IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap

advertisement
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Populasi Bakteri
Hasil penelitian mengenai pengaruh imbangan kulit pisang Ambon mentah
dan rumput lapang terhadap populasi bakteri rumen domba lokal (In vitro)
disajikan pada tabel 10.
Tabel 10. Rata-rata Populasi Bakteri pada Berbagai Perlakuan (Sel/mL
cairan rumen)
Ulangan
1
2
3
4
5
Rata-rata
T1
0,96
1,27
1,10
1,18
0,74
1,05
Perlakuan
T2
T3
9
.....x 10 sel/mL cairan rumen.....
0,92
0,87
1,05
0,69
0,92
1,57
1,57
0,96
1,18
1,48
1,13
1,12
T4
0,74
0,83
1,27
2,18
1,97
1,4
Keterangan :
T1 = 10% kulit pisang Ambon mentah + 50% rumput lapang + 40% konsentrat; T2
= 20% kulit pisang Ambon mentah + 40% rumput lapang + 40% konsentrat; T3 =
30% kulit pisang Ambon mentah + 30% rumput lapang + 40% konsentrat; dan T4
= 40% kulit pisang Ambon mentah + 20% rumput lapang + 40% konsentrat.
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa perlakuan menghasilkan
variasi rataan populasi berkisar antara 1,05 sampai 1,4 x 109 sel/mL cairan rumen.
Jumlah bakteri tersebut masih dalam kisaran normal sesuai dengan pernyataan
Schlegel (l994) yang menyatakan bahwa dalam 1 mL cairan rumen terkandung
109 -1010 sel bakteri.
Untuk mengetahui pengaruh setiap perlakuan terhadap populasi bakteri
maka dilakukan analisis statistik menggunakan sidik ragam dan polinomial
37
orthogonal dengan data yang sudah ditransformasi ke dalam logaritma agar data
menyebar normal yang dapat dilihat pada lampiran 3.
Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 4) dan Uji Polinomial
Orthogonal (Lampiran 5), menunjukkan penggunaan kulit pisang Ambon sampai
40% pada ransum ternak domba lokal mempunyai pengaruh yang sama secara
statistik terhadap jumlah bakteri dalam cairan rumen. Artinya keberadaan kulit
pisang Ambon mentah tidak memberikan pengaruh negatif terhadap populasi
bakteri rumen. Hal ini dapat terjadi karena kualitas protein kasar (PK) dan total
digestible nutrien (TDN) pada setiap perlakuan memiliki kandungan yang hampir
sama. Kisaran kandungan PK yaitu antara 11,5-12%, sedangkan TDN 61-62%.
Kandungan PK yang hampir sama pada setiap perlakuan menyebabkan
jumlah bakteri yang tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bach
dkk, (2005) bahwa bakteri mendegradasi PK yang merupakan sumber energi bagi
mikroba rumen dengan kadar yang relatif tidak jauh berbeda dan dapat
dimanfaatkan secara optimal oleh bakteri untuk pertumbuhannya.
Populasi dan jenis bakteri pada cairan rumen dipengaruhi oleh jenis dan
kandungan pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Putra (2006), bahwa jenis pakan yang diberikan pada ternak ruminansia
merupakan faktor eksternal, baik yang berhubungan dengan sifat fisik, kimia dan
biologis yang nantinya dapat berpengaruh terhadap aktivitas mikroba rumen
dalam mendegradasi pakan. Untuk memperoleh keseimbangan populasi dan jenis
bakteri pada cairan rumen, dibutuhkan pakan yang memiliki kandungan yang
seimbang antara serat kasar, BETN dan protein.
Kandungan anti nutrisi tanin yang terkandung dalam kulit pisang Ambon
diketahui tidak mempengaruhi populasi bakteri dalam cairan rumen. Hal ini
38
terjadi karena kadar tanin dalam perlakuan imbangan tertinggi penggunaan kulit
pisang 40 % masih dalam batas aman yaitu, 2,128%. Menurut Preston dan Leng,
(1987) batas maksimum kandungan tanin dalam ransum sebesar yaitu sebesar 24%. Tanin merupakan senyawa anti nutrisi yang memiliki gugus fenol dan bersifat
koloid. Tanin membentuk ikatan kompleks dengan protein, karbohidrat (selulosa,
hemiselulosa, dan pektin), mineral, vitamin dan enzim mikroba di dalam rumen
(Widyobroto dkk, 2007). Kemampuan tanin untuk membentuk kompleks dengan
protein berpengaruh negatif terhadap fermentasi rumen dalam nutrisi ternak
ruminansia. Tanin dapat berikatan dengan dinding sel mikroorganisme atau
aktivitas enzim (Smith dkk, 2005).
Selain itu, menurut Brooker dkk (2003), menyatakan bahwa terdapat
bakteri spesies yang resisten terhadap tanin. Tanin mempunyai efek berbahaya
untuk mikroba rumen. Namun demikian, pada bakteri yang mampu untuk
mendegradasi tanin dapat berkembang biak dan meningkatkan jumlah bakteri
yang toleran terhadap kandungan tannin pada pakan (Wiryawan, 1999).
39
4.2.
Pengaruh Perlakuan terhadap Populasi Protozoa
Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian kulit pisang Ambon
mentah terhadap populasi protozoa disajikan pada tabel 11.
Tabel 11. Rata-rata Populasi Protozoa pada Berbagai Perlakuan (Sel/mL
Cairan Rumen)
Ulangan
1
2
3
4
5
Rata-rata
T1
17,48
8,74
8,74
8,74
8,74
10,48
Perlakuan
T2
T3
7
.....x 10 sel/mL cairan rumen.....
21,84
8,74
13,10
8,74
8,74
8,74
8,74
8,74
8,74
4,37
12,23
7,86
T4
4,37
8,74
8,74
4,37
8,74
6,99
Keterangan :
T1 = 10% kulit pisang Ambon mentah + 50% rumput lapang + 40% konsentrat; T2
= 20% kulit pisang Ambon mentah + 40% rumput lapang + 40% konsentrat; T3 =
30% kulit pisang Ambon mentah + 30% rumput lapang + 40% konsentrat; dan T4
= 40% kulit pisang Ambon mentah + 20% rumput lapang + 40% konsentrat.
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa perlakuan menghasilkan
rata-rata variasi populasi berkisar antara 7,86 sampai 12,23 x 107 sel/mL cairan
rumen. Pengaruh perlakuan terhadap jumlah protozoa rumen dapat diketahui
dengan analisis ragam dan kemudian diuji dengan Uji Polinomial Orthogonal.
Data jumlah protozoa ditransformasi logaritma terlebih dahulu agar data
menyebar normal yang dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan analisis sidik
ragam (Lampiran 6), penggunaan kulit pisang Ambon pada setiap perlakuan
sebagai ransum ternak domba lokal secara statistik mempunyai pengaruh yang
sama terhadap jumlah protozoa dalam cairan rumen.
Hasil analisis sidik ragam menunjukan pemberian kulit pisang Ambon
mempunyai pengaruh yang sama terhadap jumlah populasi protozoa. Hal ini
40
karena nutrien yang terkandung dalam ransum mengandung pati dan gula-gula
sederhana yang dalam analisis proksimat pati dan gula-gula termasuk dalam
komponen BETN. BETN merupakan karbohidrat mudah dicerna yang banyak
mengandung gula dan pati, dimana zat tersebut sangat dibutuhkan oleh protozoa
(Tyas, 2009). Protozoa mencerna zat pati dan gula untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya (Sunaryadi, 2006). Kandungan BETN pada masing-masing perlakuan
memiliki presentasi yang tidak jauh berbeda, yaitu berkisar antara 47-50%. Oleh
karena itu, asupan nutrien untuk pertumbuhan protozoa juga sama.
Di lain pihak, berdasarkan hasil Uji Polinomial Orthogonal (Lampiran 7)
menunjukkan bahwa imbangan kulit pisang ambon mentah dengan rumput lapang
berpengaruh terhadap populasi protozoa rumen pada persamaan linear dengan
persamaan regresi adalah y = -0,3584x + 40,596 dan R2 = 73,58 %.
Hasil analisis koefisien determinasi (R2) menunjukkan bahwa persentase
sumbangan pengaruh variabel terikat (imbangan kulit pisang Ambon dan rumput
lapang) terhadap variabel bebas (populasi protozoa rumen domba lokal (In vitro))
adalah sebesar 73,58%, sedangkan sisanya sebesar 26,42% dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak dimasukkan atau tidak dibahas dalam penelitian ini.
Populasi Protozoa
Ilustrasi 1. Grafik Pengaruh Imbangan Kulit Pisang
Ambon terhadap Populasi Protozoa
Domba Lokal (In vitro)
40,5
40
39,5
y = -0,0358x + 40,596
R² = 73,58 %
39
0
10
20
30
40
Presentase Kulit Pisang Ambon dalam Ransum
50
41
Kandungan
kulit
pisang
Ambon
hingga
imbangan
20%
dapat
meningkatkan populasi protozoa dan pada imbangan 30% dan 40% terjadi
penurunan populasi. Hal ini terjadi diduga karena di dalam kulit pisang ambon
tidak hanya terkandung tanin, tapi juga terkandung saponin. Menurut Akpuaka
dan Ezem (2011) diketahui bahwa dalam kulit pisang yang belum matang terdapat
kandungan flavonoid, saponin dan tanin. Saponin adalah detergen alami yang
merupakan glikosida non nitrogen, glikosida kompleks atau metabolit sekunder
(Wang dkk, 2011).
Populasi protozoa berkurang karena terjadi gangguan pertumbuhan
protozoa akibat adanya ikatan antara saponin dengan sterol pada membran sel
permukaan protozoa. Ikatan ini mempengaruhi tegangan permukaan membran sel
protozoa yang mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran sel dan
masuknya cairan dari luar sel ke dalam sel protozoa. Masuknya cairan dari luar sel
mengakibatkan pecahnya membran sel sehingga protozoa mengalami kematian
Wallace dkk, 2002). Mekanisme ini tidak terjadi pada bakteri karena bakteri tidak
memiliki sterol pada membrannya (Francis dkk, 2002).
Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa jumlah protozoa melebihi
kisaran di atas normal. Hal ini diduga ransum yang digunakan mengandung
konsentrat yang mengandung BETN yang tinggi. Menurut Anggorodi (1994)
BETN merupakan karbohidrat yang meliputi monosakarida, disakarida dan
polisakarida yang mudah larut dalam larutan asam dan basa serta memiliki daya
cerna yang tinggi. Pemberian pakan yang mengandung karbohidrat mudah dicerna
dalam jumlah besar akan menyebabkan protozoa holotrica menjadi aktif dan
berkembang dan jumlahnya akan meningkat (Preston dan Leng, 1987). Hal ini
karena protozoa jenis holotrica dapat memecah gula terlarut seperti glukosa,
42
maltosa, sukrosa dan pati terlarut dan melepaskan asam asetat, asam butirat, asam
laktat, CO2, H2 dan amilopektin, sehingga jumlah protozoa melebihi kisaran
normal (Howard, 1959).
Protozoa mampu memproduksi asam propionat dan mampu menggunakan
bahan makanan dan menyimpan polisakarida dalam bentuk amilopektin yang
akan dipergunakan bila ketersediaan substrat terbatas (Church, 1979). Protozoa
dimanfaatkan untuk mempertahankan pH rumen. Sebagian besar gula dan pati
yang berfungsi sebagai substrat diasimilasi dengan cepat dan disimpan dalam
bentuk polidekstran yang akan dimobilisasi untuk menghasilkan energi bagi
keperluan hidup pokok serta pertumbuhan protozoa dan aktivitas tersebut
merupakan buffer dalam rumen (Czerkawski, 1986).
Download