UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) DIARE AKUT INFEKSI PADA PASIEN PEDIATRI DI INSTALASI RAWAT INAP RS “X” DI KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE JANUARI-DESEMBER 2015 SKRIPSI NABILAH URWATUL WUTSQO NIM: 1112102000095 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA JULI 2016 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) DIARE AKUT INFEKSI PADA PASIEN PEDIATRI DI INSTALASI RAWAT INAP RS “X” DI KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE JANUARI-DESEMBER 2015 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi NABILAH URWATUL WUTSQO NIM: 1112102000095 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA JULI 2016 ii ABSTRAK Nama : Nabilah Urwatul Wutsqo Program Studi : Farmasi Judul Skripsi : Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Diare Akut Infeksi Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RS “X” Kota Tangerang Selatan Periode Januari- Desember 2015. Diare akut merupakan masalah kesehatan di negara berkembang seperti Indonesia, diperkirakan lebih dari 10 juta anak yang berusia kurang dari 5 tahun meninggal setiap tahunnya, sekitar 20% anak meninggal karena infeksi diare. Penyakit diare akut dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri dan parasit, Pada penyakit diare infeksi yang disebabkan bakteri dan parasit, obat yang paling banyak digunakan adalah antibiotik. Berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotik digunakan secara tidak tepat (Kemenkes, 2011). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui drug related problems (DRPs) meliputi obat tanpa indikasi, indikasi tanpa obat, ketepatan pemilihan obat, dosis obat terlalu tinggi, dosis obat terlalu rendah dan interaksi obat pada pasien anak di instalasi rawat inap yang menderita diare akut infeksi di RS “X” Di Kota Tangerang Selatan. Pengambilan data dilakukan melalui data sekunder berupa rekam medik pasien periode JanuariDesember 2015 dengan desain secara cross sectional. Data yang diperoleh dikaji secara deskriptif, teknik pengambilan data berupa total sampling, didapatkan 40 sampel yang sesuai kriteria inklusi penelitian. Penelitian ini menunjukan bahwa penyakit penyerta yang sering dialami pasien adalah Kejang Demam Kompleks (KDK) (47,05%) dengan kejadian DRPs terbanyak ialah interaksi obat (31,18%), diikuti dosis obat melebihi dosis terapi (30,10%), dosis obat kurang dari dosis terapi (18,27%), obat tanpa indikasi (9,67%), indikasi tanpa obat (8,60%) dan ketidaktepatan pemilihan obat (2,15%), jumlah penyakit penyerta berpengaruh terhadap jumlah DRPs (P=0,028), jumlah penggunaan obat tidak berpengaruh secara bermakna terhadap jumlah DRPs (P=0,100) Kata kunci: Drug Related Problems, diare akut infeksi, obat diare akut infeksi vi ABSTRACT Name : Nabilah Urwatul Wutsqo Program Study : Farmasi Tittle : Identification Drug Related Problems (DRPs) Inpatient Acute Diarrhea Infectious Pediatric in the ”X” Hospital in Tangerang Selatan City Ports Januari- Desember 2015. Acute diarrhea is a health problem in developing countries such as Indonesia, estimated at more than 10 million children aged less than 5 years old die every year, about 20% of children die from infectious diarrhea. Acute diarrheal diseases can be caused by infection with viruses, bacteria and parasites, On diarrheal disease infections caused by bacteria and parasites, the drug most widely used antibiotics. Various studies have found that about 40-62% of antibiotics are used inappropriately (Kemenkes RI, 2011). This study aims to determine the drug related problems (DRPs) covering the drug without indication, indications without drugs, the accuracy of selection of drugs,inproper dosage adjusment,and drug interactions in pediatric patients suffering from acute diarrhea infection in RS “X” In Kota Tangerang Selatan. Data were collected through secondary data such as patient’s medical record from January to December 2015 and designed using cross-sectional. The data obtained were examined by descriptive, data collection techniques by total sampling method, 40 data complying to the inclusion criteria. This study shows that comorbidities that are often experienced by patients are Kejang Demam Kompleks (KDK) (47,05%) with the highest incidence of DRPs drug interactions (31,18%), dose of the drug is too high (30,10%),the drug dose is too low (18,27%),drug without no indication (9,67%), indication without no drug (8,60%) and improper drug selection (2,15%). Age does not affect significantly the number of DRPs (P = 0.426), number of comorbidities significantly affect the number of DRPs (P = 0.028), the amount of drug use did not affect significantly the number of DRPs (P = 0.100). Keywords: Drug Related Problems, acute infectious diarrhea, acute infectious diarrhea drug vii KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, karunia serta nikmat iman dan islam yang tak terhingga, Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW. Syukur atas limpahan nikmat dan kasih sayangNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Diare Akut Infeksi Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RS “X” Kota Tangerang Selatan Periode Januari-Desember 2015” bertujuan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasi dan penghargaan sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu Dr.Delina Hasan, M.Kes., Apt dan Ibu Dr. Azrifitria Msi., Apt selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, waktu dan tenaga dalam penelitian ini juga kesabaran pembimbing serta saran, dukungan dan kepercayaanya selama penelitian ini berlangsung hingga tersusunya skripsi ini. 2. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak motivasi dan bantuan. 3. Ibu Dr.Nurmeilis, M.si.,Apt selau Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Seluruh pihak dosen pengajar Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu dan pengetahuan selama penulis menempuh pendidikan. viii 5. Seluruh civitas Departemen Farmasi RS “X” Kota Tangerang Selatan yang telah banyak membantu dan memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian. 6. Kedua orang tua saya, ibunda tersayang Esti Risnawati dan ayahanda Drs. Fauzan Bustomi, yang selalu memberikan kasih sayang,dukungan dan doa yang tidak pernah henti serta dukungan baik moril dan materil. 7. Adik tersayang Royyan Iftikhor Amani serta seluruh keluarga besar atas semangat, dukungan dan doa yang tiada henti kepada penulis. Alvin Fauzi Murod yang selalu memberikan dukungan kepada penulis. 8. Miranda, Annisaa, Novilia, Verona, Harisah, Amirah, Lilia, Nita Fitriani, Ade Rachma, Nurul Fitri, dan Annisa Florensia yang telah menjadi teman yang telah menjadi penyemangat dan menjadi teman terbaik penulis. 9. Teman seperjuangan Rouli Meparia Utami atas masukan, bantuan, kesabaran dan semangat selama masa penelitian hingga penyusunan skripsi. Dan teman-teman Farmasi 2012 khususnya Farmasi 2012 kelas BD atas kebersamaan, serta berbagi suka dan duka selama perkuliahan, terimakasih atas kebersamaan kita selama 4 tahun ini. 10. Seluruh pihak yang banyak membantu penulis dalam penelitian dan penyelesaian skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu. Akhirnya, dengan segala kerendahan hari penulis berharap kritik dan saran atas kekurangan dan keterbatasan penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat untuk banyak pihak dan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dunia kefarmasian. Ciputat, Juli 2016 Penulis ix DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii HALAMAN PERSYARATAN ORISINILITAS.............................................. iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... iv HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. v ABSTRAK ........................................................................................................... vi ABSTRACT ......................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ......................................................................................... xi HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................... x DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi DAFTAR TABEL .............................................................................................. xv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvii BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 4 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 5 1.3.1 Tujuan Umum ................................................................. 5 1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................ 5 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 5 1.4.1 Manfaat Teoritis .............................................................. 5 1.4.2 Manfaat Metodologi ........................................................ 5 1.4.3 Manfaat Aplikatif ............................................................ 6 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 6 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 7 2. 1. Diare ................................................................................................. 7 2.1.1 Definisi Diare ................................................................. 7 2.1.2 Klasifikasi Diare............................................................. 9 2.1.3 Epidemiologi Diare ........................................................ 12 2.1.4 Etiologi Diare ................................................................. 13 xi 2.1.5 Patofisiologi Diare ......................................................... 13 2.1.6 Penyebab Diare .............................................................. 14 2.1.7 Gejala Diare ................................................................... 15 2.1.8 Pemeriksaan Diare ......................................................... 16 2.1.9 Penatalaksanaan Diare ................................................... 17 2.1.10 Pengobatan Diare ........................................................... 26 2. 2. Drug Related Problems ................................................................... 33 2.2.1 Klasifikasi Drug Related Problems......................................... 33 2.2.1.1 Butuh Tambahan Obat ................................................ 33 2.2.1.2 Obat Tanpa Indikasi .................................................... 33 2.2.1.3 Ketidaktepatan Pemilihan Obat .................................. 34 2.2.1.4 Dosis Kurang dari Dosis Terapi.................................. 34 2.2.1.5 Dosis Melebihi Dosis Terapi ...................................... 35 2.2.1.6 Ketidakpatuhan ........................................................... 36 2.2.1.7 Reaksi Obat yang Merugikan ..................................... 36 2. 3. Interaksi obat ................................................................................... 37 2. 4. Indikasi Tanpa Obat ......................................................................... 38 2. 5. Pediatri ............................................................................................ 39 2. 6. Rumah Sakit ..................................................................................... 40 2.6.1 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit............................................... 40 2.6.2 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit .......................................... 41 2.6.2.1 Jenis Rumah Sakit Secara Umum ............................... 41 2.6.2.2 Klasifikasi Rumah Sakit Secara Khusus ..................... 41 2. 7. Rekam Medik ................................................................................... 42 2. 8. Review Literatur............................................................................... 43 2.8.1 Latar Belakang Diare .............................................................. 43 2.8.2 Epidemiologi Diare ................................................................. 43 2.8.3 Manifestasi Klinik Diare ......................................................... 43 2.8.4 Pengobatan Diare Akut Infeksi ............................................... 44 2.8.5 Terapi Farmakologi Diare ....................................................... 45 BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ............. 49 3.1. Kerangka Konsep ............................................................................... 49 xii 3.2. Definisi Operasional ........................................................................... 50 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 54 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 54 4.1.1 Lokasi Penelitian .................................................................... 54 4.1.2 Waktu Penelitian .................................................................... 54 4.2 Desain Penelitian ................................................................................. 54 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian .......................................................... 54 4.3.1 Populasi .................................................................................... 54 4.3.2 Sampel ...................................................................................... 54 4.3.2.1 Kriteria Inklusi Sampel ................................................ 55 4.3.2.2 Kriteria Ekslusi Sampel................................................ 55 4.4 Metode Pengumpulan Data .................................................................. 55 4.5 Prosedur Penelitian .............................................................................. 56 4.5.1 Persiapan ..................................................................................... 56 4.5.2 Pengolahan Data.......................................................................... 56 4.6 Analisis Data ......................................................................................... 57 4.6.1 Analisis Univariat ........................................................................ 57 4.6.2 Analisis Bivariat ........................................................................... 57 BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 58 5.1 Hasil Penelitian ................................................................................... 58 5.1.1 Karakteristik Pasien.................................................................... 58 5.1.2 Penggunaan Obat Pada Pasien Diare Akut Infeksi .................... 59 5.1.2.1 Jumlah Penggunaan Obat .............................................. 61 5.1.3 Drug Related Problems .............................................................. 62 5.1.4 Hasil Analisa Bivariat ................................................................ 63 5.1.4.1 Analisa Hubungan Antara Jumlah Penyakit Penyerta dengan DRPs ................................................................... 63 5.1.4.3 Analisa Hubungan Antara Jumlah Obat dengan DRPs .. 63 5.2 Pembahasan ......................................................................................... 64 5.2.1 Karakteristik Pasien................................................................... 64 5.2.2 Penggunaan Obat Diare Akut Infeksi ........................................ 66 5.2.2.1 Jumlah Penggunaan Obat Diare Akut Infeksi ............... 68 xiii 5.2.3 Drug Related Problems ............................................................. 68 5.2.3.1 DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat .......................... 70 5.2.3.2 DRPs Obat Tanpa Indikasi ............................................ 70 5.2.3.3 DRPs Indikasi Tanpa Obat ............................................ 71 5.2.3.4 DRPs Dosis Obat Kurang dari Dosis Terapi ................ 73 5.2.3.5 DRPs Dosis Obat Melebihi Dosis Terapi ..................... 74 5.2.3.6 DRPs Interaksi Obat ..................................................... 75 5.2.4 Hasil Analisa Bivariat ............................................................... 76 5.2.4.1 Analisa Hubungan Antara Penyakit Penyerta dengan DRPs .................................................................................. 77 5.2.4.3 Analisa Hubungan Antara Jumlah Penggunaan Obat dengan DRPs ..................................................................... 77 5.3 Keterbatasan Penelitian ....................................................................... 78 5.3.1 Kendala ....................................................................................... 78 5.3.2 Kelemahan .................................................................................. 78 5.3.3 Kekuatan ..................................................................................... 78 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 79 6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 79 6.2 Saran .................................................................................................. 80 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 81 LAMPIRAN ......................................................................................................... 88 xiv DAFTAR TABEL Tabel Halaman Tabel 2.1 Cara Menilai Derajat Dehidrasi ..........................................................8 Tabel 2.2 Gejala Diare ........................................................................................15 Tabel 2.3 Pemberian Cairan Intravena Anak dengan Dehidrasi Berat ...............19 Tabel 2.4 Pemberian Cairan Intravena Anak dengan Dehidrasi Ringan ............21 Tabel 2.5 Kebutuhan Oralit Perkelompok Umur ................................................27 Tabel 2.6 Antibiotik yang Digunakan Untuk Diare Akut Infeksi .......................31 Tabel 3.1 Definisi Operasional ...........................................................................50 Tabel 5.1 Karakteristik Pasien Diare Akut Infeksi .............................................58 Tabel 5.2 Data Distribusi Penggunaan Obat Pasien Diare Akut Infeksi.............60 Tabel 5.3 Data Distribusi Jenis Penggunaan Obat Diare Akut Infeksi ...............61 Tabel 5.4 Data Distribusi Pasien Berdasarkan Kategori DRPs...........................62 xv DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ...........................................................49 xvi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Pengambilan Data dan Izin Penelitian dari FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta .........................................88 Lampiran 2. Peniliaian DRPs yang Dialami Pasien Penyakit Diare Akut Infeksi ...................................................................................89 Lampiran 3. Evaluasi DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat .............................91 Lampiran 3. Evaluasi DRPs Obat Tanpa Indikasi ..............................................92 Lampiran 4. Evaluasi DRPs Indikasi Tanpa Obat ..............................................93 Lampiran 5. Evaluasi DRPs Dosis Kurang dari Dosis Terapi ............................95 Lampiran 6. Evaluasi DRPs Dosis Melebihi Dosis Terapi .................................96 Lampiran 7. Evaluasi DRPs Interaksi Obat ........................................................98 Lampiran 8. Hasil Analisis Hubungan Antara Penyakit Penyerta Dengan DRPs .................................................................................103 Lampiran 9. Hasil Analisis Hubungan Antara Jumlah Obat Dengan DRPs .......105 Lampiran 10 Data Obat Pasien Anak Diare Akut Infeksi ...................................106 Lampiran 11 Data Pasien Anak Diare Akut Infeksi............................................110 xvii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare merupakan suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih). Kebanyakan pasien diare menderita diare akut ringan sampai sedang yang berlangsung kurang dari 14 hari, diare ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 3 sampai 7 hari (Depkes RI, 2011; Soegijanto,2009). Penyakit diare merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Diare menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka kematian anak di dunia. Diperkirakan lebih dari 10 juta anak yang berusia kurang dari 5 tahun meninggal setiap tahunnya, sekitar 20% anak meninggal karena diare (Kemenkes RI, 2011) Berdasarkan peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 949 tahun 2004, Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu (Permenkes RI, 2004). Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian (Kemenkes RI, 2015). Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007, diare merupakan penyebab kematian tertinggi pada anak umur 1-4 tahun yaitu sebesar 25,2% (Riskesdas RI,2007). Berdasarkan data Riskesdas pada tahun 2013, Insiden dan prevalensi diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia adalah 3,5% dan 7,0%. Insiden diare pada kelompok usia anak adalah 10,2%. Lima provinsi dengan insiden diare tertinggi adalah Aceh, Papua, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, dan Banten (Riskesdas RI,2013). Berdasarkan data dari dinas kesehatan (Dinkes) provinsi Banten tahun 2011, diare merupakan salah satu penyakit yang sering menyebabkan kematian karena 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2 kekurangan cairan tubuh (dehidrasi) apabila tidak segera mendapat penanganan secara cepat dan tepat. Di provinsi Banten, kasus diare mengalami kenaikan dari tahun 2010 sampai 2011. Pada tahun 2010 kasus diare sebesar 816.802 kasus, sedangkan pada tahun 2011 jumlah kasus diare meningkat hingga 6,6 % menjadi 971.269 kasus (Dinkes Banten,2011). World Health Organization (WHO) tahun 2007 melaporkan bahwa secara global, sebanyak 527.000 kematian anak-anak terjadi setiap tauhnnya disebabkan karena penyakit diare infeksi. Diare infeksi disebut juga dengan gastroenteritis yaitu peradangan pada lambung, usus kecil dan usus besar dengan berbagai kondisi patologis dari saluran gastrointestinal (Rachmawati, 2014). Penyebab terjadinya infeksi adalah infeksi virus, bakteri dan parasit. Beberapa bakteri penyebab penyakit ini antara lain bakteri Escherchia coli, Salmonella, Shigella, Vibrio dan Staphy lococus (Rachmawati, 2014). Sehingga perlu diberikan antibiotik dan antifungi yang tepat untuk mengatasi penyebab diare infeksi pada anak. Terapi dengan menggunakan obat diare bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan mempertahankan hidup pasien, hal ini dilakukan dengan cara mengobati pasien, mengurangi atau meniadakan gejala sakit, menghentikan atau memperlambat proses penyakit serta mencegah penyakit atau gejalanya. Berdasarkan Kemenkes RI (2011), tatalaksana diare akut pada anak meliputi pemberian oralit, pemberian obat zinc, pemberian Air Susu Ibu (ASI), pemberian nasehat dan pemberian antibiotik, pemberian antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin. Pada penyakit diare infeksi yang disebabkan bakteri dan parasit, obat yang paling banyak digunakan adalah antibiotik. Antibiotik merupakan obat yang paling banyak diresepkan di dunia, pada tahun 2006 WHO melaporkan lebih dari seperempat anggaran rumah sakit dikeluarkan untuk penggunaan antibiotik (Halawiyah, 2015). Pada pengobatan diare akut infeksi yang disebabkan bakteri dan parasit, penggunaan obat antibiotik yang tidak sesuai dengan pedoman terapi akan meningkatkan resistensi bakteri terhadap antibiotik, akan tetapi munculnya resistensi dapat dicegah dengan menggunakan antibiotik secara rasional dan terkendali. Berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3 digunakan secara tidak tepat, 30-80% kualitas penggunaan antibiotik diberbagai Rumah Sakit ditemukan tidak berdasarkan pada indikasi (Permenkes RI, 2011). Dalam pemberian obat diare terdapat peristiwa yang tidak diinginkan dalam terapi pengobatan. Peristiwa yang tidak diinginkan dalam terapi disebut sebagai Drug Related Problems (DRPs). DRPs merupakan suatu peristiwa yang tidak diinginkan yang dialami oleh pasien yang berpotensi atau terbukti dapat mengganggu pencapaian terapi obat. (Cipolle, dkk., dalam review Adusumilli dan Adepu, 2014). Menurut Cipolle dkk, peristiwa tersebut meliputi butuh tambahan obat, obat tanpa indikasi, ketidaktepatan pemilihan obat, dosis melebihi dosis terapi, dosis kurang dari dosis terapi, efek samping dan kepatuhan pasien. Namun penelitian mengenai DRPs terkait efek samping dan kepatuhan pasien tidak dilakukan karena penelitian dilakukan secara retrospektif, dan diganti dengan DRPs mengenai interaksi obat, dan indikasi tanpa obat. Penanganan DRPs pada pasien pediatri atau anak-anak harus diprioritaskan karena kondisi fisiologisnya masih belum sempurna, sehingga faktor-faktor metabolisme dan absorbsi obat tidak bisa disamakan begitu saja dengan pasien dewasa. Dosis pada anak harus ditetapkan secara seksama dengan merujuk pada panduan dosis anak atau dihitung menggunakan rumus (Prest,2003). Penelitian yang dilakukan di Indonesia salah satunya dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara Sulawesi Tenggara tahun 2013 tercatat sebesar 65,8% anak yang berjenis kelamin laki-laki menderita diare dengan mayoritas umur 13-24 bulan (57,44%) yang mengalami DRPs, dan kategori yang dialaminya yaitu, tidak tepat indikasi (46,2%), dosis obat yang terlalu tinggi (19,4%), dan dosis obat terlalu rendah (9,7%) (La Ode M, 2014). Penelitian serupa yang dilakukan di RSUP. H.Adam Malik Medan pada tahun 2011 menyatakan kejadian DRPs pada pasien anak diare akut infeksi di instalasi rawat inap sebesar 63,83% dengan mayoritas umur 7 bulan-2 tahun sebesar 55,32%, dan kategori DRPs yang dialami yaitu, obat tanpa Indikasi (29,69%), indikasi tanpa obat (17,19 %), dosis obat kurang (21,88%), dosis obat lebih (15,63%), dan interaksi obat (15,63%) (Erlina, 2013) . Rumah Sakit “X” di Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu Rumah Sakit umum tipe C, dan tergolong menjadi Rumah Sakit baru dan juga menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4 Rumah Sakit rujukan bagi masyarakat Tangerang Selatan. Berdasarkan data tahun 2015 pasien anak dengan penyakit diare akut dengan atau tanpa penyakit penyerta yang berobat di rumah sakit ini berjumlah 98 orang. Data ini dianggap peneliti cukup besar dan sangat memungkinkan terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan dalam pengobatan (DRPs). Penelitian mengenai DRPs diare akut infeksi pada pasien anak belum pernah dilakukan di Rumah Sakit “X” di Kota Tangerang Selatan sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian DRPs dengan kategori indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi, ketidaktepatan pemilihan obat, dosis, dan interaksi obat pada pasien anak yang menderita diare akut infeksi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dokumentasi dan sebagai bahan evaluasi terhadap pelayanan baik oleh dokter maupun farmasis dan juga berguna untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit “X” di Kota Tangerang Selatan. . 1.2. Rumusan Masalah a. Kasus penyakit diare pada anak masih menjadi masalah yang serius dengan presentase insiden sebesar 10,2 % di Indonesia pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). b. Pada pengobatan diare infeksi yang disebabkan bakteri dan parasit, penggunaan obat antibiotik yang tidak sesuai dengan pedoman terapi akan meningkatkan resistensi bakteri terhadap antibiotik, berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotik digunakan secara tidak tepat (Kemenkes, 2011). c. Terapi dengan obat biasanya akan menimbulkan beberapa hal selain kesembuhan, yaitu terjadi masalah-masalah DRPs antara lain butuh tambahan obat, obat tanpa indikasi, salah obat, dosis dibawah dosis terapi, dosis melebihi dosis terapi, dan interaksi obat khususnya pada anak-anak. d. Rumah Sakit “X” di Kota Tangerang Selatan sangat memungkinkan terjadinya masalah DRPs diare akut infeksi pada anak. Namun sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian terkait hal tersebut. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 5 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui adanya Drug Related Problems(DRPs) pada pasien anak yang menderita diare akut infeksi di Instalasi Rawat Inap RS “X” di Kota Tangerang Selatan periode Januari – Desember 2015. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengetahui karakteristik pasien diare akut infeksi yang diwarat inap di RS “X” di Kota Tangerang Selatan periode Januari-Desember 2015 b. Mengetahui profil penggunaan obat yang digunakan pasien pediatri yang menderita diare akut infeksi di RS “X” di Kota Tangerang Selatan periode Januari-Desember 2015. c. Mengetahui presentase kejadian DRPs pada pengobatan pasien diare akut infeksi di RS “X” di Kota Tangerang Selatan periode Januari-Desember 2015. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Secara teroritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan serta wawasan tentang Drug Related Problem (DRPs) khususnya mengenai indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi, ketidaktepatan pemilihan obat, dosis, dan interaksi obat diare akut infeksi pada anak. 1.4.2 Secara Metodologi Metode penelitian ini dilakukan secara retrospektif dan diharapkan dapat dijadikan referensi untuk diaplikasikan pada penelitian farmasi klinis sejenis di RS “X” di Kota Tangerang Selatan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 6 1.4.3 Secara Aplikatif Secara aplikatif penelitian ini diharapkan dapat dijadikan suatu bahan pertimbangan ataupun kebijakan dalam peresepan obat diare akut pada anak di instalasi rawat inap RS “X” di Kota Tangerang Selatan dan dapat memberikan saran bagi dokter dan tenaga kefarmasian dalam meningkatkan pemberian terapi optimal sehingga diperoleh terapi yang efektif,aman dan efisien. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian a. Penelitian dengan judul “Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Diare Akut Infeksi Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RS “X” di Kota Tangerang Selatan Periode Januari – Desember Tahun 2015” b. Penelitian ini hanya dibatasi pada identifikasi DRPs yang ditinjau dari indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi, ketidaktepatan pemilihan obat, dosis dibwah dosis terapi, dosis melebihi dosis terapi, dan interaksi obat. c. Besar sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 40 sampel. d. Pada penelitian ini desain yang dilakukan adalah cross sectional dengan pendekatan secara retrospektif. e. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Juni di Instalasi Rawat Inap RS “X” di Kota Tangerang Selatan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diare 2.1.1 Definisi Diare Diare (berasal dari bahasa Yunani dan Latin: dia, artinya melewati, dan rheein, yang berarti mengalir atau berlari) merupakan masalah umum untuk yang menderita “pengeluaran feses yang terlalu cepat dan terlalu encer”. Tetapi agar lebih kuantitatif, ilmuan biasanya mendefinisikan diare sebagai kelebihan bobot cairan (Joel G.Hardman & Lee Limbird,2002). Diare infeksi adalah diare yang disebabkan karena infeksi virus,bakteri dan parasit. Beberapa bakteri penyebab penyakit ini antara lain bakteri Eschercia coli, Salmonella, Shigella, Vibrio cholera dan Staphylococcus (Suharyono, 2008). Penyebab diare dapat berupa bakteri yang mengkontaminasi makanan maupun minuman, infeksi virus, alergi makanan dan adanya parasit yang masuk ke tubuh melalui makanan dan minuman. Diare dapat mengakibatkan terjadinya beberapa hal berikut: a. Dehidrasi Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) yang lebih banyak dari pemasukannya (input). Dehidrasi yang parah dapat juga menyebabkan gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis) akibatnya hilangnya Na bikarbonat bersama feses. Kehilangan cairan akibat diare akut menyebabkan dehidrasi yang bersifat ringan, sedang atau berat. Volume cairan yang hilang melalui tinja bervariasi dari 5ml/kg BB sampai 200 ml/kg BB, atau lebih. Total kehilangan natrium tubuh pada anak-anak dengan dehidrasi berat akibat diare biasanya sekitar 70-110 mmol/L air yang hilang (WHO, 2005). Hilangnya cairan 5-10% berat badan mengakibatkan dehidrasi sedang yang ditandai dengan rasa haus, sedangkan hilangnya cairan 10% atau lebih akan terjadi dehidrasi berat dan penderita mungkin akan sangat haus. 7 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 8 Tabel 2.1 Cara menilai derajat dehidrasi No Tanda dan A B C Gejala 1 2 Keadaan Sadar,gelisah umum dan haus,baik Mata Normal Gelisah, rewel Lesu, lunglai atau tidak sadar Cekung Sangat cekung dan kering 3 Air mata Ada Tidak ada 4 Rasa haus Minum biasa Haus, tidak haus Tidak ada ingin Malas minum banyak 6 Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat 7 Hasil Diare pemeriksaan dehidrasi minum atau tidak bisa minum Kembali sangat lambat Tanpa Diare Dehidrasi Diare Dehidrasi berat ringan/ sedang Sumber : WHO, 2005. b. Hipoglikemia Hipoglikemia terjadi pada 2-3% pasien diare. Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa. c. Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat. Hal ini terjadi karena makanan yang diberikan tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik. d. Gangguan sirkulasi Sebagai akibat dari daire ialah dapat terjadinya renjatan (shock) hipovolemik, sehingga perfusi jaringan berkurang. Akibat selanjutnya ialah terjadi hipoksia dan asidosis bertambah berat, dapat terjadi pendarahan otak, kesadaran menurun, dan bila tidak segera diatasi maka pasien dapat meninggal. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 9 2.1.2 Klasifikasi Diare 1. Menurut Onset Terjadinya Berdasarkan waktu onset dan durasi, diare dikelompokkan menjadi akut dan kronis. Episode diare akut umummnya hilang dalam waktu 72 jam dari onset. Diare kronis menyebabkan frekuensi buang air besar yang lebih sering dan periode diare yang lebih panjang (Elin, et al., 2009). Menurut WHO (2005) diare terdiri dari beberapa jenis yaitu: a. Diare Akut Diare akut adalah penurunan konsistensi feses, feses menjadi cair biasanya Buang Air Besar (BAB) terjadi lebih dari 3 kali sehari dan berlangsung kurang dari 14 hari. Kebanyakan pasien diare menderita diare akut ringan sampai sedang. Diare ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 3 sampai 7 hari (Guarino dkk, 2014). b. Diare Akut Berdarah Diare akut berdarah yang disebut juga disentri, mempunyai bahya utama yaitu kerusakan mukosa usus, sepsis dan gizi buruk, mempunyai komplikasi seperti dehidrasi. c. Diare persisten Adalah diare yang berlangsung selama 14 hari atau lebih, bahaya utamanya adalah malnutrisi dan infeksi non-usus serius dan dehidrasi. d. Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiokor) Adalah diare yang mempunyai bahawa utama infeksi sistemik yang parah, dehidrasi, gagal jantung dan kekurangan vitamin dan mineral. 2. Menurut Penyebabnya a. Diare Osmotik Diare osmotik terjadi bila bahan-bahan tertentu yang tidak dapat diserap ke dalam darah, tertinggal di usus. Bahan tersebut menyebabkan peningkatan kandungan air dalam tinja, sehingga terjadi diare. Makanan tertentu ( buah dan kacang-kacangan ) dan sorbitol juga manitol ( pengganti gula dalam makanan dietetik, permen dan permen karet) dapat menyebabkan diare osmotik. Kekurangan laktase UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 10 juga bisa menyebabkan diare osmotik. Laktase adalah enzim yang secara alami ditemukan dalam usus halus, yang mengubah gula susu (laktosa) menjadi glukosa dan galaktosa sehingga dapat diserap ke dalam aliran darah. Jika orang mengalami keurangan laktase minum susu atau makan produk olahan susu, maka laktosa tidak akan diubah tapi terkumpul di usus dan menyebabkan diare osmmotik. Beratnya diare ini tergantung pada jumlah bahan osmotik yang masuk. Diare akan berhenti jika penderita berhenti memakan atau meminum bahan tersebut (Soegijanto, 2009). b. Diare Sekretorik Diare sekretorik terjadi jika usus kecil dan usus besar mengelurakan garam (terutama natrium klorida) dan air dalam tinja. Hal ini juga bisa disebabkan oleh toksin tertentu seperti pada kolera dan diare infeksius lainnya. Diare bisa sangat banyak, bahkan pada kolera bisa lebih dari 1 liter/hari. Bahan lainnya yang juga menyebabkan pengeluaran air dan garam adalah asam empedu (yang terbentuk setelah pengangkatan sebagian usus kecil). Tumor tertentu (misalnya, karsinoid, gastrinoma dan vipoma, juga dapat menyebabkan diare sekretorik (Soegijanto, 2009). c. Sindrom Malabsorpsi Sindrom malabsorpsi juga bisa menyebabkan diare. Penderita sindrom ini tidak dapat mencerna makanannya secara normal. Pada malabsorpsi yang menyeluruh, lemak tertinggal di usus besar dan menyebabkan diare sekretorik, sedangkan adanya karbohidrat dalam usus besar menyebabkan diare osmotik. Malabsorpsi mungkin juga disebabkan oleh beberapa keadaan seperti: Sariawan nontropikal Insufisiensi pankreas Pengangkatan sebagian usus Aliran darah ke usus besar yang tidak adekuat Kekurangan enzim tertentu di usus halus Penyakit hati (Soegijanto, 2009). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 11 d. Diare Eksudatif Diare eksudatif terjadi jika lapisan usus besar mengalami peradangan dan membentuk tukak, lalu melepaskan protein, darah, lendir dan cairan lainnya, yang akan meningkatkan kandungan serat dan cairan pada tinja. Diare ini dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit seperti: Kolitis ulserativa Penyakit Crohn Tuberkulosis Limfoma Kanker jika mengenai lapisan rektum penderita akan merasakan desakan untuk buang air besar dan sering buang air besar karena rektum yang mengalami peradangan lebih sensitif terhadap peregangan oleh tinja (Soegijanto, 2009). e. Pertumbuhan Bakteri berlebih Pertumbuhan bakteri berlebih adalah pertumbuhan bakteri alami usus dalam jumlah yang sangat banyak atau pertumbuhan bakteri yang secara alami tidak ditemukan di usus. Hal ini bisa menyebabkan diare. Bakteri alami usus memegang peranan penting dalam proses pencernaan. Karena itu, gangguan pada bakteri usus bisa menyebabkan diare (Soegijanto, 2009). 3. Berdasarkan Derajat Dehidrasinya a. Diare dengan Dehidrasi Berat Anak yang menderita dehidrasi berat memerlukan rehidrasi intravena secara cepat dengan pengawasan yang ketat dan dilanjutkan dengan rehidrasi oral segera setelah anak membaik. Pada daerah yang sedang mengalami kolera, berikan pengobatan antibiotik yang efektif terhadap kolera (WHO,2009). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 12 b. Diare dengan Dehidrasi Sedang/ Ringan Pada umumnya, anak-anak dengan dehidrasi ringan/ sedang harus diberi larutan oralit, dalam waktu 3 jam pertama di klinik saat anak berada dalam pemantauan dan ibunya diajari cara menyiapkan dan memberikan larutan oralit (WHO,2009). c. Diare Tanpa Dehidrasi Anak yang menderita diare tetapi tidak mengalami dehidrasi harus mendapatkan cairan tambahan di rumah guna mencegah terjadinya dehidrasi. Anak harus terus mendapatkan diet yang sesuai dengan umur mereka,termasuk meneruskan pemberian ASI (WHO,2009). 2.1.3 Epidemiologi Diare Diare masih merupakan salah satu diantara penyebab-penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas anak-anak di negara-negara yang sedang berkembang, dengan perkiraan sekitar 3-5 miliar kasus setiap tahun di dunia. Sekitar 5-18 juta kematian setiap tahunnya disebakan karena diare. Kematian ini dapat disebabkan karena dehidrasi akut. Khususnya bayi dan anak-anak adalah rawan karena kebutuhan akan cairan dan pergantian untuk ukurannya adalah relatif lebih besar, daya tahannya yang kurang dan kerentanannya terhadap agen fekal-oral . Di Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 200-400 kejadian diare diantara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian dapat diperkirakan ada lebih dari 60 juta kejadian diare setiap tahunnya. Sebagian besar dari penderitapenderita ini (60-80%) adalah anak-anak dibawah usia 5 tahun sehingga dengan demikian terdapat kurang lebih 40 juta kejadian diare pada usia ini setiap tahunnya. Sampai dengan tahun 1985 penyakit diare masih menempati urutan pertama kematian di Indonesia terutama bagi golongan anak bayi dan balita dan mencapai sekitar 350.000 anak pertahun. Setelah tahun 1992 diare tidak lagi menempati urutan pertama penyebab kematian bayi di Indonesia. Penyakit penyebab kematian didominasi saat ini oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 13 penyakit saluran pernapasan dan gangguan perinatal. Hal ini mungkin disebabkan karena perbaikan kesehatan lingkungan dan perorangan dan mungkin pula karena meningkatnya penggunaan oralit dalam penanganan diare oleh masyarakat (Soegijanto,2009). 2.1.4 Etiologi Diare Etiologi diare akut pada 25 tahun yang lalu sebagian besar belum diketahui, akan tetapi sekarang lebih dari 80% penyebabnya telah diketahui. Terdapat 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare. Penyebab utama oleh virus adalah rotravirus(40-60%) sedangkan virus lainnya ialah virus norwalk, astrovirus, calcivirus, coronavirus, minirotavirus, dan virus bulat kecil (Depkes RI, 2005). Bakteri penyebab diare dapat dibagi dalam dua golongan besar, ialah bakteri non invasif dan bakteri invasif. Termasuk dalam golongan bakteri noninvasif adalah: Vibrio cholerae, E coli, sedangkan golongan bakteri invasif adalah Salmonella sp (Vila J et al, .2000). 2.1.5 Patofisiologi Diare Diare adalah suatu kejadian ketidakseimbangan dalam penyerapan dan sekresi air dan elektrolit. Diare dapat berhubungan dengan penyakit tertentu dari saluran pencernaan atau dengan penyakit diluar saluran pencernaan Empat mekanisme patofisiologis umum yang mengganggu keseimbangan air dan elektrolit, menyebabkan diare : (1) Perubahan dalam transportasi ion aktif dengan menurunkan penyerapan natrium atau peningkatan sekresi klorida. Transport aktif akibat rangsangan bakteri terhadap elektrolit ke dalam usus halus. Sel dalam mukosa intestinal mengalami iritasi sehingga menyebabkan peningkatan sekresi cairan dan elektrolit. Mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal sehingga menurunkan area permukaan intestinal, mengubah kapasitas intestinal dan mengganggu cairan dan elketrolit (Wells,et al., 2006). (2) Perubahan motilitas usus. (3) Peningkatan osmolaritas luminal. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 14 (4) Peningkatan tekanan hidrostatik dalam jaringan. Mekanisme ini telah berhubungan dengan empat kelompok besar diare klinis : sekretori, osmotik, eksudatif, dan perubahan transit usus. Diare sekretorik terjadi ketika zat yang merangsang (misalnya vasoaktif peptida usus [VIP], obat pencahar, atau racun bakteri) meningkatkan sekresi atau menurukan penyerapan sejumlah besar air dan elektrolit. Zat yang penyerapannya buruk akan menahan cairan usus, mengakibatkan diare osmotik. Penyakit inflamasi pada saluran pencernaan dapat menyebabkan diare eksudatif oleh debit lendir, protein, atau darah yang masuk ke dalam saluran cerna. Motilitas usus dapat diubah dengan mengurangi waktu kontak di usus, pengosongan dini pada usus besar, dan oleh pertumbuhan bakteri yang berlebih (Dipiro.JT,2009). 2.1.6 Penyebab Diare 1. Diare akibat virus Diare ini disebabkan oleh virus yang melekat pada sel-sel mukosa usus yang rusak sehingga kapasitas reabsorbsi menurun. Diare akan berlangsung selama beberapa hari, yaitu berkisar 3-6 hari, hingga virus benar-benar hilang. Contohnya antara lain: rotravirus, adenovirus, norwalk (Atmaja.W., 2011). 2. Diare akibat bakteri Diare ini disebabkan oleh kurangnya higienisitas makanan. Bakteri masuk ke dalam mukosa dan memperbanyak diri serta membentuk toksin-toksin yang dapat direabsorpsi ke dalam darah dan menimbulkan gejala hebat seperti demam tinggi, nyeri kepala dan kejang, serta feses berdarah dan berlendir. Contohnya antara lain: Salmonella, Shigella, dan E. Coli (Atmaja.W., 2011). 3. Diare akibat parasit Diare akibat parasit ditandai dengan eksresi tinja yang terus-menerus dan bertahan lebih dari satu minggu. Gejala lainnya dapat berupa nyeri perut, demam, anoreksia, nausea, muntah-muntah dan rasa letih (malaise). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 15 Contohnya antara lain: protozoa Entamoeba histolytica, Giardia Llambia, Cryptosporidium (Atmaja.W., 2011). 4. Diare akibat enterotoksin Diare ini disebabkan oleh kuman-kuman yang membentuk enterotoksin. Toksin melekat pada sel mukosa dan merusaknya. Diare ini akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan dalam waktu lima hari setelah sel-sel mukosa yang baru. Contohnya antara lain: enterotoksin dari E. Coli dan Vibrio cholera, enterotoksin dari Shigella, Salmonella, dan Entamoeba histolytica (Atmaja.W., 2011). 2.1.7 Gejala Diare Tabel 2.2 Gejala Diare Klasifikasi Dehidrasi Berat Tanda-tanda atau Gejala Letargis/tidak sadar Mata cekung Tidak bisa minum atau malas minum Cubitan kulit perut kembali sangat lambat (≥ 2 detik). Dehidrasi Ringan/Sedang Tanpa Dehidrasi Rewel,gelisah Mata cekung Minum dengan lahap,haus Cubitan kulit kembali lambat Sadar, gelisah Mata normal Minum biasa, tidak merasa haus Turgor kulit kembali dengan cepat Diare karena infeksi Muntah-muntah Demam Nyeri perut atau kejang perut Sumber : WHO, 2009; Zulkifli, 2015. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 16 2.1.8 Pemeriksaan Diare 1. Anamnesis Anamnesis yang lengkap sangat penting. Dari anamnesis, dokter dapat menduga apakah gejala timbul dari kelainan organik atau fungsional, membedakan malabsorpsi kolon atau bentuk diare inflamasi, dan menduga penyebab spesifik (Atmaja.W., 2011). 2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik lebih berguna untuk menentukan keparahan diare daripada menemukan penyebabnya. Status volume dapat ditentukan dengan mencari perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi. Demam dan adanya tanda toksisitas lain juga perlu dicatat. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan melihat dan meraba distensi usus, memastikan nyeri terlokalisr atau merata, melihat adanya pembesaran hari dan mendengarkan bising usus . Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernafasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya: ada tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah (Juffrie,2010). Tanda-tanda dehidrasi ringan atau dehidrasi berat: a. Rewel atau gelisah b. Letargis/kesadaran berkurang c. Mata cekung d. Cubitan kulit perut kembalinya lambat atau san gat lambat e. Haus/ minum dengan lahap, atau malas minum atau tidak bisa minum. (WHO,2009). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 17 3. Pemeriksaan Awal a. Pemeriksaan feses Pemeriksaan feses dibedakan menjadi tes spesifik dan tes nonspesifik. Pemeriksaan spesifik diantaranya tes untuk enzim pankreas seperti elastase feses. Pemeriksaan nonspesifik diantaranya osmolalitas tinja dan perhitungan osmotik gap untuk membedakan diare osmotik, dan sekretorik. Pemeriksaan tinja baik mikroskopik maupun makroskopik dapat dilakukan untuk menentukan diagnosa yang pasti. Secara makroskopik harus diperhatikan bentuk, warna tinja, ada tidaknya dara, lender, lemak dan lain-lain. Pemeriksaan mikroskopik melihat ada tidaknya leukosit,telur cacing, parasit, bakteri dan lain-lain (Hadi,2002). 4. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umunya tidak diperlukan, Hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat (Juffrie,2010). Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium pasien diare infeksi dimulai dari pemeriksaan feses adanya leukosit. Pada keadaan normal, kotoran tidak mengandung leukosit. Apabila ditemukan adanya leukosit, maka hal itu dianggap sebagai penanda inflamasi kolon, baik akibat infeksi maupun non-infeksi. Karena netrofil akan berubah, sampel harus diperiksa sesegera mungkin (Atmaja.W.,2011). 2.1.9 Penatalaksanaan Diare Pengetahuan dan pemahaman mengenai proses yang menyebabkan terjadinya diare memungkinkan klinis untuk mengembangkan terapi obat yang paling efektif . Pada banyak pasien, onset diare terjadi tiba-tiba tetapi tidak terlalu parah dan dapat sembuh dengan sendiri tanpa memerlukan pengobatan atau evaluasi. Pada kasus yang parah, risiko terbesar adalah dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit, terutama pada bayi, anak-anak, dan manula yang lemah. Oleh karena itu, terapi rehidrasi oral merupakan kunci utama penanganan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 18 untuk pasien sakit akut yang menyebabkan diare yang signifikan. Hal ini sangat penting terutama untuk negara berkembang, karena terapi ini telah menyelamatkan ribuan nyawa setiap tahunnya. Terapi ini menggunakan fakta bahwa pada kebanyakan kasus diare akut, transpor air dan elektrolit bersama dengan nutrien di usus halus tidak terganggu. Absorpsi natrium dan klorida berkaitan dengan ambilan glukosa olen enterosit; yang diikuti oleh gerakan air dalam darah yang sama. Campuran yang seimbang antara glukosa dan elktrolit dalam volume yang setara dengan cairan yang hilang dapat mencegah terjadinya dehidrasi. WHO merekomendasikan formula larutan rehidrasi oral yang ideal; campuran lain atau obat-obatan rumah kemungkinan komposisinya kurang seimbang (Joel G.Hardman & Lee Limbird,2002). Farmakoterapi diare harus dilakukan pada pasien yang menunjukan gejala diare yang signifikan dan terus menerus (presisten). Obat antidiare nonspesifik biasanya tidak mengacu pada patofisiologi penyebab diare; prinsip pengobatan ini hanya menghilangkan gejala pada kasus diare akut yang ringan. Obat-obat ini kebanyakan bekerja dengan menurunkan motilitas usus, dan sedapat mungkin tidak boleh diberikan pada penderita penyakit diare akut yang disebabkan oleh organisme. Pada kasus seperti ini, obat-obat tersebut dapat menutupi gambaran klinis, menunda bersihan organisme, dan meningkatkan risiko infeksi sistemik oleh organisme, dan juga meningkatkan komplikasi lokal seperti megakolon toksis (dilatasi kolon akut yang disertai dengan kolitis amebik atau ulseratif) (Joel G.Hardman & Lee Limbird,2002). Menurut Kemenkes RI tahun 2011, prinsip tatalaksana diare pada anak adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satusatunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE yaitu: 1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah 2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut 3. Teruskan pemberian ASI dan makanan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 19 4. Antibiotik selektif 5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh (Kemenkes RI,2011). 1. Tatalaksana Diare Akut Pediatri Berdasarkan Derajat Dehidrasinya 1) Tatalaksana Diare Akut Dehidrasi Berat Anak dengan dehidrasi berat harus diberi rehidrasi intravena secara cepat yang diikuti dengan terapi rehidrasi oral. a. Mulai berikan cairan intravena segera pada saat infus disiapkan, beri larutan oralit jika anak bisa minum. Catatan : larutan intravena terbaik adalah larutan ringer laktat (disebut pula larutan Hartman untuk penyuntikan). Tersedia juga larutan Ringer Asetat. Jika larutan Ringer Laktat tidak tersedia, larutan garam normal (NaCl 0,9%) dapat digunakan. Larutan glukosa 5% (dextrosa) tunggal tidak efektif dan jangan digunakan. b. Beri 100 ml/kg larutan yang dipilih dan dibagi sesuai tabel dibawah. Tabel 2.3 Pemberian Cairan Intravena Anak dengan Dehidrasi Berat Pertama, berikan 30 Selanjutnya, berikan 70 ml/kg dalam : ml/kg dalam : Umur < 12 bulan 1 jam 5 jam Umur ≥ 12 bulan 30 menit 2½ jam Sumber dari: WHO, 2009. 2) Tatalaksana Diare Akut Dehidrasi Ringan/Sedang a. Pada 3 jam pertama, beri anak larutan oralit dengan perkiraan jumlah sesuai dengan berat badan anak (atau umur anak jika berat badan anak tidak diketahui). Namun jika anak ingin minum lebih banyak, beri minum lebih banyak. b. Tunjukan pada ibu cara memberi larutan oralit pada anak, satu sendok teh tiap 1-2 menit jika anak berumur di bawah 2 tahun; dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 20 pada anak yang lebih besar, berikan minuman oralit lebih sering dengan menggunakan cangkir. c. Lakukan pemeriksaan rutin jika timbul masalah Jika anak muntah, tunggu 10 menit; lalu beri larutan oralit lebih lambat (misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit). Jika kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan beri minum air matang atau asi. d. Nasihati ibu untuk terus menyusui anak kapanpun anaknya mau. e. Jika ibu tidak dapat tinggal di klinik hingga 3 jam, tunjukan pada ibu cara menyiapkan larutan oralit dan beri beberapa bungkus oralit secukupnya kepada ibu agar bisa menyelesaikan rehidrasi di rumah ditambah untuk rehidrasi dua hari berikutnya. f. Nilai kembali anak setelah 3 jam untuk memeriksa tanda dehidrasi yang terlihat sebelumnya. (catatan: periksa kembali anak sebelum 3 jam bila anak tidak bisa minum larutan oralit atau keadaannya terlihat memburuk). Jika tidak terjadi dehidrasi , ajari ibu mengenai empat aturan untuk perawatan di rumah: I. II. Beri cairan tambahan Beri tablet zinc selama 10 hari III. Lanjutkan pemberian minum/makan IV. Kunjungan ulang jika terdapat tanda berikut: -anak tidak bisa atau malas minum susu -kondisi anak meburuk -anak demam -terdapat darah dalam tinja anak Jika anak masih mengalami dehidrasi sedang/ringan, ulangi pengobatan untuk 3 jam berikutnya dengan larutan oralit, dan mulai beri anak makanan, susu atau jus dan berikan asi sesering mingkin. Meskipun belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali tidak bisa minum oralit misalnya karena anak muntah, dapat diberikan infus dengan cara diberikan cairan intravena secepatnya. Berikan 70 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 21 ml/kg BB cairan Ringer Laktat atau Ringer asetat (atau jika tidak tersedia,gunakan larutan NaCl) yang dibagi sebagai berikut. Tabel 2.4 Pemberian Cairan Ringer Laktat Anak Dehidrasi Ringan/Sedang. Umur Pemberian 70 ml/kg selama: Bayi (di bawah umur 12 bulan) 5 jam Anak (12 bulan sampai 5 2 ½ jam tahun) Sumber dari: WHO,2009 Periksa kembali anak setiap 1-2 jam Beri oralit (kira-kira 5ml/kg.jam) segera setelah anak mau minum Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam (WHO,2009). 3) Tatalaksana Diare Tanpa Dehidrasi a. Anak dirawat jalan b. Ajari ibu mengenai 4 aturan untuk perawatan di rumah : 1. Beri cairan tambahan 2. Beri tablet Zinc 3. Lanjutkan pemberian makan 4. Nasihati kapan harus kembali c. Beri cairan tambahan, sebagai berikut : a) Jika anak masih mendapat ASI, nasihati ibu untuk menyusui anaknya lebih sering dan lebih lama pada setiap pemberian ASI. Jika anak mendapat ASI ekslusif, beri larutan oralit atau air matang sebagai tambahan ASI dengan menggunakan sendok. Setelah diare berhenti, lanjutkan kembali ASI ekslusif kepada anak, sesuai dengan umur anak. b) Pada anak yang tidak mendapat ASI ekslusif, beri satu atau lebih cairan dibawah ini : 1. Larutan oralit UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 22 2. Cairan rumah tangga (seperti sup dan kuah sayuran) 3. Air matang Untuk mencegah terjadinya dehidrasi, nasihati ibu untuk memberi cairan tambahan sebanyak yang anak minum : 1. Untuk anak berumur 2 tahun, beri ± 50-100 ml setiap kali anak BAB. 2. Untuk anak berumur 2 tahun atau lebih, beri ± 100-200 ml setiap kali anak BAB (WHO, 2009). 2. Tatalaksana Diare Akut Karena Infeksi Bakteri a. Escherichia coli Sampai saat ini, seperempat dari semua penyebab diare di negara berkembang adalah E.coli. penularan biasanya terjadi melalui makanan yang terkontaminasi dan air. Lima kelompok E.coli adalah: 1. Enterotoxigenic E.coli (ETEC). 2. Enteropathogenic E.coli (EPEC) 3. Enteroinvasive E.coli (EIEC). 4. Enterohaemorrhagic E.coli (EHEC) (World Gastroenterology Organisation Global Guidline, 2012). Kebanyakan pasien dengan ETEC mengalami gejala mual dan kejang, ETEC merupakan penyebab utama diare akut pada anak-anak dan orang dewasa di negara-negara berkembang, terutama selama musim panas dan musim hujan (WHO, 2005) Tatalaksana : Meneggunakan antibiotik azithromycin dengan dosis anakanak sebesar 10 mg/kg selama 3 hari sebagai antibiotik pilihan utama, dan cefixime dengan dosis 8 mg/kg/hari, trimetropan/sulfametoxazole dengan dosis 8 mg/kg/hari sebagai antibiotik pilihan kedua (Guarino Alfredo, 2014). b. Vibrio cholerae Kolera adalah penyakit endemik dan banyak terjadi pada banyak negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin, dimana sering terjadi setiap tahun, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 23 biasanya selama panas dan musim hujan. Kolera terjadi paling sering pada anak-anak dengan usia 2-9 tahun, dan banyak kasus yang parah. di daerah yang baru terkena wabah, orang dewasa juga terpengaruh. Penyebaran kolera melalui air yang terkontaminasi dan makanan. Vibrio cholerae adalah bakteri gram-negatif, berbentuk koma dan menyebabkan diare yang menimbulkan dehidrasi berat, kematian dapat terjadi setelah 3-4 jam pada pasien yang tidak dirawat. Gejala awalnya adalah distensi abdomen dan muntah, yang secara cepat menjadi diare berat, pasien kekurangan elektrolit dan volume darah. Target utama terapi adalah penggantian cairan elektrolit, kebanyakan kasus dapat diterapi dengan cairan oral. Kasus yang parah memerlukan cairan intravena (Zein U.,dkk 2004). Tatalaksana : Pemberian antibiotik dapat mengurangi volume dan masa berlangsungnya diare, dosis tertracycline untuk anak adalah 12,5 mg/kg 4 kali sehari selama 3 hari (WHO, 2005). c. Shigella Shigella merupakan penyebab 10-15% dari diare akut pada anak di bawah 5 tahun, dan merupakan penyebab paling umum dari diare berdarah pada anak-anak (WHO, 2005). Secara klasik, gejala umum yang ditimbulkan dengan adanya nyeri abdomen, demam, diare cair tanpa darah, kemudian feses berdarah setelah 3-5 hari kemudian (Zein U.,dkk 2004). Tatalaksana : Terapi dengan rehidrasi yang adekuat secara oral atau intravena, tergantung dari keparahan penyakit, terapi antibiotik diberikan untuk mempersingkat berlangsungnya penyakit dan penyebaran bakteri, antibiotik yang digunakan untuk anak adalah Ciprofloxacin dengan dosis 15 mg/kg 2 kali sehari selama 3 hari, Pivmecillinam dengan dosis 20 mg/kg 4 kali sehari selama 5 hari atau Ceftriaxone dengan dosis 50-100 mg/kg 1 kali sehari secara intramuscular selama 2-5 hari (World Gastroenterology Organization Global Guidline, 2012). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 24 d. Salmonella (non-thypoid) Salmonella menyebabkan 1-5% dari kasus gastroenteritis di kebanyakan negara berkembang. Infeksi biasanya terjadi akibat konsumsi produk hewani yang terkontaminasi (WHO, 2005). Terdapat lebih dari 2000 serotipe, sekitar 6-10 yang menjelaskan sebagian episode Salmonella gastroenteritis pada manusia. Salmonella biasanya menyebabkan diare akut dengan mual, kram dan demam. Tatalaksana : Pemberian antibiotik pilihan utama yang digunakan adalah ceftriaxone dengan dosis 50-100 mg/kg/hari, dan azithromycin dengan dosis 10 mg/kg/hari sebagai antibiotik pilihan kedua (Guarino Alfredo, 2014). e. Campylobacter jejuni Campylobacter jejuni menyebabkan 5-15% diare pada anak-anak di seluruh dunia, masa inkubasi selama 24-72 jam setelah organisme masuk. Gejala yang mungkin timbul adalam demam, mual, muntah dan malaise. Masa inkubasi berlangsungnya penyakit ini selama 7 hari. Tatalaksana : Pemberian antibiotik azitromycin dengan dosis untuk anak 30 mg/kg (World Gastroenterology Organization Global Guidline, 2012). 3. Tatalaksana Diare Akut Karena Infeksi Protozoa a. Giardia duodenalis Giardia duodenalis paling sering menginfeksi anak-anak berusia 1-5 tahun (WHO, 2005). Tatalaksana : Menggunakan antibiotik metronidazole dengan dosis anak 5 mg/kg 3 kali sehari selama 5 hari (WHO, 2005). b. Etamoeba Histolytica Etamoeba histolytica ditemukan hampir di seluruh dunia, tetapi prevalensi tertinggi didapatkan di negara-negara berkembang terutama di daerah endemik seperti Durban, Ibadan dan Kampala di Afrika. Gejala yang sering ditimbulkan adalah nyeri abdomen, diare, anoreksia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 25 dan malaise. Pada infeksi kronik, diare dapat diselingi oleh fase konstipasi. Tatalaksana : Menggunakan antibiotik Nitazoxanide dengan dosis 100 mg (5ml) untuk anak 1 sampai 4 tahun setiap 12 jam selama 3 hari atau 200 mg (10 ml) setiap 12 jam selama 3 hari untuk anak usia 4 sampai 11 tahun (World Gastroenterology Organization Global Guidline, 2012). c. Cryptosporidium Cryptosporidium merupakan penyebab 5-15% diare pada anak yang terjadi di negara-negara berkembang. Diare akut yang disebabkan oleh Cryptosporidium tidak memiliki gambaran klinis yang khas, sehingga diagnosa bandingnya dapat meliputi semua organisme yang memiliki manifestasi klinis yang mirip dengan cryptosporidium, yaitu diare encer tanpa darah. Tatalaksana : menggunakan Nitazoxanide dengan dosis 100 mg (5ml) untuk anak 1 sampai 4 tahun setiap 12 jam selama 3 hari atau 200 mg (10 ml) setiap 12 jam selama 3 hari untuk anak usia 4 sampai 11 tahun (World Gastroenterology Organization Global Guidline, 2012). 4. Tatalaksana Diare Akut karena Infeksi Jamur a. Candida albicans Candida albicans sering dikaitkan dengan diare akut pada bayi baru lahir. Candida albicans dapat menyerang usus kecil dan usus besar pada anak-anak yang sakit parah (Elzauki., dkk, 2012). Tatalaksana : menggunakan antifungi fluconazole dengan dosis anak-anak : 6 -12 mg/kg/hari atau Itraconazole dengan dosis anak-anak: 5 -10 mg/kg/hari secara oral , dalam 2x sehari (Allen UD, 2010). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 26 2.1.10 Pengobatan Diare 1. Dietary management Pengobatan dietetik adalah pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan. Adapun hal yang perlu diperhaikan adalah untuk anak dibawah satu tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan yang diberikan adalah memberikan asi dan susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh, lalu makanan setengah padat (bubur, makanan padat nasi tim). Memberikan makanan yang mengandung kalori, protein,vitamin, mineral dan makanan yang bersih, prinsip pengobatan dietetik yaitu O-B-E-S-E singkatan dari Oralit, Breast feeding, Early feeding, Stimulaneously with Education (Iswari Yeni, 2011). Pemberian oralit, ASI, dan zat gizi akan menolong tubuh yang telah terkuras cadangan gizinya. ASI memiliki zat antibodi yang dapat membantu tubuh melawan kuman penyakit. Berkat ASI, sedikit sekali muncul kontaminasi, seperti yang terjadi pada penyiapan makanan biasa. Disamping itu, ASI menjalin hubungan psikologis antara ibu dan anak. ASI memiliki sifat sebagai berikut: a. Makanan alami yang ideal, mengandung nutrien lengkap dan memiliki zat kekebalan tubuh yang berguna bagi bayi. b. Kandungan gizi terbaik ASI terdapat pada kolostrum, air susu pertama yang keluar ketika ibu habis melahirkan. c. Pada anak diare, ASI sangat menolong melawan kuman penyakit dan mencegah terjadinya kekurangan gizi. d. Jika pemberian ASI terus dilakukan, ketika sembuh dari diare, anak tidak akan terancam kekurangan gizi (Widjaja M.C, 2002). Pemberian ASI pada bayi dan anak harus tetap dilanjutkan dengan pemberian makanan selama tahap rehidrasi (World Gastroenterology Organization Global Guidline,2012). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 27 2. Oralit Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti kuah sayur dan air matang. Oralit saat ini yang beredar dipasaran merupakan oralit baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat menurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera dibawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus. Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi (Kemenkes RI,2011). a. Diare tanpa dehidrasi Umur <1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret Umur 1-4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret Umur diatas 5 tahun : 1-1 ½ gelas setiap kali anak mencret b. Diare dengan dehidrasi ringan/ sedang Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75ml/kg BB dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi. c. Diare dengan dehidrasi berat Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke puskesmas (Kemenkes RI, 2011). Tabel 2.5 Kebutuhan Oralit Perkelompok Umur Umur <4 Bulan Berat < 5 kg 4-11 12-23 Bulan Bulan 5-7,9 kg 8-10,9 kg 2-4 Tahun 5-14 Tahun 15 Tahun atau Lebih 11-15,9 kg 16-29,9 kg Badan 30 kg atau lebih Dalam ml 200-400 400-600 600-800 800-1200 1200-2200 2200-4000 Sumber : WHO, 2005. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 28 Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih besar dapt meminum langsung dari gelas. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti (Juffrie, 2010). 5. Injeksi Larutan Ringer Laktat Infus ringer laktat diberikan secara intravena pada pasien diare dengan dehidrasi berat atau diare dengan dehidrasi ringan sedang karena pasien tidak mungkin menerima cairan secara oral. Untuk diare ringansedang infus ringer laktat diberikan sebanyak 75cc/kgBB selama 4 jam (WHO, 2005). Penilaian kembali pasien dilakukan setiap 1-2 jam. Jika hidrasi tidak membaik, berikan infus lebih cepat. setelah enam jam (bayi) atau tiga jam (pasien yang lebih tua), evaluasi pasien menggunakan grafik penilaian. Kemudian pilih Rencana Perawatan yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan (WHO, 2005). 6. Vitamin A Sejak awal abad ke 20, vitamin A telah digolongkan sebagai vitamin anti infeksi, Diare mengurangi proses absorpsi, dan meningkatkan kebutuhan vitamin A. Anak-anak dengan diare akut atau persisten dapat dengan cepat mengembangkan lesi mata karena kekurangan vitamin A (xerophthalmia) dan bahkan menjadi buta. Xerophtalmia adalah suatu istilah yang menerangkan gangguan pada mata akibat kekurangan vitamin A, termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi sel retina yang dapat menyebabkan kebutaan. Dosis untuk anak usia 1-5 tahun adalah 1 kapusl merah (200.000 IU) yang diberikan pada seluruh balita serentak pada bulan Februari dan Agustus (Depkes RI, 2009). Anak-anak tanpa tanda-tanda mata yang memiliki gizi buruk atau memiliki campak dalam sebulan terakhir harus menerima perlakuan yang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 29 sama. Ibu juga harus diajarkan secara rutin untuk memberikan anak-anak mereka makanan yang kaya karoten; termasuk buah-buahan berwarna kuning atau oranye atau sayuran, dan sayuran yang berdaun hijau gelap. Jika memungkinkan, telur, hati, atau susu penuh lemak juga harus diberikan (WHO, 2005). 7. Zinc Zinc merupakan mikronutrien penting untuk kesehatan dan perkembangan anak. Zinc hilang dalam jumlah banyak selama diare. Penggantian zinc yang hilang ini penting untuk membantu kesembuhan anak dan menjaga anak tetap sehat di bulan-bulan berikutnya. Telah dibuktikan bahwa pemberian zinc selama episode diare, mengurangi lamanya tingkat keparahan episode diare dan menurunkan kejadian diare pada 2-3 bulan berikutnya. Berdasarkan bukti ini, semua anak dengan diare harus diberi zinc segera setelah anak tidak muntah (WHO, 2009). Dosis pemberian Zinc pada anak: a. Umur < 6 bulan: ½ tablet (10mg) per hari selama 10 hari. b. Umur > 6 bulan: 1 tablet (20mg) per hari selama 10 hari. Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara pemberian tablet zinc adalah dengan melarutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare (Kemenkes RI, 2011). 8. Probiotik Probiotik didefinisikan sebagai bakteri hidup yang diberikan sebagai suplemen makanan yang mempunyai pengaruh yang menguntungkan terhadap kesehatan, dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora intestinal. Efek yang menguntungkan dari bakteri tersebut dapat mencegah dan mengobati kondisi patologik usus bila bakteri tersebut diberikan secara oral (Firmansyah, 2001). Probiotik telah dibuktikan melalui penelitian efektif untuk pencegahan dan pengobatan terhadap berbagai kelainan gastrointestinal, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 30 misalnya diare oleh karena pemakaian antibiotik yang berlebihan, diare oleh karena infeksi bakteri maupun virus, intoleransi laktosa dan traveller diarrhea (Firmansyah,2001). Probiotik mempunyai keuntungan daam penyakit diare pada anak melalui stimulasi sistem imunitas terutama infeksi rotravirus pada bayi, dimana suplementasi probiotik mengurangi durasi penyebaran virus, meningkatkan sel yang mensekresi IgA antirotavirus, menurunkan peningkatan permeabilitas usus (yang secara normal berhubungan dengan infeksi rotravirus) dan mengurangi durasi diare dan lamanya perawatan di rumah sakit. Bakteri probiotik yang sering digunakan untuk memperpendek durasi diare adalah Lactobacillus GG, Lactobacillus acidophillus, Bifidobacterium bifidum dan Enterococcus faecium. Penggunaan bakteri probiotik untuk pencegahan diare oleh bakteri maupun virus tidak terlalu kuat bila dibandingkan penggunaannya untuk memperpendek diare. Mekanisme probiotik untuk meningkatkan ketahanan mukosa usus antara lain melalui stimulan imunitas mukosa usus, kompetisi untuk nutrien tertentu, mencegah adhesi mukosa dan epitel oleh bakteri patogen, mencegah invasi (translokasi) terhadap epitel usus dan produksi materi antimikrobial. Mekanisme kerja probiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen dalam mukosa usus diduga dengan cara kompetisi untuk mengadakan perlekatan dengan enterosit, enterosit yang telah jenuh dengan bakteri probiotik tidak dapat lagi melakukan perlekatan dengan bakteri lain. Jadi dengan adanya bakteri probiotik didalam mukosa usus dapat mencegah kolonisasi bakteri patogen (Simatupang, 2009). Lactobacillus banyak digunakan sebagai probiotik karena bakteri ini lebih stabil sehingga proses penyiapannya lebih mudah dan stabilitasnya selama penyimpanan lebih terjamin (Hegar B,2007). Belum ada rekomendasi dari WHO tentang dosis dan lama suplementasi probiotik pada diare akut. Dosis yang digunakan berbagai penelitian berkisar 5.5-40 x 109 Lactobacillus GG, L. Sporogens atau Saccharomyces boulardii. Dosis yang secara signifikan memberikan efek adalah 5 x 109 colony UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 31 forming units (CFU) (Johnston BC,2006). Lama pemberian untuk terapi rata-rata 5 hari dan untuk pencegahan diare diberikan minimal 6 hari. 9. Antibiotik Antibiotik direkomendasikan untuk diare yang berhubungan dengan infeksi gastroenteritis. Keadaan yang dapat diberikan antibiotik empiris adalah apabila diare lebih dari 3 hari, demam lebih dari 38,5oC (101,3oF) atau feses berdarah. Obat antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin (Zein, 2004). Antibiotik hanya bermanfaat pada anak dengan diare berdarah (kemungkinan besar shigellosis), suspek kolera, dan infeksi berat lain yang tidak berhubungan dengan saluran pencernaan (WHO, 2009). Tabel 2.6 Antibiotik yang digunakan untuk mengobati diare akut infeksi Penyebab Antibiotik Pilihan Alternatif Cholera Doxycyline Erythromycin Dewasa : 300 mg sekali Anak –anak : 12,5 mg/kg 4 atau kali per hari selama 3 hari. Tetracycline Dewasa : 250 mg 4 kali per Anak-anak : 12,5 mg/kg hari selama 3 hari 4 kali per hari x 3 hari. Dewasa : 500 mg 4 kali per hari x 3 hari E.coli Azithromycin Cefixime Anak-anak: 10 mg/kg/hari Anak-anak: 8 mg/kg/hari digunakan selama 3 hari. selama 5 hari. Trimetropan/Sulfametoxazole Anak-anak: 8 mg/kg/hari Ciprofloxacin Anak-anak: 20-30 mg /kg/hari diberikan secara oral. Shigella Ciprofloxacin Pivmecillinam Anak-anak : 15 mg/kg 2 Anak-anak: 20 mg/kg 4 kali kali per hari x 3 hari. per hari x 5 hari. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 32 Amoebiasis Secara I.V : 20-30 Dewasa : 400 mg 4 kali per mg/kg/hari setiap 12 jam hari x 5 hari. sehari. Dosis maksimum Ceftriaxone 800 mg/hari. Anak-anak : 50-100 mg/kg 1 Dewasa : 500 mg 2 kali per kali per hari IM selama 2-5 hari x 3hari. hari Metronidzole Anak-anak: 10 mg/kg 3 kali per hari x 5 hari (10 hari pada kasus berat). Dewasa : 750 mg 3 kali per hari x 5 hari (10 hari pada kasus berat). Giardiasis Metronidazole Anak-anak: 5 mg/kg 3 kali per hari x 5 hari Dewasa : 250 mg 3 kali per 5 hari. Champylobacter Azithromycin Anak-anak: 30 mg/kg Dewasa : 500 mg 1 kali per hari x 3hari. Cryptosporidium Nitazoxanide Anak-anak: 100 mg (5ml) untuk anak 1 sampai 4 tahun setiap 12 jam selama 3 hari atau 200 mg (10 ml) setiap 12 jam selama 3 hari untuk anak usia 4 sampai 11 tahun. Sumber : World Gastroenterology Organisation Global Guidline,2012;Guarino Alfredo, Shai Ashkenazi dkk (2014). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 33 2.2 Drug Related Problems Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) mendefinisikan DRPs adalah suatu kondisi kejadian terkait dengan terapi obat yang secara nyata atau potensial mengganggu hasil klinis kesehatan yang diinginkan (PCNE, 2010). DRPs dapat juga dikatakan sebagai suatu pengalaman atau kejadian yang tidak menyenangkan yang dialami oleh pasien yang melibatkan atau diduga berkaitan dengan terapi obat dan secara aktual maupun potensial mempengaruhi outcome terapi pasien (Yusshiamanti, 2015). 2.2.1 Klasifikasi Drug Related Problems Cipolle, R.J., dkk, dalam review Adusumili dan Adepu (2014) secara luas mengkategorikan DRPs kedalam 7 kelompok. 2.2.1.1 Butuh Tambahan Obat (Need for additional therapy) Pasien mempunyai kondisi medis yang membutuhkan terapi obat, Penderita diare akut bisa mengalami komplikasi yang tidak diharapkan, oleh karena itu perlu mencermati apakah ada indikasi penyakit yang tidak diobati. Adanya indikasi penyakit yang tidak tertangani ini dapat disebabkan oleh: a. Penderita mengalami gangguan medis baru yang memerlukan terapi obat. b. Penderita memiliki penyakit kronis lain yang memerlukan keberlanjutan terapi obat c. Penderita mengalami gangguan medis yang memerlukan kombinasi farmakoterapi untuk menjaga efek sinergi/potensiasi obat d. Penderita berpotensi untuk mengalami risiko gangguan penyakit baru yang dapat dicegah dengan penggunaan terapi obat profilaktik. (Cippole, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005). 2.2.1.2 Obat Tanpa Indikasi (Unnecessary therapy) Obat yang berada dalam resep tidak sesuai dengan indikasi dengan indikasi keluhan pasien. Pemberian obat tanpa indikasi dapat terjadi ketika seseorang menggunakan obat tanpa indikasi yang tepat, dapat membaik kondisinya dengan terapi non obat, meminum beberapa obat padahal hanya satu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 34 terapi obat yang diindikasikan, minum obat untuk mengobati efek samping, pasien mendapatan pengobatan polifarmasi untuk kondisi dimana dia seharusnya hanya mendapat terapi obat tunggal (Cipolle, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005). 2.2.1.3 Ketidaktepatan Pemilihan Obat (Wrong Drugs) Ketidaktepatan pemilihan obat, merupakan pemilihan obat yang dipilih bukan obat yang terbukti paling bermanfaat, paling aman, paling sesuai, dan paling ekonomis (Depkes, 2000). Terapi obat dapat menunjukan obat yang salah jika pasien tidak mengalami hasil yang memuaskan, adapun faktor-faktor keberhasilan dan keefektifan terapi obat tergantung pada identifikasi dan diagnosis akhir dari masalah medis pasien. Sebagai contoh dari ketidaktepatan pemilihan obat yaitu seperti pada pasien yang mempunyai alergi dengan obat-obat tertentu atau menerima terapi obat ketika ada kontraindikasi, serta obat efektif tetapi obat tersebut mahal. Hal-hal tersebut dapat menunjukan bahwa pasien telah menggunakan obat yang salah (Cipolle et al.,1998). Pemilihan obat yang tidak tepat dapat mengakibatkan tujuan terapi tidak tercapai sehingga penderita dirugikan.Penyebab lainnya, pada pemilihan obat yang tidak tepat dapat disebabkan oleh: a. Obat yang digunakan berkontraindikasi b. Penderita resisten dengan obat yang digunakan c. Penderita menolak terapi obat yang diberikan, misalnya pemilihan bentuk sediaan yang kurang tepat (Cippole, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005). 2.2.1.4 Dosis kurang dari dosis terapi (dosage is too low) Meskipun mendasar, bahwa prinsip dari homeopati dimana jika dosis terlalu sedikit (suboptimal) obat diklasifikasikan sebagai DRP,yaitu ketika hasil yang diinginkan pada pasien tidak tercapai (yaitu, infeksi tidak merespon dengan pengobatan antibiotik yang suboptimal). Pada dasarnya, dosis semua obat dipertimbangkan berdasarkan penyakit, dan informasi riwayat pasien. Dosis dapat dikatakan kurang optimal jika konsentrasi obat di serum tidak tercapai bersamaan dengan adanya (tanda-tanda dan gejala) maka hal ini dapat dikatakan DRP. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 35 Terdapat parameter lainnya, jika terdapat dosis dibawah dosis terapi. Pasien menerima dosis yang sesuai atau obat dilanjutkan cukup lama namun tidak mencapai efek yang diinginkan maka dapat dikatakan dosis dibawah dosis terapi.(Strand, dkk., 1990). Pemberian obat dengan dosis subterapeutik mengakibatkan ketidakefektifan terapi obat. Hal ini dapat disebabkan oleh: a. Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk menghasilkan respon yang dikehendaki b. Konsentrasi obat dalam plasma penderita berada di bawah rentang terapi yang dikehendaki c. Obat, dosis, rute, formulasi tidak sesuai (Cippole, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005). 2.2.1.5 Dosis melebihi dosis terapi (Dose is too high) keadaan ini sama halnya dengan dosis terlalu rendah, dimana dosis melebihi dosis terapi memberikan efek yang berlawanan dengan seharusnya. Keadaan dimana dosis ditingkatkan secara cepat dan peningkatan menyebabkan komplikasi lainnya maka hal ini dapat dikatakan adanya DRP. Hal ini juga memungkinkan adanya akumulasi obat dalam jangka yang panjang sehingga menyebabkan efek toksik pada pasien.(Strand, dkk., 1990). Pemberian obat dengan dosis berlebih mengakibatkan toksisitas. Hal ini dapat disebabkan oleh: a. Dosis obat terlalu tinggi untuk penderita b. Konsentrasi obat dalam plasma penderita di atas rentang terapi yang dikehendaki c. Dosis obat penderita dinaikkan terlalu cepat d. Penderita mengakumulasi obat karena pemberian yang kronis e. Obat, dosis, rute, formulasi tidak sesuai f. Fleksibilitas dosis dan interval tidak sesuai (Cippole, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005). Dapat disimpulkan bahwa, pasien yang mengalami atau berpotensi untuk mengalami keracunan yang ditimbulkan oleh dosis obat yang berlebih merupakan masalah umum yang terdapat pada praktek klinis. Pemantauan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 36 farmakokinetik dan penyesuaian dosis tidak bisa terlalu ditekankan/terlalu cepat hal ini untuk mencegah terjadinya DRP.(Strand, dkk., 1990). 2.2.1.6 Ketidakpatuhan (Adherence problem) Ketidakpatuhan merupakan sikap dimana pasien tidak disiplin atau tidak maksimal dalam melaksanakan pengobatan yang telah diinstruksikan oleh dokter kepadanya. Ketidakpatuhan akan mengakibatkan penggunaan suatu obat yang kurang, dengan demikian pasien akan kehilangan manfaat terapi dan kemungkinan mengakibatkan kondisi secara bertahap memburuk. Ketidakpatuhan juga dapat berakibat dalam penggunaan suatu obat berlebih. Apabila dosis yang digunakan berlebihan atau apabila obat dikonsumsi lebih sering daripada yang dimaksudkan. Masalah ini dapat berkembang misalnya seorang pasien mengetahui bahwa ia lupa suatu dosis obat dan menggandakan dosis berikutnya untuk mengisinya (Siregar,2006). Menurut Tambayong (2002) dan Siregar (2006), beberapa faktor ketidapatuhan pasien terhadap pengobatan antara lain : a. Kurang pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan Alasan utama untuk tidak patuh adalah kurang mengerti tentang pentingnya manfaat terapi obat dan akibat yang mungkin jika obat tidak digunakan. b. Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang ditetapkan. c. Sukarnya memperoleh obat diluar rumah sakit 2.2.1.7 Reaksi Obat yang Merugikan (Adverse Drug Reaction) Efek samping obat adalah respon terhadap suatu obat yang merugikan dan tidak diinginkan dan yang terjadi pada dosis yang biasanya digunakan pada manusia untuk pencegahan, diagnosis atau terapi penyakit atau untuk modifikasi fungsi fisiologik (BPOM RI, 2012). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 37 2.3 Interaksi Obat (Drug Interaction) Interaksi obat mewakili satu dari delapan kategori DRPs yang telah diidentifikasi sebagai kejadian atau mempengaruhi outcome pasien. keadaan dan terapi obat yang dapat Sebuah interaksi obat terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh kehadiran suatu atau lebih zat yang berinteraksi. 1. Interaksi Farmakokinetik Interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang dapat terjadi ketika suatu obatt mempengaruhi absorpsi,distribusi,metabolisme dan eksresi (ADME). Interaksi farmakokinetik terdiri dari beberapa tipe: a. interaksi pada absorpsi obat ketika obat diberikan secara oral maka akan terjadi penyerapan melalui membran mukosa dari saluran pencernaan dan sebagian besar interaksi terjadi pada penyerapan di usus. b. Interaksi pada distribusi obat Pada interaksi ini dapat terjadi melalui beberapa hal, yaitu: interaksi ikatan protein dan induksi atau inhibisi transpor protein obat. c. Interaksi pada metabolisme obat Reaksi-reaksi yang dapat terjadi pada saat tahap metabolisme,yaitu: yang pertama perubahan pada first pass metabolism adalah salah satu pada perubahan aliran darah ke hati dan inhibisi atau induksi first pass metabolism, kedua induksi enzim, ketiga inhibisi enzim, keempat faktor genetik dan yang terakhir adanya interaksi isoenzim CYP450. d. Interaksi pada eksresi obat Sebagian besar obat dieksresikan melalui empedu atau urin, pengecualian untuk obat anastesi inhalasi. Interaksi dapat dilihat pada perubahan pH, perubahan aliran darah di ginjal, eksresi empedu dan eksresi tubulus ginjal (Stockley,I.H.,2008). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 38 2. Interaksi Farmakodinamik Merupakan interaksi dimana efek suatu obat diubah oleh obat lain. Hal ini dapat terjadi akibat kompetisi pada reseptor yang sama atau interaksi obat pada sistem fisiologi yang sama. Interaksi yang paling aman terjadi sinergisme antara dua obat yang bekerja pada sistem, organ, sel atau enzim yang sama dengan efek farmakologi yang sama, sebaliknya antagonisme terjadi bila obat yang berinteraksi memiliki efek farmakologi yang berlawanan. Hal ini mengakibatkan pengurangan hasil yang diinginkan dari satu atau lebih obat (Aslam et al., 2003). Tingkat Keparahan Interaksi Obat Keparahan interaksi dapat diklasifikasikan ke berdasarkantingkatan keparahanan :minor, moderate, atau major. 1. Keparahan minor Interaksi obat minor biasanya memberikan potensi yang rendah secara klinis dan tidak membutuhkan terapi tambahan. 2. Keparahan moderate Interaksi moderate sering membutuhkan pengaturan dosis atau dilakukan pemantauan. 3. Keparahan major Interaksi major pada umumnya harus dihindari bila memungkinkan, karena dapat menyebabkan potensi toksisitas yang serius. 2.4 Indikasi Tanpa Obat Indikasi tanpa obat adalah terjadi ketika pasien mengalami gangguan medis baru yang memerlukan terapi obat, pasien menderita penyakit kronis lain sehingga membutuhkan terapi obat lanjutan, pasien membutuhkan kombinasi obat untuk memperoleh efek sinergis, pasien berpotensi untuk mengalami risiko gangguan penyakit baru yang dapat dicegah dengan penggunaan terapi obat profilaskis atau premedikasi (Yusshiamanti, 2015). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 39 2.5 Pediatri Istilah Pediatri mula-mula dikenal berasal dari bahasa yunani yang berasal dari dua kata yaitu, pedos berartikan anak dan latrika berarti pengobatan. Jika dikaji menurut bahasa Indonesia pediatri berarti ilmu pengobatan untuk Anak. WHO atau nama lainnya World Health Organization merubah nama pediatri menjadi child health. Namun ditahun berikutnya, tepatnya tahun 1963 diubah menjadi ilmu kesehatan anak yaitu dikarenakan dalam ruang lingkup pediatri lebih luas cakupan ilmunya dari pada sebelumnya. Dulu ruang lingkup pediatri hanya mengobati anak-anak yang sakit namun sekarang juga mengarah ataupun mencakup hal-hal lain yang lebih luas ruang lingkupnya. Menurut The British Pediatric Association (BPA), kelompok anak dibagi dalam beberapa kategori menurut perubahan biologis yang terjadi yaitu: 1. Neonatus, adalah awal kelahiran usia 1 bulan. 2. Bayi, adalah usia 1 bulan sampai 2 tahun. 3. Anak-anak adalah usia 2 tahun sampai 12 tahun, dengan subseksi bahwa anak usia dibawah 6 tahun memerlukan bentuk sediaan yang sesuai. 4. Remaja, adalah usia 12 sampai 18 tahun (Prest,2003). Menurut Ranuh GDE (2013) tahapan tumbuh kembang anak dibagi menjadi beberapa kategori: 1. Masa neonatus dini (Early neonate) adalah usia dari lahir sampai dengan 7 hari. 2. Masa neonatus lanjut (Late neonate) usia 7 hari -28 hari 3. Masa bayi (Infant) adalah usia 0-12 bulan. 4. Masa batita (Toodler) adalah usia 1-3 tahun. 5. Masa balita (Under-five) adalah usia 1-5 tahun. 6. Masa sekolah (School-age) adalah usia 6-15 tahun. 7. Masa pra-remaja (Pre-adolescent) adalah usia 10-15 tahun (perempuan) dan usia 12-15 tahun (laki-laki). 8. Masa remaja (Adolescent) adalah usia 15-18 tahun. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 40 2.6 Rumah Sakit Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) Nomor 340 Tahun 2010 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu serta berkesinambungan. 2.6.1 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340 Tahun 2010 tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340 Tahun 2010 rumah sakit umum mempunyai fungsi: a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna. c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. d. enyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalamrangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 41 2.6.2 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit 2.6.2.1 Jenis Rumah Sakit Secara Umum Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340 Tahun 2010 tentang rumah sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya: 1. Berdasarkan jenis pelayanan a. Rrumah sakit umum Memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. b. Rumah sakit khusus Memberikan pelayanan utama pada satubidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. 2. Berdasarkan pengelolaan a. Rumah sakit publik Dapat dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola pemerintah dan pemerintah daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. Rumah sakit privat Dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero. 2.6.2.2 Klasifikasi Rumah Sakit Secara Khusus Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340 Tahun 2010 tentang rumah sakit, rumah sakit umum diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit: a. Rumah sakit umum kelas A Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 42 b. Rumah sakit umum kelas B Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas spesialistik dan subspesialistik luas. c. Rumah sakit umum kelas C Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar. d. Rumah sakit umum kelas D Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar (Depkes RI 2009; Siregar, 2004). 2.7 Rekam Medik Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada paien. Suatu rekam medik yang lengkap mencakup data identifikasi dan sosiologis, sejarah famili pribadi, sejarah kesakitan yang sekarang, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus seperti: konsultasi, data laboratorium klinis, pemeriksaan sinar X dan pemeriksaan lain, diagnosis sementara, diagnosis kerja, penanganan medik atau bedah, patologi mikroskopik dan nyata, kondisi pada waktu pembebasan, tindak lanjut dan temuan otopsi (Siregar, 2004). Kegunaan dari rekam medik : a) Digunakan sebagai dasar perencanaan berkelanjutan perawatan penderita. b) Merupakan suatu sarana komunikasi antar dokter dan setiap professional yang berkontribusi pada perawatan penderita. c) Melengkapi bukti dokumen terjadinya atau penyebab kesakitan atau penderita dan penanganan atau pengobatan selama tiap tinggal di rumah sakit. d) Digunakan sebagai dasar untuk kajian ulang studi dan evaluasi perawatan yang diberikan kepada pasien. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 43 e) Membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit dan praktisi yang bertanggung jawab. f) Menyediakan atau untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan. g) Sebagai dasar perhitungan biaya, dengan menggunakan data rekam medik, bagian keuangan dapat menetapkan besarnya biaya pengobatan seorang penderita (Siregar dan Lia, 2003) 2.8 Review Literatur 2.8.1 Latar belakang Gastroenteritis akut atau diare karena infeksi secara umum didefinisikan sebagai penurunan konsistensi tinja menjadi cair atau lembek dan peningkatan frekuensi BAB (biasanya ≥ 3 dalam 24 jam), dengan atau tanpa demam dan muntah. diare akut inbiasanya berlangsung <7 hari tidak > 14 hari (Guarino Alfredo, 2014). Gastroenteritis akut masih menjadi masalah kesehatan di negaranegara maju dan berkembang. gastroenteritis akut menjadi peringkat pertama sebagai salah satu penyebab kematian pada anak-anak. Kematian karena gastroenteritis akut lebih besar terjadi pada negara berkembang dibandingkan di negara-negara maju. Di negara-negara berkembang, gastroenteritis adalah penyebab umum kematian pada anak-anak yang berusia <5 tahun (Kanti Shuvra. dkk, 2014). 2.8.2 Epidemiologi Di eropa, kejadian diare berkisar dari 0,5 sampai 2 episode per anak per tahun pada anak-anak dengan usia <3. Gastroenteritis merupakan alasan utama untuk rawat inap di kisaran usia anak, agen bakteri yang paling umum adalah campylobacter atau salmonella tergantung masing-masing negara (Guarino Alfredo, 2014). 2.8.3 Manifiestasi Klinik Terdapat gejala klinik pada diare infeksi karena virus dan bakteri, yaitu berupa demam tinggi ≥40oC, terdapat darah pada feses dan sakit perut. muntah dan pernapasan merupakan gejala yang berhubungan dengan diare yang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 44 disebabkan oleh virus.terapat tanda klinik gastroenteritis akut yang bersal dari bakteri dengan diare yang disebabkan karena virus, yaitu anak-anak dengan infeksi virus dengan frekuensi muntah yang lebih sering daripada anak-anak dengan infeksi karena bakteri. 2.8.4 Pengobatan Diare Akut Infeksi a. Rehidrasi Penggunaan oralit merupakan penanganan pertama pada anak dengan gastroenteritis akut, oralit efektif dalam mengurangi output tinja, mengurangi muntah dan mengurangi kebutuhan untuk terapi IV tambahan. World Health Organization (WHO) menetapkan standar cairan rehidrasi oral (oralit) harus mengandung natrium, kalium, klorida, sitrat, dan glukosa. Meskipun oralit membantu dalam manajemen diare, namun oralit tidak dapat mengurangi durasi diare atau volume tinja. Dalam rangka mengoptimalkan khasiat oralit, WHO merekomendasikan oralit dimodifikasi dengan mengurangi osmolaritasnya, administrasi seng glukonat, karbohidrat yang tidak dicerna, tepung beras, dan semua bakteri probiotik dengan hasil yang beragam. Di negara-negara berkembang, upaya untuk rehidrasi mengguna kan cairan rumah tangga sering memperburuk kehilangan cairan usus dengan meningkatkan beban osmotik dan mengganggu penyerapan air dan elektrolit (Dover Arthur, 2015). b. Manajemen Nutrisi Guidline dari Europeas Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and Nutrition (ESPGHAN) / European Society of Pediatric Infectious Disease (ESPID) dan institute nasional untuk pedoman kesehatan dan perawatan keunggulan setuju pada rekomendasi yang berhubungan dengan diagnosis dan pengelolaan gastroenteritis akut, termasuk rehidrasi oral yang cepat. semua pedoman menyatakan bahwa menyusui harus terus berlanjut sepanjang rehidrasi, sebuah diet yang sesuai sesuai dimulai selama atau setelah rehidrasi awal (4-6 jam). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 45 2.8.5 Terapi Farmakologi 1. Antiemetik Ondansetron :Ondansetron yang digunakan tersedia dan diberikan secara oral atau intravena, efektif pada anak-anak dengan muntah yang berhubungan dengan gastroenteritis. ondansetron tidak direkomendasikan pada anak-anak dengan gastroenteritis akut moderat sampai berat,karena salah satu efek samping yang paling umum pada ondansetron adalah peningkatan frekuensi diare (Guarino Alfredo, 2014). Berdasarkan penelitian secara RCT menunjukkan bahwa ondansetron dan domperidone dapat digunakan dalam mengobati anak-anak menderita gejala AGE (Acute Gastroenteritis). Keduanya menunjukkan khasiat yang dapat diterima anak-anak serta profil keamanan yang baik. Kebanyakan Anak-anak yang dapat mentolerir dosis pertama dapat dengan aman dipulangkan setelah petunjuk penting untuk orang tua disediakan. Sebagian besar pasien akan pulih dari gejala mereka dalam waktu 72 jam setelah dimulainya pengobatan. Ondansetron dapat dianggap sebagai alternatif yang aman sebanding dengan domperidone yang sering digunakan pada anak-anak Thailand yang menderita gejala gastroenteritis. uji klinis lebih besar diperlukan untuk lebih mengeksplorasi efektivitas kedua obat tersebut. Namun, terlihat kecenderungan khasiat yang lebih baik pada ondansetron, penelitian ini tidak bisa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara ondansetron dan domperidone dalam mengendalikan muntah pada pasien dengan AGE. Namun, pasien dalam kelompok domperidone rata-rata harus menerima jumlah dosis yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien dalam kelompok ondansetron. Pemilihan domperidone karena umumnya domperidone banyak digunakan pada masyarakat asia khususnya di Thailand (Reksuppaphol, 2013). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 46 2. Antimotalitas atau obat antiperistatik Loperamide :penggunaan loperamide tidak dianjurkan dalam manajemen pengobatan gastroenteritis akut pada anak. 3. Adsorben Diosmectite : diosmectite dapat digunakan dalam management untuk gastroenteritis akut, namun masih belum direkomendasikan dalam pengobatan untuk anak karena hanya bermanfaat pada anak yang terkena diare karena rotavirus (Guarino Alfredo, 2014). 4. Obat Antisecretory Zinc : penggunaan zinc untuk anak dengan usia > 6 bulan di negara berkembang sangat bermanfaat karena dapat mengurangi durasi dari diare pada anak. suplemen zinc secara oral untuk penanganan diare akut dan persisten telah terbukti dapat mengurangi durasi, tingkat keparahan, frekuensi dan mortalitas diare pada anak-anak berusia kurang dari 5 tahun. Zinc dapat mencegah serangan diare dalam 2-3 bulan setelah suplementasi. Tidak ada studi menunjukkan efek samping yang serius dari zinc pada anak-anak muda dengan diare (Samani Nijamudin.,dkk, 2014). 5. Probiotik Probiotik efektif dalam mengurangi durasi dan intensitas gejala gastroenteritis.probiotik dapat digunakan pada anak dengan gastroenteritis akut. bukti baru telah mengkonfirmasi bahwa probiotik efektif dalam mengurangi durasi gejala gastroenteritis akut pada anak. f. Antibiotik 1. Shigella spp : antibiotik pilihan utama untuk shigella adalah azitromycin yang digunakan selama 5 hari dengan dosis 12 mg/kg/hari secara oral dan caftriaxone yang digunakan dengan dosis 50 mg/kg selama 2-5 hari secara IV atau IM (Guarino UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 47 Alfredo, 2014). Di Amerika Serikat shigella sudah resistent dengan antibiotik ampicilin dan trimetroprim/sulfametoxazole. Isolat dari Shigella yaitu S.flexneri (78%) lebih resisten terhadap amoxicilin daripada S.sonnei (12,5%), namun keduanya memiliki tingkat resisten yang tidak jauh berbeda dengan obat cotrimoxazole (Langedorf Celine, Simon Le Hello.,dkk, 2015). 2. Salmonella spp : antibiotik pilihan utama untuk salmonella adalah ceftriaxone dengan dosis anak-anak 50-100 mg/kg/hari selama 2-5 hari. lebih efektif dibandingkan golongan beta laktam (ampicilin). 3. Campylobacter : campylobacter ssp menggunakan antibiotik azithromycin dengan dosis 30 mg/kg (Guarino Alfredo, 2014). Ciprofloxacin, tetracycline merupakan antibiotik alternatif namun tidak boleh diberikan pada anak-anak (Medscape, 2016). 4. E.coli : E.coli biasanya terjadi pada traveler’s diarrhea atau pelancong, antibiotik yang biasa digunakan adalah azithromycin dengan dosis 10 mg/kg/hari selama 3 hari (Guarino Alfredo, 2014). Trimetroprim-sulfametoxazole juga digunakan untuk mengatasi diare yang disebabkan karena e.coli dengan dosis 8 mg/kg/hari (Guarino Alfredo ,2014; Lynn Jennifer ,2015). 5. Vibrio cholerae : antibiotik yang digunakan untuk mengatasi diare yang disebabkan oleh vibrio cholerae adalah azithromycin dengan dosis 10 mg/kg/hari dengan single dose 20 mg/kg (Guarino Alfredo, 2014). 6. Giardiasis : antibiotik yang digunakan adalah metronidazole dengan dosis 5 mg/kg 3x perhari selama 5 hari. 7. Clostridium difficle : antibiotik yang digunakan adalah metronidazole dengan dosis 30 mg/kg/hari selama 10 hari (Guarino Alfredo, 2014). Berdasarkan hasil uji meta analisis, vancomycin dipilih sebagai antibiotik pilihan utama untuk clostridium difficle kategori severe (Braz J, 2015). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 48 8. Candida Albicans : antifungal yang digunakan adalah fluconazole dengan dosis 6-12 mg/kg/hari dan juga itraconazole dengan dosis 5-10 mg/kg/hari 2x sehari (Allen UD, 2010) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Rekam Medik Pasien Diare Akut Infeksi Pediatri (40 Pasien) Periode Januari – Desember 2015 Memenuhi Kriteria Inklusi dan Ekslusi Karakteristik Pasien : Obat Diare Akut Infeksi Pediatri Obat lain Usia Berat Badan Jenis Kelamin Penyakit penyerta Drug Related Problems Interaksi obat Ketidaktepatan pemilihan obat Indikasi tanpa obat Dosis obat melebihi dosis terapi Obat tanpa indikasi Dosis obat kurang dari dosis terapi Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 49 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 50 3.2 Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional No Nama Variable 1 Definisi Cara Skala Operasional Pengukuran ukur 1) Kondisi fisik membaca data Kategori Karakteristik Pasien : 1) Jenis kelamin yang rekam medik menentukan pasien Nominal 0: laki-laki 1:perempuan status seseorang lakilaki atau perempuan 2) Usia Pediatri 2) Lamanya membaca data hidup rekam medik seseorang pasien Rasio 2-12 tahun (Prest, 2003) dilihat dari tanggal lahir atau ulang tahun terakhir. 2 Penyakit Penyakit lain Melihat data Nominal 0: Tidak Penyerta selain diare akut rekam medis Terdapat a. Deman yang dialami oleh pasien Penyakit b. TBC pasien. Penyerta c. Mual 1: Terdapat d. Demam Penyakit tifoid Penyerta e. kejang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 51 f. ISPA g. DHF h. Hipokalemia i. Pneumonia j. Diabetik 3 Obat Diare Akut Obat yang Dengan Pasien Pediatri: digunakan dalam membaca data mendapat a. Oralit pengobatan diare rekam b. Zinc akut baik itu obat- pasien c. Antibiotik obatan kimiawi d. Probiotik ataupun non medik pengobatan Diare akut kimiawi. 4 Drug Related Masalah yang Dengan Problems timbul karena melihat rekam DRPs penggunaan obat- medik pasien 0: Tidak obat diare akut Nominal 1: Terjadi terjadi DRPs pediatri yang telah diresepkan. Berupa : Ketidaktepatan pemilihan obat Indikasi tanpa obat Obat tanpa indikasi Dosis obat melebihi dosis terapi Dosis obat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 52 kurang dari dosis terapi Interaksi Obat. 5 Dosis Takaran obat Dengan Nominal 0 : Tepat dengan jumlah melihat catatan Dosis tertentu yang rekam medik 1 : Tidak diberikan kepada pasien, Tepat dosis pasien diare akut Dikatakan pediatri. tepat dosis, jika dosis yang diberikan sesuai dengan dosis yang ada di formularium. Dikatakan tidak tepat dosis jika dosis yang diberikan kurang atau melebihi dosis yang terdapat pada formularium. 6 Interaksi Obat Keadaan yang Melihat Nominal 1 : Terdapat terjadi ketika kita referensi pada interaksi obat menggunakan 2 Drugs.com, 2 : Tidak atau lebih jenis Medscape, terdapat obat. ,Pediatric Interaksi obat Dossage UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 53 Handbook dan Drug Information Handbook. 7 Indikasi tanpa Pasien pengalami Melihat data Nominal 1: Terdapat obat indikasi namun rekam medik indikasi tidak diberikan pasien. tanpa obat obat untuk 2: Tidak indikasi tersebut. terdapat indikasi tanpa obat. 8 9 Obat tanpa Pasien Melihat data Nominal indikasi menggunakan rekam medik Obat Tanpa obat yang tidak pasien, Indikasi sesuai dengan kemudian 2: Tidak indikasi dibandingkan Terdapat penyakitnya dengan Obat Tanpa (Cipolle, dkk, Guidlines Indikasi. dikutip dalam penyakit diare depkes RI,2005). pada anak. Ketidaktepatan Pasien menerima Dengan pemilihan obat obat yang tidak melihat data 2: Tidak efektif mengobati rekam medik tepat obat penyakitnya. pasien, Nominal 1: Terdapat 1: Tepat obat kemudian dibandingkan dengan Guidlines penyakit diare pada anak. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit “X” di Kota Tangerang Selatan, Banten 15417. 4.1.2 Waktu Penelitian Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Juni 2016. 4.2 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian cross sectional, yaitu pengumpulan data variabel untuk mendapatkan gambaran evaluasi Drug Related Problems pada pasien diare akut pediatri, diharapkan dengan desain penelitiaan ini tujuan pengambilan data dapat tercapai. 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien diare akut anak yang diarawat inap di RS “X” di Kota Tangerang Selatan periode Januari-Desember 2015 yaitu sebanyak 98 sampel. 4.3.2 Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yaitu sebanyak 40 sampel, sehingga besar sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 40 sampel. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling, yaitu semua rekam medis pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi diambil sebagai penelitian. 54 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 55 4.3.2.1 Kriteria Inklusi Sampel Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili dalam sampel penelitian, memenuhi syarat sebagai sampel. Kriteria inklusi untuk sampel kasus dalam penelitian ini ialah : 1) Pasien diare akut anak yang dirawat inap di Rumah Sakit “X” di Kota Tangerang Selatan pada bulan Januari- Desember 2015. 2) Pasien anak usia 2-12 tahun. 3) Pasien dengan rekam medik yang lengkap. 4) Pasien dengan diare yang disebakan karena infeksi bakteri dan jamur. 4.3.2.2 Kriteria Eksklusi Sampel Kriteria ekslusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian. Adapun yang termasuk kriteria eksklusi adalah: 1) Pasien yang tidak memiliki rekam medis lengkap dan jelas. Lengkap dan jelas seperti terdapat nomor rekam medis,identitas pasien (nama, jenis kelamin, dan usia), tanggal perawatan pasien. 2) Pasien pulang paksa. 3) Pasien dengan diare karena alergi dan virus. 4.4 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini menggunakan metode retrospektif yaitu dengan menggunakan data rekam medik pasien meliputi : a. Kriteria Pasien: 1. Nama Pasien 2. Jenis kelamin 3. Usia Pasien 4. Berat badan pasien 5. Penyakit penyerta 6. Nomor rekam medik pasien 7. Diagnosa penyakit, riwayat penyakit pasien dan keluhan pasien UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 56 8. Tanggal perawatan b. Data Penggunaan Obat, yaitu: 1. Obat diare akut infeksi 2. Obat lain 3. Dosis obat 4.5. Prosedur Penelitian 4.5.1 Persiapan 1. Pembuatan dan penyerahan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian dari Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kepada Kepala Instalasi RS “X” di Kota Tangerang Selatan. 2. Penyerahan surat persetujuan penelitian dari RS”X” di Kota Tangerang Selatan kepada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4.5.2 Pengolahan Data 1. Editing data. Sebelum melakukan penilaian pada data mentah, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan kembali kebenaran data yang diperoleh dan mengeluarkan data yang tidak memenuhi kriteria penelitian. 2. Coding data. Coding berupa kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Penelitian melakukan coding terhadap data yang terpilih dari proses seleksi untuk mempermudah analisis di program Microsoft Excel. 3. Entry data. Setelah dilakukan coding lalu data dimasukan ke dalam program Microsoft Excel dalam bentuk tabel. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 57 4. Cleaning data. Data yang sudah dimasukan diperiksa kembali sebelum dilakukan analisis lebih lanjut, untuk menghindari terjadinya ketidaklengkapan atau kesalahan data. 4.6 Analisis Data Analisis data yang dilakukan menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan program SPSS (Statistical Package for the Social Sciences). Variabel dianalisis dengan menggunakananalisa univariat dan bivariat. 4.6.1 Analisis Univariat. Analisis univariat adalah analisis yang digunakan untuk menganalisis setiap variabel (terikat maupun bebas) yang akan diteliti secara deskriptif (Notoatmodjo,2003). Tujuannya adalah untuk melihat sebaran data setiap variabel. Adapun analisis data dengan menggunakan analisis univariat adalah: 1) Karakteristik pasien: a. Usia b. Jenis kelamin c. Penyakit penyerta 2) Penggunaan obat diare akut infeksi 4.6.2 Analisis bivariat. Analisis bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan / berkorelasi dan untuk melihat kemaknaan antara variabel. Adapun pengolahan data dengan menggunaan analisis bivariat adalah penggunaan obat diare akut infeksi dan Penyakit Penyerta terhadap Drug Related Problems (DRPs) yang meliputi indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi, ketidaktepatan pemilihan obat, dosis dibwah dosis terapi, dosis melebihi dosis terapi dan interaksi obat. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Karakteristik Pasien Demografi pasien meliputi jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit penyerta. Evaluasi Drug Related Problems pada pasien yang digambarkan secara deskriptif dalam bentuk persentase. Jumlah pasien diare akut di RS “X” di Kota Tangerang Selatan, terdapat 98 pasien anak yang menderita diare akut karena infeksi dengan dan tanpa penyakit penyerta, dan didapat 40 pasien yang masuk kriteria inklusi dan ekslusi. Dalam penelitian ini, pasien yang memenuhi kriteria inklusi adalah pasien rawat inap anak dengan diare akut infeksi yang memiliki rekam medik yang lengkap. Tabel 5.1 Karakteristik Pasien Penyakit Diare Akut Infeksi di RS “X” di Kota Tangerang Selatan Periode Januari-Desember 2015, Berdasarkan Jenis Kelamin. Karakteristik Pasien N Presentase (%) Laki-laki 24 60 Perempuan 16 40 Total 40 100 2-5 tahun 36 90 6-12 tahun 4 10 Total 40 100 Tanpa penyakit penyerta 23 57,50 Dengan penyakit penyerta 17 42,50 Total 40 100 Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan Usia Pasien Berdasarkan penyakit penyerta Status penyakit penyerta 58 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 59 Jenis penyakit penyerta Kejang Demam Kompleks 8 47,05 Anemia 3 17,64 Tuberculosis 2 11,76 Infeksi Saluran Pernafasan 1 5,88 Diabetik 1 5,88 Hiperpirexia 1 5,88 Demam tifoid 1 5,88 Total 17 100 (KDK) Atas (ISPA) Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pasien anak yang menderita diare akut karena infeksi yang paling banyak adalah pasien anak dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 24 pasien (60 %) sedangkan yang berjenis kelamin perempuan hanya sebanyak 16 pasien (40%). Pasien anak yang menderita diare akut karena infeksi yang paling didominasi usia 1-5 tahun yaitu sebanyak 36 pasien (90 %) sedangkan sisanya anak usia 6-12 tahun hanya sebanyak 4 pasien (10 %). Jenis penyakit penyerta yang paling banyak terjadi pada pasien anak yang menderita diare akut infeksi di instalasi rawat inap RS “X” di Kota Tangerang Selatan adalah Kejang Demam Kompleks (KDK) yaitu sebanyak 8 pasien (47,05%), diikuti anemia sebanyak 3 pasien (17,64%), tuberculosis sebanyak 2 pasien (11,76%) serta penyakit lainnya yang berada dibawah 10% (ISPA, diabetik, hiperpirexia dan demam tifoid). 5.1.2 Penggunaan Obat Pada Pasien Diare Akut Infeksi Profil penggunaan obat pada pasien anak rawat inap yang menderita diare akut dengan dan tanpa penyakit penyerta di RS “X” di Kota Tangerang Selatan dapat dilihat pada tabel berikut: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 60 Tabel 5.2 Data Distribusi Penggunaan Obat Pasien Diare Akut Infeksi di RS “X” di Kota Tangerang Selatan Periode Januari- Desember 2015. Golongan Terapi Obat 1 N Presentase (%) Obat diare akut Infeksi Cairan Rehidrasi Oral Oralit 13 5,01 Cairan Rehidrasi Parenteral IVFD KaEN 3B 25 9,65 IVFD Ringer Laktat 5 1,93 IVFD Asering 5 1,93 Antibiotik 2 Cefotaxime 3 1,1 Gentamycin 1 0,38 Ceftriaxone 26 10,03 Metronidazole 5 1,93 Meropenem 1 0,38 Cefixime 1 0,38 Probiotik 40 15,44 Suplemen Zinc 39 15,05 Diazepam 9 3,47 Candistatin 4 1,54 Ambroxol 3 1,15 Paracetamol 28 10,81 Ondancentron 23 8,88 KSR 4 1,54 Methisoprinol 5 1,93 Omeprazole 1 0,38 Dexamethasone 2 0,77 Phenytoin 2 0,77 Phenobarbital 1 0,38 Ranitidine 8 3,08 Obat Lain UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 61 Ferriz 1 0,38 Furosemide 2 0,77 Captopril 1 0,38 Spironolactone 1 0,38 259 100 Total Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pasien anak yang menderita diare akut karena infeksi, obat yang paling banyak digunakan adalah probiotik yaitu lacto B sebanyak 40 pasien (15,44%) lalu penggunaan suplemen zinc yang digunakan 39 pasien (15,05%), dan sebanyak 37 pasien menggunakan obat golongan antibiotik (cefotaxime 3+ gentamicin 1+ ceftriaxone 26 + metronidazole 5 + meropenem 1 + cefixime 1) (14,2%) untuk penggunaan obat lainnya dibawah 11%. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.2. 5.1.2.1 Jumlah Penggunaan Obat Berdasarkan profil penggunaan obat yang digunakan oleh pasien anak dengan diare akut karena infeksi dengan dan tanpa penyakit penyerta pada bulan Januari sampai dengan Desember 2015 bahwa total penggunaan obat selama dirawat inap sebanyak 259 jenis obat. Terdapat pengelompokan jenis penggunaan obat yang terdapat pada tabel 5.3. Tabel 5.3 Data Distribusi Jenis Penggunaan Obat Pasien Anak Diare Akut Infeksi di Instalasi Rawat Inap RS “X” di Kota Tangerang Selatan Periode Januari-Dsemeber 2015 Jenis Penggunaan Obat Pasien Jumlah Pasien 1-5 obat 11 6-10 obat 28 >10 obat 1 Total 40 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 62 Dari Tabel 5.3 dapat dilihat jumlah penggunaan obat pada pasien anak yang menderita diare akut infeksi dengan dan tanpa penyakit penyerta selama dirawat. Jumlah penggunaan obat 6-10 obat merupakan jenis obat yang paling banyak diterima pasien yaitu sebanyak 28 pasien, diikuti jenis obat 1 – 5 obat sebanyak 11 pasien dan sebanyak 1 pasien yang menerima jenis obat > 10 obat. Jumlah seluruh obat yang diterima oleh 40 pasien anak yang menderita diare akut dengan dan tanpa penyakit penyerta yang dianalisa adalah sebanyak 259 terapi obat (Tabel 5.2). 5.1.3 Drug Reated Problems (DRPs) Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien digambarkan secara deskriptif dalam bentuk presentase. Kejadian Drug Related Problems (DRPs) pada pasien anak diare akut karena infeksi dengan dan tanpa penyakit penyerta di RS “X” di Kota Tangerang Selatan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.4 Data Distribusi Pasien Berdasarkan Kategori DRPs Pada Pasien Anak Diare Akut Infeksi di RS “X” di Kota Tangerang Selatan Periode Januari- Desember 2015 Kategori DRPs Pasien Presentase (%) (N=40) Frekuensi Presentase (%) (N=93) Obat Tanpa Indikasi 6 15 9 9,67 Indikasi Tanpa Obat 8 20 8 8,60 Ketidaktepatan Pemilihan 2 5 2 2,15 melebihi 21 52,50 28 30,10 b. Dosis obat kurang dari 12 30 17 18,27 12 30 29 31,18 93 100 Obat Ketidaktepatan Penyesuaian Dosis a. Dosis obat dosis terapi dosis terapi Interaksi Obat Total UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 63 Hasil dari tabel diatas terlihat bahwa kategori DRPs yang paling tinggi adalah interaksi obat sebesar 31,18% lalu dosis obat melebihi dosis terapi sebesar 30,10%, diikuti dosis obat kurang dari dosis terapi sebesar 18,27%, obat tanpa indikasi sebesar 9,67%, indikasi tanpa obat sebesar 8,60% dan untuk ketidaktepatan pemilihan obat sebesar 2,15%. 5.1.4 Hasil Analisa Bivariat 5.1.4.1 Analisa Hubungan Antara Jumlah Penyakit Penyerta dengan DRPs Berdasarkan analisis hubungan penyakit penyerta dengan DRPs menggunakan metode Chi-Square dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Gambar 5.1 Hasil Analisis Hubungan Antara Penyakit Penyerta dengan DRPs Pada Pasien Diare Akut Infeksi di RS “X” di Kota Tangerang Selatan Periode Januari- Desember 2015. Kejadian DRPs Tidak terjadi DRPs Terjadi DRPs Penyakit penyerta N % N % Tanpa penyakit 8 40 12 60 penyakit 2 10 18 90 10 25 30 75 Nilai P penyerta Dengan 0,028 penyerta Total Dari gambar 5.1 Menunjukkan bahwa pengaruh penyakit penyerta terhadap DRPs dengan menggunakan metode Chi-Square didapatkan P = 0,028 (P< 0,05), maka diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penyakit penyerta dengan DRPs. 5.1.4.2 Analisis Hubungan Antara Jumlah Obat dengan DRPs Berdasarkan analisis hubungan jumlah obat dengan DRPs menggunakan metode Chi-Square dapat dilihat pada gambar dibawah ini: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 64 Gambar 5.2 Hasil Analisis Hubungan Antara Jumlah Penggunaan Obat dengan DRPs di RS “X” di Kota Tangerang Selatan periode JanuariDesember 2015. Kejadian DRPs Tidak terjadi DRPs Jumlah Obat N Terjadi DRPs % N % 1-5 obat 5 50 5 50 6-10 obat 5 17,2 24 82,8 > 10 obat 0 0 1 100 Total 10 25 30 75 Nilai P 0,100 Dari gambar 5.2 Menunjukkan bahwa pengaruh jumlah jenis obat terhadap DRPs dengan menggunakan metode Chi-Square didapatkan P = 0,100 (P > 0,05), maka diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah jenis obat dengan kejadian DRPs. 5.2 Pembahasan 5.2.1 Karakteristik Pasien Berdasrkan tabel 5.1, pasien anak yang menderita diare akut karena infeksi yang paling banyak adalah anak dengan jenis kelamin laki-laki, hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Santoso (2005) yang menyatakan bahwa resiko kesakitan diare pada anak perempuan lebih rendah dibandingkan dengan anak laki-laki. Penelitian yang dilakukan oleh La Ode (2014) di daerah Kendari menunjukan bahwa sebagian besar yang menderita diare adalah anak dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 65,8% sedangkan untuk anak perempuan yang menderita diare hanya sebesar 29,78%. Penelitian serupa dilakukan oleh Iswari Yeni pada tahun 2011 dengan besar sampel sebanyak 108 responden, sebagian besar anak yang menderita diare akut karena infeksi berjenis kelamin laki-laki dengan 72 pasien (66,7%). Hasil dari ketiga penelitian tersebut sama-sama mengungkapkan bahwa diare lebih sering terjadi pada anak laki-laki hal tersebut sejalan dengan hasil Riset Kesehatan Dasar (2013), dimana pasien diare akut lebih banyak berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar (5,5%). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 65 Berdasarkan hasil penelitian, usia pasien anak yang menderita diare akut karena infeksi yang paling banyak adalah anak dengan usia 2-5 tahun yakni sebanyak 36 pasien sedangkan sisanya anak dengan usia 6-12 tahun yaitu sebanyak 4 pasien. Pada anak dengan kelompok usia 2-5 tahun rentan terkena infeksi bakteri penyebab diare pada saat bermain di lingkungan yang kotor serta melalui cara hidup yang kurang bersih. Selain itu hal ini terjadi karena secara fisiologis sistem pencernaan pada anak belum cukup sempurna sehingga rentan terkena penyakit saluran pencernaan seperti diare (Juffrie, 2010). Hasil penelitian Sumali M.Atmojo (1998) menunjukan bahwa besar pengaruh umur anak terhadap frekuensi kejadian diare hanya sebesar 8,77%. Hasil survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 1991 (BPS, 1993) menemukan bahwa semakin muda usia anak maka semakin besar kecenderungan terkena penyakit diare, kecuali pada kelompok usia kurang dari 6 bulan, yang mungkin disebabkan makanan bayi masih sangat tergantung pada Air Susu Ibu (ASI). Tingginya angka diare pada anak yang berusia semakin muda dikarenakan semakin rendah usia anak maka daya tahan tubuhnya terhadap infeksi penyakit terutama penyakit diare semakin rendah, terlebih lagi jika status gizinya kurang dan berada pada lingkungan yang kurang memadai (Sinthamurniwaty, 2006). Berdasarkan tabel 5.1 penyakit penyerta terbanyak adalah KDK (Kejang Demam Kompleks) yang diderita 8 pasien, kemudian diikut oleh anemia sebanyak 3 pasien, lalu TBC sebanyak 2 pasien. Kejang umumnya terjadi pada 24 jam pertama dan berhubungan dengan infesi saluran pernafasan akut, infeksi saluran kemih serta gangguna gastroenteritis. Penyakit gastroenteritis menimbulkan manifestasi klinis yaitu demam, dan hal tersebut dapat memicu terjadinya kejang karena peningkatan 1oC dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan basal metabolisme 10-15% dan juga peningkatan kebutuhan oksigen sehingga mengganggu stabilitas membran sel. Ion Na+ pada keadaan normal lebih mendominasi diluar sel karena kejadian demam pada tubuh sehingga ion Na+ berdifusi kedalam sel sehingga terjadilah depoarisasi yang memicu timbulnya bangkitan kejang (Nugroho W, 2014). Menurut United Nations International Childrens Emergency Fund (UNICEF) pada tahun 1998, diare dapat memperberat kejadian anemia. Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 66 Indonesia anemia disebabkan karena kekurangan zat besi, penyakit diare dapat mengganggu nafsu makan yang akhirnya dapat menurunkan tingkat konsumsi gizi dan mengakibatkan kekurangan zat besi. 5.2.2 Penggunaan Obat Diare Akut Infeksi Berdasarkan hasil penelitian pasien anak yang menderita diare akut infeksi dengan dan tanpa penyakit penyerta paling banyak menggunakan zinc probiotik dalam penanganan kasus diare akut infeksi. Pada pasien yang menderita diare, dehidrasi merupakan gejala yang paling sering dijumpai. Dehidrasi memicu gangguan kesehatan mulai dari gangguan ringan seperti mudah mengantuk hingga penyakit berat seperti penurunan fungsi ginjal. Pada awalnya anak akan merasa haus karena telah terjadi dehidrasi, bila tidak ditolong dehidrasi akan bertambah berat dan timbul gejala-gejala diare. Oleh karena itu pengobatan awal untuk mencegah dan mengatasi keadaan dehidrasi sangat penting pada anak dengan diare. Pemberian cairan yang tepat dengan jumlah yang memadai merupakan modal yang utama untuk mencegah dehidrasi. Cairan harus diberikan sedikit demi sedikit dengan frekuensi sesering mungkin. Hasil penelitian dari tabel 5.2 menunjukan bahwa pengobatan diare anak yang menggunakan cairan rehidrasi oral sebanyak 13 pasien dan penggunaan cairan rehidrasi secara parenteral sebanyak 35 pasien. Pemberian terapi cairan pengganti merupakan pengobatan utama pada penyakit diare yaitu dengan menggunakan cairan elektrolit (Depkes, 2010). Pengobatan selanjutnya dengan pemberian terapi zinc, setelah penderita diare diketahui derajat dehidrasinya maka pasien diberi tablet zinc yang berguna untuk menguramhi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi volume air besar, mengurangi volume tinja dan menurunkan kekambuhan diare pada tiga bulan berikutnya (Fontaine, 2008). Hasil dari tabel 5.2 menunjukan pasien yang menerima terapi zinc sebesar 39 pasien yang menerima terapi zinc. WHO dan UNICEF merekomendasikan penggunaan zinc karena berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengobatan diare dengan pemberian oralit disertai zinc lebih efektif dan berdasarkan studi WHO selama lebih dari 18 tahun, manfaat zinc UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 67 sebagai pengobatan diare adalah zinc dapat mengurangi prevalensi diare sebesar 34%, mengurangi durasi diare akut sebesar 20% (Kemenkes RI, 2011). Sebanyak 40 pasien diberi terapi berupa probiotik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Shinta Ken dkk tahun 2011 probiotik diketahui memiliki dampak yang menguntungkan dalam pengobatan diare akut pada anak. Probiotik dapat mengurangi frekuensi dan durasi diare dengan meningkatkan respon imun, produksi substansi antimikroba dan menghambat pertumbuhan kuman patogen penyebab diare, diharapkan dengan dampaknya terhadap sistem imunitas, probiotik dapat dijadikan referensi sebagai terapi tambahan yang efektif pada diare akut infeksi, mengurangi beban ekonomi dengan menurunkan frekuensi dan durasi diare sehingga menurunkan lama rawat inap di rumah sakit. Penggunaan antibiotik pada penderita diare akut infeksi dibutuhkan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan bakteri dan jamur. Pemberian antibiotik yang tidak tepat dapat membunuh flora normal yang justru dibutuhkan tubuh. Anak memiliki risiko mendapatkan efek merugikan lebih tinggi akibat infeksi bakteri karena sistem imunitas anak yang belum berfungsi secara sempurna dan beberpa antibiotik yang cocok digunakan pada dewasa belum tentu tepat jika diberikan kepada anak-anak karena proses absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat termasuk antibiotik berbeda pada anak dan orang dewasa, sehingga bisa terjadi perbedaan respon terapeutik atau efek samping. Efek samping dari penggunaan antibiotik yang tidak rasional adalah timbulnya gangguann fungsi ginjal dan hati. Hal ini juga akan mengeluarkan biaya pengobatan yang seharusnya tidak diperlukan (Kemenkes, 2011). Hasil penelitian menunjukan jenis antibiotik yang ditunjukan untuk terapi diare yaitu paling banyak diberikan adalah ceftriaxone sebanyak 26 pasien dan metronidazole sebanyak 5 pasien. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat baik dalam hal indikasi, maupun cara pemberian akan merugikan penderita serta dapat menimbulkan efek samping. Halhal yang perlu diperhatikan adalah pemberian dosis yang tepat bagi anak-anak dengan cara memperhaikan keadaan patofisiologi pasien secara tepat, diharapkan dapat memperkecil edek samping yang akan terjadi (Prest, 2003). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 68 5.2.2.1 Jumlah Penggunaan Obat Diare Akut Infeksi Pasien diare akut selama dirawat tidak hanya menerima obat untuk mengurangi gejalanya tetapi juga obat lain untuk mengatasi masalah penyakit penyerta dan keluhan lain yang dialami pasien diare akut, sehingga jumlah obat yang digunakan oleh pasien bervariasi. Penggunaan obat yang lebih dari satu yang diterima oleh pasien dapat disebut dengan polifarmasi, penggunaan obat lebih dari satu dapat menyebabkan masalah ketidaksesuaian pengobatan seperti interaksi obat, ketidakpatuhan pasien dan efek samping obat yang tidak diinginkan (Hajar, dkk.,2007). Contoh pada pasien nomor 31 yang menggunakan 10 obat selama perawatan. Pada pasien tersebut, banyak terjadi interaksi obat seperti yang terlihat pada lampiran, salah satu obat yang menimbulkan interaksi obat adalah fenobarbital dengan obat fenitoin dimana Fenobarbital akan menghambat metabolisme dari fenitoin dengan menginduksi enzim CYP450 sehingga mengakibatkan penurunan aktivitas fenitoin. 5.2.3 Drug Related Problems (DRPs) Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) mendefinisikan Drug related problems (DRPs) adalah suatu kondisi kejadian terkait dengan terapi obat yang secara nyata atau potensial mengganggu hasil klinis kesehatan yang diinginkan (PCNE, 2010). Pada pemberian terapi untuk pasien anak yang menderita diare akut karena infeksi dengan dan tanpa penyakit penyerta cenderung mengalami DRPs karena pada pasien anak faktor fisiologis yang belum sempurna sehingga membutuhkan perhatian khusus dalam pemberian obat-obatan. Pada masalah ini, peran farmasi sangat dibutuhkan untuk meminimalisir terjadinya DRPs pada penggunaan obat. Evaluasi DRPs sangat mendukung untuk menghindari terjadinya DRPs, evaluasi ini bertujuan untuk menjadmin pengobatan yang diberikan kepada pasien dapat mencapai efek terapi dan pasien mendapat pengobatan yang aman, berkhasiat dan bermutu (Sari Novita, 2015). Evaluasi DRPs terdiri dari beberapa kategori yaitu: ketidaktepatan pemilihan obat, dosis obat kurang, dosis obat berlebih, indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi, interaksi obat, dan ketidakpatuhan pasien. Namun, pada penelitian ini tidak dilakukan evaluasi kategori ketidakpatuhan pasien dikarenakan penelitian ini UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 69 bersifat retrospektif. Pada evaluasi DRPs, pasien dikatakan mengalami DRPs pada pengobatannya jika pasien mengalami salah satu dari kategori DRPs tersebut. Pasien dikatakan tidak mengalami DRPs jika seluruh obat yang digunakan oleh pasien tidak satupun mengalami DRPs. Gambaran penilaian evaluasi DRPs berdasarkan pemberian obat pada pasien anak yang menderita diare akut infeksi dengan dan tanpa penyakit penyerta di RS “X” di Kota Tangerang Selatan dapat dilihat pada tabel 5.4. Berdasarkan hasil penelitian oleh Septiani (2015) mengenai evaluasi penggunaan obat pada pasien anak terkena diare pada pasien rawat inap di Rumah Sakit X tahun 2014 diketahui bahwa dari 69 pasien yang termasuk kriteria inklusi terdapat 32 kasus yang tidak tepat dosis yaitu kategori dosis kurang dari dosis terapi sebanyak 28 kasus (40,48%) dan kategori dosis lebih dari dosis terapi sebanyak 4 kasus (5,79%). Penelitian serupa dilakukan La Ode (2014) di Rumah Sakit Bhayangkara Kendari Sulawesi Tenggara pada tahun 2013 menunjukan bahwa DRPs yang paling banyak terjadi adalah kejadian tidak tepat indikasi 19 kasus (46,3%). DRPs lain berturut-turut adalah dosis obat terlalu tinggi sebanyak 8 kasus (19,5%), dosis terlalu rendah sebanyak 4 kasus (9,7%). Berdasarkan data DRPs pasien anak yang menderita diare akut karena infeksi dengan dan tanpa penyakit penyerta di instalasi rawat inap RS “X” di Kota Tangerang Selatan dapat dilihat bahwa jumlah DRPs yang paling banyak terjadi adalah interaksi obat, hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Marselin (2008) di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta pada tahun 2007 menunjukan bahwa dari 32 pasien anak yang menderita diare, kejadian DRPs yang paling banyak adalah kategori obat tanpa indikasi sebanyak 31 pasien (98,87%), lalu kategori interaksi obat sebanyak 24 pasien (75%), dosis terlalu rendah sebanya 11 pasien (34,375%), dan dosis terlalu tinggi sebanyak 2 pasien (6,25%). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 70 5.2.3.1 DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat Ketidaktepatan pemilihan obat adalah suatu keadaan dimana pasien mendapatkan terapi obat yang tidak tepat seperti obat bukan yang paling efektif, pasien alergi atau kontraindikasi dan tidak sesuai dengan kondisi patologi pasien (Sari Novita, 2015). Hasil dari penelitian menunjukan terdapat 2 pasien yang mengalami ketidaktepatan pemilihan obat yaitu pada pasien nomor 23 dan 25, berdasarkan hasil uji laboratorium feses, pasien mengalami diare yang disebakan oleh jamur, namun obat yang diberikan adalah cefotaxime, dimana mcefotaxime merupakan antibiotik golongan cephalosporin generasi 3 untuk mengobati diare karena infeksi bakteri. Seharusnya pasien menerima obat antifungal yaitu fluconazole sesuai dengan formularium rumah sakit RS “X” kota Tangerang Selatan. Fluconazole digunakan untuk candida species, cryptosporus neoformans dan aspergillus dengan dosis 3 mg/kg/hari untuk mucosal candidosis dan 6-12 mg/kg/hari untuk systemic candidosis dan cryptococcosis (Richardson Malcolm,Brian Jones, 2007). 5.2.3.2 DRPs Obat Tanpa Indikasi Obat tanpa indikasi adalah suatu keadaan dimana pasien memperoleh terapi obat yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit yang dideritanya. Pasien dapat didiagnosa menderita diare akut yang disebabkan oleh berbagai faktor, secara umum faktor resiko diare pada dewasa yang sangat berpengaruh terjadinya penyakit diare yaitu faktor lingkungan ( tersedianya air bersih, jamban keluarga, pembunagan sampah, pembuangan air limbah), prilaku hidup bersih dan sehat, kekebalan tubuh, infeksi saluran pencernaan, alergi, malabsorbsi, keracunan, gizi, keadaan sosial ekonomi serta sebab lain. Sedangkan faktor resiko terjadinya diare selain faktor intrinsik dan ekstrinsik juga sangat dipengaruhi oleh prilaku ibu atau pengasuhnya, karena untuk anak yang usianya kurang dari 5 tahun belum bisa menjaga dirinya sendiri dan sangat tergantung pada lingkungannya, jadi apabila ibu dari anak atau pengasuh anak tidak dapat mengasuh anak dengan baik dan sehat, maka kejadian diare pada anak tidak dapat dihindari (Depkes RI, 2002). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 71 Penilaian untuk mendiagnosa pasien diare akut pertama-tama adalah dengan melakukan pengamatan mengenai derajat dehidrasinya, untuk menentukan pengobatan diare yang tepat berdasarkan derajat dehidrasinya, setelah itu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu seperti diare dengan penyebab dasar yang tidak diketahui atau pada penderita dengan dehidrasi berat (Juffrie, 2010). Pemeriksaan feses baik makroskopik maupun mikroskopik dapat dilakukan untuk menentukan diagnosa yang pasti. Secara makroskopik harus diperhatikan bentuk, warna feses, ada tidaknya darah, lendir dan lain-lain. Pemeriksaan mikroskopik untuk melihat ada tidaknya leukosit, eritrosit, telur cacing, parasit, bakteri dan lain-lain (Hadi, 2002). Pada diare akut yang disebabkan karena infeksi terdapat gejala-gejala yang umum terjadi seperti muntah, demam, nyeri perut dan juga kejang sehingga pasien biasanya menerima obat-obatan tambahan untuk menangani gejala tersebut. Berdasarkan hasil dari penelitian, terdapat 8 obat yang diberikan tanpa indikasi, pasien nomor 1, 33 dan 34 menerima obat batuk berupa ambroxol selama perawatan tanpa adanya indikasi dan keluhan batuk pada pasien tersebut baik ketika pasien pertama kali masuk dan ketika masa perawatan di Rumah Sakit. Pada pasien nomor 17 pasien didiagnosa menderita diare karena infeksi bakteri dengan gejala demam naik turun, dan BAB lebih dari 3x sehari, pasien tidak mengeluh mual dan muntah tapi terdapat obat mual muntah yang diberikan pada pasien yaitu pasien diberikan ondansetron sebagai obat untuk mual dan muntah. 5.2.3.3 DRPs Indikasi Tanpa Obat Indikasi tanpa obat adalah pemberian terapi tambahan pada pasien atas dasar diagnosa yang ditegakan, sesuai dengan diagnosa yang tercantum di rekam medik. Penilaian analisa DRPs indikasi tanpa obat pada pasien anak yang menderita diare akut dengan dan tanpa penyakit penyerta didasarkan pada diagnosa masuk pasien, kondisi pasien selama proses perawatan di rumah sakit, hasil uji laboratorium dan hasil uji feses. Pasien dikatakan butuh tambahan obat jika obat yang diterima pasien kurang lengkap dan kurang sesuai dengan keluhan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 72 pasien, hasil diagnosa pasien ketika masuk untuk dirawat di instalasi rawat inap dan juga hasil uji laboratorium pasien. Diare pada anak selain disebabkan oleh virus juga disebabkan oleh infeksi bakteri dan jamur. Penyebab diare berupa infeksi masih menjadi permasalahan yang serius di negara berkembang, diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah atau demam, nyeri perut atau kejang perut. Pemberian antibiotik adalah cara untuk menanggulangi diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri dan jamur, pemberian antibiotik diindikasikan pada pasian dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, dan diare pada pelancong (Zein. U, 2004). Menurut Kemenkes RI tahun 2011, pemberian antibiotik tanpa indikasi untuk penderita diare pada tahun 2009 masih tergolong tinggi, dan provinsi dengan jumlah penderita diarenya diberi antibiotik adalah Aceh, Lampung dan Papua Barat masing-masing sebesar 100%, sementara provinsi dengan jumlah penderita diare yang diberi antibiotik terendah adalah provinsi Sumatera Barat (45,6%). Hasil analisa data deskriptif pada tabel 5.4 menunjukan sebanyak 8 pasien yang mengalami indikasi tanpa obat. Terdapat beberapa jenis obat yang dibutuhkan pada pasien diare akut yang mengalami DRPs indikasi tanpa obat diantaranya obat antibiotik antibakteri, obat batuk, dan antiemetik. Berdasarkan hasil laboratorium masing-masing dari pasien nomor 6,7,8,18 dan 33 diketahui bahwa pasien menderita diare akut karena infeksi bakteri. Penggunaan obat yang diberikan pada pasien masih belum efektif karena pasien tidak diberikan terapi antibiotik untuk mengobati infeksi bakteri yang diderita pasien, pemilihan antibiotik yang sesuai untuk pasien dengan infeksi bakteri adalah antibiotik chephalosporin generasi ketiga seperti ceftriaxone, cefixime, cefotaxime dan meropenem. Sedangkan untuk pasien dengan nomor 10 pasien didiagnosa menderita diare akibat infeksi bakteri, dengan gejala demam, BAB berair lebih dari 3x sehari dan juga muntah, dimana muntah dan demam merupakan salah satu gejala diare yang disebabkan karena infeksi, namun pasien tidak diberikan obat antiemetik seperti ondansetron untuk menangani gejala mual muntah tersebut. Pemilihan ondansetron dibandingkan dengan domperidone dalam mengatasi mual UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 73 dan muntah pada anak karena ondansetron tersedia secara oral atau intravena, dan efektif pada anak-anak dengan muntah yang berhubungan dengan gastroenteritis. Berdasarkan penelitian secara RCT menunjukkan bahwa ondansetron dan domperidone dapat digunakan dalam mengobati anak-anak menderita gejala AGE (Acute Gastroenteritis). Keduanya menunjukkan khasiat yang dapat diterima anak-anak serta profil keamanan yang baik (Reksuppaphol, 2013). Pada pasien no 9 diketahui ia menderita diare akut infeksi yang disebabkan karena bakteri dan diberikan kombinasi antibiotik meropenem dan ceftriaxone. 5.2.3.4 DRPs Dosis Obat Kurang Dari Dosis Terapi Pemberian obat dengan dosis yang terlalu rendah mengakibatkan ketidakefektifan dalam mencapai efek terapi yang diinginkan. Dosis yang diberikan harus sesuai dengan keadaan pasien dan dosis yang ditetapkan pada literatur (Pediatric Dossage Handbook). Penilaian evaluasi DRPs dosis dibawah dosis terapi pada pasien didasarkan pada dosis regimen yang diberikan (Sari Novita.,2015). Menurut penelitian yang dilakukan Erliani pada tahun 2013 di instalasi rawat inap RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun 2011 mengenai DRPs yang terjadi pada pasien anak yang mengalami diare menunjukan bahwa terdapat 64 kasus DRPs diantaranya 14 kasus (21,88%) mengenai dosis obat terlalu rendah dari dosis terapi. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 10 jenis obat (diazepam, omeprazole, ondansetron, paracetamol, metronidazole, ceftriaxone, ranitidine, phenobarbital, dexamethasone, dan furosemide) yang berpotensi tidak tepat dosis obat kurang dari dosis terapi. Jenis obat yang paling sering berpotensi tidak tepat dosis dibawah dosis terapi adalah diazepam sebanyak 6 kasus, antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yaitu ceftriaxson sebanyak 2 kasus, jenis obat yang lainnya berpotensi tidak tepat dosis dibawah dosis terapi bisa dilihat di lampiran 6. Pemberian ondansetron juga tidak tepat karena berdasarkan literatur (Pediatric Dossage Handbook) dosis ondansetron yang diberikan untuk anak yang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 74 berusia 6 bulan sampai 18 tahun adalah 0,15 mg/kg/dosis. Pada penggunaan antibiotik, dosis yang kurang dari dosis terapi adalah pada penggunaan ceftriaxone dan metronidazole, karena berdasarkan literatur dosis ceftriaxsone yang tepat pada anak adalah 50-75 mg/kg/hari, sedangkan untuk antibiotik metronidazole dosis untuk anak yang tepat adalah sebesar 30 mg/kg/hari. Penggunaan obat yang kurang dari dosis terapi tidak akan menghasilkan efek terapeutik yang diinginkan, bahkan sama saja dengan tidak menggunakan obat tersebut. Suatu obat akan menghasilkan efek terapeutik jika kadar obat dalam darah atau bioavailabilitas obat mencapai kadar terapi yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek yang diharapkan. Oleh karena itu, penggunaan obat dengan dosis terapi yang sesuai sangat penting untuk menghasilkan efek terapeutik yang menandakan bahwa terapi yang diberikan telah berhasil (Yusshiammanti, 2015). 5.2.3.5 DRPs Dosis Obat Melebihi Dosis Terapi Dosis obat melebihi dosis terapi adalah pasien mendapatkan terapi obat yang benar namun dosis obat tersebut melebihi dosis lazim terapi. Pemberian obat dengan dosis melebihi dosis terapi dapat mengakibatkan peningkatan resiko toksik, dosis yang diberikan harus sesuai dengan keadaan pasien dan dosis yang sudah ditetapkan pada literatur (Paediatric Dosage Handbook). Hasil data deskriptif pada tabel 5.4 menunjukan bahwa terdapat 21 pasien yang mendapat terapi obat melebihi dosis terapi dengan 28 kasus yang mengalami DRPs dosis melebihi dosis terapi. Pada penelitian yang dilakukan Erliani (2013) menunjukan bahwa terdapat 10 kasus (15,63%) mengenai dosis obat lebih tinggi dari dosis terapi pada pasien anak yang menderita diare akut di instalasi rawat inap RSUP H.Adam Malik Medan . Berdasarkan hasil penelitian pasien yang berpotensi tidak tepat dosis melebihi dosis terapi terdapat 11 jenis obat (Methisoprinol, paracetamol, ambroxol, ondansetron, meropenem, phenobarbital, phenytoin, cefixime, ranitidine, metronidazole dan captopril). Jenis obat yang paling sering berpotensi tidak tepat dosis dibawah dosis terapi adalah ondansetron. Pemberian ondansetron melebihi dosis terapi karena berdasarkan literatur (Pediatric Dossage Handbook) dosis yang diberikan per harinya untuk anak usia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 75 4-12 tahun adalah 4 mg, sedangkan untuk anak berusia >4 tahun belum ada dosis yang aman dan efektif. ondansetron digunakan untuk mengatasi mual dan muntah pada anak dengan diare akut karena infeksi (Guarino.dkk, 2014). Pemberian dosis paracetamol untuk anak berusia <12 tahun dihitung berdasarkan berat badan (BB) pasien, dengan dosis perharinya adalah 10-15 mg/kg/dosis, dan pada pemberin dosis untuk methisoprinol untuk anak-anak adalah 50 mg/kgBB, sedangkan pada penelitian ini semua pasien anak menerima methisoprinol dengan dosis 3x1 cth per hari, dimana 1 cth metisoprinol adalah 250 mg sehingga dosis pemberian methisoprinol pada beberapa pasien melebihi dosis terapi. 5.2.3.6 DRPs Interaksi Obat Interaksi obat merupakan hal yang sangat dihindari dari pemberian obat. Berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa 12 pasien dengan 29 kasus yang mengalami kejadian DRPs interaksi obat pada pasien anak rawat inap diare akut infeksi dengan dan tanpa penyakit penyerta di RS “X” di Kota Tangerang Selatan. Interaksi obat yang terjadi merupakan interaksi obat yang mungkin atau potensial terjadi pada terapi obat yang diberikan kepada 12 pasien, baik interaksi obat yang dapat dihindari ataupun interaksi obat yang tidak dapat dihindari. Hal tersebut menunjukan bahwa obat-obat yang diberikan saling berinteraksi pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologi yang sama sehingga terjadi efek aditif, sinergis (saling memperkuat) dan antagonis (saling meniadakan). Beberapa alternatif penatalaksanaan interaksi obat adalah menghindari kombinasi obat dengan memilih obat pengganti yang tidak berinteraksi, penyesuaian dosis obat, pemantauan pasien atau meneruskan pengobatan seperti sebelumnya jika kombinasi obat yang berinteraksi tersebut merupakan pengobatan yang optimal atau bila interaksi tersebut tidak bermakna secara klinis (Yusshiammanti, 2015). Mekanisme interaksi obat secara farmakokinetik terjadi sebanyak 31 kasus, hal tersebut menunjukan bahwa salah satu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme atau eksresi obat kedua sehingga kadar plasma kedua obat meningkat atau menurun. Akibatnya terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan efektifitas obat tersebut (Fradgles, 2003). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 76 Berdasarkan hasil penelitian, tingkat keparahan interaksi obat paling banyak terjadi adalah pada interaksi obat secara minor yaitu sebanyak 18 kejadian. Interaksi minor merupakan interaksi anatara dua jenis obat yang menghasilkan efek yang ringan, akibatnya mungkin dapat menyusahkan atau tidak diketahui tetapi secara signifikan tidak mempengaruhi terapi sehingga treatment tambahan tidak diperlukan. Interaksi obat dengan tingkat keparahan moderat menghasilkan penurunan status klinik pasien sehingga dibutuhkan terapi tambahan atau perawatan di rumah sakit dan interaksi obat dengan tingkat keparahan mayor harus diutamakan karena risiko yang ditimbulkan berpotensi mengancam individu atau dapat mengakibatkan kerusakan yang permanen (Syamsudin, 2011). Namun berdasarkan hasil penelitian, pengaruh tingkat keparahan interaksi obat (minor, moderat dan mayor) tidak terlihat jelas karena penelitian bersifat retrospektif. Contoh pasien nomor 45 dan 46 yang mengalami interaksi obat dengan tingkat keparahan minor, antibiotik chephalosporins generasi 3 yaitu ceftriaxone dengan obat furosemide dimana ceftriaxone akan meningkatkan toksisitas furosemide secara sinergis. Efek sinergis terjadi ketika dua obat atau lebih, dengan atau tanpa efek yang sama digunakan secara bersama untuk mengkombinasikan efek yang memiliki outcome yang lebih besar dari jumlah komponen aktif satu obat saja (Syamsudin, 2011). Penggunaan furosemide dengan ceftriaxone berpotensi menyebabkan nefrotoksik, sehingga penggunaannya harus berhati-hati dan direkomendasikan untuk monitoring fungsi ginjal dengan menghitung laju filtrasi glomerolus, untuk menghindari terjadinya interaksi obat disarankan untuk memberi jeda pemberian furosemide 3 hingga 4 jam sebelum obat golongan cephalosporins (Baxter, 2008). 5.2.4 Hasil Analisa Bivariat Analisa bivariat yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh usia, jumlah penyakit penyerta dan pengaruh jumlah penggunaan obat terhadap jumlah DRPs pada pasien anak yang menderita diare akut. Analisa ini menggunakan metode Chi-square. Peneliti harus melihat apakah nilah P>0,05 atau P<0,05. Jika nilai P< UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 77 0,05 maka hasil uji dapat dikatakan memiliki hubungan yang signifikan pada kedua variabel. 5.2.4.1 Analisa Hubungan Antara Jumlah Penyakit Penyerta dan DRPs Hasil analisa pada gambar 5.1 menunjukan pengaruh antara penyakit penyerta dengan jumlah DRPs dengan metode Chi-square, diketahui tidak lebih dari 4 sel atau sebanyak 66,7% yang mempunyai nilai harapan kurang dari 5 dan diperoleh nilai P=0,028 (P<0,05) maka diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengaruh jumlah penyakit penyerta terhadap DRPs. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Manley, H. J., et al (2003), yang menunjukan bahwa DRPs berkorelasi positif dengan jumlah penyakit penyerta pasien (P < 0,001). Jumlah DRPs meningkat pada masing-masing pasien sama dengan meningkatnya jumlah kondisi penyerta (Manley, H. J., et al, 2003). 5.2.4.2 Analisa Hubungan Anatara Jumlah Penggunaan Obat dengan DRPs Hasil analisa pada gambar 5.2 menunjukan bahwa tidak lebih dari 3 sel atau sebanyak 50% yang mempunyai nilai harapan kurang dari 5. Didapatkan P = 0,100 Hal ini menunjukan bahwa P>0,05, maka diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah jenis obat dengan kejadian DRPs. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil studi yang dilakukan Belaiche, S., et al, (2012) di Prancis, yang menyatakan resiko kejadian DRPs meningkat signifikan terhadap kondisi lanjut usia (P= 0,0027) dan jumlah pengobatan (P=0,049) (Belaiche, S., et al, 2012). Hasil penelitian tidak menunjukan hubungan yang signifikan dan tidak sejalan dengan studi yang dilaikukan Belaiche, S., et al dikarenakan perbedaan jumlah sampel yang digunakan, pada penelitian ini sampel yang digunakan hanya sebanyak 40 sedangkan sampel yang digunakan pada literatur mencapai 396 sampel. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 78 5.3 Keterbatasan Penelitian 5.3.1 Kendala a. Pengambilan data pasien Pada proses pengambilan data pasien, banyak pasien yang memiliki data rekam medik yang tidak lengkap, seperti data laboratorium, berat badan, dan daftar penggunaan obat. b. Data laboratorium untuk uji feses tidak spesifik dikarenakan keterbatasan tenaga ahli dan alat sehingga sulit untuk mengidentifikasi jenis bakteri dan jamur secara spesifik untuk menentukan antibiotik yang tepat. 5.3.2 Kelemahan a. Penelitian deskriptif retrospektif, pada penelitian deskriptif hanya dapat dilakukan demografi berupahasil analisa ketepatan untuk mengetahui DRPs pada terapi yang digunakan oleh pasien. Selain itu metode retrospektif, dimana waktu kejadian sudah terjadi sehingga tidak dapat dilakukan pertanyaan secara langsung pada pasien. b. Penelitian ini tidak dapat dikatakan seutuhnya rasional, dikarenakan penilaian diagnosis pasien tidak dilakukan secara langsung, melainkan menarik kesimpulan dari diagnosa yang tercatat dalam rekam medik. c. Penelitian ini tidak dapat dikatakan seutuhnya rasional, dikarenakan tidak adanya spesifikasi bakteri dan jamur dalam hasil uji feses sehingga tidak bisa menentukan antibiotik spesifik yang tepat. 5.3.3 Kekuatan Penelitian ini sebelumnya belum pernah dilakukan di RS “X” di Kota Tangerang Selatan. Maka diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dan gambaran mengenai Drug Related Poblems pada pasien anak di instalasi rawat inap yang menderita diare akut dengan dan tanpa penyakit penyerta. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Pasien anak yang menderita diare akut infeksi di RS “X” di Kota Tangerang Selatan periode Januari-Desember 2015 didominasi oleh anak yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 24 pasien (60%) dengan mayoritas pasien usia 1-5 tahun sebanyak 36 pasien (90%). Berdasarkan jumlah penyakit penyerta yang paling banyak adalah KDK sebanyak 8 pasien (47,05%). 2. Penggunaan obat diare akut karena infeksi pada anak yang paling banyak digunakan adalah probiotik digunakan sebesar 15,44%, penggunaan suplemen zinc sebesar 15,05% dan total dari penggunaan antibiotik untuk mengatasi diare yang disesbabkan infeksi adalah sebesar 14,2% antibiotik yang paling banyak digunakan untuk mengobati infeksi karena bakteri adalah ceftriaxone sebesar 10,03%, dan metronidazol sebesar 1,93%. 3. Jenis Drug Related Problems (DRPs) yang paling banyak terjadi adalah interasi obat sebesar 31,18%, diikuti dosis obat melebihi dosis terapi sebesar 30,10%, dosis obat kurang dari dosis terapi sebesar 18,27%, obat tanpa indikasi sebesar 9,67%, indikasi tanpa obat 8,60% dan ketidaktepatan pemilihan obat sebesar 2,15%. 4. Terdapat pengaruh yang bermakna antara kejadian DRPs dengan jumlah penyakit penyerta dengan nilai P=0,028, dan tidak terdapat pengaruh yang bermakna antara DRPs dengan jumlah penggunaan obat dengan nilai P=0,100. 79 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 80 6.2 Saran 1. Perlu adanya monitoring evaluasi penggunaan obat diare akut pada anak dengan dan tanpa penyakit penyerta pada instalasi rawat inap RS “X” di Kota Tangerang Selatan untuk menghindari terjadinya masalah DRPs selama proses pengobatan. 2. Perlu adanya standarisasi kelengkapan pengisian rekam medik pasien terkait usia pasien, berat badan, obat yang digunakan, dosis obat yang diberikan, rute pemberian, aturan pakai obat, tanggal pemberian obat dan hasil pemeriksaan laboratorium pasien yang dilakukan secara berkelanjutan selama perawatan. 3. Perlunya pemeliharaan rekam medik pasien supaya tidak ada bagian atau lembar yang hilang atau tercecer. 4. Perlunya dilakukan kultur media pada pemeriksaan feses supaya dapat mengetahui penyebab penyakit secara spesifik sehingga pengobatan dan pemilihan obat menjadi lebih tepat dan optimal. 5. Perlunya peningkatan kerjasama dan kolaborasi antara tenaga kesehatan lain dirumah sakit seperti dokter dan juga perawat untuk meningkatkan pelayanan pada pasien sehingga didapatkan terapi yang tepat, efektif dan aman. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR PUSTAKA Adusumilli PK, Adepu R (2014).” Drug Related Problems : An Over View of Various Classification Systems” Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research,7,1. Allen UD. Canadian Pediatric Society.(2010). Antifungal Agents for the Treatment of Systemic Fungal Infections in Children. Pediatric Child Health vol 15 (9); page 603 http://www.cps.ca/documents/position/antifungalagents-fungal-infections (diakses 19 Juni 2016 pukul 08.00 WIB ). Aslam, M., Tan, C.K., Prayitno, A. (2003). Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy) Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien.Jakarta: Elex Media Komputindo.Hal 18. Atmaja, Wahyu. (2011).Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Marinir Cilandak: Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Pasien Rawat Inap Diare Akut di Rumah Sakit Marinir Cilandak. Laporan Tugas Akhir.Jurusan Apoteker Departemen Farmasi Universitas Indonesia. Baxter (2008). Stockley’s Drug Interactions 8th Edition. Pharmaceutical Press, London UK,pp.1-3. Belaiche, Stephanie, et al (2012). Pharmaceutical Care in Chronic Kidney Diseases:experience at renoble University Hospital from 2006 to 20120. Journal Nephrol. 25(4),558-565. BPOM RI.(2012). Pedoman Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Bagi Tenaga Kesehatan. http://www.who-umc.org/graphics/28553.pdf .(Diakses 10 Januari 2016 pukul 22.00) Braz J.(2015). A Meta-Analysis of Metronidazole and Vancomycin for Treatment of Clostridium difficile Infection , Stratified by Disease Severity. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26001980 (Diaksies tanggal 16 Juni 2016 pukul 22.00 WIB). Cippole, R.J;Strand,L.M, Morley, P.C;(1998), Pharmaceutical Care Practice,73101, The Me Graw Hill companies. Depkes RI.(2000). Informatorium Obat Nasional Indonesia.Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI (2002) Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare, Jakarta Depkes RI. (2005). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 81 82 Depkes RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2008.Jakarta. Depkes RI.(2010).Profil Kesehatan Indonesia 2009.Jakarta Depkes RI. (2011). Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare. Jakarta: Depkes RI. Halaman 14, 18-20 Dinkes. (2011). Profil Kesehatan Provinsi Banten Tahun 2011. Serang: Dinas Kesehatan Provinsi Banten. Dipiro..JT.,(2009),Pharmacoterpy Handbook 7th edition, Mc Graw Hill, New York. Dover Arthur, Neema Patel, KT Park. (2015). Rapid Cessation of Acute Diarrhea Using a Novel Solution of Bioactive Polyphenols: A Randomized Trial in Nicaraguan Children. Elin Yulinah Iskandar, dkk.2009.ISO Farmakoterapi. Jakarta:PT. ISFI Elzouki Abdelazis, Harfi Harb, Hisham.M, dkk (2012).Textbook of Clinical Pediatrics Second Edition.London New York: Springer Heidelberg Dordrecht Erliani Ummi. (2013). Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Pasien Anak Diare di Instalasi Rawat Inap di RSUP H.Adam Malik Medan Tahun 2011. Skripsi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Medan:tidak diterbitkan. Firmansyah A.(2001). Terapi Probiotik dan Prebiotik pada Penyakit Saluran Cerna Anak. Sari Pediatri : 210-14. Fontaine (2008). Bukti Keamanan dan Kemanjuran Suplemen Zink Pada Penanganan Diare. Surabaya: Departemen Kesehatan dan Perkembangan Anak dan Remaja. Fradgley, S. (2003). Interaksi Obat, Dalam Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy) Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien.Jakarta: PT.Elex Media Komputindo Gramedia. Guarino Alfredo, Shai Ashkenazi,Dominique Gendrel, dkk. (2014). European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition/European Society for Pediatric Infectious Diseases EvidenceBased Guidlines for the Management of Acute Gastroenteritis in Children in Europe: Update 2014. JPGN.Vol 59, No 1 July 2014. 83 Guyton, A.C (1990). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 5 .EGC, Jakarta. Halawiyah Athirotin. (2015). Evaluasi Kualitatif Penggunaan Antibiotik Meropenem Pada Pasien Sepsis BPJS Di Rumkital DR. Mintohardjo Tahun 2014. Skripsi pada FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: tidak diterbitkan. Hajjar ER, et.al. (2007). Polipharmacy in Elderly Patients. USA: The American Journal of Geriatric Pharmacology Hadi. (2002). Gastroenterologi.Bandung:PT alumni. Hegar B.(2007).Mikroflora Saluran Cerna pada Kesehatan Anak. Dexa Medica. Iswari Yeni.(2011).Analisis Faktor Risiko Kejadian Diare Pada Anak Usia Dibawah 2 Tahun di RSUD Koja Jakarta.Tesis. Jakarta:Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Keperrawatan: tidak diterbitkan. Johnston BC,Supina AL,Vohra S.(2006).Probiotics for Pediatric AntibioticAssociated Diarrhea : a Meta-Analysis of Randomized Placebo-Controlled Trials.CMAJ.2006;175:377-383. Juffrie, M., et al,(2010).Buku Ajar Gastroenterologi- Hepatologi Jilid 1.Jakarta: Balai Penerbit IDAI. Joel G Hardmand, Lee E.Limbird. (2002). Goodman & Gilman Dasar Farmakologi Terapi Vol 2. Nashville, Tennessee: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Hal 1009-1013. Kanti Shuvra.,dkk.(2014). A Retrospective Analysis of Viral Gastroenteritis in Asia.Journal of Pediatric Infectious Diseases vol 9 no 2.pp 53-65. Kementerian kesehatan RI. (2011). Situasi DIARE di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. 2(2): 1-6. Kementerian Kesehatan RI. (2011). Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare. Jakarta: Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementrian Kesehatan RI. Kementrian Kesehatan RI.(2015).Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014.Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Kliegman RM,Behrman RE,Jenson HB,Santon BF.Nelson. (2007). Textbook of Pediatrics. 18th ed. Philadelphia:Elsevier Inc. 84 Langendorf Celine, Simon Le Hello.,dkk (2015). Enteric Bacterial Pathogens in Children with Diarrhea in Niger: Diversity and Antimicrobial Resistence.Update NCBI.Vol 10 (3);2015. La Ode M.(2014).Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Penyakit Diare Pada Pasien Balita Rawat Inap di Rumah Sakit Bhayangkara Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2013. Skripsi pada Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo. Kendari: tidak diterbitkan. Lynn Jennifer. (2015).Bacterial Gatroenteritis Medication. http://emedicine.medscape.com/article/176400-medication (diakses tanggal 10 juni 2016 pukul 09.00WIB). Manley, Harold J., McClaran, Marcy L., et al (2003), Factor associated with Medication Related Problems in Ambulantory Hemodialysis Patients American Journal of Kidney Disease. 41,386-393. Marselin Amanda.(2008). Evaluasi Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 (Kajian Kasus Gangguan Sistem Saluran Cerna). Skripsi pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma .Yogyakarta. Nugroho Wisnu.W.(2014). Penyakit-penyakit yang Menyertai Kejadian Kejang Demam Anak di RSUP Dr. Kariadi Semarang.Skripsi pada Fakultas Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang:tidak diterbitkan. PCNE.(2010).PCNE Classification for Drug Related Problems. Pharmaceutical Care Network Europe Foundation, V6.2 revised 14-01-2010vm, 1-9. Permenkes RI. (2004). http://dinkes.ntbprov.go.id/sistem/datadinkes/uploads/2013/10/Permenkes-949-2004-Pedoman-PenyelenggaraanKLB.pdf (Diakses tanggal 10 januari 2016 pukul 11.30 WIB). Permenkes RI (2010). http://pelayanan.jakarta.go.id/download/regulasi/peraturanmenteri-kesehatan-nomor-340-tentang-klasifikasi-rumah-sakit.pdf (Diakses tanggal 10 Januari 2016 Pukul 11.00 WIB) Permenkes RI. (2011).Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, Jakarta. Prest, M.,(2003), Penggunaan Obat Pada Anak, dalam Aslam, M., Tan, X.K., Prayitno, A.,Farmasi Klinis : Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien,191-192, PT.Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta. 85 Rachmawati Yeni.(2014). Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit X Periode Januari-Juni 2013.Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Ranuh GDE.(2013). Beberapa Catatan Kesehatan Anak. Jakarta: Sagung Seto. Reksuppaphol Sanguansak, Lakkana Reksuppaphol (2013). Randomized Study of Ondansetron Versus Domperidone in the Treatment of Children With Acute Gastroenteritis. Vol 5, No 6. Riskesdas. (2007). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Richardson Malcolm D, Brian Jones (2007).Therapeutic Guidelines in Systemic Fungal Infections third edition.Departement of Bacteriology & Imunology University of Helsinki. Samani Nijamudin, Zhang Jingxiao,Yong-Jie Yin,dkk (2014). Zinc in the Manage,ent of Diarrhoea In Children Under The Age of 5 Years A-Review. Vol 2 No.6. Sari Novita, (2015).Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Diabetes Melitus di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Utara. Skripsi pada FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: tidak diterbitkan. Septiani,sundari. (2015). Evaluasi Penggunaan Obat Pada Pasien Balita Terkena Diare Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit X Pada Tahun 2014. Shinta Ken, Hariantyo, dkk. (2011). Pengaruh Probiotik pada Diare Akut: Penelitian dengan 3 Preparat Probiotik. Sari Pediatri Vol 13 No. 2. http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/13-2-2.pdf (Diakses tanggal 10 juni 2016 Pukul 10.00 WIB). Simatupang Maria Magdalena. (2009). Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU. Rotavirus. Medan:Departemen Suharyono (2008). Diare Akut Klinik dan Laboratorik, 1-3,6,18-19,23,Rineka Cipta:Jakarta. Strand L,M, Petter CM, Cipolle RJ, Ramsey R, Lamsam GD,(1990). Drug Related Problems: Their Structure Function. Amerika Serikat: Departemen of Pharmacy Practice. 86 Sumali M Atmojo. (1998). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare Anak Balita di Kab. Purworejo, Jawa Tengah. Siregar, Charles J.P., dan Lia A.(2003).Faramasi Rumah Sakit:Teori dan Penerapan. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Hal.7-18. Sinthamurniwaty (2006). Faktor-faktor Risiko Kejadian Diare Akut Pada Balita (Studi Kasus di Kabupaten Semarang).Thesis Pada Program Pasaca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang. Semarang: Tidak diterbitkan. Siregar,C.JP.,(2004), Farmasi Rumah Sakit, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Siregar Charles.(2006). Farmasi Klinik Teori dan Penerapan. Jakarta:EGC. Stockley, I.H. (2008).Stockley’s Drug Interaction. Edisi Kedelapan. Great Britain: Pharmaceutical Press.p.1-10. Soegijanto Soegeng.(2009). Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia jilid 7.Airlangga University Press. Syamsudin .(2011). Interaksi Obat Konsep Dasar Klinis.Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press). Taketomo,Carol K , Jane H. Hodding, Donna M. Kraus .(2009). Pediatric Dosage Handbook with International Trade Names Index 16th Edition.United State: Lexi-Comp Tambayong, (2002), Patofisiologi Kedokteran EGC,Jakarta. Untuk Keperawatan, Penerbit Buku UNICEF.(1998).The State on the World Children. Oxford Univ.Press Verity CM, Golding J. Risk of epilepsy after febrile convulsion: a national cohort study. Br Med J 1991;303: 1373-6. Vila J, Vargas M, Ruiz J, Corachan M, De Anta MTJ, Grascon J(2000). Quinolon Resisten in Enterotoxigenic E.coli Causing Diarrhea in Travelers to India in Comparison with Othehr Gerographycal Areas. Antimicrobial Agents and Chemotheraphy. Widjaja M.C.(2002). Mengatasi Diare dan Keracunan Pada Balita. Jakarta: Kawan Pustaka WHO (2005). A Treatment of Diarrhoea A manual for Physicians and Other Senior Health Workers. 87 WHO Indonesia.(2009).Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Rujukan Tingakat Pertama di Kabupaten/Kota.Jakarta :World Health Organization Indonesia bekerjasama dengan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. World Gastro Enterology Organization Global Guidline (2012).Acute Diarrhea in Adults and Children: A Global Perspective. Yusshiammanti Dana Fitria. (2015). Analisa Drug Related Problems (DRPs) Pada Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik Dengan Penyakit Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo Tahun 2014.Skripsi pada FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: tidak diterbitkan. Zein U,Khalid Huda Sagala, Josia Ginting, (2004).Diare Akut Disebabkan Bakteri.Fakultas Kedokteran Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Universitas Sumatera Utara. Zulkifli Lukman Amin (2015). Tatalaksana Diare Akut.Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta,Indonesia.Volume42,No7,http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_2 30CME-Tatalaksana%20Diare%20Akut.pdf. (Diakses tanggal 5 juni 2016 pukul 10.00 WIB) 88 Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Pengambilan Data dan Izin Penlitian dari FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prodi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 89 Lampiran 2. Penilaian DRPs yang Dialami Pasien Penyakit Diare Akut Infeksi Penilaian DRPs NP KTPO KTPD ↑ ↓ ITO OTI IO 1 0 0 1 0 1 0 2 0 1 1 0 0 1 3 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 5 0 1 0 0 0 0 6 0 0 0 1 0 0 7 0 1 1 1 0 1 8 0 1 1 1 0 0 9 0 1 1 1 0 1 10 0 1 0 1 0 0 11 0 1 0 0 0 1 12 0 0 0 0 0 0 13 0 1 1 0 0 0 14 0 0 0 0 0 1 15 0 1 1 0 0 0 16 0 1 0 0 0 0 17 0 1 0 0 1 0 18 0 0 1 1 1 1 19 0 0 0 0 0 0 20 0 1 0 0 0 0 21 0 1 1 0 0 1 22 0 0 0 0 0 0 23 1 0 0 0 0 0 24 0 1 0 0 0 0 25 1 0 0 1 1 0 26 0 0 0 0 0 0 27 0 1 0 0 0 0 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 90 28 0 0 0 0 0 0 29 0 1 0 0 0 0 30 0 0 0 0 0 0 31 0 1 1 0 0 1 32 0 0 0 0 0 1 33 0 1 0 1 1 0 34 0 1 0 0 1 0 35 0 0 1 0 0 0 36 0 0 0 0 0 1 37 0 0 0 0 0 0 38 0 0 0 0 0 0 39 0 1 1 0 0 1 40 0 1 0 0 0 1 Keterangan : 1 = Terjadi DRPs 0 = Tidak Terjadi DRPs KTPO = Ketidaktepatan Pemilihan Obat KTPD = Ketidaktepatan Penyesuaian Dosis ↑ = Dosis Melebihi Dosis Terapi ↓ = Dosis Kurang dari Dosis Terapi ITO = Indikasi Tanpa Obat OTI = Obat Tanpa Indikasi IO = Interaksi Obat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 91 Lampiran 3. Ketidaktepatan Pemilihan Obat Nomor Pasien Hasil Obat yang Obat yang Pemeriksaan Diterima Seharusnya diterima Feses 23 25 Diare disebabkan Cefotaxime Ketoconazole, karena itraconazole, infeksi jamur Fluconazole Diare disebabkan Cefotaxime Ketoconazole, karena itraconazole, jamur infeksi Fluconazole UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 92 Lampiran 4. Evaluasi DRPs Obat Tanpa Indikasi Nomor Pasien 1 Indikasi Hasil pemeriksaan Feses BAB cair lebih Diare dari 3x sehari, disebabkan kejang, karena demam. bakteri. 17 Demam naik Diare turun, BAB disebabkan cair 3x karena berlendir. bakteri. 18 Kejang saat dirumah, dmam ± 3 hari, BAB cair lebih dari 3x sehari. 25 Diare disebabkan karena bakteri. BAB cair Diare berlendir ± 5x, disebabkan tidak demam karena jamur 33 BAB cair 6x sehari, demam naik turun, tidak kejang. Diare disebabkan karena bakteri. 34 BAB cair ± 4 hari, warna hitam berlendir, demam 4 hari. Diare disebabkan karena bakteri. Obat yang Diberikan Ambroxol syrup Lacto B Diazepam Candistatin Caftriaxone. Lacto B Zinc IVFD Asering Ondansentron Paracetamol Ceftriaxone Lacto B Zinc Paracetamol Diazepam Oralit Ranitidine Ondansentron IVFD KaEN 3B Lacto B Zinc IVFD KaEN 3B Cefotaxime Ondansentron Lacto B Zinc Ambroxol KSR Ondansentron Paracetamol IVFD KaEN 3B Lacto B Zinc IVFD KaEN 3B Oralit Paracetamol Ambroxol Ceftriaxone Obat Tanpa Indikasi Ambroxol syrup. Candistatin Ondansentron Ondansentron Ranitidine Ondansentron Cefotaxime Ambroxol Ambroxol UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 93 Lampiran 5. Evaluasi DRPs Indikasi Tanpa Obat Nomor Pasien 6 7 8 9 Indikasi Pasien Obat yang Diterima BAB cair lebih dari 3x sehari, demam naik turun, muntah kurang lebih 2x. Hasil pemeriksaan laboratorium diare disebabkan karena bakteri BAB cair 3x, kejang, demam. Hasil pemeriksaan laboretorium diare disebabkan karena bakteri Mual, muntah, pusing, BAB lebih dari 3x sehari. Hasil pemeriksaan laboratorium diare disebabkan karena bakteri. BAB cair 5x sehari, demam 38,2 oC, lemas, muntah, batuk,pilek. IVFD KaEN 3B Ondansetron Zinc Lacto B Oralit 10 Demam lebih dari 1 minggu, BAB berair lebih dari 3x sehari, muntah. 18 Kejang saat dirumah, demam lebih dari 3 hari, BAB lebih dari 3x sehari. Hasil pemeriksaan Laboratorium, diare disebabkan karena bakteri BAB cair berlendir ± 5x, tidak demam. 25 IVFD KaEN 3B Diazepam Zinc Paracetamol Methisoprinol IVFD KaEN 3B Zinc Lacto B Paracetamol Omeprazole Ondansetron Ranitidine IVFD KaEN 3B Diazepam Zinc Lacto B Paracetamol Ceftriaxone Dexamethasone KSR Meropenem Ceftriaxone Lacto B Zinc Paracetamol IVFD KaEN 3B Lacto B Zinc Paracetamol Diazepam Oralit Ranitidine Ondansentron IVFD KaEN 3B Lacto B Zinc IVFD KaEN 3B Indikasi tanpa obat Diare disebabkan karena bakteri Tambahan obat Antibiotik antibakteri: Ceftriaxone/ Cefotaxime/ Meropenem/ Cefixime Diare disebabkan karena bakteri Antibiotik antibakteri: Ceftriaxone/ Cefotaxime/ Meropenem/ Cefixime Diare disebabkan Antibiotik karena bakteri. antibakteri: Ceftriaxone/ Cefotaxime/ Meropenem/ Cefixime Batuk Obat saluran pernafasan atas mukolitik: Ambroxol Muntah Antiemetik : Ondansentron Diare disebabkan karena bakteri Antibiotik Antibakteri: Ceftriaxone/ Cefotaxime/ Meropenem/ Cefixime Di are disebabkan karena jamur. Antifungi: Ketoconazole, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 94 33 Hasil pemeriksaan laboratorium diare diasebabkan karena jamur. BAB cair 6x sehari, demam naik-turun, tidak kejang,tidak batuk. Hasil pemeriksaan Laboratorium, diare disebabkan karena bakteri. Ondansetron Cefotaxime Lacto B Zinc Ambroxol KSR Ondansentron Paracetamol IVFD KaEN 3B itraconazole, Fluconazole Diare disebabkan Antibiotik karena bakteri Antibakteri: Ceftriaxone/ Cefotaxime/ Meropenem/ Cefixime UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 95 Lampiran 6. Evaluasi DRPs Dosis Kurang dari Dosis Terapi NP Umur/ BB Nama obat Dosis standar 1 2 7 8 2/9 2/10,7 3,3/7,1 10/42 Diazepam Diazepam Diazepam Omeprazole 10/42 Ondansetron 9 2/8,5 2/7,1 Diazepam Paracetamol 13 7/17 Ceftriaxone 15 2/9 Ranitidine 18 4/14 4/14 Diazepam Ranitidine 21 2/8 Metronidazole 31 2/8,2 2/8,2 Diazepam Phenobarbital 2/8,2 1 mg/kg 1 mg/kg 1 mg/kg 20 mg sekali sehari 0,15 mg/kg/dosi s 1 mg/kg 10-15 mg/kg/dosi s 50-75 mg/kg/hari 2-4 mg/kg/hari 1 mg/kg 2-4 mg/kg/hari 30 mg/kg/hari 1 mg/kg 15-20 mg/kg 0,5-2 mg/kg/hari 50-75 mg/kg/dosi s 1-2 mg/kg/dosi s 35 2/16,5 Dexamethason e Ceftriaxone 39 2/8 Furosemide Perhitungan dosis seharusnya 9x1=9 mg 10,7x1=10,7 mg 1x7,1=7,1 mg 20x42=840 mg Dosis pakai Keterangan 3x1 mg 3x1 mg 3x1 mg 2x20 mg Dosis kurang Dosis kurang Dosis kurang Dosis kurang 0,15x42x3= 18,9 mg 3x4 mg Dosis kurang 1x8,5=8,5 71 -106,5 mg 3x1 mg 3x100 mg (iv) Dosis kurang Dosis kurang 1050-1575 mg 1x750 mg (iv) 2x0,5 mg Dosis kurang 18-36 mg 1x 14= 14mg 28-56 mg Dosis kurang Dosis kurang Dosis kurang 30x8=240 mg 3x1,5 mg 2x 1,5 mg (iv) 3x35 mg 1x8,2= 8,2 mg 123-164 mg 3x1 mg 2x35 mg Dosis kurang Dosis kurang 4,1-16,4 mg 3x1 mg (iv) 1x500 mg (iv) Dosis kurang 4 mg (iv) Dosis kurang 825-1237,5 mg 8-16 mg Dosis kurang Dosis kurang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 96 Lampiran 7. Evaluasi DRPs Dosis Melebihi Dosis Terapi NP Umur/ BB Nama obat Dosis standar 2 2/10,7 Methisoprinol 50 mg/kg 5 2,1/9 Paracetamol 7 3,3/7,1 Paracetamol 10-15 mg/kg/dosis 10-15 mg/kg/dosis 3,3/7,1 Methisoprinol 50 mg/kg 50x7,1=355 mg 8 10/42 Paracetamol 420-630 mg 9 2/8,5 Paracetamol 2/8,5 Meropenem 10-15 mg/kg/dosis 10-15 mg/kg/dosis 20 mg/kg 10 2/8 Paracetamol 10-15 mg/kg/dosis 80-120 mg 11 2/7,1 Fenobarbital 42,6-56,8 mg 2/7,1 Fenitoin pulv 6-8 mg/kg/hari 8-10 mg/kg 3x ¾ cth=337,5 mg 2x40 mg 56,8-71 mg 2x40 mg 2/7,1 Fenitoin 8-10 mg/kg 56,8-71 mg 13 7/17 Ondansetron 15 2/9 Methisoprinol 0,15 mg/kg/dosis 50 mg/kg 0,15x17x3=7,65 mg 50x9=450 mg 2/9 Ondansetron 16 2/10 Cefixime 0,15 mg/kg/dosis 8 mg/kg/hari 0,15x9x3=4,05 mg 8x10 =80 mg 17 2/8,2 Paracetamol 82-123 mg 20 2,2/9,5 Ondansetron 21 2/8 Ondansetron 24 6/14,5 Ondansetron 6/14,5 Ranitidin 2/9 Ondansetron 10-15 mg/kg/dosis 0,15 mg/kg/dosis 0,15 mg/kg/dosis 0,15 mg/kg/dosis 2-4 mg/kg/hari 0,15 2x40,2 (iv) 3x4 mg (iv) 3x1 cth=750 mg 3x2 mg (iv) 2x1 cth=200 mg 4x125 mg (iv) 2x2 mg 27 Perhitungan dosis yang seharusnya 50x10,7=535 mg 90-135 mg 71-106,5 mg 85-127,5 mg 20x8,5=170 mg 0,15x9,5x2=2,8 Dosis pakai Keterangan 3x1 cth= 750 mg 4-5x 1cth Dosis berlebih Dosis berlebih Dosis berlebih 3x ½ cth=225 mg 3x 1 cth=750 mg 3x500 mg (iv) 4-5x 100 mg 3x350 mg 0,15x8x3=3,6 mg 0,15x14,5x2= 4,35 mg 29-58 mg 3x1,5 mg 0,15x9x3= 4,05 3x2 mg 2x4 mg (iv) 3x20 mg Dosis berlebih Dosis berlebih Dosis berlebih Dosis berlebih Dosis berlebih Dosis berlebih Dosis berlebih Dosis berlebih Dosis berlebih Dosis berlebih Dosis berlebih Dosis berlebih Dosis berlebih Dosis berlebih Dosis berlebih Dosis berlebih Dosis berlebih Dosis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 97 29 2/8,2 Ondansetron 31 2/8,2 Metronidazole 33 2/6,8 Ambroxol 2/6,8 Ondansetron 34 2/12 Ambroxol 39 2/8 Ondansetron 40 2/7 Captopril mg/kg/dosis 0,15 mg/kg/dosis 30 mg/kg/hari 1,2-1,6 mg/kg 2-3 x sehari 0,15 mg/kg/dosis 1,2-1,6 mg/kg 2-3x sehari 0,15 mg/kg/dosis 0,3-0,5 mg/kg/dosis mg 0,15x8,2x2= 2,46 mg 30x8,2=246 mg (iv) 2x2 mg (iv) 2x600 mg 8,16-10,88 mg 3x ½ cth=22,5 mg 3x2 mg 0,15x6,8x3= 3,06 mg 14,4-19,2 mg 0,15x8x2=2,4 mg 4,2-7 mg 3x1 cth=45 mg 2x2 mg (iv) 2x6,5 mg berlebih Dosis berlebih Dosis berlebih Dosis berlebih Dosis berlebih Dosis berlebih Dosis berlebih Dosis berlebih UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 98 Lampiran 8. Evaluasi DRPs Interaksi Obat Nomor Pasien 2 Terapi Obat Interaksi Obat Mekanisme Interaksi Obat Diazepam menurunkan kadar paracetamol dengan cara meningkatkan level metabolisme, sehingga dapat meningkatkan metabolisme hepatotoksik. Diazepam menurunkan kadar paracetamol dengan cara meningkatkan metabolisme sehingga dapat meningkatkan metabolisme hepatotoksik. Diazepam menurunkan kadar paracetamol dengan cara meningkatkan metabolisme sehingga dapat meningkatkan metabolisme hepatotoksik. Jenis Interaksi Obat Farmakokinetikminor Methisoprinol Lacto B Zinc Diazepam Paracetamol DiazepamParacetamol 7 IVFD KaEN 3B Diazepam Zinc Lacto B Paracetamol Methisoprinol Diazepam – Paracetamol 9 IVFD KaEN 3B Diazepam Zinc Lacto B Paracetamol Ceftriaxone Dexamethasone KSR Meropenem Diazepam – Paracetamol Dexamethasone meningkatkan kadar atau efek dari diazepam dengan cara mempengaruhi enzim CYP3A4 Diazepam menurunkan kadar paracetamol dengan cara meningkatkan metabolisme sehingga dapat meningkatkan metabolisme hepatotoksik. Farmakokinetikminor FenobarbitalFenitoin Fenobarbital akan menghambat metabolisme dari fenitoin,dengan menginduksi enzim CYP450. Farmakokinetikmoderate FenobarbitalDiazepam Fenobarbital akan menurunkan efek dari diazepam dengan mempengaruhi metabolisme enzim Farmakokinetikmoderate DexamethasoneDiazepam 11 Fenobarbital Lacto B Zinc Ceftriaxone Fenitoin pulv IVFD Ringer Laktat Diazepam Paracetamol Fenitoin DiazepamParacetamol Farmakokinetikminor Farmakokinetikminor Farmakokinetikminor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 99 CYP19. 14 18 21 31 IVFD Ringer Laktat Ondansentron Metronidazole Lacto B Zinc Paracetamol Lacto B Zinc Paracetamol Diazepam Oralit Ranitidin Ondansentron IVFD KaEN 3B Lacto B Zinc IVFD KaEN 3B Paracetamol Ondansentron Metronidazole KSR Oralit Lacto B Zinc Diazepam Fenobarbital Oralit Metronidazole Fenitoin Ondansentron Ceftriaxone FenitoinDiazepam Menghambat metabolisme dari fenitoin, fenitoin akan menurunkan konsentreraasi plasma diazepam dengan menginduksi metabolisme enzim Farmakokinetikmederate Fenitoin– Paracetamol Fenitoin akan meningkatkan potensi hepatotoksik dari paracetamol dan menurunkan efek farmakologisnya Farmakokinetikmoderate FenobarbitalParacetamol Fenobarbital akan meningkatkan potensi hepatotoksik dari paracetamol dan menurunkan efek terapeutik. Metronidazole akan meningkatkan efek dari paracetamol melalui ezim hepatik CYP2E1 Farmakokinterikminor Diazepam menurunkan kadar paracetamol dengan cara meningkatkan metabolisme sehingga dapat meningkatkan metabolisme hepatotoksik. Metronidazole akan meningkatkan efek dari paracetamol dengan mempengaruhi metabolisme enzin CYP2E1 Farmakokinetikminor Fenobarbital akan menghambat metabolisme dari fenitoin,dengan menginduksi enzim CYP450. Farmakokinetikmoderat MetronidazoleParacetamol DiazepamParacetamol Metronidazole – Paracetamol FenobarbitalFenitoin FarmakokinetikMinor Farmakokinetikminor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 100 Dexamethasone FenobarbitalDexamethasone Penggunaan dexamethasone bersamaan dengan fenobarbital akan menurunkan efektifitas dexamethasone, fenobarbital akan menurunkan konsenterasi plasma dexamethasone. Farmakokinetik Moderat FenobarbitalDiazepam Fenobarbital akan menurunkan efek dari diazepam dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP19. FarmakokinetikModerate FenobarbitalOndansentron Fenobarbital akan menurunkan efek dari ondansentron dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP1A2. FarmakokinetikMinor FenitoinDexamethsaone Fenitoin akan meningkatkan clearence metabolik dari dexamethasone , menurunkan kadar steroid dalam darah dan aktifitas fisiologis. Fenitoin akan menginduksi metabolisme enzim CYP450 3A4. FarmakokinetikModerat FenitoinOndansentron Fenitoin akan menurunkan efek dari ondansentron dengan mempengaruhi enzim CYP3A4 FarmakokinetikModerat FenitoinDiazepam Diazepam Menghambat metabolisme dari fenitoin, fenitoin akan menurunkan konsentreraasi plasma diazepam dengan menginduksi metabolisme enzim FarmakokinetikModerat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 101 32 36 39 Dexamethasonediazepam Dexamethasone meningkatkan kadar atau efek dari diazepam dengan cara mempengaruhi enzim CYP3A4 FarmakokinetikMinor MetronidazoleFenitoin Metronidazole akan meningkatkan konsenterasi serum fenitoin,dengan mempengaruhi enzim CYP450 2C9. FarmakokinetikModerate MetronidazoleDexamethasone Metronidazole akan meningkatkan efek dari dexamethasone dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP 3A4. Frmakokinetikminor MetronidazoleDiazepam Metronidazole akan meningkatkan efek dari diazepam dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP 3A4. Farmakokinetikminor Lacto B Zinc Diazepam Paracetamol Methisoprinol KSR Oralit IVFD KaEN 3B Dexamethasone Ceftriaxone Ranitidine Dexamethasone – Diazepam Dexamethasone meningkatkan kadar atau efek dari diazepam dengan cara mempengaruhi enzim CYP3A4 Farmakokinetikminor DiazepamParacetamol Farmakokinetikminor Lacto B Zinc KSR Ceftriaxone Paracetamol Ondansentron Metronidazole Lacto B Zinc Candistatin Ondansentron Metronidazole – Paracetamol Diazepam menurunkan kadar paracetamol dengan cara meningkatkan metabolisme. Metronidazole akan meningkatkan efek dari paracetamol dengan mempengaruhi metabolisme enzin CYP2E1 Ceftriaxone akan meningkatkan toksisitas furosemide secara sinergis dan Farmakodinamikminor Ceftriaxone Furosemide Farmakokinetikminor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 102 40 Paracetamol Ceftriaxone Furosemide Candistatin Lacto B Zinc Methisoprinol Captopril Furosemide Ceftriaxone meningkatkan resiko nefrotoksik Ceftriaxone Furosemide Ceftriaxone akan meningkatkan toksisitas furosemide secara sinergis dan meningkatkan resiko nefrotoksik Farmakodinamikminor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 103 Lampiran 9. Hasil Analisis Hubungan antara Penyakit Penyerta dengan DRPs Case Processing Summary Cases Valid N penyerta * DRPs Missing Percent 40 N Total Percent 100.0% 0 N Percent .0% 40 100.0% penyerta * DRPs Crosstabulation DRPs tidak terjadi DRPs penyerta tanpa penyakit penyerta Count % within penyerta dengan penyakit penyerta Count % within penyerta Total Count % within penyerta terjadi DRPs Total 8 12 20 40.0% 60.0% 100.0% 2 18 20 10.0% 90.0% 100.0% 10 30 40 25.0% 75.0% 100.0% Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction df Likelihood Ratio Exact Sig. (2- Exact Sig. (1- sided) sided) sided) a 1 .028 3.333 1 .068 5.063 1 .024 4.800 b Asymp. Sig. (2- Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b N of Valid Cases .065 4.680 1 .031 40 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,00. b. Computed only for a 2x2 table UIN Syarif Hidayatullah Jakarta .032 104 Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Lower Upper Odds Ratio for penyerta (tanpa penyakit penyerta / 6.000 1.082 33.274 4.000 .967 16.551 .667 .453 .981 dengan penyakit penyerta) For cohort DRPs = tidak terjadi DRPs For cohort DRPs = terjadi DRPs N of Valid Cases 40 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 105 Lampiran 10. Hasil Analisis Hubungan antara Jumlah Obat dengan DRPs Case Processing Summary Cases Valid N obat * DRPs Missing Percent 40 N Total Percent 100.0% 0 N .0% Percent 40 100.0% obat * DRPs Crosstabulation DRPs tidak terjadi DRPs obat 1-5 obat Count % within obat 6-10 obat Total 5 10 50.0% 50.0% 100.0% 5 24 29 17.2% 82.8% 100.0% 0 1 1 .0% 100.0% 100.0% 10 30 40 25.0% 75.0% 100.0% Count % within obat Count % within obat Total 5 Count % within obat >10 obat terjadi DRPs Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value df sided) a 2 .100 Likelihood Ratio 4.462 2 .107 Linear-by-Linear Association 4.382 1 .036 Pearson Chi-Square N of Valid Cases 4.598 40 a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,25. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 106 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Golongan Terapi Obat 1.Cairan Rehidrasi Oral Jenis Obat Oralit Frekuensi Presentase (%) Dosis Standar per Hari 55 18,3 14 4,67 Anak dengan usia 1-2 tahun: 600-800 ml, usia 2-4 tahun: 8001200ml, usia 5-14 tahun: 1200-2200ml. Pemberian dilakukan tiap kali anak mengalami mencret (WHO, 2005). Cairan Rehidrasi Parenteral IVFD KaEN 3B 2.Antiinfeksi Antibiotik (chephalosporin generasi 3) 30 IVFD Ringer Laktat 5 IVFD Asering Cefotaxime 6 42 4 Ceftriaxone 31 Cefixime 1 10 Dosis dewasa dan anak berusia ≥ 3 tahun atau BB ≥ 15kg 500-1000 mL pada 1x pemberian secara intarvena (mims, ) 1,67 Untuk diare ringan sedang, diberikan sebanyak 75cc/kgBB selama 4 jam. Penilaian kembali dilakukan setiap 1-2 jam. Ringer laktat untuk anak dengan dehidrasi berat diberikan 30ml/kg dalam 30 menit. Lalu berikan 70 ml/kg dalam 2 ½ jam (WHO, 2005). 2 Disesuaikan pada setiap individu. 14,2 1,3 Larutan injeksi, dosis anak usia 1 bulan-12 tahun: 50-180 mg/kg/hari secara IV dibagi setiap 4-6 jam perhari, dan untuk usia >12 tahun 12 g secara IV setiap 4-8 jam. Infeksi karena organisme: usia<12 tahun atau BB<50kg dosis 50-200 mg/kg/hari secara IV setiap 6-8 jam, Pneumonia: usia <12 tahun atau BB <50kg dosis 200mg/kg/hari secara IV setiap 8 jam, usia >12 tahun atau BB>50kg dosis 1-2 g secara IV setiap 8 jam (drugs.com). Demam tifoid: usia <12 tahun atau BB<50 kg dosis 150-200 mg/kg/hari secara IV setiap 6-8 jam, usia >12 tahun atau BB>50kg: 1-2 g secara IV. 10,3 Dosis anak 50-75 mg/kg/hari setiap 12-24 jam, bakteri akut otitis media: 50 mg/kg (dosis maksimum: 1 g), demam tifoid:IV: 75-80 mg/kgselama 5-14 hari. 0,3 Digunakan secara oral, dosis untuk anak: 8 mg/kg/hari terbagi setiap 12-24 jam, dosis maksimum 400 mg/hari. 104 UIN Syarif Hidyatullah Jakarta Antibiotik Aminoglikosida Gentamycin 1 Antibiotik Metronidazole Metronidazole 5 Antibiotik carbapenem. Meropenem 1 3. Probiotik Lacto B 46 4. Suplemen Zinc 45 5. Obat Lain Diazepam 113 11 Candistain 5 Ambroxol Paracetamol 5 31 0,3 Sediaan injeksi 10mg/mL dan 40 mg/mL. Untuk anak usia ≥5 tahun 2-2,5mg/kg/dosis secara IV, untuk anak usia >5 tahun: 2,5 mg/kg/dosis secara IV. 1,67 Untuk infeksi bakteri: 30 mg/kg/hari secara oral atau IV dibagi setiap 6 jam, dosis tidak boleh melebihi 4 g/hari. Amebiasis: 35-50 mg/kg secara oral terbagi setiap 8 jam selama 10 hari, giardiasis: 15 mg/kg/hari secara oral atau IV terbagi setiap 8 jam selama 5 hari. HPylori:dengan amoxicilin dan bismut subsalisilat dengan dosis 15-20 mg/kg/hari secara oral dosis terbagi setiap 12 jam selama 4 minggu.infeksi anaerobik:oral,IV: 30 mg/kg/hari dibagi setiap 6 jam, dosis maksimum 4 g/hari. 0,3 Dosis untuk anak-anak ≥3bulan untuk anak dengan infeksi kulit: 10 mg/kg/dosis setiap 8 jam, dosis maksimum500 mg, infeksi pencernaan: 20 mg/kg/dosis setiap 8 jam dan dosis maksimum 1 g, meningitis: 40 mg/kg/dosis setiap 8 jam dengan dosis maksimum 2 g (taketomo, 2009). 15,3 Untuk anak 1-6 tahun 3 sachet/hari, kurang dari 1 tahun 2 sachet/hari (mims). 15 Anak usia< 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari, anak usia >6 bulan: 1 tablet (20 mg)perhari selama 10 hari (Kemenkes RI, 2011). 37,6 3,67 Seizure: usia 2-5 tahun 0,5 mg/kg, usia 6-11 tahun 0,3 mg/kg, usia >12 tahun 0,2 mg/kg. Status epileptikus: 0,1-0,3 mg/kg dosis diberikan 3-5 menit , dosis maksimum 10 mg diberikan setiap 5-10 menit secara IV. Ansietas: usia 1-12 tahun 0,12-0,8 mg/kg/hari dosis terbagi setiap 6-8 jam secara oral 0,04-0,3 mg/kg/hari setiap 2-4 jam dan dosis maksimum 0,6 mg/kg setiap 8 jam secara intramuscular (IM). 1,67 Digunakan secara oral, dosis untuk anak dan dewasa adalah 400,000-600,000 unit 4x/hari. 1,67 Dosis anak-anak: 1,2-1,6mg/kg 2-3x sehari. 10,3 Dosis anak secara oral: 10-15 mg/kg/dosis setiap 4-6 jam, secara 105 UIN Syarif Hidyatullah Jakarta Ondancentron 26 Aminosteril KSR Metisoprinol Omeprazole 1 5 6 1 Dexamethasone 3 Fenitoin 3 rektal: 10-20 mg/kg/dosis setiap 4-6 jam. Untuk anak ≥12 tahun dosis secara oral dan rektal: 325-650 mg setiap 4-6 jam atau 1000 mg 3-4 kali/hari, jangan melebihi 4g/hari. 8,67 Untuk anak usia <4 tahun secara oral: tidak ada dosis yang disetujui oleh FDA secara oral. Usia 4-11 tahun secara oral : 4mg 3 kali/hari digunakan 30 menit sebelum kemoterapi, lalu gunakan 4-8 jam sehabis dosis yang pertama. Usia >12 tahun:8 mg 3 kali/hari. Dosis untuk anak usia> 6 bulan secara IV: 0,1 5 mg/kg/dosis diinfus selama 30 menit sebelum kemoterapi. 0,3 1,67 Dosis anak: 1-2 tab 2-3 kali/hari. 2 Dosis anak: 50 mg/kg 0,3 GERD, ulcer, esofagitis: untuk anak usia 1-16 tahun dengan BB 510kg: 5mg sekali sehari, 10-20kg: 10 mg satu kali sehari, >20 kg: 20 mg sekali sehari. Terapi tambahan untuk anak dengan tukak duodenum yang disebabkan karena bakteri H.pylori dikombinasikan dengan antibiotik terapi seperti clarithromycin dan amoxicilin dengan dosis: 10 mg 2 kali/hari untuk anak dengan BB 15-30kg, dan 20 mg 2x/hari untuk anak dengan BB >30 kg. 1 Dosis anak dengan edema atau ekstubasi secara oral,IV,IM: o,5-2 mg /kg/hari setiap 6 jam. Antiemetik secara IV: 10 mg/m2/dosis (dosis maksimum: 20 mg) dan 5 mg/ m2/dosis setiap 6 jam. Antiinflamasi oral,IV,IM: 0,08-0,3 mg/kg/hari atau 2,5-10 mg/m2/hari setiap 6-12 jam. Edema serebral secara oral,IV,IM: dosis awal: 1-2 mg/kg/dosis, dosis pemeliharaan:1-1,5mg/kg/hari (dosis maksimum: 16mg/hari)dosis dibagi setiap 6-12 jam. 1 Dosis anak untuk status epileptikus:15-18 mg/kg, dosis pemeliharaan: dosis awal 5mg/kg/hari dalam 2-3 dosis terbagi, dosis umum anak usia 0,5-3 tahun: 8-10 mg/kg, 4-6 tahun: 7,5-9 mg/kg/hari, 7-9 tahun: 7-8 mg/kg/hari, 10-16 tahun: 6-7 mg/kg/hari. Antikonvulsi secara oral: dosis awal:15-20 mg/kg dosis dibagi menjadi 3 dan diberikan etiap 2-4 jam, dosis perawatan: 106 UIN Syarif Hidyatullah Jakarta Fenobarbital Ranitidine 1 10 Ferriz Furosemide 1 2 Captopril 1 Spironolactone 1 sama seperti loading dose, dosis dibagi menjadi 3 dosis/hari. 0,3 Dosis anak untuk antikonvulsi: status epileptikus dosis awal: 15-20 mg/kg (dosis maksimum 1000 mg/dosis) secara IV, dosis pemeliharaan: oral, IV anak usia 1-5 tahun: 6-8 mg/kg/hari, 5-12 tahun:4-6 mg/kg/hari. Sedasi : oral 2mg/kg 3 kali/hari, hipnotik: IV,IM 3-5 mg/kg pada waktu tidur. 3,3 Dosis anak >1 bulan-16 tahun: gastritis/ulkus duodenal: oral:4-8 mg/kg/hari dosis maksimum: 300mg/hari, dosis pemeliharaan: 2-4 mg/kg/hari dengan dosis maksimum: 150 mg/hari , IV:2-4 mg/kg/hari dibagi setiap 6-8 jam, dosis maksimum: 200 mg/hari, GERD:oral: 4-10 mg/kg/hari 2x sehari dosis maksimum:300 mg/hari, GERD:IV: 2-4 mg/kg/hari dosis dibagi setiap 6-8 jam, dosis maksimum: 200mg/hari. 0,3 0,67 Dosis untuk anak: oral: 1-4 mg/kg/dosis setiap 6-8 jam, tidak boleh melebihi 6mg/kg/dosis. IM,IV: 1-2 mg/kg/dosis setiap 6-12 jam dilanjutkan dengan infus 0,05 mg/kg/jam. 0,3 Dosis anak: dosis awal: 0,3-0,5 mg/kg/dosis, dosis maksimum 6 mg/kg/hari, anak yang lebih tua: dosis awal: 6,25-12,5 mg/dosis setiap 12-24 jam. 0,3 Dosis untuk anak diuretik,hipertensi: 1-3,3 mg/kg/hari setiap 6-12 jam, jangan melebihi 100 mg/hari. 107 UIN Syarif Hidyatullah Jakarta Lampiran 12. Data Pasien Pasien :1 Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 2 tahun BB : 9 kg Lama dirawat : 07/07/2015-10/07/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk : KDK, Diare akut dehidrasi ringan sedang Keluhan Masuk : BAB cair lebih dari 3x sehari, kejang,demam Tanggal Hasil laboratorium Hasil Pemeriksaan Feses 07/07/2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Makroskopik : Warna kuning Konsistensi lembek Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit 5-8 Eritrosit 0-2 Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri penuh Terapi obat Ambroxol syrup Lacto B Zinc Diazepam Candistatin Ceftriaxone 3x1 cth 3x2 scht 1x20 mg 3x1 mg 4x1 ml 1x500 mg oral oral oral oral oral IV 110 9,2 g/dL 10,0 103/uL 28 % 478 103/uL 103/uL mmol/L mmol/L mmol/L Keadaan Keluar Sembuh Pasien :2 Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 2 tahun BB : 10,7 kg Lama dirawat : 01/08/2015-02/08/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk : KDK, Diare akut dehidrasi ringan sedang Keluhan Masuk : BAB cair, kejang,demam Tanggal Hasil laboratorium 01/08/2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Terapi obat Metisoprinol Lacto B Zinc Diazepam Paracetamol 3x1 cth 3x2 scht 1x20 mg 3x1 mg 3x1 cth oral oral oral oral oral 111 12,5 g/dL 9,1 103/uL 37 % 259 103/uL 4,9 103/uL 133 mmol/L 3,9 mmol/L 104 mmol/L Hasil Pemeriksaan Feses Keadaan Keluar Makroskopik : Warna kuning Konsistensi lembek Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit 5-8 Eritrosit 0-2 Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri penuh Sembuh Pasien :3 Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 3 tahun BB : 13 kg Lama dirawat : 22/08/2015- 24/08/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk : KDK, Diare akut dehidrasi ringan sedang + vomitus Keluhan Masuk : BAB cair >5x,demam Tanggal Hasil laboratorium Hasil Pemeriksaan Feses 22/08/2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Makroskopik : Warna kuning Konsistensi lembek Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit 5-8 Eritrosit 0-2 Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri penuh Terapi obat IVFD KaEN 3B Ceftriaxon Zinc Lacto B Pracetamol Oralit 3cc/kgBB/jam 1x500 mg 1x20 mg 2x1 scht 4-5x 1cth 1000cc IV IV oral oral oral oral 112 13,8 g/dL 7,1 103/uL 39 % 339 103/uL 5,1 103/uL 133 mmol/L 3,9 mmol/L 104 mmol/L Keadaan Keluar Sembuh Pasien :4 Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 2 tahun BB : 14 kg Lama dirawat : 12/08/2015- 14/08/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk : diare akut dehidrasi ringan sedang Keluhan Masuk : diare >3x sehari, demam naik turun,mual dan tidak nafsu makan. Tanggal Hasil laboratorium Hasil Pemeriksaan Feses 13/08/2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Makroskopik : Warna kuning Konsistensi cair Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit 4-8 Eritrosit 1-2 Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri penuh Terapi obat Ondancentron Metronidazole Zinc Lacto B 2x2 mg 3x75 mg 1x20 mg 2x1 scht IV IV oral oral 113 14,2 g/dL 6,6 103/uL 41 % 382 103/uL 103/uL mmol/L mmol/L mmol/L Keadaan Keluar Sembuh Pasien :5 Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 2 tahun BB : 9 kg Lama dirawat : 30/08/2015- 4/08/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk : KDK, Diare akut dehidrasi ringan sedang Keluhan Masuk : BAB cair >5x,kejang,tidak demam. Namun selama perawatan pasien mengalami demam beberapa hari. Tanggal Hasil laboratorium 22/08/2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Terapi obat IVFD KaEN 3B Ceftriaxon Zinc Lacto B Pracetamol Oralit 3cc/kgBB/jam 1x500 mg 1x20 mg 2x1 scht 4-5x 1cth 1000cc IV IV oral oral oral oral 114 13,8 g/dL 7,1 103/uL 39 % 339 103/uL 5,1 103/uL 133 mmol/L 3,9 mmol/L 104 mmol/L Hasil Pemeriksaan Feses Keadaan Keluar Makroskopik : Warna kuning Konsistensi lembek Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit 5-8 Eritrosit 0-2 Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri penuh Sembuh Pasien :6 Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 5 tahun BB : 16 kg Lama dirawat : 07/09/2015- 09/09/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk : Diare akut dehidrasi ringan sedang obs vomitus Keluhan Masuk : BAB cair >3x, demam naik turun, muntah kurang lebih 2x. Tanggal Hasil laboratorium Hasil Pemeriksaan Feses 22/08/2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Makroskopik : Warna kuning Konsistensi lembek Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit 5-8 Eritrosit 0-2 Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri penuh Terapi obat IVFD KaEN 3B Ondancentron Zinc Lacto B Oralit 4cc/kgBB/jam 2x2 mg 1x20 mg 2x1 scht 100cc IV IV oral oral oral 115 14,5 g/dL 9,7 103/uL 40 % 405 103/uL 103/uL mmol/L mmol/L mmol/L Keadaan Keluar Sembuh Pasien :7 Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 3,3 tahun BB : 7,1 kg Lama dirawat : 29/09/2015- 30/09/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk : KDK, Diare akut dehidrasi ringan,anemia. Keluhan Masuk : BAB cair 3x,kejang,tidak demam Tanggal Hasil laboratorium Hasil Pemeriksaan Feses 29/09 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Makroskopik : Warna coklat Konsistensi lembek Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit 2-4 Eritrosit 0-2 Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri + Terapi obat IVFD KaEN 3B Diazepam Zinc Lacto B Pracetamol Metisoprinol 16 tpm makro 3x1 mg 1x20 mg 3x 1 scht 3x 1½ cth 3x1 cth IV oral oral oral oral oral 116 8,8 g/dL 7,4 103/uL 28% 237 103/uL 4,7 103/uL mmol/L mmol/L mmol/L Keadaan Keluar Sembuh Pasien :8 Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 10 tahun BB : 42 kg Lama dirawat : 22/09/2015- 23/09/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk : Diare akut dehidrasi ringan sedang, diabetik Keluhan Masuk : mual, muntah, kepala pusing,BAB 3x, selama perawatan pasien mengalami naik turun demam. Tanggal Hasil laboratorium 08/12 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Terapi obat IVFD KaEN 3B Zinc Lacto B Paracetamol Omeprazole Ondancentron Ranitidin 10 tpm makro 1x20 mg 3x1 scht 3x500 mg 2x20 mg 3x4 mg 3x50 mg IV oral oral IV IV IV IV 117 14,4 g/dL 6,5 103/uL 42% 277 103/uL 5,2 103/uL mmol/L mmol/L mmol/L Hasil Pemeriksaan Feses Keadaan Keluar Makroskopik : Warna coklat Konsistensi lembek Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit 2-4 Eritrosit 0-2 Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri + Sembuh Pasien :9 Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 2 tahun BB : 8,5 kg Lama dirawat : 09/09/2015- 19/09/2015 Riwayat Penyakit : sepsis, syok. Diagnosa Masuk : KDK, Diare akut dehidrasi ringan sedang,vomitus Keluhan Masuk : BAB cair 5x,demam 38,2 o C,lemas,muntah setiap makan,batuk pilek,selama perawatan pasien mengalami 1x kejang dan panasselama 2 hari. Tanggal Hasil laboratorium 10/09 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Terapi obat IVFD KaEN 3B Diazepam Zinc Lacto B Pracetamol Ceftriaxone Dexamethason KSR Meropenem 10 cc 3x1 mg 1x20 mg 2x 1 scht 4-5x 100mg 1x500 mg 2x 2,5 mg 3x250 mg 3x350 mg IV oral oral oral IV IV IV oral IV 118 10,1 g/dL 13,6 103/uL 29 % 236 103/uL 103/uL 136 mmol/L 3,0 mmol/L 106 mmol/L Hasil Pemeriksaan Feses Keadaan Keluar Makroskopik : Warna coklat Konsistensi lembek Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit 1-2 Eritrosit 0-2 Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri + Sembuh Pasien : 10 Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 2 tahun BB : 8 kg Lama dirawat : 24/10/2015- 25/10/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :, Diare akut dehidrasi ringan sedang,Febris Keluhan Masuk : demam lebih dari 1 minggu, BAB mencret lebih dari 3x perhari, muntah kadang-kadang, masih mau makan dan minum. Tanggal Hasil laboratorium Hasil Pemeriksaan Feses 24/10 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Makroskopik : Warna kuning Konsistensi lembek Darah Lendir + Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit 2-3 Eritrosit 0-1 Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri + Terapi obat Ceftriaxone Lacto B Zinc Paracetamol IVFD KaEN 3B 1x500 mg 2x1 mg 1x20 mg 3x ¾ cth 500 cc/12 jam (12 tpm) IV oral oral oral IV 119 9,7 g/dL 6,8 103/uL 32% 362 103/uL 4,7 103/uL 130 mmol/L 4,3 mmol/L 97 mmol/L Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 11 Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 2 tahun BB : 7,1 kg Lama dirawat : 22/10/2015- 26/10/2015 Riwayat Penyakit : kejang Diagnosa Masuk :, Diare akut dehidrasi ringan sedang,KDK Keluhan Masuk : BAB ±3x sehari, demam naik turun. Tanggal Hasil laboratorium Hasil Pemeriksaan Feses 23/10 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Makroskopik : Warna kuning Konsistensi lembek Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit 3-5 Eritrosit 1-2 Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri + Terapi obat Fenobarbital Lacto B Zinc Ceftriaxon Fenitoin pulv IVFD RL Diazepam Paracetamol drip Fenitoin (40,2mg) 2x40 mg 2x1 scht 1x20 mg 1x400 mg 2x40 mg 10 tpm makro 3x1 mg 3x100 mg 2x 40,2 mg oral oral oral IV oral IV oral IV IV 120 12,0 g/dL 8,2 103/uL 34 % 257 103/uL 103/uL mmol/L mmol/L mmol/L Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 12 Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 2 tahun BB : 8 kg Lama dirawat : 31/10/2015- 02/11/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan sedang, Keluhan Masuk : BAB ±3x sehari Tanggal Hasil laboratorium 31/10 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Terapi obat Lacto B Zinc Oralit Ceftriaxon IVFD Asering 2x1 scht 1x20 mg 100cc tiap BAB 1x400 mg 60 tpm oral oral oral IV IV 121 13,0 12,2 38 % 339 5,2 132 3,2 102 Hasil Pemeriksaan Feses g/dL 103/uL 103/uL 103/uL mmol/L mmol/L mmol/L Makroskopik : Warna kuning Konsistensi lembek Darah Lendir + Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit 2-4 Eritrosit 0-1 Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri + Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 13 Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 7 tahun BB : 17 kg Lama dirawat : 08/10/2015- 10/10/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut tanpa dehidrasi Keluhan Masuk : demam 3 hari, mencret 3 hari, tidak muntah Tanggal Hasil laboratorium Hasil Pemeriksaan Feses 08/10 /2015 Hemoglobin 12,8 g/dL Leukosit 26,6 103/uL Hematokrit 37% Trombosit 466 103/uL Eritrosit - 103/uL Natrium mmol/L Kalium mmol/L Klorida mmol/L Makroskopik : Warna Konsistensi Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri Terapi obat Lacto B Zinc Ondancentron Ceftriaxon IVFD KaEN 3B Cefotaxim Oralit 2x1 scht 1x20 mg 3x4 mg 1x750 mg 4cc/kgBB/jam 3x500 mg 170cc/kgBB oral oral IV IV IV IV oral 122 kuning lembek + Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 14 Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 2 tahun BB : 9 kg Lama dirawat : 2 5/10/2015- 26/10/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan, demam thyfoid. Keluhan Masuk : demam naik turun, BAB cair 4x sehari, mual, muntah 4x Tanggal Hasil laboratorium Hasil Pemeriksaan Feses 01/11 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Makroskopik : Warna Konsistensi lembek Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri Terapi obat IVFD RL Ondancentron Metronidazole Lacto B Zinc Paracetamol 10 tpm makro 1 mg 3x50 mg 3x1 scht 1x20 mg 1x125 mg IV IV IV oral oral IV 123 11,6 g/dL 10,1 103/uL 34 % 308 103/uL 103/uL 135 mmol/L 4,4 mmol/L 108 mmol/L kuning + 4-7 1-3 + Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 15 Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 2 tahun BB : 9 kg Lama dirawat : 04/11/2015- 08/11/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan sedang, ISPA. Keluhan Masuk : demam naik turun, BAB cair 4x sehari, mual, muntah 4x Tanggal Hasil laboratorium Hasil Pemeriksaan Feses 04/11 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Makroskopik : Warna Konsistensi Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri Terapi obat Lacto B Zinc IVFD Asering Ondancentron Rannitidine Paracetamol Metisoprinol Cetrizin syrup 3x1 scht 1x20 mg 20 tpm 3x2 mg 2x0,5 mg 4x125 mg 3x1 cth 1x ½ cth oral oral IV IV IV IV oral oral 124 10,1 g/dL 5,2 103/uL 28 % 186 103/uL 3,8 103/uL 135 mmol/L 4,4 mmol/L 108 mmol/L hijau lembek 3-4 0-1 - Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 16 Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 2 tahun BB : 10 kg Lama dirawat : 05/11/2015- 09/11/2015 Riwayat Penyakit : kejang tanpa disetai demam umur 10 bulan. Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan sedang, Keluhan Masuk : demam naik turun, BAB cair 2x berlendir. Tanggal Hasil laboratorium Hasil Pemeriksaan Feses 05/11 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Makroskopik : Warna Konsistensi lembek Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri Terapi obat Lacto B Zinc IVFD Asering Ceftriaxone Paracetamol Cefixime Oralit 3x1 scht 1x20 mg 16 tpm makro 1x500 mg 4x 150 mg 2x1 cth oral oral IV IV IV oral oral 125 12,3 g/dL 12,8 103/uL 34 % 269 103/uL 4,5 103/uL mmol/L mmol/L mmol/L kuning + 2-4 1-3 + Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 17 Tanggal Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 2 tahun 09/11 /2015 BB : 8,2 kg Lama dirawat : 09/11/2015- 10/11/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan sedang, Keluhan Masuk : demam naik turun, BAB cair 2x berlendir. Hasil laboratorium Hasil Pemeriksaan Feses Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Makroskopik : Warna Konsistensi Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri Terapi obat Lacto B Zinc IVFD Asering Ondancentron Paracetamol Ceftriaxone 3x1 scht 1x20 mg 20 tpm makro 3x1mg 4x 125 mg 1x500 mg oral oral IV IV IV IV 126 12,2 g/dL 12,3 103/uL 37 % 511 103/uL 5,6 103/uL 131 mmol/L 3,5 mmol/L 100 mmol/L kuning lembek + 2-4 0-1 + Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 18 Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 4 tahun BB : 14 kg Lama dirawat : 15/11/2015- 17/11/2015 Riwayat Penyakit : kejang usia 2 tahun Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan sedang,KDK. Keluhan Masuk : kejang saat dirumah, demam ±3 hari, mencret. Tanggal Hasil laboratorium 15/11 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Terapi obat Lacto B Zinc Paracetamol Diazepam Oralit Ranitidin Ondancentron IVFD KaEN 3B 2x1 scht 1x20 mg 4-5x 1cth 3x 1,5 mg 2x 1,5 mg 3x2mg 12 tpm makro oral oral oral oral oral IV IV IV 127 13,5 g/dL 7,2 103/uL 38 % 427 103/uL 4,8 103/uL 13,1 mmol/L 4,7 mmol/L 97 mmol/L Hasil Pemeriksaan Feses Makroskopik : Warna Konsistensi Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri coklat lembek + 2-4 1-3 + Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 19 Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 2 tahun BB : 11,5 kg Lama dirawat : 16/11/2015- 27/11/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan sedang,anemia,febris. Keluhan Masuk : demam, BAB cair ±3x Tanggal Hasil laboratorium Hasil Pemeriksaan Feses 20/11 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Makroskopik : Warna Konsistensi Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri Terapi obat Lacto B Zinc Paracetamol IVFD KaEN 3B Ceftriaxone Feriz syrup 2x1 scht 1x20 mg 4x cth 15 tpm makro 1x750 mg 2x2 cth oral oral oral IV IV oral 128 17,2 g/dL 7,6 103/uL 40 % 415 103/uL 4,5 103/uL 131 mmol/L 2,7 mmol/L 99 mmol/L kuning lembek + 2-4 2-3 + Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 20 Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 2,2 tahun BB : 9,5 kg Lama dirawat : 2/12/2015- 4/12/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan sedang. Keluhan Masuk : demam, BAB cair ±3x Tanggal Hasil laboratorium Hasil Pemeriksaan Feses 02/12 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Makroskopik : Warna Konsistensi Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri Terapi obat Lacto B Zinc IVFD KaEN 3B Ceftriaxone Ondancentron Metronidazole Paracetamol 2x1 scht 1x20 mg 15 tpm 1x500 mg 2x2 mg 3x1 cth 4-5x 1 cth oral oral IV IV IV oral oral 129 11,0 g/dL 4,9 103/uL 32 % 182 103/uL 4,5 103/uL mmol/L mmol/L mmol/L coklat lembek + 6-9 2-3 + Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 21 Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 2 tahun BB : 8 kg Lama dirawat : 3/12/2015- 6/12/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan sedang. Keluhan Masuk : BAB cair ± 5x, demam,muntah lebih dari 5x perhari. Tanggal Hasil laboratorium Hasil Pemeriksaan Feses 03/12 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Makroskopik : Warna kuning kehijauan Konsistensi lembek Darah Lendir + Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit 1-3 Eritrosit 0-1 Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur + Bakteri + Terapi obat Lacto B Zinc IVFD KaEN 3B Paracetamol Ondancentron Metronidazole KSR Oralit 2x1 scht 1x20 mg 16 tpm 3x100 mg 3x1,5 mg 3x35 mg 3x200 mg - oral oral IV IV IV oral oral oral 130 12,0 g/dL 9,3 103/uL 36 % 416 103/uL 5,1 103/uL 134 mmol/L 2,7 mmol/L 99 mmol/L Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 22 Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 2 tahun BB : 11 kg Lama dirawat : 3/12/2015- 4/12/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan sedang. Keluhan Masuk : BAB cair ± 5x, demam. Tanggal Hasil laboratorium 03/12 /2015 Hemoglobin Leukosit 103/uL Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Terapi obat Lacto B Zinc IVFD KaEN 3B Ceftriaxone 2x1 scht 1x20 mg 5cc/kgBB/jam 1x500 mg oral oral IV IV 131 13,1 11,7 Hasil Pemeriksaan Feses Makroskopik : Warna Konsistensi 38 % Darah 386 103/uL Lendir 3 10 /uL Cacing dewasa mmol/L Mikroskopik : mmol/L Leukosit mmol/L Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri Keadaan Keluar g/dL coklat lembek + 3-5 0-2 + + Sembuh Pasien : 23 Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 2,2 tahun BB : 11 kg Lama dirawat : 24/03/2015- 26/03/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan sedang. Keluhan Masuk : BAB cair berlendir ± 5x., tidak demam, tidak mual. Tanggal Hasil laboratorium Hasil Pemeriksaan Feses 24/03 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Makroskopik : Warna Konsistensi Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri Terapi obat Lacto B Zinc IVFD KaEN 3B Cefotaxime Ondancentron 2x1 scht 1x20 mg 14 tpm makro 3x400 mg 3x2 mg oral oral IV IV IV 132 10,4 g/dL 12,7 103/uL 38 % 653 103/uL 103/uL 135 mmol/L 3,0 mmol/L 104 mmol/L kuning lembek + 5-7 1-2 + - Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 24 Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 6 tahun BB : 14,5 kg Lama dirawat : 24/02/2015- 27/02/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan sedang, TB Paru. Keluhan Masuk : BAB cair berlendir ± 5x, demam naik turun. Tanggal Hasil laboratorium 24/02 /2015 Hemoglobin Leukosit 103/uL Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Terapi obat Lacto B Zinc IVFD KaEN 3B Ondancentron Ranitidine Ceftriaxone Metronidazole 2x1 scht 1x20 mg 13 tpm makro 2x4 mg 3x20 mg 1x650 mg 1x150 mg oral oral IV IV IV IV IV 133 12,2 11,5 Hasil Pemeriksaan Feses g/dL 36 % 214 103/uL 4,7 103/uL mmol/L mmol/L mmol/L Makroskopik : Warna Konsistensi Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri kuning lembek + 5-8 0-1 - Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 25 Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 2 tahun BB : 11 kg Lama dirawat : 11/06/2015- 14/06/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan sedang, Keluhan Masuk : BAB cair berlendir ± 5x. Tidak demam. Tanggal Hasil laboratorium 11/06 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Terapi obat Lacto B Zinc IVFD KaEN 3B Ondancentron Cefotaxime 2x1 scht 1x20 mg 12 tpm makro 3x1 mg 2x400 mg oral oral IV IV IV 134 13,8 g/dL 18,9 103/uL 40 % 420 103/uL 103/uL 139 mmol/L 3,1 mmol/L 107 mmol/L Hasil Pemeriksaan Feses Makroskopik : Warna Konsistensi Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri kuning lembek + + - Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 26 Jenis Kelamin : Laki-Laki Usia : 2 tahun BB : 10 kg Lama dirawat : 12/06/2015- 15/06/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan sedang, Keluhan Masuk : perut kembung sejak 2 hari yang lalu,muntah,BAB cair lebih dari 3x sehari,demam. Tanggal Hasil laboratorium Hasil Pemeriksaan Feses 12/06 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Makroskopik : Warna Konsistensi Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri Terapi obat Lacto B Zinc IVFD KaEN 3B Ondancentron KSR Paracetamol 2x1 scht 1x20 mg 3cc/kgBB/jam 3x2 mg 3x250 mg 4x100 mg oral oral IV IV oral oral 135 10,6 g/dL 6,5 103/uL 36 % 297 103/uL 103/uL 132 mmol/L 4,0 mmol/L 102 mmol/L kuning lembek 1-3 0-2 - Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 27 Jenis Kelamin : Laki-Laki Usia : 2 tahun BB : 9 kg Lama dirawat : 15/06/2015- 17/06/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan sedang, Keluhan Masuk : BAB cair dan berlendir ±5x sehari, demam naik turun, muntah 1x. Tanggal Hasil laboratorium 15/06 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Terapi obat Lacto B Zinc IVFD KaEN 3B Ondancentron Ceftriaxone Paracetamol 2x1 scht 1x20 mg 3cc/kgBB/jam 3x2 mg 1x 450 mg 3-4x 1cc oral oral IV IV IV oral 136 12,0 12,5 35 % 422 4,4 - Hasil Pemeriksaan Feses g/dL 103/uL 103/uL 103/uL mmol/L mmol/L mmol/L Makroskopik : Warna Konsistensi Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri hijau lembek + 3-5 0-1 + - Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 28 Jenis Kelamin : Laki-Laki Usia : 4,5 tahun BB : 15 kg Lama dirawat : 16/06/2015- 22/06/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan sedang, Keluhan Masuk : BAB cair ±5x sehari, demam naik turun. Tanggal Hasil laboratorium Hasil Pemeriksaan Feses 20/06 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Makroskopik : Warna Konsistensi Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri Terapi obat Lacto B Zinc IVFD Asering Ondancentron Ceftriaxone Paracetamol Metisoprinol Oralit 2x1 scht 1x20 mg 11 tpm makro 2 mg 1x 700 mg 3x1 cth 3x1 cth oral oral IV IV IV oral oral oral 137 11,5 g/dL 8,1 103/uL 34 % 158 103/uL 103/uL mmol/L mmol/L mmol/L coklat cair 0-1 0-1 + - Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 29 Jenis Kelamin : Laki-Laki Usia : 2 tahun BB : 8,2 kg Lama dirawat : 19/06/2015- 21/06/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan sedang, Keluhan Masuk : BAB cair dan berlendir ±5x sehari, demam naik turun, muntah 1x. Tanggal Hasil laboratorium Hasil Pemeriksaan Feses 19/06 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Makroskopik : Warna Konsistensi Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri Terapi obat Lacto B Zinc IVFD KaEN 3B Ondancentron Paracetamol 2x1 scht 1x20 mg 10 tpm makro 2x2 mg 4-5x 0,8ml oral oral IV IV oral 138 8,7 g/dL 5,6 103/uL 29 % 300 103/uL 103/uL mmol/L mmol/L mmol/L coklat lembek 1-2 0-1 - Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 30 Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 2,7 tahun BB : 11,5 kg Lama dirawat : 21/06/2015- 23/06/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan sedang, Keluhan Masuk : BAB cair lebih dari 3x sehari, demam naik turun, muntah tiap kali makan, BB turun 0,5 kg , anak sulit makan. Tanggal Hasil laboratorium Hasil Pemeriksaan Feses 21/06 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Makroskopik : Warna Konsistensi Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri Terapi obat Lacto B Zinc Ceftriaxone Ondancentron Paracetamol 2x1 scht 1x20 mg 1x600 mg 2x2 mg 4-5x150 mg oral oral IV IV IV 139 9,8 g/dL 12,2 103/uL 31 % 383 103/uL 103/uL 135 mmol/L 4,4 mmol/L 107 mmol/L coklat lembek 1-3 0-1 + - Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 31 Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 2 tahun BB : 8,2 kg Lama dirawat : 22/06/2015- 26/06/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan sedang,KDK. Keluhan Masuk : BAB cair lebih dari 3x sehari, demam naik turun,kejang. Tanggal Hasil laboratorium 24/06 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Terapi obat Lacto B Zinc Diazepam Phenobarbital Oralit Metronidazole Fenitoin Ondancentron Ceftriaxone Dexamethasone 2x1 scht 1x20 mg 3x1 mg 2x35 mg 2x600 mg 2x 38 mg 2x1,5 mg 1x400 mg 3x1 mg oral oral oral oral oral oral oral IV IV IV 140 10,5 10,5 31 % 333 135 5,6 111 Hasil Pemeriksaan Feses g/dL 103/uL 103/uL 103/uL mmol/L mmol/L mmol/L Makroskopik : Warna Konsistensi Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri hijau lembek + 1-3 0-1 + Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 32 Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 6 tahun BB : 15 kg Lama dirawat : 22/06/2015- 27/06/2015 Riwayat Penyakit : kejang Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan sedang, Keluhan Masuk : BAB cair lebih dari 5x sehari, demam naik turun, tidak kejang,minum sedikit,lemas Tanggal Hasil laboratorium 22/06 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Terapi obat Lacto B Zinc Diazepam Paracetamol Methysoprinol KSR Oralit IVFD KaEN 3B Dexamethason Ceftriaxone Ranitidine 2x1 scht 1x20 mg 3x1,5 mg 3x 1 ½ ml 3x1 cth 3x300 mg 3 kolf/24jam 3x3 mg 1x 750 mg 2x1 cc oral oral oral oral oral oral oral IV IV IV IV 141 13,4 2,1 39 % 205 120 3,4 96 Hasil Pemeriksaan Feses g/dL 103/uL 103/uL 103/uL mmol/L mmol/L mmol/L Makroskopik : Warna Konsistensi Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri kuning cair + 4-6 1-3 + Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 33 Jenis Kelamin : Laki-Laki Usia : 2 tahun BB : 6,8 kg Lama dirawat : 23/06/2015- 26/06/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan sedang, Keluhan Masuk : BAB cair 6x sehari, demam naik turun, tidak kejang. Tanggal Hasil laboratorium Hasil Pemeriksaan Feses 23/06 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Makroskopik : Warna Konsistensi Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri Terapi obat Lacto B Zinc Ambroxol KSR Ondancentron Paracetamol IVFD KaEN 3B 2x1 scht 1x20 mg 3x ½ cth 3x 175 mg 3x2 mg 4x 75 mg 18 tpm oral oral oral oral IV IV IV 142 11,7 g/dL 17,0 103/uL 34 % 516 103/uL 4,6 103/uL 131 mmol/L 2,8 mmol/L 104 mmol/L kuning lembek 2-3 0-1 + Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 34 Jenis Kelamin : Laki-Laki Usia : 2 tahun BB : 12 kg Lama dirawat : 23/06/2015- 26/06/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan sedang, vomitus. Keluhan Masuk : BAB cair ± 4 hari, warna hitam berlendir,demam 4 hari. Tanggal Hasil laboratorium Hasil Pemeriksaan Feses 23/06 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Makroskopik : Warna Konsistensi Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri Terapi obat Lacto B 2x1 scht Zinc 1x20 IVFD KaEN 3B 4cc/kgBB/jam Oralit Paracetamol 3x1 Ambroxol 3x1 Ceftriaxon 1x600 mg oral oral IV oral oral oral IV 143 11,7 g/dL 14,0 103/uL 34 % 370 103/uL 4,6 103/uL 134 mmol/L 4,0 mmol/L 103 mmol/L kuning lembek + Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 35 Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 2 tahun BB : 16,5 kg Lama dirawat : 24/04/2015- 01/05/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan sedang,anemia. Keluhan Masuk : BAB cair ± 2 hari dengan frekuensi 5-10x warna kuning dan berlendir,muntah, demam. Tanggal Hasil laboratorium 24/04 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Terapi obat Lacto B Zinc IVFD KaEN 3B Paracetamol Nymico Ceftriaxone Ondancentron 2x1 scht 1x20 mg 10 tpm 1,5 ml 3x1 mg 1x500 mg 2x2 mg oral oral IV oral oral IV IV 144 7,3 14,6 28 % 533 133 3,2 100 Hasil Pemeriksaan Feses g/dL 103/uL 103/uL 103/uL mmol/L mmol/L mmol/L Makroskopik : Warna Konsistensi Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri kuning cair + 3-6 0-1 + + Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 36 Jenis Kelamin : perempuan Usia : 2 tahun BB : 11 kg Lama dirawat : 07/05/2015- 11/05/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan sedang,anemia. Keluhan Masuk : BAB cair ± 6x , muntah. Tanggal Hasil laboratorium 07/05 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Terapi obat Lacto B Zinc KSR Ceftriaxone Paracetamol Ondancentron Metronidazole 2x1 scht 1x20 mg 3x200 mg 1x500 mg 4x150 mg 3x2 mg 3x125 mg oral oral oral IV IV IV IV 145 11,3 11,0 35 % 422 133 3,4 104 Hasil Pemeriksaan Feses g/dL 103/uL 103/uL 103/uL mmol/L mmol/L mmol/L Makroskopik : Warna Konsistensi Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri hijau lembek 5-7 2-4 + Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 37 Jenis Kelamin : perempuan Usia : 4 tahun BB : 14 kg Lama dirawat : 08/05/2015- 10/05/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut tanpa dehidrasi. Keluhan Masuk : BAB cair lebih dari 3x sehari berwarna kuning , demam, muntah 5x kemarin, kembung. Tanggal Hasil laboratorium 09/05 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Terapi obat Lacto B Zinc Ranitidine IVFD KaEN 3B 2x1 scht 1x20 mg ½ amp 4cc/kgBB/jam oral oral IV IV 146 9,1 9,0 29 % 472 4,8 133 3,4 104 Hasil Pemeriksaan Feses g/dL 103/uL 103/uL 103/uL mmol/L mmol/L mmol/L Makroskopik : Warna Konsistensi Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri kuning lembek 2-4 0-2 - Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 38 Jenis Kelamin : perempuan Usia : 3 tahun BB : 11 kg Lama dirawat : 17/05/2015- 25/05/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan sedang. Keluhan Masuk : BAB cair 10x berlendir dan berwarna kuning,batuk berdahak,tidak demam dan tidak muntah. Tanggal Hasil laboratorium 18/05 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Terapi obat Lacto B Zinc Paracetamol Ceftriaxone Ondancentron Ranitidine Candistatin IVFD KaEN 3B 2x1 scht 1x20 mg 4-5x 1cth 1x550 mg 2x2 mg ½ amp 4x1 ml 4cc/kgBB/ oral oral oral IV IV IV oral IV 147 12,3 16,4 37 % 428 135 4,3 99 Hasil Pemeriksaan Feses g/dL 103/uL 103/uL 103/uL mmol/L mmol/L mmol/L Makroskopik : Warna Konsistensi Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri kuning lembek + 2-3 0-1 + - Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 39 Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 2 tahun BB : 8 kg Lama dirawat : 20/05/2015- 25/05/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi berat. Keluhan Masuk : BAB cair ± 4x sehari,muntah lebih dari 5x, nafsu makan dan minum kuat, demam ± 3 hari, batuk dan pilek. Tanggal Hasil laboratorium 20/05 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Terapi obat Lacto B Zinc Candistatin Ondancentron Paracetamol drip Ceftriaxone Furosemide Candistatin 2x1 scht 1x20 mg 4x1 ml 2x2 mg 80 mg 1x400 mg 4 mg 4x1 ml oral oral oral IV IV IV IV oral 148 7,3 g/dL 10,9 103/uL 26 % 274 103/uL 4,3 103/uL 135 mmol/L 3,9 mmol/L 108 mmol/L Hasil Pemeriksaan Feses Makroskopik : Warna Konsistensi Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri kuning lembek + 6-8 1-3 + - Keadaan Keluar Sembuh Pasien : 40 Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 2 tahun BB : 7 kg Lama dirawat : 16/10/2015- 29/10/2015 Riwayat Penyakit : Diagnosa Masuk :Diare akut dehidrasi ringan sedang,TBC. Keluhan Masuk : BAB cair ± 4x sehari,muntah lebih dari 5x, nafsu makan dan minum kuat, demam ± 3 hari, batuk dan pilek. Tanggal Hasil laboratorium 19/10 /2015 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Natrium Kalium Klorida Terapi obat Lacto B Zinc Metisoprinol Captopril Furosemide Ceftriaxone 2x1 scht 1x20 mg 3x ½ cth 2x 6,5 mg 1x10 mg 1x300 mg oral oral oral oral oral IV 149 11,5 5,2 39 % 145 - Hasil Pemeriksaan Feses g/dL 103/uL 103/uL 103/uL mmol/L mmol/L mmol/L Makroskopik : Warna Konsistensi Darah Lendir Cacing dewasa Mikroskopik : Leukosit Eritrosit Telur cacing: Ascaris Trichluris Oxyuris Ankylostoma Taenia Enterobius Jamur Bakteri coklat lembek 2-4 0-2 + Keadaan Keluar Sembuh