Deskripsi Kasus

advertisement
IV. KASUS
A.
Deskripsi Kasus
SA seorang wanita berusia 60 tahun dibawa ke rumah sakit dengan keluhan
rasa sakit dan nyeri di bagian punggung kebawah dan bagian lutut kirinya. Rasa sakit
tersebut dirasakan sejak 2 hari yang lalu akibat terjatuh. Dia mempunyai riwayat
penyakit osteoporosis sejak 2 tahun yang lalu, juga mempunyai riwayat PUD dan
menopouse di usia 55 tahun.
Riwayat keluarganya: ibunya menderita kanker payudara. Riwayat sosial :
Sejak suami SA meninggal 6 bulan yang lalu membuat SA menjadi sangat stress dan
dia menjadi mempunyai kebiasaan merokok serta minum kopi 2 gelas tiap pagi.
Riwayat pengobatan : parasetamol 2x500 mg po QID jika perlu untuk nyeri sendinya.
Simetidin 400 mg BID selama beberapa tahun, tablet Calsium carbonat chewable 500
mg BID, Prednison 10 mg BID sejak 9 bulan yang lalu.
Hasil Pemeriksaan
KU : muka pucat, terlihat capek
HEENT : pucat pasi dan moon facies
Tanda vital : BP 128/84 mmHg, HR 70, RR 20, T 37,3°C, BB 61 kg, TB 168 cm
Rheumatoid factor titer = 1: 65
B.
Pengembangan Kasus
Selama 3 minggu terakhir ini pasien sering merasakan kaku dan nyeri pada
persendian (kanan dan kirinya). jika terasa nyeri SA minum parasetamol 2x500mg.
Pada suatu hari SA harus memeriksakan ke dokter karena rasa sakit dan nyeri yang
tidak tertahankan di bagian punggung ke bawah dan bagian lutut kirinya akibat
terjatuh 2 hari yang lalu.
Hasil pemeriksaan laboratorium lain :
CRP
= positif
(normal : negatif)
Hb
= 10 g/dl
(normal untuk wanita : 12-16 g/dl)
18
Hct
= 29%
(normal : 36-48%)
LED
= 30 mm/jam
(normal : 20 mm/jam)
MCV
= 65 U3
(normal : 80-90 U3)
ANA
= positf
(normal : negatif)
Anti CCP
= positif
(normal : negatif)
Pemeriksaan DXA
= T score -2,5 SD
Kultur bakteri
= negatif
Sinar X
= masih normal
1.
Analisis Metode SOAP
a.
Subjective
1)
Keluhan utama pasien : rasa sakit dan nyeri di bagian punggung ke bawah dan
bagian lutut kirinya.
2)
Riwayat penyakit : osteoporosis, rheumatoid arthritis, dan PUD.
3)
Riwayat sosial : mempunyai kebiasaan merokok serta minum kopi 2 gelas tiap
pagi.
4)
Riwayat keluarga : ibunya menderita kanker payudara.
5)
Riwayat pengobatan : PUD dan osteoporosis.
6)
Tidak ada riwayat alergi pada pasien.
7)
Review of System : muka pucat, terlihat capek, HEENT pucat pasi dan moon
facies.
8)
Riwayat pengobatan : parasetamol 2x500 mg PO QID jika perlu untuk nyeri
sendinya, simetidin 400 mg BID selama beberapa tahun, tablet Calcium
carbonat chewable 500 mg BID, Prednison 10 mg BID sejak 9 bulan yang
lalu.
19
b.
Objective
1)
BP
= 128/84 mmHg
(normal = 120/80 mmHg)
2)
HR
= 70 x/menit
(normal =80-100x/ menit)
3)
RR
= 16x/menit
(normal = 13-18x/menit)
4)
T
= 37 ◦C
(normal =36,5-37,5◦C)
5)
BB
= 65 kg
6)
TB
= 168 cm
7)
BMI
= 23, 03
8)
Rheumatoid factor titer = 1: 83
9)
Pemeriksaan DXA
= T score -2,5 SD
10)
Kultur bakteri
= negatif
11)
CRP
= positif
(normal : negatif)
12)
Hb
= 10 g/dl
(normal : 12-16 g/dl)
13)
Hct
= 29%
(normal : 36-48%)
14)
LED
= 30 mm/jam
(normal : 20 mm/jam)
15)
MCV
= 65 U3
(normal : 80-90 U3)
16)
ANA
= positif
(normal : negatif)
17)
Anti CCP
= positif
(normal : negatif)
18)
Sinar X
= masih normal
c.
Assessment
(normal = 18,5- 24,9)
Pasien menderita rheumatoid arthritis yang masih ringan disertai osteoarthritis
dan PUD.
d.
Plan
1)
Mengatasi gejala penyakit.
2)
Mengurangi progresivitas penyakit.
3)
Meningkatkan keadaan fisik dan psikis pasien.
4)
Mengurangi resiko morbiditas dan mortalitas.
20
C.
Penatalaksanaan Terapi
1.
Rheumatoid Arthritis
a.
Terapi Nonfarmakologis
1)
Istirahat yang cukup dapat meringankan stress pada sendi yang mengalami
inflamasi dan mencegah kerusakan sendi lebih lanjut. Istirahat juga membantu
mengurangi rasa nyeri.
2)
Terapi fisik dapat memberi pasien ketrampilan dan latihan yang diperlukan
untuk meningkatkan atau memelihara mobilitas.
3)
Aplikasi dingin/panas membantu menjaga dan mengembalikan rentang
gerakan sendi dan mengurangi rasa sakit dan kejang otot. Handuk hangat,
kantung panas (hot packs), atau mandi air hangat dapat mengurangi kekakuan
dan rasa sakit. Kadang kantung es (cold packs) dibungkus handuk dapat
menghilangkan rasa sakit atau mengebalkan bagian yang ngilu.
4)
Edukasi pasien tentang penyakit serta keuntungan dan kerugian dari terapinya.
b.
Terapi Farmakologis
1)
Sulfasalazine (Sulcolon®)
a)
Mekanisme aksi : merupakan prodrug yang dipecah oleh bakteri kolon
menjadi sulfapyridine dan 5-aminosalicylic acid. Sulfapyridine dipercaya
bertanggung jawab untuk agen antirematik, meskipun mekanisme aksinya
belum diketahui.
b)
Dosis
: Loading dose :500 mg 1x sehari selama 1 minggu pertama
c)
Dosis maintenance: 500 mg 2x sehari
d)
Durasi
: 3 bulan
e)
Kontraindikasi
: hipersensitif terhadap sulfonamida dan salisilat, kerusakan
saluran urinari atau intestinal.
f)
Interaksi
:-
21
g)
Efek samping
: efek GI (anoreksia, nausea, muntah, diare), dermatologi
(rash, urticaria).
h)
Analisis biaya
i)
Alasan pemilihan :
1.
: 500mg x 10 x 10 = Rp. 495.000
Sulfasalazin merupakan pilihan pertama pada RA yang progresif hebat,
berhubung lebih jarang menimbulkan efek samping pada penggunaan jangka
panjang.
2.
Silfasalazin juga mempunyai indikasi untuk mengobati PUD.
2)
Celecoxib (Celebrex®)
a)
Mekanisme aksi : menghambat enzim siklooksigenase yang bertanggung
jawab mengubah asam arakidonat menjadi prostagandin.
b)
Dosis
: 200 mg
c)
Frekuensi
: 1x jika terasa nyeri.
d)
Durasi
: sampai rasa nyeri sudah teratasi.
e)
Kontraindikasi
: reaksi alergi terhadap sulfonamid, aspirin, dan NSAID lain;
asma, urtikaria.
f)
Interaksi
:-
g)
Efek samping
: nyeri abdomen, diare, dispepsia, kembung,mual.
h)
Analisis biaya
: Rp. 2.519,-/kapsul
i)
Alasan pemilihan :
1.
Obat golongan NSAID tetap diberikan sebagai kombinasi dengan Sulfasalazin
untuk pengobatan RA, karena Sulfasalazin tidak bekerja sebagai analgetis.
2.
Celecoxib merupakan NSAID yang sifatnya selektif, sehingga relatif aman
untuk pasien PUD.
3.
Prednison dihentikan dengan cara tappering off secara perlahan-lahan. Hal ini
disebabkan karena disamping pasien sudah menunjukkan adverse effect akibat
penggunaan prednison (moon facies), penggunaan prednison juga merupakan
faktor resiko terjadinya osteoporosis.
22
2.
Osteoporosis
a.
Terapi Nonfarmakologis
1)
Menu yang seimbang dengan asupan kalsium dan vitamin D yang mencukupi.
2)
Membatasi konsumsi kopi, alkohol, natrium, cola, dan minuman lain yang
mengandung karbonat.
3)
Konsumsi
kopi
dapat
menyebabkan
peningkatan
ekskresi
kalsium,
peningkatan kecepatan bone loss, dan meningkatkan resiko fraktur.
4)
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat meningkatkan resiko karena nutrisi
yang rendah, rendahnya kalsium dan metabolisme vitamin D, dan
meningkatnya resiko jatuh.
5)
Konsumsi natrium dapat meningkatkan ekskresi kalsium. Konsumsi kalsium
yang rendah dan konsumsi natrium yang berlebihan dapat mengakibatkan
peningkatan resorpsi dan penurunan BMD.
6)
Konsumsi cola dapat menurunkan BMD dan meningkatkan resiko fraktur.
7)
Berhenti merokok.
8)
Aerobik latihan beban dan olahraga dapat mencegah hilangnya masa tulang
dan mengurangi jatuh dan fraktur.
b.
Terapi Farmakologis
1)
Ca dan vitamin D (Licokalk Plus®)
a)
Mekanisme aksi :
Kalsium merupakan salah satu mineral yang penting untuk tulang. Kalsium
digunakan untuk mengatasi defisiensi kalsium tulang dengan mengganti
kalsium tulang yang hilang. Vitamin D merupakan vitamin yang larut lemak
yang diperoleh dari sumber alami (minyak hati ikan) atau dari konversi
provitamin
(7-dehidrokolesterol
dan
ergosterol).
Pada
manusia,
7-
dehidrokolesterol dikonversi oleh sinar ultraviolet menjadi vitamin D3,
kemudian diubah menjadi bentuk aktif vitamin D (kalsitriol) oleh hati dan
ginjal.
23
Vitamin D dihidroksilasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi 25-hidroksivitamin D3 (25-[OH]-D3 atau kalsifediol). Kalsifediol dihidroksilasi terutama
di ginjal menjadi 1,25-dihidroksi-vitamin D3 (1,25-[OH]2-D3 atau kalsitriol)
dan 24,25-dihidroksikolekalsiferol (24,25-[OH]2-D3). Kalsitriol dipercaya
merupakan bentuk vitamin D3 yang paling aktif dalam menstimulasi transport
kalsium usus dan fosfat.
b)
Dosis
: dua kaplet (per kaplet mengandung Ca lactate 300 mg
vit D 160 iu).
c)
Frekuensi
: 3x sehari
d)
Durasi
: seumur hidup
e)
Kontraindikasi
:
1.
Kalsium
: hiperkalsemia dan fibrilasi ventrikuler
2.
Vitamin D
: hiperkalsemia, bukti adanya toksisitas vitamin D,
sindrom malabsorpsi, hipervitaminosis D, sensitivitas abnormal terhadap efek
vitamin D, penurunan fungsi ginjal.
f)
Interaksi
:-
g)
Efek samping
:
1.
Kalsium
: gangguan gastrointestinal ringan, bradikardia, aritmia.
2.
Vitamin D
: rasa lelah, sakit kepala, mual, muntah, mulut kering,
konstipasi, rasa logam.
h)
Analisis biaya
: Rp. 150,04/kaplet
i)
Alasan pemilihan
: pemberian kalsium dan vitamin D secara bersamaan
diperlukan untuk mendapatkan respon klinis terhadap terapi. Denganadanya
bentuk aktif vitamin D (kalsitriol), dapat menstimulasi transport kalsium.
24
3.
PUD
a.
1)
Terapi Nonfarmakologis
Mengurangi stress, merokok, dan penggunaan NSAID.
2)
Menghindari makanan dan minuman yang dapat menyebabkan dispepsia atau
yang dapat menyebabkan penyakit tukak (makanan pedas, kafein, dan
alkohol).
b.
Terapi Farmakologis
Pada kasus ini terapi farmakologis untuk PUD rasanya tidak perlu diberikan.
PUD bisa disebabkan oleh 2 hal, yaitu karena bakteri (H.pylori) dan akibat
penggunaan obat NSAID. Dalam kasus ini hasil kultur bakteri menunjukkan hasil
negatif, oleh karena itu PUD yang dialami pasien terjadi akibat pasien mengkonsumsi
Parasetamol dan juga dipacu oleh kebiasaan minum 2 gelas kopi tiap pagi. Solusi
untuk PUD akibat penggunaan NSAID adalah dengan menghentikan konsumsi
NSAID tersebut. Namun apabila penggunaan NSAID masih diperlukan (dalam kasus
ini NSAID masih diperlukan untuk kombinasi terapi RA) maka dipilihkan NSAID
yang sifatnya selektif seperti Celecoxib. Maka diharapkan dengan penggantian
NSAID yang sifatnya selektif serta dengan mengurangi konsumsi kopi, PUD yang
dialami pasien bisa tertangani.
D.
Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
1.
Penggunaan obat :
a.
Sulfasalazine (Sulcolon®) diminum sesudah makan untuk meminimalkan
gejala GI yang mungkin timbul.
b.
Celecoxib (Celebrex®) dapat diminum sebelum atau sesudah makan.
c.
Ca dan vitamin D (Licokalk Plus®) diminum setelah makan.
d.
Parasetamol dihentikan karena sudah diganti dengan celecoxib (Celebrex®).
e.
Calsium carbonat chewable dihentikan karena sudah diganti dengan Licokalk
Plus®.
25
f.
Prednison dihentikan secara perlahan-lahan (tapering dose).
2.
Obat disimpan pada tempat yang kering, terhindar dari kontak sinar matahari
langsung, dan pada suhu ruangan.
3.
Diet :
a.
Menu yang seimbang dengan asupan kalsium dan vitamin D yang mencukupi,
seperti susu, kedelai, bayam, brokoli, tuna.
b.
Membatasi konsumsi minuman yang dapat menurunkan densitas tulang,
seperti kopi, alkohol, natrium, cola, dan minuman lain yang mengandung
karbonat.
c.
Menghindari makanan dan minuman yang dapat menyebabkan dispepsia atau
yang dapat menyebabkan penyakit tukak (makanan pedas, kafein, dan
alkohol).
d.
Meningkatkan asupan cairan dengan memperbanyak minum air putih.
4.
Istirahat yang cukup.
5.
Aerobik latihan beban dan olahraga dapat mencegah hilangnya masa tulang
dan mengurangi jatuh dan fraktur.
6.
Mengurangi stress, merokok, dan penggunaan NSAID.
7.
Dianjurkan kepada pasien dan keluarga pasien untuk selalu berhati-hati dan
jangan sampai terjatuh.
8.
Diminta untuk selalu menjaga berat badan.
9.
Edukasi pasien tentang penyakit dan pengobatan untuk meningkatkan
compliance pasien.
26
V. Kesimpulan
Pada kasus, pasien mengalami rheumatoid arthritis, osteoporosis, dan PUD
serta mempunyai riwayat keluarga bahwa ibunya menderita kanker payudara. Terapi
yang direkomendasikan pada pasien meliputi :
a.
Rheumatoid arthritis
1.
Nonfarmakologis : istirahat, terapi fisik, aplikasi dingin/panas, edukasi pasien.
2.
Farmakologis : Sulcolon®, Celebrex®
b.
Osteoporosis
1.
Nonfarmakologis : diet, berhenti merokok, olahraga.
2.
Farmakologis : Licokalk Plus®
c.
PUD
Nonfarmakologis : mengurangi stress, merokok, dan penghentian NSAID, dan
diet.
27
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 20091, Recommendations For the Diagnosis and Management of Early
Rheumatoid Arthritis, The Royal Australian College of General Practitioners.
Anonim, 20092, Rheumatoid Arthritis,
http://www.mayoclinic.com/health/rheumatoidarthritis/DS00020/DSECTION=treatments-and-drugs, 14 Oktober 2011.
Anonim. 2008. Rheumatoid Arthritis.http://www.totalkesehatananda.com
Darmawan J, Muirden KD, Valkenburg, Wigley RD. The epidemiology of
rheumatoid arthritis in Indonesia. Rheumatology. 1993;32(7):537-40.
Diakses tanggal 4 Oktober 2011
Rizasyah, D. 1997. Diagnosis dan Penatalaksanaan Arthritis Rheumatoid. Staf Sub
Bagian Reumatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Schuna, A. A., in Rheumatoid Arthritis, Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C.
Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., (Eds), 2008, Pharmacotherapy A
Pathophysiologic Approach, seventh Edition, 1505-1515, McGraw Hill,
Medical Publishing Division, New York.
Shiel Jr, W. C., 2011, Rheumatoid Arthritis,
http://www.emedicinehealth.com/rheumatoid_arthritis/article_em.htm, 10
Oktober 2011.
Temprano, K, 2011, Rheumatoid Arthritis,
http://emedicine.medscape.com/article/331715-overview#aw2aab6b2b6aa, 10
Oktober 2011.
Widowati, U. 2010. Bukan Nyeri Biasa. Koran Tempo 1 November 2010.
28
Download