6 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Keseimbangan Pasokan

advertisement
Bab II Tinjauan Pustaka
II.1
Keseimbangan Pasokan-Permintaan
Fungsi permintaan adalah suatu fungsi yang menggambarkan seberapa banyak suatu
barang akan dibeli pada berbagai alternatif harga barang yang bersangkutan, harga
barang-barang lain yang berkaitan, pada berbagai tingkat pendapatan, dan nilai dari
berbagai variabel lain yang mempengaruhi permintaan. Fungsi pasokan adalah suatu
fungsi yang menggambarkan seberapa banyak suatu barang akan dihasilkan pada
berbagai harga, pada berbagai harga input, dan berbagai nilai dari variabel-variabel
lain yang mempengaruhi pasokan (Baye, 2006).
Pada saat harga sebesar PL (kuantitas pasokan dan permintaan sebesar Q0 dan Q1),
akan terjadi kelebihan permintaan (excess demand/shortage). Kondisi yang demikian
akan mendorong harga untuk naik. Pada saat harga sebesar PM (kuantitas pasokan
dan permintaan sebesar Q1 dan Q0), akan terjadi kelebihan pasokan (excess supply).
Kondisi yang demikian akan mendorong harga untuk turun. Interaksi antara pasokan
dan permintaan pada akhirnya menentukan suatu harga kompetitif, sehingga tidak ada
lagi baik kekurangan maupun kelebihan barang (Baye, 2006).
Kondisi yang
demikian disebut kondisi keseimbangan pasokan-permintaan. Harga dan kuantitas
yang dihasilkan pada kondisi ini disebut harga dan kuantitas keseimbangan (Pe dan
Qe pada Gambar II.1).
6
Price
S
F
PH
G
Surplus
Pe
PL
B
A
D
Qe
Q0
Quantity
Q1
Gambar II.1 Kuantitas dan Harga dalam Kurva Keseimbangan Pasokan–Permintaan
(Baye, 2006)
II.2
Surplus Konsumen (Consumer’s Surplus) dan Social Payoff
Sesuai dengan hukum permintaan, kesediaan/kesanggupan konsumen untuk
membayar akan turun dengan semakin bertambahnya unit barang yang dikonsumsi
(Baye, 2006).
rendahnya.
Konsumen menginginkan harga suatu komoditas yang serendah-
Gambar II.2 menunjukkan kurva permintaan untuk konsumsi suatu
barang.
Price
P
5
P
4
(CS)
P
3
A
P
2
P
1
0
Q
1
Q
2
Q
3
Q
4
Q
5
Quantity
Gambar II.2 Kurva Permintaan dan Consumer’s Surplus (Baye, 2006)
7
Kesanggupan konsumen membayar sejumlah barang yang dikonsumsi ditunjukkan
oleh luasan area di bawah kurva permintaan dengan sumbu koordinat.
Untuk
permintaan barang sebesar Q2, konsumen akan bersedia membayar sejumlah luasan
0Q2AP5. Pada kenyataannya, untuk permintaan barang sebesar Q2, konsumen hanya
dikenakan biaya sebesar luasan 0Q2AP 3. Selisih nilai (0Q2AP5 – 0Q2AP3) adalah
surplus yang diterima oleh konsumen, tanpa harus membayar.
Nilai dimana
konsumen dapatkan dari suatu barang tanpa harus membayarnya disebut surplus
konsumen (Baye, 2006). Besarnya surplus konsumen ditunjukkan oleh luasan area
P3AP5 dalam Gambar II.2.
Samuelson (1952) memberikan istilah social payoff untuk menggantikan istilah
surplus konsumen.
Social payoff adalah luasan area di bawah kurva kelebihan
pasokan (di bawah kurva excess supply tetapi berlawanan tanda aljabar) seperti
ditunjukkan pada Gambar II.3. Untuk kasus 2 wilayah (negara), terjadinya kelebihan
pasokan dan perbedaan harga diantara dua wilayah (negara) menyebabkan aliran
ekspor sebesar nilai kelebihan pasokan (E12) tersebut. Social payoff akan dialami
baik oleh negara pengekspor/produsen (kelebihan pasokan – ES1) maupun negara
pengimpor/konsumen (kelebihan pasokan negatif – ES2) sebesar luasan area excess
supply (integral kurva excess supply). Kurva NN adalah jumlahan secara vertikal
(selisih) antara kurva ES1 dan ES2 dengan kurva biaya WXYZ berpotongan di titik F.
Net social payoff adalah total nilai social payoff (produsen dan konsumen) setelah
dikurangi dengan total biaya transportasi (luasan YFG = A1JJ’ + A2KK’).
8
ES2
P1, P
2
ES
1
A2
K
K'
N
J'
J
A1
G
ES2
ES1
F
Y
E21   E
12
0
W
X
Z
M
E12   E
21
N
Gambar II.3. Social Payoff Komoditas Tunggal Dua Wilayah (Samuelson, 1952)
Willett (1983) memberikan definisi net social payoff sebagai jumlahan consumer’s
surplus dan producer’s surplus yang lebih kecil dari total biaya transportasi untuk
terjadinya aliran komoditas. Model diterapkan untuk komoditas tunggal dan banyak
komoditas.
Nolte (2007) menggunakan fungsi obyektif maksimisasi net social payoff dengan dua
pendekatan: aliran komoditas bilateral (dengan kebijakan-kebijakan tarif yang
berlaku) dan asumsi barang yang homogen. Keluaran model berupa harga, produksi,
dan permintaan yang disimulasikan dengan 4 skenario yaitu skenario dasar (baseline
scenario), persetujuan WTO (WTO agreement), liberalisasi Uni Eropa (EU
liberalization), dan liberalisasi penuh(full liberalization).
9
II.3
Inventori Penyangga (Buffer Stocks)
Inventori penyangga adalah inventori yang digunakan untuk mengantisipasi
kelangkaan (shortage) pasokan barang atau untuk meredam fluktuasi permintaan
yang bersifat random (Bahagia, 2006). Fungsi-fungsi dasar dari inventori penyangga
yang demikian adalah menyimpan sejumlah tertentu komoditas pada perioda
booming ketika harga rendah, dan melepaskan sejumlah komoditas yang tersimpan
pada perioda tertentu dimana terjadi kelangkaan ketika harga tinggi (Athanasiou, et
al. , 2007).
Kelangkaan barang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kuantitas permintaan
dan kuantitas pasokan, yang menyebabkan ketidakstabilan harga. Rencana buffer
stock dapat mengatasi kelangkaan barang tersebut. Menurut Massell (1969) dalam
Hallwood, et al. (1980), tujuan buffer stock adalah untuk memaksimumkan benefit
neto yang diharapkan (expected net benefit) dari pihak yang terlibat dalam rencana
buffer stock.
II.4
Price band
Dengan price band batas-batas atas dan bawah ditetapkan untuk harga domestik,
sementara harga internasional berlaku jika berada pada kisaran price band tersebut.
Ketika harga internasional berada di bawah batas bawah, tarif dikenakan untuk
menaikkan harga ke batas bawah tersebut, sementara jika harga internasional
melebihi batas atas, subsidi dibuat untuk menurunkan harga ke batas atas tersebut
(Coleman, et al., 1991).
Cara lain perhitungan price band adalah dengan menghilangkan sejumlah harga
tertinggi dan terendah dari data harga-harga masa lalu (misalnya harga bulanan
selama perioda 5 tahun). Jangkauan antara harga tertinggi dan terendah dari data
harga yang tersisa dijadikan batas atas dan batas bawah dari price band (Coleman, et
al., 1991).
10
II.5
Spatial Equilibrium dan Inter Regional Trade Flows
Keseimbangan harga dalam suatu pasar persaingan ditentukan oleh interaksi-interaksi
dari seluruh pembeli dan penjual di pasar. Harga dari suatu barang dalam pasar
persaingan ditentukan oleh interaksi dari pasokan dan permintaan pasar komoditas
(Baye, 2006).
Masalah umum dalam spatial equilibrium berasumsi bahwa produksi dan konsumsi
muncul dalam berbagai lokasi yang dipisahkan secara spasial, yang dihubungkan
melalui suatu jaringan transportasi (Pompermayer, et al., 2007). Masalah selanjutnya
adalah menentukan harga-harga pasokan, harga-harga permintaan, dan aliran-aliran
komoditas, yang memenuhi kondisi-kondisi keseimbangan: harga permintaan sama
dengan harga pasokan ditambah biaya transportasi, jika ada hubungan diantara pasarpasar pasokan dan permintaan (Pompermayer, et al., 2007).
II.6
Model Referensi
II.6.1 Model Spatial Price Equilibrium Samuelson (1952)
Model Samuelson (1952) adalah model dasar spatial price equilibrium. Untuk kasus
dua negara dengan komoditas tunggal, terjadinya inter regional trade flows (aliran
komoditas antar wilayah) disebabkan oleh perbedaan harga antarnegara. Komoditas
mengalir dari negara 1 dengan harga rendah ( P1 ) ke negara 2 dengan harga tinggi
( P2 ) dengan sejumlah ongkos transportasi ( T12 ) seperti pada persamaan (II.1).
………………………………..……………....…….
P2  P1  T12
(II.1)
Kuantitas komoditas yang mengalir (yang diekspor) sebesar nilai excess supply
(kelebihan pasokan, E12 ).
Ukuran kinerja dari model Samuelson (1952) adalah
maksimisasi net social payoff (NSP), yaitu penjumlahan social payoff (surplus
konsumen, s1 x  dan
s 2 x ) dari kedua negara dikurangi dengan ongkos
transportasi (II.2).
NSP  
E12
0
s1 x dx  
 E12
0
s2 x dx  T12 E12 
11
………..……………....…….
(II.2)
Keluaran model adalah kuantitas komoditas yang diekspor dari negara yang memiliki
kelebihan pasokan ke negara yang mengalami kekurangan pasokan.
II.6.2 Model Buffer Stocks Athanasiou, et al. (2007)
Model Athanasiou, et al. (2007) membahas intervensi pasokan pemerintah dalam
bentuk buffer stock untuk menstabilkan harga. Pemerintah membeli atau menjual
sejumlah komoditas ( Gt ) untuk mencapai kondisi keseimbangan pasokanpermintaan.
Persamaan fungsi pasokan dan permintaan berbentuk linier (II.3 dan II.4). Untuk
perioda t + 1, besarnya pasokan adalah nilai maksimum dari 0 dengan nilai minimum
dari kuantitas pasokan maksimum ( S M ) dengan kuantitas pasokan hasil perhitungan.
Dt 1  a  bPt 1; a, b  0
S t 1  c  dPt 1 ; c, d  0



 max 0; min S M ;c  dPt 1 ; c, d , S M  0
………..……………....…….
(II.3)
………..……………....…….
(II.4)
Besarnya stok pemerintah pada perioda t + 1 ( Qt 1 ) sama dengan inventori
pemerintah pada perioda t ( Qt ) dikurangi dengan kuantitas komoditas yang dilepas
ke pasar, Gt (II.5).
………..……………....…….
Qt 1  Qt  Gt
(II.5)
Persamaan ini menunjukkan posisi stok yang ada di pemerintah untuk operasi
stabilisasi harga pada perioda tersebut.
Hubungan antara kuantitas permintaan, penawaran, dan kuantitas komoditas yang
dilepas pemerintah ditunjukkan pada persamaan (II.6). Persamaan ini menunjukkan
adanya intervensi pemerintah dalam bentuk pembelian komoditas ( Gt  0 ) dan
menyimpannya untuk perioda t + 1. Intervensi pemerintah dalam bentuk penjualan
komoditas ( Gt  0 ) ketika terjadi excess demand (kelebihan permintaan).
12
………..……………....…….
Dt 1  S t 1  Gt
(II.6)
Harga komoditas pada perioda t + 1 ditentukan dengan persamaan (II.7). Harga ini
merupakan harga aktual komoditas setelah adanya intervensi pemerintah.
keseimbangan ditentukan dengan persamaan (II.8).
Harga
Dalam model ini untuk
menghindari kasus tidak ada produksi, maka digunakan P O  a  c / b  d .
c
a
 b jika Pt 1  d

c
c  SM
 a  c  dPt 1
Pt 1  
jika  Pt 1 
b
d
d

a  S M
ad  bc
jika S M 

bd
 b
………..……………....…….
(II.7)
a
 b jika ad  bc

ad  bc
a c
O
P 
jika S M 
dan ad  bc
bd
b  d
a  S M
ad  bc
jika S M 

bd
 b
………..……………....…….
(II.8)
Kuantitas intervensi pemerintah ditentukan dengan persamaan (II.9). Persamaan ini
akan membawa kuantitas komoditas yang ada di pasar pada perioda t + 1 ( S t 1  Gt )
mendekati kuantitas pasokan seimbang ( S O ).
Ini yang disebut kebijakan Keep
Supply at Equilibrium (KSE).


Gt  min Qt ; max S O  S t 1 ; Qt  Q M

ad  bc
bd
ac
PO 
bd
SO 
………..……………....…….
13
(II.9)
II.6.3 Model Spatial Price Equilibrium (SPE) Nolte (2007)
Model Nolte (2007), mengembangkan model dasar spatial price equilibrium (SPE)
Samuelson (1952) dengan fungsi obyektif maksimisasi net social payoff untuk
komoditas gula pasir.
Model disimulasikan dengan menggunakan 4 skenario:
Skenario Dasar, Kesepakatan Dengan WTO, Liberalisasi Uni Eropa, dan Liberalisasi
Penuh.
Model dipakai untuk memecahkan masalah satu komoditas dan banyak
wilayah (single commodity and multi regions).
Model SPE Nolte (2007)
diformulasikan menjadi Mixed Complementarity Problem (MCP) dan dipecahkan
dengan software PATH Solver.
Pasokan komoditas dari negara pengekspor, S j adalah linier dengan elastisitas harga
ε (II.10), besarnya tidak boleh melebihi kuota produksi di negara tersebut, quota j
(II.11).

S  quota 
S j  Max 0,    . PS j
j

………..……………....……. (II.10)
………..……………....……. (II.11)
j
Kuantitas permintaan di negara i, Di maksimum sama dengan kuantitas komoditas
yang mengalir dari negara j ke negara i berdasarkan skenario sch, X sch.i. j (II.12).


 Di   X sch , j ,i 


sch j


………..……………....……. (II.12)
Kuantitas pasokan di negara pengekspor j minimum sama dengan kuantitas aliran
komoditas dari negara j ke negara i berdasarkan skenario sch, X sch.i. j (II.13).


 S j   X sch ,i , j 

sch i

………..……………....……. (II.13)
Kuantitas komoditas yang mengalir dari negara j ke negara i pada skenario sch
maksimum sama dengan kuantitas kuota perlindungan impor (tariff rate quota)
skenario sch negara j ke negara i, trq sch . j.i (II.14)
X
sch , j , i
 trq sch , j ,i 
………..……………....……. (II.14)
14
Persamaan-persamaan (II.11, II.12, II.13, dan II.14) menunjukkan persyaratanpersyaratan terjadinya aliran komoditas (inter regional trade flows).
Syarat terjadinya aliran komoditas juga ditunjukkan oleh persamaan (II.15). Aliran
komoditas (ekspor-impor) terjadi jika harga di negara pengekspor, PS j ditambah
dengan biaya-biaya yang terkait di dalamnya melebihi harga di negara pengimpor,
PDi . Biaya-biaya yang terkait dalam model ini adalah:
1
PSH j
=
Ongkos rental untuk kuota produksi
2
PQ sch . j.i
=
Ongkos sewa untuk TRQ
3
exw _ fas j
=
Ongkos transportasi dari pabrik ke pelabuhan
4
loading j , unloading j
=
Ongkos bongkar muat kapal
5
freight j .i
=
Ongkos pengiriman kapal
6
tc sch
=
Ongkos-ongkos transaksi
7
exssch . j .i
=
Subsidi ekspor
8
tar _ av sch. j .i
=
Tarif ad valorem
9
tar _ sp sch . j.i
=
Tarif khusus
inl _ transporti
=
Ongkos-ongkos transportasi dari pelabuhan atau
10
pabrik ke pasar grosir
  PS j  PSH j  PQ sch , j , i 


   exw _ fas j  loading j 

   freight
j
,
i






tc

ex
_
sub

sch
j ,i




*
1

tar
_
av
sch , j , i

  tar _ sp
sch , j , i  unloading

  inld _ transport i  PD i










i


………..……………....……. (II.15)
Keluaran atau variabel keputusan model ini adalah harga, produksi, dan permintaan
komoditas gula di seluruh negara yang diteliti (Lampiran 1). Nilai seluruh variabel
15
keputusan dapat dibandingkan diantara keempat skenario yang diteliti. Dalam model
ini dapat dilihat kemungkinan aliran komoditas dari negara surplus ke negara defisit.
II.6.4 Model Buffer Stocks Sutopo, et al. (2008)
Model Sutopo, et al. (2008), membahas tentang buffer stocks untuk menstabilkan
harga komoditas gula.
Pemerintah melakukan intervensi pasar dalam bentuk
pembelian komoditas pada saat terjadi kelebihan pasokan (perioda panen) dan
melakukan operasi pasar dengan menjualnya pada saat terjadi kekurangan pasokan
(perioda tanam). Model ini dipakai untuk menyelesaikan masalah single commodity
and single region (satu komoditas dan satu wilayah) dengan memperhatikan
intervensi pemerintah dalam bentuk kebijakan price band dan buffer stocks. Model
diterapkan untuk horizon waktu 4 perioda (1 = awal musim panen, 2 = akhir musim
panen, 3 = awal musim tanam, dan 4 = akhir musim tanam), yang dapat
merepresentasikan kuantitas ketersediaan komoditas di pasar.
Model Sutopo, et al. ini mengembangkan model Athanasiou, et al. (2007). Fungsi
tujuan dari model ini adalah minimisasi total biaya dari produsen, konsumen, dan
pemerintah.
Produsen mengeluarkan biaya untuk komoditas yang diproduksinya
selama perioda awal dan akhir panen (direpresentasikan oleh ongkos penjualan, p 0 ).
Produsen menjual komoditas dengan harga pasar tanpa intervensi pemerintah ( p f )
pada perioda 1, dan dengan harga subsidi (intervensi) pemerintah ( P min ) pada
perioda 2.
Konsumen mengeluarkan biaya untuk komoditas yang dikonsumsinya pada perioda
intervensi pemerintah (akhir musim panen dan akhir musim tanam). Pada perioda
akhir musim panen, seharusnya konsumen memperoleh harga pasar ( p2 ) yang lebih
rendah dari harga intervensi pemerintah ( P min ). Pada perioda 4 konsumen mendapat
subsidi dari pemerintah dengan diterapkannya harga intervensi ( P max ) yang lebih
16
rendah dari harga yang seharusnya ( p f ). Total biaya yang dikeluarkan konsumen
sebesar harga komoditas dikalikan dengan kuantitas komoditas yang dikonsumsi.
Pemerintah mengeluarkan biaya untuk operasi pembelian kelebihan pasokan pada
perioda 2 ( P min ), pembelian impor komoditas ( p I ), serta biaya penanganan
komoditas selama disimpan (h), dikalikan dengan kuantitasnya.
Pemerintah
memperoleh pendapatan dari melakukan intervensi pasar pada perioda 4 ( P max )
dikalikan dengan kuantitas operasi pasar yang dilakukan ( Q4O ).
Fungsi tujuan dari model Sutopo, et al. (2008) dapat dilihat pada persamaan (II.16).
Total biaya stakeholder ( TC P ,C ,G ) merupakan jumlahan dari total biaya produsen
( TC P ), total biaya konsumen ( TC C ), dan total biaya pemerintah ( TC G ). Perhitungan
total biaya tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
1 Total biaya produsen
Produsen mendapat keuntungan sebesar selisih harga keseimbangan di pasar
bebas ( p f 1 ) dengan ongkos penjualan ( p 0 ) dikalikan jumlah pasokan pada
perioda 1 ( q1s ).
Pada perioda 2 produsen akan mengalami kerugian karena
jatuhnya harga akibat surplus pasokan. Pemerintah mengintervensi harga dengan
menetapkan harga batas minimum ( P min ) untuk mengurangi kerugian produsen.
Biaya yang ditanggung produsen menjadi selisih dari ongkos penjualan dengan
harga minimum dikalikan dengan jumlah pasokan pada perioda 2. Total biaya
dari sisi produsen dapat dinyatakan dengan persamaan II.16.




TC P  p f 1  p 0 q1s  p 0  P min q 2s
.....................….
(II.16)
2 Total biaya konsumen
Intervensi pasar pemerintah menyebabkan konsumen dirugikan karena harga akan
naik mendekati harga batas minimum. Kerugian konsumen sebesar selisih antara
harga aktual tanpa intervensi ( p 2 ) dengan harga batas minimum dikalikan
dengan jumlah permintaan pada perioda 2 ( q 2d ).
17
Pada perioda 4 terjadi
kelangkaan pasokan, sehingga harga meningkat.
Pemerintah mengintervensi
harga dengan menetapkan harga batas maksimum ( P max ).
Konsumen
mendapatkan keuntungan sebesar selisih harga keseimbangan pasar bebas ( p f 2 )
dengan harga batas maksimum dikalikan dengan jumlah permintaan ( q 4d ). Total
biaya dari sisi konsumen dapat dinyatakan dengan persamaan II.17.

 

TC C   P min  p 2 q 2d  p f 2  P max q 4d
.....................….
(II.17)
3 Total biaya pemerintah
Biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk operasi pembelian pada perioda 2
sebesar harga batas minimum dikalikan dengan jumlah pembelian pada perioda 2
( Q2O ). Pemerintah mengeluarkan biaya untuk impor komoditas sebesar harga
impor ( p I ) dikalikan jumlah komoditas yang diimpor ( Q I ). Untuk menangani
buffer stocks, pemerintah mengeluarkan biaya sebesar ongkos penanganan (h)
dikalikan dengan jumlah buffer stocks ( QtG ).
Pemerintah mendapatkan
penghasilan dari menjual komoditas pada perioda 4 sebesar harga batas
maksimum ( P max ) dikalikan dengan jumlah komoditas yang dijual ( Q4O ). Total
biaya dari sisi pemerintah dapat dinyatakan dengan persamaan II.18.


TC G  P min Q2O  p I Q I  hQtG  P max Q4O
.....................….
(II.18)
 p f 1  p 0 q1s  p 0  P min q 2s  P min  p 2 q 2d 


  p f 2  P max q 4d 
 .....................….
 min O

I
I
G
max
O
 P Q2  p Q  hQt  P Q4

(II.19)
TC P ,C ,G  TC P  TC C  TC G










Fungsi-fungsi pembatas dalam penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:
1 Pembatas-pembatas kebijakan price band
a
Harga batas minimum
Harga batas minimum merupakan fungsi harga pasokan setelah pemerintah
mengintervensi dengan pembelian kelebihan pasokan pada perioda 2. Secara
18
matematik persamaan harga batas minimum dapat dinyatakan dengan
persamaan (II.20).

P min  a  b q 2s  Q2O

.....................….
(II.20)
Harga batas minimum yang ditetapkan pemerintah ini hanya digunakan untuk
mengintervensi harga selama perioda 2.
Secara matematik pembatas ini
dapat dinyatakan dengan persamaan (II.21).
.....................….
P 2  P min  P f 1
b
(II.21)
Harga batas maksimum
Harga batas maksimum merupakan fungsi harga pasokan setelah pemerintah
mengintervensi dengan menjual komoditas pada perioda 4 ( Q4O ). Secara
matematik persamaan harga batas maksimum dapat dinyatakan dengan
persamaan (II.22).
P max  bQ4O  a  bq 4s
.....................….
(II.22)
Harga batas maksimum yang ditetapkan pemerintah ini hanya digunakan
untuk mengintervensi harga selama perioda 4. Secara matematik pembatas ini
dapat dinyatakan dengan persamaan (II.23).
.....................….
P 3  P max  P f 2
(II.23)
2 Pembatas-pembatas pasokan-permintaan
a
Jumlah komoditas yang dibeli pemerintah pada perioda 2 maksimum sama
dengan selisih pasokan dan permintaan (II.24).
Q2O  q2s  q2d
b
.....................….
(II.24)
Jumlah komoditas yang dijual pemerintah pada perioda 4 minimum sama
dengan selisih permintaan dan pasokan (II.25).
Q4O  q 4d  q 4s
c
.....................….
(II.25)
Jumlah total pasokan nasional dan impor melebihi jumlah permintaan
nasional dan buffer stocks (II.26).
4
4
Q I   qts  QtG   qtd
t 1
.....................….
t 1
19
(II.26)
3 Pembatas-pembatas pembukaan pasar
a
Besarnya safety stock pemerintah maksimum sama dengan jumlah stok awal
pemerintah ditambah jumlah komoditas yang dibeli pemerintah pada perioda
2 dikurangi jumlah yang dijual pada perioda 4 ditambah jumlah yang diimpor
(II.27).
SS  Q0G  Q2O  Q4O  Q I
b
.....................….
(II.27)
Besarnya buffer stocks pemerintah sama dengan selisih jumlah pembelian
pemerintah pada perioda 2 dengan jumlah penjualan pemerintah pada perioda
4 ditambah jumlah komoditas gula pasir yang diimpor (II.28).
QtG  Q2O  Q4O  Q I
.....................….
(II.28)
4 Pembatas nonnegatif
Pembatas nonnegatif menyatakan bahwa seluruh variabel keputusan harus
bernilai positif (II.29)
QtG , QtO , Q I , P min , P max  0
.....................….
(II.29)
Keluaran (variabel keputusan) model ini adalah harga minimum ( P min ), harga
maksimum ( P max ), kuantitas impor ( Q I ), buffer stocks ( QtG ), kuantitas operasi pasar
pemerintah (pembelian pada perioda akhir panen, Q2O dan penjualan pada perioda
akhir tanam, Q4O ).
20
Download