pola pembiayaan usaha kecil (ppuk) penangkapan ikan laut bank

advertisement
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)
PENANGKAPAN IKAN LAUT
BANK INDONESIA
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
Telepon : (021) 3818043 Fax : (021) 3518951, Email : [email protected]
DAFTAR ISI
1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2
a. Prospek Menciptakan PKT .................................................................................. 2
b. Permasalahan ........................................................................................................ 3
c. Model Kelayakan ................................................................................................... 3
d. Tujuan ..................................................................................................................... 4
2. Kemitraan Terpadu ................................ ................................ ..... 6
a. Organisasi .............................................................................................................. 6
b. Pola Kerjasama ..................................................................................................... 8
c. Penyiapan Proyek ................................................................................................. 9
d. Mekanisme Proyek ............................................................................................. 10
e. Perjanjian Kerjasama ........................................................................................ 11
3. Aspek Pemasaran................................ ................................ ....... 13
a. Pasar Ikan Laut secara Makro ......................................................................... 13
b. Faktor yang mempengaruhi Harga Ikan Laut ............................................. 13
c. Potensi Pasar Ekspor Ikan Laut....................................................................... 14
4. Aspek Produksi ................................ ................................ .......... 16
a. Sumberdaya Ikan Pelagis................................................................................. 16
b. Alat Tangkap Ikan .............................................................................................. 18
c. Alat Bantu Penangkapan Ikan ......................................................................... 20
d. Kapal Penangkap Ikan ...................................................................................... 21
5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 23
a. Penjelasan Umum .............................................................................................. 23
b. Analisa Aspek Keuangan .................................................................................. 23
Bank Indonesia – Penangkapan Ikan Laut
1
1. Pendahuluan
a. Prospek Menciptakan PKT
Sektor perikanan laut adalah salah satu subsektor ekonomi yang sangat
potensial untuk dikembangkan. Potensi lestari sumberdaya perikanan laut
Indonesia berjumlah 6,6 juta ton per tahun dengan hasil penangkapan
sekitar 3,7 juta per tahun.
Jumlah rumah tangga usaha nelayan laut sebesar 660.000 rumah tangga.
Jumlah nelayan tahun 1993 sebanayj 1.889.524 orang terdiri dari 937.261
nelayan fulltime dan 952.263 nelayan parttime.
Nilai ekspor produk ikan mencapai sekitar US $ 2 milyar pada tahun 1997.
Pada masa depan peluang ekspor cukup besar, terutama karena penurunan
nilai tukar rupiah yang memberikan dampak positif terhadap daya saing
produk ikan dari Indonesia di pasar luat negeri. Disamping itu, permintaaan
beberapa jenis ikan dari Indonesia seperti kakap merah, cakalang, tuna dan
lain-lain, diluar negeri cukup tinggi dengan harga FOB yang mantap.
Jumlah rumah tangga usaha nelayan laut sebesar 660.000 rumah tangga.
Jumlah nelayan tahun 1993 sebanayj 1.889.524 orang terdiri dari 937.261
nelayan fulltime dan 952.263 nelayan parttime.
Sebagai akibat dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia baru-baru ini,
Pemerintah maupun dunia usaha di sektor perikanan mempunyai program
dan rencana untuk moderenisasi usaha nelayan. Peraturan baru dari
Pmerintah memberikan peluang untuk impor kalap penangkapan ikan yang
cocok di perairan ZEE. Perusahaan domestik dapat juga mendirikan joint
venture dengan investor di luat negeri untuk mengembangkan pabrik
pengolahan ikan yang modern.
Sebagai akibat dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia baru-baru ini,
Pemerintah maupun dunia usaha di sektor perikanan mempunyai program
dan rencana untuk moderenisasi usaha nelayan. Peraturan baru dari
Pmerintah memberikan peluang untuk impor kalap penangkapan ikan yang
cocok di perairan ZEE. Perusahaan domestik dapat juga mendirikan joint
venture dengan investor di luat negeri untuk mengembangkan pabrik
pengolahan ikan yang modern.
Beberapa produsen ikan laut, yaitu perusahaan BUMS dan satu BUMN telah
menciptakan
proyek
kemitraan
dengan
nelayan
dengan
tujuan
memperbaharui armada kapal penangkapan di mana pabrik pengolahan ikan
berada.
Sebagai akibat dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia baru-baru ini,
Pemerintah maupun dunia usaha di sektor perikanan mempunyai program
Bank Indonesia – Penangkapan Ikan Laut
2
dan rencana untuk moderenisasi usaha nelayan. Peraturan baru dari
Pmerintah memberikan peluang untuk impor kalap penangkapan ikan yang
cocok di perairan ZEE. Perusahaan domestik dapat juga mendirikan joint
venture dengan investor di luat negeri untuk mengembangkan pabrik
pengolahan ikan yang modern.
Dengan PKT yang sedang berjalan dan PKT baru yang direncanakan antra
kelompok nelayan dengan BUMS/BUMN, khususnya di KTI, hasil
penangkapan per kapal meningkat dengan pendapatan para nelayan yang
jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan keadaan sebelum didirikan PKT.
b. Permasalahan
Sekalipun peluang pengembangan sektor perikanan laut cukup besar, tetapi
masih terdapat kendala atau masalah yang merupakan hambatan atas
pengembangan sektor tersebut.
Dengan terbatasnya modal sendiri, perusahaan BUMS dan BUMN tidak
mampu memberikan jaminan tambahan sebagai avalis kepada bank pemberi
kredit untuk membiayai armada kapal laut yang dibutuhkan oleh nelayan
peserta PKT.
Oleh karena krisis ekonomi juga melanda perbankan, maka perbankan saat
ini juga tidak mampu memberikan kredit baru, meskipun oleh perbankan
sendiri proyek PKT ini dinilai layak dari segala aspek.
Di beberapa wilayah perairan laut, sektor perikanannya masih sangat
tradisional dengan kapasitas penangkapan ikan yang terlalu rendah untuk
memasok kebutuhan pabrik/coldstorage yang dibangun oleh UB. Oleh karena
itu beberapa UB memproduksi di bawah titik pulang pokok.
UB yang terletak di daeraj tertentu juga terkena dampak dari deplesi stok
ikan tertentu karena over fishing dan dampak fluktuasi harga di pasar dalam
maupun luar negeri.
c. Model Kelayakan
Bank Indonesia pada tahun 1997 meluncurkan Program Kemitraan Terpadu,
yaitu program kemitraan antara usaha kecil (UK) dan usaha besar (UB)
dengan melibatkan bank sebagai pemberi kredit usaha kecil (KUK) dalam
suatu ikatan kerjasama yang dituangkan dalam Nota Kesepakatan (NK).
Model KPKT diharapkan dapat membantu staf perkreditan bank dalam rangka
penilaian kemungkinan pemberian kredit kepada kelompok perusahaan yang
relatif homogen dan bermitra dengan usaha besar maupun koperasi primer
dalam program kemitraan terpadu.
Bank Indonesia – Penangkapan Ikan Laut
3
Model KPKT membahas beberapa fakor pokok berkenaan dengan aspekaspek kelayakan kelompok usaha kecil yang bergerak di subsektor
bersangkutan, antara lain aspek pemasaran, aspek teknis produksi, pola
kemitraan terpadu, serta aspek keuangan termasuk kebutuhan biaya proyek
untuk para usaha kecil dan menengah.
Gerakan Kemitraan antara UB dan UK dan Koperasi serta berbagai program
pembinaan usaha kecil yang diselenggarakan lembaga-lembaga pendidikan
dan pelatihan UK dan Koperasi, berupaya mendorong dan mempercepat
pengembangan dunia usaha kecil di Indonesia.
Program kredit yang telah membiayai UK dan Koperasi dengan jumlah yang
cukup besat antara lalin Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit kepada Koperasi
Primer untuk Anggotanya (KKPA) serta two-step-loan dari Bank
Pembangunan di luar negeri. Program kredit tersebut semuanya
menyalurkan kredit investasi maupun kredit modal kerja permanen untuk
usaha kecil yang dinilai layak oleh bank.
d. Tujuan
Laporan ini merupakan upaya memacu dan membangkitkan minat bank
untuk mengembangkan hubungan dengan para nelayan melalui KUD Mina
atau KUD lainnya dengan para nelayan yang bermitra dengan BUMS atau
BUMN melalui pemberian kredit berjangka untuk para nelayan.
Tujuan dari kredit yang diberikan kepada mitra nelayan adalah untuk
memperbaharui armada kapal penangkapan serta alat penangkapan ikan,
supaya hasil penangkapan dan pendapatan para nelayan lebih meningkat,
dimana pada gililrannya akan lebih meningkatkan kesejahteraan nelayan
serta mengurangi angka kemiskinan di pedesaan.
Usaha besar yang bermitra dengan para nelayan harus menjamin pasar,
yaitu mampu membeli seluruh hasil penangkapan ikan dari mitra nelayan,
yang telah membli kapal baru dengan kapasitas penangkapan relatif tinggi.
UTB yang bemitra dengan pata nelayan, mempunyai pabrik pengelolaan
ikan, cold storage pabrik es, dan prasarana lainnya untuk memproduksi hasil
penangkapan ikan dengan nilai tambah yang tinggi.
UB selalu memberikan pembinaan teknis kepada para nelayan, khususnya
tentang cara pengawetan hasil penangkapan ikan di dalam palka dari saat
penangkapan sampai ikan diserahkan kepada UB, penyuluhan teknologi
penangkapan, dan manajemen operasional kapal penangkapan supaya
kualitas ikan sesuai dengan persyaratan dari UB.
Usaha Besar harus menyediakan pasokan perbekalan, misalnya air, es, BBM
(solar) serta prasarana reparasi dan pemeliharaan kapal maupun alat
penangkapan ikan kepada para mitra nelayan.
Bank Indonesia – Penangkapan Ikan Laut
4
Kredit usaha kecil yang diberikan oleh perbankan kepada para nelayan
sampai sekarang relatif sedikit dibandingkan dengan jumlah KUK kepada
pengusaha kecil lainnya, yaitu para petani, perkebunan maupun para
peternak. Para nelayan (dinilai oleh perbankan sebagai nasabah yang kurang
bankable karena kapal penangkapan ikan tidak bisa diasuransikan, dan kapal
tersebut jika diagunkan nilainya relatif rendah.
Oleh karena para nelayan memindahkan kegiatan penangkapan dari suatu
wilayah ke wilayah lainnya sesuai dengan musim penangkapan ikan, bank
mengalami kesulitan dalam rangka melaksanakan penagihan angsuran.
Program kemitraan antra para nelayan dengan UB akan memperkecil resiko
serta masalah yang berhubungan dengan pengembalian kredit.
Potensi pemberian kredit kepada kelompok nelayan yang bermitra dengan
UB/Koperasi Mina cukup besar, karena beberapa UB mengekspor hasil
produksi ikan dengan harga jual tinggi. Hasil produksi ikan oleh para nelayan
dalam negeri masih lebih rendah daripafa potensi penangkapan. Dengan Pola
kemitraan antara UB dengan para nelayan, investasi yang diperlukan oleh
nelayan dapat dibiayai sebagian dengan kredit bank.
Tim peneliti Model KPKT-PIL, telah menerima informasi dari beberapa bank,
UB maupun pemilik kapal, bahwa portfolio kredit kepada pemilik kapal pada
umumnya lancar dan menguntungkan bagi bank maupun para nasabah,
serta masalah-masalah yang dikhawatirkan seperti kesulitan penagihan
angsuran kredit ternyata dapat diatasi melalui pola kemitraan, dimana UB
berfungsi sebagai administrator pemgembalian kredit yang diberikan oleh
bank kepada para nelayan calon, pemilik dan pemilik kapal. Demikian juga
haknya dengan resiko kecelakaan kapal di laut, ternyata dengan menerapkan
pola kemitraan yang khusus mengoperasikan kalap-kapal 7 GT ke atas resiko
tersebut dapat diperkecil, oleh karena pada kenyataannya resiko kecelakaan
kapal yang terjadi tidak lebih dari 10% selama 5 tahun terakhir.
Selain itu investasi pada kapal penangkapan ikan relatif lebih
menguntungkan, karena setelah kapal selesai dibangun yang membutuhkan
waktu 1-3 bulan, dapat langsung dioperasikan sekaligus memperoleh
pemasukan dengan cepat, yaitu usaha pengakpan ikan adalah proyek quickyielding yang mendorong ekspor.
Bank Indonesia – Penangkapan Ikan Laut
5
2. Kemitraan Terpadu
a. Organisasi
Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu
yang melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan
bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan
dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara lain adalah untuk meningkatkan
kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling
menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam
meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien.
Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti (Industri
Pengolahan atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai
kedudukan hukum yang setara. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai
pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana produksi,
bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi.
Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang
usaha melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha
kecil, (2) Pengusaha Besar atau eksportir, dan (3) Bank pemberi KKPA.
Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai dengan
bidang usahanya. Hubungan kerjasama antara kelompok petani/usaha kecil
dengan Pengusaha Pengolahan atau eksportir dalam PKT, dibuat seperti
halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti
Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan
Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian
menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan
pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal
sebagai PKT yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling
berkepentingan diantara semua pihak yang bermitra.
1. Petani Plasma
Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas
(a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk
penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) Petani /usaha kecil
yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan
dalam untuk itu memerlukan bantuan modal.
Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan
penanaman atau penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan
dimulai dari telah adanya kebun atau usaha yang berjalan, dalam batas
masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan perbaikan pada aspek
usaha.
Bank Indonesia – Penangkapan Ikan Laut
6
Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala yang
dimiliki oleh masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok
tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua dan Sekretaris merangkap
Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok adalah mengadakan
koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan oleh para
petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan pihak Koperasi
dan instansi lainnya yang perlu, sesuai hasil kesepakatan anggota. Ketua
kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin yang
waktunya ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok.
2. Koperasi
Parapetani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya menjadi
anggota suata koperasi primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan
kegiatan-kegiatan untuk membantu plasma di dalam pembangunan
kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas KKPA hanya bisa diperoleh
melalui keanggotaan koperasi. Koperasi yang mengusahakan KKPA harus
sudah berbadan hukum dan memiliki kemampuan serta fasilitas yang cukup
baik untuk keperluan pengelolaan administrasi pinjaman KKPA para
anggotanya. Jika menggunakan skim Kredit Usaha Kecil (KUK), kehadiran
koperasi primer tidak merupakan keharusan
3. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir
Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin kerjasama
sebagai inti dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan
dan fasilitas pengolahan untuk bisa menlakukan ekspor, serta bersedia
membeli seluruh produksi dari plasma untuk selanjutnya diolah di pabrik dan
atau diekspor. Disamping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan
teknis usaha dan membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk
keperluan petani plasma/usaha kecil.
Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk
mengadakan pembinaan teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan
dengan sekurang-kurangnya pihak Inti memiliki fasilitas pengolahan untuk
diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya pemasaran bagi produksi
petani atau plasma. Meskipun demikian petani plasma/usaha kecil
dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang kemudian harus dijual
kepada Perusahaan Inti.
Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis, kegiatan
pembibingan harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan
bantuan tenaga pihak Dinas Perkebunan atau lainnya yang dikoordinasikan
oleh Koperasi. Apabila koperasi menggunakan tenaga Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL), perlu mendapatkan persetujuan Dinas Perkebunan setempat
dan koperasi memberikan bantuan biaya yang diperlukan.
Bank Indonesia – Penangkapan Ikan Laut
7
Koperasi juga bisa memperkerjakan langsung tenaga-tenaga teknis yang
memiliki keterampilan dibidang perkebunan/usaha untuk membimbing
petani/usaha kecil dengan dibiayai sendiri oleh Koperasi. Tenaga-tenaga ini
bisa diberi honorarium oleh Koperasi yang bisa kemudian dibebankan kepada
petani, dari hasil penjualan secara proposional menurut besarnya produksi.
Sehingga makin tinggi produksi kebun petani/usaha kecil, akan semakin
besar pula honor yang diterimanya.
4. Bank
Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak
Petani Plasma dengan Perusahaan Perkebunan dan Pengolahan/Eksportir
sebagai inti, dapat kemudian melibatkan diri untuk biaya investasi dan modal
kerja pembangunan atau perbaikan kebun.
Disamping mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspek-aspek
budidaya/produksi yang diperlukan, termasuk kelayakan keuangan. Pihak
bank di dalam mengadakan evaluasi, juga harus memastikan bagaimana
pengelolaan kredit dan persyaratan lainnya yang diperlukan sehingga dapat
menunjang keberhasilan proyek. Skim kredit yang akan digunakan untuk
pembiayaan ini, bisa dipilih berdasarkan besarnya tingkat bunga yang sesuai
dengan bentuk usaha tani ini, sehingga mengarah pada perolehannya
pendapatan bersih petani yang paling besar.
Dalam pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani plasma akan
mencairkan kredit dan mempergunakannya untuk keperluan operasional
lapangan, dan bagaimana petani akan membayar angsuran pengembalian
pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk ini, bank agar membuat perjanjian
kerjasama dengan pihak perusahaan inti, berdasarkan kesepakatan pihak
petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil
penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama
untuk dibayarkan langsung kepada bank. Besarnya potongan disesuaikan
dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit
dibuat oleh pihak petani/Kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan
memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang
disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada Bank. Besarnya
potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada
waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani plasma dengan bank.
b. Pola Kerjasama
Kemitraan antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan mitra,
dapat dibuat menurut dua pola yaitu :
a. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakan
perjanjian kerjasama langsung kepada Perusahaan Perkebunan/ Pengolahan
Eksportir.
Bank Indonesia – Penangkapan Ikan Laut
8
Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupa KKPA
kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi sebagai
Channeling Agent, dan pengelolaannya langsung ditangani oleh Kelompok
tani. Sedangkan masalah pembinaan harus bisa diberikan oleh Perusahaan
Mitra.
b. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui
koperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi (mewakili
anggotanya) dengan perusahaan perkebunan/ pengolahan/eksportir.
Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani plasma
dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah
pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat
dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra, akan menjadi tanggung jawab
koperasi.
c. Penyiapan Proyek
Untuk melihat bahwa PKT ini dikembangkan dengan
proses kegiatannya nanti memperoleh kelancaran dan
dapat dilihat dari bagaimana PKT ini disiapkan.
mempergunakan KKPA untuk modal usaha plasma,
dari :
sebaiknya dan dalam
keberhasilan, minimal
Kalau PKT ini akan
perintisannya dimulai
a. Adanya petani/pengusaha kecil yang telah menjadi anggota koperasi
dan lahan pemilikannya akan dijadikan kebun/tempat usaha atau
lahan kebun/usahanya sudah ada tetapi akan ditingkatkan
produktivitasnya. Petani/usaha kecil tersebut harus menghimpun diri
dalam kelompok dengan anggota sekitar 25 petani/kelompok usaha.
Berdasarkan persetujuan bersama, yang didapatkan melalui
Bank Indonesia – Penangkapan Ikan Laut
9
pertemuan anggota kelompok, mereka bersedia atau berkeinginan
untuk
bekerja
sama
dengan
perusahaan
perkebunan/
pengolahan/eksportir dan bersedia mengajukan permohonan kredit
(KKPA) untuk keperluan peningkatan usaha;
b. Adanya perusahaan perkebunan/pengolahan dan eksportir, yang
bersedia menjadi mitra petani/usaha kecil, dan dapat membantu
memberikan pembinaan teknik budidaya/produksi serta proses
pemasarannya;
c. Dipertemukannya kelompok tani/usaha kecil dan pengusaha
perkebunan/pengolahan dan eksportir tersebut, untuk memperoleh
kesepakatan di antara keduanya untuk bermitra. Prakarsa bisa dimulai
dari salah satu pihak untuk mengadakan pendekatan, atau ada pihak
yang akan membantu sebagai mediator, peran konsultan bisa
dimanfaatkan untuk mengadakan identifikasi dan menghubungkan
pihak kelompok tani/usaha kecil yang potensial dengan perusahaan
yang dipilih memiliki kemampuan tinggi memberikan fasilitas yang
diperlukan oleh pihak petani/usaha kecil;
d. Diperoleh dukungan untuk kemitraan yang melibatkan para
anggotanya oleh pihak koperasi. Koperasi harus memiliki kemampuan
di dalam mengorganisasikan dan mengelola administrasi yang
berkaitan dengan PKT ini. Apabila keterampilan koperasi kurang, untuk
peningkatannya dapat diharapkan nantinya mendapat pembinaan dari
perusahaan mitra. Koperasi kemudian mengadakan langkah-langkah
yang berkaitan dengan formalitas PKT sesuai fungsinya. Dalam
kaitannya dengan penggunaan KKPA, Koperasi harus mendapatkan
persetujuan dari para anggotanya, apakah akan beritndak sebagai
badan pelaksana (executing agent) atau badan penyalur (channeling
agent);
e. Diperolehnya rekomendasi tentang pengembangan PKT ini oleh pihak
instansi pemerintah setempat yang berkaitan (Dinas Perkebunan,
Dinas Koperasi, Kantor Badan Pertanahan, dan Pemda);
f. Lahan yang akan digunakan untuk perkebunan/usaha dalam PKT ini,
harus jelas statusnya kepemilikannya bahwa sudah/atau akan bisa
diberikan sertifikat dan buka merupakan lahan yang masih belum jelas
statusnya yang benar ditanami/tempat usaha. Untuk itu perlu adanya
kejelasan dari pihak Kantor Badan Pertanahan dan pihak Departemen
Kehutanan dan Perkebunan.
d. Mekanisme Proyek
Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema berikut ini :
Bank Indonesia – Penangkapan Ikan Laut
10
Bank pelaksana akan menilai kelayakan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip
bank teknis. Jika proyek layak untuk dikembangkan, perlu dibuat suatu nota
kesepakatan (Memorandum of Understanding = MoU) yang mengikat hak
dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra (inti, Plasma/Koperasi
dan Bank). Sesuai dengan nota kesepakatan, atas kuasa koperasi atau
plasma, kredit perbankan dapat dialihkan dari rekening koperasi/plasma ke
rekening inti untuk selanjutnya disalurkan ke plasma dalam bentuk sarana
produksi, dana pekerjaan fisik, dan lain-lain. Dengan demikian plasma tidak
akan menerima uang tunai dari perbankan, tetapi yang diterima adalah
sarana produksi pertanian yang penyalurannya dapat melalui inti atau
koperasi. Petani plasma melaksanakan proses produksi. Hasil tanaman
plasma dijual ke inti dengan harga yang telah disepakati dalam MoU.
Perusahaan inti akan memotong sebagian hasil penjualan plasma untuk
diserahkan kepada bank sebagai angsuran pinjaman dan sisanya
dikembalikan ke petani sebagai pendapatan bersih.
e. Perjanjian Kerjasama
Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan dalam suatu
surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak
yang bekerjasama berdasarkan kesepakatan mereka. Dalam perjanjian
kerjasama itu dicantumkan kesepakatan apa yang akan menjadi kewajiban
dan hak dari masing-masing pihak yang menjalin kerja sama kemitraan itu.
Bank Indonesia – Penangkapan Ikan Laut
11
Perjanjian tersebut memuat ketentuan yang menyangkut kewajiban pihak
Mitra Perusahaan (Inti) dan petani/usaha kecil (plasma) antara lain sebagai
berikut :
1. Kewajiban Perusahaan Perkebunan/Pengolahan/Eksportir sebagai mitra
(inti)
a. Memberikan bantuan pembinaan budidaya/produksi dan penaganan
hasil;
b. Membantu petani di dalam menyiapkan kebun, pengadaan sarana
produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan), penanaman serta
pemeliharaan kebun/usaha;
c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca
panen untuk mencapai mutu yang tinggi;
d. Melakukan pembelian produksi petani plasma; dan
e. Membantu petani plasma dan bank di dalam masalah pelunasan kredit
bank (KKPA) dan bunganya, serta bertindak sebagai avalis dalam
rangka pemberian kredit bank untuk petani plasma.
2. Kewajiban petani peserta sebagai plasma
a. Menyediakan lahan pemilikannya untuk budidaya;;
b. Menghimpun diri secara berkelompok dengan petani tetangganya yang
lahan usahanya berdekatan dan sama-sama ditanami;
c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pascapanen untuk mencapai mutu hasil yang diharapkan;
d. Menggunakan sarana produksi dengan sepenuhnya seperti yang
disediakan dalam rencana pada waktu mengajukan permintaan kredit;
e. Menyediakan sarana produksi lainnya, sesuai rekomendasi budidaya
oleh pihak Dinas Perkebunan/instansi terkait setempat yang tidak
termasuk di dalam rencana waktu mengajukan permintaan kredit;
f. Melaksanakan pemungutan hasil (panen) dan mengadakan perawatan
sesuai petunjuk Perusahaan Mitra untuk kemudian seluruh hasil panen
dijual kepada Perusahaan Mitra ; dan
g. Pada saat pernjualan hasil petani akan menerima pembayaran harga
produk sesuai kesepakatan dalam perjanjian dengan terlebih dahulu
dipotong sejumlah kewajiban petani melunasi angsuran kredit bank
dan pembayaran bunganya.
Bank Indonesia – Penangkapan Ikan Laut
12
3. Aspek Pemasaran
a. Pasar Ikan Laut secara Makro
Dari data statistik terlihat jumlah produksi perikanan di Indonesia saat ini
sekitar 4,8 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut sekitar 78% atau lebih
kurang 3,7 juta ton adalah hasil produksi dari sektor perikanan laut.
Dari total produksi ikan laut maupun ikan tawar sekitar 4,8 juta ton, hanya
0,6 juta ton yang diekspor ke luar negeri. Pada tahun 1997 sektor perikanan
mampu mengumpulkan devisa senilai US$ 2,05 miliar, atau meningkat dari
tahun sebelumnya yang hanya mencapai US$ 1,9 miliar.
Dalam pelaksanaan ekspor komoditi perikanan, Indonesia mendapat
beberapa tantangan antara lain persaingan dari banyak negara lain yang
mengeskpor udang dan ikan laut. Produk ikan untuk pasar ekspor harus
memenuhi standar kualitas ekspor, dan para eksportir ikan harus mampu
memenuhi pesanan dari pembeli di luar negeri, yaitu mampu mengekspor
dengan kuantitas dan kualitas produk ikan yang diminta olelh para pembeli
luar negeri.
Sisa produksi ikan dikonsumsi di dalam negeri maupun dipakai sebagai ikan
umpan atau diolah lagi menjadi tepung ikan, kerupuk, serta produk makanan
lainnya, Meskipun jumlah produksi ikan per kapita sekitar 24 kg per tahun
berdasarkan data Dirjen Perikanan, jumlah konsumsi ikan per kapita di
Indonesia menurut data dari BPS, hanya sekitar 14 kg per tahun.
b. Faktor yang mempengaruhi Harga Ikan Laut
Peluang untuk memasarkan ikan di Indonesia maupun di luar negeri sangat
baik. Faktor elastisitas harga ikan relatif rendah, yaitu 1,06, berarti
permintaan ikan dari para konsumen akan menurun sedikit, yaitu 0,6%
bilamana harga jual ikan naik 1%.
Harga ikan dihitung oleh Dinas Perikanan di masing-masing pelabuhan
perikanan. Harga ditetapkan melalui sistem lelang di setiap Temlpat
Pelelangan Ikan (TPI) yang diolah oleh Dinas Perikanan maupun KUD Mina
bekerjasama dengan Dinas Perikanan. Perkembangan harga pembelian ikan
oleh para pedagang di TPI, menunjukkan trend yang meningkat pada periode
beberapa tahun sampai sekarang.
Harga belli di TPI berfluktuasi berdasarkan hasil penagkalpan dari bulan-ke
bulan maupun musim penangkapan ikan.
Para Usaha Besar yang menciptakan proyek kemitraan terpadu dengan
kelompok nelayan dan KUD Minaya, menentukan harga beli dari para mitra
CPK/PK atas dasar perundingan antra para pihak proyek kemitraan. Harga
Bank Indonesia – Penangkapan Ikan Laut
13
beli ditentukan berdasarkan faktor-faktor seperti harga beli di TPI (harga
dalam negeri) , serta harga beli sesuai daftar harga perusahaan BUMS
sejenis (harga saingan), serta harga ekspor yang diterima UB dari
langganannya di luar negeri. Harga beli dalam proyek kemitraan biasanya
tetap selama 3 bulan dan ditinjau kembali setiap triwulan.
Ikan laut masih relatif murah dibandingkan dengan sumber protein hewan,
misalnya daging ayam, daging domba, dan daging sapi. Oleh karena itu,
meskipun produksi ikan naik, masalah pemasaran ikan laut mungkin tidak
akan timbul di pasar ikan dalam negeri maupun luar negeri.
Sebagian besar dari produksi ikan dipasarkan sebagai ikan segar. Hanya
sebagiankecil diolah menjadi "fillet" beku, ikan asin, ikan kering, ikan kaleng,
ikan asap, ataupun tepung ikan. Kurangnya pengolahan ikan juga
merupakan indikasi bahwa permintaan ikan dari masyarakat mantap dan
cenderung naik.
Perusahaan besar peserta PKT hampir semua mengekspor ikan olahan. Olah
karena itu, kemampuan menahan dan mengembangkan harga belil yang
menguntungkan untuk para CPK/Pk lebih besar dibandingkan dengan harga
ikan di TPI yang merupakan harga beli untuk nelayan yang bermitra dengan
KUD Mina dari para pedagang pengumpul dan BUMS skala menengah.
c. Potensi Pasar Ekspor Ikan Laut
Jenis-jenis ikan laut yang diolah dan diekspor oleh para usaha besar yang
bermitra dengan nelayan di perairan IBT terdilril dari ikan tuna dan ikan
cakalang (skipjack tuna) dan beberapa jenis ikan yang disebut ikan dasar,
misalnya ikan tongkol, ikan kakap, ikan kerapu, ikan merah, dll. Jenis ikan
tersebut adalah ikan besar yang dieskpor segar atau secara beku ke luat
negeri. Pabrik pengolahan ikan yang memproduksi macam-macam produk
ikan olahan, seperti 'sashimi", "loins", dan "fillet" mendapat nilai tambah
tinggi, karena produk-produk ikan olahan dijual dengan harga valas yang
tinggi dengan jumlah yang cukup besar.
Perusahaan pengolahan dari pengekspor ikan beku, misalnya perusahaan
yang mengekspor "sashimi", "fillet", "loins" dan produk sejenis mampu
menciptakan dan mengembangkan proyek kemitraan dengan para nelayan.
Perusahaan besar tersebut membeli ikan dari kelompok nelayan tradisional
yang menagkap ikan dengan perahu du samping hasil penangkapan ikan dari
nelayan yang bermitra dengan UB tersebut. Perusahaan besar tersebut
setiap tahun memilij kelompok nelayan baru, yaitu para nelayan yang telah
berhasil dan mampu memenuhi sasaran penangkapan ikan yang ditentukan
oleh usaha besar. Para calon nelayan yang akan menjadi CPK dipilih dari
anggota KUD Mina maupun dari ABK penangkap ikan milik perusahaan besar.
Beberapa jenis ikan pelagis kecil, misalnya ikan teri, ikan lemuru, ikan
parang. Ikan kembung, ikan tembang ditangkap oleh para nelayan dengan
Bank Indonesia – Penangkapan Ikan Laut
14
jumlah besar. Sebagian besar dari hasil penangkapan jenis ikan tersebut
diolah oleh para nelayan bersama keluarga, menjadi ikan kering maupun
ikan asam. Beberapa perusahaan ekspor di Jawa Timur dan Bali mengekspor
ikan olahan tersebut, akan tetapi hubungan kemitraan antara para nelayan
dengan perusahaan ekspor masing kurang dikembangkan.
Angka nilai ekspor ikan di dalam tabel berikut ini memberikan suatu
gambaran tentang nilai ekspor ikan olahan dari perusahaan besar yang telah
berhasil mengembangkan proyek kemitraan dengan para nelayan. Potensi
untuk meningkatkan nilai maupun kuantitas ikan tersebut ke pasar-pasar
luar negeri masih cukup tinggi. Sektor penangkapan maupun pengelolaan
ikan melalui pola kemitraan sangat potensial untuk dikembangkan.
Penerimaan untuk semua pihak yang bemitra dalam proyek kemitraan
tersebut dapat memperkecil dampak dari krisis ekonomi yang melanda
Indonesia khususnya di bagian timur Indonesia.
Nilai Ekspor Beberapa Jenis Ikan tahun 1996 (angka US$)
Jenis
Ikan
Tuna
Nilai US $
Ekspor
Segar
47.960.891
Nilai US $
Ekspor
Round
Beku
Nilai US $
Ekspor
Fillet
Beku
Jumlah
Nilai
Ekspor
7.704.920
55.665.811
Cakalang 300.600
14.890373
15.665.811
Ikan
Tuna
Lain
27.887.252
13.987.259
41.874.511
Ikan
dasar
lain
105.798.077 130.341.468
Fillet,
asrnini,
ikan
olahan
lain
236.139.545
45.328.055 45.328.055
Jumlah 181.946.820 166.924.020 45.328.055 394.198.895
Bank Indonesia – Penangkapan Ikan Laut
15
4. Aspek Produksi
a. Sumberdaya Ikan Pelagis
Luas perairan laut Indonesia termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
diperkirakan meliputi sekitar 5,8 km2, yang tediri dari :
1. Perairan laut teritorial 0,3 km2
2. Perairan Nusantara 2,8 km2
3. Perairan ZEE 2,7 km2
Berdasarkan perkiraan secara keseluruhan potensi lestari sumberdaya
perikanan laut Indonesia berjumlah 6,6 juta ton/tahun, terdiri dari 4,5 juta
ton di perairan Indonesia dan 2,1 juta ton di perairan ZEE. Perkiraan potensi
tersebut berasal dari beberapa jenis ikan laut, yaitu ikan pelagis kecil 3,5
ton, ika perairan karang 0,048 juta ton per tahun. Perairan laut Indonesia
memiliki banyak sekali jenis ikan (sekitar 3.000 jenis). Banyaknya jenis ikan
tersebut tidak berarti diikuti kelimpahan populasi untuk setiap jenisnya,
walaupun diakui beberapa jenis di antaranya seperti ikan lemuru, ikan
layang, ikan cakalang, serta berbagai jenis ikan lainnya mempunyai populasi
cukup besar.
Tabel 1.
Perkembangan Produksi Perikanan, 1994-1997 (Angka dalam Ton)
Keterangan
Tahun
1994
Tahun
1995
Tahun
1996
Tahun
1997
1. Perikanan 3.080.170 3.292.930 3.503.100 3.727.800
Laut
2. Perikanan 933.600
Darat
970.660
1.062.800 1.062.100
a.
Perairan 336.140
Umum
329.710
335.800
341.000
b. Budidaya
597.520
640.950
681.800
720.100
- Tambak
346.210
361.240
382.400
402.100
- Kolam
140.100
162.240
173.000
183.500
- Karamba
33.010
39.860
45.700
53.200
- Sawah
78.200
77.660
79.900
81.700
Jumlah
4.013.830 4.263.590 4.519.900 4.789.900
Kenaikan per
Tahun
6,22%
6,01%
5,97%
Sumber : Dirjen Perikanan
Bank Indonesia – Penangkapan Ikan Laut
16
Tabel 2.
Jumlah Rumah Tangga Usaha Perikanan
Jenis
Tangga
Rumah Tahun 1983 Tahun 1993 Kenaikan
Perikanan laut
491.000
660.000
34,4%
Umum 230.000
388.000
68,7%
Kolam
702.000
796.000
13,4%
Tambak
54.000
114.000
111,1%
Petani
rumput laut/mutiara
36.000
-
Jumlah
Tangga
1.994.000
35,0%
Perairan
Darat
Rumah 1.477.000
Pada dasarnya, sumberdaya ikan laut dapat dikelompokkan ke dalam tiga
kelompok besar, yaitu :
1. Ikan pelagis kecil terdiri dari jenis ikan antara lain ikan layang, ikan
kembung, ikan selar, sardin dll.
2. Ikan pelagis besar terdiri dari jenis ikan antara lain ikan tongkol, ikan
tuna, cakalang dll.
3. Ikan demersal terdiri dari jenis ikan antara lain ikan kakap merah,
bawal, kerapu, manyung, peperek, dll.
Kegiatan usaha penangkapan terhadap jenis-jenis sumberdaua perikanan
tersebut dapat dikemukakan lebih lanjut sbb:
1. Udang laut yang termasuk sumberdaya demersal ditangkap dengan
alat penangkap pukat udang, jatilap (jaring trammel) jaring insang
dasar serta dogo/cantang
2. Ikan tuna cakalang dan cucut ditangkap dengan alat tangkap dengan
alat penangkap seperti rawai tuna, rawai tegak lurus, pancing tonda,
huhate, pukat cincin ukuran besar, jaring insang, serta rawai cucut.
3. Ikan pelagis kecil misalnya lemuru, tembang, japuh, kembung dll.
Diusahakan alat penangkap seperti pukat cincin, payang, bagan, pukat
tepi, jaring insang, jaring lingkar dan pakaya.
4. Untuk Ikan demersal lainnya yaitu Petek, kakap, kerapu, ikan sebelah
dll. Dapat ditangkap dengan dogol, jogol, cantrang, jaring insang
dasar, rawai dasar bubu dasar, pukat tepi, serta pancing tangan (hand
line)
Ikan laut mampu memperhabarui dirinya namun kemampuan ini bukan tidak
terbatas, bahkan dapat luruh bila dilakukan eksploitasi yang berlebihan.
Sebagian sumberdaya yang pemanfaatannya bersifat terbuka dan pemiliknya
Bank Indonesia – Penangkapan Ikan Laut
17
umum, diperlukan adanya usaha pengelolaan yang mengatur pemanfaatan,
pelestarian dan bila diperlukan juga rehabilitasi. Sebab kelangkaan
pengololaan akan mengarah terjadinya "biological overfishing", yaitu bila
hasil penangkapan terhadap satu jenis ikan laut lebih besar dan "maximum
yang sustainable" untuk populasi ikan tersebut.
Walaupun sebagian bear komoditi perikanan laut dimanfaatkan untuk
peningkatan kebutuhan hidup masyarakat dalam negeri terutama dalam
peningkatan gizi yan gberasal dari protein hewan dalam pengelolaan
sumberdaya laut perlu diprioritaskan juga sebagai komoditas ekspor untuk
meningkatkan devisa negara. Penangkapan jenis-jenis ikan laut dibagi sesuai
dengan kebutuhan di luar negeri dan dalam negeri sebagai berikut :
1. Udang panaeid yang ditangkap di perairan Irian Jaya, Maluku,
Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan Sumatera adalah komoditi utama.
2. Ikan tuna dan cakalang merupakan komoditi ekspor kedua setelah
udang dengan daerah penangkapan di perairan Indonesia bagian
timur, terutama perairan Maluku dan Irian Jaya, Samudera Hindia,
maupun perairan ZEE.
3. Jenis Ikan selain Udang, tuna, dan cakalang yang diekspor dengan
jumah dan nilai besar adalah ikan kakap, kerapu, baronag, tenggiri,
serta beberpa ikan hias
b. Alat Tangkap Ikan
Banyaknya jenis ikan dengan segala sifatnya yang hidup di perairan yang
lingkungannya berbeda-beda, menimbulkan cara penangkapan termasuk
penggunaan alat penangkap yang berbeda-beda pula. Adalah juga sifat dari
ikan pelagis selalau berpindah-pindah tempat, baik terbatas hanya pada
suatu daerah maupun berupa jarak jauh seperti ikan tuna dan cakalang yang
melintsi perairan beberapa negara tetangga Indonesia.
Setiap usaha penangkapan ikan di laut pada dasarnya adalah bagaimana
mendapatkan daerah penangkapan, gerombolan ikan, dan keadaan
potensinya untuk kemudian dilakukan operasi penangkapannya. Beberapa
cara untuk mendapatkan kawasan ikan sebelum penangkapan dilakukan
menggunakan alat bantu penangkap yang biasa disebut rumpin dan sinar
lampu. Kedudukan rumpon dan sinar lampu untuk usaha penangkapan ikan
di perairan Indonesia sangat penting ditinjau dari segala aspek baik ekologi,
biologi, maupun ekonomi. Rumpon digunakan pada siang hari sedangkan
lampu digunakan pada malam hari untuk mengumpulkan ikan pada
titik/tempat laut tertentu sebelum operasi penangkapan dilakukan dengan
alat penangkap ikan seperti jaring, huhate dsb.
Dilihat dari segi kemampuan usaha nelayan, jangkauan daerah laut serta
jenis alat penangkapan yang digunakan oleh para nelayan Indonesia dapat
dibedakan antara usaha nelayan kecil, menengah, dan besar. Dalam
Bank Indonesia – Penangkapan Ikan Laut
18
melakukan usaha penangkap ikan dari tiga kelompok nelayan tersebut
digunakan sekitar 15 s/d 25 jenis alat penangkap yang dapat dibagi dalam
empat kelompok sebagai berikut.
Tabel 3.
Kelompok Alat Tangkap Ikan Nelayan
No
Kelompok
Nama Alat Tangkap
1
Pukat
Payang termasuk lampara, Pukat pantai, Pukat
cincin
2
Jaring
Jaring insang hanyut, Jaring insang lilngkar,
Jaring klitik, Jaring trammel
3
Jaring Angkat
Bagan Perahu, Bangan Tancap, Bagan Rakit,
Serok, Bondong dan banrong
4
Pancing
Rawi tuna, Rawai hanyut selain, Rawai tetap,
Huhate, Pancing tonda, Pancing tangan-hand lin
Penjelasan Singkat tentang Alat Penangkap Ikan Laut
Pukat cincin harus berbentuk selembar jaring yang terdiri dari sayap dan
pembentuk kantong. Keberhasilan pengoperasian pukat cincin dipengaruhi
oleh tiga faktor, yaitu ketepatan melingkari gerombolan ikan, kecepatan
tenggelam pemberat dan kecepatn penatikan tali kolor. Pengaturan jaring
harus tepat dan cepat sehingga gerombolan atau kawanan ikan tidak punya
kesempatan untuk keluar dari lingkaran jaring.
Payang mempunyai bentuk terdiri dari sayap, badan dan kantong, dua buah
sayap yang terletak di sebelah kanan dan kiri badan payang, setiap sayap
berukuran panjang 100-200 meter, bagian badan jaring sepanjang 36-65
meter dan bagian kantong terletak di belakang bagian badan payang yang
merupakan tempat terkumpulnya hasil tangkapan ikan adalah sepanjang 1020 meter
Jaring insang hanyut yang digunakan harus mempunyai spesifikasi yang
terdiri dari lima faktor utama, yaitu daya apung jaring harus lebih besar dari
pada daya tenggelamnya, warna jaring yang baik adalah hijau sampai biru
muda, benang yang digunakan adalah nylon benang ganda atau tunggal.
Besar mata jaring adalah 2,5-3,0 inci yang dipasang pada tali ris atas dengan
koefisien pengikatan 30-40%
Jaring lampara mirip jaring payang yaitu terdiri dari sayap kiri dan kanan di
samping kantong. Jaring tersebut dilengkapi dengan sebuah cincin dari besi
berdiameter sekitar 2 meter. Kantong lampara lebih cenderung
menggelumbung agar ikan pelagis kecil yang ditangkap tidak mudah mati
(ikan umpan hidup)
Bank Indonesia – Penangkapan Ikan Laut
19
Jaring angkat adalah jaring yang diturunkan di laut dan diangkat secara
vertikal ke atas pada saat gerombolan ikan ada di atas jaring tersebut. Jaring
angkat ditempatkan di beberapa jenis bagan di laut atau dioperasikan dari
perahu kecil maapun langsung oleh para nekayan dekat pantai. Berdasarkan
bentuk dan cara pengoperasian ada beberapa macam jaring angkat maupun
jaring dorong, misalnya bagan tancap (stationary), bagan rakit, bagan
perahu, kelong Betawi, serok, jaring rajungan dan kepiting, Bondong dan
banrong. Pecak dan Anco, jaring dorong, sodo biasa, sodo perahu, sodo
sangir, siru, siu, songko dan seser.
Dogol, cantrang, dapang, potol, payang alit bentuk alat penangkap
tersebut mirip payang tetapi ukuran lebih kecil. Dilihat dari fungsi dan hasil
tangkapannya ia menyerupai cicncin pukat (trawl), yaitu untuk menangkap
ikan demersal dan udang.
Jaring Penggiring adalah jaring yang dioperasikan sedemikian rupa, yaitu
dengan melakukan penggiringan atau menghalau ikan-ikan agar masuk
jaring atau menggerakkan jaring itu sendiri dari tempat yang agak dalam ke
tempat yang lebih dangkal untuk kemudian dilakukan penangkapan ikan.
Jaring penggiring atau drive-innet dapat terdiri dari jaring sayap dan jaring
kantong, dapat juga berbentuk segi tiga atau segi empat lengkap dengan
jaringan kantong. Jenis-jenis drive in-net yang terkenal di Indonesia adalah
:muroami, soma malalugis, jaring kalase, jaring klotok, jaring saden, pukat
rarape, ambai, pukat rosa, dan talido.
Alat pancing terdiri dari dua komponen utama, yaitu tali dan mata kail.
Jumlah mata yang terdapat pada tiap perangkat pancing bisa tunggal
maupun ganda, bahkan banyak sekalli (beberapa ratus mata kail) tergantung
dari jenis pancingnya. Selain dua komponen utama tali dan mata pancing,
alat pancing dapat dilengkapi dengan komponen lainnya, misalnya tangkai
(pole), pemberat, pelampung dan kili-kili (swivel). Pada umumnya mata
pancing diberikan umpan baik dalam bentuk mati maupun hidup atau umpan
tiruan. Banyak mavam alat pancing digunakan oleh para nelayan, mulai dari
bentuk yang sederhana sampai dalam bentuk ukuran skala besar yang
digunakan untuk perikanan industri.
c. Alat Bantu Penangkapan Ikan
Untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, penangkapan dapat
mempergunakan alat bantu penangkapan, antara lain rumpon, lampu, echo
sounder dan sonar.
Rumpon digunakan untuk membantu mengumpulkan ikan sebelum dilakukan
penangkapan.
Lampu digunakan untuk mengumpulkan ikan. Kekuatan lampu yang cukup
baik untuk mengumpulkan ikan pelagis kecil adalah 500 watt untuk lampu di
Bank Indonesia – Penangkapan Ikan Laut
20
bawah air, dan 1.000 watt untuk lampu di atas laut. Para nelayan dapat
lampu pompa (petromax) sebanyak 6 buah.
Echo sounder digunakan untuk mendeteksi gerombolan ikan di bawah kapal
ataupun untuk mengetahui kedalaman laut. Alat ini mempunyai prinsip kerja
yaitu memancarkan suara ke dalam air dan merekan pantulan secara
vertikal.
Sonar digunakan untuk mencari gerombolan ika. Instrumen ini dapat
mendeteksi kehadiran ikan secara horizontal dari kapal penangkap, sehingga
ada gambaran dapat menangkap ikan dalam jumlah yang besar.
d. Kapal Penangkap Ikan
Kapal penangkap ikan pelagid yang digunakan oleh para nelayan harus laik
laut dan mampu dioperasikan pada perairan yang digendaki. Desain dan
konstruksi kapal harus diperhatikan sesuai dengan kegunaan kapal
penangkap ikan agar stabilitas cukup baik supaya mampu bertahan terhadap
serangan ombak dan angin.
Bahan untuk kapal harus terbuat dari bahan yang cukup baik dan kapal
harus memiliki ruangan untuk kerja dan penyimpanan alat tangkap yang
cukup luas. Ruang kerja yang cukup akan memudahkan dalam
pengoperasian alat tangkap sehingga keterlambatan penarikan jaring yang
dapat mengakibatkan lolosnya ikan dapat dihindari. Kapal harus memiliki
ruangan pneyimpanan ikan (palka) yang cukupbesar dan dapat
mempertahankan kesegaran ikan.
Di dalam pengopersian jenis alat penangkapan ikan ada yang membutuhkan
kecepatan kapal yang cukup tinggi dan ada yang tidak memerlukan
kecepatan tinggi. Kapal yang digunakan untuk alat pancing dan jaring insang
hanyut hanya digunakan pergi pulang dari daerah penangkapan, umumnya
berukuran 5 s.d 10 Gt dengan kecepatan 6 s.d knot. Untuk alat tangkap
pukat cincin dan jaring lingkar, kecepatan kapal yang digunakan cukup tinggi
karena di samping pergi dan pulang dari daerah penangkapan juga untuk
mengejar dan melingkari gerombolan ikan. Kapalyang dapat digunakan
untuk jenis alat tangkap tersebut adalah ukuran 10 s.d. 80 GT dan kecepatan
6 s.d. 12 knot.
Ukuran kapal yang digunakan oleh CPK?PK peserta proyek kemitraan antara
lain kapal 3 GT (Gross Tonase ), 5 GT, 7 GT, 10 GT, 30 GT dan kapal besar
ukuran 50 GT s.d. 150 GT.
Dari sekian jenis ukuran kapal yang digunakan, yang terbanayk adalah kapal
kecil ukuran 3 GT s.d. 7 GT kendati badan kapal relatif murah dan terjangkau
dibiayai oleh bank dengan bantuan jaminan dari UB. Hambatan kapal
tersebut yang relatif kecil antara lain daya tampung umpan maupun hasil
penangkapan ikan sangat kecil dan hasil penangkapan juga kecil. Kapal ini
Bank Indonesia – Penangkapan Ikan Laut
21
dipakai untuk menangkap satu jenis ikan saja, misalnya tuna saja atau
cakalang saja. Jarak jelajahnya terbatas sehingga tidak mampu menjangkau
"fishing ground" yang posisinya cukup jauh, tetapi sangat potensial. Dan
terakhir, kelemahan kapal ini lambat sebab menggunakan mesin kecil,
biasanya 2 silinder yang agak boros bahan bakar.
Jenis kapal yang banyak diminati nelayan kapal dengan ukutan 10 Gt. Secara
teknis kpal ini memiliki kelebihan, antara lain dapat menampung umpan dan
hasil penangkapan ikan cukup besar, dapat menampung perbekalan (logistik)
dalam jumlah yang banayk sehingga bisa beroperasi selama satu sampai dua
minggu di tengah lautan. Kecepatan kapal 10 GT antara 9-12 knot dan
termasuk dalam kategori kapal cepat yang dapat digunakan untuk
menangkap segala jenis ikan laut. Kapal 10 Gt cukup kuat di lautan dan
dapat beroperaso pada musim gelombang, sehingga operasional kapal dapat
sepanjang tahun dan tidak tergantung pada cuaca.
Sedangkan kapal lebih besar antara 20 s.d. 150 Gt adalah kapl yang mahal
dan dapat digunakan untuk perikanan di perairan nusantara dan perairan
ZEE, dan hanya beberapa nelayan dapat menjadi pemilik kapal besar.
Dari jumlah kapal penangkapan ikan sebesar 404.653 kapal, sekitar 1000
kapal berukuran 50 Gt atau lebih besar. Sebagian besar kapal tersebut
adalah kapal dengan ukuran 5 GT ke bawah, yaitu sekitar 250.000 unit
kapal.
Tabel 4.
Jumlah Perahu/Kapal Penangkap Ikan menurut Jenisnya
Rincian
Tahun 1994
Tahun 1995
Perahu tanpa Motor
245.846
245.162
Perahu/Kapal Motor Tempel 87.749
94.024
Kapal Motor
65.467
62.950
Bank Indonesia – Penangkapan Ikan Laut
22
5. Aspek Keuangan
a. Penjelasan Umum
UB yang bermitra dengan para nelayan calon pemilik kapal membantu para
CPK untuk menjadi pemilik penuh atas kapal dan alat tangkap ikan, yang
sebagian dibiayai dengan pinjaman bank.
Biasanya, UB memberikan pesanan kepada salah satu usaha galangan kapal
yang membangun kasko kapal dari kayu atau dari fiberglas. Galangan kapal
memasang mesin diesel dan seluruh perlengkapan lainnya, yang dibutuhkan
di kapal tersenut. Spesifikasi teknis tentang pembuatan maupun pembayaran
kapal tersebut, dituangkan dalam perjanjian tertulis antra galangan kapal
dengan para pihak PKT yang diwakili oleh petugas dari UB, KUD serta
seorang CPK.
Alat penangkapan ikan untuk satu kapal dapat terdiri dari beberapa jenis,
tergantung pada jenis ikan yang ditangkap pada suatu musim di wilayah
operasinya. Dalam Laporan KPKT ini, tiga jenis kapal diusulkan untuk para
CPK yang bermitra dengan usaha pengolahan ikan. Tiga jenis kapal tersebut
dapat masing-masing jenisnya beroperasi secara serba guna :
1. Kapal kayu penangkapan ukuran 7 GT, dipakai terutama di perairan
selat teluk, dekat pantai
2. Kapal kayu penangkapan ukuran 10 GT, dipakai di seluruh perairan
nusantara
3. Kapal kayu penangkapan ukuran 30 GT, dipakai di seluruh perairan
Indonesia termasuk zone ekonomi eksklusif
Untuk membuat analilsa keuangan, tim peneliti Model KPKT-PIL mengambil
beberpa asumsi berdasarkan informasi dari beberapa usaha pengelolaan ikan
di Jakarta dan Ambon yang sudah lama melaksanakan proyek kemitraan
dengan para nelayan pemilik kapal.
Analisa aspek keuangan untuk ketiga jenis kapal, usaha CPK tersebut,
dihitung dan dapat dilihat dalam tujuh tabel untuk masing-masing ukuran
kapal penangkapan. Perhitungan tersebut berdasarkan penangkapan ikan
cakalang dan tuna dengan alat tangkap pancing (huhate) di perairan
Indonesia Bagian Timur.
b. Analisa Aspek Keuangan
Kesimpulan dari analisa aspek keuangan untuk ketiga jenis
penangkapan ikan yang dinilai oleh tim adalah sebagai berikut :
Bank Indonesia – Penangkapan Ikan Laut
kapal
23
No Uraian
1
Biaya Investasi
2
Biaya Modal Kerja
Total Biaya Proyek
3
Kredit Investasi
Jangka Waktu
4
Kredit Modal Kerja
Berturun
5
Modal Sendiri
6
Hasil Penangkapan
Hasil Penjualan Ikan
Kapal 7 GT
Rp 96.568.000
Rp 4.548.667
Kapal 10 GT
Kapal 30 GT
Rp 37.484.000 Rp 258.342.000
Rp 8.708.832
Rp 26.126.500
Rp 101.116.667 Rp 146.192.832 Rp 284.468.500
Rp 90.000.000 Rp 120.000.000 Rp 200.000.000
5 Tahun
5 Tahun
5Tahun
Rp 4.000.000
Rp 6.000.000
Rp 20.000.000
4 Tahun
menurun
4 Tahun
menurun
4 Tahun
menurun
Rp 7.116.667
Rp 20.192.833
Rp 64.468.500
132.480 Ton
276.000 Ton
414.000 Ton
Rp 198.720.000 Rp 414.000.000 Rp 621.000.000
7
Penghasilan ABK
Rp 74.639.700 Rp 157.558.050 Rp 186.820.950
8
Laba Sebelum Biaya
Tetap
Rp 74.639.700 Rp 157.558.050 Rp 186.820.950
9
IRR
10
NPV faktor diskonto
24%
46,66%
35,47%
34%
Rp 48.188.200
Rp 50.843.330
Rp 56.230.782
Dari kesimpulan di atas, masing-masing tipe kapal cukup layak untuk
dibiayai dengan pinjaman bank. Oleh karena itu kebutuhan kredit masingmasing model kapal penangkapan lebeih besar daripada plafond pinjaman
KKPA, kredit bank untuk proyek ini, adalah kredit usaha kecil dibiayai dengan
dana bank sendiri maupun pinjaman "two step loan" seperti pinjaman JEXIM
VI maupun pinjaman AFP
Biaya bunga dalam perhitungan aspek keuangan dihitung dengan tingkat
bunga 24% p.a. untuk kredit investasi maupun kredit modal kerja. Tingkat
bunga tersebut sama dengan tingkat bungan kredit umum yang berlaku
sebelum krisis moneter. Selama krisis moneter berjalan, seperti pada tahun
1998, bunga kredit umum berada pada tingkat 50 s.d. 70 persen per tahun.
Segala proyek di semua sektor ekonomi tidak layak untuk dibiayai dengan
kredit bank dengan biaya bunga setinggi ini. Selama krisis moneter, bank
umum mapun bank persero tidak membiayai proyek UKM dan koperasi,
misalnya proyek kemitraan di sektor penangkapan ikan laut, adalah proyek
yang layak untuk dibiayai dengan KLBI maupun dengan dana "two step
loan". Tingkat bunga kredit terssbut dari bank umum dan bank persero
kepada para nasabah bank bervariasi antara 16% sampai dengan 38% pro
anno pada tahun 1998.
Selama krisis berjalan, proyek kemitraan penangkapan ikan antara usaha
eksportir ikan dengan kelompok nelayan dapat dibiayai dengan KKPA dan
Bank Indonesia – Penangkapan Ikan Laut
24
"two step loan" karena tingkat bungan pinjaman tersebut masih berada pada
tingkat yang layak. Bilamana tingkat bungan pinjaman adalah pada tingkat
38 p.a. % semua tipe kapal masih layak untuk dibiayai dengan pinjaman
tersebut, oleh karena aliran kas dari masing-masing tipe kapal masih cukup
besar. Perhitungan IRR dan NPV tidak berubah dengan perubahan biaya
bunga.
Bank Indonesia – Penangkapan Ikan Laut
25
Download