hubungan intensitas kebisingan, durasi paparan dan penggunaan

advertisement
HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN, DURASI PAPARAN DAN
PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN GANGGUAN
PENDENGARAN AKIBAT BISING PADA KARYAWAN PT. BUKIT
ASAM (PERSERO) TBK BANDAR LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
Yesti Mulia Eryani
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
i
ABSTRAK
HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN, DURASI PAPARAN DAN
PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DENGAN GANGGUAN
PENDENGARAN AKIBAT BISING PADA KARYAWAN PT. BUKIT
ASAM (PERSERO) TBK BANDAR LAMPUNG
Oleh
Yesti Mulia Eryani
Latar Belakang: Gangguan pendengaran akibat bising (GPAD) adalah
gangguan pendengaran tipe sensorineural yang disebabkan oleh pajanan
bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang lama. GPAD bising
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti intensitas kebisingan, durasi
paparan, area tempat kerja dan penggunaan alat pelindung diri (APD) .
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan intensitas kebisingan,
durasi paparan dan penggunaan APD dengan GPAD.
Metode Penelitian: Desain penelitian yang digunakan adalah
observasional analitik cross sectional, dengan teknik pengambilan sampel
stratified random sampling. Populasi sebesar 330 orang, dengan sampel
62 orang. Data didapatkan melalui pengukuran langsung, medical checkup dan kuesioner. Uji analisis menggunakan uji chi-square dan regresi
logistik.
Hasil Penelitian: Dari hasil penelitian didapatkan bahwa intensitas
kebisingan dan durasi paparan memiliki hubungan dengan GPAD,
sedangkan penggunaan APD tidak memiliki hubungan dengan GPAD. Hasil
uji chi-square didapatkan nilai p untuk intensitas kebisingan 0,004, durasi
paparan 0,004 dan penggunaan APD 0,089. hasil uji regresi logistik, durasi
paparan memiliki hubungan yang lebih besar dibandingkan dengan
intensitas kebisingan dengan nilai p berturut-turut 0,037 dan 0,046.
Kesimpulan: Terdapat hubungan signifikan antara intensitas kebisingan dan
durasi paparan dengan GPAD dan tidak terdapat hubungan signifikan antara
penggunaan APD dengan GPAD.
Kata Kunci: GPAB, durasi paparan, intensitas kebisingan, APD
ii
ABSTRACT
CORRELATION OF NOISE INTENSITY, DURATION OF
EXPOSURE AND HEARING PROTECTION EQUIPMENT TOWARD
NOISE INDUCE HEARING LOSS OF WORKERS AT PT. BUKIT
ASAM (PERSERO) TBK BANDAR LAMPUNG
By
Yesti Mulia Eryani
Background: Noise Induced Hearing Loss (NIHL) is a type of
sensorineural hearing loss caused by exposure to loud sound in a long term.
NIHL influenced by several factors such as noise intensity, duration of
exposure and hearing protection equipment. This study aims to determine
the relationship of noise intensity, duration of exposure and hearing
protection equipment with NIHL.
Methods: The design of the study was analytic observasional cross
sectional, using the sample technique stratified random sampling. Total
population is 330 peoples, with total sample 62 respondens. Data obtained
through a direct measurement, medical check-up and questionnaire. The
analysis test using the chi-square test and logistic regression.
Results: The results obtained noise intensity and duration of exposure have
a relationship with NIHL, while hearing protection equipment have no
relationship with NIHL. The chi-square test result the p-value for noise
intensity 0,004, duration of exposure 0,004 and hearing protection
ewuipment 0,089. The logistic regression result, duration of exposure have a
relationship more than noise intensity with p-value 0,037 and 0,046.
Conclusions: There is a significant relationship on the correlation of noise
intensity and duration of exposure with NIHL and there is no relationship
between hearing protection equipment with NIHL.
Keywords: NIHL, noise intesity, duration of exposure, hearing equipment
HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN, DURASI PAPARAN DAN
PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN GANGGUAN
PENDENGARAN AKIBAT BISING PADA KARYAWAN PT. BUKIT
ASAM (PERSERO) TBK BANDAR LAMPUNG
Oleh
Yesti Mulia Eryani
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Yesti Mulia Eryani, dengan nama panggilan Yesti.
Bertempat lahir di Jakarta tepatnya Rumah Sakit Sumber Waras, pada tanggal 11
Januari 1994. Penulis adalah putri pertama dari ayah Eril Vannedy dan ibu Yatmi.
Penulis mengawali pendidikannya di Taman Kanak-Kanak pada tahun 1998, lalu
melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SDN Kalimulya I 1999-2005,
pendidikan sekolah menengah pertama di Asshidiqqiyah Islamic College pada
tahun 2005-2008, pendidikan sekolah menengah atas di SMA N 33 Jakarta 20082011. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan S1 di fakultas kedokteran
Universitas Lampung pada tahun 2012-sekarang. Penulis bertempat tinggal asli di
jalan Peta Utara I, nomor 90, Pegadungan, Kali Deres, Jakarta Barat.
vi
SANWACANA
Alhamdulillahi robbil’alamin, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT
yang senantiasa mencurahkan segala nikmat-Nya sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan tepat waktu.
Skripsi dengan judul “Hubungan Intensitas Kebisingan, Durasi Paparan DAn
Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Gangguan Pendengaran Akibat Bising
Pada Karyawan PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Bandar Lampung” adalah salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1.
Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung;
2.
Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes, Sp.PA., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung;
3.
dr.Fitria Saftarina, S.Ked., M.Sc., selaku Pembimbing I yang telah
memberikan nasihat, bimbingan, saran, dan kritik yang bemanfaat dalam
proses penyelesaian skripsi ini;
vii
4.
dr. Ermin Rachmawati, S.Ked., M.Biomed., selaku Pembimbing II yang telah
memberikan nasihat, bimbingan, saran,dan kritik yang bermanfaat dalam
proses penyelesaian skripsi ini;
5.
dr. Hernowo A Wasono, S.Ked., M.Kes., selaku Penguji Utama pada Ujian
Skripsi. Terima kasih atas waktu, ilmu dan saran-saran yang telah diberikan;
6.
dr. Khairun Nisa Berawi, S.Ked., M.Kes., AIFO., selaku Pembimbing
Akademik atas motivasi, arahan, waktu, ilmu, serta saran-saran yang telah
diberikan;
7.
Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung atas ilmu, waktu, dan bimbingan yang telah diberikan dalam proses
perkuliahan;
8.
Seluruh staf TU, Administrasi dan Akademik FK Unila yang turut membantu
dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini;
9.
dr. Win Geruguhsyah, S.Ked, Bapak Aang selaku pembimbing selama
melakukan penelitian dan seluruh staf karyawan PT. Bukit Asam yang telah
memberikan waktu, tenaga, dan ilmunya dalam proses penelitian dan
penyusunan skripsi ini;
10. Terima kasih yang tiada akhir untuk alm. Ayahku, Eril Vannedy, ayahku Joni
Satria dan ibuku Yatmi yang teramat sangat aku sayangi atas doa, perhatian,
semangat, kesabaran, kasih sayang, dan dukungan yang selalu mengalir setiap
saat. Terima kasih untuk perjuangannya memberikanku pendidikan yang
terbaik, baik pendidikan akademis maupun nonakademis yang dapat
digunakan penulis untuk bekal masa depannya;
viii
11. Teruntuk mbahku tersayang Mulyoto, Sakinem, Mustik, Samsibar, Asnidar
dan Jasri HS yang selalu mendukung penulis untuk terus melanjutkan
perjuangan menyelesaikan pendidikan di fakultas kedokteran;
12. Terima kasih untuk adikku tersayang Aldino Padwa Dwiyasa, sepupuku Reza
Mulya Saputri, Salsa Audria Mulya Saputri, Ayu dan Sulis, tante dan omku
tersayang yang atas doa, dukungan, serta semangat yang telah diberikan bagi
penulis;
13. My ‘Partner In Crime’, Arum Nurzeza, Dina Ikrama Putri, Elly Rahmawati,
Inaz Kemala Dewi, Putri Giani Purnamasari, tempat berbagi suka maupun
duka, memberi semangat dan dukungan tanpa henti;
14. Teman – teman seperjuangan skripsi, Duta Hafsari dan Silvi Qiroatul Aini,
yang selalu berjuang bersama – sama dalam menyelesaikan skripsi, saling
memberikan semangat satu sama lain;
15. Glady Precillia Arindi, Mentari Apriyani, Umi Dahlia, Warda Yaziji dan
semua anggota Cienza serta Alterata yang selalu memberi semangat dan
berbagi kebahagian, semoga kita semua sukses kedepannya;
16. Teman berkeluh kesah selama pembuatan skripsi, Putri Istiqomah, terima
kasih selalu mendengarkan dan selalu saling menyemangati selama
pembuatan skripsi ini dari awal hingga selesai;
17. Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 atas kebersamaannya selama ini.
Semoga kita menjadi dokter-dokter yang sukses dunia akhirat;
18. Adik-adik angkatan 2013, 2014, dan 2015, terima kasih atas dukungan dan
doanya, semoga bisa menjadi dokter yang sukses kedepannya.
ix
Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembacanya.
Bandar Lampung, Maret 2016
Penulis
Yesti Mulia Eryani
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................................................. i
ABSTRACT ........................................................................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................................................. iv
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................................................... v
SANWACANA ..................................................................................................................................... vi
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................................ xi
I. PENDAHULUAN .............................................................................................................................. 1
1.1.Latar Belakang ................................................................................................................ 1
1.2.Rumusan Masalah ........................................................................................................... 4
1.3.Tujuan Penelitian ............................................................................................................ 5
1.4.Manfaat Penelitian .......................................................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................... 8
2.1. Telinga............................................................................................................................ 8
2.1.1. Anatomi Telinga .............................................................................................................. 8
2.1.2. Vaskularisasi Telinga .................................................................................................... 11
2.1.3. Inervasi Telinga ............................................................................................................. 12
2.2. Fisiologi Pendengaran .................................................................................................. 12
2.3. Kebisingan.................................................................................................................... 14
viii
2.3.1. Definisi Kebisingan ....................................................................................................... 14
2.3.2. Sumber Kebisingan ........................................................................................................ 14
2.3.3. Jenis Kebisingan ........................................................................................................... 15
2.3.4. Alat Ukur Kebisingan .................................................................................................... 16
2.3.5. Baku Mutu dan Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan .............................................. 18
2.3.6. Pengaruh Kebisingan Terhadap Manusia ...................................................................... 19
2.3.7. Pengendalian Kebisingan ............................................................................................... 22
2.4. Gangguan Pendengaran ............................................................................................... 24
2.4.1. Definisi Gangguan Pendengaran.................................................................................... 24
2.4.2. Klasifikasi Gangguan Pendengaran ............................................................................... 24
2.4.3. Faktor Penyebab ............................................................................................................ 26
2.4.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gangguan Pendengaran Akibat Bising...................29
2.4.5. Manifestasi Klinis Gangguan Pendengaran Akibat Bising ........................................... 29
2.4.6. Diagnosis Gangguan Pendengaran Akibat Bising ......................................................... 30
2.4.7. Dampak Gangguan Pendengaran Akibat Bising terhadap Manusia .............................. 32
2.5. Kerangka Teori............................................................................................................ 34
2.6. Kerangka Konsep ......................................................................................................... 35
2.7. Hipotesis ....................................................................................................................... 35
III. METODE PENELITIAN ............................................................................................................ 35
3.1. Rancangan Penelitian ................................................................................................... 36
3.2. Waktu dan Tempat ...................................................................................................... 36
3.2.1. Waktu Penelitian ............................................................................................................ 36
3.2.2. Tempat Penelitian .......................................................................................................... 37
3.3. Variabel Penelitian ................................................................................................................... 37
3.3.1. Variabel Terikat ............................................................................................................ 37
3.3.2. Variabel Bebas ............................................................................................................... 37
3.4. Populasi dan Sampel ................................................................................................................ 37
3.4.1. Populasi Penelitian ......................................................................................................... 37
ix
3.4.2. Sampel Penelitian........................................................................................................... 38
3.4.3. Kriteria Inklusi ............................................................................................................... 39
3.4.4. Kriteria Ekslusi .............................................................................................................. 40
3.5. Instrumen Penelitian dan Cara Pengumpulan Data................................................................... 40
3.5.1. Instrumen Penelitian ...................................................................................................... 40
3.5.2. Cara Pengumpulan Data ................................................................................................ 42
3.6. Definisi Operasional ................................................................................................................. 44
3.7. Pengolahan dan Analisis Data .................................................................................................. 45
3.7.1. Pengolahan Data ............................................................................................................ 45
3.7.2. Analisis Data .................................................................................................................. 45
3.8. Alur Penelitian .......................................................................................................................... 48
IV. PEMBAHASAN............................................................................................................................ 49
4.1. Hasil Penelitian ...................................................................................................................... 49
4.1.2. Analisis Univariat .......................................................................................................... 50
4.1.3. Analisis Bivariat............................................................................................................. 52
4.1.4. Analisis Multivariat ....................................................................................................... 55
4.2. Pembahasan ............................................................................................................................. 55
4.2.1. Analisis Univariat .......................................................................................................... 55
4.2.2. Analisis Bivariat............................................................................................................. 60
4.2.3. Analisis Multivariat ....................................................................................................... 66
V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................................... 70
5.1. Kesimpulan .............................................................................................................................. 70
5.2. Saran ........................................................................................................................................ 71
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Sumber Kebisingan. ............................................................................................ 16
Tabel 2. Nilai Ambang Batas Kebisingan ......................................................................... 18
Tabel 3. Derajat Gangguan Pendengaran .......................................................................... 26
Tabel 4. Definisi Operasional ........................................................................................... 44
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Gangguan Pendengaran Akibat Bising .............................. 50
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Intensitas Kebisingan......................................................... 51
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Durasi Paparan .................................................................. 51
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Alat Pelindung Diri............................................................ 52
Tabel 9. Tabulasi silang gangguan pendengaran akibat bising dengan intensitas
kebisingan ........................................................................................................................ 53
Tabel 10. Tabulasi silang gangguan pendengaran akibat bising dengan durasi paparan . 53
Tabel 11. Tabulasi silang gangguan pendengaran akibat bising dengan penggunaan alat
pelindung diri ................................................................................................................... 54
Tabel 12. Analisis Multivariat .......................................................................................... 55
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi Telinga. .............................................................................................. 7
Gambar 2. Hasil Medical Check up. .....................................................................................
Gambar 3. Sound Level Meter. .............................................................................................
Gambar 4. Pengukuran Tingkat Kebisingan. ........................................................................
Gambar 5. Pengisian Kuesioner. ...........................................................................................
Gambar 6. Pemeriksaan audiometri. .....................................................................................
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan dan kenyamanan lingkungan pada tingkat dan waktu
tertentu (Gubata ME et al, 2009). Gangguan pendengaran akibat bising atau
Noise Induced Hearing Loss (NIHL) adalah gangguan pendengaran tipe
sensorineural yang disebabkan oleh pajanan bising yang cukup keras dalam
jangka waktu yang lama, biasanya akibat bising lingkungan kerja (Jumali et
al., 2013). Tingkat kebisingan yang tinggi ini terjadi di berbagai tempat
kerja, termasuk pembuatan makanan, kain, bahan cetak, produk logam,
obat-obatan, jam tangan dan pertambangan (Nelson DI et al., 2005).
Gangguan pendengaran dapat menimbulkan sejumlah disabilitas seperti
masalah dalam percakapan, terutama di lingkungan yang sulit, dapat
memberikan sejumlah besar keluhan. Jenis lain dari disabilitas dapat
menurunkan
kemampuan
untuk
mendeteksi,
mengidentifikasi
dan
melokalisasi suara dengan cepat dan tepat. Gangguan pendengaran yang
tidak dikoreksi dapat menimbulkan penurunan kualitas hidup, isolasi diri,
penurunan kegiatan sosial dan perasaan seperti tidak diikutsertakan, yang
2
dapat meningkatkan prevalensi gejala depresi (Arlinger S, 2003). Gangguan
pendengaran akibat bising menurut beberapa penelitian dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti intensitas kebisingan, durasi paparan, area tempat
kerja dan penggunaan alat pelindung diri (Arini EY, 2005; Chadambuka A,
Mususa F & Muteti S, 2013). Kebisingan yang sangat kuat lebih besar dari
90 dB dapat menyebabkan gangguan fisik pada organ telinga (Mukono J,
2002). Seseorang yang bekerja di lingkungan bising lebih dari lima tahun
memiliki kemungkinan lebih besar terkena penyakit tuli syaraf koklea yang
tidak dapat disembuhkan (Soepardi & Iskandar, 2003). Proses pekerjaan
mekanisasi dan pekerjaan di ruang dengan area terbatas juga dapat
menyebabkan tingkat kebisingan yang semakin tinggi.
Estimasi jumlah penderita gangguan pendengaran di seluruh dunia
meningkat dari 120 juta tahun 1995 orang menjadi 250 juta orang pada
tahun 2004 (WHO, 2001; Smith, 2004). Lebih dari 5% dari populasi dunia
memiliki gangguan pendengaran (328 juta orang dewasa dan 32 juta anakanak)(WHO, 2015). Di Indonesia prevalensi ketulian sebesar 4,6% atau
sebanyak 16 juta orang dan gangguan pendengaan sekitar 16,8% dari jumlah
penduduk Indonesia (Ramdan IM & Putri Y, 2014). Proporsi gangguan
pendengaran akibat bising di dunia kerja dan industri dari beberapa peneliti
dilaporkan cukup tinggi (Nasri SM, 2005). Di Korea, terjadi peningkatan
kejadian gangguan pendengaran akibat bising dari tahun ke tahun. Pada
tahun 1991 terjadi sekitar 178 kasus dan pada tahun 2007 meningkat
menjadi 237 kasus (Kim KS, 2010).
3
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber energi dan mineral.
Berbagai jenis sumber daya mineral dan batubara terkandung di dalamnya
(Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi, 2009). Kemajuan
industri di Indonesia cukup pesat, diantaranya industri batubara (Tambunan
HP, 2011). Selama kurun waktu 10 tahun (1996-2006) produksi batubara
mengalami peningkatan dari 12,1 juta ton menjadi 170 juta ton (ESDM,
2007). Pesatnya industri mineral di Indonesia belum diimbangi dengan
kajian mengenai gangguan pendengaran akibat bising yang rentan dialami
oleh para pekerjanya. Hanya sedikit survei dilakukan mengenai gangguan
pendengaran akibat kebisingan di industri Indonesia, diantaranya adalah
penelitian yang dilakukan Arini EY (2005) terdapat 23 orang (38,3%) dari
60 responden yang mengalami gangguan pendengaran tipe sensorineural di
PT. Kurnia Jati Semarang.
PT Bukit Asam merupakan sentra industri utama batubara Indonesia.
Tanjung Enim Bandar Lampung sebagai salah satu unit produksi PT. Bukit
Asam menyumbang 14,8 juta ton suplai batubara nasional. Menurut hasil
survei lapangan yang dilakukan di PT. Bukit Asam (PERSERO) Tbk pada
bulan Juli 2015, secara kuantitatif terdapat sekitar 12,4% karyawan
memiliki gangguan pendengaran dan banyak karyawan yang tidak
menggunakan alat pelindung diri seperti earplug saat bekerja. Terdapat
beberapa tempat yang memiliki tingkat kebisingan cukup tinggi seperti di
crusher, posko satpam dan bengkel utama.
4
Belum adanya survei mendalam mengenai data pekerja yang mengalami
gangguan pendengaran akibat bising di PT. Bukit Asam dengan faktor
faktor yang mempengaruhinya, tingginya penggunaan mesin industri,
pesatnya industri batubara, tingginya prevalensi kejadian gangguan
pendengaran akibat bising di PT. Bukit Asam (PERSERO) Tbk dan belum
adanya teori yang menjelaskan secara pasti mengenai hubungan penggunaan
alat pelindung diri dengan kejadian gangguan pendengaran akibat bising.
menjadi alasan ketertarikan saya untuk melakukan penelitian ini.
Dari uraian diatas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan
intensitas kebisingan, durasi paparan dan penggunaan alat pelindung diri
dengan gangguan pendengaran akibat bising pada karyawan di PT. Bukit
Asam (PERSERO) Tbk Bandar Lampung.
1.2. Rumusah Masalah
Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka dapat dirumuskan masalah
“Apakah terdapat hubungan antara intensitas kebisingan, durasi paparan dan
penggunaan alat pelindung diri dengan gangguan pendengaran akibat bising
pada karyawan PT. Bukti Asam (PERSERO) Tbk Bandar Lampung?”
5
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
1.
Mengetahui hubungan intensitas kebisingan, durasi paparan dan
penggunaan alat pelindung diri dengan gangguan pendengaran
akibat bising di tempat kerja pada karyawan PT. Bukti Asam
(PERSERO) Tbk Bandar Lampung.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.
Mengetahui kejadian gangguan pendengaran akibat bising di
tempat kerja pada karyawan PT. Bukti Asam (PERSERO) Tbk
Bandar Lampung.
2.
Mengetahui gambaran hubungan intensitas kebisingan dengan
gangguan pendengaran akibat bising di tempat kerja pada
karyawan PT. Bukti Asam (PERSERO) Tbk Bandar Lampung.
3.
Mengetahui gambaran hubungan durasi paparan dengan
gangguan pendengaran akibat bising di tempat kerja karyawan
PT. Bukti Asam (PERSERO) Tbk Bandar Lampung.
4.
Mengetahui gambaran hubungan penggunaan alat pelindung diri
dengan gangguan pendengaran akibat bising di tempat kerja
karyawan PT. Bukti Asam (PERSERO) Tbk Bandar Lampung.
6
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat bagi Peneliti
Dapat menerapkan ilmu yang sudah didapatkan selama perkuliahan
di Universitas Lampung dan menambah pengetahuan mengenai
hubungan intensitas kebisingan, durasi paparan dan penggunaan alat
pelindung diri dengan kejadian gangguan pendengaran akibat bising
di tempat kerja pada karyawan PT. Bukti Asam (PERSERO) Tbk
Bandar Lampung.
1.4.2. Manfaat bagi Instansi Terkait
Dapat memberikan informasi mengenai
hubungan intensitas
kebisingan, durasi paparan dan penggunaan alat pelindung diri
dengan kejadian gangguan pedengaran akibat bising di tempat kerja
pada karyawan PT. Bukti Asam (PERSERO) Tbk Bandar Lampung
sehingga pihak instansi dapat mencegah atau mengurangi angka
kejadian gangguan pendengaran akibat bising di instansi tersebut.
1.4.3. Manfaat bagi Masyarakat
Dapat memberikan informasi mengenai intensitas kebisingan, durasi
paparan dan penggunaan alat pelindung diri dengan kejadian
gangguan pendengaran akibat bising di tempat kerja pada karyawan
PT. Bukti Asam (PERSERO) Tbk Bandar Lampung sehingga dapat
mencegah insidensi gangguan pendengaran akibat bising.
7
1.4.4. Manfaat bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat menjadi suatu acuan dan sumber informasi untuk meneliti
lebih lanjut mengenai hubungan intensitas kebisingan, durasi
paparan dan penggunaan alat pelindung diri dengan kejadian
gangguan pedengaran akibat bising di tempat kerja pada karyawan
PT. Bukti Asam (PERSERO) Tbk Bandar Lampung.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Telinga
2.1.1. Anatomi Telinga
Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan
telinga dalam. Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang
telinga dan bagian lateral dari membran timpani.
Gambar 1. Anatomi telinga (Kaneshiro NK, 2014)
9
Daun telinga terdiri atas tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
atau saluran telinga merupakan saluran yang berbentuk seperti huruf S.
Saluran telinga mengandung rambut-rambut halus dan kelenjar lilin.
Rambut-rambut halus berfungsi untuk melindungi lorong telinga dari
kotoran, debu dan serangga, sementara kelenjar sebasea berfungsi
menghasilkan serumen. Kelenjar sebasea terdapat pada kulit liang
telinga (Hafil AF et al., 2007).
Telinga tengah atau cavum timpani. Telinga bagian tengah berfungsi
menghantarkan bunyi dari telinga luar ke telinga dalam. Bagian depan
ruang telinga dibatasi oleh membran timpani, sedangkan bagian dalam
dibatasi oleh foramen ovale dan foramen rotundum. Pada ruang
tengah telinga terdapat membran timpani, tulang-tulang pendengaran
yang terdiri atas maleus (tulang martil), incus (tulang landasan) dan
stapes (tulang sanggurdi), dan tuba eustachius (Moller AR, 2006; Fox
S, 2011).Tuba eustachius adalah saluran penghubung antara ruang
telinga tengah dengan rongga faring. Adanya tuba eustachius,
memungkinkan keseimbangan tekanan udara rongga telinga tengah
dengan udara luar (Liston L & Duvall AJ, 2003; Moller AR, 2006).
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dengan panjang sekitar 35 mm dan terbagi atas
skala vestibuli, skala media dan skala timpani. Vestibuler terdiri dari 3
buah kanalis semi-sirkularis yaitu kanalis semisirkularis superior,
10
posterior, dan lateral yang terletak di atas dan di belakang vestibulum.
Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan skala
timpani dengan skala vestibuli. Skala timpani dan skala vestibuli
berisi cairan perilimfa. Skala media berada dibagian tengah, yang
berisi cairan endolimfa (Ballenger JJ, 1996; Liston L & Duvall AJ,
2003; Moller AR, 2006).
Vestibulum merupakan bagian yang membesar dari labirin tulang
dengan ukuran panjang 5 mm, tinggi 5 mm dan dalam 3 mm. Dinding
posterior vestibulum mengandung 5 lubang ke kanalis semisirkularis
dan dinding anterior ada lubang berbentuk elips ke skala vestibuli
koklea (Mills JH, Khariwala SS, & Weber PC, 2006; Moller AR,
2006).
Organ corti terletak di membran basilaris yang lebarnya 0.12 mm di
bagian basal dan melebar sampai 0.5 mm di bagian apeks, berbentuk
seperti spiral (Wright A, 1997; Mills JH, Khariwala SS, & Weber PC,
2006). Sel-sel rambut tersusun dalam 4 baris, yang terdiri dari 3 baris
sel rambut luar yang terletak lateral terhadap terowongan yang
terbentuk oleh pilar-pilar Corti, dan sebaris sel rambut dalam yang
terletak di medial terhadap terowongan. Sel rambut dalam yang
berjumlah sekitar 3.500 dan sel rambut luar dengan jumlah 12.000
berperan dalam merubah hantaran bunyi dalam bentuk energi mekanik
menjadi energi listrik (Ballenger JJ, 1996).
11
2.1.2. Vaskularisasi Telinga
Vaskularisasi telinga dalam berasal dari A. Labirintin cabang A.
Cerebelaris anteroinferior atau cabang dari A. Basilaris atau A.
Verteberalis. Arteri ini masuk ke meatus akustikus internus dan
terpisah menjadi A. Vestibularis anterior dan A. Kohlearis communis
yang bercabang pula menjadi A. Kohlearis dan A. Vestibulokohlearis.
A. Vestibularis anterior memperdarahi N. Vestibularis, utrikulus dan
sebagian duktus semisirkularis. A.Vestibulokohlearis sampai di
mediolus daerah putaran basal kohlea terpisah menjadi cabang
terminal vestibularis dan cabang kohlear. Cabang vestibular
memperdarahi sakulus, sebagian besar kanalis semisirkularis dan
ujung basal kohlea. Cabang kohlear memperdarahi ganglion spiralis,
lamina spiralis ossea, limbus dan ligamen spiralis. A. Kohlearis
berjalan mengitari N. Akustikus di kanalis akustikus internus dan
didalam kohlea mengitari modiolus (Lee KJ & Peck JE, 2003).
Vena dialirkan ke V. Labirintin yang diteruskan ke sinus petrosus
inferior atau sinus sigmoideus. Vena-vena kecil melewati akuaduktus
vestibularis dan kohlearis ke sinus petrosus superior dan inferior (Lee
KJ & Peck JE, 2003).
12
2.1.3. Inervasi Telinga
N. Vestibulokohlearis (N. Akustikus) yang dibentuk oleh bagian
kohlear dan vestibular, didalam meatus akustikus internus bersatu
pada sisi lateral akar N. Fasialis dan masuk batang otak antara pons
dan medula. Sel-sel sensoris vestibularis dipersarafi oleh N. Kohlearis
dengan ganglion vestibularis (scarpa) terletak didasar dari meatus
akustikus internus. Sel-sel sensoris pendengaran dipersarafi N.
Kohlearis dengan ganglion spiralis corti terletak di modiolus (Wright
A, 1997; Mills JH, Khariwala SS, & Weber PC, 2006).
2.2. Fisiologi Pendengaran
Beberapa organ yang berperan penting dalam proses pendengaran adalah
membran tektoria, sterosilia dan membran basilaris. Interaksi ketiga struktur
penting tersebut sangat berperan dalam proses mendengar. Pada bagian apikal
sel rambut sangat kaku dan terdapat penahan yang kuat antara satu bundel
dengan bundel lainnya, sehingga bila mendapat stimulus akustik akan terjadi
gerakan yang kaku bersamaan. Pada bagian puncak stereosillia terdapat rantai
pengikat yang menghubungkan stereosilia yang tinggi dengan stereosilia yang
lebih rendah, sehingga pada saat terjadi defleksi gabungan stereosilia akan
mendorong gabungan-gabungan yang lain, sehingga akan menimbulkan
regangan pada rantai yang menghubungkan stereosilia tersebut. Keadaan
tersebut akan mengakibatkan terbukanya kanal ion pada membran sel, maka
terjadilah depolarisasi. Gerakan yang berlawanan arah akan mengakibatkan
13
regangan pada rantai tersebut berkurang dan kanal ion akan menutup.
Terdapat perbedaan potensial antara intra sel, perilimfa, dan endolimfa yang
menunjang terjadinya proses tersebut. Potensial listrik koklea disebut koklea
mikrofonik, berupa perubahan potensial listrik endolimfa yang berfungsi
sebagai pembangkit pembesaran gelombang energi akustik dan sepenuhnya
diproduksi oleh sel rambut luar (May BJ, Budelis J & Niparko JK, 2004).
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dihantarkan melalui udara atau tulang
ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani dan diteruskan
ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan
memperkuat getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian
perbandingan luas membran timpani dan foramen ovale. Energi getar yang
telah diperkuat ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan foramen
ovale sehingga cairan perilimfe pada skala vestibuli bergerak (Guyton AC &
Hall JE, 2006).
Getaran akibat getaran perilimfa diteruskan melalui membran Reissner yang
akan mendorong endolimfa, sehingga akan terjadi gerak relatif antara
membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang
mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut,
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari
badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan
14
potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius
sampai ke korteks pendengaran (area 39 - 40) di lobus temporalis (Guyton
AC & Hall JE, 2006).
2.3. Kebisingan
2.3.1. Definisi Kebisingan
Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan dan kenyamanan lingkungan pada
tingkat dan waktu tertentu (Gubata ME et al., 2009).
2.3.2. Sumber Kebisingan
Menurut
Prasetyo
dalam
bukunya
yang
berjudul
"Akuistik
Lingkungan" kebisingan dapat bersumber dari (Gabriel JF, 1999) :
a. Bising dalam
Bising dalam yaitu sumber bising yang berasal dari manusia,
bengkel mesin dan alat-alat rumah tangga.
b. Bising luar
Bising luar yaitu sumber bising yang berasal dari lalu lintas,
industri, tempat pembangunan gedung dan lain sebagainya.
15
Sumber bising juga dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu (Gabriel
JF, 1999):
a. Sumber bergerak seperti kendaraan bermotor yang sedang bergerak,
kereta api yang sedang melaju, pesawat terbang jenis jet maupun
jenis baling- baling.
b. Sumber bising yang tidak bergerak adalah perkantoran, diskotik,
pabrik tenun, gula pembangkit listrik tenaga diesel dan perusahaan
kayu.
2.3.3. Jenis Kebisingan
Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan (Suma’mur PK, 1994) :
a. Kebisingan yang kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas
misalnya mesin-mesin, kipas angin dan lain-lain.
b. Kebisingan yang kontinu dengan spektrum frekuensi yang sempit
misalnya gergaji sirkuler, katup gas dan lain-lain.
c. Kebisingan terputus-putus misalnya lalu lintas, suara kapal
terbang di lapangan udara.
d. Kebisingan impulsif seperti tembakan bedil atau meriam dan
ledakan.
e. Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempat di
perusahaan.
16
Tabel 1. Sumber kebisingan (Rabinowitz PM, 2000)
Common source of noise sound
Loudness (dB)
Gunshoot (peak level)
140 to 170
Jet take off
140
Rock concert, chain saw
110 to 120
Diesel locomotive, stereo headphones
100
Motorcycle, lawnmower
90
OSHA level for hearing conversation
85
Conversation
80
Quiet room
50
whisper
30 to 40
OSHA = Occupational Safety and Health Administration, dB: decible.
Berdasarkan skala intensitas maka kebisingan dibagi dalam: sangat
tenang, sedang, kuat sangat hiruk pikuk dan menulikan (Gabriel JF,
1999).
2.3.4. Alat Ukut Tingkat Kebisingan
Alat-alat untuk mengukur tingkat kebisingan adalah (Gabriel JF,
1999) :
a
Sound Level Meter
Alat ini dapat mengukur kebisingan antara 30-130 dB(A) dan
frekuensi 20-20.000 Hz. Alat ini terdiri dari mikrofon, alat
penunjuk elektronik, amplifier dan terdapat tiga skala pengukuran
yaitu:
-
Skala A
Untuk
memperlihatkan
kepekaan
yang terbesar
pada
frekuensi rendah dan tinggi yang menyerupai reaksi untuk
intensitas rendah.
17
-
Skala B
Untuk memperlihatkan kepekaan telinga terhadap bunyi
dengan intensitas sedang.
-
Skala C
Untuk bunyi dengan intensitas tinggi. Alat ini dilengkapi
dengan Oktave Band Analyzer.
b
Oktave Band Analyzer
Alat ini untuk mengukur analisa frekuensi dari suatu
kebisingan yang dilengkapi dengan filter-filter menurut Oktave.
c
Narrow Band Analyzer
Alat ini dapat mengukur analisa frekuensi yang lebih lanjut
alau disebut juga analisa spektrum singkat.
d
Tape Recorder Kualitas tinggi
Untuk mengukur kebisingan yang terputus putus, bunyi yang
diukur direkam dan dibawa ke laboratorium untuk dianalisa.
Alat ini mampu mencatat frekuensi 20Hz-20KHz.
e
Impact Noise Analyzer
Alat ini dipakai untuk kebisingan impulsif.
f
Noise Logging Dosimeter
Alat ini untuk menganalisa, kebisingan dalam waktu 24 jam
dan dianalisa dengan menggunakan komputer sehingga
didapatkan grafik tingkat kebisingan.
18
2.3.5. Baku Mutu dan Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan
Nilai ambang batasnya kebisingan 85 dB(A), diatur oleh Menteri
Tenaga kerja Nomor KEP. 13/Men/X/2011 Peraturan Perundangan
yang berkaitan dengan kebisingan di tempat kerja. Nilai Ambang
Batas (NAB) ialah suatu kriteria atau angka yang diperbolehkan untuk
kebisingan 85 dB(A) dengan waktu kerja selama 8 jam/hari dan
pekerja tidak boleh terpajan lebih dari 140 dB(A) walau sesaat. Baku
mutu dan nilai ambang batas kebisingan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Ambang Batas Kebisingan (Kepmenaketrans, 2011)
Waktu pemaparan per hari
8
Jam
4
2
1
Intensitas kebisingan dalam dBA
85
88
91
94
30
15
7,5
3,75
1,88
0,94
Menit
97
100
103
106
109
112
28,12
14,06
7,03
3,52
1,76
0,88
0,44
0,22
0,11
Detik
115
118
121
124
127
130
133
136
139
19
2.3.6. Pengaruh Kebisingan Terhadap Manusia
Kebisingan sangat berpengaruh sekali pada manusia. Banyak penyakit
atau gangguan yang dapat ditimbulkan oleh bising. Penyakit atau
gangguan ini dapat dikelompokkan sebagai berikut (Soeripto M, 1996;
Arini EY, 2005; Brookhouser PE, 2006; Thorne PR et al., 2008) :
a. Gangguan Fisiologis
Kebisingan dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa
kelelahan, dada berdebar, peningkatan denyut jantung dan ritme
pernafasan, pusing, sakit kepala dan penurunan nafsu makan.
Selain itu juga dapat meningkatkan tekanan darah, pengerutan
saluran darah di kulit, meningkatkan laju metabolik, menurunkan
keaktifan organ pencernaan dan ketegangan otot.
Pada umumnya kebisingan bernada tinggi sangat mengganggu
lebih-lebih yang terputus-putus atau yang datangnya secara tibatiba. Gangguan dapat terjadi pada peningkatan tekanan darah,
peningkatan denyut nadi, basa metabolisme, konstruksi pembuluh
darah kecil terutama pada tangan dan kaki dapat menyebabkan
pucat dan gangguan.
b. Gangguan psikologis
Gangguan psikologis akibat kebisingan dapat berupa rasa tidak
nyaman, gangguan perasaan, kurang konsentrasi, rasa jengkel,
rasa khawatir, cemas, susah tidur, mudah marah dan cepat
20
tersinggung. Suara secara psikologis dianggap bising dapat
disebabkan oleh 3 faktor
yaitu volume, perkiraan dan
pengendalian. Dari faktor volume dapat dijelaskan bahwa suara
yang semakin keras akan dirasakan semakin mengganggu, Jika
suara bising itu dapat diperkirakan datangnya secara teratur,
kesan gangguan yang ditimbulkan akan lebih kecil dari pada
suara itu datang tiba-tiba atau tidak teratur, lain halnya jika suara
itu bisa dikendalikan.
c. Gangguan komunikasi
Resiko potensial terhadap pendengaran terjadi apabila komunikasi
pembicaraan harus dijalankan dengan berteriak. Gangguan ini
dapat menimbulkan terganggunya pekerjaan dan kadang-kadang
mengakibatkan salah pengertian yang secara tidak langsung dapat
menurunkan kualitas dan kuantitas kerja.
Agar pembicaraan dapat dimengerti dalam lingkungan bising,
maka pembicaraan harus diperkeras dan harus dalam kata dan
bahasa yang mudah dimengerti oleh penerima. Dalam ruangan
kerja yang bising, pekerja akan berhubungan pada jarak yang
dekat, yaitu kira-kira 1 m. Pada jarak ini komunikasi dapat
dicapai dengan suara normal apabila backround noise paling
tinggi 78 dB. Batas maksimal kebisingan dalam ruang kerja
21
adalah 62 dB, pada level ini komunikasi masih bias berlangsung
pada jarak 2 m.
d. Gangguan tidur
Untuk malam hari intensitas kebisingan maksimal adalah 35 dB
yang memungkinkan tidak mengganggu tidur.
e. Gangguan pendengaran
Gangguan yang ditimbulkan oleh kebisingan pada fungsi
pendengaran dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu:

Trauma akustik
Hilangnya
pendengaran
yang
umumnya
dikarenakan
pengaruh eksposur tunggal atau beberapa eksposur dari
kebisingan dengan intensitas yang sangat tinggi dalam waktu
yang singkat, seperti ledakan. Suara yang amat keras seperti
ledakan meriam dapat memecahkan gendang telinga,
merusakkan sel sensoris saraf
pendengaran, akibat terasa
mendadak dan dramatis, jadi tenaga kerja dapat mengetahui
penyebabnya.

Temporary Treshold Shiff (Ketulian sementara)
Bila tenaga kerja memasuki ruang yang sangat bising
pendengarannya akan berkurang. Berkurangnya pendengaran
ini tidak berlangsung terus-menerus dan akan kembali lagi
seperti
biasa setelah beberapa lama. Waktu kembalinya
22
pendengaran ini bisa terjadi beberapa menit sampai beberapa
jam bahkan hari tergantung dari tingginya intensitas
kebisingan di tempat itu. Pulihnya pendengaran seperti
semula dibutuhkan waktu 3x24 jam s/d 7x24 jam. Apabila
tenaga kerja sudah terpapar kembali sebelum pemulihan
sempurna
mengakibatkan
adanya
sisa-sisa
ketulian,
sementara apabila terpapar secara terus-menerus selama
bertahun-tahun akan berubah menjadi ketulian yang menetap.

Permanent Treshold Shiff (Ketulian menetap)
Ketulian ini juga sering disebut Noise Permanent Treshold
Shift (NPTS) atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL), yaitu
hilangnya pendengaran secara perlahan-lahan oleh karena
kerusakan sensorineural akibat dari pemaparan kebisingan
yang lama dengan intensitas yang tinggi. Sifat dari ketulian
ini irreversible dan tidak dapat sembuh kembali. Penurunan
ini berlangsung secara perlahan-lahan dan membutuhkan
waktu yang lama. Lokasi dari kerusakan terjadi pada organ
corti dan koklea dimana terdapat reseptor serabut yang
berupa hair cells.
2.3.7. Pengendalian Kebisingan
Kebisingan dapat menimbulkan gangguan bila tidak ditangani dengan
baik. Sehubungan dengan itu perlu dibuat program pengedalian
23
kebisingan yang komprehensif menurut Suma'mur, pengendalian
kebisingan itu antara lain (Feidihal, 2007) :
a. Pengurangan kebisingan
Pengalaman menekankan bahwa modifikasi mesin atau bangunan
untuk maksud pengurangan kebisingan adalah sangat mahal dan
kurang efektif maka dari itu perencanaan sejak semula adalah
paling utama yaitu dengan pengawasan kebisingan dapat berupa
kegiatan sebagai berikut: pemeriksaan kebisingan secara berkala
baik di lapangan maupun di laboratorium, menganalisis hasil
pemeriksaan
merumuskan
saran
dan
pemecahan
masalah
berdasarkan pemeriksaan dan analisis hasil.
b. Penempatan penghalang pada jalan transmisi
Isolasi mesin adalah usaha yang baik mengurangi kebisingan.
Untuk itu perencanaan harus sempurna dan bahan-bahan yang
dipakai harus mampu menyerap suara. Bahan-bahan penutup
harus dibuat cukup berat dan lapisan dari bahan yang menyerap
suara.
c.
Proteksi dengan alat pelindung diri (sumbat atau tutup telinga).
Tutup telinga biasanya lebih efektif dari penyumbat telinga. Alat
ini dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar 20-25 dB(A).
Harus
diusahakan
perbaikan
komunikasi
sebagai
akibat
pemakaian alat-alat ini. Menurut Mukono, pencegahan terjadinya
efek kebisingan dapal dilakukan dengan melaksanakan beberapa
24
kegiatan sebagai berikut: melakukan pemantulan paparan bising,
melakukan kontrol terhadap aspek teknis, mengevaluasi efek
kebisingan dengan audiometer, menggunakan alat proteksi diri,
memberikan motivasi dan pendidikan kesehatan serta melakukan
evaluasi dan audit program.
2.4 Gangguan Pendengaran
2.4.1. Definisi Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial atau
total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga
(Timothy C & Hain TC, 2015). Gangguan pendengaran akibat bising
atau noise induced hearing loss (NIHL) adalah gangguan pendengaran
tipe sensorineural yang disebabkan oleh pajanan bising yang cukup
keras dalam jangka waktu yang lama, biasanya akibat bising
lingkungan kerja (Jumali et al., 2013).
2.4.2. Klasifikasi Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran dapat diklasifikasikan sebagai (ASHA, 2011):
a. Tuli Konduktif
Tuli konduktif terjadi ketika suara tidak diteruskan dengan mudah
melalui saluran telinga luar ke membran timpani dan ke tulang
pendengaran dibagian telinga tengah. Tuli konduktif membuat
suara terdengar lebih halus dan sulit didengar. Tipe tuli ini dapat
25
dikoreksi dengan obat-obatan atau operasi. Beberapa penyebab
yang mungkin dapat menyebabkan tuli konduktif antara lain:
cairan di telinga tengah, infeksi telinga (otitis media), fungsi tuba
yang menurun, lubang di membran timpani, terlalu banyak
serumen, benda asing di saluran telinga dan malformasi dari
telinga bagian luar ataupun tengah.
b. Tuli Sensorineural (NIHL)
Tuli sensorineural terjadi ketika terdapat kerusakan pada telinga
bagian dalam (koklea) atau saraf dari telinga dalam menuju ke
otak. Tipe tuli ini merupakan tipe tuli yang biasanya bersifat
permanen. Pada tuli sensorineural terjadi penurunan kemampuan
untuk mendengar suara lemah. Atau suara yang sudah cukup keras
tetapi masih terdengar tidak jelas atau redup. Beberapa penyebab
yang mungkin dapat menyebabkan tuli sensorineural antara lain:
obat yang toksik terhadap pendengaran, genetik, penuaan, trauma
kepala, malformasi telinga bagian dalam dan paparan terhadap
bising.
c. Tuli Campuran
Bila gangguan pendengaran/ketulian konduktif dan sensorineural
terjadi bersamaan.
Derajat gangguan pendengaran berdasarkan International Standard
Organization (ISO) adalah normal (0 – 25 dB), tuli ringan (26 – 40
26
dB), tuli sedang (41 – 60 dB), tuli berat (61 – 90 dB), dan tuli sangat
berat (>90 dB) (WHO, 2015).
Tabel 3. Derajat gangguan pendengaran (WHO, 2015)
Grade of
impairment
0 - no
impariment
Corresponding
audiometric ISO
value
24 dB or better
(better ear)
1 – slight
impairment
26-40 dB (better
ear)
2–
moderate
impairment
41-60 dB (better
ear)
3- severe
impairment
61-80 dB (better
ear)
4- profound
impairment
including
deafness
81 dB or greater
performance
No or very slight
hearing problems.
Able to hear
whisper
Able to hear and
repeat words
spoken in normal
voice at 1 metre
Able to hear and
repeat words
spoken in raise
voice in 1 metre
Able to hear some
words when
shouted into
better ear
Unable to hear
and understand
even a shouted
voice
recommendations
Counseling,
hearing aids may
be needed.
Hearing aids
usually
recommended
Hearing aids
needed. If no
hearing aids
available, lipreading and
signing should be
taugh
Hearing aids may
help understanding
words. Additional
rehabilitation
needed. Lipreading and
sometimes signing
essential
Grades 2, 3 and 4 are classified as disabling hearing impairment
2.4.3. Faktor Penyebab
Secara garis besar faktor penyebab terjadinya gangguan pendengaran
dapat berasal dari genetik maupun didapat:
27
a. Faktor Genetik
Pada umumnya berupa gangguan pendengaran bilateral tetapi
dapat pula asimetrik dan mungkin bersifat statis maupun progresif.
Kelainan dapat bersifat dominan, resesif, berhubungan dengan
kromosom X, atau merupakan suatu malformasi pada satu atau
beberapa organ.
b. Faktor Didapat
a. Infeksi
b. Masalah Perinatal
Prematuritas, hipoksia berat, hiperbilirubinemia. Gangguan
pendengaran yang terjadi bersifat tuli sensorineural.
c. Obat Ototoksik
Obat-obatan yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran
adalah:
Golongan
antibiotika:
eritromicin,
gentamicin,
streptomicin, tobramicin, netilmicin, amikacin, neomycin
(pada pemakaian tetes telinga), kanamycin, etiomycin,
vancomycin. Golongan diuretika: furosemide. Gangguan
pendengaran yang terjadi bersifat tuli sensorineural. Onset
terjadinya gangguan pendengaran akibat obat ototoksik ini
bervariasi. Beberapa penelitian menunjukkan onset yang
lambat. Dan ada pula penelitian yang menunjukkan bersifat
sementara atau transient. Hal ini diduga berhubungan dengan
durasi dan total dosis obat ototoksik yang diberikan.
d. Trauma
28
Fraktur tulang temporal, perdarahan pada telinga tengah atau
koklea, dislokasi osikular, trauma suara.
e. Neoplasma
Bilateral akustik neurinoma, cerebellopontine tumor, tumor
pada telinga tengah.
f. Kebisingan
Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan penurunan
ambang dengar akibat bising, yakni lama paparan bising,
frekuensi paparan bising, tingkatan/besaran paparan, dosis
paparan harian, spektrum kebisingan, temporal pattern dan
faktor internal dari dalam tubuh manusia sendiri yang
mempermudah timbulnya gangguan pendengaran (kadar gula
darah, hemoglobin, viskositas darah, masa jendal darah, kadar
kolesterol, kadar trigliserida, usia dan jenis kelamin dari
penderita). Lama paparan bising lebih dari 10 tahun akan
menyebabkan peningkatan NIPTS (Noise Induce Permanen
Treshold Shift) terutama pada frekuensi 4 KHz.
Tingkatan/besaran paparan bising diatas 85 dBA pada
frekuensi tinggi lebih cepat menyebabkan gangguan dengar
dibandingkan pada frekuensi rendah. Gangguan dengar yang
terjadi pada frekuensi percakapan 500, 1000, 2000, dan 3000
Hz (berdasarkan AMA hearing handicap scale) tergantung dari
lama paparan bising maupun tingkatan/besar paparan bising.
29
Semakin lama dan semakin tinggi tingkatan/besar paparan
bising akan menimbulkan peningkatan NIPTS pada frekuensi
percakapan (Dobie RA, 2006; Arini EY, 2005; ASHA, 2011).
2.4.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gangguan Pendengaran
Akibat Bising
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian gangguan pendengaran
akibat bising di tempat kerja (Rambe AYM, 2003; Arini EY, 2005;
Chadambuka A, Musosa F & Muteti S, 2013):
1. Intensitas kebisingan
2. Frekuensi kebisingan
3. Lamanya waktu pemaparan bising
4. Kerentanan individu
5. Jenis kelamin
6. Usia
7. Kelainan di telinga tengah
8. Area tempat kerja
9. Lamanya bekerja
10. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).
2.4.5. Manifestasi Klinis Gangguan Pendengaran Akibat Bising
Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising (noise
induced hearing loss) adalah (Brookhouser PE, 2006; ACOEM,
2003):
30
1. Bersifat sensorineural, mengenai rambut silia di telinga dalam.
2. Hampir selalu bilateral
3. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat (profound hearing
loss) Derajat ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB.
4. Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan
pendengaran yang signifikan.
5. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000,
4000 dan 6000 Hz, dimana kerusakan yang paling berat terjadi
pada frekwensi 4000 Hz.
6. Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekuensi 3000,
4000 dan 6000 Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam
10-15 tahun.
7. Paparan bising tunggal biasanya tidak menghasilkan gangguan
pendengaran lebih dari 75dB pada frekuensi tinggi dan 40 dB pada
frekuensi rendah.
2.4.6. Diagnosis Gangguan Pendengaran Akibat Bising
Diagnosa atau identifikasi suatu penyakit akibat hubungan kerja yang
terjadi pada suatu populasi pekerja dapat dilakukan dengan
menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan epidemiologis dan
pendekatan klinis.
-
Pendekatan epidemiologis
Pendekatan ini terutama digunakan apabila ditemukan adanya
gangguan kesehatan atau keluhan pada sekelompok pekerja.
31
Pendekatan ini perlu untuk mengidentifikasi adanya hubungan
kausal antar suatu pajanan dengan penyakit. Sebagai hasil dari
penelitian epidemologis, banyak berhasil diidentifikasi pajanan
yang
dapat
menyebabkan
penyakit.
Identifiksi
tersebut
mempertimbangkan kekuatan asosiasi, konsistensi, spesifitas,
adanya hubungan waktu dengan kejadian penyakit, hubungan dosis
dan penjelasan patofisiologis.
-
Pendekatan klinis (individual)
Pendekatan ini perlu dilakukan untuk menentukan apakah
seseeorang menderita penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaannya
atau tidak. Langkah – langkah yang dilakukan adalah :
a.
Menentukan diagnosis klinis.
b.
Menentukan pajanan yang dialami induvidu tersebut dalam
pekerjaan.
c.
Menentukan apakah ada hubungan antara pajanan dengan
penyakit.
d.
Menentukan apakah pajanan cukup besar.
e.
Menentukan apakah ada faktor- faktor individu yang
berperan.
f.
Menentukan apakah ada faktor lain diluar pekerjaan.
g.
Menentukan diagnosis penyakit akibat hubungan kerja
(Buchari, 2007).
32
Diagnosis Tuli akibat Bising :
-
Keadaan sebelum kerja: umur, penyakit telinga, pemeriksaan THT,
audiometri.
Gangguan pendengaran akibat bising dapat dianalisis melalui hasil
pemeriksaan audiometri apabila ambang dengar hantaran tulang
dan ambang dengar hantaran udara keduanya tidak normal dan
saling berhimpit membuat takit pada frekuensi 4000 Hz.
Penurunan nilai ambang dengar dilakukan pada kedua telinga.
-
Keadaan bising lingkungan kerja.
-
Pekerja: lama pajanan/hari, alat pelindung telinga, pemeriksaan
pendengaran tiap 6 bulan.
-
Pemeriksaan pendengaran: tes berbisik dalam jarak 6 meter,
audiometri nada murni dengan waktu 16 – 36 jam bebas pajanan
bising dan perhatikan malingering (Buchari, 2007; Permenaketrans,
2008).
2.4.7. Dampak Gangguan Pendengaran Akibat Bising Terhadap
Kehidupan
Tuli akibat bising memiliki dampak bagi kehidupan. Dampak
gangguan pendengaran akibat bising ada dalam beberapa aspek yaitu
aspek fungsional, sosial dan emosional, serta aspek ekonomi. Dampak
gangguan pendengaran akibat bising pada aspek fungsional misalnya
ketidakmampuan dalam berkomunikasi dengan orang lain, kesulitan
dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan, kemampuan
33
untuk mendeteksi, mengidentifikasi, dan melokalisasi suara dengan
cepat dan tepat (Rabinowitz PM, 2000; Arlinger S, 2003; WHO,
2015). Dampak pada aspek sosial dan emosional seperti merasa
sendirian, isolasi diri, frustasi, penurunan kegiatan sosial dan perasaan
seperti tidak diikutsertakan, yang dapat meningkatkan prevalensi
gejala depresi (Arlinger S, 2003; WHO, 2015).
Pada orang dewasa di negara berkembang kebanyakan tidak memiliki
pekerjaan. Pada orang yang memiliki pekerjaan, pekerja dengan
gangguan pendengaran memiliki persentase yang tinggi pada pekerja
dengan derajat yang rendah. Jadi dampak yang terjadi pada aspek
ekonomi adalah pekerja dengan gangguan pendengaran sebanding
dengan level individu, dan memiliki dampak pada ekonomi dan sosial
orang tersebut (WHO, 2015).
34
2.5. Kerangka Teori
Industri batubara
Mesin Produksi
Getaran
Debu
-
Lama bekerja
-
Usia
-
Jenis kelamin
-
Penggunaan APD
-
Obat toksik terhadap
Kebisingan
-
Intensitas
-
Frekuensi
telinga
-
Trauma
Gangguan pendengaran
sensorineural (NIHL)
Gangguan nilai ambang dengar
Sumber: Rambe AYM, 2003; Arini EY, 2005; ASHA, 2011; Chadambuka A,
Musosa F & Muteti S, 2013.
35
2.6. Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
Intensitas kebisingan
Durasi paparan
Tuli Sensorineural
Penggunaan alat pelindung
diri
2.7. Hipotesis
Terdapat hubungan antara intensitas kebisingan, durasi paparan dan
penggunaan alat pelindung diri dengan kejadian gangguan pedengaran akibat
bising di tempat kerja pada karyawan PT. Bukit Asam (PERSERO) Tbk
Bandar Lampung.
36
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional, yaitu melakukan pengukuran, gangguan
pendengaran, intensitas kebisingan, mengumpulkan data-data mengenai
umur, jenis kelamin, durasi paparan, masa kerja dan pemakaian alat
pelindung diri saat bekerja. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
hubungan intensitas kebisingan, durasi paparan dan penggunaan alat
pelindung diri dengan gangguan pendengaran akibat bising pada pekerja
dari suatu populasi pada satu waktu tertentu.
3.2. Waktu dan Tempat
3.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober - Januari 2015.
37
3.2.2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PT. Bukit Asam (PERSERO) Tbk
Tarahan, Bandar Lampung dan Rumah Sakit Advent Kota Bandar
Lampung.
3.3. Variabel Penelitian
3.3.1. Variabel Terikat
Variabel terikat (dependent variable) yaitu variabel yang berubah
akibat perubahan variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian
ini adalah gangguan pendengaran akibat bising di tempat kerja.
3.3.2. Variabel Bebas
Variabel bebas (independent variable) yaitu variabel yang apabila
berubah akan mengakibatkan perubahan variabel lain. Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah intensitas kebisingan, durasi
paparan dan penggunaan alat pelindung diri.
3.4. Populasi dan Sampel
3.4.1. Populasi Penelitian
Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja pabrik
batubara di Sumatra. Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah
38
seluruh karyawan PT. Bukit Asam (PERSERO) Tbk Bandar
Lampung yang berjumlah 330 orang.
3.4.2. Sampel Penelitian
Sebagai sampel penelitian diambil dari sebagian populasi, jumlah
sampel yang diuji dihitung dengan menggunakan rumus dari
Lemeshow S et al tahun 1990 dalam “Adequacy of Sample-Size in
Health Studies”. Penentuan besar sampel dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
(
)
Keterangan :
n = besar sampel (sample size)
N = besar populasi
Z = nilai pada kurva normal untuk
(alhpa) tertentu
= 0,05 Z =1,96
p = estimator proporsi populasi = 30% (Hasil penelitian gangguan
pendengaran tipe sensorineural oleh Diah Sulistyowati, 2001) (Arini
EY, 2005).
q = 1-p
d = degree of precision (0,05).
39
Sehingga didapatkan jumlah sampel sebagai berikut:
(
(
)
)
(
)
Sampel yang didapatkan sebanyak 57 responden. Untuk menghindari
dropout apabila ada responden yang tidak bisa menjadi sampel maka
sampel ditambahkan 10% dari sampel yang ada menjadi 63
responden. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan Stratified
Random Sampling.
3.4.3. Kriteria Inklusi
Sampel penelitian sebanyak 63 responden adalah sebagian dari
populasi yang ditentukan dengan kriteria inklusi sebagai berikut:
a. Bersedia mengikuti penelitian.
b. Usia produktif.
c. Melakukan medical check-up di Rumah Sakit Advent
40
3.4.4. Kriteria eksklusi
Sampel penelitian sebanyak 63 responden disesuaikan dengan
kriteria eksklusi dalam penelitian ini. Kriteria ekslusi yang diajukan
adalah:
a. Mengkonsumsi obat yang toksik terhadap telinga dari golongan
antibiotika
dan
diuretik
seperti
streptomisin,
kanamisin,
kloramfenikol dan furosemid secara terus - menerus dan dalam
jangka waktu yang lama.
b. Pernah menderita atau sedang menderita gangguan pendengaran
telinga luar seperti serumen obturans dan benda asing di telinga.
c. Pernah menderita atau sedang menderita gangguan pendengaran
telinga tengah seperti otitis media akut atau kronik.
3.5. Instrumen Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
3.5.1. Instrumen Penelitian
a. Formulir Informed Consent
Merupakan formulir yang berisi kesediaan dari responden dalam
mengikuti penelitian yang akan dilakukan.
b. Kuesioner Penelitian
Kuesioner dipakai untuk mencatat dan sebagai pedoman
penelitian untuk mendapatkan data-data mengenai umur, jenis
kelamin, durasi paparan, masa kerja dan pemakaian alat
41
pelindung diri saat bekerja. Bagi para pekerja sebagai responden,
disusun daftar pertanyaan untuk memperoleh data pendukung
tersebut oleh peneliti yang dibuat peneliti dan dilakukan uji
validitas dan realibilitas menggunakan uji statistik.
c. Audiometer
Audiometer adalah alat untuk mengukur daya dengar tenaga
kerja. Prinsip penggunaan audiometer sebagai berikut:
-
Pekerja yang akan diperiksa atau diukur harus terbebas dari
paparan bising selama 16 jam agar didapatkan gambaran
audiogram yang dapat dipercaya.
-
Pemeriksaan Air Conduction (AC) tes pendengaran melalui
udara.
-
Pemeriksaan Bone Conduction (BC) melalui tulang.
-
Pengenalan nada kepada pekerja yang diperiksa atau diukur
dan diminta menekan tombol apabila mendengar nada.
-
Pemeriksaan pendengaran dilaksanakan berturut-turut dari
frekuensi 1000 Hz pada 40 dB kalau tidak mendengar
dinaikkan menjadi 60 dB, kemudian diturunkan setiap 10 dB
sampai tidak mendengar sama sekali kemudian dinaikkan 5
dB, catat di audiogram.
-
Berikutnya frekuensi 2000 Hz, 4000 Hz, 8000 Hz, lalu
kembali ke frekuensi 1000 Hz, 500 Hz, 250 Hz.
-
Pemeriksaan dilakukan pada telinga kanan baru telinga kiri.
42
-
Nilai ambang dicatat pada audiogram sampai selesai semua
frekuensi (Arini EY, 2005).
d. Sound Level Meter
Sound Level Meter adalah alat untuk mengukur intensitas
kebisingan. Prinsip penggunaan Sound Level Meter adalah:
-
Alat di kalibrasi dengan menempatkan kalibrator pada
mikrofon alat dengan posisi kalibrasi pada frekuensi 1 kHz
dalam intensitas 114 dB. Kemudian “ON”kan, putar sekrup
“CAL” pada alat sampai mendapatkan angka 114.
-
Alat ditempatkan setinggi telinga tenaga kerja yang diukur.
-
Alat dihidupkan dan diarahkan ke sumber suara pada posisi
“SLOW”.
-
Angka yang muncul pada “display” dicatat setiap 10-15
detik.
-
Pengukuran dilakukan selama 5-10 menit untuk setiap titik
sampling dengan pembacaan intensitas kebisingan yang
muncul pada Sound Level Meter sebanyak 120 kali.
-
Matikan alat.
-
Interpretasikan hasil pengukuran (Arini EY, 2005).
3.5.2. Cara Pengumpulan Data
a. Proses
pengumpulan
data penelitian dengan pengukuran
langsung, kuesioner dan hasil medical check up.
43
-
Surat pengantar pada FK Unila untuk melakuan penelitian
setelah proposal disetujui oleh pembimbing.
-
Mengajukan surat permohonan ijin kepada PT. Bukit Asam
(PERSERO) Tbk Bandar Lampung.
-
Mengajukan surat permohonan ijin kepada calon responden
terkait penelitian.
-
Mendatangkan
responden
untuk
menjelaskan
tentang
manfaat penelitian, tujuan penelitian dan kerahasiaan
informasi serta meminta kerja sama responden untuk
menjawab semua pertanyaan dalam kuesioner denga jujur
dan sesuai dengan keadaan yang dialami oleh responden.
-
Memberikan kuesioner pada responden dan meminta
responden untuk menandatangani informed consent pada
lembar paling depan kuesioner.
-
Memberikan kesempatan pada responden untuk mengajukan
pertanyaan bila ada pertanyaan dalam kuesioner yang kurang
jelas.
-
Memberikan waktu 15-20 menit kepada responden untuk
mengisi kuesioner.
-
Responden menyerahkan kembali kuesioner kepada peneliti
sehingga data yang ada dapat diproses dan dianalisis.
44
3.6. Definisi Operasional
Tabel 4. Definisi Operasional
Variabel
Variabel
Terikat
Gangguan
pendengaran
akibat bising
Variabel
Bebas
Intensitas
kebisingan
Durasi
paparan
Penggunaan
APD
Definisi
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
Gangguan
pendengaran tipe
sensorineural yang
disebabkan oleh
pajanan bising yang
cukup keras dalam
jangka waktu yang
lama, biasanya akibat
bising lingkungan
kerja ditentukan
dengan hasil
pemeriksaan
audiometri.
Audiometer
, dokumen
1: normal
2: ada
gangguan
pendengaran
tipe
sensorineural
Nominal
Bunyi yang tidak
diinginkan dari usaha
atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu
tertentu yang
dinyatakan dalam
dB.
waktu yang
dihabiskan seseorang
berada dalam
lingkungan bising
dalam sehari.
peralatan dan
perlengkapan
pelindung diri yang
digunakan karyawan
berupa ear plug saat
bekerja.
Sound
Level
Meter
1: ≤85 dB
2: >85 dB
Nominal
Kuesioner
1: ≤ 8 jam
2: > 8 jam
Nominal
Kuosioner
1: tidak
memakai
APD
2: memakai
APD
(rutin/tidak
rutin)
Nominal
45
3.7. Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1. Pengolahan data
Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah
ke dalam bentuk tabel-tabel, kemudian data diolah menggunakan
perangkat lunak komputer. Proses pengolahan data menggunakan
program komputer ini terdiri dari beberapa langkah:
a. Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang
dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok
untuk keperluan analisis.
b. Data entry, memasukkan data ke dalam komputer.
c. Verifikasi, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data
yang telah dimasukkan ke komputer.
d. Output, hasil analisis yang telah dilakukan komputer kemudian
dicetak.
3.7.2. Analisis data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji statistik dengan
menggunakan metode :
a. Analisis Univariat
Hasil penelitian akan dideskripsikan dengan menggunakan tabel
distribusi frekuensi (Dahlan MS, 2013).
46
b. Analisis Bivariat
Dilakukan untuk mengetahui hubungan masing-masing variabel
bebas terhadap variabel terikat dengan menggunakan uji statistik.
Uji statistik yang digunakan untuk membantu analisis adalah uji
Chi Square, dengan tabulasi silang 2x2 untuk mengetahui
distribusi frekuensi antar variabel yang diteliti, meliputi:
-
Hubungan
intensitas
kebisingan
dengan
gangguan
pendengaran tipe sensorineural.
-
Hubungan durasi paparan dengan gangguan pendengaran
tipe sensorineural.
-
Hubungan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dengan
gangguan pendengaran tipe sensorineural.
Menurut Sastroasmoro S & Ismael S tahun 2008, interpretasi
hasil faktor risiko dengan menggunakan tabulasi silang 2x2
adalah :
-
Jika nilai Odds Ratio (OR) = 1, berarti intensitas kebisingan
(dB), durasi paparan (jam) dan penggunaan APD bukan
merupakan faktor risiko gangguan pendengaran tipe
sensorineural di PT. Bukit Asam (PERSERO) Tbk.
-
Jika nilai OR > 1, berarti intensitas kebisingan (dB), durasi
paparan (jam)
dan penggunaan APD merupakan faktor
risiko gangguan pendengaran tipe sensorineural di PT. Bukit
Asam (PERSERO) Tbk.
47
-
Jika nilai OR < 1, berarti intensitas kebisingan (dB), durasi
paparan (jam)
dan penggunaan APD merupakan faktor
protektif gangguan pendengaran tipe sensorineural di PT.
Bukit Asam (PERSERO) Tbk.
Apabila nilai p < 0.05 maka hipotesis mengenai adanya
hubungan antara intensitas kebisingan, durasi paparan dan
penggunaan alat pelindung diri dengan gangguan pendengaran
akibat bising pada karyawan PT. Bukit Asam (PERSERO) Tbk
diterima.
c. Multivariat
Analisis multivariat dilakukan dengan menggunakan regresi
logistik, untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel
yang dilakukan secara bersama-sama
(Santosa S, 2000).
Berdasarkan hasil analisis multivariat dapat menentukan variabel
mana
yang
mempunyai
pengaruh
dan
seberapa
besar
pengaruhnya terhadap kejadian gangguan pendengaran tipe
sensorineural pada pekerja di PT. Bukit Asam (PERSERO) Tbk
Bandar Lampung.
48
3.8. Alur Penelitian
Survey pendahuluan dan pembuatan proposal
Seminar proposal
Izin ke bagian manager PT. Bukit Asam
(PERSERO) Tbk
Permohonan izin untuk pengambilan data
pasien
Menentukan sampel sesuai dengan kriteria
inklusi
Pemberian kuesioner
Pengolahan data
Analisis data
Interpretasi penelitian
49
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk, Tarahan
Bandar Lampung tentang hubungan intensitas kebisingan, durasi paparan
dan penggunaan alat pelindung diri dengan gangguan pendengaran akibat
bising pada karyawan PT. Bukit Asam (Persero) Tbk dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Karyawan yang mengalami gangguan pendengaran akibat bising di PT.
Bukit Asam sebanyak 18 responden (31%). Dari 18 responden yang
mengalami gangguan pendengaran, terdapat 9 responden (50 %) yang
memiliki gangguan pendengaran ringan, 8 responden (44,4 %) memiliki
gangguan pendengaran sedang dan 1 responden (0,6 %) dengan
gangguan pendengaran berat.
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kebisingan dengan
gangguan pendengaran akibat bising pada karyawan PT. Bukit Asam
(persero) Tbk.
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara durasi paparan dengan
gangguan pendengaran akibat bising pada karyawan PT. Bukit Asam
(Persero) Tbk.
71
50
4. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan alat
pelindung diri dengan gangguan pendengaran akibat bising pada
karyawan PT. Bukit Asam (Persero) Tbk
5. Intensitas kebisingan dan durasi paparan secara bersama-sama memiliki
hubungan yang signifikan dengan gangguan pendengaran akibat bising.
Dan durasi paparan menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap
kejadian gangguan pendengaran akibat bising dibandingkan dengan
intensitas kebisingan.
5.2
Saran
1.
Diharapkan untuk karyawan PT. Bukit Asam agar menggunakan alat
pelindung diri berupa sumbat telinga pada saat bekerja, terutama saat
bekerja di lingkungan memiliki tingkat kebisingan melebihi ambang
batas.
2.
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk melakukan perputaran karyawan yang
sudah mengalami gangguan pendengaran atau berisiko mengalami
gangguan pendengaran lebih cepat.
3.
Diharapkan kepada PT. Bukit Asam agar memberikan penyuluhan
mengenai definisi dan pencegahan gangguan pendengaran akibat
kebisingan.
4.
Diharapkan untuk peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lebih
lanjut mengenai faktor-faktor lain yang mempengaruhi gangguan
pendengaran akibat bising pada orang yang terpapar kebisingan
melebihi ambang batas.
DAFTAR PUSTAKA
American College of Occupational and Environmental Medicine (ACOEM). 2003.
Noise-induced Hearing Loss. Journal of Occupational and Enviromental
Medicine (JOEM).45(6): 579-681.
American Speech-Language Hearing Association (ASHA). 2011. Type, Degree,
and Configuration of Hearing Loss. Audiology Information Series: ASHA.
Arini EY. 2005. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Pendengaran
Tipe Sensorineural Tenaga Kerja Unit Produksi di PT. Kurnia Jati Utama
Semarang. Tesis. Semarang: Program Pasca Sarjana Magister Kesehatan
Lingkungan Universitas Diponegoro.
Arlinger S. 2003. Negative Consequences of Uncorrected Hearing Loss-A Review.
Int J Audiol. Jul; 42 Suppl 2:2S17-20.
Asriyani. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) pada Pekerja Bagian Sistem Telepon Otomatis (STO)
di PT. Telekomunikasi, Tbk Riau-Daratan Kota Pekan Baru. Skripsi.
Jakarta: Universitas Pembangunan Nasional Veteran.
Ballenger JJ. 1996. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher (13th).
Jakarta: FK UI.
Bashiruddin J. 2009. Program Konservasi Pendengaran pada Pekerja yang
Terpajan Bising Industri. Maj Kedokteran Indonesia.59(1): 14- 19.
Brookhouser PE. 2006. Sensorineural Hearing Loss. In: Head and Neck Surgery
Otolaryngology. Philadelphia: Bailey BJ, Lippincotty Williams & Wilkins
Company.
Buchari. 2007. Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Terkait Kerja. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Chadambuka A, Musosa F, Muteti S. 2013. Prevalence of Noise Induced Hearing
Loss Among Employees Mining Industry in Zimbabwe. African Health
Sciences.13(4): 899- 906.
Dahlan MS. 2013. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan(edisi 5). Jakarta:
Salemba Medika.
Dickinson D dan Hansia MR. 2009. Hearing Protection Device Usage at a South
African Gold Mine. Occupational Medicine.60(1):72-74
Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi. 2009. WARTA Mineral,
Batubara dan Panas Bumi (Edisi 4). Jakarta: Direktorat Jenderal Mineral,
Batubara dan Panas Bumi.
Dobie RA. 2006. Noise Induced Hearing Loss. In: Bailey, B.J. Head and Neck
Surgery Otolaryngology (4th ed). Philadelphia: Lippincot Company.
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 2007. Pertumbuhan Indsutri Batubara
Semakin Pesat. Dipetik Maret 22, 2015, dari
http://www.esdm.go.id/berita/44-batubara/809-pertumbuhan-industribatubara-semakin-pesat.html?tmpl=component&print=1&page=
Feidihal. 2007. Tingkat Kebisingan dan Pengaruhnya Terhadap Mahasiswa di
Bengkel Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang. Politeknik Negeri Padang.
Jurnal Teknik Mesin. 4 (1): 31-41.
Fox S. 2011. Human Physiology (12 th Ed). New York: McGraw-Hill Education.
Gabriel JF. 2009. Fisika Lingkungan. Jakarta: EGC.
Gubata ME, Packnett ER, Feng X, Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: CV Sagung Seto.
Guyton AC, & Hall JE. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Edisi 11).
Penterjemah: Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Jumali, Sumadi, Andriani S, Subhi M, Suprijanto D, Handayani WD, et al. 2013.
Prevalensi dan Faktor Risiko Tuli Akibat Bising pada Operator Mesin Kapal
Feri. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 7 (12): 545- 550.
Kaneshiro NK. 2014. Ear Anatomy. National Library of Medicine: MedlinePlus.
Dipetik pada Agustus 13, 2015. Website:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/1092.htm
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2013. Jakarta: Kemenkes RI.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. 2008. Nomor
PER.25/MEN/XII/2008 tentang Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat
Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: Kemenaketrans RI.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. 2010. Nomor
Per.08/Men/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri. Jakarta: Kemenaketrans
RI.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. 2011. Nomor
13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Fisika dan Faktor Kimia di
Tempat Kerja. Jakarta: Kemenaketrans RI.
Lee KJ & and Peck JE. 2003. Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery
(8thEd).USA: McGraw Hill.
Lemeshow S, Hosmer DW, Klar J, Lwanga SK. 1990. Adequacy and Sample Size
in Health Studies. WHO. Geneva
Liston L, Duvall AJ. 2003. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga (Edisi 6).
In: Adams GL, Boies LR, Higler PA, editors. Boeis Buku Ajar Penyakit
THT. Jakarta: EGC.
Liu XZ dan Yan D. 2007. Aging and Hearing Loss. Wiley Interscience. 211(1):
188-197.
May BJ, Budelis J, Niparko JK. 2004. Behavioral Studies of the Olivocochlear
Efferent System: Learning to Listen in Noise. American Medical Associaton.
130(5): 660-664.
Mills JH, Khariwala SS, Weber PC. 2006. Anatomy and Physiology Of Hearing.
In : Head & Neck Surgery – Otolaryngology (4th edition). Lippincotty
Williams & Wilkins.
Mukono J. 2002. Epidemiologi Lingkungan Environmental Epidemiology.
Surabaya: Airlangga University Press.
Moller AR. 2006. Hearing: Anatomy, Physiology, and Disorders of the Auditory
System. Burlington: Elsevier Science.
Nelson DI, Nelson RY, Concha-Barrientos M, Fingerhut M. The Global Burden
of Occupational Noise-Induced Hearing Loss. American Journal of
Industrial Medicine. 2005. 1-15
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. 2014. Laporan Tahunan 2014 (Energizing the
Spirit of Transformation. Jakarta: Indonesia.
Rabinowitz PM. 2000. Noise-Induced Hearing Loss. American Family Physician.
61(9): 2749-2756.
Rambe AYM. 2003. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Medan: Fakultas
Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Universitas
Sumatera Utara.
Santoso S. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo, Kelompok Gramedia.
Sastroasmoro S. 2008. Pemilihan Subyek Penelitian. In: Sastroasmoro S & Ismael
S, (eds). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis edisi ke-3. Jakarta: CV
Sagung Seto.
Soepardi E, Iskandar N. (eds). 2003. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok (Edisi ke-5). Jakarta: BP FK UI.
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. (eds). (2007). Buku Ajar
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher (Edisi 6). Jakarta:
Badan Penerbit FK UI.
Soeripto M. 1996. Hygene industri. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Suma’mur PK. 1994. Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Gunung
Agung.
Thorne PR, Ameratunga SN, Stewart J, Reid N, Williams W, Purd SC, et al. 2008.
Epidemiology of Noise-Induced Hearing Loss in New Zealand. New
Zealand Medical Journal. 121(1280): 33-44.
Timothy C & Hain MD. 2015. Hearing Loss. Revisi Juni 2015. Website:
http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/hearing/hearing.html
Utami IW. 2010. Hubungan Tingkat Pemaparan Kebisingan Dengan Gangguan
Pendengaran Pada Pengemudi Becak Mesin Di Kota Pematang Siantar
Tahun 2010. Skripsi. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
World Health Organization (WHO). 2015. Grades of Hearing Loss Impairment.
Website: http://www.who.int/deafness/hearing_impairment_grades/en/
World Health Organization (WHO). 2015. Deafness and Hearing Loss. Fact sheet
Number 300. Revisi Maret 2015. Website:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs300/en/
Wright A. 1997. Basic Science Scott-Brown’s Otolaryngology (6th edition).
Anatomy and Ultrastructure of The Human Ear. Great Britain: Butterworth
Heinemann
Download