BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menemukan beberapa jawaban atas persoalan yang ditulis dalam rumusan masalah. Jawaban tersebut dapat disimpulkan dalam kalimat-kalimat sebagai berikut. 1. Etika kepedulian secara umum merupakan etika yang lahir dari hati individu yang memiliki tanggung jawab dan rasa empati kepada orang lain. Konsep Etika Kepedulian Carol Gilligan merupakan reaksi atas lahirnya konsep Etika Keadilan Lawrence Kohlberg, yang kedua konsep ini pada umumnya melihat manusia dan perkembangannya moralnya. Etika keadilan dan etika kepedulian menggambarkan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan moral. Carol Gilligan mengkritik konsep Etika Kepedulian Kohlberg karena dinilai telah mengambil responden dalam seluruh penyelidikannya dengan hanya memilih jenis kelamin laki-laki, sehingga Carol Gilligan menyimpulkan penyelidikan Kohlberg menjadi bias gender. Jika Kohlberg menekankan konsep Keadilan yang menurut Carol Gilligan sebagai moralitas laki-laki, maka Carol Gilligan menyimpulkan etika kepedulian sebagai moralitas khas perempuan. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa Carol Gilligan telah membuat pemisahan ranah moralitas pada individu laki-laki dan perempuan sebagai kekhasan masingmasing. Menurut peneliti, moralitas perempuan maupun laki-laki yang telah disimpulkan melalui persepsi yang berbeda tersebut, berpotensi pada penyimpulan secara berbeda atas pemahaman terhadap cara pandang hakikat manusia. 2. Pemahaman atas kecenderungan moralitas yang berbeda pada perempuan maupun laki-laki merupakan pemahaman yang esensial dalam menyentuh aspek-aspek hakiki manusia. Carol Gilligan memahami perempuan dalam perspektif psikologis dan etis, merupakan bentuk apresiasi terhadap kekuatan perempuan, dan pemahaman Kohlberg (menurut Carol Gilligan cenderung pada moralitas laki-laki) adalah bentuk apresiasi terhadap kekuatan laki-laki. Baik konsep Gilligan maupun Kohlberg sesungguhnya ditemukan pemahaman atas manusia, bahwa individu adalah kesatuan jiwa-raga yang memiliki kekuatan dan kelemahan. Suatu tindakan moral yang menjadi kecenderungan pada perempuan atau laki-laki, merupakan bentuk pribadi yang dipengaruhi oleh faktor psikologi, baik psikologi individu (dipengaruhi kodrat) maupun lingkungan (konstruksi sosial). Gilligan menyatakan bahwa persoalan bukan pada perbedaan esensi antara tubuh/fisik perempuan dan laki-laki, namun perbedaannya justru terletak pada persepsi terhadap realitas dan kebenaran, yang intinya ada pada pengetahuan manusia tentang cara mengetahui, mendengar, melihat, dan berbicara. Gilligan menekankan pada aspek rohani individu, bahwa kejiwaan perempuan nampak berbeda pada aktualisasi diri dibandingkan laki-laki yang diakibatkan oleh pengaruh pola asuh dan kultur yang membentuk diri. Gilligan menitikberatkan pada pentingnya kepedulian dalam komunikasi untuk mendapatkan pengetahuan agar benar-benar dapat membaca realitas dengan sebaik-baiknya. Gilligan menyimpulkan bahwa karena latar belakang pengalaman perempuan yang sedemikian rupa, menjadikan perempuan memiliki kepedulian yang disebutnya sebagai “suara yang lain”. Dengan demikian, menurut peneliti, hakikat manusia dalam pandangan Carol Gilligan adalah keselarasan jiwa-badan, keharmonisan antara potensialitas dan aktualitas baik, dan keharmonisan tersebut akan nyata nampak pada cara individu beraktualisasi dalam realitasnya, serta nampak pada keharmonisan relasi antarindividu. Perempuan dan laki-laki akan nampak unik dalam cara mengaktualisasikan diri, bahwa dalam pandangan Carol Gilligan nampak kekhasan perempuan dan lakilaki dalam cara mereka berada dan menghadapi yang lain. Keunikan perempuan dan laki-laki dalam pandangan Gilligan sebenarnya tersembunyi pengakuan atas kelebihan yang satu atas yang lain. Kepedulian dengan demikian menjadi kekuatan dan ketegasan bagi perempuan dalam mengaktualisasikan diri. Karena Gilligan menekankan pentingnya kepedulian dalam cara perempuan berrelasi dan melihat keadilan dalam cara laki-laki berrelasi, maka peneliti menyimpulkan manusia dalam pandangan Carol Gilligan sebagai homo equalis. Konsep Etika Kepedulian Carol Gilligan pada dasarnya merupakan sebuah perjuangan untuk mendapatkan pengakuan eksistensi perempuan sebagai individu yang unik dalam kerangka pemahaman moralitas manusia. Oleh karena itu, Carol Gilligan dapat digolongkan sebagai filsuf yang beraliran Eksistensialisme. 3. Berdasar konsep etika kepedulian Carol Gilligan, peneliti dapat memberi kritik bahwa manusia pada hakikatnya sungguh-sunguh merupakan Homo Equalis, yang adanya senantiasa merupakan hubungan fungsional komplementer yang interdependence, dalam komunikasi yang tidak berkesudahan, sehingga unsur kepedulian seperti dalam pandangan Gilligan maupun keadilan dalam pandangan Kohlberg adalah dua hal yang sama-sama hadir dalam setiap individu seperti menghadirnya jiwa-raga, seperti dalam konsep Yin yang dan Anima Animus. Kecenderungan moralitas kepedulian atau keadilan sama-sama menghadir bagi setiap individu (jiwa-raga) dan antarindividu dalam berrelasi yang menghasilkan kepribadian yang khas sebagai seorang individu. Hal ini lebih disebabkan oleh faktor lingkungan dan budaya, sehingga berpengaruh pada pengalaman masing-masing. Meskipun Gilligan melakukan penyelidikan yang merupakan bentuk kritik terhadap penyelidikan Kohlberg, namun sesungguhnya keduanya berangkat dari persepsi yang sama dalam menjelaskan hakikat manusia berdasar pada realitas pengalaman individu yang banyak dipengaruhi unsur budaya. Dengan demikian pengetahuan atas hakikat manusia nampak hanya pada tataran pencitraan atas perempuan dan laki-laki. Kelebihan Carol Gilligan terletak pada keberaniannya mengungkap karakteristik individu berdasar moralitas gender yang telah banyak terlupakan, namun Gilligan memiliki kelemahan karena pandangannya yang terlalu dikotomis sehingga Gilligan sendiri kesulitan untuk menjelaskan bagaimana keberadaan kepedulian dan keadilan dalam individu. Etika kepedulian dan etika keadilan tidak dapat dipahami secara dikotomis ekstrem begitu, tetapi etika kepedulian menjadi dasar moralitas bagi etika keadilan. Etika kepedulian tidak dapat dilekatkan sebagai milik perempuan, karena dalam setiap individu tentu menginginkan bertindak adil. Oleh karena itu, etika kepedulian tanpa keadilan akan cacat, dan etika keadilan tanpa kepedulian seperti kehilangan roh dan maknanya. 4. Konsep etika kepedulian Carol Gilligan bagaimanapun juga memberi sumbangan bagi pandangan umat manusia utamanya di Indonesia bahwa manusia perlu menyadari keberadaannya di dunia merupakan entitas yang equalis. Setiap individu secara hakiki memiliki unsur peduli dan adil, dan inilah yang merupakan gambaran ideal individu dan hubungan antargender. Perbedaan kecenderungan moralitas seperti yang digambarkan oleh Carol Gilligan maupun Kohlberg adalah suatu akibat dari perbedaan pemahaman terhadap diri dan lingkungan, dan ini merupakan akibat dari culture (maskulin dan feminin) yang mendominasi pembentukan kepribadian seseorang. Moralitas dalam persoalan hakikat manusia dengan demikian merupakan sesuatu yang tidak absolut. Hubungan antargender mengandaikan hubungan yang baik antara tuntutan nurani untuk adil dan peduli, karena keduanya dapat saling mendasari agar adil maupun peduli tidak sekedar suatu sentimentil tetapi sebagai landasan moral bagi setiap individu untuk mengenal diri dan yang lain sebagai pemahaman yang utuh dalam relasi antarhuman. B. Saran Tulisan maupun penelitian yang berkaitan dengan objek material manusia sungguh-sungguh mendapat perhatian banyak orang. Penyelidikan tentang manusia menjadi tidak pernah berhenti, mengingat penelitian tersebut baru akan berhenti jika dunia kehidupan manusia sudah usai. Artinya, sepanjang masih ada kehidupan, manusia akan senantiasa melakukan aktivitas, dan dalam aktivitas itulah selalu ada cerita tentang manusia yang bisa diselidiki. Pernyataan ini mengafirmasi bahwa manusia benar-benar menyejarah. Ilmu humaniora sebagai pihak yang berkompeten untuk menggeluti kajian bidang-bidang kemanusiaan, menjadi semakin lengkap ketika filsafat mulai bergerak dengan penyelidikannya tentang manusia juga. Filsafat dan ilmu humaniora merupakan suatu kolaborasi yang sangat baik, meskipun menggunakan objek material yang sama di antara mereka, namun memiliki spesifikasi dalam menggunakan perspektif untuk mendapatkan kebenaran yang objektif. Manusia sebagai pribadi dan makhluk sosial ketika diselidiki melalui berbagai dimensi, akan mendapatkan kebenaran yang komprehensif sebagai upaya yang gestalt. Keindahannya akan nampak dalam kesadaran masing-masing pihak atau bidang untuk mengakui kebenaran-kebenaran pihak atau bidang yang lain, maka secara sederhana dapat diungkapkan bahwa satu bidang saja dalam ilmu humaniora tidak mampu memberi jawab atas persoalan yang berkaitan dengan manusia, secara benar-benar utuh. Keutuhannya justru dapat dicapai apabila kebenaran masing-masing bidang kajian untuk saling memberi secara terbuka dan menerima secara lapang, sehingga mendapatkan kerangka dimensi manusia dengan segala persoalan dan pemecahannya. Penelitian ini hanya menggunakan salah satu bidang kajian yaitu Filsafat Manusia, yang tentu saja tidak dapat menemukan kebenaran objektif sendiri tanpa berpijak pada hasil-hasil penyelidikan dalam perspektif ilmu humaniora yang lain. Kesanggupan menerima dan menggunakan kebenaran dalam bidang telah dilakukan dan nampak pada hasil penelitian yang sudah dilakukan ini. Penelitian Filsafat Manusia yang mengambil objek material konsep etika kepedulian Carol Gilligan merupakan wujud nyata bahwa filsafat mampu membuat jembatan bagi eksistensi ilmu-ilmu yang lain. Gilligan sebagai seorang feminis sekaligus etikus, pemikirannya dapat digali secara filosoffis antropologis. Tantangan berikutnya adalah bagaimana temuan dalam penelitian ini menjadi suatu kebenaran objektif bagi ilmu humaniora yang lain. Pengujian terhadap kebenaran ini perlu dilakukan dengan mengembalikan hasil-hasil yang ditemukan dalam penelitian untuk diuji melalui penyelidikan bagi ilmu-ilmu yang lain, termasuk bagi percabangan filsafat sendiri. Pengujian ini tidak dimaksudkan sebagai upaya saling tanding, namun justru merupakan upaya dialog antarilmu, antarbidang, dan antarperspektif, tentu saja dengan tetap menjaga secara etis otonomi masing-masing ilmu atau cabang ilmu. Pada akhirnya, peneliti dengan rendah hati mengatakan, bahwa penelitian ini masih cukup luas memungkinkan dilakukan penelitian lanjut. Cabang-cabang filsafat yang relevan dengan penelitian ini misalnya Filsafat Sosial (bagaimana membangun masyarakat yang ideal), Filsafat Komunikasi (bagaimana membangun komunikasi yang ideal), Filsafat Feminisme (bagaimana membangun kesadaran atas hakikat sebuah hubungan antargender), dan cabang-cabang filsafat yang lain. Ilmu-ilmu humaniora yang lain relevan dengan kajian penelitian ini, dapat memperluasnya dalam perspektif sosiologi, antropologi, psikologi, dan sebagainya. Sebagai penutup, penelitian ini dapat memberi rangsangan tentang bagaimana membangun hubungan antargender utamanya di Indonesia, menjadi lebih baik. Bangunan negara dan masyarakat menjadi lebih baik pula bila seluruh elemen dapat saling memberi kontribusi positif. Penekanan pada prinsip-prinsip equality dan resiprok dapat menekan maraknya dominasi pada kaum atau kelompok yang lemah, diskriminasi dan marjinalisasi, justru berpotensi menciptakan superioritas – inferioritas (hierarki) yang tidak berkesudahan.