Ivani 1210019 Cara Kerja dan Dosis dari Obat

advertisement
Ivani │1210019
Cara Kerja dan Dosis dari Obat-Obat Rheumatoid Arthritis
Ada dua kelas obat yang digunakan untuk mengobati RA, yaitu obat fast acting (lini pertama) dan obat
slow acting (lini kedua). Obat-obat fast acting digunakan untuk mengurangi nyeri dan peradangan,
seperti aspirin dan kortikosteroid sedangkan obat-obat slow acting adalah obat antirematik yang dapat
memodifikasi penyakit (DMARDs), seperti emas, metotreksat, dan hidroksiklorokuin yang digunakan
untuk remisi penyakit dan mencegah kerusakan sendi progresif, tetapi tidak memberikan efek
antiinflamasi.

DMARDs
Pengobatan dengan DMARDs sebaiknya dimulai selama 3 bulan pertama sejak diagnosis RA
ditegakkan. Kombinasi dengan NSAID dan/atau kortikosteroid dapat diberikan untuk
mengurangi gejala. Pengobatan dengan DMARDs sejak dini dapat mengurangi mortalitas.
DMARDs yang paling sering digunakan adalah metotreksat, hidroksiklorokuin, sulfasalazin, dan
leflunomid.
Metotreksat lebih banyak dipilih karena menghasilkan outcome yang lebih baik jika
dibandingkan dengan agen lain. Metotreksat juga lebih ekonomis jika dibandingkan dengan
agen biologik.Obat lain yang efikasinya mirip dengan metotreksat adalah leflunomid.

Methotrexate
Cara kerja dalam mengurangi inflamasi belum diketahui, namun MTX mengurangi gejala-gejala
inflamasi seperti nyeri, bengkak, dan kaku.
10-25 mg/minggu p.o.

Sulfasalazine
Memberikan efek yang mirip dengan NSAIDs.
Initial dose: 500 mg, 2 x 1
Maintenance dose : 1000-1500 mg, 2 x 1

Leflunomide
Obat ini ikut bekerja dengan sel-sel dari sistem imun dan mengurangi inflamasi. Obat ini
mengurangi gejala dan bahkan dapat memperlambat perkembangan rheumatoid arthritis.
10-20 mg/hari p.o.

Gold salts (aurothiomalate, auranofin)
Obat ini mengandung sedikit unsur emas. Mekanisme kerja obat ini belum diketahui, diduga
partikel emas menginfiltrasi sel-sel imun dan turut campur dalam kerja sel-sel tersebut sehingga
mengurangi reaksi inflamasi.
3 mg, 2 x sehari atau 6 mg, sekali sehari

D-penicillamine
Obat ini mengurangi unsur-unsur logam dalam darah dan sel sehingga menekan aktivitas sel-sel
dari system imun yang menyebabkan Rheumatoid Arthritis.
125-750 mg/hari.

Hydroxychloroquine
Pertama kali digunakan sebagai obat untuk malaria. Bekerja dengan menginhibisi sel-sel
tertentu yang dibutuhkan oleh sistem imun yang mengakibatkan RA.
200-400 mg/hari p.o.

Azathioprine
Obat ini menghentikan produksi sel yang merupakan bagian dari respon imun terkait dengan
rheumatoid arthritis. Sayangnya, juga menghentikan produksi beberapa jenis sel lainnya,
dengan demikian dapat memiliki efek samping yang serius. Obat ini menekan seluruh sistem
kekebalan tubuh dan dengan demikian membuat pasien rentan terhadap infeksi dan masalah
lain. Obat ini hanya digunakan dalam kasus rheumatoid arthritis parah yang belum membaik
setelah diberikan DMARDs lain.
Initial dose : 3 - 5 mg/kg p.o. atau IV sekali sehari
Maintenance dose : 1 - 3 mg/kg p.o. atau IV sekali sehari

Cyclosporine
Obat ini dikembangkan untuk digunakan pada orang yang mengalami transplantasi organ atau
transplantasi sumsum tulang. Orang-orang yang akan menjalani transplantasi harus ditekan
kekebalan tubuhnya untuk mencegah penolakan transplantasi. Cyclosporine menghambat kerja
sel imun yang berperan penting dan berinteferensi dengan respon imun dalam beberapa cara
lain.
IV: 2 - 4 mg/kg/hari infus IV sekali sehari , selama 4-6 jam atau
1- 2 mg/kg infus IV dua kali sehari , selama 4-6 jam atau
2 - 4 mg/kg/hari selama 24 jam terus-menerus
Capsules: 8 - 12 mg/kg/hari p.o. dibagi dalam 2 dosis
Solution: 8 - 12 mg/kg p.o. sekali sehari

Glucocorticoids
Kortikosteroid berguna untuk mengontrol gejala sebelum efek terapi DMARDs muncul. Dosis
rendah secara terus-menerus dapat diberikan sebagai tambahan ketika pengobatan dengan
DMARDs tidak dapat mengontrol penyakit. Kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan sebagai
monoterapi, dan penggunaannya secara kronis sebaiknya dihindari.
Diberikan dosis rendah yang rutin (5-10 mg/hari)
 Prednisone (Deltasone, Meticorten, Orasone)
 Prednisolone (Medrol)
 Betamethasone (Celestone)

NSAIDs
Drug
Aspirin
Celecoxib
Diclofenac
Dosage
Dosing Schedule
2.6-5.2 g
4 kali / hari
200-400 mg 1-2 kali / hari
150-200 mg 3-4 kali / hari
Extended Release : 2 kali / hari
Diflusinal
0.5-1.5 g
2 kali / hari
Etodolac
0.2-1.2 g
2-4 kali / hari
Fenoprofen
0.9-3.0 g
4 kali / hari
Flurbiprofen
200-300 mg 2-4 kali / hari
Ibuprofen
1.2-3.2 g
3-4 kali / hari
Indometasin
50-200 mg 2-4 kali / hari
Extended Release : 1 kali / hari
Meclofenamate 200-400 mg 3-4 kali / hari
Meloxicam
7.5-15 mg
1 kali / hari
Nabumetone
1-2 g
1-2 kali / hari
Naproxen
0.5-1 g
2 kali / hari
Piroxicam
10-20 mg
1 kali / hari
Sulindac
300-400 mg 2 kali / hari
Tolmetin
0.6-1.8 g
2-4 kali / hari
NSAID juga dapat diberikan untuk mengurangi pembengkakan dan nyeri pada RA. NSAID tidak
memperlambat terjadinya kerusakan sendi, sehingga tidak dapat diberikan sebagai terapi
tunggal untuk mengobati RA. Seperti kortikosteroid, NSAID digunakan sebagai terapi penunjang
DMARDs.

Biologic DMARDs
Agen biologik yang mempunyai efek DMARDs juga dapat diberikan pada pasien yang gagal
dengan terapi DMARDs. Agen ini dirancang untuk memblokir aksi zat alami yang diproduksi oleh
sistem kekebalan tubuh, seperti faktor TNF, atau IL-1. Zat-zat yang terlibat dalam RA adalah
reaksi kekebalan tubuh abnormal sehinggga perlu dihambat untuk memperlambat reaksi
autoimun sehingga dapat meringankan gejala dan memperbaiki kondisi secara keseluruhan.
Agen biologik yang biasa digunakan adalah obat-obat anti-TNF (etanercept, infliximab,
adalimumab), antagonis reseptor IL-1 (anakinra), modulator kostimulasi (abatacept dan
rituximab) yang dapat mendeplesi sel B peripheral. Kombinasi dua atau lebih DMARDs juga
diketahui lebih efektif jika dibandingkan dengan terapi tunggal.

Anti TNF agent
Etanercept (Enbrel): Obat ini mengurangi gejala infalamasi dan menekan respon imun.
Diberikan dengan cara injeksi subkutan 50 mg setiap minggu atau 25 mg dua kali per
minggu.
Infliximab (Remicade): Sering digunakan secara kombinasi dengan methotrexate pada
pasien yang kurang memberikan efek pada pemberian methotrexate saja. Infliximab
diberikan dengan dosis 3 mg/kg IV pada minggu ke-0, 2, 6, lalu dilanjutkan setiap 8
minggu. Dosis dapat ditingkatkan sampai 10 mg/kg setiap 4 minggu.
Adalimumab (Humira): Obat ini mengurangi inflamasi dan
memperlambat/menghentikan kerusakan sendi menjadi lebih buruk pada RA yang
cukup parah. Diberikan dengan dosis 40 mg SC setiap minggu.

Anakinra
Berkerja memblok IL-1 yang merupakan salah satu mediator inflamasi pada
Rheumatoid Arthritis. Anankira biasanya digunakan pada pasien yang kondisinya tidak
membaik setelah diberikan DMARDs. Obat ini diberikan dengan cara injeksi subkutan
setiap hari dengan dosis 100 mg.

Abatacept
Bekerja menginhibisi limfosit-T yang berkontribusi dalam inflamasi dan rasa nyeri pada
kasus RA. Obat ini diberikan pada pasien yang tidak memberikan respon pada DMARDs
atau TNF blocker. Diberikan dengan cara infus intravena. Abatacept dapat meningkatkan
resiko infeksi.
Pemberian obat dibagi berdasarkan berat badan:
< 60 kg : 500 mg
60-100 kg : 750 mg
> 100 kg : 1000 mg
Secara IV pada minggu 0, 2, dan 4, setelah itu tiap 4 minggu

Rituximab
Diberikan dengan infuse intravena selama 4-5 jam, 2 kali setiap 2 minggu, selama 10
bulan dengan dosis 1000 mg. Bekerja mengurangi jumlah sel-B. Beresiko infeksi.

Tocilizumab
Bekerja memblok IL-6 yang mengaktivasi system imun pada Rheumatoid Arthritis.
Diberikan secara intravena sebulan sekali. Tes darah rutin diperlukan untuk memonitor
efek samping pada sel-sel darah, fungsi hati, dan cholesterol levels. Tocilizumab
diberikan dengan dosis 4 mg/kg.
Sumber :
 J. E. Pope, J. J. Anderson, and D. T. Felson, “A meta-analysis of the effects of nonsteroidal antiinflammatory drugs on blood pressure,” Archives of Internal Medicine, vol. 153, no. 4, pp. 477–
484, 1993.
 Harrison’s: Principle of Internal Medicine, 18th edition.
 New Zealand Medicines and Medical Devices Safety Authority : http://www.medsafe.govt.nz
/profs/PUarticles/dmards.htm
 http://www.mims.co.uk/
 Schuna, A. A., in Rheumatoid Arthritis, Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C. Matzke, G.R., Wells,
B.G., Posey, L.M., (Eds), 2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, seventh Edition,
1505-1515, McGraw Hill, Medical Publishing Division, New York.
 Shiel Jr, W. C., 2011, Rheumatoid Arthritis,
http://www.emedicinehealth.com/rheumatoid_arthritis/article_em.htm
Download