BAB II

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1
Pengertian dan Fungsi-Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan salah satu cabang
manajemen yang menitik beratkan pada permasalahan manusia yang mempunyai
kedudukan yang utama dalam setiap perusahaan dan organisasi.
Sumber Daya Manusia merupakan asset yang sangat penting bagi suatu
perusahaan, walaupun perusahaan mempunyai modal yang besar, modern, namun
itu tidak berarti tanpa manusia. Oleh karena itu perusahaan mengkoordinir
memberi bimbingan, memotivasi, mengevaluasi mereka sehingga tercipta Sumber
Daya Manusia yang berkualitas. Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan
salah satu bidang manajemen untuk membentuk tenaga kerja yang efektif dan
efisien.
Manajemen adalah ilmu seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber
daya manusia dan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai
suatu tujuan tertentu. Manajemen sebagai ilmu artinya pengetahuan yang
digunakan untuk mencari kebenaran. Oleh karena itu untuk menjadi manajer yang
baik, disamping memerlukan bakat juga harus berilmu pengetahuan, sedangkan di
dalam manajemen diperlukan oleh para manajer untuk memilih salah satu dari
beberapa alternatif pemecahan berbagai masalah bisnis dan manajemen.
12
13
Manajemen berkembang menjadi salah satu bidang ilmu yang disebut
Manajemen Sumber Daya Manusia. Pengertian Manajemen Sumber Daya
Manusia yaitu ilmu dan seni dari manajemen yang menitikberatkan pada masalah
ketenagakerjaan yang berkembang.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai pengertian
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), berikut dikemukakan beberapa
definisi Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut beberapa ahli,
antara lain :
Menurut Veithzal Rivai (2009:1) menyatakan bahwa :
”Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan salah satu
bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian”.
Menurut T. Hani Handoko (2004:4), menyatakan bahwa :
“Manajemen
Sumber
Daya
Manusia
adalah
penarikan,
seleksi,
pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia
untuk mencapai tujuan-tujuan individu maupun organisasi”.
Sedangkan menurut Garry Dessler (2004:4), mengatakan bahwa :
“Human Resource Management (HRM) is the policies and practices
involved in carrying out the “people” or human resource aspects of
amanagement position including recruiting, screening, training,
rewarding and appraising”.
Artinya :
“Manajemen Sumber Daya Manusia adalah suatu kebijakan dan praktik
menentukan aspek “manusia” atau Sumber Daya Manusia dalam posisi
manajemen termasuk merekrut, melatih, memberikan penghargaan dan
penilaian”.
14
Dari beberapa definisi para ahli yang telah mengemukakan pendapatnya,
menunjukkan bahwa manajemen personalia adalah suatu ilmu dan seni
perencanaan, pengadaan, bagaimana memberi pengaruh dan mengarahkan tenaga
kerja manusia agar dapat bekerja semaksimal mungkin, sehingga dapat mencapai
tujuan individu itu sendiri dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya, serta
tidak merugikan masyarakat sekitar, baik yang berhubungan langsung maupun
tidak langsung dengan perusahaan itu sendiri. Sedangkan Manajemen Sumber
Daya Manusia adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pendayagunaan
Sumber Daya Manusia dan sumber daya lainnya, secara efisien, efektif dan
produktif, dengan kata lain Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan
perluasan gambaran dari manajemen personalia yang mempunyai arti sebagai
kumpulan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya mengelola Sumber Daya
Manusia.
2.1.1.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2003:21), menjelaskan secara singkat
fungsi-fungsi manajemen sebagai berikut :
1. Perencanaan (Planning).
Merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efisien agar sesuai dengan
kebutuhan perusahaan dalam mewujudkan tujuan.
2. Pengorganisasian (Organizing).
Menyusun suatu organisasi dengan mendesain struktur dan hubungan antara
tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh tenaga kerja yang dipersiapkan.
15
3. Pengarahan (Directing).
Kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerjasama dan bekerja
secara efektif dan efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan,
karyawan, dan masyarakat.
4. Pengendalian (Controlling).
Kegiatan mengendalikan semua karyawan agar mentaati peraturan-peraturan
perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana.
5. Pengadaan Tenaga Kerja (Procurement).
Proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk
mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
6. Pengembangan (Development).
Proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral
karyawan melalui pendidikan dan pelatihan.
7. Kompensasi (Compensation).
Pemberian balas jasa langsung (direct), dan tidak langsung (indirect), uang
atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada
perusahaan.
8. Pengintegrasian (Integration).
Kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan
karyawan, agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan.
9. Pemeliharaan (Maintenance).
Kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan
loyalitas karyawan agar mereka mau bekerja sama sampai pensiun.
16
Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang
berdasarkan sebagian besar kebutuhan karyawannya.
10. Kedisiplinan (Discipline).
Keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan
norma – norma sosial.
11. Pemutusan Hubungan Tenaga Kerja (Separation).
Putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Pemutusan
hubungan kerja ini dapat disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan
perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun dan sebab-sebab lainnya.
Fungsi-fungsi sumber daya manusia diatas saling mempengaruhi satu sama
lain. Apabila terdapat ketimpangan dalam salah satu fungsi maka akan
mempengaruhi fungsi yang lain. Fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia
tersebut ditentukan oleh profesionalisme departemen sumber daya manusia yang
ada di dalam perusahaan yang sepenuhnya dapat dilakukan untuk membantu
pencapaian sasaran-sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
2.1.2
Budaya Perusahaan
2.1.2.1 Pengertian Budaya Perusahaan
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008 : www.wikipedia.com) budaya
perusahaan diartikan secara dua arti yaitu secara Etimologis dan Terminologis,
berikut ini pengertian-pengertiannya :
Arti budaya secara Etimologis, kata budaya berasal dari bahasa sansekerta
Buddhayah yang diartikan sebagai hal-hal yang dikaitkan dengan budi dan akal
17
manusia, sinonimnya adalah kultur yang berasal dari Bahasa Inggris Culture atau
Cultuur dari Bahasa Belanda. Kata Culture sendiri berasal dari Bahasa Latin
Colere (dengan akar kata “Calo” yang berarti mengolah atau mengerjakan, atau
dapat diartikan juga sebagai mengelola tanah atau bertani).
Arti kata Budaya secara Terminologis
“Budaya adalah suatu hasil dari budi dan atau daya, cipta, karsa, pikiran dan adat
istiadat manusia yang secara sadar maupun tidak, dapat diterima sebagai sesuatu
yang beradab”.
Arti kata Perusahaan secara Terminologis
“Perusahaan adalah tubuh atau alat tubuh, aturan, susunan, perkumpulan dari
kelompok tertentu dengan dasar ideologi bersama”.
Arti kata Perusahaan secara Etimologis
“Perusahaan adalah kesatuan (Entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar
dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasikan, yang bekerja atas
dasar yang relatif yang terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau
sekelompok tujuan”.
Berdasarkan pengertian di atas, untuk mengkaji lebih dalam mengenai
budaya perusahaan, berikut ini pengertian-pengertian yang dikemukakan oleh para
ahli, diantaranya yaitu :
Menurut Robbins, Stephen dan Timothy A. Judge (2008:256), menyatakan
bahwa :
“Budaya perusahaan mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut
oleh para anggota yang membedakan perusahaan itu dari perusahaan lain”.
18
Menurut Djoko Santoso Moeljono (2005:95) menyatakan bahwa :
“Budaya perusahaan adalah peramuan berpola top-middle-bottom,
kemudian disemaikan ke setiap sel organisasi, dan menjadi nilai-nilai
kehidupan bersama, yang dapat muncul dalam bentuk perilaku formal dan
informal”.
Sedangkan Menurut Eugene Mckenna dan Nic Beech yang diterjemahkan
oleh Totok Budi Santosa (2008:18), menyatakan bahwa :
“Budaya perusahaan merupakan kumpulan nilai, kepercayaan, sikap dan
perilaku yang dipegang oleh anggota yang berada di suatu perusahaan.”
Dari berbagai definisi di atas pada prinsipnya budaya perusahaan
merupakan nilai, anggapan, asumsi, sikap, dan norma perilaku yang telah
melembaga kemudian berwujud dalam penampilan, sikap, dan tindakan, sehingga
menjadi identitas dari suatu perusahaan.
2.1.2.2 Fungsi Budaya Perusahaan
Menurut Robbins (2006:725), fungsi budaya perusahaan adalah :
1. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya
menciptakan perbedaan yang jelas antara suatu perusahaan dengan perusahaan
yang lain.
2. Budaya memberikan indentitas bagi anggota perusahaan.
3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dari pada
kepentingan individu.
4. Budaya itu meningkatkan kemantapan sitem sosial.
5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu serta
membentuk sikap dan perilaku karyawan.
19
Sedangkan menurut Taliziduhu Ndraha (2003:45-46), menjelaskan fungsi
budaya perusahaan sebagai berikut :
1. Sebagai identitas dan citra suatu karyawan. Identitas ini terbentuk oleh
berbagai faktor seperti sejarah, kondisi dan sisi geografis, sistem-sistem sosial,
politik dan ekonomi dan perubahan nilai-nilai didalam masyarakat.
2. Sebagai pengikat suatu karyawan. Kebersamaan (shering) adalah faktor
pengikat yang kuat seluruh anggota karyawan.
3. Sebagai sumber. Budaya merupakan sumber inspirasi, kebanggaan dan
sumberdaya.
4. Sebagai kekuatan penggerak. Karena budaya terbentuk melalui proses belajar
mengajar maka budaya itu dinamis, tidak statis, dan tidak kaku.
5. Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah.
6. Sebagai pola perilaku. Budaya berisi norma tingkah laku dan menggariskan
batas-batas toleransi sosial.
7. Sebagai warisan. Budaya disosialisasikan dan diajarkan kepada generasi
berikutnya.
8. Sebagai subtitusi (pengganti) berikutnya.
9. Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan.
10. Sebagai proses yang menjadi perusahaan kongruen.
2.1.2.3 Karakteristik Budaya Perusahaan
Budaya perusahaan merupakan sesuatu hal yang sangat kompleks. Untuk
itu budaya perusahaan harus memiliki beberapa karakteristik sebagai wujud nyata
20
keberadaannya. Masing-masing karakteristik tersebut pada penerapannya akan
mendukung pencapaian sasaran perusahaan. Menurut Fred Luthans (2002:123),
mengemukakan budaya perusahaan dibagi menjadi 6 karakteristik yaitu :
1. Observed Behaviorally Regularities.
Adalah ketika partisipasi perusahaan berinteraksi dengan satu yang lainnya dan
mereka menggunakan bahasa yang sama, istilah-istilah dan hubungan
keagamaan untuk sikap hormat.
2. Norma (Norms).
Adalah standar dari perilaku seseorang yang membatasi seberapa banyak
seseorang harus bekerja di suatu perusahaan dalam artian tidak terlalu banyak
dan juga tidak terlalu sedikit.
3. Nilai-Nilai Dominan (Dominant Values).
Adalah beberapa nilai-nilai yang ada dianjurkan oleh perusahaan dan
diharapkan dapat berpartisipasi. Contohnya : absen berkurang, efisiensi tinggi,
dan kualitas produk tinggi.
4. Filosofi (Philosophy)
Adalah kebijakan-kebijakan yang mengatur kepercayaan di dalam perusahaan
bagaimana karyawan dan pelanggan diperlakukan.
5. Peraturan (Rules)
Adalah
garis
pedoman
yang
berhubungan
tentang
bagaimana
cara
mengakrabkan dengan perusahaan. Pendatang baru harus belajar tentang
budaya perusahaan agar diterima sebagai anggota grup secara keseluruhan.
21
6. Iklim Organisasi (Organizational Climate)
Merupakan suatu perasaan dari fisik yang secara eksplisit dari perusahaan dan
interaksi antar karyawan, interaksi atasan dengan bawahan, dan juga interaksi
dengan pelanggan atau dengan perusahaan lain.
Karakteristik yang dikemukakan oleh Fred Luthans (2002:123) menurut
peneliti lebih bersifat bagaimana karakter tersebut dapat membentuk suatu budaya
perusahaan, dilihat dari karakteristiknya, dimana individu dan perusahaan dapat
menerapkan dan melakukan interaksi atau komunikasi yang cukup baik terhadap
individu-individu tersebut agar budaya perusahaan dapat diterapkan dengan baik
karena adanya partisipasi dari kedua belah pihak yaitu individu dan perusahaan,
selain itu dari karakteristik budaya ini lebih melihat bagaimana lingkungan
perusahaan, apakah lingkungan perusahaan cocok dengan individu-individu yang
bekerja di lingkungan tersebut.
Sedangkan menurut Stephen P. Robbins (2008:256) menyatakan ada 7
(tujuh) karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh perusahaan, yang secara
keseluruhan merupakan hakikat budaya sebuah perusahaan yaitu :
1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko (Inovation and risk taking).
Sejauhmana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani
mengambil resiko.
2. Perhatian pada hal-hal rinci (Attention to detail).
Sejauhmana karyawan diharapkan menjalankan presisi (kecermatan), analisis,
dan perhatian pada rincian.
22
3. Berorientasi kepada hasil (Outcome orientation).
Sejauhmana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan
proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4. Berorientasi kepada orang (People orientation).
Sejauhmana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari
hasil tersebut atas orang yang ada dalam perusahaan.
5. Berorientasi tim (Team orientation).
Sejauhmana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasikan pada tim ketimbang pada
individu-individu.
6. Keagresif (Aggressiveness).
Sejauhmana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
7. Stabilitas (Stability).
Sejauhmana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya
status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
Teori dari Robbins (2006:72) tentang karakteristik budaya, dimana budaya
perusahaan ini lebih ditentukan oleh individu itu sendiri untuk penerapannya
dalam budaya perusahaan menjadi lebih baik. Tetapi jika hal ini bersifat individu
tidak adanya keseimbangan dari pihak perusahaan, maka budaya perusahaan juga
tidak akan terbentuk dengan baik sehingga tujuan perusahaan juga tidak berjalan
sesuai dengan tujuannya.
23
2.1.2.4 Tipe-Tipe Budaya Perusahaan
Gibson (2006:37-38), mengemukakan empat tipe budaya perusahaan,
diantaranya yaitu :
1. Budaya Birokrasi (Bureauractic Culture).
Suatu perusahaan yang mementingkan peraturan, kebijakan, prosedur, perintah
dan pengambilan keputusan yang terpusat memiliki budaya birokratis. Pihak
militer, instansi pemerintah dan perusahaan memulai dan mengelola dengan
manajer yang otokrat merupakan contoh dari birokratis. Beberapa individual
lebih memilih yang pasti, hierarki, dan perusahaan yang ketat, seperti
perusahaan ini.
2. Budaya Keluarga (Clan Culture).
Menjadi bagian dari keluarga yang bekerja, mengikuti tradisi dan adaptasi,
kerjasama dan semangat, manajemen diri, dan pengaruh sosial merupakan
karakteristik budaya keluarga. Karyawan bersedia untuk bekerja keras untuk
suatu kompensasi yang adil, sesuai dan paket tunjangan tambahan. Dalam
budaya keluarga, karyawan bersosialisasi dengan karyawan lainnya. Anggota
saling menolong sesama dan sukses bersama.
3. Budaya Wirausaha (Entrepreneurial Culture).
Inovasi, kreativitas, pengambilan resiko dan secara agresif mencari kesempatan
menggambarkan budaya wirausaha. Karyawan
mengerti akan dinamika
perubahan, inisiatif individu dan otonomi dari praktik-praktik standar.
24
4. Budaya Pasar (Market Culture).
Suatu penekanan pada pertumbuhan penjualan, peningkatan pangsa pasar,
stabilitas keuangan dan keuntungan merupakan atribut-atribut budaya pasar.
Karena karyawan mempunyai hubungan yang bersifat kontrak dengan
perusahaan. Hanya terdapat sedikit rasa kerjasama dan hubungan dalam tipe
budaya seperti ini.
Sedangkan menurut Cameron dan Quinn, Handy (dalam Amstrong 2003)
yang diterjemahkan oleh Sudarmanto (2009:174), mengemukakan 4 (empat) tipe
budaya perusahaan, diantaranya yaitu :
1. Budaya Kekuasaan (Power Culture).
Merupakan sumber kekuatan inti yang menonjolkan kontrol. ada beberapa
peraturan atau prosedur dan atmosfer kompetitif, berorientasi pada kekuatan,
dan politis.
2. Budaya Peran (Role Culture).
Pekerjaan dikontrol oleh prosedur dan peraturan. Peran atau deskripsi jabatan
adalah lebih penting daripada orang yang mengisi jabatan tersebut.
3. Budaya Pendukung (Support Culture).
Tujuannya bersama-sama membawa orang yang tepat dan membiarkan
mereka melakukan tugas. Pengaruhnya lebih didasarkan pada kekuatan ahli
daripada kekuatan posisi atau pribadi.
4. Budaya Orang (People Culture).
Individu adalah titik utama, perusahaan hanya ada untuk melayani individu
yang ada dalam perusahaan.
25
2.1.2.5 Model-Model Budaya Perusahaan
Eugene McKenna dan Nick Beech (2000:15) mengelompokan model
budaya perusahaan sebagai berikut :
1. Artifacts
Yaitu hal-hal yang dapat dilihat, didengar, dirasakan, jika sesorang
berhubungan dengan sebuah kelompok baru dengan budaya yang tidak
dikenalnya. Artifacts termasuk struktur organisasi dan proses yang tampak,
seperti produk, jasa, dan tingkah laku anggota kelompok
2. Espoused Values
Yaitu alasan-alasan tentang mengapa orang berkorban demi apa yang
dikerjakan. Sebagian besar budaya perusahaan dapat melacak nilai-nilai yang
didukung kembali kepenemu budaya. Meliputi strategi, sasaran, dan filosofi.
3. Basic Underlying Assumption
Yaitu keyakinan yang dianggap sudah ada oleh anggota suatu perusahaan.
Ketiga model dari budaya perusahaan ini jika dibuat bagan akan menjadi
sebagai berikut :
Artifacts
Proses dan struktur organisasi yang jelas terlihat
Esposed Values
Strategi, tujuan, dan filosofi
Basic Underlying Assumption
Perasaan, pikiran, persepsi, dan keyakinan
Sumber : Edgar Schein, Organizational Culture and Leadership (1992)
Gambar 2.1
Hubungan 3 Model Budaya Perusahaan
26
2.1.2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Budaya Perusahaan
Setiap tingkatan budaya memiliki tendensi alamiah untuk mempengaruhi
tingkatan budaya yang lain. Hal ini jelas terlihat dari segi nilai panutan bersama
yang mempengaruhi sikap dan perilaku kelompok maupun individu. Budaya
perusahaan tidak muncul begitu saja dari suatu kehampaan. Ada beberapa yang
dapat mempengaruhi terbentuknya budaya perusahaan seperti pada gambar 2.2
sebagai berikut :
Tak Tampak
Sulit Diubah
Nilai-Nilai Yang Dimiliki Bersama
Keyakinan dan tujuan penting yang
Dimiliki bersama oleh kebanyakan orang
Dalam Kelompok, yang cenderung membentuk
Perilaku Kelompok, dan sering bertahan lama,
walaupun Sudah terjadi perubahan dalam anggota
kelompok.
Norma Perilaku Kelompok
Cara bertindak yang sudah lazim atau sudah
Meresap yang ditemukan dalam satu Kelompok
yang cenderung berperilaku Dengan cara
mengajarkan praktik-praktik Dan juga nilai-nilai
yang mereka anut bersama.
Tampak
Mudah Diubah
Sumber : John P. Kotter dan James L. Hesket, Corporate Culture and Performance
Gambar 2.2
Budaya Dalam Sebuah Perusahaan
Mondy dan Noe yang dialih bahasakan oleh Djoko Santoso Moeljono
(2005:23) mengemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya
budaya perusahaan, yaitu :
27
1. Komunikasi
Komunikasi yang efektif dalam perusahaan mempunyai dampak yang positif
terhadap budaya perusahaan. Dengan komunikasi efektif, manajer dapat
melakukan sosialisasi tujuan dan misi perusahaan, menyampaikan peraturan
perusahaan, dan memberitahukan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan. Pola
komunikasi yang terjadi dalam perusahaan menciptakan suatu pola tingkah
laku karyawan dalam hubungan antara atasan dan bawahan, misalnya
sejauhmana informasi dapat disebarkan dalam organisasi.
2. Motivasi
Upaya-upaya manajemen memotivasi karyawannya juga membentuk budaya
tersendiri dalam budaya perusahaan, apakah karyawan selalu dimotivasi oleh
uang, bagaimana perusahaan memandang keras karyawan, atau sejauh mana
perusahaan
memperhatikan
lingkungan
kerja.
Bagaimana
perusahaan
memotivasi karyawan untuk menunjukan bagaimana perusahaan memandang
sumber daya manusia yang ada di perusahaan itu, yang selanjutnya akan
mempengaruhi berbagai kebijakan sumber daya manusia.
3. Karakteristik Organisasi
Karakter organisasi juga mempengaruhi budaya perusahaan, ukuran dan
kompleksitas organisasi akan menentukan tingkat spesialisasi dan hubungan
personal yang selanjutnya mempengaruhi tingkatan otoritas pengambilan
keputusan, kebebasan tanggung jawab dan proses komunikasi yang terjadi.
28
4. Proses-Proses Administratif
Proses-proses administratif meliputi proses pemberian penghargaan kepada
karyawan yang berprestasi, toleransi terhadap konflik, dan kerja kelompok
yang terjadi. Proses-proses ini akan mempengaruhi budaya, karena akan
menunjukan individu yang bagaimana yang dipandang berhasil dalam
perusahaan.
Bagaimana
perusahaan
memandang
prestasi
karyawan,
perusahaan memandang konflik, dan apakah perusahaan menekankan kerja
kelompok atau individu.
5. Struktur Organisasi
Struktur mungkin kaku atau fleksibel. Selain itu dalam organisasi mungkin
pula terjadi sentralisasi dan konfirmasi tinggi ataupun rendah. Semuanya ini
akan mempengaruhi budaya perusahaan. Dalam struktur yang kaku dan
konfornitas yang tinggi, akan berlaku kebiasaan untuk menghindari sesuatu
yang tidak pasti, dan segala sesuatunya harus dibuat dengan aturan tertulis.
Dalam struktur yang fleksibel dan konfornitas yang tinggi, mungkin karyawan
lebih dibiasakan untuk menghadapi ketidakpastian secara kreatif dan mandiri.
6. Gaya Manajemen
Berkaitan dengan kepemimpinan, gaya manajemen juga mempengaruhi
budaya perusahaan. Dalam hal ini bagaimana proses perencanaan,
pengorganisasian, kegiatan memimpin, serta pengendalian, yang dilakukan
akan mencerminkan gaya manajemen yang berlaku diperusahaan itu.
29
2.1.2.7 Unsur-Unsur Pembentuk Budaya Perusahaan
Menurut Sudarmanto (2009:166) unsur budaya perusahaan meliputi dua
hal, yakni yang tampak atau terlihat (visible artifacts) dan yang tidak tampak
(invisible). Unsur budaya yang tampak mencakup segala hal yang dapat dilihat
secara kasat mata, seperti cara orang berperilaku, berpakaian, berbicara, simbolsimbol, ritual, logo organisasi, figur-figur hero, dan lain-lain. Sedangkan unsur
budaya yang tidak tampak adalah nilai-nilai, asumsi, filosofi, kepercayaan, proses
berfikir yang pada hakekatnya akan mempengaruhi unsur visibel tadi.
Budaya perusahaan dapat dibentuk, diciptakan dan direkayasa agar sinergis
dengan cita-cita organisasi. Oleh karenanya, tugas pemimpin perusahaan adalah
membangun budaya perusahaan yang sejalan dengan visi dan misi perusahaan.
Budaya perusahaan muncul bukan dalam lingkungan yang hampa, akan tetapi
budaya perusahaan dibentuk dan ditentukan oleh faktor-faktor internal dan juga
faktor-faktor eksternal, seperti pada gambar 2.3 sebagai berikut :
Budaya
Perusahaan
 Kondisi ekonomi/teknologi
 Kondisi politik/hukum
 Nilai-nilai
 Latar belakang etika
Budaya
Masyarakat
 Kebiasaan
 Bahasa
 Agama
 Sikap
 Nilai
diri
 Etika
 Asumsi
 Harapan
- harapan
Sumber :Kreitner and Kinicki, 2001:107
Gambar 2.3
Pengaruh Budaya Terhadap Budaya Perusahaan
Budaya
Perusahaan
30
Selain itu budaya suatu perusahaan dibangun dari kepercayaan yang
dipegang teguh secara mendalam tentang bagaimana perusahaan seharusnya
dijalankan atau beroperasi. Budaya merupakan sistem kerja perusahaan dan akan
mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku.
Unsur-unsur pembentuk budaya perusahaan yang dapat dilihat dalam gambar 2.4
sebagai berikut :
LINGKUNGAN
EKONOMI
KEPENTINGAN
PEMEGANG SAHAM
UTAMA
TUJUAN
PERUSAHAAN
BUDAYA PERUSAHAAN
KEMATANGAN
ORGANISASI
KARAKTER
KARYAWAN
ETIKA DAN
FALSAFAH
Sumber : Perilaku dan Desain Organisasi, Barry Cusway,
Gambar 2.4
Unsur-unsur Pembentuk Budaya Perusahaan
2.1.2.8 Elemen-Elemen Budaya Perusahaan
Budaya perusahaan yang dibentuk dari faktor-faktor yang terkandung di
dalam perusahaan sangat dipengaruhi oleh beberapa elemen kunci yang cukup
dominan. Adapun elemen-elemen dari budaya perusahaan menurut Atmosoerapto
(2001:71), yaitu :
31
1. Lingkungan usaha
Lingkungan usaha yang dimaksud disini seperti pengaruh produk, pesaing,
pelanggan, teknologi, pengaruh pemerintah dan sebagainya.
2. Nilai-nilai
Elemen nilai ini merupakan konsep dasar dan kepercayaan dari suatu
organisasi. Nilai-nilai disini menitikberatkan pada suatu keyakinan untuk
mencapai suatu kasuksesan.
3. Kepahlawanan
Elemen kepahlawanan sering dimanfaatkan untuk mengajak seluruh sumber
daya manusia mengikuti nilai-nilai budaya yang dilakukan oleh orang-orang
tertentu yang ditunjuk perusahaan sebagai tokoh panutan.
4. Upacara/Tatacara
Suatu aktivitas yang bersifat ritual dan dilakukan secara rutin, Aktivitas ini
tidak harus dilakukan secara besar-besaran bahkan kadang cukup dilakukan
secara sederhana saja. Misalkan penyerahan penghargaan bagi karyawan.
5. Jaringan Kultural
Elemen ini secara informal dapat dikatakan sebagai jaringan komunikasi di
dalam perusahaan yang dapat dijadikan sebagai “pembawa dan penyebaran”
nilai-nilai Budaya perusahaan. Elemen ini merupakan hierarki dari kekuatan
yang tersembunyi di dalam organisasi, seperti : penyebar isu, gossip, sindikat
mata-mata dan lain-lain, yang semuanya berada di dalam perusahaan.
32
2.1.2.9 Manfaat Budaya Perusahaan
AB. Susanto (2002:19) mengemukakan manfaat yang diperoleh apabila
budaya perusahaan itu dipahami dan dapat dilihat dari dua sisi yaitu :
1. Bagi Sumber Daya Manusia
a. Memberikan arah atu pedoman berperilaku di dalam perusahaan. Dalam hal
ini sumber daya manusia tidak dapat semena-mena bertindak atau
berperilaku sekehendak hati, melainkan harus menyesuaikan diri dengan
siapa dan dimana dia berada.
b. Mempunyai kesamaan langkah dan visi di dalam melakukan tugas dan
tanggungjawab, masing-masing individu dapat meningkatkan fungsinya
dan mengembangkan tingkat interpedensi antar individu atau bagian yang
saling melengkapi dalam kegiatan usaha perusahaan.
c. Mendorong sumber
daya
manusia
mencapai
prestasi
kerja
atau
produktivitas yang baik. Hal ini dapat dicapai apabila proses sosialisasi
dapat dilakukan dengan tepat sasaran.
d. Memiliki atau mengetahui secara pasti tentang karirnya di perusahaan
sehingga mendorong mereka untuk konsisten dan tanggungjawab.
2.
Bagi Perusahaan
a. Sebagai salah satu unsur yang dapat menekan turn over karyawan ini dapat
dicapai karena budaya perusahaan mendorong sumber daya manusia
memutuskan untuk berkembang bersama perusahaan.
b. Sebagai pedoman di dalam menentukan kebijakan yang berkenaan dengan
ruang lingkup kegiatan intern perusahaan seperti tata tertib, administrasi,
33
hubungan antar bagian, penghargaan prestasi sumber daya manusia,
penilaian kinerja, dan lain-lain.
c. Untuk mengajukan kepada pihak eksternal tentang keberadaan perusahaan
dan ciri-ciri khas yang dimiliki, ditengah-tengah perusahaan yang ada
dimasyarakat.
d. Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan (corporate
planning) yang meliputi :
1. Pembentukan marketing plan.
2. Penentuan segmen pasar yang akan dikuasai.
3. Penentuan positioning perusahaan yang akan dikuasai.
e. Dapat
membuat
program-program
pengembangan
usaha
dan
pengembangan sumber daya manusia dengan dukungan penuh dari seluruh
jajaran sumber daya manusia yang ada.
2.1.2.10 Indikator Budaya Perusahaan
Edgar. H. Schein (1992 : 87), mengemukakan beberapa indikator budaya
perusahaan, diantaranya yaitu :
1. Hakikat Realitas dan Kebenaran
Aspek ini menyangkut pandangan anggota-anggota perusahaan tentang kaidahkaidah linguistik dan keperilakuan yang menetapkan mana yang rill dan mana
yang tidak, mana yang fakta, bagaimana kebenaran akhirnya ditentukan dan
apakah kebenaran diungkapkan atau ditentukan. Terdapat tiga dimensi dari
aspek ini yaitu :
34
a. External Physical Reality, kebenaran yang dapat diuji secara empiris atau
objektif dan dapat dibuktikan secara fisik. Contohnya : dua orang berdebat
tentang bagaimana sebuah gelas dipecahkan, maka mereka akan
menggunakan cara dengan menggunakan palu untuk memecahkan gelas
tersebut atau dengan cara membanting.
b. Social Reality, bagaimana sebuah kelompok mendefinisikan diri mereka
sendiri dan nilai yang dianut.Contohnya : banyak kelompok yang meyakini
sebuah agama dan juga banyak kelompok budaya.
c. Individual Reality, bagaimana sebuah kebenaran yang dianut seseorang
berdasarkan pengalamannya sendiri.
2. Hakikat Waktu
Aspek ini berkaitan dengan pandangan anggota perusahaan tentang orientasi
dasar waktu. Terdapat tiga dimensi dari aspek ini. Pertama, dasar orientasi
waktu yang menyangkut masa lalu, masa kini, dan masa mendatang. Kedua,
waktu bersifat linier (monokronik), atau polikronik. Ketiga, planning time and
development time (perencanaan waktu dan pengembangan waktu).
a. Dasar Orientasi Waktu, didasarkan dari tingkat perusahaan yang
berorientasi pada masa lampau, yang orientasinya lebih ke masa lampau
agar dapat diterapkan kembali oleh perusahaannya. Sedangkan masa
sekarang, lebih berorientasi bagaimana perusahaan mengerjakan tugas-tugas
yang ada pada saat ini. Dan masa depan, perusahaan lebih berorientasi untuk
melakukan riset-riset (R&D).
35
b. Monokronik dan Polikronik, Monokronik adalah tipe individu dimana
individu tersebut melakukan satu pekerjaan pada satu waktu. Contohnya :
seorang bawahan melakukan pekerjaannya sampai dengan selesai baru
melakukan pekerjaan berikutnya. Sedangkan Polikronik adalah tipe individu
yang dimana individu tersebut melakukan banyak pekerjaan dalam satu
waktu. Contohnya : seorang bawahan mengerjakan tugas mengetik sambil
mengbrol dengan rekan kerjanya.
c. Planning Time and Development Time (Perencanaan Waktu dan
Pengembangan Waktu), dijelaskan bahwa Planning Time (Perencanaan
Waktu) adalah waktu yang ditentukan atau direncanakan untuk mencapai
satu target, sedangkan Development Time (Pengembangan Waktu) adalah
waktu alami dimana biasanya suatu target dicapai oleh perusahaan.
3. Hakikat Ruang
Aspek ini berkaitan dengan pandangan anggota perusahaan mengenai aspek
ruang. Terdapat tiga dimensi dalam aspek ini, yaitu :
a. Ruang sebagai jarak dan penempatan, yaitu jarak antara formal dan
informal, dan jarak antara sahabat-teman, serta jarak antara pertemuan dan
hubungan dengan orang luar,
b. Penggunaan ruang sebagai simbol, yang berkenaan dengan pandangan
apakah ruang itu berfungsi sebagai status kekuasaan, atau untuk keakraban,
atau berfungsi sangat pribadi.
c. Ruang sebagai body language, adalah ruang yang dilihat dari cara bertindak,
berkomunikasi, dan memberikan persepsi dalam suatu situasi.
36
4. Hakikat Sifat Manusia
Aspek ini menyangkut pandangan segenap anggota perusahaan tentang apa
yang dimaksuud dengan manusia yang kompleks, karena manusia selalu
mengalami perubahan-perubahan yang didasari dari dua kondisi yaitu siklus
hidup (perubahan motivasi saat seseorang bertambah dewasa) dan situasi.
5. Hakikat Kegiatan Manusia
Aspek ini menyangkut pandangan semua angota perusahaan tentang hal-hal
benar apa yang perlu dikerjakan oleh manusia atas dasar asumsi mengenai
realitas, lingkungan, dan sifat manusia di atas. Dimensi dari aspek ini yaitu
sikap mental manusia terhadap lingkungan.
6. Hakikat Hubungan Antar Manusia
Aspek ini menyangkut pandangan manusia tentang apa yang dipandang
sebagai cara yang benar bagi manusia untuk saling berhubungan. Dimensi dari
aspek ini yaitu struktur hubungan manusiawi dan struktur hubungan
perusahaan.
2.1.3
Lingkungan Kerja
2.1.3.1 Pengertian Lingkungan Kerja
Kehidupan manusia tidak terlepas dari berbagai keadaan lingkungan
sekitarnya, antara manusia dan lingkungan terdapat hubungan yang sangat erat.
Dalam hal ini, manusia akan selalu berusaha untuk beradaptasi dengan berbagai
keadaan lingkungan sekitarnya. Demikian pula halnya ketika melakukan
pekerjaan, karyawan sebagai manusia tidak dapat dipisahkan dari berbagai
37
keadaan disekitar tempat mereka bekerja, yaitu lingkungan kerja. Selama
melakukan pekerjaan, setiap karyawan akan berinteraksi dengan berbagai kondisi
yang terdapat dalam lingkungan kerja
Berikut adalah beberapa definisi lingkungan kerja yang dikemukakan oleh
beberapa ahli :
Menurut Komarudin (1983:231), menyatakan bahwa :
“Lingkungan kerja adalah kehidupan sosial, psikologi, dan fisik dalam
perusahaan yang berpengaruh terhadap pekerja dalam melaksanakan
tugasnya”.
Kehidupan sosial yang dimaksud berkenaan dengan keyakinan nilai-nilai,
sikap, pandangan, pola atau gaya hidup di lingkungan sekitar serta interaksi antara
orang-orang yang bekerja dalam suatu perusahaan baik itu interaksi antara atasan
dengan bawahan maupun dengan rekan kerja.
Kehidupan psikologis adalah interaksi perilaku-perilaku karyawan dalam
suatu perusahaan dimana mereka bekerja. Setiap orang dalam suatu perusahaan
membawa suatu harapan akan pemenuhan kebutuhan dan keinginan. Adanya
kebutuhan dan keinginan itu mendorong mereka berperilaku untuk memuaskan
kebutuhan dan keinginannya.
Kehidupan fisik adalah interaksi antara karyawan dengan lingkungan
tempat karyawan bekerja.
Menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2005:105), menyatakan
bahwa :
38
“Lingkungan kerja adalah semua aspek fisik kerja, psikologis kerja dan
peraturan kerja yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan pencapaian
produktivitas”.
Menurut Supardi dalam Subroto (2005:23), menyatakan bahwa :
“Lingkungan kerja merupakan keadaan sekitar tempat kerja baik secara
fisik
maupun
non
fisik
yang
dapat
memberikan
kesan
yang
menyenangkan, mengamankan, mententramkan, dan betah dalam bekerja”.
Menurut Sedarmayanti (2001:1) menyatakan bahwa :
“Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang
dihadapi lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode
kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun
sebagai kelompok”.
Sedangkan menurut Alex S. Nitisemito (2000:183), menyatakan bahwa :
“Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja
yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang
dibebankan”.
Berdasarkan uraian definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli,
maka dapat dilihat bahwa lingkungan kerja mempunyai peranan nyata dalam
suatu kehidupan kerja manusia. Peranan lingkungan kerja yang baik adalah
sebagai pendorong bagi karyawan sehingga mereka merasa nyaman dalam
melakukan pekerjaannya, dapat lebih bersemangat, dan pada akhirnya dapat
bekerja secara optimal, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa lingkungan kerja
dalam suatu perusahaan mendapatkan perhatian yang lebih jauh lagi dibandingkan
pada waktu-waktu terdahulu. Hal ini dapat terjadi karena seiring meningkatnya
39
standar hidup seseorang, maka ia akan cenderung menginginkan suasana yang
memberikan dukungan dalam melaksanakan pekerjaannya.
2.1.3.2 Jenis Lingkungan Kerja
A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2005:105), menyatakan bahwa ada
beberapa jenis lingkungan kerja, yaitu :
1.
Kondisi lingkungan kerja fisik yang meliputi :
a. Faktor lingkungan tata ruang kerja
Tata ruang kerja yang baik akan mendukung terciptanya hubungan kerja
yang baik antara sesama karyawan maupun dengan atasan karena akan
mempermudah mobilitas bagi karyawan untuk bertemu. Tata ruang yang
tidak baik akan membuat ketidaknyamanan dalam bekerja sehingga
menurunkan efektivitas kinerja karyawan.
b. Faktor kebersihan dan kerapian ruang kerja
Ruang kerja yang bersih, rapi, sehat dan aman akan menimbulkan rasa
nyaman dalam bekerja. Hal ini akan meningkatkan gairah dan semangat
kerja karyawan dan secara tidak langsung akan meningkatkan efektivitas
kinerja karyawan.
2.
Kondisi lingkungan kerja non fisik yang meliputi :
a. Faktor lingkungan sosial
Lingkungan sosial yang sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan
adalah latar belakang keluarga, yaitu antara lain status keluarga, jumlah
keluarga, tingkat kesejahteraan dan lain-lain.
40
b. Faktor status sosial
Semakin tinggi jabatan seseorang semakin tinggi pula kewenangan dan
keleluasaan dalam mengambil keputusan.
c. Faktor hubungan kerja dalam perusahaan
Hubungan kerja yang ada dalam perusahaan adalah hubungan kerja antara
karyawan dengan karyawan dan antara karyawan dengan atasan.
d. Faktor sistem informasi
Hubungan kerja akan dapat berjalan dengan baik apabila ada komunikasi
yang baik diantara anggota perusahaan. Dengan adanya komunikasi di
lingkungan perusahaan maka anggota perusahaan akan berinteraksi, saling
memahami, saling mengerti satu sama lain dapat menghilangkan
perselisihan salah faham.
3.
Kondisi psikologis dari lingkungan kerja yang meliputi :
a. Rasa bosan
Kebosanan kerja dapat disebabkan perasaan yang tidak enak, kurang
bahagia, kurang istirahat dan perasaan lelah.
b. Keletihan dalam bekerja
Keletihan kerja terdiri atas dua macam yaitu keletihan kerja psikis dan
keletihan psikologis yang dapat menyebabkan meningkatkan absensi, turn
over, dan kecelakaan.
41
2.1.3.3 Indikator Lingkungan Kerja
Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat
melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman dan nyaman sehingga
dapat meningkatkan gairah kerja para karyawan.
Berikut
beberapa
indikator
yang
diuraikan
A.A
Anwar
Prabu
Mangkunegara (2005:105), yaitu :
1. Penerangan / cahaya di tempat kerja.
Cahaya lampu sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna mendapat
keselamatan dan kelancaran kerja, karena jika cahaya lampu yang tidak
memadai akan berpengaruh terhadap keterampilan karyawan yang dalam
melaksanakan tugas-tugasnya banyak mengalami kesalahan yang pada
akhirnya pengerjaannya kurang efisien sehingga tujuan perusahaan sulit untuk
dicapai.
2. Temperatur / suhu udara di tempat kerja.
Setiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur yang berbeda. Manusia
selalu mempertahankan tubuhnya dalam keadaan normal, dengan suatu sistem
tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan
yang terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri
tersebut ada batasnya. Manusia dapat menyesuaikan dirinya dengan
temperatur luar jika perubahan temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20%
untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin, dari keadaan normal
tubuh.
42
3. Kelembaban di tempat kerja.
Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara, biasanya
dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi
oleh temperatur udara. Jika keadaan dengan temperatur udara sangat panas dan
kelembaban tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara
besar, karena sistem. Selain itu, semakin cepatnya denyut jantung diakibatkan
aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen, dan tubuh
manusia akan selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antara panas
tubuh dengan suhu disekitarnya.
4. Sirkulasi udara di tempat kerja.
Udara disekitar dikatakan kotor apabila kadar oksigen dalam udara tersebut
telah berkurang dan telah bercampur dengan gas atau bau-bauan yang
berbahaya bagi kesehatan tubuh. Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan
oleh makhluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidup, yaitu proses
metabolisme. Dengan cukupnya oksigen di sekitar tempat kerja, maka akan
memberikan kesejukan dan kesegaran pada jasmani, sumber utamanya adalah
tanaman di sekitar tempat kerja, karena tanaman merupakan penghasil oksigen
yang dibutuhkan oleh manusia. Dengan terciptanya rasa sejuk dan segar
selama bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah
setelah bekerja.
5. Kebisingan di tempat kerja.
Kebisingan merupakan suatu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga,
karena jika dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat mengganggu
43
ketenangan dalam bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan
kesalahan dalam berkomunikasi. Bahkan menurut penelitian, kebisingan
serius dapat menyebabkan kematian. Kriteria pekerjaan membutuhkan
konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan
pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien.
6. Tata warna di tempat kerja.
Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan sebaik
mungkin, karena pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan
penataan dekorasi. Hal ini dapat dimaklumi karena pengaruh warna
mempunyai pengaruh besar terhadap perasaan. Di bawah ini terdapat daftar
beberapa warna yang dapat mempengaruhi perasaan manusia.
Tabel 2.1
Daftar Warna dan Pengaruhnya
WARNA
SIFAT
PENGARUH
1. Merah
Dinamis, merangsang dan Menimbulkan semangat
panas.
kerja.
2. Kuning
Keanggunan, bebas dan Menimbulkan rasa
hangat.
gembira dan merangsang
urat syaraf mata.
3. Biru
Terang, tentram, dan
sejuk.
Mengurangi tekanan atau
ketegangan.
Sumber : Ircham Machfoedz dan Eko Suryani, 2007
7. Dekorasi di tempat kerja.
Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena dekorasi
tidak hanya berkaitan dengan hiasan ruang kerja saja, akan tetapi berkaitan
44
juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya
untuk bekerja.
8. Musik di tempat kerja.
Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana,
waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan untuk
bekerja. Oleh karena itu, lagu-lagu perlu dipilih dengan selektif untuk
dikumandangkan di tempat kerja.
9. Keamanan di tempat kerja.
Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan
aman, maka perlu diperhatikan adanya keamanan dalam bekerja. Oleh karena
itu faktor kemanan perlu diwujudkkan keberadaannya. Salah satu upaya
untuk menjaga keamanan di tempat kerja adalah dengan memanfaatkan
tenaga Satuan Petugas Keamanann (SATPAM).
2.1.4
Kepuasan Kerja Karyawan
2.1.4.1 Pengertian Kepuasan Kerja Karyawan
Kepuasan kerja merupakan hal yang sangat penting yang harus dimiliki
oleh seseorang dalam bekerja. Kepuasan kerja memiliki sifat yang dinamis, dalam
arti bahwa rasa puas itu bukan keadaan yang tetap karena dapat dipengaruhi dan
diubah oleh kekuatan-kekuatan baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja.
Kepuasan kerja dapat menurun secepat kepuasan kerja itu timbul, sehingga hal ini
mengaharuskan para pemimpin perusahaan untuk lebih memperhatikannya.
45
Kepuasan kerja (Job Satisfaction) dapat juga disebut dengan istilah
Employee Morale Contentment, atau Happiness (Gibson, Ivancevich dan
Donnelly, 2000:290). Namun pada umuumnya istilah kepuasan kerja yang sering
digunakan.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai pengertian
kepuasan kerja, berikut dikemukakan beberapa definisi kepuasan kerja menurut
beberapa ahli, antara lain :
Menurut Robbins (2006:103), menyatakan bahwa :
“Kepuasan itu terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu sudah
terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan dikaitkan
dengan karyawan, merupakan sikap umum yang dimiliki oleh karyawan
yang erat kaitannya dengan imbalan-imbalan yang mereka yakini akan
mereka terima setelah melakukan sebuah pengorbanan”.
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2007:202), menyatakan bahwa :
“Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan
mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja,
kedisiplinan, dan prestasi kerja”.
Menurut Gibson (2003:105), menyatakan bahwa :
“Job satisfaction is the attitude that workers have about their jobs. It
result from their perceptions of the job”.
Artinya :
“Kepuasan kerja adalah tentang perilaku para pekerja tentang pekerjaan
mereka. Yang dihasilkan dari persepsi tentang pekerjaan-pekerjaannya”.
Menurut Gibson, Ivancevich dan Donnelly (2003:150), menyatakan
bahwa:
46
“Kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang dimiliki individu mengenai
pekerjaannya, hal ini dihasilkan dari persepsi mereka terhadap
pekerjaannya yang didasarkan pada faktor lingkungan kerja, seperti gaya
penyelia, kebijakan dan prosedur, afiliasi kelompok kerja, kondisi kerja
dan tunjangan”.
Sedangkan menurut Veithzal Rivai (2009:856), menyatakan bahwa :
“Kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas
perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam
bekerja”.
Dari beberapa definisi para ahli yang dikemukakan di atas, dapat
disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap atau perilaku yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan dari pekerjaan-pekerjaan yang mereka
kerjakan. Hal tersebut merupakan hasil dari persepsi mereka tentang pekerjaan
yang erat kaitannya dengan imbalan-imbalan yang mereka yakini akan mereka
terima setelah melakukan sebuah pengorbanan.
2.1.4.2 Teori-teori Kepuasan Kerja
Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat
sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaannya. Wibowo (2008:301-302),
menyatakan bahwa terdapat dua teori kepuasan kerja, yaitu :
1. Two-Factor Theory.
Teori dua faktor merupakan teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa
satisfaction (kepuasan) dan dissatisfaction (ketidakpuasan) merupakan bagian
dari kelompok variabel yang berbeda, yaitu motivators dan hygiene factors.
Pada umumnya orang mengharapkan bahwa faktor tertentu memberikan
47
kepuasan apabila tersedia dan menimbulkan ketidakpuasan apabila tidak ada.
Pada teori ini, ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi disekitar pekerjaan
(seperti kondisi kerja, pengupahan, keamanan, kualitas pengawasan, dan
hubungan dengan orang lain, dan bukan dengan pekerjaan itu sendiri). Karena
faktor ini mencegah reaksi negative, yang dinamakan sebagai hygiene atau
maintenance factors. Sebaliknya, kepuasan ditarik dari faktor yang terkait
dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung, seperti sifat pekerjaan,
prestasi
dalam
pekerjaan,
peluang
promosi,
dan
kesempatan
untuk
pengembangan diri dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan dengan tingkat
kepuasan kerja tinggi, yang dinamakan motivators.
2. Value Theory.
Menurut konsep teori ini, kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil
pekerjaan diterima individu. Semakin banyak orang menerima hasil, maka
akan semakin puas. Semakin sedikit mereka menerima hasil, maka akan
kurang puas. Value Theory memfokuskan pada hasil manapun yang menilai
orang tanpa memperhatikan siapa mereka. Kunci menuju kepuasan dalam
pendekatan ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dan
diinginkan seseorang. Semakin besar perbedaan maka akan semakin rendah
kepuasan seseorang. Dengan menekankan pada nilai-nilai, teori ini
menganjurkan bahwa kepuasan kerja dapat diperoleh dari banyak faktor. Oleh
karena itu, cara yang efektif untuk memuaskan pekerja adalah dengan
menemukan apa yang mereka inginkan dan apabila mungkin memberikannya.
48
2.1.4.3 Faktor-Faktor yang terdapat dalam Kepuasan Kerja
Menurut Fred Luthans (2002:231-232), ada enam faktor dalam kepuasan
kerja pada karyawan, yaitu :
1. Pekerjaan itu sendiri (The Work it Self), dimana suatu pekerjaan-pekerjaan
dapat menyediakan tugas-tugas yang menarik bagi individual itu sendiri. Hal
yang menarik dari individu terhadap pekerjaan-pekerjaannya merupakan
sumber utama dari kepuasan kerja. Elemen utamanya adalah :
a. Autonomy, yaitu tingkat dimana pekerjaan memberikan kebebasan atau
kemandirian serta keleluasaan bagi karyawan dalam menjadwalkan
pekerjaannya
dan
menentukan
prosedur
yang
digunakan
dalam
menyelesaikan pekerjaannya tersebut.
b. Feedback, yaitu tingkat dimana dalam menyelesaikan aktivitas-aktivitas
kerja yang dituntut oleh pekerjaan memberikan konsekuensinya pada
pekerjaan guna memperoleh informasi langsung dan jelas mengenai
aktivitas pekerjaan tersebut.
2. Upah (Pay), yaitu suatu balas jasa yang diterima karyawan dalam bentuk
finansial atas pekerjaan yang telah mereka lakukan.
3. Peluang Promosi (Promotion Opportunities), yaitu peluang untuk mengalami
peningkatan dalam hierarki. Kesempatan promosi tampaknya memiliki
berbagai pengaruh terhadap kepuasan kerja, ini dikarenakan promosi memiliki
bentuk-bentuk yang berbeda, didampingi dengan imbalan-imbalan yang
mendampinginya. Contoh : individu-individu yang dipromosikan atas lamanya
bekerja seringkali menerima kepuasan kerja yang akan tetapi tidak sebanyak
49
kepuasan yang diterima jika dipromosikan atas dasar kinerja. Demikian suatu
promosi dengan 10% kenaikan gaji tidak sama puasnya dengan kenaikan gaji
20%. Perbedaan ini menjelaskan mengapa promosi-promosi eksekutif lebih
memuaskan daripada yang ada di level bawah.
4. Pengawasan (Supervision), yaitu hal yang cukup mempengaruhi dari kepuasan
kerja. Kemampuan dari supervisor untuk menyediakan bantuan teknik dan
dukungan. Hal tersebut dapat berupa dari adanya pengawasan yang langsung
dilakukan oleh seorang atasan terhadap bawahannya.
5. Kelompok Kerja (Work Group), yaitu pada dasarnya kelompok kerja akan
memiliki efek terhadap kepuasan kerja. Keramahan dari teman kerja yang
kooperatif merupakan sumber yang sederhana terhadap kepuasan kerja untuk
satu individu karyawan. Kelompok kerja berfungsi sebagai sumber dukungan
kenyamanan, saran, nasihat, dan bantuan-bantuan terhadap satu individu
pekerja. Kelompok kerja yang baik membuat pekerjaan lebih menyenangkan.
Akan tetapi, faktor ini tidaklah terlalu penting terhadap kepuasan kerja. Dilain
pihak, jika kondisi sebaliknya terjadi ketika orang-orang tidak akrab, maka
faktor ini memiliki efek negatif terhadap kepuasan kerja.
6. Kondisi Kerja (Working Condition), yaitu kondisi kerja memiliki efek yang
sederhana terhadap kepuasan kerja, jika kondisi kerjanya baik (bersih, dan
memiliki lingkungan yang menarik), maka para karyawan akan menemukan
bahwa sangat mudah untuk melakukan pekerjaan mereka, tetapi jika kondisi
kerja yang buruk (panas, lingkungan yang berisik), maka para karyawan akan
merasakan sangat sulit untuk melakukan pekerjaan. Dalam kata lain pengaruh
50
kondisi kerja terhadap kepuasan kerja, sama dengan kelompok kerja. Jika
kondisinya baik maka tidak akan terdapat masalah, tetapi jika kondisinya
buruk, maka akan terdapat masalah kepuasan kerja.
Sedangkan Malayu S.P Hasibuan (2007:203), mengemukakan faktorfaktor yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu :
1. Balas jasa yang adil dan layak.
2. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian.
3. Berat ringannya pekerjaan.
4. Suasana dan lingkungan pekerjaan.
5. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan.
6. Sikap pemimpin dalam kepemimpinannya.
7. Sifat pekerjaan monoton atau tidak.
2.1.4.4 Hal-hal yang Berpengaruh Pada Kepuasan Kerja
Menurut Robbins (2006:105-107), hal-hal yang berpengaruh pada
kepuasan kerja yaitu :
1. Kepuasan dan Produktivitas
Pada
penelitian
disimpulkan
bahwa
pada
level
individu
ditemukan
produktivitas yang memungkinkan untuk membuahkan kepuasan. Dapat dilihat
dari level individu ke level perusahaan, dilihat dari data kepuasan dan
produktivitas dikumpulkan pada perusahaan secara keseluruhan, bukannya
pada level individu, ditemukan bahwa perusahaan yang mempunyai lebih
banyak karyawan yang merasa puas cenderung lebih efektif daripada
51
perusahaan yang mempunyai sedikit karyawan yang puas. Oleh karena itu,
tidak dapat dinyatakan bahwa pekerja yang lebih bahagia adalah lebih
produktif, tetapi yang benar adalah bahwa perusahaan yang bahagia adalah
lebih produktif.
2. Kepuasan dan Keabsenan
Bahwa kepuasan dan keabsenan memiliki hubungan yang negatif, tetapi
hubungan tersebut umumnya kurang dari 40%. Dikatakan juga bahwa
karyawan yang tidak puas, berkemungkinan lebih besar absen dari
pekerjaannya, faktor-faktor lain mempunyai dampak pada hubungan tersebut
dan mengurangi koefisien hubungan tersebut.
3. Kepuasan dan Pengunduran Diri
Kepuasan juga berkorelasi negatif dengan pengunduran diri, namun hubungan
tersebut lebih kuat dari apa yang ditemukan pada keabsenan.
Melayu S.P Hasibuan (2007:202-203) juga mengemukakan hal-hal yang
berpengaruh pada kepuasan kerja, diantaranya ada empat faktor yaitu :
1. Kepuasan Kerja dan Kedisiplinan
Kepuasan kerja mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan, artinya jika
kepuasan diperoleh dari pekerjaan mereka, maka kedisiplinan karyawan baik,
sebaliknya jika kepuasan kerja kurang tercapai dari pekerjaannya maka
kedisiplinan karyawan menjadi rendah.
52
2. Kepuasan Kerja dan Umur Karyawan
Umur karyawan mempengaruhi kepuasan kerja. Karyawan yang masih muda,
tuntutan kepuasan kerjanya masih tinggi. Sedangkan karyawan tua, tuntutan
kepuasan kerjanya relatif rendah.
3. Kepuasan Kerja dan Perusahaan
Suatu perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, hal tersebut
dikarenakan besar kecilnya perusahaan mempengaruhi karyawan. Semakin
besar perusahaan maka kepuasan kerja karyawan akan menurun dikarenakan
peranan mereka semakin kecil untuk mewujudkan tujuan. Sedangkan pada
perusahaan kecil, kepuasan kerja karyawan akan semakin besar karena peranan
mereka semakin besar dalam mewujudkan tujuan.
4. Kepuasan Kerja dan Kepemimpinan
Kepuasan kerja karyawan banyak dipengaruhi sikap pimpinan dalam
kepemimpinannya. Kepemimpinan partisipasi memberikan kepuasan kerja bagi
karyawan, karena karyawan ikut aktif dalam memberikan pendapatnya untuk
menentukan kebijaksanaan perusahaan. Sedangkan kepemimpinan yang
otoriter akan mengakibatkan kepuasan kerja karyawan menjadi rendah.
2.1.4.5 Penyebab Kepuasan Kerja
Menurut Kreitner dan Kinicki (2001:225) terdapat lima penyebab
kepuasan kerja, diantaranya yaitu :
53
1. Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment).
Bahwa kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan yang
memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.
2. Perbedaan (Discrepancies).
Bahwa kepuasan merupakan suatu hasil untuk memenuhi harapan. Pemenuhan
harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan yang
diperoleh individu dari pekerjaan. Apabila harapan lebih besar daripada apa
yang diterima, orang akan tidak puas, sebaliknya diperkirakan individu akan
puas apabila mereka menerima manfaat di atas harapan.
3. Pencapaian Nilai (Value Attainment).
Gagasan Value Attainment adalah bahwa kepuasan merupakan hasil dari
persepsi pekerjaan yang memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang
penting.
4. Keadilan (Equity).
Bahwa kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di
tempat kerja. Kepuasan merupakan hasil persepsi orang bahwa perbandingan
antara hasil kerja dan inputnya relatif lebih menguntungkan dibandingkan
dengan perbandingan antara keluaran dan masukkan pekerjaan lain.
5. Komponen Genetik (Dispositional / genetic components).
Beberapa rekan kerja atau teman tampak puas terhadap variasi lingkungan
kerja, sedangkan lainnya kelihatan tidak puas. Hal ini didasarkan pada
keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan
faktor genetik, hal tersebut menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai
54
arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik
lingkungan pekerjaan.
2.1.4.6 Indikator Kepuasan Kerja
Menurut A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2005:117), variabel-variabel
yang dapat menjadi alat ukur kepuasan kerja diantaranya sebagai berikut :
1. Turn over
Kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan dengan turn over karyawan yang
rendah, sedangkan karyawan yang kurang puas biasanya turn over-nya lebih
tinggi.
2. Tingkat ketidakhadiran kerja (absen)
Karyawan yang kurang puas cenderung tingkat kehadirannya tinggi, mereka
sering tidak hadir dengan alasan yang tidak logis dan subjektif.
3. Umur
Ada kecenderungan karyawan yang lebih tua merasa puas dari pada karyawan
yang lebih muda. Hal ini diasumsikan bahwa karyawan yang lebih tua
berpengalaman menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan. Sedangkan
karyawan yang lebih muda biasanya mempunyai harapan yang ideal tentang
dunia kerjanya, sehingga apabila antara harapan dan realita mengalami suatu
kesenjangan maka dapat menyebabkan ketidakpuasan.
4. Tingkat pekerjaan
Karyawan-karyawan yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi
cenderung lebih puas daripada karyawan yang menduduki tingkat pekerjaan
55
yang lebih rendah. Karyawan-karyawan yang tingkat pekerjaannya lebih tinggi
menunjukan kemampuan kerja yang baik dan aktif dalam mengemukakan ideide kreatif dalam bekerja.
5. Ukuran perusahaan
Ukuran organisasi perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.
Hal ini karena besar kecil suatu perusahaan berhubungan dengan koordinasi
dan partisipasi pegawai.
2.1.4.7 Pengukuran Kepuasan Kerja
Menurut Robbins (2003:73) terdapat dua macam pendekatan yang secara
luas dipergunakan untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja, yaitu sebagai
berikut :
1. Single Global Rating
Yaitu tidak lain dengan minta individu merespon atas satu pertanyaan seperti :
dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puas anda dengan pekerjaan
anda? Responden menjawab antara “Highly Satisfied” dan “Highly
Dissatisfied”.
2. Summation Score lebih canggih
Mengidentifikasi elemen kunci dalam pekerjaan dan menanyakan perasaan
pekerja tentang masing-masing elemen. Faktor spesifik yang diperhitungkan
adalah sifat pekerjaan, supervisor, upah sekarang, kesempatan promosi dan
hubungan dengan kondisi kerja.
56
Sedangkan Greenberg dan Baron (2003:151), menunjukkan adanya tiga
cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut :
1. Rating Scales dan Kuesioner
Rating scales dan kuesioner merupakan pendekatan pengukuran kepuasan kerja
yang paling umum dipakai dengan menggunakan kuesioner dimana rating
scales secara khusus disiapkan. Dengan menggunakan metode ini, orang
menjawab pertanyaan yang memungkinkan mereka melaporkan reaksi mereka
pada pekerjaan mereka.
2. Critical Incidents
Disini individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka
yang mereka rasakan terutama memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban
mereka dipelajari untuk mengungkap tema yang mendasari. Sebagai contoh
misalnya apabila banyak pekerja menyebutkan situasi di pekerjaan dimana
mereka diperlakukan kasar oleh supervisor atau apabila pekerja memuji
supervisor atas sensitifitas yang ditunjukkan pada masa yang sulit, gaya
pengawasan memainkan peranan penting dalam kepuasan kerja mereka.
3. Interviews
Interview merupakan prosedur pengukuran kepuasan kerja dengan melakukan
wawancara tatap muka dengan pekerja. Dengan menanyakan secara langsung
tentang sikap mereka, sering mungkin mengembangkan lebih mendalam
dengan menggunakan kuesioner yang sangat terstruktur. Dengan mengajukan
pertanyaan secara berhati-hati kepada pekerja dan mencatat jawabannya secara
sistematis, hubungan pekerjaan dengan sikap dapat dipelajari.
57
2.1.5
Studi Penelitian Sebelumnya
Selain dari kajian pustaka yang berasal dari buku-buku yang telah
dijabarkkan di atas, penelitian ini juga mengambil beberapa jurnal internasional
yang terkait dengan budaya perusahaan serta kepuasan kerja untuk dipergunakan
sebagai referensi dalam penelitian ini. Penjelasan dari jurnal ini akan
dikemukakan pada tabel 2.2 di bawah ini :
Tabel 2.2
Jurnal Internasional
Pengarang
Judul Jurnal
Pembahasan
Daulatram B. Lund, Organizational Culture  Penelitian
ini menjelaskan
2003
and Job Satisfaction
tentang
pengaruh
budaya
perusahaan terhadap kepuasan
kerja.
 Penelitian
ini
menjelaskan
tentang dampak dari tipe budaya
perusahaan terhadap kepuasan
kerja
dalam
survei
dari
professional-profesional
marketing dalam seksi silang
dalam perusahaan di US.
 Penelitian
ini
menjelaskan
bahwa model penelitian ini
menggunakan model dari clan,
adhocracy,
hierarchy,
dan
market yang dipandang sebagai
kerangka konseptual untuk
analisis.
 Penelitian
ini
menjelaskan
bahwa kepuasan kerja bervariasi
secara signifikan dalam tipe-tipe
budaya
perusahaan
dan
menimbulkan kesejajaran dalam
tipe-tipe budaya di garis akhir
vertical
continue
yang
menjangkau dari proses-proses
organik sampai proses-proses
yang bersifat mekanik.
 Penelitian
ini
menjelaskan
bahwa kebutuhan data untuk
58
penelitian terhadap tipe-tipe
budaya perusahaan begitu pula
dengan kepuasan kerja akan
sangat diperlukan. Tipe-tipe
budaya ini digunakan dalam
penelitian yang banyak literatur
lainnya.
 Penelitian
ini
menjelaskan
dengan mengetahui budaya
dominan dari suatu perusahaan
dapat
membantu
pihak
manajemen
untuk
menilai
kekuatan dan batas-batas strategi
mereka.
 Penelitian
ini
menjelaskan
bahwa merger dan akuisisi telah
berkembang dalam satu dekade
terakhir namun, sukses dalam
aktivitas-aktivitas seperti itu
bergantung tidak hanya pada
sinergi ekonomi akan tetapi juga
kecocokan budaya dalam kasus
merger.
 Penelitian
ini
menjelaskan
hubungan
antara
budaya
perusahaan dengan kepuasan
kerja
karyawan
untuk
mempertahankan
keuntungan
kompetitif perusahaan perlu
merawat
hubungan-hubungan
antar karyawannya.
Andrew
1992
Brown, Organizational Culture  Penelitian ini menjelaskan
: The Key To Effective
bahwa kepemimpinan bukan
Leadership
and
hanya aktivitas yang rasional
Organizational
ataupun
teknikal
dan
Development
perusahaan tidak dapat didesain
semata-mata mengikuti cara
ilmiah.
 Penelitian ini mengungkapkan
tentang
perbedaan
antara
pendekatan tradisional dan
budaya
untuk
manajemen
perusahaan.
59
Colin
2004
 Penelitian ini mengungkapkan
tentang pengertian dari budaya
perusahaan dibagi menjadi tiga
level yaitu basic assumption,
values and belief, and artifacts.
Yang diadaptasi dari pengertian
Schein (1992).
 Penelitian ini mengungkapkan
bahwa kepemimpinan yang
efektif dan desain atau bentuk
yang dapat dipekerjakan dan
program-program
pengembangan
harus
didasarkan terhadap sensitivitas
dan
pengertian
terhadap
budaya.
 Penelitian ini mengungkapkan
perusahaan adalah budaya yang
dapat dikelola oleh adat budaya
dan simbol-simbol.
 Penelitian ini mengungkapkan
suatu tindakan pria atau wanita
dapat membuat perbedaan
terhadap suatu perusahaan
karena artifact dan aksi
simbolik
dan
cerita-cerita
mempengaruhi setiap orang.
 Penelitian ini mengungkapkan
bahwa program pengembangan
perusahaan harus didesain
untuk sensitifitas budaya dan
juga cukup kuat sebagai simbol
untuk mewakili budaya yang
ada di tempat tersebut.
 Penelitian ini mengungkapkan
pemimpin dapat belajar melalui
contoh-contoh
yang
diungkapkan
disini
dan
pengalaman mereka sendiri
serta menggunakannya untuk
membimbing
pendekatan
mereka untuk mengolah budaya
perusahaan.
Silverthone, The
Impact
Of  Penelitian ini menjelaskan
organizational Culture
tentang
konsep
yang
60
and
PersonOrganization fit on
Organizational
Commitment and Job
Satisfaction in Taiwan 
berhubungan dengan budaya
perusahaan, kesesuaian antara
organisasinya,
dengan
kesuksesan organisasional.
Penelitian ini menghasilkan
dari studi yang dilaksanakan di
Taiwan
mengindikasikan
bahwa
PO
(Person
Organization)
merupakan
elemen kunci dalam tingkat
kepuasan
kerja
dalam
pengalaman karyawan dan juga
dalam
tingkat
komitmen
organisasional baik itu diukur
oleh suatu instrumen atau ratarata
keluar
masuknya
karyawan.
 Penelitian ini menjelaskan
bahwa budaya perusahaan
diukur dari tiga perbedaan
besar yang menjelaskan budaya
perusahaan birokrasi, inovasi
dan suportifitas. Dari tiga level
tersebut, umumnya ada satu
yang lebih dominan.
 Penelitian ini menjelaskan
analisis data menghasilkan
yang sangat salah tetapi lebih
mengarah
ke
komitmen
organisasional.
Budaya
birokrasi
perusahaan
mempunyai tingkat komitmen
yang rendah. Sementara budaya
inovasi perusahaan memiliki
level menengah terhadap level
komitmen, dan budaya suportif
menunjukkan hasil terhadap
komitmen karyawan.
 Penelitian ini menghasilkan hal
yang mengindikasi bahwa
kesesuaian
yang
baik
merupakan
variabel
yang
sangat
kuat
di
dalam
perusahaan
dan
memiliki
dampak
positif
terhadap
komitmen organisasional dan
61
memiliki
dampak
negatif
terhadap keluar masuknya
karyawan.
Alf Crossman dan Job Satisfaction and  Penelitian ini menjelaskan
Bassem Abou-Zaki, Employee Performance
hubungan antara kepuasan
2003
of Lebanese Banking
kerja, segi individual, variabel
Staff.
sosial demografis, dan kinerja
kerja di sektor perbankan
komersil di Lebanese.
 Penelitian ini bertujuan untuk
meluaskan agenda penelitian
secara umum dan untuk
membangun Libanon.
 Penelitian ini bertujuan tentang
kepuasan kerja dan dampaknya
dari demografik seperti usia,
jenis kelamin, masa jabatan,
dan pendidikan.
 Penelitian ini menjelaskan
bahwa karyawan wanita lebih
puas dengan menggunakan gaji
dibandingkan karyawan pria.
Hal ini terjadi dikarenakan
wanita mengharapkan sedikit
daripada pekerjaannya sehingga
mereka lebih mudah puas.
Dilain pihak karyawan pria
secara
signifikan
lebih
terpuaskan dengan adanya
supervisi daripada karyawan
wanita. Hal tersebut disebabkan
karena karyawan pria lebih
menghargai
kesempatankesempatan
untuk
mengekspresikan
diri
dan
berpengaruh dalam pembuatan
keputusan yang penting.
Darwish A, Yousef, Satisfaction with Job  Penelitian ini menjelaskan
1997
Security as a Predictor
peranan dari kepuasan terhadap
of
Organizational
keamanan
kerja
dalam
Commitment and Job
memprediksi
komitmen
Performance in a
organisasional dan kinerja kerja
Muticultural
dalam lingkungan budaya non
Environment.
62
barat.
 Penelitian ini bertujuan untuk
memastikan faktor-faktor yang
membuat banyak variasi-variasi
tentang kepuasan terhadap
keamanan kerja karyawan.
 Penelitian ini mengungkapkan
hasil
empiris
yang
menunjukkan bahwa terdapat
hubungan korelasi yang positif,
meskipun tiidak terlalu kuat
antara
kepuasan
terhadap
keamanan kerja dan komitmen
organisasional begitu pula
kepuasan dan keamanan kerja
terhadap kinerja karyawan.
2.1.6
Pengaruh Budaya Perusahaan dan Lingkungan Kerja terhadap
Kepuasan Kerja Karyawan.
Budaya perusahaan merupakan suatu ciri khas dari suatu perusahaan yang
mencakup sekumpulan nilai-nilai kepercayaan yang membantu karyawan untuk
mengetahui tindakan apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan yang
berhubungan dengan struktur formal dan informal dalam lingkungan perusahaan.
Selain itu, budaya perusahaan juga merupakan suatu kekuatan tak terlihat yang
mempengaruhi pemikiran, persepsi, dan tindakan manusia yang bekerja di dalam
perusahaan, yang menentukan dan mengharapkan bagaimana cara mereka bekerja
sehari-hari dan membuat mereka lebih senang dalam menjalankan tugasnya.
Sebagaimana diungkapkan oleh Djoko Santoso Moeljono (2005:95), yaitu:
“Budaya perusahaan adalah peramuan berpola top-middle-bottom,
kemudian disemaikan ke setiap sel organisasi, dan menjadi nilai-nilai
kehidupan bersama, yang dapat muncul dalam bentuk perilaku formal dan
informal”.
63
Sedangkan menurut AB. Susanto, (2002:20), menyatakan bahwa :
“Budaya perusahaan dapat mempunyai dampak signifikan terhadap
ekonomi perusahaan memiliki dan mengetahui secara pasti tentang
karirnya di perusahaan sehingga mendorong karyawan semangat dalam
bekerja dan konsisten dengan tugas dan tanggungjawab”.
Dengan adanya budaya perusahaan akan memudahkan karyawan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan perusahaan dan membantu karyawan untuk
mengetahui tindakan apa yang seharusnya dilakukan sesuai dengan nilai-nilai
yang ada di dalam perusahaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut sehingga
pedoman karyawan untuk berperilaku yang dapat dijalankan dalam melaksanakan
tugas dan pekerjaannya.
Selain itu, lingkungan kerja menjadi faktor yang harus menjadi perhatian
pihak perusahaan untuk dapat mencapai kepuasan kerja karyawan. Lingkungan
kerja merupakan suatu alat ukur yang akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja
karyawan. Lingkungan kerja yang menyenangkan bagi karyawan melalui
peningkatan hubungan kerja yang harmonis baik dengan atasan, rekan kerja,
maupun bawahan, serta didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai yang
ada di tempat bekerja. Hal tersebut akan membawa dampak yang positif bagi
semua karyawan. Sehingga kepuasan kerja karyawan akan terlihat dengan baik
karena segala pekerjaan diselesaikan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
bersama.
A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2005:120), berpendapat bahwa ada dua
faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, yaitu faktor yang ada pada
diri karyawan dan faktor pekerjaannya. Faktor-faktor yang ada pada diri karyawan
antara lain kecerdasan, kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik,
64
pendidikan, pengalaman kerja. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja karyawan yang berasal dari pekerjaannya antara lain jenis
pekerjaan, struktur organisasi, pangkat, kedudukan, mutu pengawasan, jaminan
finansial, kesempatan promosi, interaksi sosial dan hubungan kerja. Berdasarkan
pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja dapat dipengaruhi
oleh kondisi fisik (lingkungan kerja).
Lingkungan kerja yang baik diciptakan oleh perusahaan akan sangat
bermanfaat bagi kelangsungan hidup dari perusahaan, karena tidak jarang terjadi
suatu perusahaan gulung tikar karena faktor lingkungan kerja karyawannya tidak
terperhatikan dengan baik. Dengan adanya lingkungan kerja yang kondusif yang
diciptakan oleh karyawan dan perusahaan akan mendorong efektivitas dari
perusahaan tersebut di dalam menjalankan roda organisasinya.
Untuk itu budaya perusahaan dan lingkungan kerja sebagai dua faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan sebaiknya dilakukan dengan baik,
karena kedua hal ini akan sangat menentukan, baik itu untuk karyawan ataupun
untuk perusahaan, karena jika kedua hal ini mendapat perhatian dari perusahaan
maka keuntungan yang akan diperoleh berupa pencapaian tujuan perusahaan dan
bagi karyawan akan memacu dirinya untuk lebih giat dan bekerja lebih produktif.
Malayu S.P Hasibuan (2007:203), menyatakan bahwa:
“Suatu perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan hal
tersebut dikarenakan besar kecilnya perusahaan mempengaruhi karyawan.
Semakin besar perusahaan, maka kepuasan kerja karyawan akan menurun
dikarenakan peranan mereka semakin kecil untuk mewujudkan tujuan.
Sedangkan pada perusahaan kecil, kepuasan kerja karyawan akan semakin
besar, Karena peranan mereka semakin besar dalam mewujudkan tujuan”.
65
2.2
Kerangka Pemikiran
Diyakini oleh banyak perusahaan, kepuasan kerja menunjukan kesesuaian
antara harapan yang timbul dan imbalan yang karyawan peroleh dikaitkan dengan
keadilan, komitmen psikologis dan motivasi yang dapat membawa pengaruh
positif bagi perusahaan. Banyak keuntungan-keuntungan yang diperoleh
perusahaan bila kepuasan kerja karyawan diperhatikan. Sebaliknya, tidak sedikit
kerugian yang dapat ditimbulkan oleh karyawan terhadap perusahaan bila mereka
merasa tidak puas. Oleh sebab itu, kepuasan kerja memegang peranan penting
dalam pembentukan perilaku karyawan dalam menjalankan pekerjaan serta tugas
sehari-hari yang akhirnya berpengaruh pada pencapaian tujuan perusahaan.
Dalam menciptakan kepuasan kerja bagi karyawan, perusahaan hendaknya
tidak saja mengutamakan pendapat dan kepentingan perusahaan saja, tetapi
perusahaan harus mau mendengarkan masukan serta keluhan-keluhan karyawan,
sehingga perusahaan dapat menciptakan kepuasan kerja yang benar-benar
memuaskan karyawannya. Perusahaan juga harus menyadari bahwa kepuasan
kerja karyawan juga merupakan social responsibility perusahaan terhadap
kepentingan karyawan.
Banyak faktor yang menjadi tolak ukur perusahaan dalam pemenuhan
kepuasan kerja karyawannya, salah satu faktor tersebut adalah budaya perusahaan.
Budaya perusahaan memberikan pengaruh terhadap pembentukan pribadi individu
yang berada di lingkungan perusahaan. Sebagai contoh : suatu perusahaan yang
menerapkan budaya disiplin, maka individu-individu yang berada di perusahaan
tersebut
akan
dengan
sendirinya
menjadi
pribadi
yang
disiplin.
66
(www.portalhr.com). Begitu pula dalam lingkungan kerja suatu perusahaan yang
menerapkan budaya perusahaan, karena budaya perusahaan merupakan hal yang
penting dalam suatu perusahaan. Dengan adanya budaya perusahaan, dapat
mempengaruhi karyawan untuk menimbulkan komitmen karyawan, kinerja
karyawan dan kepuasan kerja karyawan.
Penelitian dari Frederick W.S (2007:3) mengemukakan bahwa :
“Kepuasan kerja mempunyai hubungan dengan budaya perusahaan,
walaupun budaya tersebut tidak terlalu kuat tetapi dengan adanya
kepuasan kerja, karyawan dapat bahagia dan nyaman saat melakukan
pekerjaannya. Dilihat dari budaya perusahaan yang ideal atau baik, maka
akan membuat karyawan bekerja dengan baik”.
Selain budaya perusahaan, faktor selanjutnya yang berpengaruh terhadap
kepuasan kerja karyawan adalah lingkungan kerja. Suatu kondisi kerja yang baik
mempunyai dampak yang cukup besar terhadap kepuasan kerja karyawan. Jika
kondisi kerja baik (contoh : ruangan yang bersih), maka karyawan akan lebih
mudah dalam melaksanakan pekerjaannya.
Perusahaan harus menyadari bahwa kepuasan kerja karyawan itu tidak
bersifat
langgeng.
Dengan
demikian
bila
perusahaan
sungguh-sungguh
memperhatikan kondisi dan suasana lingkungan kerjanya, maka dengan begitu
lingkungan kerja akan menjadi motivator yang langgeng yang akan mendukung
kepuasan kerja.
Menurut A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2005:105), menyatakan
bahwa:
67
“Lingkungan kerja adalah semua aspek fisik kerja, psikologis kerja dan
peraturan kerja yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan pencapaian
produktivitas”.
Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Angelina
Yuri Pujilistiani (2009) pada perusahaan rokok terkenal PT. XYZ di Jawa Timur
pada http://jurnal-sdm.blogspot.com yang menyatakan banyak faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan diantaranya adalah kesesuaian
pekerjaan, kebijakan perusahaan termasuk kesempatan untuk berkembang, dan
lingkungan kerja. Perusahaan yang manajemennya baik adalah perusahaan yang
mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil seperti lingkungan kerja
termasuk disini adalah kondisi tempat, ventilasi, penyinaran, kantin dan tempat
parkir. Faktor-faktor ini harus diperhatikan karena menentukan kepuasan kerja
karyawan.
Mengenai hubungan kepuasan kerja dengan budaya perusahaan dan
lingkungan kerja, maka Malayu S.P Hasibuan (2005:203), menyatakan bahwa :
“Kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh balas jasa yang layak,
suasana dan lingkungan pekerjaan, penempatan yang tepat sesuai dengan
keahlian, berat ringannya pekerjaan, peralatan yang menunjang
pelaksanaan pekerjaan dan sikap individu-individu.
Sedangkan menurut Stephen P. Robbins (2006:722), menyatakan bahwa :
“Budaya itu merupakan istilah deskriptif”.
Pemahaman tersebut membedakan konsep budaya dari konsep kepuasan
kerja. Kepuasan kerja berupaya mengukur respon afektif (perasaan) terhadap
lingkungan kerja.
68
Dengan melihat kerangka pemikiran di atas, maka dapat dibuat paradigma
penelitian yaitu sebagai berikut :
Frederick W.S (2007:3)
Budaya Perusahaan
X1
(Djoko Santoso Moeljono
2005:95)
Malayu S.P Hasibuan (2005:203)
Kepuasan kerja
Karyawan
Y
(Veithzal Rivai
2009:856)
Lingkungan Kerja
X2
(Alex S. Nitisemito
2000:183)
A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2005:105)
Gambar 2.5
Paradigma Penelitian
2.3
Hipotesis
Berdasarkan uraian dan hasil penelitian yang dikembangkan para ahli di
atas, dimana adanya pengaruh antara variabel X1 ( budaya perusahaan ), X2
(lingkungan kerja) dan Y ( kepuasan kerja karyawan ). Maka peneliti mengambil
hipotesis sebagai berikut :
a. Hipotesis Parsial, adalah :
1. Terdapat pengaruh budaya perusahaan terhadap kepuasan kerja karyawan.
2. Terdapat pengaruh lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja karyawan.
69
b. Hipotesis Simultan, adalah :
1. Terdapat pengaruh budaya perusahaan dan lingkungan kerja terhadap
kepuasan kerja karyawan.
Download