479 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan 1) Landasan

advertisement
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1) Landasan ontologis :
Alam dunia secara keseluruhan merupakan suatu ekosistem atau suatu
organisme yang bagian-bagian atau unsur-unsur pembentuknya saling
berkaitan dan saling tergantung, serta ada hubungan timbal balik antara
bagian-bagiannya. Alam bagi sebagian umat beragama dihadiahkan Tuhan
manusia untuk ditakhlukkan dan dimanfaatkan secara optimal. Manusia
bebas berkehendak dalam memperlakukan alam semesta. Pandangan dunia
tersebut telah menjadi akar permasalahan eksploitasi manusia terhadap
alam semesta. Manusia tidak merasa bersalah karena telah mendapatkan
legitimasi secara teologis. Refleksi mendalam atas posisi manusia sebagai
sub-entitas dari keagungan alam semesta akan mampu membangkitkan
kesadaran kritis untuk menunda terlebih dahulu setiap klaim atas
sentralitas posisi manusia sebagai penentu perkembangan lingkungannya.
Alam dan manusia saling tergantung. Alam memiliki peranan penting bagi
manusia dalam proses perkembangan mencapai ‘kepenuhan diri’
(satisfaction). Penghancuran lingkungan hidup adalah penghancurkan
kepenuhan diri sendiri. Manusia dan semua pengada lain dapat mencapai
479
480
kepenuhan diri secara kualitatif hanya apabila mengikutsertakan seluruh
lingkungan hidupnya terkait secara hakiki di dalam prosesnya.
Landasan epistemologis :
Mentalitas pencerahan menempatkan manusia sebagai pusat dan
mendorong manusia untuk terus mengeksploitasi alam demi kesejahteraan
dirinya. Eksplotasi yang berlebihan atas alam menyebabkan kerusakan
lingkungan yang parah. Mentalitas pencerahan merupakan pemikiran
manusia yang percaya akan kemampuan diri sendiri atas dasar rasionalitas,
dan sangat optimis untuk dapat menguasai masa depannya. Mentalitas
pencerahan merupakan mentalitas yang mengagungkan kemampuan rasio.
Rasionalisme merupakan karakteristik khas yang paling menonjol dari
zaman pencerahan. Kandungan dari rasionalisme adalah semangat untuk
menyelidiki, mengetahui, mengalahkan, dan menakhlukkan lingkungan.
Implikasi dari mentalitas tersebut telah membawa kehancuran bagi alam
serta mengancam keberlangsungan hidup manusia itu sendiri.
Landasan aksiologis:
Moral lingkungan berupaya mendesak karena diperlukannya pendidikan
khusus tentang lingkungan. Moral tersebut seharusnya terkait dengan dua
kenyataan hakiki yaitu: pertama, pengetahuan tentang penyelidikan ilmiah
mengenai fungsi alam; kedua, kenyataan biologis dan kultural manusia,
ketergantungannya
pada
alam
dan
tanggung
jawabnya
terhadap
lingkungan hidup. Kemajuan sains (ilmu-pengetahuan) dan teknologi juga
hendaknya membuat manusia dapat memperhatikan kemajuan mutu hidup
481
segala makhluk ciptaan. Manusia hendaknya mengambil sikap yang tepat
dalam penerapan kemajuan teknologi. Gejala krisis lingkungan hidup tidak
terpisahkan dari ketidakadilan. Kerusakan lingkungan hidup, antara lain
ditimbulkan oleh ketidakadilan tindakan manusia dalam mengelola
lingkungannya. Manusia seharusnya memperhatikan hubungan antara
manusia sebagai pemelihara dan administrator lingkungan hidup serta
sumber-sumber alam terkait, sehingga manusia mewujudkan diri sebagai
pemegang kuasa dan pelayanan. Manusia juga seharusnya memperhatikan
perlindungan terhadap nilai dari setiap kenyataan alamiah, sehingga dapat
mewujudkan kebudayaan yang berwawasan lingkungan
2) Pengertian KLHS yang dipandang sesuai untuk Indonesia adalah suatu
proses sistematis untuk mengevaluasi pengaruh lingkungan dan menjamin
diintegrasikannya
prinsip-prinsip
keberlanjutan dalam
pengambilan
keputusan yang bersifat strategis. Tiga proses penting di dalam pengertian
tersebut yang perlu ditempuh dalam KLHS di Indonesia, yaitu: i) evaluasi
pengaruh kebijakan, rencana dan program terhadap lingkungan hidup; ii)
integrasi prinsip-prinsip keberlanjutan dalam kebijakan, rencana dan
program; dan iii) proses-proses kelembagaan yang harus ditempuh untuk
menjamin prinsip-prinsip keberlanjutan telah diintegrasikan dalam
kebijakan, rencana dan program. Tujuan KLHS pada hakikatnya adalah
lahirnya Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) dengan melalui prosesproses partisipatif, transparan dan akuntabel, serta mempertimbangkan
aspek lingkungan hidup dan keberlanjutan. Kebijakan, Rencana dan
482
Program (KRP), secara generik perbedaannya adalah : (a) Kebijakan
(Policy): arah yang hendak ditempuh (road-map) berdasarkan tujuan yang
digariskan, penetapan prioritas, garis besar aturan dan mekanisme untuk
mengimplementasikan tujuan; (b) Rencana (Plan): desain, prioritas, opsi,
sarana dan langkah-langkah yang akan ditempuh berdasarkan arah
kebijakan dengan mempertimbangkan ketersediaan dan kesesuaian sumber
daya; (c) Program (Programme): serangkaian komitmen, pengorganisasian
aktivitas atau sarana yang akan diimplementasikan pada jangka waktu
tertentu dengan berlandaskan pada kebijakan dan rencana yang telah
digariskan.
3) Relevansi ontologis dalam pengelolaan lingkungan :
Perencanaan organisme merupakan upaya sistematis dari manusia untuk
memperlambat proses degradasi lingkungan menuju posisi keseimbangan.
Asumsi dasarnya dilandasi oleh pertimbangan,: a) adanya pemanasan
global; b) kerusakan lingkungan; dan penguasaan aset/informasi oleh
sebagian negara. Terkait dengan hal tersebut, prinsip dasar perencanaan
organisme meliputi, antara lain : a) ruang dianalogikan dengan organisme;
b) perencanaan merupakan proses untuk mencapai kesetimbangan; dan c)
sifatnya non-rasional yang tersentralisasi. Praktik perencanaan dalam
bidang penataan ruang dan lingkungan pada saat ini cenderung pragmatis.
Tradisi pemikiran rasional instrumental mendominasi hampir semua dalam
kajian kegiatan penataan ruang. Hal tersebut ditandai dengan adanya
pendekatan perencanaan rasional komprehensif lebih yang lebih diminati
483
untuk memecahkan persoalan tata ruang dan lingkungan. Perencanaan
modern
berdasarkan
tradisi,
lebih
banyak
berorientasi
pada
antroposentrisme, yang ditandai dengan adanya pemisahan peran manusia
dalam mengelola sumber daya alam. Ukuran yang digunakan adalah
sebesar-besar kemakmuran manusia dengan memanfaatkan sumber daya
alam semaksimal mungkin. Manusia diposisikan sebagai subjek dan alam
sebagai objek yang harus menopang kebutuhan subjek tanpa ada hubungan
timbal balik yang sepadan.
Relevansi epistemologis dalam pengelolaan lingkungan :
Ekodevelopmentalisme
merupakan
suatu pola pembangunan
yang
memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi
masa depan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Generasi yang hidup
saat ini harus mampu bersikap arif dan bijaksana sehingga sumber daya
alam yang terbentang di darat, laut dan udara dapat dimanfatkan sebaik
mungkin dengan memperhatikan prinsip dasar ekologis yaitu : menjaga,
memelihara, memanfaatkan serta melestarikan lingkungan guna kehidupan
generasi mendatang. Dua faktor yang membatasi eko-developmentalisme
yaitu : pencemaran dan konsumsi dari sumber daya yang dapat
diperbaharui (renewable resources) dan sumber daya yang tidak dapat
diperbaharui (non-renewable resources). Konsepsi resources tidak hanya
diartikan sebagai sumber daya alam / fisik, tetapi juga sumber daya alam
non fisik. Sistem peradilan yang baik / sehat, yang dapat menjamin
keadilan (ensuring justice), keamanan warga masyarakat (the savety of
484
citizens), dan dapat menumbuhkan kepercayaan/ hormat masyarakat
(public trust and respect), pada dasarnya merupakan sumber daya nonfisik yang perlu dipelihara kelangsungannya bagi generasi berikutnya.
Paradigma ekofeminisme juga penting dalam melaksanakan programprogram pembangunan di segala bidang. Konsepsi ekofeminisme adalah
suatu gerakan realistis dalam mengatasi berbagai permasalahan relasi
antara kaum perempuan, lingkungan, dan pelaku-pelaku yang terlibat
dalam proses pembangunan. Ekofeminisme merupakan gagasan yang
tumbuh dari berbagai gerakan sosial yaitu: gerakan feminisme,
perdamaian, dan ekologi. Ekofeminisme memiliki nilai lebih karena tidak
hanya fokus pada subordinasi perempuan, tetapi subordinasi alamlingkungan di bawah kepentingan manusia. Ekofeminisme sekaligus
mengkritik pilar-pilar modernisme yang lain, yakni antroposentrisme dan
androsentrisme.
Relevansi aksiologis :
Nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila adalah cerminan dari
bangsa Indonesia, sehingga setiap kebijakan yang terkait pembangunan di
segala bidang harus berprinsip pada nilai-nilai Pancasila. Berbagai
persoalan yang menyangkut pembangunan dan tata ruang di Indonesia,
sudah seharusnya ruh dari tata ruang tersebut dikembalikan dengan cara
mengedepankan nilai-nilai Pancasila yang luhur sebagai dasar dalam
penyusunan rencana pembangunan. Moral Pancasila perlu ditransformasi
menjadi moral atau etika politik kehidupan negara yang harus ditaati dan
485
diamalkan dalam penyelenggaraan negara. Pembangunan fisik yang telah
menyentuh hampir semua sektor kehidupan turut mempengaruhi secara
signifikan terhadap keberadaan plasma nutfah sebagai bagian dari
kekayaan
keanekaragaman
hayati
Indonesia.
Pertimbangan
yang
didasarkan pada nilai-nilai konservasi sumber daya alam dan lingkungan
menjadi signifikan dalam rangka proses pelaksanan KLHS adaptasi
Indonesia. Keanekaragaman hayati merupakan modal pembangunan yang
penting karena karakternya sebagai sumber daya alam yang dapat
diperbarui. Semakin beraneka ragam gen, spesies dan ekosistem, maka
semakin kokoh daya dukung lingkungan. Semakin kokoh daya dukung
lingkungan maka semakin stabil dalam menyangga aspek kehidupan
manusia. Keanekaragaman hayati memiliki beragam nilai atau arti bagi
kehidupan. Keanekaragaman hayati juga mencakup aspek sosial,
lingkungan, aspek sistem pengetahuan, dan etika serta kaitan di antara
berbagai aspek ini. Terdapat Enam (6) nilai keanekaragaman hayati, yaitu :
a) nilai eksistensi; b) nilai jasa lingkungan; c) nilai warisan; d) nilai
pilihan; e) nilai konsumtif; dan f) nilai produktif. Perkembangan
masyarakat dalam melakukan adaptasi terhadap lingkungannya telah
diupayakan dengan mengembangkan suatu kearifan yang berwujud
pengetahuan atau ide, peralatan, dipadu dengan norma adat, nilai budaya,
aktivitas mengelola lingkungan guna mencukupi kebutuhan hidupnya.
Kearifan lokal merupakan tata nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal
dalam berinteraksi dengan lingkungan tempatnya hidup secara arif.
486
Kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman
atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku
manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Kearifan lokal
menjadi penting untuk dilestarikan dalam suatu masyarakat guna menjaga
keseimbangan dengan lingkungannya dan sekaligus dapat melestarikan
lingkungannya. Kesadaran masyarakat untuk melestarikan lingkungan
dapat ditumbuhkan secara efektif melalui pendekatan kebudayaan.
Eksistensi kearifan lokal di masa depan sangat dipengaruhi oleh
pengetahuan masyarakat, inovasi teknologi, permintaan pasar, pelestarian
keanekaragaman hayati di lingkungannya, serta berbagai kebijakan
pemerintah yang berkaitan langsung dengan pengelolaan sumber daya
alam / lingkungan, serta peran masyarakat lokal.
B. Saran
1. Untuk Para Ahli Filsafat
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sebagai objek material dalam
kajian filsafat lingkungan, sebaiknya juga diteliti dengan menggunakan objek
formal filsafat atau cabang filsafat yang lain, seperti: filsafat ilmu, filsafat
teknologi, filsafat sosial, filsafat politik, filsafat ekonomi, filsafat kebudayaan,
filsafat hukum, dan cabang-cabang filsafat yang lain. Hal tersebut
dimaksudkan agar ilmu filsafat juga dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi proses pembangunan di segala bidang, termasuk bidang sains
dan
487
teknologi yang sedang berkembang dengan pesat di Indonesia. Banyak praktik
kearifan lokal dalam masyarakat adat di seluruh Indonesia yang belum diteliti
atau dikaji oleh para ahli filsafat dalam rangka menginventarisasi filsafat
nusantara yang dapat dikembangkan untuk penelitian bidang filsafat secara
umum.
2. Untuk Para Pakar Lingkungan Hidup
a) Perlu dilakukannya “moratorium”, yaitu kebijakan resmi dalam batas-batas
waktu tertentu, menghentikan jenis-jenis proyek tertentu yang berskala
besar, karena adanya bahaya dan risiko yang telah atau belum diketahui
terkait dengan kemungkinan terjadinya kerusakan lingkungan hidup di masa
yang akan datang.
b) Kajian Lingkungan Hidup Strategis (SEA/KLHS) sebaiknya dilaksanakan
dengan melibatkan keikutsertaan masyarakat pada proyek yang mengancam
keanekaragaman hayati, guna menghindari atau memperkecil kerusakan
lingkungan hidup.
c) Pemerintah bersama masyarakat sungguh-sungguh berinisiatif untuk
memulihkan ekosistem yang mengalami degradasi dan menggalakkan
pemulihan lingkungan hidup yang terancam, dengan membantu penduduk
setempat menyusun dan melaksanakan rencana pemulihan.
d) Sebaiknya dilakukan upaya untuk mencegahan, menghambat, atau
memberantas spesies asing yang mengancam ekosistem, habitat, atau
488
spesies dan berdialog dengan institusi lingkungan hidup pada tingkat
nasional maupun internasional.
2. Untuk Masyarakat
a) Masyarakat perlu memotivasi diri dalam hal pengetahuan tentang
lingkungan dan pemahaman tentang dampak lingkungan, sosial-budaya,
ekonomi, dan etika terhadap percepatan pembangunan di setiap daerah yang
selalu berdampingan dengan kehidupan masyarakat di sekitarnya.
b) Masyarakat perlu berpartisipasi dalam menentukan pilihan-pilihan dalam
pembangunan yang diusahakan mempunyai dampak negatif sekecil-kecilnya
sehingga prinsip ‘penilaian teknologi’ (technological assessment)
patut
dikembangkan berdasarkan nilai-nilai religiusitas dalam masyarakat
Indonesia yang pluralistik.
c) Masyarakat sebaiknya perlu mengenali komponen keanekaragaman hayati
yang penting untuk pelestarian dan pemanfaatan yang berkelanjutan, serta
memantau kegiatan yang mungkin merugikan keanekaragaman tersebut.
3. Untuk Pemerintah (Kementerian Lingkungan Hidup)
a) Pembentukan produk hukum (peraturan perundang-undangan) yang “uptodate” terhadap pelaksanaan pembangunan dengan selalu mempertimbangan
konservasi lingkungan hidup, yang dapat digunakan sebagai petunjuk
489
pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam rangka pelaksanaan UUPPLH
Nomor 32 Tahun 2009 berdasarkan pertimbangaan nilai-nilai kehidupan
masyarakat ataupun kearifan lingkungan lokal.
b) Ketertinggalan negara berkembang (seperti Indonesia) dalam bidang hukum
lingkungan yang mengatur masalah di sekitar dampak penerapan
pembangunan
ataupun
pembangunan
proyek-proyek
vital
terhadap
lingkungan hidup, dapat dikejar dengan jalan ‘mentransfer kaidah-kaidah’
dari negara yang telah maju dan kemudian dilakukan ‘penyesuaian’ dengan
nilai masyarakat.
c) Pemerintah perlu segera membuat Peraturan Pemerintah (PP) terhadap
pelaksanaan KLHS di Indonesia agar dapat dilaksanakan secara sungguhsungguh oleh pemerintah provinsi, kota madya, maupun kabupaten untuk
mengkaji risiko lingkungan yang diakibatkan oleh rencana pembangunan di
bidang-bidang yang terkait dengan lingkungan hidup.
d) Pemerintah
sebaiknya
menjadikan
pelestarian
dan
pemanfaatan
keanekaragaman hayati yang berkelanjutan sebagai bagian dari perencanaan
dan penepatan kebijakan di tingkat kabupatan maupun provinsi.
e) Pemerintah sebaiknya selalu menggunakan media (internet, televisi, radio,
koran) dan ‘program pendidikan lingkungan hidup’ untuk membantu
masyarakat memahami pentingnya keanekaragaman hayati dan tindakan
pelestarian sumber daya alam lainnya.
Download