The 18th FTSPT InternasionalSimposium. University Of Lampung, Agustus 27-30, 2015 ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG ANGKUTAN KOTA DI KOTA PADANG Dwi Kurnia Putri Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Bung Hatta Kampus I : Jl. Sumatera Ulak Karang, Padang Email : [email protected] 085766538232 Abstract There is a new paradigm in urban transport operations in the city of Padang . The new paradigm of using visual peripheral in-car audio . Many claim that the use of the device driver improved their production , while some passengers grip dariperifer very loud volume . This research was conducted to see problem of driver's view point and perspective of consumers and police officers , and also to prove the opinion of the driver . Keywords : urban transportation , periferaudio - visual . PENDAHULUAN Agar calon penumpang tahu bahwa kendaraannya memiliki fasilitas musik, biasanya para sopir menyetel lagu keras dengan volume suara yang sangat tinggi. Apabila volume suara tersebut telah melampaui ambang batas, tentu saja dapat membahayakan alat pendengaran. Bahkan sering terjadi, suara musik yang keras menyebabkan tidak terdengarnya teriakan penumpang yang minta turun. Masyarakat dalam hal ini berada pada pihak yang lemah, sehingga mereka tidak mampu menyuarakan aspirasinya. Masalahnya sekarang adalah, benarkah persepsi sopir tersebut? Bagaimanakah persepsi calon penumpang terhadap model layanan angkutan umum yang baik? Dapatkah, kedua persepsi ini disinkronkan dengan teori-teori yang ada saat ini? Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya kegiatan ini. Tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui pengaruh ketersediaan musik pada angkutan umum terhadap pendapatan operator angkutan umum. b. Untuk menggali persepsi calon penumpang dan operator terhadap musik dalam angkutan umum. c. Menjembatani antara kedua persepsi ini dengan memberikan pertimbangan tambahan. d. Menggali faktor utama yang menjadi pertimbangan oleh penumpang dalam memilih angkutan. KAJIAN PUSTAKA Konsep Angkutan Umum Pada dasarnya sistem transportasi perkotaan terdiri dari sistem angkutan penumpang dan sistem angkutan barang. Sistem angkutan penumpang sendiri bisa diklasifikasi menurut penggunaanya dan cara pengoperasiannya yaitu angkutan pribadi dan angkutan umum. Angkutan umum terdiri dari berbagai klasifikasi juga, salah satunya adalah angkutan kota. Angkutan Kota adalah angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam wilayah kota dengan mempergunakan mobil bus umum dan/atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek tetap dan teratur (Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 68 Tahun 1993). The 18th FTSPT InternasionalSimposium. University Of Lampung, Agustus 27-30, 2015 Angkutan pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang menjangkau berbagai tempat yang dikehendaki atau mengirimkan barang dari tempat asalnya ke tempat tujuannya. Prosesnya dapat dilakukan dengan menggunakan sarana angkutan berupa kendaraan. Sementara Angkutan Umum Penumpang adalah angkut an penumpang yang menggunakan kendaraan umum yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar. Termasuk dalam pengertian angkutan umum penumpang adalah angkutan kota (bus, minibus, dsb), kereta api, angkutan air, dan angkutan udara. (Warpani, 1990) Angkutan Umum Penumpang bersifat massal sehingga biaya angkut dapat dibebankan kepada lebih banyak orang atau penumpang yang menyebabkan biaya per penumpang dapat ditekan serendah mungkin. Karena merupakan angkutan massal, perlu ada kesamaan diantara para penumpang, antara lain kesamaan asal dan tujuan. Kesamaan ini dicapai dengan cara pengumpulan di terminal dan atau tempat perhentian. Kesamaan tujuan tidak selalu berarti kesamaan maksud. Angkutan umum massal atau masstransit memiliki trayek dan jadwal keberangkatan yang tetap. Pelayanan angkutan umum penumpang akan berjalan dengan baik apabila tercipta keseimbangan antara ketersediaan dan permintaan. Oleh karena itu, Pemerintah perlu turut campur tangan dalam hal ini.(Warpani, 1990) Konsep Pemilihan Moda Pemilihan moda masuk pada tahap ketiga perencanaan transportasi setelah tahap untuk mendapatkan bangkitan perjalanan dan distribusi pergerakan. Pada tahap ketiga ini bertujuanuntuk mengetahui bagaimana pelaku perjalanan terbagi-bagi ke dalam (atau memilih) moda angkutan yang berbeda-beda. Dengan kata lain, tahap pemilihan moda merupakan suatu proses perencanaan angkutan yang bertugas untuk menentukan pembebanan perjalanan atau mengetahui jumlah (dalam arti proporsi) orang dan atau barang yang akan menggunakan atau memilih berbagai moda transportasi yang tersedia untuk melayani suatu titik asal –tujuan tertentu, demi beberapa maksud perjalanan tertentu pula.(Fidel Miro,2005) Dalam pemilihan moda, pengguna dapat digolongkan kepada: 1. Kelompok Choice yaitu kelompok pengguna yang memiliki lebih dari satu alternatif moda yang dapat dipakai. 2. Kelompok Captive yaitu kelompok pengguna yang tidak memiliki alternatif lain selain moda tertentu (misal angkutan umum). Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk memilih suatu moda transportasi, menurut Tamin (1997), dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori : 1. Karakteristik pelaku perjalanan, seperti: keadaan sosial ekonomi serta tingkat pendapatan, ketersediaan atau kepemilikan kendaraan, kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM), struktur rumah tangga (pasangan muda, keluarga dengan anak, pensiun, dan lain-lain), faktor lain, seperti keharusan menggunakan mobil ke tempat bekerja dan keperluan mengantar anak sekolah. 2. Karakteristik perjalanan seperti: tujuan perjalanan, waktu terjadinya perjalanan, jarak perjalanan. 3. Karakteristik sistem transportasi seperti: tingkat pelayanan yang ditawarkan oleh masingmasing sarana transportasi. Pertama, faktor-faktor kuantitatif, seperti: lama waktu perjalanan yang meliputi waktu di dalam kendaraan, waktu menunggu dan waktu berjalan kaki, biaya transportasi (tarif, biaya bahan bakar dan lain-lain), ketersediaan ruang dan tarif parkir. Kedua, faktor-faktor kualitatif, seperti: kenyamanan, kemudahan, keandalan dan keteraturan serta keamanan. The 18th FTSPT InternasionalSimposium. University Of Lampung, Agustus 27-30, 2015 Toner,J.P. (1991), dalam penelitian tentang pengguna taksi, juga menemukan bahwa waktu tunggu dan waktu untuk mencapai pemberhentian kendaraan sebagai faktor utama pemilihan modal. METODOLOGI Untuk mendapatkan data, dilakukan wawancara ke penumpang dengansampling acak. Selanj utnya data dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan analisis tabulasi silang. Mengingat keterbatasan dana maka, penelitian ini hanya dilakukan terhadap Angkutan Jurusan Pasar Raya Padang – Perumnas Belimbing. HASIL KEGIATAN Pertama dilakukan survey wawancara terhadap masyarakat pengguna dan aparat keamanan untuk mengetahui presepsinya terhadap musik di angkutan kota. Hasilnya berdasarkan pertanyaan adalah sebagai berikut : Wawancara a. Masyarakat Pengguna Survey terhadap masyarakat pengguna dilakukan melalui wawancara. Berikut adalah pointpoint penting hasil wawancara. 1. Mana yang lebih disukai? (volume dan jenis musik seperti apa adanya sekarang). 75% responden menjawab yang tidak bermusik, 15% memilih yang bermusik dan sisanya menjawab sama saja. 2. Apa yang anda rasakan ketika naik angkutan kota bermusik? 75% responden mengeluh telingan sakit, 15% menjawab enjoy. 3. Ketika anda akan menggunakan jasa angkutan kota untuk perjalanan yang rutin anda lakukan, maka anda akan memilih angkutan kota yang mana? 60% menjawab tidak pilihpilih, ambil yang datang duluan, 25% memilih yang tidak bermusik. 4. Benarkah pelarangan musik di angkutan kota menyebabkan menurunnya jumlah penumpang angkutan kota? 5 % setuju dan 95 % tidak setuju. Alasan : karena penumpang ingin cepat sampai di tujuan 5. Apakah anda setuju dengan pelarangan musik keras pada angkutan kota? 80% setuju dan 20% tidak setuju. Alasan: karena memekakkan telinga. b. Aparat Kepolisian Pertanyaan yang sama selanjutnya juga ditanyakan ke aparat kepolisian yang sedangbertugas di p os jaga di persimpangan. Berikut adalah point-point penting hasil wawancara. 1. Mana yang lebih disukai? (volume dan jenis musik seperti apa adanya sekarang) Mayoritas (60%) menjawab sama saja dan 40% menjawab tidak bermusik. 2. Apa yang anda rasakan ketika naik angkutan kota bermusik? Sebanyak 40% menjawab telinga sakit, 20% menjawab dada berdebar. 3. Ketika anda akan menggunakan jasa angkutan kota untuk perjalanan yang rutin anda lakukan, maka anda akan memilih angkutan kota yang mana? 80% menjawab tidak pilihpilih, ambil yang dating duluan. 4. Benarkah pelarangan musik di angkutan kota menyebabkan menurunnya jumlah penumpang angkutan kota? 100% menjawab tidak. Alasan : karena penumpang ingin cepat sampai di tujuan, bagi penumpang yang utama adalah kenyamanan & keselamatan. 5. Apakah anda setuju dengan pelarangan musik keras pada angkutan kota? 100% menjawab setuju. Alasan: karena memekakkan telinga, memicu kejahatan, mengganggu ketertiban umum. The 18th FTSPT InternasionalSimposium. University Of Lampung, Agustus 27-30, 2015 Survey di atas Angkutan Survey ini dilakukan untuk membandingkan angkutan kota yang bermusik dan yang tidak bermusik. Perbandingan jumlah angkutan kota yang bermusik dan yang tidak bermusik diambil 50 : 50. Hasil survey adalah sebagai berikut: a. Angkot dengan Musik Data jumlah penumpang naik dan penumpang turun pada berbagai perhentian berdasarkan batasan ongkos yang berlaku diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1Rata-rata penumpang naik dan turun pada lokasi perhentian pada angkot bermusik. Lokasi Perhentian RATA-RATA Naik Turun Tinggal (orang) (orang) (orang) Belimbing 7 0 7 Simpang Kuranji 2 3 6 By Pass 1 2 6 Anduring 2 1 7 Andalas 2 1 8 Simpang Haru 1 0 9 Tarandam 1 0 9 Pos 0 2 7 Pasar Raya 7 7 7 Jati 2 0 9 Sumber : hasil survey 2015 b. Angkot Tanpa Musik Data jumlah penumpang naik dan penumpang turun pada berbagai perhentian berdasarkan batasan ongkos yang berlaku diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 2Rata-rata penumpang naik dan turun pada lokasi perhentian pada angkot tidak bermusik Lokasi Perhentian Belimbing Simpang Kuranji By Pass Anduring Andalas Simpang Haru Tarandam Pos Pasar Raya Jati Naik (orang) 6 2 1 2 1 1 1 1 7 2 RATA-RATA Turun (orang) 3 3 2 2 4 1 0 0 5 4 Tinggsl (orang) 6 6 5 6 7 8 8 6 7 9 Sumber :hasil survey 2015 Jika diperhatikan, ternyata ratarata jumlah penumpang naik dan jumlah penumpangyang turun dari kedua jenis angkot tersebut sama. Hal ini dibuktikan dengan menjumlahkan seluruh penumpang naik pada kedua jenis angkot dan diperoleh angka yang sama yaitu 24. Dengan demikian, terbukti bahwa tidak terdapat pengaruh yang jelas antara jumlah penumpang yang naik dengan ada atau tidaknya musik pada angkot tersebut. The 18th FTSPT InternasionalSimposium. University Of Lampung, Agustus 27-30, 2015 PEMBAHASAN Berdasarkan data yang telah ditampilkan diatas, terlihat bahwa persepsi antara polisi dan masyarakat sudah sama yaitu bahwa keberadaan musik yang ada di angkutan kota saat ini sudah mengganggu dan kurang disukai. Musik bukanlah faktor utama penumpang dalam memilih angkutan kota, penumpang lebih cenderung bagaimana agar mereka segera sampai ke tempat tujuan dengan selamat. Dengan memperhatikan hasil survey diatas angkutan kota, diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang mencolok antara jumlah penumpang yang memilih angkutan bermusik dan tidak bermusik. Hal ini membuktikan bahwa persepsi penumpang dan polisi sesuai dengan kenyataan. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dari analisis dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa: 1. Pengguna angkutan kota tidak menyukai musik keras yang disetel oleh kebanyakan sopir angkot. 2. Keberadaan musik diatas angkutan kota bukanlah faktor penentu pengguna angkutan kota akan memilih naik atau tidak suatu angkutan, faktor yang paling utama bagi pengguna adalah cepat sampai di tempat tujuan dengan selamat. 3. Persepsi aparat kepolisian sama dengan masyarakat pengguna, bahkan aparat kepolisian menganggap bahwa musik yang ada sekarang sudah mengganggu ketertiban umum dan dapat memicu timbulnya tindak kejahatan. 4. Dari semua persepsi tersebut, yang mendekati kondisi sebenarnya adalah bahwa musik bukanlah faktor penentu, karena terbukti jumlah penumpang yang naik angkutan kota bermusik sama dengan yang tidak bermusik. Oleh karena itu direkomendasikan sebagai berikut: 1. Agar pihak yang berwenang melakukan pendekatan terhadap sopir angkutan kota agar tidak menyetel musik dengan keras di angkutan kota karena tidak disukai oleh masyarakat. 2. Perlu dilakukan uji kebisingan diatas angkutan kota agar diketahui dengan pasti apakah musik yang ada masih bisa ditoleransi atau tidak. Jika sudah melewati ambang batas, maka sudah seharusnya pemerintah bersikap tegas dalam melarang musik diangkutan kota. 3. Kepada masyarakat dihimbau agar memilih angkutan kota yang mengutamakan keselamatan dan kesehatan penumpang. Jika sudah merasa sakit teling mendengar musikdiangkutan kota, maka segera minta sopir untuk menghentikan ataumengur angi volume musiknya. DAFTAR PUSTAKA Miro, Fidel. 2005.Perencanaan Transportasi UntukMahasiswa, Perencana, dan Praktisi. Jakarta: PenerbitErlangga. Tamin, O.Z., (1997), Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Penerbit ITB, Bandung. Tonner, J.P., (1991), The Demand for Taxis and The Value of Time – A Welfare Analysis, Working Paper 333, University of Leeds, Institut for Transport Studies. Warpani, S. 1990. Merencanakan Sistem Perangkutan. Bandung: Penerbit ITB.