kuliah ix - Hukum Internasional

advertisement
Devica Rully, SH., MH., LLM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
MEI 2017
STATE RESPONSIBILITY
(TANGGUNG JAWAB NEGARA)
MATERI IX
LATAR BELAKANG
 Prinsip kedaulatan negara dalam hubungan internasional sangatlah
dominan.
 Negara berdaulat yang satu tidak tunduk pada negara berdaulat
yang lain.
 Negara mempunyai kedaulatan penuh atas orang, barang, dan
perbuatan yang ada di teritorialnya.
 Hukum Internasional telah mengatur bahwa di dalam kedaulatan,
terkait di dalamnya kewajiban untuk tidak menyalahgunakan
kedaulatan tersebut.
 Karenanya negara dapat diminta pertanggungjawaban untuk
tindakan-tindakan atau kelalaiannya yang melawan hukum.
 Pertanggungjawaban negara dalam Hukum Internasional pada
dasarnya dilatar belakangi pemikiran bahwa tidak ada satu pun
negara yang dapat menikmati hak-haknya tanpa menghormati hakhak negara lain.
PENGERTIAN
Dixon memberikan pengertian “State
Responsibility” kedalam dua pengertian:
1. untuk menunjukkan aturan-aturan prosedural
yang berlaku dalam pembentukan tanggung
jawab atas pelanggaran terhadap setiap
kewajiban internasional apapun.
2. untuk menunjukkan aturan prosedural dan
substantif yang berkaitan dengan kasus tertentu
yang mengakibatkan tanggung jawab terhadap
pelanggaran hak warga negara asing.
Munculnya State Responsibility
Suatu negara bertanggung jawab bilamana suatu perbuatan atau kelalaian
yang dapat dipertautkan kepadanya melahirkan pelanggaran terhadap
suatu kewajiban internasional, baik yang lahir dari suatu perjanjian
internasional maupun dari sumber hukum internasional lainnya.
Unsur-unsur tanggung jawab negara adalah :
 Ada perbuatan atau kelalaian (act or omission) yang dapat dipertautkan
(imputable) kepada suatu negara;
 Perbuatan atau kelalaian itu merupakan suatu pelanggaran terhadap
suatu kewajiban internasional, baik kewajiban itu lahir dari perjanjian
maupun dari sumber hukum internasional lainnya.
 unsur kerusakan atau kerugian (damage or loss) pada pihak atau negara
lain.-------- Perkembangan Abad 20
Menurut Dixon berpendapat elemen-elemen untuk
menyatakan suatu negara bertanggung jawab ialah:
 Internationally wrongful act. Dalam hal ini standar
yang digunakan adalah hukum nasional tidak sama
dengan hukum internasional.
 Tindakan negara tersebut harus pada posisi dimana
negara sebagai insititusi publik yang tidak sedang
melaksanakan tugas kenegaraan sehingga bersifat
kebal.
 Harus ada kerugian atau damage,
Dalam Hukum Internasional dikenal dua macam aturan :
 Primary rules
 Secondary rules
 Primary rules adalah seperangkat aturan yang
mendefinikasikan hak dan kewajiban negara yang tertuang
dalam bentuk traktat, hukum kebiasaan atau instrumen
lainnya.
 Secondary rules adalah seperangkat aturan yang
mendefinisikan bagaimana dan apa akibat hukum apabila
primary rules itu dilanggar oleh negara. Secondary rules ini
yang disebut hukum tanggung jawab negara (the law of
state responsibility)
 Sampai saat ini pembahasan mengenai secondary rules
atau hukum tanggung jawab negara dalam Hukum
Internasional masih sangat membingungkan
 Hal ini dikarenakan belum adanya secondary rules yang
mapan
 Hukum tanggung jawab negara dikembangkan melalui
hukum kebiasaan yang muncul dari praktik negara,
pendapat para pakar, juga putusan pengadilan
internasional
 Umumnya para pakar hukum Internasional hanya
mengemukakan karakteristik timbulnya tanggung jawab
negara seperti berikut :
 adanya suatu kewajiban hukum internasional yang
berlaku antara dua negara tersebut
 adanya suatu perbuatan atau kelalaian yang melanggar
kewajiban hukum internasional tersebut yang
melahirkan tanggung jawab negara
 adanya kerusakan atau kerugian sebagai akibat adanya
tindakan yang melanggarhukum atau kelalaian
Meski belum mendapat kesepakatan universal, karakteristik
diatas banyak diikuti dalam hukum internasional klasik.
 Akibat belum mapannya secondary rules hukum tanggung
jawab negara banyak permasalahan yang belum
terselesaikan.
 Salah satu permasalahannya adalah siapa yang dapat
meminta pertanggungjawaban negara bila ada
pelanggaran terhadap hukum internasional.
 Hukum Internasional klasik cenderung sangat membatasi
ruang lingkup tanggung jawab negara, subjeknya hanya
negara, harus dalam kerangka hubungan antarnegara dan
bilateral.
Pertanggungjawaban negara muncul diakibatkan
oleh pelanggaran hukum internasional, dalam hal:
 Melakukan pelanggaran atas perjanjian
internasional
 Melanggar kedaulatan wilayah.negara lain
 Menyerang negara lain
 Mencederai perwakilan diplomatik negara lain
 Memperlakukan warga asing secara tidak
benar
Pengaturan Pertanggungjawaban
Negara
Pengaturan Parsial
 Tanggung jawab negara menurut Mohammed Bedjaovi adalah
“one of the most complex in the general theory of international
law”.
2. ILC Draft Articles
 ILC hanya memperhatikan prinsip-prinsip umum saja, meskipun
ILC juga bermaksud untuk mencoba mengkodifikasi aspek lain
dari tanggung jawab negara akibat tindakan tertentu.
 ILC berada dibawah PBB dan dibuat oleh International Law
Comission, dimulai pada tahun 1949 dan selesai pada tahun
1996 kemudian disahkan pada tahun 2001. ILC Draft Articles
memuat 59 pasal dalam 4 bagian :
1.
Teori Tanggung Jawab Negara
 Teori subyektif (subjective responsibility)
Tanggung jawab negara ditentukan oleh adanya unsur
kesalahan (fault), yaitu adanya keinginan atau maksud untuk
melakukan suatu perbuatan (kesengajaan atau dolus) atau
kelalaian (culpa) pada pejabat atau agen negara.
 Teori obyektif (objective responsibility)
Tanggung jawab negara adalah selalu mutlak (strict). Unsur
kesalahan bukan prasyarat untuk terjadinya tindakan atau
perbuatan yang salah secara objektif.
Macam-Macam Tanggung Jawab Negara
Perjanjian Internasional
 Pertanggungjawaban negara dapat timbul karena pelanggaran
Perjanjian Internasional (Treaty). Dalam hal ini berlaku asas
bahwa setiap pelanggaran suatu perjanjian internasional
menimbulkan kewajiban untuk mengganti kerugian.
Kontrak
 Pelanggaran atas suatu kontrak tidak selalu menimbulkan
pertanggungjawaban negara menurut hukum internasional.
Kalaupun timbul pertanggungjawaban negara menurut hukum
internasional, pertanggungjawaban itu tidak timbul karena
kontrak tersebut, tetapi adanya pelanggaran kewajiban di luar
perjanjian tersebut. Misalnya adalah denial of justice.
 Konsesi
Perjanjian Konsesi dikenal Klausula Calvo. Klausula Calvo
menetapkan bahwa penerima konsesi melepaskan
perlindungan pemerintahnya dalam sengketa yang timbul
dari perjanjian tersebut dan bahwa sengketa yang timbul
dari perjanjian tersebut harus diajukan ke peradilan nasional
negara pemberi konsesi.
 Ekspropriasi
Ekspropriasi adalah pencabutan hak milik perorangan untuk
kepentingan umum yang disertai pemberian ganti rugi.
Ekspropriasi yang melanggar hukum internasional
mewajibkan negara yang melakukan ekspropriasi itu
membayar ganti rugi sebagaimana mestinya.
Hutang negara
Hutang negara yang tidak dibayar dapat
menimbulkan tuntutan atas
pertanggungjawaban negara tersebu.
 Teori Lord Palmerston
Negara kreditur berhak mengadakan campur tangan
diplomatik dan bahkan mengadakan intervensi
bersenjata terhadap negara debitur.
 Teori Drago
Negara kreditur tidak berhak menggunakan
kekerasan. Teori yang diterima umum menyatakan
bahwa dalam hal tersebut kewajiban negara debitur
adalah sama dengan kewajiban negara menurut
hukum perjanjian.
Pelanggaran Internasional
1. pelanggaran kewajiban internasional negara
yang bukan pelanggaran kewajiban kontrak.
2. Pelanggaran negara dalam hal ini berkaitan
dengan pelanggaran hak WNA, misalnya :
Pelanggaran atas hak milik
Penahanan yang tidak semestinya
Penolakan peradilan
 Lingkungan
Dalam perkembangan hukum internasional,
kewajiban negara juga terkait dalam
pertanggungjawaban terhadap lingkungan.
Tentang Pembelaan dan Pembenaran
(Defences and Justifications)
Menurut rancangan konvensi tentang tanggung jawab negara yang
dibuat oleh ILC tahun 1970 dan 1980, yang termasuk dalam katagori
pembelaan adalah jika:
 Suatu negara dipaksa oleh negara lain untuk melakukan
perbuatan yang dapat dipersalahkan atau melawan hukum;
 Suatu negara melakukan tindakan itu telah dengan
persetujuan negara yang menderita kerugian;
 Suatu negara melakukan tindakan itu semata-mata sebagai
upaya perlawanan yang diperbolehkan (permissible
countermeasures); namun dalam hal ini tidak termasuk upaya
perlawanan dengan menggunakan kekuatan senjata;
 Para pejabat negara itu bertindak karena force majeure atau
keadaan yang sangat membahayakan (extreme distress) dan
tidak ada maksud sama sekali untuk menimbulkan akibat yang
membahayakan .
Sedangkan yang dikatagorikan sebagai pembenaran hanya
ada dua yaitu “keharusan” (necessity) dan “pembelaan diri”
(self-defence).
Namun, dalam hubungan ini penting untuk dicatat penegasan
bahwa “keharusan” (necessity) tidak bisa dijadikan
pembenaran bagi pelanggaran kewajiban internasional suatu
negara, kecuali :
 tindakan itu merupakan satu-satunya cara untuk
menyelamatkan suatu kepentingan esensial negara itu
dari suatu bahaya yang sangat besar dan sudah
sedemikian dekat;
 tindakan itu tidak menimbulkan gangguan yang serius
terhadap kepentingan esensial dari negara tersebut
yang di dalamnya melekat suatu kewajiban.
Imputability
 “states can only act by and through their agents-agents and
representatives.”
 Untuk bisa meminta pertanggungjawaban inetrnasional dari suatu
negara terhadap tindakan atau pembiaran yang dilakukan harus bisa
ditunjukkan bahwa kegiatan tersebut dilakukan oleh lembagalembaga negara, badan dan perwakilan yang dapat dikaitkan
dengan negara tersebut.
Pasal 4 ILC Draft Articles 2001
 Imputabilitas dari suatu tindakan organ atau pejabat negara
tidak bergantung kepada:
 Kelembagaan suatu negara, apakah ia dari legislatif, eksekutif,
atau yudikatif.
 Besar kecilnya jabatan (pangkat) suatu organ, apakah ia
pegawai sipil berpangkat rendah atau jendral dalam militer.
 Kedudukan pegawai yang bersangkutan, apakah ia pegawai
pusat atau daerah.
 Status lainnya yang menurut hukum nasionalnya dianggap
sebagai pegawai atau pejabat negara.
EXHAUSTION OF LOCAL REMEDIES
 Hukum kebiasaan internasional menetapkan
bahwa sebelum diajukannya klaim atau
tuntutan ke pengadilan internasional,
langkah-langkah penyelesaian sengketa
(“local remedies rule”) yang tersedia atau yang
diberikan oleh negara tersebut harus terlebih
dahulu ditempuh (“exhausted”).
Pengecualian
 Suatu negara telah melakukan pelanggaran langsung hukum
internasional yang menyebabkan kerugian.
 Ketentuan local remedies dapat ditarik berdasarkan suatu perjanjian
internasional.
 Local remedies tidak perlu dipergunakan manakala pengadilan setempat
nampaknya tidak menunjukkan akan memberi ganti kerugian.
 Local remedies tidak perlu digunakan apabila hasil atau putusan
pengadilan setempat sudah dipastikan akan memberikan putusan yang
sama dengan putusan-putusan sebelumnya.
 Local remedies tidak perlu dilakukan mankala upaya tersebut memang
tidak tersedia.
 Apabila suatu pelanggaran dilakukan oleh pemerintah yang tidak
tunduk kepada yurisdiksi pengadilan.
 Negara-negara dapat menyepakati untuk menanggalkan upaya
penyelesaian setempat (local remedies).
BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN NEGARA
 Satisfaction
 Pecuniary Reparation
 Restitution
Download