BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian dan Fungsi-Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan salah satu cabang manajemen yang menitik beratkan pada permasalahan manusia yang mempunyai kedudukan yang utama dalam setiap perusahaan dan organisasi. Sumber Daya Manusia merupakan asset yang sangat penting bagi suatu perusahaan, walaupun perusahaan mempunyai modal yang besar, modern, namun itu tidak berarti tanpa manusia. Oleh karena itu perusahaan mengkoordinir memberi bimbingan, memotivasi, mengevaluasi mereka sehingga tercipta Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan salah satu bidang manajemen untuk membentuk tenaga kerja yang efektif dan efisien. Manajemen adalah ilmu seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Manajemen sebagai ilmu artinya pengetahuan yang digunakan untuk mencari kebenaran. Oleh karena itu untuk menjadi manajer yang baik, disamping memerlukan bakat juga harus berilmu pengetahuan, sedangkan di dalam manajemen diperlukan oleh para manajer untuk memilih salah satu dari beberapa alternatif pemecahan berbagai masalah bisnis dan manajemen. 12 13 Manajemen berkembang menjadi salah satu bidang ilmu yang disebut Manajemen Sumber Daya Manusia. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia yaitu ilmu dan seni dari manajemen yang menitikberatkan pada masalah ketenagakerjaan yang berkembang. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), berikut dikemukakan beberapa definisi Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut beberapa ahli, antara lain : Menurut Veithzal Rivai (2009:1) menyatakan bahwa : ”Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian”. Menurut T. Hani Handoko (2004:4), menyatakan bahwa : “Manajemen Sumber Daya Manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan-tujuan individu maupun organisasi”. Sedangkan menurut Garry Dessler (2004:4), mengatakan bahwa : “Human Resource Management (HRM) is the policies and practices involved in carrying out the “people” or human resource aspects of amanagement position including recruiting, screening, training, rewarding and appraising”. Artinya : “Manajemen Sumber Daya Manusia adalah suatu kebijakan dan praktik menentukan aspek “manusia” atau Sumber Daya Manusia dalam posisi manajemen termasuk merekrut, melatih, memberikan penghargaan dan penilaian”. 14 Dari beberapa definisi para ahli yang telah mengemukakan pendapatnya, menunjukkan bahwa manajemen personalia adalah suatu ilmu dan seni perencanaan, pengadaan, bagaimana memberi pengaruh dan mengarahkan tenaga kerja manusia agar dapat bekerja semaksimal mungkin, sehingga dapat mencapai tujuan individu itu sendiri dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya, serta tidak merugikan masyarakat sekitar, baik yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan itu sendiri. Sedangkan Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pendayagunaan Sumber Daya Manusia dan sumber daya lainnya, secara efisien, efektif dan produktif, dengan kata lain Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan perluasan gambaran dari manajemen personalia yang mempunyai arti sebagai kumpulan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya mengelola Sumber Daya Manusia. 2.1.1.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Malayu S.P Hasibuan (2003:21), menjelaskan secara singkat fungsi-fungsi manajemen sebagai berikut : 1. Perencanaan (Planning). Merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam mewujudkan tujuan. 2. Pengorganisasian (Organizing). Menyusun suatu organisasi dengan mendesain struktur dan hubungan antara tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh tenaga kerja yang dipersiapkan. 15 3. Pengarahan (Directing). Kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerjasama dan bekerja secara efektif dan efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. 4. Pengendalian (Controlling). Kegiatan mengendalikan semua karyawan agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. 5. Pengadaan Tenaga Kerja (Procurement). Proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. 6. Pengembangan (Development). Proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. 7. Kompensasi (Compensation). Pemberian balas jasa langsung (direct), dan tidak langsung (indirect), uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. 8. Pengintegrasian (Integration). Kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan. 9. Pemeliharaan (Maintenance). Kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan agar mereka mau bekerja sama sampai pensiun. 16 Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan sebagian besar kebutuhan karyawannya. 10. Kedisiplinan (Discipline). Keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan norma – norma sosial. 11. Pemutusan Hubungan Tenaga Kerja (Separation). Putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Pemutusan hubungan kerja ini dapat disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun dan sebab-sebab lainnya. Fungsi-fungsi sumber daya manusia diatas saling mempengaruhi satu sama lain. Apabila terdapat ketimpangan dalam salah satu fungsi maka akan mempengaruhi fungsi yang lain. Fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia tersebut ditentukan oleh profesionalisme departemen sumber daya manusia yang ada di dalam perusahaan yang sepenuhnya dapat dilakukan untuk membantu pencapaian sasaran-sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan. 2.1.2 Budaya Perusahaan 2.1.2.1 Pengertian Budaya Perusahaan Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008 : www.wikipedia.com) budaya perusahaan diartikan secara dua arti yaitu secara Etimologis dan Terminologis, berikut ini pengertian-pengertiannya : Arti budaya secara Etimologis, kata budaya berasal dari bahasa sansekerta Buddhayah yang diartikan sebagai hal-hal yang dikaitkan dengan budi dan akal 17 manusia, sinonimnya adalah kultur yang berasal dari Bahasa Inggris Culture atau Cultuur dari Bahasa Belanda. Kata Culture sendiri berasal dari Bahasa Latin Colere (dengan akar kata “Calo” yang berarti mengolah atau mengerjakan, atau dapat diartikan juga sebagai mengelola tanah atau bertani). Arti kata Budaya secara Terminologis “Budaya adalah suatu hasil dari budi dan atau daya, cipta, karsa, pikiran dan adat istiadat manusia yang secara sadar maupun tidak, dapat diterima sebagai sesuatu yang beradab”. Arti kata Perusahaan secara Terminologis “Perusahaan adalah tubuh atau alat tubuh, aturan, susunan, perkumpulan dari kelompok tertentu dengan dasar ideologi bersama”. Arti kata Perusahaan secara Etimologis “Perusahaan adalah kesatuan (Entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasikan, yang bekerja atas dasar yang relatif yang terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan”. Berdasarkan pengertian di atas, untuk mengkaji lebih dalam mengenai budaya perusahaan, berikut ini pengertian-pengertian yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya yaitu : Menurut Robbins, Stephen dan Timothy A. Judge (2008:256), menyatakan bahwa : “Budaya perusahaan mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan perusahaan itu dari perusahaan lain”. 18 Menurut Djoko Santoso Moeljono (2005:95) menyatakan bahwa : “Budaya perusahaan adalah peramuan berpola top-middle-bottom, kemudian disemaikan ke setiap sel organisasi, dan menjadi nilai-nilai kehidupan bersama, yang dapat muncul dalam bentuk perilaku formal dan informal”. Sedangkan Menurut Eugene Mckenna dan Nic Beech yang diterjemahkan oleh Totok Budi Santosa (2008:18), menyatakan bahwa : “Budaya perusahaan merupakan kumpulan nilai, kepercayaan, sikap dan perilaku yang dipegang oleh anggota yang berada di suatu perusahaan.” Dari berbagai definisi di atas pada prinsipnya budaya perusahaan merupakan nilai, anggapan, asumsi, sikap, dan norma perilaku yang telah melembaga kemudian berwujud dalam penampilan, sikap, dan tindakan, sehingga menjadi identitas dari suatu perusahaan. 2.1.2.2 Fungsi Budaya Perusahaan Menurut Robbins (2006:725), fungsi budaya perusahaan adalah : 1. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara suatu perusahaan dengan perusahaan yang lain. 2. Budaya memberikan indentitas bagi anggota perusahaan. 3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dari pada kepentingan individu. 4. Budaya itu meningkatkan kemantapan sitem sosial. 5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu serta membentuk sikap dan perilaku karyawan. 19 Sedangkan menurut Taliziduhu Ndraha (2003:45-46), menjelaskan fungsi budaya perusahaan sebagai berikut : 1. Sebagai identitas dan citra suatu karyawan. Identitas ini terbentuk oleh berbagai faktor seperti sejarah, kondisi dan sisi geografis, sistem-sistem sosial, politik dan ekonomi dan perubahan nilai-nilai didalam masyarakat. 2. Sebagai pengikat suatu karyawan. Kebersamaan (shering) adalah faktor pengikat yang kuat seluruh anggota karyawan. 3. Sebagai sumber. Budaya merupakan sumber inspirasi, kebanggaan dan sumberdaya. 4. Sebagai kekuatan penggerak. Karena budaya terbentuk melalui proses belajar mengajar maka budaya itu dinamis, tidak statis, dan tidak kaku. 5. Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah. 6. Sebagai pola perilaku. Budaya berisi norma tingkah laku dan menggariskan batas-batas toleransi sosial. 7. Sebagai warisan. Budaya disosialisasikan dan diajarkan kepada generasi berikutnya. 8. Sebagai subtitusi (pengganti) berikutnya. 9. Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan. 10. Sebagai proses yang menjadi perusahaan kongruen. 2.1.2.3 Karakteristik Budaya Perusahaan Budaya perusahaan merupakan sesuatu hal yang sangat kompleks. Untuk itu budaya perusahaan harus memiliki beberapa karakteristik sebagai wujud nyata 20 keberadaannya. Masing-masing karakteristik tersebut pada penerapannya akan mendukung pencapaian sasaran perusahaan. Menurut Fred Luthans (2002:123), mengemukakan budaya perusahaan dibagi menjadi 6 karakteristik yaitu : 1. Observed Behaviorally Regularities. Adalah ketika partisipasi perusahaan berinteraksi dengan satu yang lainnya dan mereka menggunakan bahasa yang sama, istilah-istilah dan hubungan keagamaan untuk sikap hormat. 2. Norma (Norms). Adalah standar dari perilaku seseorang yang membatasi seberapa banyak seseorang harus bekerja di suatu perusahaan dalam artian tidak terlalu banyak dan juga tidak terlalu sedikit. 3. Nilai-Nilai Dominan (Dominant Values). Adalah beberapa nilai-nilai yang ada dianjurkan oleh perusahaan dan diharapkan dapat berpartisipasi. Contohnya : absen berkurang, efisiensi tinggi, dan kualitas produk tinggi. 4. Filosofi (Philosophy) Adalah kebijakan-kebijakan yang mengatur kepercayaan di dalam perusahaan bagaimana karyawan dan pelanggan diperlakukan. 5. Peraturan (Rules) Adalah garis pedoman yang berhubungan tentang bagaimana cara mengakrabkan dengan perusahaan. Pendatang baru harus belajar tentang budaya perusahaan agar diterima sebagai anggota grup secara keseluruhan. 21 6. Iklim Organisasi (Organizational Climate) Merupakan suatu perasaan dari fisik yang secara eksplisit dari perusahaan dan interaksi antar karyawan, interaksi atasan dengan bawahan, dan juga interaksi dengan pelanggan atau dengan perusahaan lain. Karakteristik yang dikemukakan oleh Fred Luthans (2002:123) menurut peneliti lebih bersifat bagaimana karakter tersebut dapat membentuk suatu budaya perusahaan, dilihat dari karakteristiknya, dimana individu dan perusahaan dapat menerapkan dan melakukan interaksi atau komunikasi yang cukup baik terhadap individu-individu tersebut agar budaya perusahaan dapat diterapkan dengan baik karena adanya partisipasi dari kedua belah pihak yaitu individu dan perusahaan, selain itu dari karakteristik budaya ini lebih melihat bagaimana lingkungan perusahaan, apakah lingkungan perusahaan cocok dengan individu-individu yang bekerja di lingkungan tersebut. Sedangkan menurut Stephen P. Robbins (2008:256) menyatakan ada 7 (tujuh) karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh perusahaan, yang secara keseluruhan merupakan hakikat budaya sebuah perusahaan yaitu : 1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko (Inovation and risk taking). Sejauhmana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko. 2. Perhatian pada hal-hal rinci (Attention to detail). Sejauhmana karyawan diharapkan menjalankan presisi (kecermatan), analisis, dan perhatian pada rincian. 22 3. Berorientasi kepada hasil (Outcome orientation). Sejauhmana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut. 4. Berorientasi kepada orang (People orientation). Sejauhmana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada dalam perusahaan. 5. Berorientasi tim (Team orientation). Sejauhmana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasikan pada tim ketimbang pada individu-individu. 6. Keagresif (Aggressiveness). Sejauhmana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai. 7. Stabilitas (Stability). Sejauhmana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan. Teori dari Robbins (2006:72) tentang karakteristik budaya, dimana budaya perusahaan ini lebih ditentukan oleh individu itu sendiri untuk penerapannya dalam budaya perusahaan menjadi lebih baik. Tetapi jika hal ini bersifat individu tidak adanya keseimbangan dari pihak perusahaan, maka budaya perusahaan juga tidak akan terbentuk dengan baik sehingga tujuan perusahaan juga tidak berjalan sesuai dengan tujuannya. 23 2.1.2.4 Tipe-Tipe Budaya Perusahaan Gibson (2006:37-38), mengemukakan empat tipe budaya perusahaan, diantaranya yaitu : 1. Budaya Birokrasi (Bureauractic Culture). Suatu perusahaan yang mementingkan peraturan, kebijakan, prosedur, perintah dan pengambilan keputusan yang terpusat memiliki budaya birokratis. Pihak militer, instansi pemerintah dan perusahaan memulai dan mengelola dengan manajer yang otokrat merupakan contoh dari birokratis. Beberapa individual lebih memilih yang pasti, hierarki, dan perusahaan yang ketat, seperti perusahaan ini. 2. Budaya Keluarga (Clan Culture). Menjadi bagian dari keluarga yang bekerja, mengikuti tradisi dan adaptasi, kerjasama dan semangat, manajemen diri, dan pengaruh sosial merupakan karakteristik budaya keluarga. Karyawan bersedia untuk bekerja keras untuk suatu kompensasi yang adil, sesuai dan paket tunjangan tambahan. Dalam budaya keluarga, karyawan bersosialisasi dengan karyawan lainnya. Anggota saling menolong sesama dan sukses bersama. 3. Budaya Wirausaha (Entrepreneurial Culture). Inovasi, kreativitas, pengambilan resiko dan secara agresif mencari kesempatan menggambarkan budaya wirausaha. Karyawan mengerti akan dinamika perubahan, inisiatif individu dan otonomi dari praktik-praktik standar. 24 4. Budaya Pasar (Market Culture). Suatu penekanan pada pertumbuhan penjualan, peningkatan pangsa pasar, stabilitas keuangan dan keuntungan merupakan atribut-atribut budaya pasar. Karena karyawan mempunyai hubungan yang bersifat kontrak dengan perusahaan. Hanya terdapat sedikit rasa kerjasama dan hubungan dalam tipe budaya seperti ini. Sedangkan menurut Cameron dan Quinn, Handy (dalam Amstrong 2003) yang diterjemahkan oleh Sudarmanto (2009:174), mengemukakan 4 (empat) tipe budaya perusahaan, diantaranya yaitu : 1. Budaya Kekuasaan (Power Culture). Merupakan sumber kekuatan inti yang menonjolkan kontrol. ada beberapa peraturan atau prosedur dan atmosfer kompetitif, berorientasi pada kekuatan, dan politis. 2. Budaya Peran (Role Culture). Pekerjaan dikontrol oleh prosedur dan peraturan. Peran atau deskripsi jabatan adalah lebih penting daripada orang yang mengisi jabatan tersebut. 3. Budaya Pendukung (Support Culture). Tujuannya bersama-sama membawa orang yang tepat dan membiarkan mereka melakukan tugas. Pengaruhnya lebih didasarkan pada kekuatan ahli daripada kekuatan posisi atau pribadi. 4. Budaya Orang (People Culture). Individu adalah titik utama, perusahaan hanya ada untuk melayani individu yang ada dalam perusahaan. 25 2.1.2.5 Model-Model Budaya Perusahaan Eugene McKenna dan Nick Beech (2000:15) mengelompokan model budaya perusahaan sebagai berikut : 1. Artifacts Yaitu hal-hal yang dapat dilihat, didengar, dirasakan, jika sesorang berhubungan dengan sebuah kelompok baru dengan budaya yang tidak dikenalnya. Artifacts termasuk struktur organisasi dan proses yang tampak, seperti produk, jasa, dan tingkah laku anggota kelompok 2. Espoused Values Yaitu alasan-alasan tentang mengapa orang berkorban demi apa yang dikerjakan. Sebagian besar budaya perusahaan dapat melacak nilai-nilai yang didukung kembali kepenemu budaya. Meliputi strategi, sasaran, dan filosofi. 3. Basic Underlying Assumption Yaitu keyakinan yang dianggap sudah ada oleh anggota suatu perusahaan. Ketiga model dari budaya perusahaan ini jika dibuat bagan akan menjadi sebagai berikut : Artifacts Proses dan struktur organisasi yang jelas terlihat Esposed Values Strategi, tujuan, dan filosofi Basic Underlying Assumption Perasaan, pikiran, persepsi, dan keyakinan Sumber : Edgar Schein, Organizational Culture and Leadership (1992) Gambar 2.1 Hubungan 3 Model Budaya Perusahaan 26 2.1.2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Budaya Perusahaan Setiap tingkatan budaya memiliki tendensi alamiah untuk mempengaruhi tingkatan budaya yang lain. Hal ini jelas terlihat dari segi nilai panutan bersama yang mempengaruhi sikap dan perilaku kelompok maupun individu. Budaya perusahaan tidak muncul begitu saja dari suatu kehampaan. Ada beberapa yang dapat mempengaruhi terbentuknya budaya perusahaan seperti pada gambar 2.2 sebagai berikut : Tak Tampak Sulit Diubah Nilai-Nilai Yang Dimiliki Bersama Keyakinan dan tujuan penting yang Dimiliki bersama oleh kebanyakan orang Dalam Kelompok, yang cenderung membentuk Perilaku Kelompok, dan sering bertahan lama, walaupun Sudah terjadi perubahan dalam anggota kelompok. Norma Perilaku Kelompok Cara bertindak yang sudah lazim atau sudah Meresap yang ditemukan dalam satu Kelompok yang cenderung berperilaku Dengan cara mengajarkan praktik-praktik Dan juga nilai-nilai yang mereka anut bersama. Tampak Mudah Diubah Sumber : John P. Kotter dan James L. Hesket, Corporate Culture and Performance Gambar 2.2 Budaya Dalam Sebuah Perusahaan Mondy dan Noe yang dialih bahasakan oleh Djoko Santoso Moeljono (2005:23) mengemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya budaya perusahaan, yaitu : 27 1. Komunikasi Komunikasi yang efektif dalam perusahaan mempunyai dampak yang positif terhadap budaya perusahaan. Dengan komunikasi efektif, manajer dapat melakukan sosialisasi tujuan dan misi perusahaan, menyampaikan peraturan perusahaan, dan memberitahukan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan. Pola komunikasi yang terjadi dalam perusahaan menciptakan suatu pola tingkah laku karyawan dalam hubungan antara atasan dan bawahan, misalnya sejauhmana informasi dapat disebarkan dalam organisasi. 2. Motivasi Upaya-upaya manajemen memotivasi karyawannya juga membentuk budaya tersendiri dalam budaya perusahaan, apakah karyawan selalu dimotivasi oleh uang, bagaimana perusahaan memandang keras karyawan, atau sejauh mana perusahaan memperhatikan lingkungan kerja. Bagaimana perusahaan memotivasi karyawan untuk menunjukan bagaimana perusahaan memandang sumber daya manusia yang ada di perusahaan itu, yang selanjutnya akan mempengaruhi berbagai kebijakan sumber daya manusia. 3. Karakteristik Organisasi Karakter organisasi juga mempengaruhi budaya perusahaan, ukuran dan kompleksitas organisasi akan menentukan tingkat spesialisasi dan hubungan personal yang selanjutnya mempengaruhi tingkatan otoritas pengambilan keputusan, kebebasan tanggung jawab dan proses komunikasi yang terjadi. 28 4. Proses-Proses Administratif Proses-proses administratif meliputi proses pemberian penghargaan kepada karyawan yang berprestasi, toleransi terhadap konflik, dan kerja kelompok yang terjadi. Proses-proses ini akan mempengaruhi budaya, karena akan menunjukan individu yang bagaimana yang dipandang berhasil dalam perusahaan. Bagaimana perusahaan memandang prestasi karyawan, perusahaan memandang konflik, dan apakah perusahaan menekankan kerja kelompok atau individu. 5. Struktur Organisasi Struktur mungkin kaku atau fleksibel. Selain itu dalam organisasi mungkin pula terjadi sentralisasi dan konfirmasi tinggi ataupun rendah. Semuanya ini akan mempengaruhi budaya perusahaan. Dalam struktur yang kaku dan konfornitas yang tinggi, akan berlaku kebiasaan untuk menghindari sesuatu yang tidak pasti, dan segala sesuatunya harus dibuat dengan aturan tertulis. Dalam struktur yang fleksibel dan konfornitas yang tinggi, mungkin karyawan lebih dibiasakan untuk menghadapi ketidakpastian secara kreatif dan mandiri. 6. Gaya Manajemen Berkaitan dengan kepemimpinan, gaya manajemen juga mempengaruhi budaya perusahaan. Dalam hal ini bagaimana proses perencanaan, pengorganisasian, kegiatan memimpin, serta pengendalian, yang dilakukan akan mencerminkan gaya manajemen yang berlaku diperusahaan itu. 29 2.1.2.7 Unsur-Unsur Pembentuk Budaya Perusahaan Menurut Sudarmanto (2009:166) unsur budaya perusahaan meliputi dua hal, yakni yang tampak atau terlihat (visible artifacts) dan yang tidak tampak (invisible). Unsur budaya yang tampak mencakup segala hal yang dapat dilihat secara kasat mata, seperti cara orang berperilaku, berpakaian, berbicara, simbolsimbol, ritual, logo organisasi, figur-figur hero, dan lain-lain. Sedangkan unsur budaya yang tidak tampak adalah nilai-nilai, asumsi, filosofi, kepercayaan, proses berfikir yang pada hakekatnya akan mempengaruhi unsur visibel tadi. Budaya perusahaan dapat dibentuk, diciptakan dan direkayasa agar sinergis dengan cita-cita organisasi. Oleh karenanya, tugas pemimpin perusahaan adalah membangun budaya perusahaan yang sejalan dengan visi dan misi perusahaan. Budaya perusahaan muncul bukan dalam lingkungan yang hampa, akan tetapi budaya perusahaan dibentuk dan ditentukan oleh faktor-faktor internal dan juga faktor-faktor eksternal, seperti pada gambar 2.3 sebagai berikut : Budaya Perusahaan Kondisi ekonomi/teknologi Kondisi politik/hukum Nilai-nilai Latar belakang etika Budaya Masyarakat Kebiasaan Bahasa Agama Sikap Nilai diri Etika Asumsi Harapan - harapan Sumber :Kreitner and Kinicki, 2001:107 Gambar 2.3 Pengaruh Budaya Terhadap Budaya Perusahaan Budaya Perusahaan 30 Selain itu budaya suatu perusahaan dibangun dari kepercayaan yang dipegang teguh secara mendalam tentang bagaimana perusahaan seharusnya dijalankan atau beroperasi. Budaya merupakan sistem kerja perusahaan dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku. Unsur-unsur pembentuk budaya perusahaan yang dapat dilihat dalam gambar 2.4 sebagai berikut : LINGKUNGAN EKONOMI KEPENTINGAN PEMEGANG SAHAM UTAMA TUJUAN PERUSAHAAN BUDAYA PERUSAHAAN KEMATANGAN ORGANISASI KARAKTER KARYAWAN ETIKA DAN FALSAFAH Sumber : Perilaku dan Desain Organisasi, Barry Cusway, Gambar 2.4 Unsur-unsur Pembentuk Budaya Perusahaan 2.1.2.8 Elemen-Elemen Budaya Perusahaan Budaya perusahaan yang dibentuk dari faktor-faktor yang terkandung di dalam perusahaan sangat dipengaruhi oleh beberapa elemen kunci yang cukup dominan. Adapun elemen-elemen dari budaya perusahaan menurut Atmosoerapto (2001:71), yaitu : 31 1. Lingkungan usaha Lingkungan usaha yang dimaksud disini seperti pengaruh produk, pesaing, pelanggan, teknologi, pengaruh pemerintah dan sebagainya. 2. Nilai-nilai Elemen nilai ini merupakan konsep dasar dan kepercayaan dari suatu organisasi. Nilai-nilai disini menitikberatkan pada suatu keyakinan untuk mencapai suatu kasuksesan. 3. Kepahlawanan Elemen kepahlawanan sering dimanfaatkan untuk mengajak seluruh sumber daya manusia mengikuti nilai-nilai budaya yang dilakukan oleh orang-orang tertentu yang ditunjuk perusahaan sebagai tokoh panutan. 4. Upacara/Tatacara Suatu aktivitas yang bersifat ritual dan dilakukan secara rutin, Aktivitas ini tidak harus dilakukan secara besar-besaran bahkan kadang cukup dilakukan secara sederhana saja. Misalkan penyerahan penghargaan bagi karyawan. 5. Jaringan Kultural Elemen ini secara informal dapat dikatakan sebagai jaringan komunikasi di dalam perusahaan yang dapat dijadikan sebagai “pembawa dan penyebaran” nilai-nilai Budaya perusahaan. Elemen ini merupakan hierarki dari kekuatan yang tersembunyi di dalam organisasi, seperti : penyebar isu, gossip, sindikat mata-mata dan lain-lain, yang semuanya berada di dalam perusahaan. 32 2.1.2.9 Manfaat Budaya Perusahaan AB. Susanto (2002:19) mengemukakan manfaat yang diperoleh apabila budaya perusahaan itu dipahami dan dapat dilihat dari dua sisi yaitu : 1. Bagi Sumber Daya Manusia a. Memberikan arah atu pedoman berperilaku di dalam perusahaan. Dalam hal ini sumber daya manusia tidak dapat semena-mena bertindak atau berperilaku sekehendak hati, melainkan harus menyesuaikan diri dengan siapa dan dimana dia berada. b. Mempunyai kesamaan langkah dan visi di dalam melakukan tugas dan tanggungjawab, masing-masing individu dapat meningkatkan fungsinya dan mengembangkan tingkat interpedensi antar individu atau bagian yang saling melengkapi dalam kegiatan usaha perusahaan. c. Mendorong sumber daya manusia mencapai prestasi kerja atau produktivitas yang baik. Hal ini dapat dicapai apabila proses sosialisasi dapat dilakukan dengan tepat sasaran. d. Memiliki atau mengetahui secara pasti tentang karirnya di perusahaan sehingga mendorong mereka untuk konsisten dan tanggungjawab. 2. Bagi Perusahaan a. Sebagai salah satu unsur yang dapat menekan turn over karyawan ini dapat dicapai karena budaya perusahaan mendorong sumber daya manusia memutuskan untuk berkembang bersama perusahaan. b. Sebagai pedoman di dalam menentukan kebijakan yang berkenaan dengan ruang lingkup kegiatan intern perusahaan seperti tata tertib, administrasi, 33 hubungan antar bagian, penghargaan prestasi sumber daya manusia, penilaian kinerja, dan lain-lain. c. Untuk mengajukan kepada pihak eksternal tentang keberadaan perusahaan dan ciri-ciri khas yang dimiliki, ditengah-tengah perusahaan yang ada dimasyarakat. d. Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan (corporate planning) yang meliputi : 1. Pembentukan marketing plan. 2. Penentuan segmen pasar yang akan dikuasai. 3. Penentuan positioning perusahaan yang akan dikuasai. e. Dapat membuat program-program pengembangan usaha dan pengembangan sumber daya manusia dengan dukungan penuh dari seluruh jajaran sumber daya manusia yang ada. 2.1.2.10 Indikator Budaya Perusahaan Edgar. H. Schein (1992 : 87), mengemukakan beberapa indikator budaya perusahaan, diantaranya yaitu : 1. Hakikat Realitas dan Kebenaran Aspek ini menyangkut pandangan anggota-anggota perusahaan tentang kaidahkaidah linguistik dan keperilakuan yang menetapkan mana yang rill dan mana yang tidak, mana yang fakta, bagaimana kebenaran akhirnya ditentukan dan apakah kebenaran diungkapkan atau ditentukan. Terdapat tiga dimensi dari aspek ini yaitu : 34 a. External Physical Reality, kebenaran yang dapat diuji secara empiris atau objektif dan dapat dibuktikan secara fisik. Contohnya : dua orang berdebat tentang bagaimana sebuah gelas dipecahkan, maka mereka akan menggunakan cara dengan menggunakan palu untuk memecahkan gelas tersebut atau dengan cara membanting. b. Social Reality, bagaimana sebuah kelompok mendefinisikan diri mereka sendiri dan nilai yang dianut.Contohnya : banyak kelompok yang meyakini sebuah agama dan juga banyak kelompok budaya. c. Individual Reality, bagaimana sebuah kebenaran yang dianut seseorang berdasarkan pengalamannya sendiri. 2. Hakikat Waktu Aspek ini berkaitan dengan pandangan anggota perusahaan tentang orientasi dasar waktu. Terdapat tiga dimensi dari aspek ini. Pertama, dasar orientasi waktu yang menyangkut masa lalu, masa kini, dan masa mendatang. Kedua, waktu bersifat linier (monokronik), atau polikronik. Ketiga, planning time and development time (perencanaan waktu dan pengembangan waktu). a. Dasar Orientasi Waktu, didasarkan dari tingkat perusahaan yang berorientasi pada masa lampau, yang orientasinya lebih ke masa lampau agar dapat diterapkan kembali oleh perusahaannya. Sedangkan masa sekarang, lebih berorientasi bagaimana perusahaan mengerjakan tugas-tugas yang ada pada saat ini. Dan masa depan, perusahaan lebih berorientasi untuk melakukan riset-riset (R&D). 35 b. Monokronik dan Polikronik, Monokronik adalah tipe individu dimana individu tersebut melakukan satu pekerjaan pada satu waktu. Contohnya : seorang bawahan melakukan pekerjaannya sampai dengan selesai baru melakukan pekerjaan berikutnya. Sedangkan Polikronik adalah tipe individu yang dimana individu tersebut melakukan banyak pekerjaan dalam satu waktu. Contohnya : seorang bawahan mengerjakan tugas mengetik sambil mengbrol dengan rekan kerjanya. c. Planning Time and Development Time (Perencanaan Waktu dan Pengembangan Waktu), dijelaskan bahwa Planning Time (Perencanaan Waktu) adalah waktu yang ditentukan atau direncanakan untuk mencapai satu target, sedangkan Development Time (Pengembangan Waktu) adalah waktu alami dimana biasanya suatu target dicapai oleh perusahaan. 3. Hakikat Ruang Aspek ini berkaitan dengan pandangan anggota perusahaan mengenai aspek ruang. Terdapat tiga dimensi dalam aspek ini, yaitu : a. Ruang sebagai jarak dan penempatan, yaitu jarak antara formal dan informal, dan jarak antara sahabat-teman, serta jarak antara pertemuan dan hubungan dengan orang luar, b. Penggunaan ruang sebagai simbol, yang berkenaan dengan pandangan apakah ruang itu berfungsi sebagai status kekuasaan, atau untuk keakraban, atau berfungsi sangat pribadi. c. Ruang sebagai body language, adalah ruang yang dilihat dari cara bertindak, berkomunikasi, dan memberikan persepsi dalam suatu situasi. 36 4. Hakikat Sifat Manusia Aspek ini menyangkut pandangan segenap anggota perusahaan tentang apa yang dimaksuud dengan manusia yang kompleks, karena manusia selalu mengalami perubahan-perubahan yang didasari dari dua kondisi yaitu siklus hidup (perubahan motivasi saat seseorang bertambah dewasa) dan situasi. 5. Hakikat Kegiatan Manusia Aspek ini menyangkut pandangan semua angota perusahaan tentang hal-hal benar apa yang perlu dikerjakan oleh manusia atas dasar asumsi mengenai realitas, lingkungan, dan sifat manusia di atas. Dimensi dari aspek ini yaitu sikap mental manusia terhadap lingkungan. 6. Hakikat Hubungan Antar Manusia Aspek ini menyangkut pandangan manusia tentang apa yang dipandang sebagai cara yang benar bagi manusia untuk saling berhubungan. Dimensi dari aspek ini yaitu struktur hubungan manusiawi dan struktur hubungan perusahaan. 2.1.3 Lingkungan Kerja 2.1.3.1 Pengertian Lingkungan Kerja Kehidupan manusia tidak terlepas dari berbagai keadaan lingkungan sekitarnya, antara manusia dan lingkungan terdapat hubungan yang sangat erat. Dalam hal ini, manusia akan selalu berusaha untuk beradaptasi dengan berbagai keadaan lingkungan sekitarnya. Demikian pula halnya ketika melakukan pekerjaan, karyawan sebagai manusia tidak dapat dipisahkan dari berbagai 37 keadaan disekitar tempat mereka bekerja, yaitu lingkungan kerja. Selama melakukan pekerjaan, setiap karyawan akan berinteraksi dengan berbagai kondisi yang terdapat dalam lingkungan kerja Berikut adalah beberapa definisi lingkungan kerja yang dikemukakan oleh beberapa ahli : Menurut Komarudin (1983:231), menyatakan bahwa : “Lingkungan kerja adalah kehidupan sosial, psikologi, dan fisik dalam perusahaan yang berpengaruh terhadap pekerja dalam melaksanakan tugasnya”. Kehidupan sosial yang dimaksud berkenaan dengan keyakinan nilai-nilai, sikap, pandangan, pola atau gaya hidup di lingkungan sekitar serta interaksi antara orang-orang yang bekerja dalam suatu perusahaan baik itu interaksi antara atasan dengan bawahan maupun dengan rekan kerja. Kehidupan psikologis adalah interaksi perilaku-perilaku karyawan dalam suatu perusahaan dimana mereka bekerja. Setiap orang dalam suatu perusahaan membawa suatu harapan akan pemenuhan kebutuhan dan keinginan. Adanya kebutuhan dan keinginan itu mendorong mereka berperilaku untuk memuaskan kebutuhan dan keinginannya. Kehidupan fisik adalah interaksi antara karyawan dengan lingkungan tempat karyawan bekerja. Menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2005:105), menyatakan bahwa : 38 “Lingkungan kerja adalah semua aspek fisik kerja, psikologis kerja dan peraturan kerja yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan pencapaian produktivitas”. Menurut Supardi dalam Subroto (2005:23), menyatakan bahwa : “Lingkungan kerja merupakan keadaan sekitar tempat kerja baik secara fisik maupun non fisik yang dapat memberikan kesan yang menyenangkan, mengamankan, mententramkan, dan betah dalam bekerja”. Menurut Sedarmayanti (2001:1) menyatakan bahwa : “Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok”. Sedangkan menurut Alex S. Nitisemito (2000:183), menyatakan bahwa : “Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan”. Berdasarkan uraian definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli, maka dapat dilihat bahwa lingkungan kerja mempunyai peranan nyata dalam suatu kehidupan kerja manusia. Peranan lingkungan kerja yang baik adalah sebagai pendorong bagi karyawan sehingga mereka merasa nyaman dalam melakukan pekerjaannya, dapat lebih bersemangat, dan pada akhirnya dapat bekerja secara optimal, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa lingkungan kerja dalam suatu perusahaan mendapatkan perhatian yang lebih jauh lagi dibandingkan pada waktu-waktu terdahulu. Hal ini dapat terjadi karena seiring meningkatnya 39 standar hidup seseorang, maka ia akan cenderung menginginkan suasana yang memberikan dukungan dalam melaksanakan pekerjaannya. 2.1.3.2 Jenis Lingkungan Kerja A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2005:105), menyatakan bahwa ada beberapa jenis lingkungan kerja, yaitu : 1. Kondisi lingkungan kerja fisik yang meliputi : a. Faktor lingkungan tata ruang kerja Tata ruang kerja yang baik akan mendukung terciptanya hubungan kerja yang baik antara sesama karyawan maupun dengan atasan karena akan mempermudah mobilitas bagi karyawan untuk bertemu. Tata ruang yang tidak baik akan membuat ketidaknyamanan dalam bekerja sehingga menurunkan efektivitas kinerja karyawan. b. Faktor kebersihan dan kerapian ruang kerja Ruang kerja yang bersih, rapi, sehat dan aman akan menimbulkan rasa nyaman dalam bekerja. Hal ini akan meningkatkan gairah dan semangat kerja karyawan dan secara tidak langsung akan meningkatkan efektivitas kinerja karyawan. 2. Kondisi lingkungan kerja non fisik yang meliputi : a. Faktor lingkungan sosial Lingkungan sosial yang sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan adalah latar belakang keluarga, yaitu antara lain status keluarga, jumlah keluarga, tingkat kesejahteraan dan lain-lain. 40 b. Faktor status sosial Semakin tinggi jabatan seseorang semakin tinggi pula kewenangan dan keleluasaan dalam mengambil keputusan. c. Faktor hubungan kerja dalam perusahaan Hubungan kerja yang ada dalam perusahaan adalah hubungan kerja antara karyawan dengan karyawan dan antara karyawan dengan atasan. d. Faktor sistem informasi Hubungan kerja akan dapat berjalan dengan baik apabila ada komunikasi yang baik diantara anggota perusahaan. Dengan adanya komunikasi di lingkungan perusahaan maka anggota perusahaan akan berinteraksi, saling memahami, saling mengerti satu sama lain dapat menghilangkan perselisihan salah faham. 3. Kondisi psikologis dari lingkungan kerja yang meliputi : a. Rasa bosan Kebosanan kerja dapat disebabkan perasaan yang tidak enak, kurang bahagia, kurang istirahat dan perasaan lelah. b. Keletihan dalam bekerja Keletihan kerja terdiri atas dua macam yaitu keletihan kerja psikis dan keletihan psikologis yang dapat menyebabkan meningkatkan absensi, turn over, dan kecelakaan. 41 2.1.3.3 Indikator Lingkungan Kerja Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman dan nyaman sehingga dapat meningkatkan gairah kerja para karyawan. Berikut beberapa indikator yang diuraikan A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2005:105), yaitu : 1. Penerangan / cahaya di tempat kerja. Cahaya lampu sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja, karena jika cahaya lampu yang tidak memadai akan berpengaruh terhadap keterampilan karyawan yang dalam melaksanakan tugas-tugasnya banyak mengalami kesalahan yang pada akhirnya pengerjaannya kurang efisien sehingga tujuan perusahaan sulit untuk dicapai. 2. Temperatur / suhu udara di tempat kerja. Setiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur yang berbeda. Manusia selalu mempertahankan tubuhnya dalam keadaan normal, dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya. Manusia dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar jika perubahan temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin, dari keadaan normal tubuh. 42 3. Kelembaban di tempat kerja. Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara, biasanya dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur udara. Jika keadaan dengan temperatur udara sangat panas dan kelembaban tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar, karena sistem. Selain itu, semakin cepatnya denyut jantung diakibatkan aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen, dan tubuh manusia akan selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antara panas tubuh dengan suhu disekitarnya. 4. Sirkulasi udara di tempat kerja. Udara disekitar dikatakan kotor apabila kadar oksigen dalam udara tersebut telah berkurang dan telah bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidup, yaitu proses metabolisme. Dengan cukupnya oksigen di sekitar tempat kerja, maka akan memberikan kesejukan dan kesegaran pada jasmani, sumber utamanya adalah tanaman di sekitar tempat kerja, karena tanaman merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan oleh manusia. Dengan terciptanya rasa sejuk dan segar selama bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja. 5. Kebisingan di tempat kerja. Kebisingan merupakan suatu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga, karena jika dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat mengganggu 43 ketenangan dalam bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan kesalahan dalam berkomunikasi. Bahkan menurut penelitian, kebisingan serius dapat menyebabkan kematian. Kriteria pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien. 6. Tata warna di tempat kerja. Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan sebaik mungkin, karena pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan dekorasi. Hal ini dapat dimaklumi karena pengaruh warna mempunyai pengaruh besar terhadap perasaan. Di bawah ini terdapat daftar beberapa warna yang dapat mempengaruhi perasaan manusia. Tabel 2.1 Daftar Warna dan Pengaruhnya WARNA SIFAT PENGARUH 1. Merah Dinamis, merangsang dan Menimbulkan semangat panas. kerja. 2. Kuning Keanggunan, bebas dan Menimbulkan rasa hangat. gembira dan merangsang urat syaraf mata. 3. Biru Terang, tentram, dan sejuk. Mengurangi tekanan atau ketegangan. Sumber : Ircham Machfoedz dan Eko Suryani, 2007 7. Dekorasi di tempat kerja. Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hiasan ruang kerja saja, akan tetapi berkaitan 44 juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya untuk bekerja. 8. Musik di tempat kerja. Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana, waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan untuk bekerja. Oleh karena itu, lagu-lagu perlu dipilih dengan selektif untuk dikumandangkan di tempat kerja. 9. Keamanan di tempat kerja. Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan aman, maka perlu diperhatikan adanya keamanan dalam bekerja. Oleh karena itu faktor kemanan perlu diwujudkkan keberadaannya. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan di tempat kerja adalah dengan memanfaatkan tenaga Satuan Petugas Keamanann (SATPAM). 2.1.4 Kepuasan Kerja Karyawan 2.1.4.1 Pengertian Kepuasan Kerja Karyawan Kepuasan kerja merupakan hal yang sangat penting yang harus dimiliki oleh seseorang dalam bekerja. Kepuasan kerja memiliki sifat yang dinamis, dalam arti bahwa rasa puas itu bukan keadaan yang tetap karena dapat dipengaruhi dan diubah oleh kekuatan-kekuatan baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja. Kepuasan kerja dapat menurun secepat kepuasan kerja itu timbul, sehingga hal ini mengaharuskan para pemimpin perusahaan untuk lebih memperhatikannya. 45 Kepuasan kerja (Job Satisfaction) dapat juga disebut dengan istilah Employee Morale Contentment, atau Happiness (Gibson, Ivancevich dan Donnelly, 2000:290). Namun pada umuumnya istilah kepuasan kerja yang sering digunakan. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai pengertian kepuasan kerja, berikut dikemukakan beberapa definisi kepuasan kerja menurut beberapa ahli, antara lain : Menurut Robbins (2006:103), menyatakan bahwa : “Kepuasan itu terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu sudah terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan dikaitkan dengan karyawan, merupakan sikap umum yang dimiliki oleh karyawan yang erat kaitannya dengan imbalan-imbalan yang mereka yakini akan mereka terima setelah melakukan sebuah pengorbanan”. Menurut Malayu S.P Hasibuan (2007:202), menyatakan bahwa : “Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja”. Menurut Gibson (2003:105), menyatakan bahwa : “Job satisfaction is the attitude that workers have about their jobs. It result from their perceptions of the job”. Artinya : “Kepuasan kerja adalah tentang perilaku para pekerja tentang pekerjaan mereka. Yang dihasilkan dari persepsi tentang pekerjaan-pekerjaannya”. Menurut Gibson, Ivancevich dan Donnelly (2003:150), menyatakan bahwa: 46 “Kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang dimiliki individu mengenai pekerjaannya, hal ini dihasilkan dari persepsi mereka terhadap pekerjaannya yang didasarkan pada faktor lingkungan kerja, seperti gaya penyelia, kebijakan dan prosedur, afiliasi kelompok kerja, kondisi kerja dan tunjangan”. Sedangkan menurut Veithzal Rivai (2009:856), menyatakan bahwa : “Kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja”. Dari beberapa definisi para ahli yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap atau perilaku yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dari pekerjaan-pekerjaan yang mereka kerjakan. Hal tersebut merupakan hasil dari persepsi mereka tentang pekerjaan yang erat kaitannya dengan imbalan-imbalan yang mereka yakini akan mereka terima setelah melakukan sebuah pengorbanan. 2.1.4.2 Teori-teori Kepuasan Kerja Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaannya. Wibowo (2008:301-302), menyatakan bahwa terdapat dua teori kepuasan kerja, yaitu : 1. Two-Factor Theory. Teori dua faktor merupakan teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa satisfaction (kepuasan) dan dissatisfaction (ketidakpuasan) merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda, yaitu motivators dan hygiene factors. Pada umumnya orang mengharapkan bahwa faktor tertentu memberikan 47 kepuasan apabila tersedia dan menimbulkan ketidakpuasan apabila tidak ada. Pada teori ini, ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi disekitar pekerjaan (seperti kondisi kerja, pengupahan, keamanan, kualitas pengawasan, dan hubungan dengan orang lain, dan bukan dengan pekerjaan itu sendiri). Karena faktor ini mencegah reaksi negative, yang dinamakan sebagai hygiene atau maintenance factors. Sebaliknya, kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung, seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi, dan kesempatan untuk pengembangan diri dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi, yang dinamakan motivators. 2. Value Theory. Menurut konsep teori ini, kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil pekerjaan diterima individu. Semakin banyak orang menerima hasil, maka akan semakin puas. Semakin sedikit mereka menerima hasil, maka akan kurang puas. Value Theory memfokuskan pada hasil manapun yang menilai orang tanpa memperhatikan siapa mereka. Kunci menuju kepuasan dalam pendekatan ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dan diinginkan seseorang. Semakin besar perbedaan maka akan semakin rendah kepuasan seseorang. Dengan menekankan pada nilai-nilai, teori ini menganjurkan bahwa kepuasan kerja dapat diperoleh dari banyak faktor. Oleh karena itu, cara yang efektif untuk memuaskan pekerja adalah dengan menemukan apa yang mereka inginkan dan apabila mungkin memberikannya. 48 2.1.4.3 Faktor-Faktor yang terdapat dalam Kepuasan Kerja Menurut Fred Luthans (2002:231-232), ada enam faktor dalam kepuasan kerja pada karyawan, yaitu : 1. Pekerjaan itu sendiri (The Work it Self), dimana suatu pekerjaan-pekerjaan dapat menyediakan tugas-tugas yang menarik bagi individual itu sendiri. Hal yang menarik dari individu terhadap pekerjaan-pekerjaannya merupakan sumber utama dari kepuasan kerja. Elemen utamanya adalah : a. Autonomy, yaitu tingkat dimana pekerjaan memberikan kebebasan atau kemandirian serta keleluasaan bagi karyawan dalam menjadwalkan pekerjaannya dan menentukan prosedur yang digunakan dalam menyelesaikan pekerjaannya tersebut. b. Feedback, yaitu tingkat dimana dalam menyelesaikan aktivitas-aktivitas kerja yang dituntut oleh pekerjaan memberikan konsekuensinya pada pekerjaan guna memperoleh informasi langsung dan jelas mengenai aktivitas pekerjaan tersebut. 2. Upah (Pay), yaitu suatu balas jasa yang diterima karyawan dalam bentuk finansial atas pekerjaan yang telah mereka lakukan. 3. Peluang Promosi (Promotion Opportunities), yaitu peluang untuk mengalami peningkatan dalam hierarki. Kesempatan promosi tampaknya memiliki berbagai pengaruh terhadap kepuasan kerja, ini dikarenakan promosi memiliki bentuk-bentuk yang berbeda, didampingi dengan imbalan-imbalan yang mendampinginya. Contoh : individu-individu yang dipromosikan atas lamanya bekerja seringkali menerima kepuasan kerja yang akan tetapi tidak sebanyak 49 kepuasan yang diterima jika dipromosikan atas dasar kinerja. Demikian suatu promosi dengan 10% kenaikan gaji tidak sama puasnya dengan kenaikan gaji 20%. Perbedaan ini menjelaskan mengapa promosi-promosi eksekutif lebih memuaskan daripada yang ada di level bawah. 4. Pengawasan (Supervision), yaitu hal yang cukup mempengaruhi dari kepuasan kerja. Kemampuan dari supervisor untuk menyediakan bantuan teknik dan dukungan. Hal tersebut dapat berupa dari adanya pengawasan yang langsung dilakukan oleh seorang atasan terhadap bawahannya. 5. Kelompok Kerja (Work Group), yaitu pada dasarnya kelompok kerja akan memiliki efek terhadap kepuasan kerja. Keramahan dari teman kerja yang kooperatif merupakan sumber yang sederhana terhadap kepuasan kerja untuk satu individu karyawan. Kelompok kerja berfungsi sebagai sumber dukungan kenyamanan, saran, nasihat, dan bantuan-bantuan terhadap satu individu pekerja. Kelompok kerja yang baik membuat pekerjaan lebih menyenangkan. Akan tetapi, faktor ini tidaklah terlalu penting terhadap kepuasan kerja. Dilain pihak, jika kondisi sebaliknya terjadi ketika orang-orang tidak akrab, maka faktor ini memiliki efek negatif terhadap kepuasan kerja. 6. Kondisi Kerja (Working Condition), yaitu kondisi kerja memiliki efek yang sederhana terhadap kepuasan kerja, jika kondisi kerjanya baik (bersih, dan memiliki lingkungan yang menarik), maka para karyawan akan menemukan bahwa sangat mudah untuk melakukan pekerjaan mereka, tetapi jika kondisi kerja yang buruk (panas, lingkungan yang berisik), maka para karyawan akan merasakan sangat sulit untuk melakukan pekerjaan. Dalam kata lain pengaruh 50 kondisi kerja terhadap kepuasan kerja, sama dengan kelompok kerja. Jika kondisinya baik maka tidak akan terdapat masalah, tetapi jika kondisinya buruk, maka akan terdapat masalah kepuasan kerja. Sedangkan Malayu S.P Hasibuan (2007:203), mengemukakan faktorfaktor yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu : 1. Balas jasa yang adil dan layak. 2. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian. 3. Berat ringannya pekerjaan. 4. Suasana dan lingkungan pekerjaan. 5. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan. 6. Sikap pemimpin dalam kepemimpinannya. 7. Sifat pekerjaan monoton atau tidak. 2.1.4.4 Hal-hal yang Berpengaruh Pada Kepuasan Kerja Menurut Robbins (2006:105-107), hal-hal yang berpengaruh pada kepuasan kerja yaitu : 1. Kepuasan dan Produktivitas Pada penelitian disimpulkan bahwa pada level individu ditemukan produktivitas yang memungkinkan untuk membuahkan kepuasan. Dapat dilihat dari level individu ke level perusahaan, dilihat dari data kepuasan dan produktivitas dikumpulkan pada perusahaan secara keseluruhan, bukannya pada level individu, ditemukan bahwa perusahaan yang mempunyai lebih banyak karyawan yang merasa puas cenderung lebih efektif daripada 51 perusahaan yang mempunyai sedikit karyawan yang puas. Oleh karena itu, tidak dapat dinyatakan bahwa pekerja yang lebih bahagia adalah lebih produktif, tetapi yang benar adalah bahwa perusahaan yang bahagia adalah lebih produktif. 2. Kepuasan dan Keabsenan Bahwa kepuasan dan keabsenan memiliki hubungan yang negatif, tetapi hubungan tersebut umumnya kurang dari 40%. Dikatakan juga bahwa karyawan yang tidak puas, berkemungkinan lebih besar absen dari pekerjaannya, faktor-faktor lain mempunyai dampak pada hubungan tersebut dan mengurangi koefisien hubungan tersebut. 3. Kepuasan dan Pengunduran Diri Kepuasan juga berkorelasi negatif dengan pengunduran diri, namun hubungan tersebut lebih kuat dari apa yang ditemukan pada keabsenan. Melayu S.P Hasibuan (2007:202-203) juga mengemukakan hal-hal yang berpengaruh pada kepuasan kerja, diantaranya ada empat faktor yaitu : 1. Kepuasan Kerja dan Kedisiplinan Kepuasan kerja mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan, artinya jika kepuasan diperoleh dari pekerjaan mereka, maka kedisiplinan karyawan baik, sebaliknya jika kepuasan kerja kurang tercapai dari pekerjaannya maka kedisiplinan karyawan menjadi rendah. 52 2. Kepuasan Kerja dan Umur Karyawan Umur karyawan mempengaruhi kepuasan kerja. Karyawan yang masih muda, tuntutan kepuasan kerjanya masih tinggi. Sedangkan karyawan tua, tuntutan kepuasan kerjanya relatif rendah. 3. Kepuasan Kerja dan Perusahaan Suatu perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, hal tersebut dikarenakan besar kecilnya perusahaan mempengaruhi karyawan. Semakin besar perusahaan maka kepuasan kerja karyawan akan menurun dikarenakan peranan mereka semakin kecil untuk mewujudkan tujuan. Sedangkan pada perusahaan kecil, kepuasan kerja karyawan akan semakin besar karena peranan mereka semakin besar dalam mewujudkan tujuan. 4. Kepuasan Kerja dan Kepemimpinan Kepuasan kerja karyawan banyak dipengaruhi sikap pimpinan dalam kepemimpinannya. Kepemimpinan partisipasi memberikan kepuasan kerja bagi karyawan, karena karyawan ikut aktif dalam memberikan pendapatnya untuk menentukan kebijaksanaan perusahaan. Sedangkan kepemimpinan yang otoriter akan mengakibatkan kepuasan kerja karyawan menjadi rendah. 2.1.4.5 Penyebab Kepuasan Kerja Menurut Kreitner dan Kinicki (2001:225) terdapat lima penyebab kepuasan kerja, diantaranya yaitu : 53 1. Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment). Bahwa kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan yang memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya. 2. Perbedaan (Discrepancies). Bahwa kepuasan merupakan suatu hasil untuk memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan. Apabila harapan lebih besar daripada apa yang diterima, orang akan tidak puas, sebaliknya diperkirakan individu akan puas apabila mereka menerima manfaat di atas harapan. 3. Pencapaian Nilai (Value Attainment). Gagasan Value Attainment adalah bahwa kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan yang memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting. 4. Keadilan (Equity). Bahwa kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. Kepuasan merupakan hasil persepsi orang bahwa perbandingan antara hasil kerja dan inputnya relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan perbandingan antara keluaran dan masukkan pekerjaan lain. 5. Komponen Genetik (Dispositional / genetic components). Beberapa rekan kerja atau teman tampak puas terhadap variasi lingkungan kerja, sedangkan lainnya kelihatan tidak puas. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik, hal tersebut menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai 54 arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik lingkungan pekerjaan. 2.1.4.6 Indikator Kepuasan Kerja Menurut A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2005:117), variabel-variabel yang dapat menjadi alat ukur kepuasan kerja diantaranya sebagai berikut : 1. Turn over Kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan dengan turn over karyawan yang rendah, sedangkan karyawan yang kurang puas biasanya turn over-nya lebih tinggi. 2. Tingkat ketidakhadiran kerja (absen) Karyawan yang kurang puas cenderung tingkat kehadirannya tinggi, mereka sering tidak hadir dengan alasan yang tidak logis dan subjektif. 3. Umur Ada kecenderungan karyawan yang lebih tua merasa puas dari pada karyawan yang lebih muda. Hal ini diasumsikan bahwa karyawan yang lebih tua berpengalaman menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan. Sedangkan karyawan yang lebih muda biasanya mempunyai harapan yang ideal tentang dunia kerjanya, sehingga apabila antara harapan dan realita mengalami suatu kesenjangan maka dapat menyebabkan ketidakpuasan. 4. Tingkat pekerjaan Karyawan-karyawan yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi cenderung lebih puas daripada karyawan yang menduduki tingkat pekerjaan 55 yang lebih rendah. Karyawan-karyawan yang tingkat pekerjaannya lebih tinggi menunjukan kemampuan kerja yang baik dan aktif dalam mengemukakan ideide kreatif dalam bekerja. 5. Ukuran perusahaan Ukuran organisasi perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Hal ini karena besar kecil suatu perusahaan berhubungan dengan koordinasi dan partisipasi pegawai. 2.1.4.7 Pengukuran Kepuasan Kerja Menurut Robbins (2003:73) terdapat dua macam pendekatan yang secara luas dipergunakan untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut : 1. Single Global Rating Yaitu tidak lain dengan minta individu merespon atas satu pertanyaan seperti : dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puas anda dengan pekerjaan anda? Responden menjawab antara “Highly Satisfied” dan “Highly Dissatisfied”. 2. Summation Score lebih canggih Mengidentifikasi elemen kunci dalam pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang masing-masing elemen. Faktor spesifik yang diperhitungkan adalah sifat pekerjaan, supervisor, upah sekarang, kesempatan promosi dan hubungan dengan kondisi kerja. 56 Sedangkan Greenberg dan Baron (2003:151), menunjukkan adanya tiga cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut : 1. Rating Scales dan Kuesioner Rating scales dan kuesioner merupakan pendekatan pengukuran kepuasan kerja yang paling umum dipakai dengan menggunakan kuesioner dimana rating scales secara khusus disiapkan. Dengan menggunakan metode ini, orang menjawab pertanyaan yang memungkinkan mereka melaporkan reaksi mereka pada pekerjaan mereka. 2. Critical Incidents Disini individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka yang mereka rasakan terutama memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka dipelajari untuk mengungkap tema yang mendasari. Sebagai contoh misalnya apabila banyak pekerja menyebutkan situasi di pekerjaan dimana mereka diperlakukan kasar oleh supervisor atau apabila pekerja memuji supervisor atas sensitifitas yang ditunjukkan pada masa yang sulit, gaya pengawasan memainkan peranan penting dalam kepuasan kerja mereka. 3. Interviews Interview merupakan prosedur pengukuran kepuasan kerja dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja. Dengan menanyakan secara langsung tentang sikap mereka, sering mungkin mengembangkan lebih mendalam dengan menggunakan kuesioner yang sangat terstruktur. Dengan mengajukan pertanyaan secara berhati-hati kepada pekerja dan mencatat jawabannya secara sistematis, hubungan pekerjaan dengan sikap dapat dipelajari. 57 2.1.5 Studi Penelitian Sebelumnya Selain dari kajian pustaka yang berasal dari buku-buku yang telah dijabarkkan di atas, penelitian ini juga mengambil beberapa jurnal internasional yang terkait dengan budaya perusahaan serta kepuasan kerja untuk dipergunakan sebagai referensi dalam penelitian ini. Penjelasan dari jurnal ini akan dikemukakan pada tabel 2.2 di bawah ini : Tabel 2.2 Jurnal Internasional Pengarang Judul Jurnal Pembahasan Daulatram B. Lund, Organizational Culture Penelitian ini menjelaskan 2003 and Job Satisfaction tentang pengaruh budaya perusahaan terhadap kepuasan kerja. Penelitian ini menjelaskan tentang dampak dari tipe budaya perusahaan terhadap kepuasan kerja dalam survei dari professional-profesional marketing dalam seksi silang dalam perusahaan di US. Penelitian ini menjelaskan bahwa model penelitian ini menggunakan model dari clan, adhocracy, hierarchy, dan market yang dipandang sebagai kerangka konseptual untuk analisis. Penelitian ini menjelaskan bahwa kepuasan kerja bervariasi secara signifikan dalam tipe-tipe budaya perusahaan dan menimbulkan kesejajaran dalam tipe-tipe budaya di garis akhir vertical continue yang menjangkau dari proses-proses organik sampai proses-proses yang bersifat mekanik. Penelitian ini menjelaskan bahwa kebutuhan data untuk 58 penelitian terhadap tipe-tipe budaya perusahaan begitu pula dengan kepuasan kerja akan sangat diperlukan. Tipe-tipe budaya ini digunakan dalam penelitian yang banyak literatur lainnya. Penelitian ini menjelaskan dengan mengetahui budaya dominan dari suatu perusahaan dapat membantu pihak manajemen untuk menilai kekuatan dan batas-batas strategi mereka. Penelitian ini menjelaskan bahwa merger dan akuisisi telah berkembang dalam satu dekade terakhir namun, sukses dalam aktivitas-aktivitas seperti itu bergantung tidak hanya pada sinergi ekonomi akan tetapi juga kecocokan budaya dalam kasus merger. Penelitian ini menjelaskan hubungan antara budaya perusahaan dengan kepuasan kerja karyawan untuk mempertahankan keuntungan kompetitif perusahaan perlu merawat hubungan-hubungan antar karyawannya. Andrew 1992 Brown, Organizational Culture Penelitian ini menjelaskan : The Key To Effective bahwa kepemimpinan bukan Leadership and hanya aktivitas yang rasional Organizational ataupun teknikal dan Development perusahaan tidak dapat didesain semata-mata mengikuti cara ilmiah. Penelitian ini mengungkapkan tentang perbedaan antara pendekatan tradisional dan budaya untuk manajemen perusahaan. 59 Colin 2004 Penelitian ini mengungkapkan tentang pengertian dari budaya perusahaan dibagi menjadi tiga level yaitu basic assumption, values and belief, and artifacts. Yang diadaptasi dari pengertian Schein (1992). Penelitian ini mengungkapkan bahwa kepemimpinan yang efektif dan desain atau bentuk yang dapat dipekerjakan dan program-program pengembangan harus didasarkan terhadap sensitivitas dan pengertian terhadap budaya. Penelitian ini mengungkapkan perusahaan adalah budaya yang dapat dikelola oleh adat budaya dan simbol-simbol. Penelitian ini mengungkapkan suatu tindakan pria atau wanita dapat membuat perbedaan terhadap suatu perusahaan karena artifact dan aksi simbolik dan cerita-cerita mempengaruhi setiap orang. Penelitian ini mengungkapkan bahwa program pengembangan perusahaan harus didesain untuk sensitifitas budaya dan juga cukup kuat sebagai simbol untuk mewakili budaya yang ada di tempat tersebut. Penelitian ini mengungkapkan pemimpin dapat belajar melalui contoh-contoh yang diungkapkan disini dan pengalaman mereka sendiri serta menggunakannya untuk membimbing pendekatan mereka untuk mengolah budaya perusahaan. Silverthone, The Impact Of Penelitian ini menjelaskan organizational Culture tentang konsep yang 60 and PersonOrganization fit on Organizational Commitment and Job Satisfaction in Taiwan berhubungan dengan budaya perusahaan, kesesuaian antara organisasinya, dengan kesuksesan organisasional. Penelitian ini menghasilkan dari studi yang dilaksanakan di Taiwan mengindikasikan bahwa PO (Person Organization) merupakan elemen kunci dalam tingkat kepuasan kerja dalam pengalaman karyawan dan juga dalam tingkat komitmen organisasional baik itu diukur oleh suatu instrumen atau ratarata keluar masuknya karyawan. Penelitian ini menjelaskan bahwa budaya perusahaan diukur dari tiga perbedaan besar yang menjelaskan budaya perusahaan birokrasi, inovasi dan suportifitas. Dari tiga level tersebut, umumnya ada satu yang lebih dominan. Penelitian ini menjelaskan analisis data menghasilkan yang sangat salah tetapi lebih mengarah ke komitmen organisasional. Budaya birokrasi perusahaan mempunyai tingkat komitmen yang rendah. Sementara budaya inovasi perusahaan memiliki level menengah terhadap level komitmen, dan budaya suportif menunjukkan hasil terhadap komitmen karyawan. Penelitian ini menghasilkan hal yang mengindikasi bahwa kesesuaian yang baik merupakan variabel yang sangat kuat di dalam perusahaan dan memiliki dampak positif terhadap komitmen organisasional dan 61 memiliki dampak negatif terhadap keluar masuknya karyawan. Alf Crossman dan Job Satisfaction and Penelitian ini menjelaskan Bassem Abou-Zaki, Employee Performance hubungan antara kepuasan 2003 of Lebanese Banking kerja, segi individual, variabel Staff. sosial demografis, dan kinerja kerja di sektor perbankan komersil di Lebanese. Penelitian ini bertujuan untuk meluaskan agenda penelitian secara umum dan untuk membangun Libanon. Penelitian ini bertujuan tentang kepuasan kerja dan dampaknya dari demografik seperti usia, jenis kelamin, masa jabatan, dan pendidikan. Penelitian ini menjelaskan bahwa karyawan wanita lebih puas dengan menggunakan gaji dibandingkan karyawan pria. Hal ini terjadi dikarenakan wanita mengharapkan sedikit daripada pekerjaannya sehingga mereka lebih mudah puas. Dilain pihak karyawan pria secara signifikan lebih terpuaskan dengan adanya supervisi daripada karyawan wanita. Hal tersebut disebabkan karena karyawan pria lebih menghargai kesempatankesempatan untuk mengekspresikan diri dan berpengaruh dalam pembuatan keputusan yang penting. Darwish A, Yousef, Satisfaction with Job Penelitian ini menjelaskan 1997 Security as a Predictor peranan dari kepuasan terhadap of Organizational keamanan kerja dalam Commitment and Job memprediksi komitmen Performance in a organisasional dan kinerja kerja Muticultural dalam lingkungan budaya non Environment. 62 barat. Penelitian ini bertujuan untuk memastikan faktor-faktor yang membuat banyak variasi-variasi tentang kepuasan terhadap keamanan kerja karyawan. Penelitian ini mengungkapkan hasil empiris yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan korelasi yang positif, meskipun tiidak terlalu kuat antara kepuasan terhadap keamanan kerja dan komitmen organisasional begitu pula kepuasan dan keamanan kerja terhadap kinerja karyawan. 2.1.6 Pengaruh Budaya Perusahaan dan Lingkungan Kerja terhadap Kepuasan Kerja Karyawan. Budaya perusahaan merupakan suatu ciri khas dari suatu perusahaan yang mencakup sekumpulan nilai-nilai kepercayaan yang membantu karyawan untuk mengetahui tindakan apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan yang berhubungan dengan struktur formal dan informal dalam lingkungan perusahaan. Selain itu, budaya perusahaan juga merupakan suatu kekuatan tak terlihat yang mempengaruhi pemikiran, persepsi, dan tindakan manusia yang bekerja di dalam perusahaan, yang menentukan dan mengharapkan bagaimana cara mereka bekerja sehari-hari dan membuat mereka lebih senang dalam menjalankan tugasnya. Sebagaimana diungkapkan oleh Djoko Santoso Moeljono (2005:95), yaitu: “Budaya perusahaan adalah peramuan berpola top-middle-bottom, kemudian disemaikan ke setiap sel organisasi, dan menjadi nilai-nilai kehidupan bersama, yang dapat muncul dalam bentuk perilaku formal dan informal”. 63 Sedangkan menurut AB. Susanto, (2002:20), menyatakan bahwa : “Budaya perusahaan dapat mempunyai dampak signifikan terhadap ekonomi perusahaan memiliki dan mengetahui secara pasti tentang karirnya di perusahaan sehingga mendorong karyawan semangat dalam bekerja dan konsisten dengan tugas dan tanggungjawab”. Dengan adanya budaya perusahaan akan memudahkan karyawan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan perusahaan dan membantu karyawan untuk mengetahui tindakan apa yang seharusnya dilakukan sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam perusahaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut sehingga pedoman karyawan untuk berperilaku yang dapat dijalankan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Selain itu, lingkungan kerja menjadi faktor yang harus menjadi perhatian pihak perusahaan untuk dapat mencapai kepuasan kerja karyawan. Lingkungan kerja merupakan suatu alat ukur yang akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Lingkungan kerja yang menyenangkan bagi karyawan melalui peningkatan hubungan kerja yang harmonis baik dengan atasan, rekan kerja, maupun bawahan, serta didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai yang ada di tempat bekerja. Hal tersebut akan membawa dampak yang positif bagi semua karyawan. Sehingga kepuasan kerja karyawan akan terlihat dengan baik karena segala pekerjaan diselesaikan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan bersama. A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2005:120), berpendapat bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, yaitu faktor yang ada pada diri karyawan dan faktor pekerjaannya. Faktor-faktor yang ada pada diri karyawan antara lain kecerdasan, kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, 64 pendidikan, pengalaman kerja. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yang berasal dari pekerjaannya antara lain jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat, kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi, interaksi sosial dan hubungan kerja. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik (lingkungan kerja). Lingkungan kerja yang baik diciptakan oleh perusahaan akan sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup dari perusahaan, karena tidak jarang terjadi suatu perusahaan gulung tikar karena faktor lingkungan kerja karyawannya tidak terperhatikan dengan baik. Dengan adanya lingkungan kerja yang kondusif yang diciptakan oleh karyawan dan perusahaan akan mendorong efektivitas dari perusahaan tersebut di dalam menjalankan roda organisasinya. Untuk itu budaya perusahaan dan lingkungan kerja sebagai dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan sebaiknya dilakukan dengan baik, karena kedua hal ini akan sangat menentukan, baik itu untuk karyawan ataupun untuk perusahaan, karena jika kedua hal ini mendapat perhatian dari perusahaan maka keuntungan yang akan diperoleh berupa pencapaian tujuan perusahaan dan bagi karyawan akan memacu dirinya untuk lebih giat dan bekerja lebih produktif. Malayu S.P Hasibuan (2007:203), menyatakan bahwa: “Suatu perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan hal tersebut dikarenakan besar kecilnya perusahaan mempengaruhi karyawan. Semakin besar perusahaan, maka kepuasan kerja karyawan akan menurun dikarenakan peranan mereka semakin kecil untuk mewujudkan tujuan. Sedangkan pada perusahaan kecil, kepuasan kerja karyawan akan semakin besar, Karena peranan mereka semakin besar dalam mewujudkan tujuan”. 65 2.2 Kerangka Pemikiran Diyakini oleh banyak perusahaan, kepuasan kerja menunjukan kesesuaian antara harapan yang timbul dan imbalan yang karyawan peroleh dikaitkan dengan keadilan, komitmen psikologis dan motivasi yang dapat membawa pengaruh positif bagi perusahaan. Banyak keuntungan-keuntungan yang diperoleh perusahaan bila kepuasan kerja karyawan diperhatikan. Sebaliknya, tidak sedikit kerugian yang dapat ditimbulkan oleh karyawan terhadap perusahaan bila mereka merasa tidak puas. Oleh sebab itu, kepuasan kerja memegang peranan penting dalam pembentukan perilaku karyawan dalam menjalankan pekerjaan serta tugas sehari-hari yang akhirnya berpengaruh pada pencapaian tujuan perusahaan. Dalam menciptakan kepuasan kerja bagi karyawan, perusahaan hendaknya tidak saja mengutamakan pendapat dan kepentingan perusahaan saja, tetapi perusahaan harus mau mendengarkan masukan serta keluhan-keluhan karyawan, sehingga perusahaan dapat menciptakan kepuasan kerja yang benar-benar memuaskan karyawannya. Perusahaan juga harus menyadari bahwa kepuasan kerja karyawan juga merupakan social responsibility perusahaan terhadap kepentingan karyawan. Banyak faktor yang menjadi tolak ukur perusahaan dalam pemenuhan kepuasan kerja karyawannya, salah satu faktor tersebut adalah budaya perusahaan. Budaya perusahaan memberikan pengaruh terhadap pembentukan pribadi individu yang berada di lingkungan perusahaan. Sebagai contoh : suatu perusahaan yang menerapkan budaya disiplin, maka individu-individu yang berada di perusahaan tersebut akan dengan sendirinya menjadi pribadi yang disiplin. 66 (www.portalhr.com). Begitu pula dalam lingkungan kerja suatu perusahaan yang menerapkan budaya perusahaan, karena budaya perusahaan merupakan hal yang penting dalam suatu perusahaan. Dengan adanya budaya perusahaan, dapat mempengaruhi karyawan untuk menimbulkan komitmen karyawan, kinerja karyawan dan kepuasan kerja karyawan. Penelitian dari Frederick W.S (2007:3) mengemukakan bahwa : “Kepuasan kerja mempunyai hubungan dengan budaya perusahaan, walaupun budaya tersebut tidak terlalu kuat tetapi dengan adanya kepuasan kerja, karyawan dapat bahagia dan nyaman saat melakukan pekerjaannya. Dilihat dari budaya perusahaan yang ideal atau baik, maka akan membuat karyawan bekerja dengan baik”. Selain budaya perusahaan, faktor selanjutnya yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan adalah lingkungan kerja. Suatu kondisi kerja yang baik mempunyai dampak yang cukup besar terhadap kepuasan kerja karyawan. Jika kondisi kerja baik (contoh : ruangan yang bersih), maka karyawan akan lebih mudah dalam melaksanakan pekerjaannya. Perusahaan harus menyadari bahwa kepuasan kerja karyawan itu tidak bersifat langgeng. Dengan demikian bila perusahaan sungguh-sungguh memperhatikan kondisi dan suasana lingkungan kerjanya, maka dengan begitu lingkungan kerja akan menjadi motivator yang langgeng yang akan mendukung kepuasan kerja. Menurut A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2005:105), menyatakan bahwa: 67 “Lingkungan kerja adalah semua aspek fisik kerja, psikologis kerja dan peraturan kerja yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan pencapaian produktivitas”. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Angelina Yuri Pujilistiani (2009) pada perusahaan rokok terkenal PT. XYZ di Jawa Timur pada http://jurnal-sdm.blogspot.com yang menyatakan banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan diantaranya adalah kesesuaian pekerjaan, kebijakan perusahaan termasuk kesempatan untuk berkembang, dan lingkungan kerja. Perusahaan yang manajemennya baik adalah perusahaan yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil seperti lingkungan kerja termasuk disini adalah kondisi tempat, ventilasi, penyinaran, kantin dan tempat parkir. Faktor-faktor ini harus diperhatikan karena menentukan kepuasan kerja karyawan. Mengenai hubungan kepuasan kerja dengan budaya perusahaan dan lingkungan kerja, maka Malayu S.P Hasibuan (2005:203), menyatakan bahwa : “Kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh balas jasa yang layak, suasana dan lingkungan pekerjaan, penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian, berat ringannya pekerjaan, peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan dan sikap individu-individu. Sedangkan menurut Stephen P. Robbins (2006:722), menyatakan bahwa : “Budaya itu merupakan istilah deskriptif”. Pemahaman tersebut membedakan konsep budaya dari konsep kepuasan kerja. Kepuasan kerja berupaya mengukur respon afektif (perasaan) terhadap lingkungan kerja. 68 Dengan melihat kerangka pemikiran di atas, maka dapat dibuat paradigma penelitian yaitu sebagai berikut : Frederick W.S (2007:3) Budaya Perusahaan X1 (Djoko Santoso Moeljono 2005:95) Malayu S.P Hasibuan (2005:203) Kepuasan kerja Karyawan Y (Veithzal Rivai 2009:856) Lingkungan Kerja X2 (Alex S. Nitisemito 2000:183) A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2005:105) Gambar 2.5 Paradigma Penelitian 2.3 Hipotesis Berdasarkan uraian dan hasil penelitian yang dikembangkan para ahli di atas, dimana adanya pengaruh antara variabel X1 ( budaya perusahaan ), X2 (lingkungan kerja) dan Y ( kepuasan kerja karyawan ). Maka peneliti mengambil hipotesis sebagai berikut : a. Hipotesis Parsial, adalah : 1. Terdapat pengaruh budaya perusahaan terhadap kepuasan kerja karyawan. 2. Terdapat pengaruh lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja karyawan. 69 b. Hipotesis Simultan, adalah : 1. Terdapat pengaruh budaya perusahaan dan lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja karyawan.