2007 NOV 03 Motif Sosial_ Wahyudi

advertisement
MEMADUKAN MOTIF SOSIAL
DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
H. Wahyudi
Setiap hari media cetak maupun elektronik, satu atau dua kolom
bahkan lebih tidak luput memuat berita tentang perseteruan dalam
konflik individu dengan individu, lembaga dengan lembaga, lembaga
dengan individu, dengan alasan atau bobot yang berbeda. Nuansanya
sekitar antara kepentingan pribadi, lembaga, serta yang berorientasi
memperjuangkan kepentingan-kepentingan atau tujuan masing-masing.
Suatu hari, seorang teman menyatakan baru saja cek-cok dengan
pimpinan unit kerjanya soal anggaran belanja, yang dulu sudah
disepakati tiba-tiba dirubah diturunkan jumlah rupiahnya. Padahal,
kalau anggaran itu diturunkan pasti ada kegiatan yang tidak jadi
dilaksanakan. Hal tersebut juga menyebabkan gaji dan honor kar yawan
yang dipimpinnya akan berkurang atau kredibilitas per usahaannya
berkurang.
Peristiwa lain, seorang general manager sebuah perusahaan jasa
pariwisata berkeluh kesah baru saja diputus hubungan kerja karena
tidak cocok dengan kebijakan direkturnya. Padahal dia yakin kebijakan
yang ia buat akan memberi keuntungan bagi perusahaan. Kasus ketiga,
seorang suami yang mengatakan istrinya pulang ke orang tuanya garagara ia sering pulang tengah malam, ia dikira punya istri muda, karena
sering pulang malam. Padahal ia yang dompleng kendaraan temannya,
untuk mengirit ongos transport.
Kalau kita cermat mengamati berbagai pola perilaku khususnya
yang berkaitan dengan hubungan interpersonal atau komunikasi
yang efektif, banyak kita jumpai hasil komunikasi yang tidak tuntas.
Arah Reformasi Indonesia
Masing-masing individu yang terlibat merasa tidak “puas” dalam proses
komunikasi sehingga menimbulkan rasa dongkol, sedih, pikiran yang
tidak “fresh”, rasa was-was dan rasa tidak menyenangkan masingmasing pihak. Mengapa hal ini sampai terjadi?
Pada umumnya orang berkomunikasi dengan pihak lain dengan
mengatasnamakan dirinya atau lembaga/kelompok yang mempunyai
kepentingan–kepentingan ter tentu untuk memenuhi kebutuhan yang
bermacam-macam. Disadari atau tidak dalam pemenuhannya tidak
lepas dari peran orang lain. Contoh exstrim kita memakai baju. Ada
berapa ribuan orang yang terlibat, mulai dari menanam kapas, menenun
sampai akhirnya membawa ke toko untuk dijual, menjadi baju. Jelasjelas menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan seseorang selalu
terkait atau melibatkan orang lain. Dalam diri seseorang selalu ada
suatu dorongan untuk berbuat yang terarah pada suatu tujuan tertentu.
Oleh Walgito (1983) disebut motif. Pemenuhan kebutuhan itu selalu
lewat proses interaksi timbul balik yang dapat dipengaruhi pula kondisi
lingkungan individu (Handoko, 1992).
Beberapa kasus diatas menunjukan adanya benturan-benturan
motif yang tidak tercapainya suatu tujuan. Benturan tersebut salah
satu sebabnya adalah kurang adaya pemahaman dan kesadaran untuk
bekerja sama dengan sesamanya, saling menerima dan percaya.
Murray (Hall dan Lindzey, 1970), menyebut faktor penyebab yakni
kecilnya peranan motif berafiliasi yaitu kurangnya pemahaman bahwa
seseorang hendaknya dapat saling memberikan pemuasan yang hanya
dapat diperoleh melalui hubungan interpersonal yang tulus. Menurut
Mc Clelland (Hill, 1987) kebutuhan afiliasi merupakan kebutuhan
yang pemenuhannya memerlukan hubungan yang hangat dan
akrab dengan orang lain. Tampak pada segi hubungan pribadi dan
bekerjasama dengan orang lain, ser ta dicapainya persetujuan atau
kesepakatan dengan orang lain.
Motif berafiliasi muncul karena secara riil orang mempunyai
berbagai macam kebutuhan yang har us dipenuhi apabila ingin
kehidupannya berjalan terus. Seseorang menyadari bahwa dalam
kehidupan sehari-harinya, dirinya menjadi perantara satu dengan yang
lainnya untuk mencapai tujuannya. Selain itu seseorang berhubungan
dengan orang lain akan memunculkan sikap saling memperkokoh,
30
Memadukan Motif Sosial dalam Kehidupan Sehari-hari
memperkuat sehingga akan saling memberikan kepuasan yang hanya
dapat diperoleh melalui hubungan interpersonal.
Menur ut David Mc Clelland (Hill; 1987) motif berafiliasi
merupakan salah satu motif sosial yang berkaiatan dengan motif
berprestasi dan motif berkuasa. Mengapa demikian? Manusia hidup
tidak bisa melepaskan peran orang lain untuk memper tahankan
hidupnya. Secara langsung atau tidak langsung individu menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi dirinya atau bagi orang lain. Hal itu
merupakan prestasi. Besar kecilnya prestasi dapat dilihat berdasarkan
penilaian orang lain atau ditentukan oleh intensi masing-masing orang
dalam menilai hasil kar ya orang lain.
Setiap orang tidak lepas dari dorongan yang ber fungsi untuk
menggerakkan fungsi psikis dan fisik agar dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya. Terutama yang berkaitan dengan manusia sebagai makluk
sosial yang mau tidak mau manusia berhubungan dengan sesamanya.
Implikasi dari dorongan-dorongan itu mau tidak mau orang terarah
kepada sesamanya. Implikasi dari motif sosial hendaknya bersinergi
dan mengacu pada har monisasi kehidupan. Ar tinya dalam
mengekpresikan perilaku di kancah pergaulan hidup dengan sesama,
perlu terjadi keseimbangan motif-motif tersebut. Motif berprestasi
mendorong orang untuk membangkitkan rasa percaya diri untuk
mengerjakan atau menyelesaikan suatu tugas dengan kualitas
maksimal. Motif berkuasa dibangkitkan untuk memberikan keyakinan
bahwa dirinya dapat mempengar uhi perilaku orang lain, dapat
mengatur orang lain. Sedangkan motif afiliasi merupakan motif yang
ada pada diri seseorang untuk berelasi dengan orang lain. Relasi dengan
orang lain memungkinkan bisa memunculkanya motif prestasi dan
motif berkuasa. Dengan demikian motif afiliasi bila diaktualisasikan
dalam realitas hidup dapat merupakan stimulan munculnya motif-motif
lain, bangkit, bergerak untuk berekspresi dengan lingkungan.
4.1 Bagaimana Mengatur Motif
Setiap orang dalam kesehariannya dihadapkan pada sejumlah
tawaran. Dari bangun tidur sampai malam hari mau tidur lagi, langsung
atau tidak langsung dihadapkan berbagai tawaran yang har us
31
Arah Reformasi Indonesia
ditanggapi dan diputuskan oleh individu pada saat itu. Tentunya dalam
proses pengambilan keputusan itu seseorang didasarkan pada beberapa
alasan atau motif ter tentu. Hill (1987) berpendapat munculnya
dorongan yang berujud motif itu dipengaruhi oleh beberapa hal:
1.
Karakteristik budaya atau kebiasaan yang sudah diyakini
kebenaran sehingga motif untuk dipenuhi oleh individu.
2.
Intensitas komunikasi antara individu dengan obyek atau orang
lain. Semakin intensif dan bermakna dan itu merupakan kebutuhan
pokok manusia maka akan dipenuhi.
3.
Tingkat kesulitan atau hambatan artinya apabila tingkat kesulitan
dan hambatan itu tinggi, maka kemungkinan akan tertudanya
pemenuhan motif itu atau bahkan tidak akan dipenuhi.
4.
Tingkat urgensi ar tinya tingkat kepentingan atau mendesak
tidaknya motif itu dipenuhi. Semakin mendesak maka motif itu
dengan cepat akan dipenuhi.
5.
Kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki seseorang dalam
memenuhi motif itu.
6.
Kesempatan atau peluang waktu yang dimiliki seseorang untuk
memenuhi motif itu.
7.
Konsep diri yang dimiliki seseorang sebagai dasar dalam
kehidupan sehari-hari dan pengalaman hidup
Bagaimana hal-hal tersebut terkait dengan motif berprestasi,
berafiliasi, berkuasa? Dalam kehidupan sehari-hari, hal-hal diatas akan
dihadapi. Seseorang naik sepeda motor, tanpa disangka sepeda
motornya ditabrak orang. Tanpa kompromi penunggang sepeda motor
yang ditabrak langsung memaki-maki, memukul dan memaksa
penabrak untuk meminta maaf. Pada saat itulah seseorang merasa
merasa menang, memaksa orang lain untuk minta maaf.
Motif sosial seperti motif afiliasi, prestasi dan berkuasa munculnya
lebih disebabkan oleh dinamika lingkungan sosial, lingkungan fisik,
yang mengarahkan aspek psikis. Setiap situasi lingkungan di mana
individu hidup, dapat merangsang munculnya perilaku-perilaku
ter tentu. Seorang ayah sebagai kepala keluarga selalu marah bila
melihat sepatu berserakan di ruang tamu. Mengapa selalu marah?
32
Memadukan Motif Sosial dalam Kehidupan Sehari-hari
Sebagai kepala keluarga, melalui sikap marahnya itulah apa yang
dikehendaki akan ter ujud. Wujud berkuasanya dalam bentuk
kemarahan.
Pengalaman hidup yang lama dan sudah ter uji memberikan
kepuasan bagi individu cender ung untuk diulang-ulang dalam
menghadapi tantangan yang kurang lebih sama. Masing-masing orang
mempunyai pengalaman yang unik dan ber variasi, memungkinkan
munculnya motif yang beraneka ragam, meskipun ekspresinya sama.
Bentuk kemarahan atau ekpresi kebahagiaan setiap orang berlainan
satu sama lain. Ini menghasilkan gejala atau fenomena beragam yang
muncul di permukaan. Seringnya orang berkomunikasi dengan orang
lain akan menjadikan orang belajar mengkombinasikan beberapa motif
yang menjadikan orang mampu mengendalikan diri atau motif-motif
itu mejadi kekuatan dalam hidupnya.
Individu membutuhkan kekuasaan. Dengan kekuasaan tersebut
seseorang dapat mempengaruhi, mengatur orang lain sesuai dengan
selera atau kemauan atau kehendak yang merupakan pengejawantahan
dari tujuan seseorang atau kelompok. Kekuasaan tidak dengan
sendirinya datang begitu saja. Seseorang perlu mengusahakan diri
untuk mengajak orang lain untuk bekerja samademi suatu tujuan
tertentu. Keinginan berkuasa, ada pada diri masing-masing individu
sehingga mengekspresikan keinginan berkuasanya pun berbeda-beda
sesuai dengan karakteristik masing-masing individu. Ada yang
mengekspresikan motif berkuasanya dengan cara berkeinginan selalu
menjadi pemimpin, ingin selalu menang dalam setiap kompetisi dengan
berbagai cara, tidak senang atau tidak suka bila orang lain
menghasilkan sesuatu yang hebat. Selalu yang ada dalam benaknya
adalah “aku harus menang, orang lain harus tunduk padaku”, “Kalau
tidak saya, tidak ada yang bisa”.
Dengan kekuasaan yang dimilikinya, dapat mengarahkan,
menekan, mendorong ke suatu titik ter tentu yang merupakan tujuan
target yang dikehendaki. Di pihak lain seseorang atau kelompok tidak
dapat lagi bebas bergerak mengekspresikan kehendaknya. Motif
berprestasi merupakan dorongan yang ada pada seseorang yang
ber orientasi pada suatu hasil atau produk yang bagi dirinya
menimbulkan rasa puas, senang, bangga dan hasil itu dihargai atau
33
Arah Reformasi Indonesia
diakui oleh orang lain. Hasil yang diperoleh merupakan akibat dari
sebuah usaha yang bersifat kompetitif dengan orang lain. Ini bukan
hasil kerja sendirian, orang lain pun mempunyai andil di dalam
menciptakan atau memperoleh suatu prestasi.
Motif berprestasi, motif berkuasa mer upakan motif yang
mendorong munculnya suatu kehendak untuk berinteraksi antar
individu. Interaksi merupakan sebuah model komunikasi antar individu
yang menimbulkan semangat ketergantungan satu sama lainnya. Tidak
bisa setiap orang melakukan interaksi intensif, ber makna dan
mempunyai nilai manfaat yang saling menguntungkan. Biasanya
interaksi hanya menguntungkan sepihak yang mendominasi proses
interaksi. Pengalaman berinteraksi ini menjadi proses belajar yang
lama kelamaan akan menumbuhkan motif berafiliasi (Martaniah, 1984).
Orang yang mempunyai motif berafiliasi tinggi akan mempunyai
dorongan untuk membuat hubungan dengan orang lain, karena
berkeinginan untuk disukai. Seseorang mampu untuk memunculkan
motif berafiliasinya, akan muncul suatu keseimbangan perilaku pada
dirinya untuk mencoba agar disukai orang lain, masing-masing orang
akan mencoba untuk menyesuaikan satu dengan yang lain.
Motif berprestasi, berkuasa dan afiliasi dimiliki oleh setiap orang.
Seorang mempunyai pengalaman yang beragam, berbeda satu dengan
yang lain. Motif-motif dapat muncul di permukaan dirangsang oleh
lingkungan di mana seseorang sehari-hari berkomunikasi dan bergaul
dengan orang lain. Seseorang yang setiap harinya ber tempat tinggal
dalam suasana yang ber nuansa kekerasan, dimungkinkan yang
dominan adalah motif berkuasa. Dorongan yang muncul adalah
mencari kekuasaan, kemenangan dan menghancurkan sesame, ser ta
menguasai lingkungannya. Dengan mendapatkan kekuasaan seseorang
akan bebas untuk melampiaskan nafsu kuasanya. Bila yang dominan
motif berprestasi yang dominan, dimungkinkan orang selalu
berorientasi untuk mendapatkan sesuatu yang bernilai dan berkar ya
bagi orang lain. Orang merasa puas, senang, berharga, karena hasil
kerjanya merupakan hasil usaha yang ditekuninya dan mempunyai
manfaat. Motif afiliasi pada diri seseorang memungkinkan seseorang
selalu membutuhkan kehadiran orang lain karena dengan kehadiran
orang lain, seseorang dapat melakukan kerja sama dan membuat
34
Memadukan Motif Sosial dalam Kehidupan Sehari-hari
kesepakatan dengan orang lain dalam melakukan suatu pekerjaan.
Hubungan pribadi dengan orang lain melekat dalam dirinya dan
tertanam dalam pribadi yang dimanifestasikan dalam relasinya dengan
orang lain (Mc Clelland, 1985).
4.2 Implikasi dalam Realitas
Setiap hari melalui media massa elektronika (TV,Radio) dan
media cetak atau dari omongan orang selalu disajikan berita atau
gambar yang lebih bernuansa kekerasan. Baik berupa kekerasan fisik,
psikis Maupun sosial, misalnya perkelahian, pembunuhan, intimidasi,
teror, adu argument yang tidak berkesudahan, penggusuran pedagang
kaki lima, esekusi tanah dengan bentrok fisik. Hal-hal tersebut
menunjukan bahwa kebanyakan orang motif berkuasanya yang
dominan. Mengapa bisa terjadi? Mar taniah, (1984) menyebutkan
penyebabnya antara lain (Dowling, 1984); (1) jenis kelamin, dalam
masyarakat yang banyak laki-lakinya, kekerasan akan lebih mudah
muncul, (2) Karakteristik budaya, apabila suatu masyarakat masih
mengakui bahwa segala sesuatu hanya bisa diselesaikan dengan
kekuatan dan kekuasaan, siapa yang menang dialah yang kuasa,
kekerasan akan senantiasa muncul, (3) Situasional dapat memunculkan
kekerasan bila mengancam mati hidup seseorang. Misalnya kenaikan
harga dasar kebutuhan pokok naik, hukum yang tidak dijalankan
dengan adil, pembagian keuntungan yang tidak merata.
Uraian di atas, menunjukkan bahwa setiap manusia mempunyai
motif-motif, yang karena mendapatkan stimulasi dari lingkungan
hidupnya, motif-motif muncul dalam bentuk perilaku-perilaku. Hal
yang perlu direnungkan: bagaimanakah mengatur atau mengelola
motif-motif diatas menjadi suatu potensi atau kekuatan yang positif
dalam hidupnya. Dalam hidup, orang tidak bisa melepaskan diri dari
pengaruh orang lain dan masing-masing orang membutuhkan orang
lain untuk mewujudkan angan-angannya, harapan dan cita-cita
hidupnya. Motif-motif tersebut terdapat dalam diri seseorang dan
mewar nai dalam kehidupan sehari-hari, yang membutuhkan
ketrampilan dalam mengelola motif-motif itu terutama dalam upaya
pengembangan diri.
35
Arah Reformasi Indonesia
Dalam setiap kegiatan kelompok biasanya dengan acara “kenalilah
dirimu”. Hal tersebut tidak hanya melihat dirinya dalam ar ti lahiriah,
fisik dan hal yang bersifat ragawi dan asesoris belaka. Juga mengenal
energi psikis untuk dimiliki sebagai kekuatan yang mendinamisir
kehidupan seseorang. Kognisi seseorang menjadi pengatur, pengendali
suatu tindakan, afeksi sebagai unsur yang mewarnai perilaku, yang
memberi nilai terhadap sesuatu, konasi menjadi pendorong munculnya
suatu perilaku.
Kita sering mendengar seseorang berpredikat “orang itu cerdas
pikirannya, halus perasaannya, santun perilakunya dan enak didengar
tutur katanya”. Sebutan tersebut mengacu padanya sebagai orang yang
berkepribadian matang. Sosok manusia yang demikian itu
mencerminkan adanya pengelolaan dorongan-dorongan tersebut diatas
dengan baik, serasi, seimbang dan seirama. Tidak mustahil kalau sosok
manusia yang demikian dapat diterima, berpengaruh dan dibutuhkan
di dalam lingkungan apapun.
36
Memadukan Motif Sosial dalam Kehidupan Sehari-hari
Daftar Pustaka
Walgito, B. 1980. Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta; Andi offset
Martaniah, S.M. 1984. Motif Sosial Remaja Suku Jawa dan Keturunan
Cina dibeberapa SMA Yogyakarta: Suatu Studi Perbandingan,
Yogyakarta; Gajah Mada universitas Press.
Martaniah, D.C. 1985. Human Motivation, Irlinois:Scott Foresman.
Mc Clelland, D.C. 1985. Human Motivation, Illinois; Scott Foresman
and Co.
Horlock, E.B. 1999, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta: Erlangga.
Hill, C.A. 1987. “Affiliation Motivation: People ho Need People But in
Different Ways”, Journal of Personality and Social Psychology,
52, 5, p.1008-1018.
37
Download