Justifikasi Perancis terkait Intervensi NATO ke Libya Disususn untuk memenuhi mata kuliah Politik Internasional Disusun Oleh: Ilham Halim 08/270402/SP/23087 Annabella Agronesia 09/280371/SP/23190 Sandy Digdaya 09/280766/SP/23253 RR. Wheksy Putri Ayu Wardani 09/282007/ SP/23366 Michael Yuli Arianto 09/282752/SP/23564 Afifah Raadinda Kiswaya 09/288933/SP/23801 Natalia Imas Kristi Nugraheny 10/299762/SP/24210 Swastaji Agung Rahmadi 10/297024/SP/23914 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki bulan Februari tahun 2011 rakyat Libya mulai melakukan protes terhadap pemerintahan Khadafi dalam rangka menuntut terciptanya demokrasi dalam pemerintahan dan menentang otoritarianisme rezim Muamar Khadafi.Perlawanan yang dilakukan oleh rakyat Libya kepada rezim Muamar Khadafi juga dipicu oleh rangkaian revolusi yang terjadi di kawasan Timur-tengah, atau lebih dikenal sebagai Revolusi Melati yang telahberhasil menumbangkan para pemimpin negara-negara Timur-tengah yang telah lama berkuasa, diawali di Tunisia dengan mundurnya Ben Ali dan dilanjutkan dengan Revolusi Mesir yang berhasil menurunkan Hosni Mubarak memberikan semangat kepada rakyat Libya untuk memanfaatkan momentum yang ada untuk melawan tirani yang diberlakukan Khadafi terhadap rakyat Libya. Namun berbeda dengan apa yang terjadi di Mesir dan Tunisia, Khadafi secara aktif merespon tekanan dari publik Libya dengan serangan militer kepada pihak oposisi dan menggalang dukungan dari para pengikut setianya untuk mempertahankan kedudukannya sebagai penguasa Libya. Respon Khadafi ini kemudian menuai kecaman dari masyarakat internasional karena telah menyebabkan timbulnya korban jiwa dari pihak sipil.Salah satu negara yang aktif mengecam tindakan ini adalah Perancis. Namun kemudian muncul beberapa pertanyaan seputar intervensi militer negaranegara Barat dalam perang saudara di Libya, seperti diantaranya mengenai faktor-faktor yang mendorong Perancis untuk memimpin dan mobilisasi negara-negara Barat dalam menentang rezim Kolonel Muammar Gaddafi dan membantu kaum oposisi. Tindakan Perancis yang secara keras mengecam aksi yang dilakukan oleh Khadafi menimbulkan pertanyaan tersendiri mengingat pada peristiwa sebelumnya seperti yang terjadi dalam rangka perang melawan terorisme yang dipimpin oleh Amerika Serikat di Irak dan Afganistan, Perancis menghindari keterlibatan militernya dalam intervensi.Situasi ini menimbulkan pertanyaan, mengapa Perancis bersikap aktif dalam intervensi di tengah-tengah revolusi Libya. 2 B. Rumusan Masalah Mengapa Perancis memutuskan untuk berpartisipasi aktif dalam intervensi negaranegara Barat terhadap perang saudara di Libya? C. Kerangka Konseptual Humanitarian Intervention Dalam paper ini, untuk menjawab pertanyaan diatas penulis akan mengunakan konsep mengenai Humanitarian Intervention dalam menganalisa faktor-faktor yang mendorong keterlibatan Perancis dalam intervensi terhadap perang saudara di Libya. Disini penulis berasumsi bahwa Perancis dalam fungsinya sebagai bagian dari NATO berusaha mengakkan prinsip-prinsip kemanusiaan di Libya dengan keikutsertaannya dalam intervensi kemanusiaan ini. Menurut Brian Lepard, Humanitarian Intervention adalah penggunaan militer untuk melindungi korban dari kejahatan kemanusiaan.1 Intervensi ini boleh dilakukan apabila ada pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara kepada rakyatnya, dimana rakyat dari negara tersebut tidak memiliki kekuatan untuk melawan, seperti yang saat itu terjadi di Libya dalam konflik antara militer dan loyalist Khadafi dengan para pemberontak dari kaum oposisi, dimana terjadi ketimpangan kekuatan yang besar serta aksi semena-mena Khadafi terhadap kaum oposisi menjadi pertimbangan Perancis untuk turut melakukan intervensi kemanusiaan bersama negara-negara NATO lainnya. Sehingga meskipun kondisi dalam negeri telah menempatkan Perancis dalam suatu dilemma, di dalam negeri Perancis, dimana ekonomi Perancis turut terpuruk akibat adanya krisis ekonomi global, kondisi politiknya pun walaupun tidak sampai menimbulkan krisis keamanan, tetap tidak bisa dikatakan stabil, dan popularitas Sarkozy pun sedang terpuruk dan tertimpa beberapa skandal politik, namun Perancis tetap memprioritaskan untuk mengirim pasukan ke luar negeri, namun disis lain, walaupun disisi lain Perancis tentu memiliki kepentingan lain terkait dengan krisis yang menimpa Libya. 1 V. J. Barnett, ‘The Dilemmas of Humanitarian Intervention’, Religion-Online (online), 6 September 2003, <http://www.religion-online.org/showarticle.asp?title=2903>, 13 April 2012. 3 D. Argumentasi Utama Berbeda dengan Irak dan Afganistan yang merupakan bagian dari aksi unilateral Amerika Serikat dalam mengembangkan dan menjaga hegemoninya di kawasan Timurtengah, dalam perang saudara yang terjadi di Libya, Perancis dapat menemukan alasan yang lebih kuat untuk mengikut sertakan pasukannya.Libya menjadi isu yang lebih penting bagi Perancis karena dalam konflik dan krisis politik yang terjadi di Libya, telah ditemukan bukti nyata mengenai pelanggaran nilai-nilai kemanusiaan dan Hukum Humaniter Internasional, sehingga menjadi landasan yang kuat dan justifikasi yang pasti untuk mendorong keikutsertaaan Perancis secara aktif dalam intervensi kemanusiaan di Libya. 4 BAB II SUBSTANSI A. Sejarah Konflik Libya Konflik yang terjadi di Libya antara rakyat sipil dan pemerintah, serta akhirnya melibatkan NATO dipicu oleh demonstrasi yang dilakukan pada pertengahan bulan Februari 2011. Ketika itu, pada tanggal 11 Februari 20112, sekelompok rakyat Libya mengambil alih jalan-jalan secara damai, menuntut turunnya rezim Moamar Khadafi yang telah berkuasa selama lebih dari 40 tahun.Demonstrasi ini dipicu oleh adanya revolusi di Mesir, seperti yang dilaporkan CNN, “Three days after the fall of Egyptian President Hosni Mubarak, calls go out on Facebook for peaceful demonstrations in Libya against leader Moammar Gadhafi”3. Pada awalnya, rakyat Libya melakukan demonstrasi secara damai, namun situasi berubah memanas ketika Moammar Khadafi menggunakan cara-cara kekerasan untuk mengatasi para demonstran. Beberapa cara kekerasan tersebut antara lain adalah menggunakan penembak jitu untuk menembaki para demonstran di Benghazi dan kota-kota bagian timur Libya. Dalam peristiwa pada tanggal 17 Februari 2012, terdapat 14 demonstran yang meninggal dunia. Selain itu Khadafi juga menyewa tentara bayaran dari negara-negara sub-sahara untuk mengatasi para demonstran karena menganggap tentaranya tidak lagi loyal pada dirinya.Keterlibatan tentara bayaran yang membunuh rakyat Libya secara membabi buta inilah yang kemudian meningkatkan jumlah korban kerusuhan di Libya, dan situasi ini mulai menarik perhatian dunia internasional.Tindakan kekerasan yang dilakukan Khadafi lambat laun memancing kemarahan rakyat sipil Libya.Demonstrasi damai untuk menekan pihak pemerintah kemudian mulai berubah menjadi gerakan perlawanan yang terstruktur.Oposisi kemudian membentuk kelompok-kelompok pemberontak.Para kelompok pemberontak ini 2 J. Ross, ‘The Libyan Conflict: Peaceful Demonstrations to Armed Struggle’,Canadian Dimension (online), 29 Maret 2011, http://canadiandimension.com/articles/3840/, diakses 5 April 2012. 3 CNN Wire Staff, ‘A Timeline of the Conflict in Libya’,CNN World (online), 21 Agustus 2011,http://articles.cnn.com/2011-08-21/world/libya.timeline_1_quryna-benghazi-moammargadhafi?_s=PM:WORLD, diakses 5 April 2012. 5 melakukan perlawanan-perlawanan bersenjata.Namun jumlah senjata dan pasukan pemberontak sangat terbatas dan tidak mampu menandingi kekuatan militer Libya. Beberapa kota di Libya seperti Zawiya dan Benghazi menjadi markas pemberontak di mana mereka melancarkan perlawanan-perlawanan kecil yang tidak terorganisir. Di sisi lain, pasukan Khadafi terus berusaha merebut kembali kota-kota yang telah dikuasai para pemberontak. Mereka menggunakan peralatan militer yang lebih lengkap seperti tank, helikopter, dan peralatan lainnya demi tujuan tersebut.Hal ini menyebabkan perang sipil di Libya tidak terelakkan, dan jumlah korban sipil terus meningkat.Menurut laporan PBB, lebih dari 1000 orang meninggal dunia dalam konflik di Libya pada periode minggu ketiga4. Terkait situasi tersebut, PBB mengeluarkan resolusi 1973 yang menyatakan otorisasi aksi untuk melindungi penduduk sipil Libya dari Moammar Khadafi.Menanggapi resolusi PBB, NATO mulai melancarkan aksi militer sejak bulan Maret 2011 dengan melakukan embargo militer, menerapkan zona larangan terbang, dan melindungi penduduk sipil dari serangan militer Libya5.Hingga aksi gabungan NATO dan kelompok pemberontak Libya berhasil menewaskan Khadafi pada tanggal 20 Oktober 20116. C. Masuknya Prancis Dalam Krisis Libya Perancis memegang peranan yang signifikan dalam intervensi NATO di Libya, namun Perancis sendiri rupanya telah lama berusaha melakukan intervensi terhadap krisis yang terjadi di Libya sebelum memutuskan untuk melakukan intervensi militer bersama negaranegara NATO.Upaya diplomatik Prancis dilakukan melalui beberapa cara. Setidaknya ada tiga jalur yang dapat diidentifikasi yakni melalui usaha unilateral, melalui PBB, melalui Uni Eropa (UE) dan melalui NATO. Secara unilateral Prancis melakukan beberapa tekanan terhadap pemertintah Libya. Salah satunya adalah dengan cara memberikan pengakuan kepada 4 BBC, ‘Libya: Gaddafi Tanks and Planes Attack Rebel Towns’,BBC (online), 8 Maret 2011,<http://www.bbc.co.uk/news/world-africa-12673956>, diakses 7 April 2012. 5 NATO,‘NATO and Libya’,NATO (online), <http://www.nato.int/cps/en/natolive/topics_71652.htm>, diakses 7 April 2012. 6 BBC, ‘Muammar Gaddafi: How He Died’, BBC (online), 31 Oktober 2011, <http://www.bbc.co.uk/news/worldafrica-15390980>, diakses 7 April 2012. 6 rezim koalisi transnasional (TNC) bahkan sebelum rezim Khadafi mundur. Hal ini terjadi pada saat pertemuan anggota TNC dan Sarkozy di Paris pada 11 Maret 20117.Salah satu tujuan tindakan ini adalah melemahkan posisi Khadafi di dunia internasional.Pengakuan Pemerintah Perancis terhadap pihak oposisi ini secara langsung telah menempatkan posisi TNC dalam tempat yang lebih tinggi, karena dengan pengakuan ini TNC telah mendapatkan kedaulatan dan legitimasi sebagai pihak yang diakui dalam Perang Saudara Libya. Sejak awal konflik, Prancis melalui Sarkozy terlihat sangat kuat untuk mendukung serangan udara terkoordinasi terhadap target militer Khadafi.Hal ini terlihat pada pertemuan tingkat tinggi Uni Eropa untuk membahas Libya8.Dalam pertemuan ini Sarkozy melakukan beberapa pertemuan bilateral dengan anggota Uni Eropa khususnya David Cameron dari Inggris dan Angela Merkel dari Jerman.Melalui upaya bilateral ini Prancis memaksa Uni Eropa menjatuhkan sanksi ekonomi atas Libya dan seruan penghentian kekerasan.Namun, yang paling penting yakni petemuan ini memberikan posisi Prancis yang tegas untuk menentang Khadafi.Melalui pertemuan ini pula Prancis mulai membangun justifikasi bagi operasi militer selanjutnya.Justifikasi yang dibangun Prancis adalah perlindungan terhadap warga sipil Libya9.Justifikasi ini digunakan Prancis sebagai argumen utama dalam upaya diplomatik Sarkozy selanjutnya kepada NATO dan PBB. Kesungguhan Perancis untuk melakukan invasi ke Libya juga dibuktikan dengan dikeluarkannya dana sebesar kurang lebih U$D 413 juta untuk membiayai kampanye militernya di Libya. Upaya diplomatik Sarkozy di UE juga merupakan landasan yang memudahkan Sarkozy bagi upaya diplomatik selanjutnya kepada PBB dan NATO.Diplomasi yang dilakukan Sarkozy dalam NATO umumnya dilakukan secara bilateral kepada anggota NATO tertentu seperti Inggris dan Amerika Serikat.Hal ini karena tidak semua anggota NATO mendukung upaya Sarkozy seperti Turki10.Upaya diplomatik Sarkozy yang berhasil salah 7 R. Marquand, ‘How a philosopher swayed France's response on Libya’,The Christian Science Monitor (online),28 Maret 2011, <http://www.csmonitor.com/World/Europe/2011/0328/How-a-philosopher-swayed-France-sresponse-onLibya?utm_source=feedburner&utm_medium=feed&utm_campaign=Feed%3A+feeds%2Fworld+%28Christian+ Science+Monitor+>, diakses 3 April 2012. 8 J. Ward, ‘Sarkozy's Libya Move 'Shows Testosterone Level, Not Logic',Spiegel Online International (online), 11 Maret 2011, <http://www.spiegel.de/international/europe/0,1518,750344,00.html>, diakses 3 April 2012. 9 Ibid. 10 AFP. ‘Turkey opposes NATO Libya intervention’, Herald Sun, 14 Maret 2011. 7 satunya adalah dukungan David Cameron untuk menciptakan zona larangan terbang di Libya sebagai strategi mencegah serangan udara oleh tentara pemerintah Khadafi.Hal ini juga dapat dilihat sebagai upaya melemahkan opsi militer Khadafi dalam melawan oposisi. Upaya diplomatik ini mendukung upaya yang sama pada jalur Dewan Keamanan PBB dan berhasil. PBB mengeluarkan zona larangan terbang berdasarkan Resolusi DK PBB 197311. Resolusi DK PBB 1973 dan konsensus Paris menjadi starting point bagi Perancis untuk melakukan invasi militer ke Libya. Pertemuan di Paris dilaksanakan dan dihadiri oleh perwakilan kepala negara Barat dan Arab, untuk membicarakan implementasi resolusi PBB 1973, yang membolehkan negara-negara tersebut melakukan “langkah-langkah yang diperlukan” untuk melindungi warga sipil dari militer yang loyal terhadap Khaddafi.12Beberapa jam pasca berakhirnya pertemuan Paris yang membahas invasi militer bagi Libya, Perancis melancarkan serangan udara dan laut untuk menduduki Libya.13Sebuah pesawat Perancis melepaskan tembakan pertama terhadap sasaran pasukan pemerinatah Libya dan menghancurkan sejumlah kendaraan militer.14Sekitar 20 pesawat perancis membom pasukan loyalis Khaddafi.15Melalui NATO Sarkozy berhasil mengeluarkan operasi serangan udara terkoordinasi dan embargo senjata atas nama NATO kepada rezim Khadafi. Perancis dan Inggris menjadi pionir, diikuti oleh AS dan Kanada.Serangan ini juga disertai sejumlah negara anggota NATO lainnya seperti Belgia, Denmark, Belanda, Norwegia, dan Spanyol. C. Motivasi Perancis Dalam Intervensi Militer di Libya Pada setiap invasi dan penggunaan militer dalam berhubungan dengan negara lain, maka setiap negara memerlukan sebuah justifikasi yang kuat agar mendapatkan persetujuan 11 Security Council of United Nations,‘Security Council Approves ‘No-Fly Zone’ over Libya, Authorizing ‘All Necessary Measures’ to Protect Civilians, by Vote of 10 in Favour with 5 Abstentions , 17 Maret 2011,United Nations,<http://www.un.org/News/Press/docs/2011/sc10200.doc.htm>, diakses 3 April 2012. 12 BBC News Afrika. ‘Libya: US, UK and France attack Khaddafi forces’, BBC (online),20 Maret 2011. <http://www.bbc.co.uk/news/world-africa-12796972>, diakses 5 April 2012 13 Iran Indonesia Radio, ‘Invasi Barat, Banjir Darah di Libya’, 20 Maret 2011, <http://indonesian.irib.ir/fokus//asset_publisher/v5Xe/content/9f405bc6-6db1-491c-ba05-9d610a94ab95>, diakses 4 April 2012. 14 BBC, Op.cit. 15 BBC, Op.cit. 8 secara internasional. Begitu pula dengan invasi Prancis ke Libya, dimana Prancis mengutarakan adanya misi kemanusiaan atau Humanitarian Intervention.Terdapat beberapa alasan utama dalam Humanitarian Intervention tersebut. Yang pertama adalah, pertama upaya pemusnahan senjata kimia yang digunakan oleh Libya.Dugaan kepemilikan senjata kimia oleh Amerika Serikat dan sekutunya termasuk Prancis telah diungkapkan sebelum invasi ini berlangsung. Menurut The Organization for the Prohibition of Chemical Weapons, mereka telah menemukan senjata kimia rahasia milik mantan rezim Khadafi berupa gas mustard yang mampu merusak kulit dan organ dalam manusia.16 Kedua adalah penghilangan penggunaan kekuatan udara terhadap warga sipil. Seperti yang kita ketahui bahwa Libya menggunakan serangan udara yang dimiliki oleh militernya tanpa pandang bulu,darimenghentikan serangan pemberontak hingga demonstrasi besarbesaran oleh kaum oposisi. Hal ini merupakan salah satu pelanggaran dalam hukum perang yang ada dimana tidak terjadi kesetaraan atau proporsionalitasan dalam penggunaan senjata.Penggunaan kekuatan ini salah satunya terjadi di Ras Lanuf pada 9 Maret 2011. Tentara angkatan udara Libya yang merupakan loyalis Khadafi memasuki kota dan meluncurkan roket pada beberapa bangunan dan menewaskan baik warga sipil maupun pemberontak.17 Ketiga, yaitu untuk menjamin rakyat Libya mendapatkan hak-haknya seperti hak hidup, kebebasan, berserikat dan bekerja.Jaminan terhadap HAM seluruh warga negara seharusnya menjadi tanggung jawab negara itu sendiri. Namun apabila pelanggaran justru dilakukan oleh suatu rezim pemerintahan yang otoriter maka negara lain mampu melakukan intervensi atas dasar humanitarian. Hal ini pula yang Prancis coba lakukan di Libya, dengan menggunakan alasan untuk menjaga HAM di Libya, Prancis mendapatkan legitimasi untuk melakukan suatu invasi. 16 JPNN, ‘Temukan Senjata Kimia Eks Rezim Khadafi’, JPNN (online), 23 Januari 2012, <http:/www.m.jpnn.com/news.php?id=114988>, diakses 1 April 2012. 17 Forumkami, ‘Pemerintah Libya Mulai Gunakan Serangan Udara’,Forumkami (online), 10 Maret 2011, <http://www.forumkami.net/berita/137416-pemerintah-libya-mulai-gunakan-serangan-udara.html>, diakses1 April 2012. 9 Sebelum invasi yang dilakukan oleh Prancis dan NATO terhadap Libya yang mengatasnamakan intervensi kemanusiaan ini, DK PBB telah mengeluarkan Resolusi 1970 yang meminta rezim despot Libya untuk menghormati hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional yang berlaku dengan tidak membunuh atau melakukan tindak kekerasan yang tidak berprikemanusiaan terhadap para demonstran yang kontra terhadap Khadafi di Libya, namun ternyata Resolusi 1970 ini tidak digubris oleh rezim Khadafi karena mereka menganggap bahwa resolusi tersebut cacat. Karena Resolusi 1970 ini tidak diindahkan dan bahkan Khadafi secara keras dan terang-terangan menyatakan tidak bersedia untuk mundur, maka akhirnya masyarakat internasional pun mengambil inisiatif untuk segera bertindak agar tindakan Khadafi dan rezimnya yang dianggap sangat merugikan, kejam, dan tidak menghormati HAM ini dapat dihentikan sebelum semakin berdampak fatal terhadap rakyat-rakyat Libya yang menentang Khadafi dan para loyalisnya. Karena kedua alasan bahwa Khadafi tidak mengindahkan Resolusi 1970 dan tetap keras enggan mundur dari kursi kepresidenannya lah kemudian dikeluarkan Resolusi 1973 pada 26 Februari 2011 lalu oleh DK PBB, yang salah satu isinya adalah kebijakan zona larangan terbang atau no fly zone bagi Khadafi dan militernya bahkan di wilayah teritorialnya sendiri. Resolusi ini bertujuan untuk membela dan melindungi penduduk sipil Libya dari serangan oleh pemerintahannya sendiri, dan secara tidak langsung mengkondisikan perlunya tindakan yang ditetapkan oleh negara-negara anggota NATO bahwa Libya memiliki “kebutuhan nyata” untuk di intervensi. Resolusi 1973 inilah yang melatarbelakangi Prancis, Inggris, AS dan NATO yang mengklaim bahwa invasi mereka ke Libya dengan tindakan agresi serangan bersenjata yang mengatasnamakan humanitarian intervention itu adalah legal karena disetujui oleh DK PBB melalui Resolusi 1973 walaupun tanpa penandatangan dari 2 anggota tetap DK PBB lainnya yaitu Rusia dan China.18 18 E. Heryadi, ‘Kedaulatan Libya Dalam Ancaman?’, Radar Tasikmalaya(online), 24 Maret 2011, <http://www.radartasikmalaya.com/index.php?option=com_content&view=article&id=11072:kedaulatanlibya-dalam-ancaman&catid=58:football&Itemid=302>, diakses 4 April 2012. 10 BAB III KESIMPULAN Dalam perang saudara yang terjadi di Libya, Perancis dapat menemukan alasan yang lebih kuat untuk mengikut sertakan pasukannya. Libya menjadi isu yang lebih penting bagi Perancis dibandingkan dengan kasus Irak dan Afganistan yang digagas oleh Amerika Serikat dalam rangka memerangi terorisme karena dalam konflik dan krisis politik yang terjadi di Libya telah ditemukan bukti nyata mengenai pelanggaran nilai-nilai kemanusiaan dan Hukum Humaniter Internasional, sehingga Perancis memutuskan untuk dapat terlibat secara aktif dalam intervensi kemanusiaan yang dilakukan terhadap Libya. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan Perancis untuk mengikut sertakan pasukannya di Libya diantaranya adanya indikasi kepemilikan dan penggunaan senjata kimia oleh Khadafipenghilangan penggunaan kekuatan udara terhadap warga sipil, dan dalam rangka menjamin rakyat Libya untuk tetap mendapatkan hak-haknya yang telah dilanggar oleh Khadafi. Aksi intervensi inipun tidak terjadi begitu saja, Perancis sebelumnya telah mempertimbangkan berbagai opsi yang ada untuk mendorong agar pemerintah Khadafi dapat mengakhiri konflik tanpa harus ada campur tangan dari negara lain dan NATO, namun karena opsi-opsi lain yang telah diusahakan tidak menuai hasil yang baik, sehingga aksi humanitarian intervention dengan kekuatan militer menjadi sah dan perlu untuk dilakukan. 11 Daftar Pustaka Daftar Pustaka Online AFP. ‘Turkey opposes NATO Libya intervention’, Herald Sun, 14 Maret 2011. Barnett, V. J., ‘The Dilemmas of Humanitarian Intervention’, Religion-Online (online), 6 September 2003, <http://www.religion-online.org/showarticle.asp?title=2903>, 13 April 2012. BBC, ‘Libya: Gaddafi Tanks and Planes Attack Rebel Towns’, BBC (online), 8 Maret 2011, <http://www.bbc.co.uk/news/world-africa-12673956>, diakses 7 April 2012. BBC, ‘Muammar Gaddafi: How He Died’, BBC (online), 31 Oktober 2011, <http://www.bbc.co.uk/news/world-africa-15390980>, diakses 7 April 2012. BBC News Afrika. ‘Libya: US, UK and France attack Khaddafi forces’, BBC (online), 20 Maret 2011. <http://www.bbc.co.uk/news/world-africa-12796972>, diakses 5 April 2012. CNN Wire Staff, ‘A Timeline of the Conflict in Libya’, CNN World (online), 21 Agustus 2011, http://articles.cnn.com/2011-08-21/world/libya.timeline_1_quryna-benghazimoammar-gadhafi?_s=PM:WORLD, diakses 5 April 2012. Forumkami, ‘Pemerintah Libya Mulai Gunakan Serangan Udara’, Forumkami (online), 10 Maret 2011, <http://www.forumkami.net/berita/137416-pemerintah-libya-mulaigunakan-serangan-udara.html>, diakses 1 April 2012. Heryadi, E., ‘Kedaulatan Libya Dalam Ancaman?’, Radar Tasikmalaya(online), 24 Maret 2011, <http://www.radartasikmalaya.com/index.php?option=com_content&view=article&i d=11072:kedaulatan-libya-dalam-ancaman&catid=58:football&Itemid=302>, diakses 4 April 2012. Iran Indonesia Radio, ‘Invasi Barat, Banjir Darah di Libya’, 20 Maret 2011, < http://indonesian.irib.ir/fokus/-/asset_publisher/v5Xe/content/9f405bc6-6db1-491cba05-9d610a94ab95>, diakses 4 April 2012. JPNN, ‘Temukan Senjata Kimia Eks Rezim Khadafi’, JPNN (online), 23 Januari 2012, <http:/www.m.jpnn.com/news.php?id=114988>, diakses 1 April 2012. 12 Marquand, R., ‘How a philosopher swayed France's response on Libya’, The Christian Science Monitor (online), 28 Maret 2011, <http://www.csmonitor.com/World/Europe/2011/0328/How-a-philosopher-swayedFrance-s-response-onLibya?utm_source=feedburner&utm_medium=feed&utm_campaign=Feed%3A+feed s%2Fworld+%28Christian+Science+Monitor+>, diakses 3 April 2012. NATO, ‘NATO and Libya’, NATO (online),<http://www.nato.int/cps/en/natolive/topics_71652.htm>, diakses 7 April 2012. Ross, J.,‘The Libyan Conflict: Peaceful Demonstrations to Armed Struggle’, Canadian Dimension (online), 29 Maret 2011, http://canadiandimension.com/articles/3840/, diakses 5 April 2012. Security Council of United Nations, ‘Security Council Approves ‘No-Fly Zone’ over Libya, Authorizing ‘All Necessary Measures’ to Protect Civilians, by Vote of 10 in Favour with 5 Abstentions,United Nations (online), 17 Maret 2011, <http://www.un.org/News/Press/docs/2011/sc10200.doc.htm>, diakses 3 April 2012. Ward, J., ‘Sarkozy's Libya Move 'Shows Testosterone Level, Not Logic', Spiegel Online International (online), 11 Maret 2011, <http://www.spiegel.de/international/europe/0,1518,750344,00.html>, diakses 3 April 2012. 13