BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persepsi 2.1.1. Definisi Persepsi Menurut Chaplin (2008) persepsi adalah proses atau hasil menjadi paham atas keberadaan objek, hubungan, dan kejadian yang diperoleh atas kepemilikkanindera, yang mampu membuat makhluk hidup bisa mengorganisir dan menginterpretasi stimulus yang diterima menjadi pengetahuan yang berarti. Persepsi menurut Leavit (dalam Sobur, 2003) persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas persepsi adalah pandangan atau pengertian yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Arkkelin dan Veitch (dalam Handayani, 2010) berpendapat bahwa persepsi adalah proses psikologis yang paling mendasar dan fundamental dalam diri individu, persepsi menjadi dasar individu dalam membuat evaluasi, menentukan sikap dan perilaku sebagai respon atas stimulus lingkungan. Rahmat (2000) berpendapat bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi terjadi karena ada stimuli yang mengenai alat indra, kemudian di intrepetasikan sehingga mempunyai arti. Robbins (dalam Simbolon, 2008) menyatakan persepsi sebagai suatu proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan atau menginterpretasikan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka. Menurut Schermerhorn, Hunt dan Osborn (dalam Simbolon, 2008) persepsi adalah berkaitan dengan bagaimana seseorang dapat menginterpretasikan dan merespon informasi yang berasal dari luar. Menurut Sarwono (2002) berpendapat 8 9 bahwa persepsi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya), sedangkan tambah Sarwono (2002) alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi. Menurut Kinicki dan Kreitner (dalam Simbolon, 2008) persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi terletak pada pengenalan, bahwa persepsi merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi. Walgito (2003) menyatakan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif, yang memegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus. Proses pengamatan memerlukan objek yang diamati alat indera yang cukup baik dan perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan pengamatan. Dari semua definisi yang diberikan di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses pola pikir, stimuli dari alat indera, pengalaman tentang objek, dan bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. 2.1.2. Terbentuknya Persepsi Menurut Sunaryo (2004) menyatakan bahwa proses terjadinya persepsi melalui tiga proses yaitu fisik, fisiologis, dan pskikologis. Proses fisik berupa objek menimbulkan stimulus, lalu stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Proses fisiologis berupa stimulus yang diterima oleh indera diteruskan oleh saraf sensoris ke 10 otak. Sedangkan proses psikologis berupa proses dalam otak sehingga individu menyadari stimulus yang diterima. Bimo Walgito (2002) mengemukakan prosesproses terjadinya persepsi adalah a) Suatu obyek atau sasaran menimbulkan stimulus, selanjutnya stimulus tersebut ditangkap oleh alat indera. Proses ini berlangsung secara alami dan berkaitan dengan segi fisik. Proses tersebut dinamakan proses kealaman. b) Stimulus suatu obyek yang diterima oleh alat indera, kemudian disalurkan ke otak melalui syaraf sensoris. Proses pentransferan stimulus ke otak disebut proses psikologis, yaitu berfungsinya alat indera secara normal. c) Otak selanjutnya memproses stimulus hingga individu menyadari obyek yang diterima oleh alat inderanya. Proses ini juga disebut proses psikologis. Dalam hal ini terjadilah adanya proses persepsi yaitu suatu proses di mana individu mengetahui dan menyadari suatu obyek berdasarkan stimulus yang mengenai alat inderanya. Gibson (1990) berpendapat bahwa mengenai proses terjadinya persepsi yaitu mencakup penerimaan stimulus (inputs), pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap. Brehm dan Kassin (1990) menyatakan bahwa terbentuknya persepsi berawal dari observasi baik terhadap keadaan lingkungan maupun perilaku. Pembentukan persepsi diawali dengan proses atribusi dan disposisi atau pengaturan dan pengintegrasian seluruh faktor yang berperan dalam persepsi secara terintegrasi sehingga membentuk suatu kesan terhadap objek persepsi. 11 Terbentuknya persepsi diawali dengan proses penginderaan, yaitu bagaimana individu dapat merasakan rangsangan yang berasal dari luar. Rangsangan-rangsangan tersebut direspon individu melalui panca indera. Jika seseorang mempersepsikan lingkungan diangkutan umum tidak mendukung rasa aman bagi dirinya. 2.1.3. Komponen-Komponen Dalam Persepsi Dalam proses persepsi, terdapat tiga komponen utama (Sobur, 2003) yaitu: 1. Seleksi, yaitu penyampaian oleh indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit. 2. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. 3. Kesimpulan dan tanggapan terhadap informasi yang diterima. 2.1.4. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Persepsi Schemerhorn, Hunt, dan Osborn (dalam Simbolon, 2008) menguraikan faktor yang dapat mempengaruhi persepsi yaitu: 1. The Perceiver, berkaitan dengan pengalaman masa lalu, keinginan atau motivasi, kepribadian, dan nilai serta sikap yang dapat mempengaruhi proses persepsi. Karakteristik orang-orang yang menilai (perceiver) dapat dikemukakan sebagai berikut : a. Mengetahui diri sendiri itu akan memudahkan melihat orang lain secara tepat. b. Karakteristik diri sendiri sepertinya bisa memengaruhi ketika melihat karakteristik orang lain. 12 c. Aspek-aspek yang menyenangkan dari orang lain sepertinya mampu melihat orang-orang yang merasa dirinya berlebihan. 2. Setting, berkaitan dengan keseimbangan jasmani atau diri pribadi, sosial, dan organisasi. 3. The Perceived, berkaitan dengan karakteristik dari persepsi seseorang, tujuan maupun peristiwa yang mencakup perbedaan individu, intensitas seseorang, pemisahan latar belakang individu, ukuran, gerakan, dan sebagainya yang merupakan sesuatu yang penting dalam proses. a. Status orang yang dinilai akan mempunyai pengaruh yang besar bagi persepsi orang yang menilai. b. Orang yang dinilai biasanya ditempatkan dalam kategori-kategori tertentu. Hal ini untuk memudahkan pandangan-pandangan tertentu untuk orang yang menilai. Biasanya kategori tersebut terdiri dari kategori status dan peranan. c. Sifat orang-orang yang dinilai akan memberikan pengaruh yang besar terhadap persepsi orang lain pada dirinya. 2.2. Rasa Aman 2.2.1. Definisi Rasa Aman Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999) aman mempunyai arti, yaitu bebas dari bahaya, bebas dari gangguan, terlindung atau tersembunyi, tidak dapat diambil orang, tidak mengandung resiko, tenteram, tidak merasa takut atau khawatir. Menurut Pei (dalam Darmawati, 2006) rasa aman memiliki pengertian sebagai kondisi yang aman terhindar dari bahaya atau luka-luka, suatu kondisi yang tidak berakibat pada timbulnya bahaya atau sarana yang dapat menjaga dari 13 terjadinya suatu peristiwa. Selain itu, Pei (dalam Darmawati, 2006) juga mengatakan rasa aman dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi yang terbebas dari hal-hal yang mengandung resiko, menyebabkan ketidaktenteraman, gangguan atau ancaman fisik dan kejahatan. Rasa aman akan tercipta jika seseorang terbebas dari hal-hal yang dapat membahayakan jiwanya dan tidak kehilangan harta benda. Jika hal tersebut dapat terpenuhi, rasa aman akan tercipta. 2.2.2. Aspek Rasa Aman Rasa aman itu memiliki 2 aspek, yaitu (1) aspek psikis yang terjadi pada dalam diri individu yang dapat memunculkan rasa tidak tenteram, takut, dan khawatir. (2) aspek fisik berupa terjadinya kehilangan harta benda dan terdapat luka pada fisik atau tubuh kita (Pei dalam Darmawati, 2006). 2.2.3 Faktor yang Memengaruhi Rasa Aman Kebutuhan akan rasa aman harus dilihat dalam arti yang luas, tidak sebatas dalam keamanan fisik, tetapi juga keamanan yang bersifat psikologis. Kretch dkk (dalam Krochin, 1976) mengemukakan pandangannya mengenai kebutuhan rasa aman, ia menyatakan bahwa timbulnya kebutuhan rasa aman dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dan faktor hubungan individu dengan orang lain. a. Faktor Lingkungan. Faktor lingkungan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Semua individu hidup dalam lingkungan baik fisik maupun sosial. 14 b. Hubungan individu dengan orang lain. Manusia merupakan mahluk sosial. Eksistensi dirinya sebagai individu tentu tidak dapat lepas dari hubungannya dengan orang lain, Adler (dalam Hall & Lindzey, 1970). Hubungan individu dengan orang lain akan dapat memberikan dampak terhadap kebutuhan-kebutuhan psikologis, baik secara positif maupun secara negatif. Karena manusia pada dasarnya adalah mahkluk sosial, yang satu sama lain saling membutuhkan. 2.2.3. Rasa Aman sebagai sebuah Persepsi Ketika seseorang merasa tidak aman, seseorang akan berpikir dengan datangnya gangguan dan ancaman sehingga dapat menimbulkan ketidaknyaman dan pada akhirnya menimbulkan persepsi negatif (Fransisika dalam Agung, 2011). Jadi rasa aman atau tidaknya seseorang tergantung pemikiran individu tersebut yang menghasilkan persepsi masing-masing individu. Seseorang menyadari keadaan lingkungan yang ada disekitarnya dengan proses pengamatan yang dilakukan. Ancaman atau ketidaknyamanan tersebut terjadi dengan proses pengamatan lingkungan sekitarnya. Terdapat 3 dimensi dalam persepsi yaitu, perceiver, setting, dan perceived (Schermerhorn, Hunt, dan Osborn dalam Simbolon, 2008). Rasa aman memiliki 2 aspek yaitu aspek psikis dan aspek fisik( Pei dalam Darmawati, 2006). 2.3 Dewasa Muda Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa (Judita,2011). 15 Hurlock (1999) mengatakan bahwa masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Santrock (2002) mengatakan masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja dan menjalin hubungan dengan lawan jenis, terkadang menyisakan sedikit waktu untuk hal lainnya. Kenniston (dalam Santrock, 2002) mengemukakan masa muda (youth) adalah periode kesementaraan ekonomi dan pribadi, dan perjuangan antara ketertarikan pada kemandirian dan menjadi terlibat secara sosial. Periode masa muda rata-rata terjadi 2 sampai 8 tahun, tetapi dapat juga lebih lama. Dua kriteria yang diajukan untuk menunjukkan akhir masa muda dan permulaan dari masa dewasa awal adalah kemandirian ekonomi dan kemandirian dalam membuat keputusan. Mungkin yang paling luas diakui sebagai tanda memasuki masa dewasa adalah ketika seseorang mendapatkan pekerjaan penuh waktu yang kurang lebih tetap (Santrock, 2002). 2.3.1 Karakteristik Dewasa Muda Hurlock (1993) mengemukakan bahwa karakteristik dewasa muda adalah suatu masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru dan memanfaatkan kebebasan yang di perolehnya. Terkait dengan cara hidup baru pada dewasa muda, dalam tahapan ini individu telah mengalami perpisahan dengan orangtua. Selain itu pada tahapan ini individu di tuntut untuk mampu membina hubungan yang baik dan intim untuk mencapai sebuah komitmen dengan orang lain. ini merupakan sebuah tugas perkembangan yang harus di kembangkan pada tahapan dewasa muda. Hurlock (1980) membagi tugas perkembangan pada individu dewasa awal, antara lain: (a.) mulai bekerja (b.) memilih pasangan (c.) mulai membina keluarga (d.) mengasuh 16 anak (e.) mengelola rumah tangga (f.) mengambil tanggung jawab sebagai warga negara (g.) mencari kelompok sosial yang menyenangkan. 2.4 Kerangka Berpikir Persepsi merupakan proses berpikir, pengamatan pada objek, dan menentukan sikap dan perilaku sebagai respon atas stimulus lingkungan. Apabila seseorang mempersepsikan negatif terhadap lingkungannya, maka ia akan mengambil tindakan pengamanan untuk mengurangi efek negatif dari situasi tersebut. Sebaliknya, jika seseorang mempersepsikan positif ia akan merasa aman dan berperilaku kurang waspada serta siap menghadapi dengan situasi bahaya. Seseorang akan merasa aman, apabila dari aspek psikis tidak merasa takut, tidak khawatir dan dari aspek fisik tidak terluka dan tidak kehilangan harta benda.