p-ISSN : 2303-307X, e-ISSN 2541-5468 95 ANALISIS GAYA KOGNITIF SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DI SDN BANYUAJUH I KAMAL MADURA Rika Wulandari1, Prodi PGSD, Fakultas Ilmu Pendidikna Universitas Trunojoyo Madura ABSTRACT One of the goals of mathematics teaching in elementary school is forming students who are capable of logical thinking, analytical, systematic, and creatively. For realizing these goals, particularly in honing student’s creative thinking in solving mathematical problems, teachers should be more innovative in doing mathematics. Teachers must begin encourge students to learn how can be thinking critically, one of them by familiarizing students to solve problem so the student’s ability to think creatively can be honed. This research included in the categoryof qualitative research with research subject are the students of SDN Banyuajuh I, Kamal, Madura. Determining the subject of this research using a cognitive style test instrument called Group Embedded Figure Test (GEFT). Cognitive styles of students in problem solving fraction were analyzed from the result of written test and interview. The result of the research were explainedd that the second subject in the field independent cognitive style can solve fraction properly and fulfilled all three aspects of creative thinking there are fluency, flexibility, and novelty. Male subject with field dependent cognitive style was able to solved the problem but it is not creative, and only able to meet two of the three categories of creative thinking there are fluency and flexibility. In the other hand, the female subject with field dependent cognitive style only able to solve one of the problem that is drawing fraction without fulfilled three aspects of creative thinking. Keywords: cognitive style, problem solving in fraction ABSTRAK Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah membentuk siswa yang mampu berpikir logis, analitis, sistematis, dan kreatif. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, terutama dalam mengasah siswa berpikir kreatif dalam memecahkan masalah matematika, guru harus lebih inovatif dalam melakukan pembelajaran matematika. Guru harus mulai mengajak siswa untuk belajar berpikir tingkat tinggi, salah satunya dengan membiasakan siswa untuk memecahkan masalah sehingga kemampuan berpikir kreatif siswa bisa terasah. Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian kualitatif dengan subjek peneltian siswa SDN Banyuajuh I, Kamal, Madura. Penentuan subyek penelitian ini dilakukan dengan menggunakan instrumen tes gaya kognitif yaitu Group Embedded Figure Test (GEFT). Gaya kognitif siswa dalam memecahkan masalah pecahan dianalisis dari hasil tes dan wawancara. Hasil penelitian menjelaskan bahwa kedua subyek dengan gaya kognitif field independent mampu menyelesaikan masalah pecahan dengan baik dan memenuhi ketiga aspek berpikir kreatif yaitu fluency, flexibility, dan novelty. Subyek laki-laki dengan gaya kognitif field dependent mampu menyelesaikan masalah akan tetapi tidak kreatif, serta hanya mampu memenuhi dua saja dari tiga kategori berpikir kreatif yaitu fluency, dan flexibility. Sedangkan subyek perempuan dengan gaya kognitif field dependent hanya mampu menyelesaikan masalah menggambarkan pecahan tetapi tidak memenuhi ketiga kriteria berpikir kreatif. Kata Kunci: gaya kognitif; pemecahan masalah pecahan 1Korespondensi: Rika Wulandari, Prodi PGSD, FIP Universitas Trunojoyo Madura. Email : [email protected]) 96 Widyagogik, Vol. 4. No. 2 Januari-Juli 2017 matematika tetap harus diberikan pada PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu anak SD. Tugas guru untuk dapat mata pelajaran yang dianggap sulit oleh mendesain suatu pembelajaran banyak siswa tidak terkecuali di sekolah matematika yang menyenangkan dasar (SD). Hal ini terbukti pada sehingga mudah dipahami oleh siswa kompetisi dan tujuan pembelajaran matematika Internasional seperti International Mathematics Olympiad (IMO) siswa-siswa bisa tercapai. Indonesia Salah satu tujuan pembelajaran menunjukkan penampilan yang kurang matematika di sekolah dasar menurut memuaskan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Sumarso, Kegagalan yang 2007). dialami siswa (KTSP) (2006) adalah membentuk Indonesia dalam kompetisi-kompetisi siswa yang mampu berpikir logis, Internasional sebagian besar terjadi saat analitis, sistematis, dan kreatif. Soedjadi menghadapi dan (2000:44) juga menyebutkan bahwa penalaran. Fakta tersebut terjadi karena salah satu tujuan khusus pengajaran siswa dalam matematika di sekolah dasar adalah penalaran, membentuk sikap logis, kritis, cermat, serta kemampuan berfikir kritis dan kreatif, dan disiplin. Untuk mewujudkan kreatif. Mereka hanya unggul dalam tujuan komputasi hanya mengasah siswa berpikir kreatif dalam mengandalkan kemampuan prosedural memecahkan masalah matematika, guru saja. harus lebih inovatif dalam melakukan soal pembuktian Indonesia kemampuan Salah kurang konseptual, matematika satu Indonesia yang kesulitan dalam siswa tersebut, terutama dalam pembelajaran matematika. Guru jangan menguasai cepat penalaran, peningkatan hasil belajar siswa, apalagi serta kemampuan untuk berfikir kritis jika hasil belajar yang diperoleh siswa dan kreatif adalah sifat matematika hanya dari mengerjakan tes yang berisi yang abstrak. Matematika banyak berisi soal-soal rutin dan prosedural. Guru simbol-simbol harus mulai mengajak siswa untuk kemampuan Sedangkan konseptual, dan konsep-konsep. melihat kognitif belajar berpikir tingkat tinggi, salah rata-rata masih berada di satunya dengan membiasakan siswa tahap operasional konkret sehingga untuk memecahkan masalah sehingga bertolak belakang dengan karakteristik kemampuan berpikir kreatif siswa bisa yang dimiliki oleh mata pelajaran terasah. siswa SD matematika. perkembangan puas dengan hanya Walaupun demikian, Rika Wulandari: Analisis Gaya Kognitif Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika di SDN Banyuajuh I Kamal Madura Setiap manusia 97 memiliki masalah. Terdapat berbagai macam berpikir gaya kognitif. Salah satunya adalah kreatif. Hanya saja tingkat berpikir kelompok gaya kognitif field dependent kreatifnya yang berbeda-beda. dan field independent. Gaya kognitif Kemampuan berpikir kreatif tidak field dependent adalah gaya kognitif semata-mata bawaan dari lahir tetapi yang dimiliki siswa sehingga cenderung kemampuan berpikir kreatif juga dapat menyatakan dilatih dan diajarkan. Oleh sebab itu, menyeluruh. Dengan kata lain, suatu guru sebagai salah satu komponen masalah dalam pembelajaran harus mendukung kesatuan yang utuh, walaupun kesatuan terciptanya kemampuan berpikir kreatif tersebut yang tinggi. Guru harus mengetahui bagian-bagian karakteristik pisahkan. kemampuan untuk dapat siswanya diharapkan mampu penanganan yang sehingga memberikan dilihatnya dapat masalah sebagai diuraikan kecil Gaya secara yang kognitif satu menjadi dipisahfield independent adalah gaya kognitif yang terhadap dimiliki oleh siswa yang cenderung kesulitan yang dihadapi anak didiknya menyatakan masalah secara analitik, tersebut. Begitu juga ketika siswa artinya suatu masalah diuraikan menjadi berpikir kreatif untuk memecahkan bagian-bagian kecil dan menemukan masalah, mereka memiliki strategi- hubungan antar bagian-bagian tersebut. strategi antarsiswa. Dengan adanya pengelompokan gaya Strategi yang digunakan siswa terutama kognitif bukan berarti dapat dikatakan dalam keterampilan berpikir, cenderung bahwa gaya kognitif satu lebih baik dipengaruhi oleh gaya kognitif siswa. dibandingkan dengan gaya kognitif Dengan mengetahui gaya kognitif yang siswa, diharapkan guru mampu dianalogikan seperti saat melihat gaya mendesain pembelajaran matematika belajar siswa. Tidak dapat ditentukan yang dapat memaksimalkan berpikir gaya belajar x lebih baik dibEkong kreatif siswa-siswanya. dengan gaya belajar yang lain. Setiap yang Liu & tepat suatu berbeda Hal tersebut dapat (1999) gaya kognitif memiliki kelebihan dan mengemukakan bahwa gaya kognitif kekurangan masing-masing sehingga menunjuk dan menjadi tugas bagi guru untuk dapat kecenderungan karakter individu dalam membimbing siswa sesuai karakteristik merasa, yang dimilikinya. pada Ginther lainnya. kekonsistenan mengingat, mengorganisasi, memproses, berpikir, dan memecahkan 98 Widyagogik, Vol. 4. No. 2 Januari-Juli 2017 Musser (2006) dan Kennedy (2008) menyelesaikan masalah dengan cara menjelaskan bahwa dalam pemecahan atau metode yang berbeda. Novelty masalah terdapat proses pemecahan dalam pemecahan masalah matematika masalah yaitu dan strategi pemecahan kemampuan siswa masalah. Proses pemecahan masalah menghasilkan merupakan berbeda dan benar atau menemukan tahapan-tahapan menyelesaikan masalah dalam solusi yang di solusi yang baru yang tidak lazim dalamnya terdapat strategi pemecahan digunakan oleh sisa dengan tingkat masalah. kemampuan yang sama. Urutan posisi Menurut yang banyak untuk Polya langkah-langkah (1973) yang perlu tingkat berpikir kreatif dari yang diperhatikan untuk pemecahan masalah tertinggi ke terendah secara berurutan antara lain: 1) memahami masalah menurut Siswono (2011) adalah novelty, (understEkong the flexibility, fluency. merencanakan pemecahan problem), 2) masalah Materi pecahan merupakan salah (devising a plan), 3) melaksanakan satu materi yang tidak mudah untuk rencana pemecahan masalah (carrying dipelajari bagi siswa di sekolah dasar. out the plan), 4) Memeriksa kembali Hal tersebut dikarenakan banyak siswa solusi yang diperoleh (looking back). mampu mengerjakan operasi pecahan Kemampuan berpikir kreatif erat akan tetapi mereka tidak memahami apa kaitannya dengan pemecahan masalah. yang telah mereka kerjakan. Sebagai Seperti yang pernah diungkapkan oleh contoh, Wheatly 1999) pecahan dengan penyebut sama maka bahwa pemecahan masalah memiliki mengerjakan operasi tersebut cukup porsi yang besar untuk diajarkan dalam dengan menjumlahkan pembilang saja pembelajaran matematika guna melatih dan penyebutnya tetap. Mereka dapat berpikir kreatif siswa. Kemampuan melakukan operasi tersebut, tetapi jika berpikir ditanya lebih jauh mengapa mereka (dalam kreatif Munandar, dalam pemecahan pada operasi masalah matematika meliputi fluency, menggunakan flexibility dan novelty (Siswono, 2011). mereka Fluency dalam pemecahan masalah menjelaskan. Begitu juga untuk konsep- matematika yaitu kemampuan siswa konsep operasi pecahan yang lain. Oleh untuk solusi sebab itu, soal pemecahan masalah juga dalam memecahkan masalah. Flexibility penting untuk diberikan kepad siswa dalam pemecahan masalah matematika sekolah dasar pada materi pecahan agar yaitu siswa mampu menemukan konsepnya menghasilkan kemampuan banyak siswa untuk cara penjumlahan tidak tersebut, mampu maka untuk Rika Wulandari: Analisis Gaya Kognitif Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika di SDN Banyuajuh I Kamal Madura 99 sendiri dan mampu untuk berpikir pemecahan masalah matematika di kreatif. SDN Banyuajuh I Kamal, Madura”. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Lestari (2012) dengan “Analisis kemampuan masalah matematika judul pemecahan 1. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk dalam berdasarkan kategori penelitian kualitatif dengan langkah-langkah Polya pada siswa kelas subjek peneltian siswa SDN Banyuajuh X SMAN 6 Mataram ditinjau dari gaya I, Kamal, Madura. Penentuan subyek kognitif siswa” yang menyatakan bahwa penelitian siswa menggunakan yang bergaya kognitif field ini dilakukan instrumen dengan tes gaya dependent cenderung kurang mampu kognitif yang telah dirancang oleh dalam melakukan penyelesaian soal Witkin (dalam Ilmam, 2011) yang telah dengan menggunakan tahapan Polya teruji validitas dan reliabilitasnya yaitu sedangkan siswa yang bergaya kognitif Group Embedded Figure Test (GEFT). field dalam Prosedur penelitian yang dilakukan melakukan penyelesaian soal dengan dalam penelitian ini dibagi menjadi 4 menggunakan independent penelitian ini mampu tahapan Polya. Pada tahap sebagai berikut. memfokuskan pada 1) Tahap Persiapan. pemecahan masalah matematika di Kegiatan yang dilakukan pada tahap sekolah dasar khususnya pada materi persiapan pecahan dengan menggunakan tahap- instrumen penelitian yaitu soal tes tahap pemecahan masalah Polya, hal pemecahan masalah tersebut wawancara, b) dikarenakan peneliti ingin adalah a) dan melakukan menyusun pedoman validasi mengetahui bagaimana jika penelitian instrumen pada validator (ahli), serta c) ini dilaksanakan di anak-anak usia SD menganalisis hasil validasi instrumen yang tahap perkembangan kognitifnya kemudian merevisi instrumen tersebut. masih berada pada tahap operasional 2) Tahap Pelaksanaan. konkret dan berbeda dengan anak usia Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini sekolah menengah atas (SMA) yang antara termasuk dalam kategori operasional penelitian berdasarkan hasil tes GEFT. formal. Siswa dikelompokkan menjadi dua lain: a) memilih subyek Berdasarkan uraian di atas maka yaitu siswa dengan gaya kognitif field penulis tertarik untuk mengambil judul dependent (FD) dan siswa dengan gaya “Analisis gaya kognitif siswa dalam kognitif field independent (FI). Dari 100 Widyagogik, Vol. 4. No. 2 Januari-Juli 2017 masing-masing gaya kognitif tersebut dan mengikuti secara aktif kegiatan diambil 2 siswa pada kelompok FI (1 subyek penelitian yang berhubungan siswa perempuan dan 1 siswa laki-laki) dengan dan 2 siswa pada kelompok FD (1 siswa dilakukan melalui tes dan wawancara. perempuan dan 1 siswa laki-laki). Sedangkan instrumen pendukung dalam b) memberikan soal pemecahan masalah penelitian ini meliputi: pada setiap subyek penelitian, serta c) 1) melakukan (GEFT). Materi dalam tes ini berupa wawancara pada setiap pengumpulan Group Embedded data yang Figure subyek penelitian berdasarkan hasil tes bangun-bangun soal diberikan beberapa bangun geometri pemecahan masalah dan geometri. Test memberikan tes lisan dengan soal yang sederhana setara pada tes tulis untuk mengetahui geometri yang kompleks pada soal tes, pemecahan proses berpikir siswa dalam siswa pemecahan masalah. sederhana yang beradapada bangun 3) Tahap Analisis. yang kompleks dan menbali bangun Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini tersebut sesuai dengan instruksi pada adalah a) mereduksi data dengan tujuan soal. Tes terdiri dari 3 bagian, bagian untuk yang pertama terdiri dari 7 soal, bagian kedua dan terdiri dari 9 soal, dan bagian ketiga menajamkan diperoleh, membuang diperlukan b) informasi menggolongkan informasi serta yang tidak mengorganisasikan kemudian diminta dari Siswa menemukan bangun bangun juga terdiri 9 soal. 2) Soal Pemecahan Masalah data mentah yang diperoleh di lapangan, Soal tes yang digunakan adalah soal mengolah dan menganalisis data yang pemecahan masalah yang berupa soal diperoleh dari tahap pelaksanaan yaitu cerita hasil dalam banyak alternatif jawaban dan banyak memecahkan masalah matematika dan cara penyelesaian. Soal pemecahan wawancara, serta c) mendeskripsikan masalah hasil analisis data. mengetahui bagaimana cara berfikir 4) Tahap Pembuatan Laporan. kreatif siswa dalam memecahkan suatu pekerjaan siswa Dalam penelitian ini, instrumen utama adalah peneliti dikarenakan open ended ini yang digunakan memiliki untuk permasalahan. Soal tes terdiri dari 3 butir soal yang memiliki tingkat peneliti yang merupakan penentu dalam kesulitan rendah, sedang, dan tinggi. penyaringan saat sebelum digunakan soal tes terlebih pengumpulan data di lapangan, peneliti dahulu divalidasi oleh validator (ahli) berperan serta selama proses penelitian pendidikan matematika. data. Pada Rika Wulandari: Analisis Gaya Kognitif Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika di SDN Banyuajuh I Kamal Madura 101 3) Pedoman Wawancara wawancara tidak terstruktur, karena Pedoman wawancara disusun sebagai peneliti ingin mengungkapkan situasi panduan dalam melakukan wawancara dan keadaan yang sebenarnya mengenai agar tidak ada informasi penting yang proses terlewat. Pedoman wawancara didesain berdasarkan gaya kognitifnya dalam sedemikian pemecahan masalah pecahan. rupa sehingga mampu memunculkan berpikir kreatif siswa. ini berpikir dilakukan menggunakan berikut. tes siswa Dalam penelitian ini, analisis data Pengumpulan data dalam penelitian metode kreatif dan wawancara. Dalam metode tes, subyek dengan langkah-langkah 1) Menganalisis hasil tes GEFT penelitian diberikan soal open ended Hasil tes GEFT ini digunakan yang penyelesaiannya dapat dilakukan untuk menetapkan subyek penelitian. dengan Penentuan siswa dalam kelompok gaya jawaban. banyak cara Soal dan pemecahan banyak masalah kognitif field dependent dan field digunakan untuk mengumpulkan data independent didasarkan pada kecepatan penelitian tentang proses berpikir kreatif dan ketepatan siswa dalam menemukan siswa dalam gambar sederhana dalam gambar yang fluency, flexibility, atau novelty ditinjau lebih kompleks dengan batas waktu dari perbedaan gaya kognitif siswa. yang telah ditentukan pada instrumen Sedangkan melalui metode wawancara GEFT. Jumlah soal dalam tes GEFT peneliti ingin memverifikasi jawaban adalah 25 nomor. Penilaian dilakukan hasil wawancara dengan hasil tes tulis dengan memberikan skor 1 untuk dalam menyelesaikan soal pemecahan jawaban benar dan 0 untuk jawaban masalah yang diberikan serta untuk salah. Dengan demikian, jika siswa mengklarifikasi tujuan mampu menjawab soal dengan benar memperjelas atau mendalami hasil tes maka skor maksimalnya adalah 25 dan tulis tentang berpikir kreatif siswa skor minimal 0 (jika tidak ada jawaban berdasarkan gaya kognitifnya, yang yang mungkin tidak tampak pada hasil pengkategorian pekerjaan tulis siswa. Jenis wawancara digunakan kriteria sebagai berikut. yang digunakan wawancara a) Jika skor yang diperoleh lebih dari terbuka, dalam artian subyek penelitian 50% maka termasuk kelompok gaya mengetahui kognitif field independent mengapa yang dikategorikan dengan adalah maksud dia dan diwawancarai tujuan dan benar sama tipe sekali). gaya Untuk kognitif, 102 Widyagogik, Vol. 4. No. 2 Januari-Juli 2017 b) Jika skor yang diperoleh kurang dari untuk menarik suatu kesimpulan. 50% maka termasuk kelompok gaya Pemaparan data pada penelitian ini kognitif field dependent adalah 2) Menganalisis hasil tes pemecahan mengklasifikasikan mengidentifikasi data dan mengenai masalah perbedaan proses berpikir kreatif siswa Analisis terhadap hasil penyelesaian berdasarkan soal pemecahan masalah bertujuan untuk mendeskripsikan proses berpikir kreatif siswa kognitifnya masalah berdasarkan dalam matematika. gaya kognitif field dependent dan field independent. 6) Menarik kesimpulan gaya Penarikan kesimpulan yang memecahkan dilakukan dalam penelitian ini adalah Analisis dengan mendeskripsikan cara berpikir ini dilakukan dengan memeriksa jawaban kreatif siswa dalam menyelesaikan tertulis siswa dari soal pemecahan masalah masalah disesuaikan dengan indikator perbedaan gaya kognitifnya yaitu gaya berpikir kreatif yang telah ditentukan. kognitif 3) Menganalisis hasil wawancara independent. matematika berdasarkan field dependent dan field Analisis terhadap hasil wawancara dilakukan dengan memutarkan video 2. HASIL DAN PEMBAHASAN untuk menuliskan hasil wawancara, mentranskrip memeriksa hasil kembali wawancara, hasil transkrip Berdasarkan hasil analisis terhadap tes yang diberikan menggunakan instrumen GEFT, dari siswa kelas V tersebut dengan memutar kembali video SDN hasil wawancara. berjumlah 27 siswa, ditentukan 4 siswa 4) Mereduksi data sebagai subyek penelitian. Empat siswa Data yang I Kamal yang terkumpul, tersebut dengan inisial yaitu 1) AQF selanjutnya direduksi. Reduksi data mewakili siswa laki-laki dengan gaya penelitian ini adalah kegiatan yang kognitif field independent, 2) MHR mengacu mewakili siswa laki-laki dengan gaya pada memilih, sudah Banyuajuh proses menyeleksi, menggolongkan, atau kognitif field dependent, 3) TLT menyederhanakan data menntah yang mewakili siswa perempuan dengan gaya diperoleh di lapangan. kognitif field independent, 4) SLF 5) Memaparkan data mewakili siswa perempuan dengan gaya Pemaparan sekumpulan data informasi merupakan kognitif field dependent. yang Materi matematika yang digunakan terorganisasi sehingga memungkinkan pada tes pemecahan masalah adalah Rika Wulandari: Analisis Gaya Kognitif Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika di SDN Banyuajuh I Kamal Madura 103 materi pecahan yang sudah dipelajari peneliti memberikan pertanyaan kembali juga di kelas sebelumnya yaitu di kelas saat wawancara dan AQF dapat menjawab III, dan di kelas IV. Tiga konsep dasar dengan benar juga. Penjelasan subyek AQF yang diujikan dalam tes pemecahan tersebut yaitu menggambarkan pecahan pada luasan daerah, membandingkan pecahan dan penjumlahan pecahan. secara tertulis dan dipertegas saat wawancara, tentang alasan yang diberikan untuk jawaban terhadap masalah 1 yaitu dengan cara menentukan banyaknya persegi yang akan dipasang lantai warna biru yaitu Berikut ini adalah jawaban dari subyek laki-laki dengan gaya kognitif FI (AQF) ¼ dari 64 adalah 16 persegi. Kemudian membuat motif yang sesuai dengan keinginan pada lantai asalkan banyaknya persegi yang terwarnai berjumlah 16 persegi. Subyek AQF juga dapat memenuhi ketiga kriteria berfikir kreatif yaitu fluency, flexibility, dan novelty saat menyelesaikan Gambar 1. Penyelesaian masalah 1(a) siswa masalah yang kedua dan ketiga. Penyelesaian lain juga ditunjukkan laki-laki bergaya kognitif FI oleh subyek perempuan dengan gaya kognitif FI (TLT). Berikut ini merupakan gambar penyelesaian masalah 1 yang telah dibuatnya. Gambar 2. Penyelesaian masalah 1(b) siswa laki-laki bergaya kognitif FI Dari gambar di atas terlihat bahwa siswa laki-laki dengan gaya kognitif FI Gambar 3. Penyelesaian masalah 1(a) siswa (AQF) perempuan bergaya kognitif FI menunjukkan jawaban yang berbeda-beda. AQF mampu menggambar 3 jawaban yang benar dalam membuat gambar rancangan lantai yang berbedabeda. Berdasarkan kriteria fluency yaitu mampu membuat lebih dari satu jawaban dengan benar maka AQF sudah memenuhi kriteria fluency ini. Untuk mempertegas Gambar 4. Penyelesaian masalah 1(b) siswa pemahaman AQF terhadap masalah ini, perempuan bergaya kognitif FI 104 Widyagogik, Vol. 4. No. 2 Januari-Juli 2017 Berdasarkan gambar 3 dan 4 dalam membuat penjumlahan yang hasilnya terlihat bahwa subyek perempuan dengan ¾ (termasuk dalam kriteria flexibility). gaya kognitif FI juga mampu menunjukkan Berdasarkan dari hasil tes tulis TLT jawaban yang berbeda-beda. TLT mampu menggunakan cara baru dalam membuat menggambar 3 jawaban yang benar dalam penjumlahan yang hasilnya ¾ yaitu dengan membuat gambar rancangan lantai yang mencari 3 pecahan yang berpenyebut sama berbeda-beda. Berdasarkan kriteria fluency kemudian dari ketiga pecahan tersebut yaitu mampu membuat lebih dari satu dicari pembilang yang apabila dijumlahkan jawaban dengan benar maka TLT sudah hasilnya memenuhi kriteria fluency ini. Untuk novelty. mempertegas pemahaman TLT terhadap masalah ini, peneliti memberikan 3 sudah memenuhi kategori Sedangkan subyek laki-laki dengan gaya kognitif FD (MHR) dapat pertanyaan kembali saat wawancara dan memahami masalah yang diberikan, TLT dapat menjawab dengan benar juga. mengetahui apa yang diketahui dan apa Subyek TLT juga mampu memenuhi ketiga kriteria berpikir kreatif yaitu fluency, flexibility, dan novelty saat menyelesaikan masalah yang kedua dan ketiga. Dari hasil tes tulis TLT mampu membuat penjumlahan yang hasilnya ¾ sebanyak 3 yang ditanyakan tetapi jawaban yang diberikan masih tergolong tidak kreatif dalam menyelesaikan masalah. Dalam memecahkan masalah pertama, kedua, dan ketiga, siswa laki-laki dengan gaya jawaban berbeda yang bernilai benar kognitif FD hanya mampu memenuhi (kategori fluency terpenuhi), TLT juga dua dari tiga kriteria yaitu fluency dan dapat menggunakan 3 cara berbeda dalam flexibility. membuat pecahan yang hasilnya ¾ yaitu dengan mencari mempunyai dua penyebut pecahan sama yang yaitu 4 kemudian mencari penjumlahan bilangan yang hasilnya 3 sebagai pembilang- pembilang dari dua pecahan tersebut, cara lain yang dilakukan oleh TLT yaitu mencari tiga pecahan yang berpenyebut sama yaitu 4 dan mencari 3 pembilang yang jika Siswa perempuan dengan gaya kognitif field dependent (SLF) mengetahui apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan tetapi sebagian besar masalah yang diberikan tidak dapat diselesaikan dengan benar. Dalam memecahkan masalah pertama siswa perempuan dengan gaya kognitif FD dijumlahkan hasilnya 3. Berdasarkan hasil mampu memenuhi kriteria fluency, akan wawancara TLT dapat menggunakan cara tetapi untuk masalah kedua, dan ketiga, yang berbeda dari hasil tes tulis yaitu siswa perempuan dengan gaya kognitif dengan menggunakan konsep pengurangan FD ini bahkan tidak memenuhi ketiga pecahan. Berdasarkan triangulasi metode, kriteria berpikir kreatif yaitu fluency, maka TLT mampu membuat banyak cara flexibility, dan novelty. Rika Wulandari: Analisis Gaya Kognitif Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika di SDN Banyuajuh I Kamal Madura 105 mengaitkan 3. PENUTUP pernah materi-materi dipelajarinya yang dengan Berdasarkan hasil analisis data masalah yang ditanyakan. Siswa penelitian diperoleh kesimpulan sebagai perempuan dengan gaya kognitif FI berikut. juga 1. Siswa laki-laki dengan kognitif field independent dalam memecahkan memenuhi ketiga gaya kriteria berpikir kreatif di ketiga (FI) masalah yang telah diberikan yaitu masalah pecahan telah berhasil memahami fluency, flexibility, dan novelty. 3. Siswa laki-laki dengan gaya masalah dengan baik, mengetahui kognitif field dependent (FD) dapat informasi yang ada pada soal, dan memahami masalah, mengetahui apa yang ditanyakan soal, serta apa yang diketahui dan apa yang membuat ditanyakan penyelesaian masalah tetapi tidak kreatif dengan baik. Siswa laki-laki yang dalam menyelesaikan masalah. bergaya Dalam memecahkan masalah dapat kognitif mengaitkan FI cenderung materi-materi pertama, kedua, dan ketiga, siswa yang pernah dipelajarinya dengan laki-laki dengan gaya kognitif FD masalah yang ditanyakan. Siswa hanya mampu memenuhi dua dari laki-laki dengan gaya kognitif FI tiga kriteria yaitu fluency dan juga flexibility. mampu memenuhi ketiga kriteria berpikir kreatif di ketiga 2. mampu 4. Siswa perempuan dengan gaya masalah yang telah diberikan yaitu kognitif fluency, flexibility, dan novelty. mengetahui apa yang diketahui dan Siswa perempuan dengan gaya apa yang ditanyakan tetapi tidak kognitif FI memiliki kemampuan dapat berpikir yang hampir sama dengan dengan benar. Dalam memecahkan siswa bergaya masalah pertama siswa perempuan kognitif FI, mampu memahami dengan gaya kognitif FD mampu masalah dengan baik, mengetahui menmenuhi kriteria fluency, akan informasi yang ada pada soal, dan tetapi untuk masalah kedua, dan apa yang ditanyakan soal, serta ketiga, siswa perempuan dengan membuat masalah gaya kognitif FD bahkan tidak dengan baik. Siswa perempuan memenuhi ketiga kriteria berpikir laki-laki yang penyelesaian yang bergaya kognitif FI juga dapat field dependent menyelesaikan (FD) masalah 106 Widyagogik, Vol. 4. No. 2 Januari-Juli 2017 kreatif yaitu fluency, flexibility, dan yang telah novelty menemukan Beberapa hal yang menjadi temuan memecahkan diperolehnya cara-cara baru masalah untuk dalam matematika. dalam penelitian ini yaitu siswa yang Sebaliknya siswa yang memiliki gaya memiliki gaya kognitif FI baik laki-laki kognitif FD sering merasa kesulitan maupun untuk perempuan cenderung mengaitkan materi yang menggunakan cara penyelesaian yang diperolehnya untuk membuat cara-cara biasanya digunakan di sekolah jika soal baru yang diberikan hanya meminta jawaban khususnya tunggal walaupun mereka sebenarnya hendaknya mempunyai cara lain untuk dapat model pembelajaran matematika juga memecahkan masalah khususnya pada mempertimbangkan matematika. siswa-siswanya agar diperoleh hasil Siswa dengan gaya kognitif FI dapat mengaitkan materi belajar dalam memecahkan masalah matematika. Guru dalam yang mengembangkan gaya lebih kognitif maksimal. DAFTAR PUSTAKA Kennedy, L. M., Tipps, S., & Johnson, A. (2008) Guilding Children’s Learning of Mathematics; Belmont California: Thomson Wadsworth Publishing Company. Lestari, P. 2012. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan Langkah-Langkah Polya pada Siswa Kelas X SMAN 6 Mataram Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Liu, Y., & Ginther, D. 1999. Cognitive Style and Distance Education. (On line). Jurnal of Distance Learning Administration, Volume 2, Number 3 Fall 1999 State of Georgia. Musser, G. L., Burger, W. F., & Peterson, B. E.. (2006) Mathematics for Elementary Teachers; USA: Von Hoffmann Press. Polya, G. (1973) How to Solve It. A New Aspect of Mathematical Method: New Jersey: Priceton University Press. Siswono, T. Y. E. 2011. Level of student’s creative thinking in classroom mathematics. Educational research and Review Volume 6 (7), Pp 548-553. Soedjadi. (2000) Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia; Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.