MEMADUKAN MOTIF SOSIAL DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI H. Wahyudi Setiap hari media cetak maupun elektronik, satu atau dua kolom bahkan lebih tidak luput memuat berita tentang perseteruan dalam konflik individu dengan individu, lembaga dengan lembaga, lembaga dengan individu, dengan alasan atau bobot yang berbeda. Nuansanya sekitar antara kepentingan pribadi, lembaga, serta yang berorientasi memperjuangkan kepentingan-kepentingan atau tujuan masing-masing. Suatu hari, seorang teman menyatakan baru saja cek-cok dengan pimpinan unit kerjanya soal anggaran belanja, yang dulu sudah disepakati tiba-tiba dirubah diturunkan jumlah rupiahnya. Padahal, kalau anggaran itu diturunkan pasti ada kegiatan yang tidak jadi dilaksanakan. Hal tersebut juga menyebabkan gaji dan honor kar yawan yang dipimpinnya akan berkurang atau kredibilitas per usahaannya berkurang. Peristiwa lain, seorang general manager sebuah perusahaan jasa pariwisata berkeluh kesah baru saja diputus hubungan kerja karena tidak cocok dengan kebijakan direkturnya. Padahal dia yakin kebijakan yang ia buat akan memberi keuntungan bagi perusahaan. Kasus ketiga, seorang suami yang mengatakan istrinya pulang ke orang tuanya garagara ia sering pulang tengah malam, ia dikira punya istri muda, karena sering pulang malam. Padahal ia yang dompleng kendaraan temannya, untuk mengirit ongos transport. Kalau kita cermat mengamati berbagai pola perilaku khususnya yang berkaitan dengan hubungan interpersonal atau komunikasi yang efektif, banyak kita jumpai hasil komunikasi yang tidak tuntas. Arah Reformasi Indonesia Masing-masing individu yang terlibat merasa tidak “puas” dalam proses komunikasi sehingga menimbulkan rasa dongkol, sedih, pikiran yang tidak “fresh”, rasa was-was dan rasa tidak menyenangkan masingmasing pihak. Mengapa hal ini sampai terjadi? Pada umumnya orang berkomunikasi dengan pihak lain dengan mengatasnamakan dirinya atau lembaga/kelompok yang mempunyai kepentingan–kepentingan ter tentu untuk memenuhi kebutuhan yang bermacam-macam. Disadari atau tidak dalam pemenuhannya tidak lepas dari peran orang lain. Contoh exstrim kita memakai baju. Ada berapa ribuan orang yang terlibat, mulai dari menanam kapas, menenun sampai akhirnya membawa ke toko untuk dijual, menjadi baju. Jelasjelas menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan seseorang selalu terkait atau melibatkan orang lain. Dalam diri seseorang selalu ada suatu dorongan untuk berbuat yang terarah pada suatu tujuan tertentu. Oleh Walgito (1983) disebut motif. Pemenuhan kebutuhan itu selalu lewat proses interaksi timbul balik yang dapat dipengaruhi pula kondisi lingkungan individu (Handoko, 1992). Beberapa kasus diatas menunjukan adanya benturan-benturan motif yang tidak tercapainya suatu tujuan. Benturan tersebut salah satu sebabnya adalah kurang adaya pemahaman dan kesadaran untuk bekerja sama dengan sesamanya, saling menerima dan percaya. Murray (Hall dan Lindzey, 1970), menyebut faktor penyebab yakni kecilnya peranan motif berafiliasi yaitu kurangnya pemahaman bahwa seseorang hendaknya dapat saling memberikan pemuasan yang hanya dapat diperoleh melalui hubungan interpersonal yang tulus. Menurut Mc Clelland (Hill, 1987) kebutuhan afiliasi merupakan kebutuhan yang pemenuhannya memerlukan hubungan yang hangat dan akrab dengan orang lain. Tampak pada segi hubungan pribadi dan bekerjasama dengan orang lain, ser ta dicapainya persetujuan atau kesepakatan dengan orang lain. Motif berafiliasi muncul karena secara riil orang mempunyai berbagai macam kebutuhan yang har us dipenuhi apabila ingin kehidupannya berjalan terus. Seseorang menyadari bahwa dalam kehidupan sehari-harinya, dirinya menjadi perantara satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuannya. Selain itu seseorang berhubungan dengan orang lain akan memunculkan sikap saling memperkokoh, 30 Memadukan Motif Sosial dalam Kehidupan Sehari-hari memperkuat sehingga akan saling memberikan kepuasan yang hanya dapat diperoleh melalui hubungan interpersonal. Menur ut David Mc Clelland (Hill; 1987) motif berafiliasi merupakan salah satu motif sosial yang berkaiatan dengan motif berprestasi dan motif berkuasa. Mengapa demikian? Manusia hidup tidak bisa melepaskan peran orang lain untuk memper tahankan hidupnya. Secara langsung atau tidak langsung individu menghasilkan sesuatu yang berguna bagi dirinya atau bagi orang lain. Hal itu merupakan prestasi. Besar kecilnya prestasi dapat dilihat berdasarkan penilaian orang lain atau ditentukan oleh intensi masing-masing orang dalam menilai hasil kar ya orang lain. Setiap orang tidak lepas dari dorongan yang ber fungsi untuk menggerakkan fungsi psikis dan fisik agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Terutama yang berkaitan dengan manusia sebagai makluk sosial yang mau tidak mau manusia berhubungan dengan sesamanya. Implikasi dari dorongan-dorongan itu mau tidak mau orang terarah kepada sesamanya. Implikasi dari motif sosial hendaknya bersinergi dan mengacu pada har monisasi kehidupan. Ar tinya dalam mengekpresikan perilaku di kancah pergaulan hidup dengan sesama, perlu terjadi keseimbangan motif-motif tersebut. Motif berprestasi mendorong orang untuk membangkitkan rasa percaya diri untuk mengerjakan atau menyelesaikan suatu tugas dengan kualitas maksimal. Motif berkuasa dibangkitkan untuk memberikan keyakinan bahwa dirinya dapat mempengar uhi perilaku orang lain, dapat mengatur orang lain. Sedangkan motif afiliasi merupakan motif yang ada pada diri seseorang untuk berelasi dengan orang lain. Relasi dengan orang lain memungkinkan bisa memunculkanya motif prestasi dan motif berkuasa. Dengan demikian motif afiliasi bila diaktualisasikan dalam realitas hidup dapat merupakan stimulan munculnya motif-motif lain, bangkit, bergerak untuk berekspresi dengan lingkungan. 4.1 Bagaimana Mengatur Motif Setiap orang dalam kesehariannya dihadapkan pada sejumlah tawaran. Dari bangun tidur sampai malam hari mau tidur lagi, langsung atau tidak langsung dihadapkan berbagai tawaran yang har us 31 Arah Reformasi Indonesia ditanggapi dan diputuskan oleh individu pada saat itu. Tentunya dalam proses pengambilan keputusan itu seseorang didasarkan pada beberapa alasan atau motif ter tentu. Hill (1987) berpendapat munculnya dorongan yang berujud motif itu dipengaruhi oleh beberapa hal: 1. Karakteristik budaya atau kebiasaan yang sudah diyakini kebenaran sehingga motif untuk dipenuhi oleh individu. 2. Intensitas komunikasi antara individu dengan obyek atau orang lain. Semakin intensif dan bermakna dan itu merupakan kebutuhan pokok manusia maka akan dipenuhi. 3. Tingkat kesulitan atau hambatan artinya apabila tingkat kesulitan dan hambatan itu tinggi, maka kemungkinan akan tertudanya pemenuhan motif itu atau bahkan tidak akan dipenuhi. 4. Tingkat urgensi ar tinya tingkat kepentingan atau mendesak tidaknya motif itu dipenuhi. Semakin mendesak maka motif itu dengan cepat akan dipenuhi. 5. Kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki seseorang dalam memenuhi motif itu. 6. Kesempatan atau peluang waktu yang dimiliki seseorang untuk memenuhi motif itu. 7. Konsep diri yang dimiliki seseorang sebagai dasar dalam kehidupan sehari-hari dan pengalaman hidup Bagaimana hal-hal tersebut terkait dengan motif berprestasi, berafiliasi, berkuasa? Dalam kehidupan sehari-hari, hal-hal diatas akan dihadapi. Seseorang naik sepeda motor, tanpa disangka sepeda motornya ditabrak orang. Tanpa kompromi penunggang sepeda motor yang ditabrak langsung memaki-maki, memukul dan memaksa penabrak untuk meminta maaf. Pada saat itulah seseorang merasa merasa menang, memaksa orang lain untuk minta maaf. Motif sosial seperti motif afiliasi, prestasi dan berkuasa munculnya lebih disebabkan oleh dinamika lingkungan sosial, lingkungan fisik, yang mengarahkan aspek psikis. Setiap situasi lingkungan di mana individu hidup, dapat merangsang munculnya perilaku-perilaku ter tentu. Seorang ayah sebagai kepala keluarga selalu marah bila melihat sepatu berserakan di ruang tamu. Mengapa selalu marah? 32 Memadukan Motif Sosial dalam Kehidupan Sehari-hari Sebagai kepala keluarga, melalui sikap marahnya itulah apa yang dikehendaki akan ter ujud. Wujud berkuasanya dalam bentuk kemarahan. Pengalaman hidup yang lama dan sudah ter uji memberikan kepuasan bagi individu cender ung untuk diulang-ulang dalam menghadapi tantangan yang kurang lebih sama. Masing-masing orang mempunyai pengalaman yang unik dan ber variasi, memungkinkan munculnya motif yang beraneka ragam, meskipun ekspresinya sama. Bentuk kemarahan atau ekpresi kebahagiaan setiap orang berlainan satu sama lain. Ini menghasilkan gejala atau fenomena beragam yang muncul di permukaan. Seringnya orang berkomunikasi dengan orang lain akan menjadikan orang belajar mengkombinasikan beberapa motif yang menjadikan orang mampu mengendalikan diri atau motif-motif itu mejadi kekuatan dalam hidupnya. Individu membutuhkan kekuasaan. Dengan kekuasaan tersebut seseorang dapat mempengaruhi, mengatur orang lain sesuai dengan selera atau kemauan atau kehendak yang merupakan pengejawantahan dari tujuan seseorang atau kelompok. Kekuasaan tidak dengan sendirinya datang begitu saja. Seseorang perlu mengusahakan diri untuk mengajak orang lain untuk bekerja samademi suatu tujuan tertentu. Keinginan berkuasa, ada pada diri masing-masing individu sehingga mengekspresikan keinginan berkuasanya pun berbeda-beda sesuai dengan karakteristik masing-masing individu. Ada yang mengekspresikan motif berkuasanya dengan cara berkeinginan selalu menjadi pemimpin, ingin selalu menang dalam setiap kompetisi dengan berbagai cara, tidak senang atau tidak suka bila orang lain menghasilkan sesuatu yang hebat. Selalu yang ada dalam benaknya adalah “aku harus menang, orang lain harus tunduk padaku”, “Kalau tidak saya, tidak ada yang bisa”. Dengan kekuasaan yang dimilikinya, dapat mengarahkan, menekan, mendorong ke suatu titik ter tentu yang merupakan tujuan target yang dikehendaki. Di pihak lain seseorang atau kelompok tidak dapat lagi bebas bergerak mengekspresikan kehendaknya. Motif berprestasi merupakan dorongan yang ada pada seseorang yang ber orientasi pada suatu hasil atau produk yang bagi dirinya menimbulkan rasa puas, senang, bangga dan hasil itu dihargai atau 33 Arah Reformasi Indonesia diakui oleh orang lain. Hasil yang diperoleh merupakan akibat dari sebuah usaha yang bersifat kompetitif dengan orang lain. Ini bukan hasil kerja sendirian, orang lain pun mempunyai andil di dalam menciptakan atau memperoleh suatu prestasi. Motif berprestasi, motif berkuasa mer upakan motif yang mendorong munculnya suatu kehendak untuk berinteraksi antar individu. Interaksi merupakan sebuah model komunikasi antar individu yang menimbulkan semangat ketergantungan satu sama lainnya. Tidak bisa setiap orang melakukan interaksi intensif, ber makna dan mempunyai nilai manfaat yang saling menguntungkan. Biasanya interaksi hanya menguntungkan sepihak yang mendominasi proses interaksi. Pengalaman berinteraksi ini menjadi proses belajar yang lama kelamaan akan menumbuhkan motif berafiliasi (Martaniah, 1984). Orang yang mempunyai motif berafiliasi tinggi akan mempunyai dorongan untuk membuat hubungan dengan orang lain, karena berkeinginan untuk disukai. Seseorang mampu untuk memunculkan motif berafiliasinya, akan muncul suatu keseimbangan perilaku pada dirinya untuk mencoba agar disukai orang lain, masing-masing orang akan mencoba untuk menyesuaikan satu dengan yang lain. Motif berprestasi, berkuasa dan afiliasi dimiliki oleh setiap orang. Seorang mempunyai pengalaman yang beragam, berbeda satu dengan yang lain. Motif-motif dapat muncul di permukaan dirangsang oleh lingkungan di mana seseorang sehari-hari berkomunikasi dan bergaul dengan orang lain. Seseorang yang setiap harinya ber tempat tinggal dalam suasana yang ber nuansa kekerasan, dimungkinkan yang dominan adalah motif berkuasa. Dorongan yang muncul adalah mencari kekuasaan, kemenangan dan menghancurkan sesame, ser ta menguasai lingkungannya. Dengan mendapatkan kekuasaan seseorang akan bebas untuk melampiaskan nafsu kuasanya. Bila yang dominan motif berprestasi yang dominan, dimungkinkan orang selalu berorientasi untuk mendapatkan sesuatu yang bernilai dan berkar ya bagi orang lain. Orang merasa puas, senang, berharga, karena hasil kerjanya merupakan hasil usaha yang ditekuninya dan mempunyai manfaat. Motif afiliasi pada diri seseorang memungkinkan seseorang selalu membutuhkan kehadiran orang lain karena dengan kehadiran orang lain, seseorang dapat melakukan kerja sama dan membuat 34 Memadukan Motif Sosial dalam Kehidupan Sehari-hari kesepakatan dengan orang lain dalam melakukan suatu pekerjaan. Hubungan pribadi dengan orang lain melekat dalam dirinya dan tertanam dalam pribadi yang dimanifestasikan dalam relasinya dengan orang lain (Mc Clelland, 1985). 4.2 Implikasi dalam Realitas Setiap hari melalui media massa elektronika (TV,Radio) dan media cetak atau dari omongan orang selalu disajikan berita atau gambar yang lebih bernuansa kekerasan. Baik berupa kekerasan fisik, psikis Maupun sosial, misalnya perkelahian, pembunuhan, intimidasi, teror, adu argument yang tidak berkesudahan, penggusuran pedagang kaki lima, esekusi tanah dengan bentrok fisik. Hal-hal tersebut menunjukan bahwa kebanyakan orang motif berkuasanya yang dominan. Mengapa bisa terjadi? Mar taniah, (1984) menyebutkan penyebabnya antara lain (Dowling, 1984); (1) jenis kelamin, dalam masyarakat yang banyak laki-lakinya, kekerasan akan lebih mudah muncul, (2) Karakteristik budaya, apabila suatu masyarakat masih mengakui bahwa segala sesuatu hanya bisa diselesaikan dengan kekuatan dan kekuasaan, siapa yang menang dialah yang kuasa, kekerasan akan senantiasa muncul, (3) Situasional dapat memunculkan kekerasan bila mengancam mati hidup seseorang. Misalnya kenaikan harga dasar kebutuhan pokok naik, hukum yang tidak dijalankan dengan adil, pembagian keuntungan yang tidak merata. Uraian di atas, menunjukkan bahwa setiap manusia mempunyai motif-motif, yang karena mendapatkan stimulasi dari lingkungan hidupnya, motif-motif muncul dalam bentuk perilaku-perilaku. Hal yang perlu direnungkan: bagaimanakah mengatur atau mengelola motif-motif diatas menjadi suatu potensi atau kekuatan yang positif dalam hidupnya. Dalam hidup, orang tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh orang lain dan masing-masing orang membutuhkan orang lain untuk mewujudkan angan-angannya, harapan dan cita-cita hidupnya. Motif-motif tersebut terdapat dalam diri seseorang dan mewar nai dalam kehidupan sehari-hari, yang membutuhkan ketrampilan dalam mengelola motif-motif itu terutama dalam upaya pengembangan diri. 35 Arah Reformasi Indonesia Dalam setiap kegiatan kelompok biasanya dengan acara “kenalilah dirimu”. Hal tersebut tidak hanya melihat dirinya dalam ar ti lahiriah, fisik dan hal yang bersifat ragawi dan asesoris belaka. Juga mengenal energi psikis untuk dimiliki sebagai kekuatan yang mendinamisir kehidupan seseorang. Kognisi seseorang menjadi pengatur, pengendali suatu tindakan, afeksi sebagai unsur yang mewarnai perilaku, yang memberi nilai terhadap sesuatu, konasi menjadi pendorong munculnya suatu perilaku. Kita sering mendengar seseorang berpredikat “orang itu cerdas pikirannya, halus perasaannya, santun perilakunya dan enak didengar tutur katanya”. Sebutan tersebut mengacu padanya sebagai orang yang berkepribadian matang. Sosok manusia yang demikian itu mencerminkan adanya pengelolaan dorongan-dorongan tersebut diatas dengan baik, serasi, seimbang dan seirama. Tidak mustahil kalau sosok manusia yang demikian dapat diterima, berpengaruh dan dibutuhkan di dalam lingkungan apapun. 36 Memadukan Motif Sosial dalam Kehidupan Sehari-hari Daftar Pustaka Walgito, B. 1980. Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta; Andi offset Martaniah, S.M. 1984. Motif Sosial Remaja Suku Jawa dan Keturunan Cina dibeberapa SMA Yogyakarta: Suatu Studi Perbandingan, Yogyakarta; Gajah Mada universitas Press. Martaniah, D.C. 1985. Human Motivation, Irlinois:Scott Foresman. Mc Clelland, D.C. 1985. Human Motivation, Illinois; Scott Foresman and Co. Horlock, E.B. 1999, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta: Erlangga. Hill, C.A. 1987. “Affiliation Motivation: People ho Need People But in Different Ways”, Journal of Personality and Social Psychology, 52, 5, p.1008-1018. 37