matematika yang digunakan
terorganisasi sehingga memungkinkan
pada tes pemecahan masalah adalah
Rika Wulandari: Analisis Gaya Kognitif Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika
di SDN Banyuajuh I Kamal Madura
103
materi pecahan yang sudah dipelajari
peneliti memberikan pertanyaan kembali
juga di kelas sebelumnya yaitu di kelas
saat wawancara dan AQF dapat menjawab
III, dan di kelas IV. Tiga konsep dasar
dengan benar juga. Penjelasan subyek AQF
yang diujikan dalam tes pemecahan
tersebut yaitu menggambarkan pecahan
pada luasan daerah, membandingkan
pecahan dan penjumlahan pecahan.
secara
tertulis
dan
dipertegas
saat
wawancara, tentang alasan yang diberikan
untuk jawaban terhadap masalah 1 yaitu
dengan cara menentukan banyaknya persegi
yang akan dipasang lantai warna biru yaitu
Berikut ini adalah jawaban dari subyek
laki-laki dengan gaya kognitif FI (AQF)
¼ dari 64 adalah 16 persegi. Kemudian
membuat
motif
yang
sesuai
dengan
keinginan pada lantai asalkan banyaknya
persegi
yang
terwarnai
berjumlah
16
persegi. Subyek AQF juga dapat memenuhi
ketiga kriteria berfikir kreatif yaitu fluency,
flexibility, dan novelty saat menyelesaikan
Gambar 1. Penyelesaian masalah 1(a) siswa
masalah yang kedua dan ketiga.
Penyelesaian lain juga ditunjukkan
laki-laki bergaya kognitif FI
oleh subyek perempuan dengan gaya
kognitif FI (TLT). Berikut ini merupakan
gambar penyelesaian masalah 1 yang telah
dibuatnya.
Gambar 2. Penyelesaian masalah 1(b) siswa
laki-laki bergaya kognitif FI
Dari gambar di atas terlihat bahwa
siswa laki-laki dengan gaya kognitif FI
Gambar 3. Penyelesaian masalah 1(a) siswa
(AQF)
perempuan bergaya kognitif FI
menunjukkan
jawaban
yang
berbeda-beda. AQF mampu menggambar 3
jawaban
yang
benar
dalam
membuat
gambar rancangan lantai yang berbedabeda. Berdasarkan kriteria fluency yaitu
mampu membuat lebih dari satu jawaban
dengan benar maka AQF sudah memenuhi
kriteria fluency ini. Untuk mempertegas
Gambar 4. Penyelesaian masalah 1(b) siswa
pemahaman AQF terhadap masalah ini,
perempuan bergaya kognitif FI
104
Widyagogik, Vol. 4. No. 2 Januari-Juli 2017
Berdasarkan gambar 3
dan 4
dalam membuat penjumlahan yang hasilnya
terlihat bahwa subyek perempuan dengan
¾ (termasuk dalam kriteria flexibility).
gaya kognitif FI juga mampu menunjukkan
Berdasarkan dari hasil tes tulis TLT
jawaban yang berbeda-beda. TLT mampu
menggunakan cara baru dalam membuat
menggambar 3 jawaban yang benar dalam
penjumlahan yang hasilnya ¾ yaitu dengan
membuat gambar rancangan lantai yang
mencari 3 pecahan yang berpenyebut sama
berbeda-beda. Berdasarkan kriteria fluency
kemudian dari ketiga pecahan tersebut
yaitu mampu membuat lebih dari satu
dicari pembilang yang apabila dijumlahkan
jawaban dengan benar maka TLT sudah
hasilnya
memenuhi kriteria fluency ini. Untuk
novelty.
mempertegas pemahaman TLT terhadap
masalah
ini,
peneliti
memberikan
3
sudah
memenuhi
kategori
Sedangkan subyek laki-laki dengan
gaya
kognitif
FD
(MHR)
dapat
pertanyaan kembali saat wawancara dan
memahami masalah yang diberikan,
TLT dapat menjawab dengan benar juga.
mengetahui apa yang diketahui dan apa
Subyek TLT juga mampu memenuhi ketiga
kriteria berpikir kreatif yaitu fluency,
flexibility, dan novelty saat menyelesaikan
masalah yang kedua dan ketiga. Dari hasil
tes
tulis
TLT
mampu
membuat
penjumlahan yang hasilnya ¾ sebanyak 3
yang ditanyakan tetapi jawaban yang
diberikan masih tergolong tidak kreatif
dalam menyelesaikan masalah. Dalam
memecahkan masalah pertama, kedua,
dan ketiga, siswa laki-laki dengan gaya
jawaban berbeda yang bernilai benar
kognitif FD hanya mampu memenuhi
(kategori fluency terpenuhi), TLT juga
dua dari tiga kriteria yaitu fluency dan
dapat menggunakan 3 cara berbeda dalam
flexibility.
membuat pecahan yang hasilnya ¾ yaitu
dengan
mencari
mempunyai
dua
penyebut
pecahan
sama
yang
yaitu
4
kemudian mencari penjumlahan bilangan
yang
hasilnya
3
sebagai
pembilang-
pembilang dari dua pecahan tersebut, cara
lain yang dilakukan oleh TLT yaitu mencari
tiga pecahan yang berpenyebut sama yaitu 4
dan mencari 3 pembilang yang jika
Siswa perempuan dengan gaya
kognitif
field
dependent
(SLF)
mengetahui apa yang diketahui dan apa
yang ditanyakan tetapi sebagian besar
masalah yang diberikan tidak dapat
diselesaikan
dengan
benar.
Dalam
memecahkan masalah pertama siswa
perempuan dengan gaya kognitif FD
dijumlahkan hasilnya 3. Berdasarkan hasil
mampu memenuhi kriteria fluency, akan
wawancara TLT dapat menggunakan cara
tetapi untuk masalah kedua, dan ketiga,
yang berbeda dari hasil tes tulis yaitu
siswa perempuan dengan gaya kognitif
dengan menggunakan konsep pengurangan
FD ini bahkan tidak memenuhi ketiga
pecahan. Berdasarkan triangulasi metode,
kriteria berpikir kreatif yaitu fluency,
maka TLT mampu membuat banyak cara
flexibility, dan novelty.
Rika Wulandari: Analisis Gaya Kognitif Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika
di SDN Banyuajuh I Kamal Madura
105
mengaitkan
3. PENUTUP
pernah
materi-materi
dipelajarinya
yang
dengan
Berdasarkan hasil analisis data
masalah yang ditanyakan. Siswa
penelitian diperoleh kesimpulan sebagai
perempuan dengan gaya kognitif FI
berikut.
juga
1.
Siswa
laki-laki
dengan
kognitif
field
independent
dalam
memecahkan
memenuhi
ketiga
gaya
kriteria berpikir kreatif di ketiga
(FI)
masalah yang telah diberikan yaitu
masalah
pecahan telah berhasil memahami
fluency, flexibility, dan novelty.
3.
Siswa
laki-laki
dengan
gaya
masalah dengan baik, mengetahui
kognitif field dependent (FD) dapat
informasi yang ada pada soal, dan
memahami masalah, mengetahui
apa yang ditanyakan soal, serta
apa yang diketahui dan apa yang
membuat
ditanyakan
penyelesaian
masalah
tetapi
tidak
kreatif
dengan baik. Siswa laki-laki yang
dalam
menyelesaikan
masalah.
bergaya
Dalam
memecahkan
masalah
dapat
kognitif
mengaitkan
FI
cenderung
materi-materi
pertama, kedua, dan ketiga, siswa
yang pernah dipelajarinya dengan
laki-laki dengan gaya kognitif FD
masalah yang ditanyakan. Siswa
hanya mampu memenuhi dua dari
laki-laki dengan gaya kognitif FI
tiga kriteria yaitu fluency dan
juga
flexibility.
mampu
memenuhi
ketiga
kriteria berpikir kreatif di ketiga
2.
mampu
4.
Siswa perempuan dengan gaya
masalah yang telah diberikan yaitu
kognitif
fluency, flexibility, dan novelty.
mengetahui apa yang diketahui dan
Siswa perempuan dengan gaya
apa yang ditanyakan tetapi tidak
kognitif FI memiliki kemampuan
dapat
berpikir yang hampir sama dengan
dengan benar. Dalam memecahkan
siswa
bergaya
masalah pertama siswa perempuan
kognitif FI, mampu memahami
dengan gaya kognitif FD mampu
masalah dengan baik, mengetahui
menmenuhi kriteria fluency, akan
informasi yang ada pada soal, dan
tetapi untuk masalah kedua, dan
apa yang ditanyakan soal, serta
ketiga, siswa perempuan dengan
membuat
masalah
gaya kognitif FD bahkan tidak
dengan baik. Siswa perempuan
memenuhi ketiga kriteria berpikir
laki-laki
yang
penyelesaian
yang bergaya kognitif FI juga dapat
field
dependent
menyelesaikan
(FD)
masalah
106
Widyagogik, Vol. 4. No. 2 Januari-Juli 2017
kreatif yaitu fluency, flexibility, dan
yang
telah
novelty
menemukan
Beberapa hal yang menjadi temuan
memecahkan
diperolehnya
cara-cara
baru
masalah
untuk
dalam
matematika.
dalam penelitian ini yaitu siswa yang
Sebaliknya siswa yang memiliki gaya
memiliki gaya kognitif FI baik laki-laki
kognitif FD sering merasa kesulitan
maupun
untuk
perempuan
cenderung
mengaitkan
materi
yang
menggunakan cara penyelesaian yang
diperolehnya untuk membuat cara-cara
biasanya digunakan di sekolah jika soal
baru
yang diberikan hanya meminta jawaban
khususnya
tunggal walaupun mereka sebenarnya
hendaknya
mempunyai cara lain untuk dapat
model pembelajaran matematika juga
memecahkan masalah khususnya pada
mempertimbangkan
matematika.
siswa-siswanya agar diperoleh hasil
Siswa
dengan
gaya
kognitif FI dapat mengaitkan materi
belajar
dalam
memecahkan
masalah
matematika.
Guru
dalam
yang
mengembangkan
gaya
lebih
kognitif
maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Kennedy, L. M., Tipps, S., & Johnson, A. (2008) Guilding Children’s Learning of
Mathematics;
Belmont
California:
Thomson
Wadsworth
Publishing
Company.
Lestari, P. 2012. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan
Langkah-Langkah Polya pada Siswa Kelas X SMAN 6 Mataram Ditinjau dari
Gaya Kognitif Siswa. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri
Malang.
Liu, Y., & Ginther, D. 1999. Cognitive Style and Distance Education. (On line). Jurnal
of Distance Learning Administration, Volume 2, Number 3 Fall 1999 State of
Georgia.
Musser, G. L., Burger, W. F., & Peterson, B. E.. (2006) Mathematics for Elementary
Teachers; USA: Von Hoffmann Press.
Polya, G. (1973) How to Solve It. A New Aspect of Mathematical Method: New Jersey:
Priceton University Press.
Siswono, T. Y. E. 2011. Level of student’s creative thinking in classroom mathematics.
Educational research and Review Volume 6 (7), Pp 548-553.
Soedjadi. (2000) Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia; Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Download