efek penambahan bakteri probiotik dalam susu

advertisement
PENGARUH VARIASI JENIS PELARUT ASAM
PADA EKSTRAKSI KOLAGEN DARI IKAN PARI (Himantura gerrardi)
DAN IKAN TUNA (Thunnus sp)
Syaharuddin Kasim
Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai ekstraksi kolagen tulang rawan ikan pari (Himantura
gerrardi) dan kulit ikan tuna (Thunnus sp) menggunakan variasi jenis larutan asam. Tujuan penelitian
untuk menentukan jenis asam yang efektif menghasilkan kolagen. Metode penelitian meliputi perlakuan
awal yaitu pembersihan, perendaman masing-masing 3 x 24 jam dalam tiga larutan asam yaitu, asam
asetat 0,5 N; asam sitrat 0,5 N dan asam klorida 0,5 N dilanjutkan dengan ekstraksi dan elektroforesis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen kolagen basah yang diperoleh pada masing-masing
pelarut pengekstraksi asam asetat, asam sitrat, dan asam klorida sebesar 0,1 % pada ikan pari sedangkan
pada ikan tuna 1,2 %, 0,7 % dan 0,2 %. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semua pelarut asam yang
dipakai memiliki efektifitas yang sama pada ikan pari sedangkan pada ikan tuna paling tinggi diperoleh
pada penggunaan pelarut asam asetat.
Kata kunci : kolagen, ikan pari, ikan tuna, ekstraksi dan elektroforesis
PENDAHULUAN
sumber daya perikanan yang sangat berlimpah.
Penggunaan ikan biasanya hanya pada dagingnya
saja sedangkan sisa berupa tulang dan sisiknya
dianggap sisa, padahal kulit, tulang dan sisik ikan
juga memiliki potensial untuk diproduksi menjadi
kolagen (3). Kira-kira 30% dari total tubuh ikan
adalah sisa berupa kulit, tulang dan sisik dan bila
digunakan untuk memproduksi kolagen akan meningkatkan nilai tambah bagi produk (4).
Jumlah kolagen ikan bertulang rawan adalah 10% dari total protein dan ini lebih tinggi bila
dibandingkan dengan ikan bertulang keras, yaitu
sekitar 3%. Selain itu, para ahli berkesimpulan
bahwa tulang rawan ikan tidak beracun, tidak memiliki efek samping, dan tidak ditemukan unsur
unsur logam berat seperti seng, tembaga, merkuri,
nikel, dan sejenisnya yang cenderung berbahaya
bagi manusia. Ikan yang seluruh rangkanya terdiri
dari tulang rawan adalah ikan pari (Himantura
gerrardi). Penelitian sebelumnya telah membahas
tentang ekstraksi gelatin dari tulang rawan ikan
pari (Himantura gerrardi) pada variasi larutan
asam, namun belum spesifik membahas secara
detail tentang kolagen yang dihasilkannya (5).
Kolagen dapat diperoleh melalui ekstraksi
bahan-bahan sumber kolagen dengan menggunakan asam-asam organik ataupun asam anorganik.
Perbedaan jenis asam kemungkinan menghasilkan
perbedaan jumlah dan kualitas kolagen yang dihasilkan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
mengenai ekstraksi kolagen menggunakan jenis
asam yang berbeda-beda yang akan difokuskan
pada ekstraksi kolagen dari tulang rawan ikan pari
(H. gerrardi) dan kulit ikan tuna (Thunnus sp).
Kolagen merupakan protein yang paling
banyak terdapat di dalam tubuh. Kolagen adalah
protein bermolekul besar, merupakan komponen
utama penyusun kulit. Lebih dari 71% protein kulit
adalah kolagen. Kolagen berperan dalam memelihara kekencangan, elastisitas dan regenerasi selsel kulit. Kolagen juga merupakan komponen utama dari tulang dan tendon. Sekitar 30% dari tulang
disusun oleh komponen-komponen organik, dan di
antaranya adalah kolagen, sisanya adalah protein
bukan kolagen. Kolagen di pasaran digunakan sebagai bahan baku dalam industri makanan, kosmetik, pembuatan film, biomaterial dan farmasi.
Bahkan dalam industri farmasi, kolagen adalah
biomaterial alami yang memiliki kandungan unik
dan telah digunakan untuk perawatan kesehatan
sejak peradaban Mesir kuno (1).
Kolagen umumnya diproduksi dari kulit
sapi dan babi, namun kedua sumber ini umumnya
mengandung resiko antara lain kemungkinan terjangkitnya penyakit sapi gila (Mad Cow Disease)
dan penyakit kaki dan mulut (Foot-and-mouth
Disease) bila menggunakan sapi, serta adanya
aturan yang melarang penggunaan segala bentuk
produk hewan babi bagi masyarakat mayoritas
Islam. Oleh karena itu perlu dicari alternatif sumber
lain seperti dari ikan, hal ini disebabkan bahan
baku dari ikan lebih aman karena bebas dari resiko
diatas (2).
Indonesia mempunyai potensi yang besar
sebagai penghasil bahan baku kolagen dari ikan
karena wilayah perairan yang sangat luas dan
35
36
Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 17, No.2 – Juli 2013, hlm. 35 – 38 (ISSN : 1410-7031)
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan Yang Digunakan
Alat yang digunakan antara lain peralatan
gelas, cawan petri, kertas saring (Whatman 40),
penangas air (LABINCO L34), kondensor, sentrifus
(Eppendorf centrifuge 5415 D), timbangan analitik,
oven (Memmert), inkubator (Memmert), pH-meter
(IKA COMBIMAC RCO), shaker (Victor Recker
Berlin 36), Mikropipet (Eppendorf Research),
Mikrotubes, Alat Running (POWER PAC 1000,
BIO-RAD).
Bahan penelitian antara lain tulang rawan
ikan pari, kulit ikan tuna, air suling, natrium hidroksida, asam asetat pekat, asam fosfat pekat, asam
klorida pekat, natrium klorida, air suling, Buffer trisHCl pH 7,5 dan NaCl kristal.
Penyiapan Sampel
Penelitian ini diawali dengan pengambilan
ikan pari (Himantura gerrardi) dan ikan tuna
(Thunnus sp), lalu dilakukan pemisahan dari kulit
dan daging, serta tulang. Tulang ikan pari (H.
gerrardi) dan ikan tuna (Thunnus sp) dibersihkan
dan dipotong potong kemudian ditimbang masingmasing 100 g sebanyak 3 porsi. Sampel dibebaslemakkan (degreased) dengan cara direndam di
dalam NaOH 0,1 N selama 3 x 24 jam, dan tiap
hari pelarut NaOH diganti dengan yang baru.
Proses Ekstraksi Sampel
Sampel pertama sebanyak 100 g diekstraksi dengan cara direndam dalam 100 ml asam
asetat 0,5 N selama 3 x 24 jam. Dengan cara yang
sama sampel kedua dan ketiga diekstraksi masingmasing dalam 100 ml asam sitrat 0,5 N dan 100 ml
asam klorida 0,5 N, kemudian disaring (supernatan 1). Supernatan hasil ekstraksi diambil. Residu
dari masing-masing sampel kemudian diekstraksi
dengan cara yang sama seperti pada nomor 1.
Supernatan diambil kembali, disaring (supernatan
2). Supernatan hasil tiap ekstraksi (supernatan 1
dan supernatan 2) dikumpulkan untuk disentrifus
dengan kecepatan 8000 rpm selama 30 menit,
disaring kembali (supernatan kolagen). Supernatan kolagen selanjutnya dipurifikasi kolagennya
dengan cara salting out menggunakan garam NaCl
2,1 gram.
Selanjutnya dilakukan sentrifugasi pada
kecepatan 8000 rpm selama 30 menit untuk melepaskan dan mengendapkan serat-serat kolagen.
Residu kolagen dipisahkan dengan filtrasi, supernatannya ditambah NaCl dalam tris-HCl (pH 7,5).
Jika supernatan masih mengandung kolagen, yang
ditandai dengan adanya endapan putih kembali,
supernatan kemudian disentrifugasi dan endapannya digabung bersama residu kolagen pertama.
Gabungan kolagen ini ditimbang untuk menghitung
rendemennya. Rendemen kolagen yang diperoleh
dihitung berdasarkan total kolagen. Rendemen (%)
= bobot kolagen basah x100% bobot awal tulang
rawan. Pemurnian lebih lanjut dilakukan dengan
cara kolagen basah yang didapatkan kemudian
didialisis melewati asam asetat 0,5 N dan aquades
100 ml, kemudian diliofisasi (freeze-drying) agar
diperoleh kolagen kering untuk kemudian diuji
kualitatif dan kuantitatif lebih lanjut.
Elektroforesis untuk Menentukan Jenis dan
Tipe Kolagen
Sampel kolagen hasil dialisis dilarutkan
dalam Na2SO4 0,02 M yang mangandung SDS 1%
dan urea 3,5 M (pH 7,2) dengan pengadukan yang
konstan, pada suhu kamar. Campuran kemudian
disentrifus pada kecepatan 8500 rpm selama 5
menit pada suhu kamar untuk menghilangkan
debris-debris yang tidak larut. Sampel kemudian
dicampur dengan larutan buffer (Tris-HCl 0,5 M pH
6,8; yang mengandung 2% SDS, 25% griserol, dan
0,1% bromofenol biru, dengan atau tanpa penambahan β-merkaptoetanol) dengan perbandingan
1:1 (v/v). Sampel dimasukkan ke dalam wadah gel
pada alat elektroforesis (separating gel 5%),
kemudian dilakukan elektroforesis dengan arus
konstan, 20 mA/gel tiap gel, pada alat elektroforesis menggunakan larutan buffer elektroforesis
tris-HCl/glisin. Setelah proses elektroforesis, gel
diwarnai dengan cara merendam gel dengan larutan alkohol 30% (v/v), asam asetat 10% (v/v)
selama 15 menit, dilanjutkan dengan proses inkubasi dalam larutan alkohol 30% (v/v), natrium
bikarbonat 4% (b/v), glutaraldehide 0,5% (v/v) dan
natrium tiosulfat 0,2% (b/v) selama 15 menit,
pencucian dalam air selama 15 menit, proses
pewarnaan dalam larutan perak nitrat 0,1% (b/v)
dan formaldehid 0,01% (v/v) selama 15 menit,
pencucian kembali dengan air selama 20 menit,
pelunturan warna dalam larutan natrium karbonat
2,5% (v/v) dan formaldehid 0,01% (v/v) segar
selama 5 menit, proses pembersihan zat pengotor
pada pita dalam larutan EDTA 1,86% selama 10
menit, serta pembersihan tahap akhir dalam air
selama 3x10 menit. Indikator sampel mengandung
kolagen yaitu terlihat pita protein berwarna biru
pada lapisan gel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada tahap pengerjaan awal, ikan pari
(Himantura gerrardi) dan ikan tuna (Thunnus sp)
melewati proses pemisahan dari kulit, daging,
serta tulang. Tulang ikan pari dan ikan tuna
dibersihkan dan dipotong-potong untuk memperluas permukaannya. Ikan pari (Himantura gerrardi)
dan ikan tuna (Thunnus sp) dibebaslemakkan
dengan direndam selama 3 x 24 jam menggunakan pelarut NaOH 0,1 N dan tiap hari pelarut
diganti dengan yang baru, dimana menunjukkan
larutan hasil perendaman berwarna putih keruh
yang disebabkan lemak yang terkandung dalam
tulang keluar dan bersatu bersama pelarut. Proses
Syaharuddin, Pengaruh Variasi Jenis Pelarut Asam Pada Ekstraksi Kolagen Dari Ikan Pari dan Ikan Tuna
perendaman bertujuan untuk mengubah kolagen
menjadi bentuk yang sesuai untuk ektraksi, yaitu
dengan adanya interaksi ion hidrogen dari larutan
asam dengan kolagen. Sebagian ikatan hidrogen
dalam tropokolagen serta ikatan-ikatan silang yang
menghubungkan tropokolagen satu dengan tropokolagen lainnya dihidrolisis menghasilkan rantairantai tropokolagen yang mulai kehilangan struktur
tripel heliksnya. Proses perendaman juga mengakibatkan terjadinya penggembungan (swelling)
yang dapat membuang material-material yang
tidak diinginkan, seperti lemak dan protein nonkolagen pada tulang dengan kehilangan kolagen
yang minimum.
Sampel hasil bebas lemak masing-masing
diekstraksi dengan cara direndam dalam 100 ml
asam asetat dan dengan cara yang sama sampel
kedua dan ketiga diekstraksi dalam 100 ml asam
sitrat 0,5 N dan 100 ml asam klorida 0,5 N selama
3 x 24 jam. Adapun proses ekstraksi menggunakan pelarut asam dan bukan basa karena asam
mampu mengubah serat kolagen triple heliks menjadi rantai tunggal, sedangkan larutan perendam
basa hanya mampu menghasilkan rantai ganda.
Hal ini menyebabkan kolagen yang dihidrolisis
oleh larutan asam lebih banyak daripada larutan
basa, larutan basa membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk menghidrolisis kolagen (6).
Ekstraksi kolagen tulang dilakukan dalam
suasana asam pada pH 4 – 5 karena umumnya pH
tersebut merupakan titik isoelektrik dari komponenkomponen protein non kolagen, sehingga mudah
terkoagulasi dan dihilangkan. Hasil penyaringan disimpan sebagai supernatan 1, sedangkan residu
(tulang rawan ikan pari) diekstraksi kembali dengan cara yang sama untuk mengoptimalkan
pengambilan supernatan dan dianggap sebagai
supernatan 2. Proses reekstraksi ini dilakukan
untuk mengoptimalkan senyawa kolagen dapat
ditarik sempurna.
Supernatan 1 dan supernatan 2 digabung
untuk proses sentrifugasi selama 30 menit dengan
kecepatan 8000 rpm, untuk memisahkan supernatan dengan residunya, lalu dilakukan penyaringan
menggunakan kertas Whatman 40, dan hasil penyaringan dianggap sebagai supernatan kolagen.
Supernatan kolagen selanjutnya dipurifikasi atau
diendapkan kolagennya dengan cara salting out
menggunakan garam NaCl kristal, karena garam
berkonsentrasi tinggi akan menyebabkan ditariknya air yang mengelilingi molekul protein, mengurangi kelarutan protein, sehingga protein mengendap sebagai residu kolagen basah. Selanjutnya
dilakukan sentrifugasi kembali dengan kecepatan
8000 rpm selama 30 menit, untuk mengendapkan
serat-serat residu kolagen basah, sedangkan
supernatannya ditambahkan dengan NaCl 2,1 g
dalam Tris-HCl (pH 7,5) untuk mengendapkan
serat-serat kolagen yang masih terlarut, kemudian
disentrifugasi kembali. Hasil pemisahannya digabung dengan residu kolagen basah sebelumnya.
Setelah kolagen basah ditimbang, diperoleh dari
larutan pengekstraksi asam asetat, asam fosfat
37
dan asam klorida masing-masing 0,1 g. Berdasarkan penelitian Martianingsih (6), larutan asam yang
dapat mengekstraksi terbanyak yaitu asam fosfat
sebanyak 8,4 %, sedangkan pada penelitian ini
dengan menggunakan pelarut asam asetat, asam
sitrat dan asam klorida, menghasilkan persentase
yang sama, yaitu 0,1 %. Hasil ekstraksi dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Data Hasil Ekstraksi Kolagen Ikan dengan
Variasi Jenis Pengekstraksi
Hasil ekstraksi dari ikan (%)
Pelarut
pengekstraksi
Kondisi
Asam asetat
Ikan tuna
Ikan pari
Putih keruh
0,1
1,2
Asam sitrat
Putih keruh
0,1
0,7
Asam klorida
Putih keruh
0,1
0,2
Kolagen basah diidentifikasi dengan elektroforesis gel, yang merupakan proses bergeraknya molekul bermuatan pada suatu medan listrik.
Pada umumnya, teknik pemisahan protein dengan
elektroforesis ini digunakan untuk tujuan analisis.
Elektroforesis yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan matriks berupa gel poliakrilamida
(PAGE = polyacrilamida gel electrophoresis) untuk
pemisahan sampel protein. Gel poliakrilamid dan
agarosa merupakan matriks penyangga yang banyak dipakai untuk separasi protein dan asam
nukleat. Bila berada dalam suatu medan listrik,
molekul biologi yang bermuatan positif akan bermigrasi ke elektroda negatif dan sebaliknya. Prinsip inilah yang dipakai dalam elektroforesis untuk
memisahkan molekul-molekul berdasarkan muatannya. Dalam hal ini protein diberi muatan negatif.
Sampel protein dimasukkan ke dalam slot/sumuran pada ujung agar. Karena sampel ini memiliki
berat, maka akan turun ke dasar sumuran.
Analisis kolagen dengan metode elektroforesis dilakukan untuk melihat kenampakan pita.
Perpindahan partikel pada medium gel tersebut
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ukuran partikel, komposisi dan konsentrasi gel, densitas
muatan, kuat medan listrik dan sebagainya. Semakin kecil partikel tersebut, maka pergerakan atau
migrasinya akan semakin cepat, karena matriks
gel mengandung jaringan kompleks berupa poripori sehingga partikel-partikel tersebut dapat bergerak melalui matriks tersebut. Di dalam elektroforesis digunakan sumber arus listrik searah (DC),
ruang untuk elektroforesis (Comb, Well, platform
dan cetakan wadah gel), larutan buffer (buffer ionik
dan loading buffer), matriks elektroforesis, marker
dan gel. Adapun pada proses elektroforesis, ada
urutan pewarnaan, dimana fungsi pewarnaan ini
untuk menampakkan pita pada lapisan gel, sehingga dapat dilihat pita protein dari sampel yang
dielektroforesis.
38
Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 17, No.2 – Juli 2013, hlm. 35 – 38 (ISSN : 1410-7031)
Berdasarkan pengamatan gambar hasil
elektroforesis yang diperoleh, tampak belum terdapat pita pada lapisan gel yang menunjukkan
adanya protein, dari beberapa proses pengulangan kembali untuk memastikan tidak terdapat
kesalahan baik dalam urutan pewarnaan maupun
proses elektroforesis, ternyata tetap tidak diperoleh
hasil yang diinginkan, sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa tidak adanya kenampakan pita
dikarenakan terjadinya kerusakan sel protein dari
sampel pada saat penyimpanan yang lama serta
suhu yang berubah-ubah.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa kolagen dapat
diekstraksi dari tulang rawan ikan pari (Himantura
gerrardi) dan kulit ikan tuna (Thunnus sp) dengan
menggunakan larutan asam asetat, asam sitrat
dan asam klorida. Rendemen yang diperoleh
paling tinggi pada ikan tuna menggunakan asam
asetat yaitu sebesar 1,2 %.
DAFTAR PUSTAKA
1. Chi, H.L, Anuj, S., and Yungyung, I. 2001.
Review Biomedical Application of collagen.
International Journal of Pharmaceutics 221: 122.
2. Fernandez-Diaz, M.D., Montero, P., and
Gomez-Guillen, M.C.. 2001. Gel Properties of
Collagens from Skin of Cod (Gadus morhua)
and Hake (Merluccius merluccius) and heir
Modification by The Coenhancers Manesium
Sulphate, Glycerol and Transglutaminase.
Jurnal of Food Chemistry 74: 161 – 167.
3. Nagai, T. and Suzuki, N. 2000. Isolation of
collagen from fish waste material - skin, bone
and fins. Food Chem., 68: 277-281.
4. Muyonga, J.H., Cole, C.G.B. and Duodu, K.G.,
2004. Extraction and physico-chemical characterisation of nile perch (Nates linoticus) skin and
bone gelatin. Food Hydrocolloid, 18: 582-591.
5. Almatsier, S. 2003. Prinsip dasar ilmu gizi.
Gramedia. Jakarta : 28-304.
6. Martianingsih, N. 2009. Analisis Sifat Kimia,
Fisik, dan Termal Gelatin dari Ekstraksi Kulit
Ikan Pari (Himantura gerrardi) melalui Variasi
Jenis Larutan Asam. Jurusan Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITS,
Surabaya
Download