Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri ANALISIS STRUKTUR SOSIAL DALAM FILM “SANG PENCERAH” KARYA HANUNG BRAMANTYO SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Pada Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia OLEH : ALFIAN NURMANSYAH 11.1.01.07.0008 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NUSANTARA PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA KEDIRI 2016 Alfian Nurmansyah| 11.1.01.07.0008 FKIP – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia simki.unpkediri.ac.id || 1|| Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri Alfian Nurmansyah| 11.1.01.07.0008 FKIP – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia simki.unpkediri.ac.id || 2|| Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri Alfian Nurmansyah| 11.1.01.07.0008 FKIP – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia simki.unpkediri.ac.id || 3|| Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri ANALISIS STRUKTUR SOSIAL DALAM FILM “SANG PENCERAH” KARYA HANUNG BRAMANTYO ALFIAN NURMANSYAH 11.1.01.07.0008 FKIP-Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Dosen Pembimbing 1 : Dr. Subardi Agan, M.Pd Dosen Pembimbing 2 : Drs. Sardjono, MM UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI ABSTRAK ALFIAN NURMANSYAH : Analisis Struktur Sosial Dalam Film Sang Pencerah Karya Hanung Bramantyo.Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Nusantara PGRI Kediri, 2016. Sang Pencerah merupakan karya sastra berbentuk film yang merupakan hasil karya cipta pengarang yang menggambarkan sejarah sebagai pelajaran pada masa kini tentang toleransi (bekerjasama dengan yang berbeda keyakinan), kekerasan berbalut agama, dan semangat perubahan. Sang Pencerah adalah film karya Hanung Bramantyo yang menceritakan tentang Kyai Ahmad Dahlan untuk mengembalikan Islam menjadi rahmatan lil’alamin yaitu rahmat bagi alam semesta. Kyai Ahmad Dahlan melihat banyak kejanggalan yang dilakukan oleh masyarakat Kauman sepertikebiasaan yasinan, ruwahan, ruwatan, nyadran. Menurut Kyai Ahmad Dahlan hal itu tidak ada dalam ajaran Islam. Film ini mengandung unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik sebagai unsur pembangun sebuah karya sastra sehingga film ini menjadi karya sastra yang utuh. Penelitian ini berjudul “Analisis Struktur Sosial Dalam Film Sang Pencerah Karya Hanung Bramantyo” yang membahas unsur intrinsik meliputi tema, penokohan, alur, setting, dan konflik, sedangkan unsur ekstrinsik yaitu analisis sosiologisnya yang meliputi kaidah-kaidah sosial dan kelompokkelompok sosial. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yaitu metode yang tidak menggunakan angka-angka tetapi merupakan kata-kata, frase, kalimat yang sesuai dengan masalah dan objek yang diteliti. Sedangkan sebagai objek penelitian adalah film yang berjudul “Sang Pencerah” karya Hanung Bramantyo. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh deskripsi sebagai berikut terdapat tema mayor dan tema minor. Tema mayor bercerita tentang perjalanan Kyai Ahmad Dahlan dalam membentuk suatu perkumpulan yang dimana perkumpulan itu bertujuan untuk merubah masyarakat Kauman menjadi lebih baik lagi. Sedangkan tema minor adalah Fanatik yang berlebihan terhadap tradisi Jawa, Semangat jiwa muda, Menentukan arah kiblat, Istilah kafir dan bukan kafir, dan Gerakan Budi Utomo. Penokohan meliputi Kyai Ahmad Dahlan, Kyai Abu Bakar, Kyai M. Fadhil, Siti walidah, Muhammad Fahrudin, Muhammad Sudja, Muhammad Sangidu, Kyai Penghulu, Kyai Noor, KyaiMuhammad Faqih dan Kyai Siraj. Latar meliputi latar tempat, latar waktu, latar sosial. Alur meliputi situation, generating, rising action, climax, denouement. Konflik meliputi konflik fisik dan konflik batin. Aspek sosiologi dalam film Sang Pencerah karya Hanung Bramantyo yaitu kaidah-kaidah sosial dan kelompok-kelompok sosial. KATA KUNCI Struktur sosial, Kaidah Sosial, Kelompok Sosial, Film Alfian Nurmansyah| 11.1.01.07.0008 FKIP – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia simki.unpkediri.ac.id || 4|| Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri I. LATAR BELAKANG sastra dapat dibedakan menjadi dua yaitu Secara morfologis kata kesusastraan karya fiksi dan nonfiksi. Karya fiksi adalah berasal dari kata dasar susastra yang diberi suatu karya yang bersifat fiktif atau imbuhan ke-an. Kata dasar susastra khayalan atau rekaan, karena fiksi merupakan kata dasar kedua merupakan karya naratif yang isinya tidak (secundairestam) karena dapat diuraikan menyaran pada kebenaran sejarah lagi atas su dan sastra. Keduanya berasal (Nurgiyantoro, 2012:2). Sedangkan karya dari bahasa Sansekerta, su artinya baik dan nonfiksi adalah suatu karya yang bersifat sastra artinya tulisan. Kata susastra dalam nyata, misalnya biografi, laporan dan bahasa Indonesia tidak hidup sebagainya. Novel disebut karya fiktif pemakaiannya, kecuali dalam kata dikarenakan cerita yang digambarkan kesusastraan. Untuk pengertian susastra bersifat fiktif yang menggambarkan dunia dewasa ini di-pakai kata sastra saja. Sastra nyata yang ditunjukkan dalam bentukkarya berasal dari kata sas dan tra. Sas artinya tulis atau tulisan. mengajar, mendidik, memberi petunjuk, Menurut Sutarno (2008:66) “Karya dan tra berarti sarana, alat. Kata sastra adalah karya tulis yang jika kesusastraan mengandung pengertian dibandingkan dengan kayra tulis yang jamak yaitu semua yang meliputi sastra. lainnya, memiliki berbagai keunggulan Sastra merupakan karya fiksi yang seperti keorisinilan, keartistikan, merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan keindahan dalam isi dan ungkapan. Karya emosi yang spontan yang mampu sastra selain mengandung nilai seni mengungkapkan aspek estetik baik yang sekaligus ilmu. Seni dalam sastra adalah didasarkan aspek kebahasaan maupun bagaimana mengolah dan mengggarap aspek makna (Zainuddin, 2002:6). Karya sebuah karya sehingga menjadi artistik dan lisan atau tertulis yang memiliki berbagai indah. Aspek tersebut menarik peminat dan ciri keunggulan seperti keorisinilan, memberikan nilai kesejukan, kesenangan keartistikan, keindahan dalam isi dan atau kepuasan. Manusia mempunyai naluri pengungkapannya (Purba, 2010:2). Sastra senang terhadap sesuatu yang indah. Ilmu dapat berfungsi sebagai karya seni yang dalam sastra adalah nilai yang berkaitan bisa digunakan sebagai sarana menghibur dengan konstruk teori, pembelajaran, pembaca (Nurgiyantoro, 2012:3). pemahaman, dan analisis yang rasional. Karya sastra merupakan karya imajinatif yang dipandang lebih luas Dari kutipan tersebut berarti karya sastra adalah suatu karya yang bisa membuat pengertiannya daripada karya fiksi. Karya Alfian Nurmansyah| 11.1.01.07.0008 FKIP – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia simki.unpkediri.ac.id || 5|| Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri pembaca merasa mendapatkan adalah harus segaligus sebagi interpretator pembelajaran, kepuasan serta keindahan. dan kreator. Pengarang karya sastra adalah Dalam mewujudkan imajinasi, anggota masyarakat, sama seperti orang sastrawan dapat mengungkapkannya ke lain. Kemampuan dalam menghasilkan dalam berbagai genre sastra. Kata genre karya sastra disebabkan oleh perbedaan berasal dari bahasa Prancis yang berarti kualitas, yaitu kualitas dalam jenis atau kelas (Rochani, 2011:195). memanfaatkan emosionalitas dan Istilah ini sangat sering dipakai dalam intelektualitas, bukan perbedaan jenis. dunia sastra sejak zaman dulu dalam Pada dasarnya siapapun dapat menjadi menentuka tipe atau jenis karya sastra seorang pengarang. Perbedaannya, terletak “Genre sastra yang paling umum pada kualitas karya yang dihasilkan diketahui adalah puisi, drama, dan (Ratna, 2011:303). prosa. Puisi ialah bentuk sastra yang Dalam dunia drama sutradara adalah jenisnya dipilih dan ditata dengan karyawan yang mengkordinir segala anasir cermat sehingga mampu teater dengan mengerti, paham, kecakapan, mempertajam kesadaran seseorang dan daya khayal sehingga sanggup akan sesuatu pengalaman dan mewujutkan suatu bentuk pertunjukkan membangkitkan tanggapan khusus yang berhasil, menurut Laissez Faire lewat bunyi, irama, dan makna (dalam Nyoman kartini, 2011:171) tugas khusus. Drama ialah jenis sastra sutradara adalah membantu para aktor dalam bentuk puisi atau prosa yang mengekspresikan dirinya dalam lakon. bertujuan menggambarkan Sutradara sebagai supervisor yang kehidupan lewat lakuan dan dialog membiarkan para pemeran bebas (cakapan) pralakon, drama lazimnya mengembangkan konsepsi dirinyaagar dirancang untuk pementasan melaksanakan peranan yang dipegangnya panggung. Prosa ialah jenis sastra sebaik mungkin. yang dibedakan dari puisi karena Dari teori di atas, dapat dapat tidak terlalu terikat oleh irama, rima, disimpulkan bahwa ada dua tipe sutradara atau kemerduan bunyi. Bahasa prosa yakni yang pertama, sutradara yang hanya dekat dengan bahasa sehari-hari. bertindak sebagai interpretator dan yang Yang termasuk prosa antara lain kedua sebagai kreator dan interpretator. roman, cerita pendek, dan novel” Tipe sutradara yang baik sebenarnya (Sutarno, 2008:66). Alfian Nurmansyah| 11.1.01.07.0008 FKIP – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia simki.unpkediri.ac.id || 6|| Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri Roman merupakan karanga yang Nurgiyantoro (2010:4) menyatakan bahwa: mengisahkan kehidupan seseorang dari “Novel sebagai sebuah karya fiksi kecil sampai meninggal. Dalam roman menawarkan sebuah dunia yang diceritakan perikehidupan sehari-hari berisi model kehidupan yang tentang seseorang atau keluarga, meliputi diidealkan, dunia imajinatif, yang kehidupan lahir dan batin (Natia, 2008:90). dibangun melalui berbagai unsur Sedangkan cerpen ialah cerita pendek intrinsiknya seperti peristiwa, plot, menurut Nurgiyantoro,2010:10 tokoh, penokohan dan perwatakan, “Panjang cerpen bervariasi, ada cerpen latar, sudut pandang, dan lain-lain pendek bahkan pendek sekali: yang kesemuanya tentu saja juga berkisar 500 kata, ada cerpen bersifat imajinatif. Kesemuanya itu panjangnya cukupan, serta ada walau bersifat non eksistensial, cerpen panjang-panjang yang terdiri karena dengan sengaja dikreasiakan dari puluhan ribu kata. Cerpen yang oleh pengarang, dibuat mirip, panjangnya ribuan kata tersebut, diimitasikan atau dianalogikan denag barangkali dapat disebut Novelet”. dunia nyata lengkap dengan Sesuai dengan namanya, cerpen peritiwa-peristiwa dan latar biasanya dapat selesai dibaca dalam sekali aktualnya sehingga tampak seperti duduk, namun cerita dalam cerpen sungguh ada dan terjadi”. biasanya dapat membangkitkan efek Pada dasanya drama tidak jauh tertentu pada diri pembaca yang berbeda dengan karya prosa fiksi. membacanya dengan sungguh-sungguh. Kesamaan itu berkaitan dengan aspek Kata novel berasal dari bahasa Itali kesastraan yang terkandung di dalamnya. “novella” yang secara harfiah berarti Namun, ada perbedaan ensesial yang sebuah barang baru yang kecil dan membedakan karya drama dan karya prosa kemudian diartikan sebagai cerpen dalam fiksi, yakni aspek cerita dan aspek prosa (Nurgiyantoro, 2010:9). Dewasa ini pementasan yang berhubungan dengan seni istilah “novella” mengandung pengertian lakon atau teater. Drama sebenarnya yang sama dengan istilah Indonesia memiliki dimensi yakni ; (1) sastra, (2) novelet (Inggris: novelette ), yang berarti gerakan, (3) ujaran. Dalam setiap naskah karya prosa fiksi yang panjangnya drama dapat ditemukan narasi, dialog, dan cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga arahan tentang lakuan atau akting. tidak terlalu pendek (Nurgiyantoro, 2010:9-10). Alfian Nurmansyah| 11.1.01.07.0008 FKIP – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Sebagai seni kreatif, karya satra juga menggunakan manusia dan segala macam simki.unpkediri.ac.id || 7|| Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri kehidupannya sebagai objeknya, oleh itu Islam terpengaruh ajaran Syeh Siti karena itu, karya sastra merupakan media Jenar yang meletakkan raja sebagai untuk menyampaikan ide, teori, dan sistem perwujudan Tuhan masyarakat meyakini berfikir. Film juga merupakan suatu media titisan raja adalah sabda Tuhan, syariat untuk menyampaikan ide, teori, dan sistem Islam bergeser kearah tahayul atau mistik. berpikir manusia. Disamping itu, karya Sementara itu kemiskinan dan kebodohan seni film juga mampu menjadi wadah merajalela akibat politik tanam paksa penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan pemerintah Belanda. Agama tidak bisa dirasakan oleh sastrawan tentang mengatasi keadaan tersebut karena terlalu kehidupan umat manusia dan film juga sibuk dengan takhayul yang bertentangan bisa menjadi media menyampaikan kritik dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul terhadap kenyataan-kenyataan di Muhammad saw. Melalui langgar atau kehidupan, lahirnya sebuah film tidak suraunya Ahmad Dahlan mengawali lepas dari sastra, disebabkan dorongan pergerakan dengan mengubah arah kiblat dasar manusia untuk mengungkapkan yang salah di Masjid Besar Kauman yang dirinya, menaruh minat terhadap masalah mengakibatkan kemarahan seorang Kyai manusia dan kemanusian, menaruh minat penjaga tradisi, Kyai Penghulu terhadap dunia realita yang berlangsung Kamaludiningrat sehingga surau Ahmad sepanjang hari dan sepanjang zaman, Dahlan dirobohkan karena diang-gap dengan sebuah karya film seseorang bisa mengajarkan aliran sesat. Ahmad Dahlan menemukan nilai-nilai yang telah ada juga dituduh sebagai Kyai Kafir hanya dalam masyarakat, karena sebuh film karena membuka sekolah yang adalah gambaran dari sastra yang menempatkan muridnya duduk di kursi mempunyai fungsi sosial yang besar seperti sekolah modern Belanda. Ahmad dengan menggunakan objek pengalaman Dahlan juga dituduh sebagai kyai Kejawen hidup manusia. hanya karena dekat dengan lingkungan Seperti karya seni film yang berjudul cendekiawan Jawa Budi Utomo. Tapi “Sang Pencerah” karya Hanung Bramantyo tuduhan tersebut tidak membuat pemuda mengupas tentang sejarah berdirinya Kauman itu surut. Dengan ditemani istri Muhammadiyah, tahun 1868 Kauman tercinta, Siti Walidah dan lima murid- merupakan kampung Islami terbesar di murid setianya : Sudja, Sangidu, Fahrudin, Yogyakarta dengan Masjid Besar sebagai Hisyam dan Dirjo, Ahmad Dahlan pusat kegiatan agama yang dipimpin oleh membentuk organisasi Muhammadiyah se-orang Penghulu Kamaludiningrat. Saat dengan tujuan mendidik umat Islam agar Alfian Nurmansyah| 11.1.01.07.0008 FKIP – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia simki.unpkediri.ac.id || 8|| Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri berpikiran maju sesuai dengan aturan yang menentukan sesuatu benda perkembangan zaman. atau perbuatan lebih tinggi nilainya, lebih Dari kutipan cerita film “Sang dikehendaki, dari yang lain. Kebanyakan Pencerah” dapat disimpulkan bahwa film ahli antropolog melihat kebudayaan itu di atas menceritakan tentang kehidupan sebagai suatu keseluruhan, dimana sistem sosial masyarakat. Film “Sang Pencerah” sosial itu sendiri adalah sebagai dari sangat cocok bila diteliti melalui segi kebudayaan. sosiologinya, sebab pada umumnya karya Bila kebudayaan itu kita kaitkan sastra tidak pernah lepas dari dalam pada sastra dan kita kaitkan pula dengan hubungannya dengan kehidupan masyarakat yang menggunakan sastra itu, masyarakat, karena dunia yang disajikan maka kita dapat mengatakan bahwa nilai pengarang merupakan refleksi dari suatu sastra itu pada umumnya terletak kehidupan sosial. pada masyarakat itu sendiri, karena fungsi Dari sebuah karya seni film yang sosial sastra adalah keterlibatan sastra diciptakan, pengarang telah mempunyai dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik, sikap tertentu terhadap realitas-objektif etik, kepercayaan dan lain-lain. Bila kita dimaksud. Dengan sikapnya itu, pengarang menggunakan konsep kebudayaan tadi, berusaha mengubah realitas-objektif maka sastra sebagai ekpresi kebudayaan menjadi realitas baru sesuai dengan akan mencerminkan pula adanya angannya. Karya seni film merupkan salah perubahan-perubahan dalam masyarakat, satu media penyampaiaan sebuah kritikan akan mengenal adanya kesinambungan terhadap kenyataan-kenyataan yang antara yang satu dengan yang lain, akan berlaku. mengenal adanya pewarisan antara yang Sastra merupakan bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji lama kepada yang baru, baik disadari maupun tidak. kebudayaan kita tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu yang statis (tidak berubah), tetapi merupakan sesuatu yang dinamis (yang senantiasa berubah). Hubungan II. METODE 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan adalah asumsi-asumsi antara kebudayaan dan masyarakat itu dasar yang dijadikan pegangan dalam amatlah erat, karena kebudayaan itu sendiri memandang suatu objek dengan adanya menurut pandangan antropolog adalah cara pilihan pendekatan dalam suatu kajian, suatu kumpulan manusia atau masyarakat kritikan, atau penelitian dapat membantu mengadakan sistem nilai, yaitu berupa mengarahkan kajian atau penelitian itu Alfian Nurmansyah| 11.1.01.07.0008 FKIP – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia simki.unpkediri.ac.id || 9|| Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri sehingga menjadi lebih tajam dan kedalaman penghayatan terhadap mendalam. interaksi antar konsep yang sedang Dalam penelitian sastra, pendekatan yang dapat digunakan adalah (1) dikaji secara empiris.” Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kesejarahan, (2) pendekatan penelitian kualitatif. Hal ini didasarkan struktural, (3) pendekatan moral, (4) pada ruang lingkup yang dikaji dalam pendekatan sosiologis, (5) pendekatan penelitian. Selain itu, berdasarkan psikologis, (6) pendekatan stilistika, (7) penyajian isi materi menggunakan pendekatan miotik, (8) pendekatan sosiologi. Salah satu kajian sosiologi arketipal, dan (9) pendekatan eklektikal adalah struktur sosial yang di dalamnya (Semi, 2012 : 64). terdapat kaidah-kaidah sosial dan Pendekatan yang digunakan dalam kelompok-kelompok sosial. Proses dalam penelitian ini adalah pendekatan struktural penelitian kualitatif lebih diutamakan dan pendekatan sosiologis. Pendekatan karena hubungan antar bagian-bagian yang struktural digunakan untuk menganalisis sedang diteliti jauh lebih jelas apabila unsur intrinsik film. Sedangkan diamati dalam proses. pendekatan sosiologi digunakan untuk Hal tersebut sesuai dengan definisi menganalisis aspek sosial yang meliputi penelitian kualitatif yang diungkapkan oleh kaidah-kaidah sosial dan kelompok- Moleong (2012 : 6) penelitian kualitatif kelompok sosial pada film sang pencerah. adalah penelitian yang bermaksud untuk 2. Jenis Penelitian memahami fenomena apa yang dialami Dalam penelitian sastra, ada dua subjek penelitian misalnya perilaku, jenis penelitian yang dapat digunakan persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, yakni penelitian kuantitatif dan penelitian secara holistik dan dengan cara deskripsi kualitatif (Semi, 2012:9) menyatakan, dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada “Penelitian kuantitatif adalah suatu konteks khusus yang alamiah dan penelitian yang mengikuti proses dengan memanfatkan berbagai metode verifikasi melalui pengukuran dan alamiah. analisis yang dikuantitatifkan, Berdasarkan pendapat di atas dapat dengan menggunakan analisis disimpulkan bahwa penelitian kualitatif statistik dan model tematik, sedang- adalah penelitian yang menghasilkan data kan penelitian kualitatif dilakukan deskripsi berupa kata-kata bukan angka. dengan tidak mengutamakan angka- Penelitian kualitatif ini mendeskripsikan angka, tetapi menggunakan mengenai struktur sosial berupa kaidah- Alfian Nurmansyah| 11.1.01.07.0008 FKIP – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia simki.unpkediri.ac.id || 10|| Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri kaidah sosial dan kelompok-kelompok sesuai dengan Masjid Gedhe sosial. mengakibatkan Langgar Kidul dirobohkan dengan paksa oleh orang utusan Kyai III. HASIL DAN KESIMPULAN Film “Sang Pencerah” ini menguak Penghulu. 2) Kelompok-kelompok sosial meliputi kelompok kekerabatan (keluarga tentang seorangpemudausia 21 tahun yang Kyai Abu Bakar dan keluarga Kyai M. gelisah atas pelak sanaan syariat Islam Fadlil), dua keluarga ini memiliki tujuan yang melenceng kearah sesat, Kyai Ahmad yang sama yaitu merubah masyarakat Dahlan yang lima tahun menimba ilmu di Kauman menjadi lebih baik lagi, sedang- Kota Mekkah dianggap membangkang kan kelompok formal dan informal aturan yang sudah berjalan selama (perkumpulan Boedi Oetomo dan berabad-abad lampau. perkumpulan Muhammadyah), Dalam penelitian ini terdapat aspek perkumpulan yang didirikan bertujuan sosiologis yang ada dalam film “Sang untuk mensejahterakan masyarakat baik Pencerah” karya Hanung Bramantyo dibidang pendidikan dan kesehatan. adalah struktur sosial yaitu :1) Kaidahkaidah sosial meliputi kaidah agama (berkaitan dengan aturan dari Tuhan) seperti kegiatan mengaji, yasinan, tahlil yang dilakukan oleh masyarakat Kauman, kaidah kesusilaan (berkaitan dengan adab) seperti yang dilakukan oleh Kyai Ahmad Dahlan mendirikan sekolahan untuk membantu anak yang kurang mampu di Kauman, kaidah kesopanan (berkaitan IV. DAFTAR PUSTAKA Abdulsyani. 2012. Sosiologi: skematika, teori dan terapan. Jakarta: Bumi Aksara. Aminudin. 2013. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. dengan tingkah laku) seperti yang dilakukkan oleh masyarakat kauman ketika berpapasan selalu mengucapkan salam dan menundukkan kepala kepada orang yang lebih tua dan lebih tinggi jawabatannya, kaidah hukun (berkaitan dengan peraturan yang resmi) seperti pelanggaran yang dilakukan oleh Kyai Ahmad Dahlan merubah ketentuan arah kiblat yang tidak Alfian Nurmansyah| 11.1.01.07.0008 FKIP – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fananie, Zainudin. 2002. Telaah Sastra. Surakarta: Muhamadiyah University. Faruk. 2013. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Press. Hardjana, Andre. 1983. Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedi. Herimanto, 2014. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta timur: PT Bumi Angkasa. simki.unpkediri.ac.id || 11|| Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri Karmini, Ni Nyoman. 2011. Teori Pengkajian Prosa Fiksi dan Drama. Denpasar: Pustaka Larasan. Kartono, Kartini. 2013. Petologi Sosial. Jakarta: PT Grafindo Persada. Moleong, Lexy j. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nurgiantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Pratista, Himawan. 2008. Memehami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka. Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Paradikma sosiologi sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Semi, Atar. 2004. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa. Sugihastuti. 2011. Teori Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan: pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2012. Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta. Soekanto, Soerjono. 2013. Sosiologi suatu pengantar: Jakarta: PT Grafindo Persada. Alfian Nurmansyah| 11.1.01.07.0008 FKIP – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia simki.unpkediri.ac.id || 12||