56 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil

advertisement
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Two Stay Two Stray (TSTS) pada materi pokok gerak pada tumbuhan ini
dilaksanakan selama 4 kali pertemuan, 2 kali pertemuan untuk pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar dan 2 kali pertemuan untuk uji akhir THB. Penelitian
ini diamati oleh dua orang pengamat, yaitu: satu orang guru biologi MTsN-1
Mentaya Hilir Selatan dan satu orang mahasiswa STAIN Palangka Raya.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang terdiri atas dua
siklus. Satu siklus terdiri atas tahap perencanaan (planning), pelaksanaan
(acting), observasi (observing), dan refleksi (reflecting).
1. Siklus I
Pertemuan I
a. Perencanaan (Planning)
Pada tahapan ini kegiatan yang dilakukan adalah menentukan pokok
bahasan yang akan diajarkan yaitu gerak pada tumbuhan, membuat
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat langkah-langkah
kegiatan guru dan siswa pada proses pembelajaran, membuat lembar
observasi, mempersiapkan bahan ajar yang dituangkan dalam Lembar
Kerja Peserta Didik (LKPD), mempersiapkan hadiah untuk memberikan
56
57
penghargaan pada kelompok terbaik 1, 2, dan 3, membuat tes hasil belajar
siswa, menyiapkan sumber belajar, mempersiapkan daftar nama-nama
kelompok belajar, mempersiapkan atribut-atribut TSTS serta menyiapkan
peralatan-peralatan untuk mendokumentasikan kegiatan selama proses
pembelajaran berlangsung.
b. Pelaksanaan Tindakan (Acting)
Pelaksanaan penelitian, guru bertindak sebagai pengajar seperti biasa,
sedangkan pengamat pertama duduk di ujung depan dan pengamat kedua
duduk di belakang. Tindakan yang dilakukan dalam tindakan siklus I
adalah melaksanakan rencana pembelajaran yang telah disusun. Ada tiga
kegiatan yang dilaksanakan dalam pembelajaran ini yaitu kegiatan awal,
kegiatan inti, dan akhir. Berikut gambaran umum pembelajaran dari setiap
kegiatan:
1) Kegiatan Awal
Kegiatan pembelajaran dimulai dengan memberikan motivasi dengan
melakukan tanya jawab kepada siswa, dilanjutkan dengan menuliskan
topik yang akan dipelajari yaitu gerak tropisme dan gerak taksis,
kemudian
menyampaikan
indikator
pencapaian
dan
tujuan
pembelajaran yaitu menjelaskan beberapa manfaat yang dapat
diperoleh siswa dari penguasaan materi dan menggali pengetahuan
awal siswa dengan memberikan penjelasan berupa contoh-contoh
58
gerak pada tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari dengan sambil
tanya jawab bersama siswa.
2) Kegiatan Inti
Pada kegiatan inti pertama-tama guru menyampaikan secara singkat
materi gerak tropisme dan gerak taksis, setelah selesai menjelaskan
materi,
guru
memberikan
kesempatan
kepada
siswa
untuk
menanyakan materi yang belum mereka mengerti, selanjutnya guru
menjelaskan sistem pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray
(TSTS). Kegiatan berikutnya guru mengorganisasikan siswa kedalam
kelompok-kelompok secara heterogen yang masing-masing kelompok
beranggotakan 4 orang, karena kelas berjumlah 32 siswa, sehingga
siswa dapat dibagi menjadi 8 kelompok. Setelah itu, guru membagikan
LKPD, dan atribut TSTS. Sebelum mengerjakan LKPD, guru
menentukan masing-masing kelompok yang mana nantinya siswa
yang bertugas sebagai stay dan sebagai stray dan selanjutnya guru
menjelaskan prosedur kerja LKPD, saat siswa mengerjakan LKPD,
guru berkeliling memberikan bimbingan kepada kelompok-kelompok
yang mengalami
kesulitan.
Setelah
semua
kelompok
selesai
mendiskusikan LKPD, guru memberikan isyarat bahwa TSTS dimulai,
dan siswa yang bertugas sebagai stray pada masing-masing kelompok,
segera bertamu ke kelompok lain dengan skema yang sudah
ditentukan oleh guru. Berikut rincian jumlah kunjungan masing-
59
masing kelompok saat melaksanakan TSTS: kelompok 1 → 2 kali
kunjungan (ke kelompok 2 dan 3), kelompok 2 → 2 kali kunjungan
(ke kelompok 3 dan 4), kelompok 3 → 2 kali kunjungan (ke kelompok
4 dan 5), kelompok 4 → 2 kali kunjungan (ke kelompok 5 dan 6),
kelompok 5 → 2 kali kunjungan (ke kelompok 6 dan 7), kelompok 6
→ 2 kali kunjungan (ke kelompok 7 dan 8), kelompok 7 → 2 kali
kunjungan (ke kelompok 8 dan 1), kelompok 8 → 2 kali kunjungan
(ke kelompok 1 dan 2). Setelah mereka merasa cukup memperoleh
informasi dari kelompok lain, mereka kembali ke kelompoknya
masing-masing untuk mendiskusikan hasil temuan mereka dari
kelompok lain. Pada saat waktu yang direncanakan untuk kegiatan
TSTS berakhir, guru memberikan isyarat kepada semua siswa untuk
kembali ke kelompoknya. Guru mengundi dengan kertas seperti
arisan, untuk menentukan salah satu kelompok yang akan maju ke
depan kelas untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka dan
kelompok lain ada yang bertanya.
3) Kegiatan Akhir
Pada kegiatan akhir, guru bersama-sama siswa menyimpulkan hasil
pembelajaran, dan diakhir pembelajaran, guru mengumumkan
kelompok-kelompok terbaik yang mendapatkan penghargaan.
60
c. Pengamatan (Observing)
Pengamat terdiri dari 2 orang: pengamat 1 dan pengamat 2 yang
mengamati jalannya proses pembelajaran baik dalam pengelolaan
pembelajaran maupun aktivitas siswa.
d. Analisis Refleksi
Berdasarkan hasil observasi dan hasil tes pada siklus I, selanjutnya
dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk melaksanakan siklus II. Data
secara umum dari hasil refleksi adalah sebagai berikut: Pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two
Stray (TSTS) yang dilaksanakan guru sudah baik dan dapat diketahui
bahwa
pembelajaran
dengan
menggunakan
model
pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dapat mendorong siswa
terlibat aktif dalam kegiatan pemelajaran. Namun ada beberapa hal yang
perlu diperbaiki pada siklus I dan hasil yang diperoleh masih dirasa
kurang dan belum maksimal. Hal ini karena pada pelaksanaan siklus I ini
masih terdapat kekurangan-kekurangan antara lain sebagai berikut; siswa
belum terbiasa dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two
Stray (TSTS), sehingga setiap tahap-tahap pembelajaran belum dapat
dimanfaatkan secara optimal oleh siswa untuk belajar dan aktivitas siswa
banyak terfokus pada mendengarkan atau memperhatikan penjelasan dari
guru atau siswa lain serta suasana kelas menjadi sedikit gaduh saat
pembentukan kelompok serta saat melakukan kegiatan TSTS, oleh karena
61
itu pada pertemuan selanjutnya guru harus lebih menjelaskan tentang
tahapan-tahapan model Two Stay Two Stray (TSTS) khususnya pada
tahapan bertamu dan menerima tamu. Siswa yang aktif dalam diskusi
mengerjakan LKPD hanya sebagian, karena pembagian tugas dalam
kelompok masih kurang. LKPD yang diterima dari kelompok hanya satu,
sehingga menyebabkan siswa banyak yang tidak bekerja melainkan
menggantungkan jawaban pada teman yang paling pintar. Dalam
pelaksanaan diskusi masih banyak kelompok yang kurang berani dalam
menyampaikan gagasan jawaban LKPD, sehingga guru harus
dapat
mengaktifkan seluruh kelompok sehingga akan didapatkan keragaman
jawaban. Pada presentasi keaktifan masih didominasi kelompok tertentu
saja, masih ada kelompok yang kurang aktif dalam bertanya maupun
menyampaikan jawaban, oleh karena itu pada pertemuan selanjutnya
harus diperhitungkan tindakan yang akan diberikan sehingga seluruh
kelompok bisa lebih aktif dan tidak didominasi oleh beberapa kelompok
saja. Setelah diadakan koreksi pada THB siklus I diperoleh hasil sebagai
berikut: Nilai tertinggi 93, nilai terendah 27 dan nilai rata-rata kelas
sebesar 62,4. Hasil selengkapnya pada lampiran 3.3.
Dari beberapa kelemahan-kelemahan yang ada pada siklus I, perlu
diperbaiki lagi dan apa yang sudah baik pada siklus I perlu dipertahankan
sehingga diharapkan pada perencanaan siklus II semua target awal
penelitian dapat tercapai.
62
2. Siklus II
Pertemuan II
a. Perencanaan (Planning)
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, kegiatan yang dilakukan pada
tahap perencanaan ini sebagai berikut: membuat program pembelajaran
yaitu, RPP, LKPD, mempersiapkan lembar observasi, mempersiapkan
bahan belajar, mempersiapkan hadiah untuk memberikan penghargaan
pada kelompok terbaik 1, 2, dan 3, membuat tes hasil belajar siswa,
mempersiapkan daftar nama-nama kelompok belajar, dan mempersiapkan
atribut-atribut TSTS, serta menyiapkan peralatan-peralatan untuk
mendokumentasikan kegiatan selama proses pembelajaran berlangsung.
b. Pelaksanaan Tindakan (Acting)
1) Kegiatan Awal
Kegiatan pembelajaran dimulai dengan apersepsi, yaitu mengaitkan
pelajaran sekarang tentang gerak tropisme dan taksis dengan yang
terdahulu tentang gerak nasti dan autonom, memberikan motivasi
dengan melakukan tanya jawab kepada siswa, dilanjutkan dengan
menuliskan topik yang akan dipelajari yaitu gerak nasti dan gerak
autonom, kemudian menyampaikan indikator pencapaian dan tujuan
pembelajaran yaitu menjelaskan beberapa manfaat yang dapat
diperoleh siswa dari penguasaan materi dan menggali pengetahuan
awal siswa dengan menanyakan pengertian dari gerak nasti.
63
2) Kegiatan Inti
Pada kegiatan inti pertama-tama guru menyampaikan secara singkat
materi gerak nasti dan gerak autonom, dan membahas sedikit tentang
materi yang belum dipahami siswa dilihat dari tes hasil belajar siswa
pada siklus I. selanjutnya, guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menanyakan materi yang belum mereka mengerti, selanjutnya
guru menjelaskan sistem pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two
Stray (TSTS). Kegiatan berikutnya guru mengorganisasikan siswa
kedalam kelompok-kelompok secara heterogen yang masing-masing
kelompok beranggotakan 4 orang, karena kelas berjumlah 32, maka
terdapat 8 kelompok.
Setelah itu, guru membagikan LKPD, dan
atribut TSTS. Sebelum mengerjakan LKPD, guru menentukan masingmasing kelompok yang mana nantinya siswa yang bertugas sebagai
stay dan sebagai stray dan selanjutnya guru menjelaskan prosedur
kerja LKPD, saat siswa mengerjakan LKPD, guru berkeliling
memberikan bimbingan kepada kelompok-kelompok yang mengalami
kesulitan. Setelah semua kelompok selesai mendiskusikan LKPD,
guru memberikan isyarat bahwa TSTS dimulai, dan siswa yang
bertugas sebagai stray pada masing-masing kelompok, segera bertamu
ke kelompok lain dengan skema yang sudah ditentukan oleh guru.
Berikut rincian jumlah kunjungan masing-masing kelompok saat
melaksanakan TSTS: kelompok 1 → 2 kali kunjungan (ke kelompok 2
64
dan 3), kelompok 2 → 2 kali kunjungan (ke kelompok 3 dan 4),
kelompok 3 → 2 kali kunjungan (ke kelompok 4 dan 5), kelompok 4
→ 2 kali kunjungan (ke kelompok 5 dan 6), kelompok 5 → 2 kali
kunjungan (ke kelompok 6 dan 7), kelompok 6 → 2 kali kunjungan
(ke kelompok 7 dan 8), kelompok 7 → 2 kali kunjungan (ke kelompok
8 dan 1), kelompok 8 → 2 kali kunjungan (ke kelompok 1 dan 2).
Setelah mereka merasa cukup memperoleh informasi dari kelompok
lain, mereka kembali ke kelompoknya masing-masing untuk
mendiskusikan hasil temuan mereka dari kelompok lain. Setiap
kelompok tidak menggunakan jumlah maksimal yang disediakan
dalam kunjungan, karena ada keterbatasan waktu dalam pembelajaran.
Namun disaat ada kesulitan, guru berperan membimbing siswa. Pada
saat waktu yang direncanakan untuk kegiatan TSTS berakhir, guru
memberikan isyarat kepada semua siswa untuk kembali ke
kelompoknya masing-masing. Guru mengundi dengan kertas seperti
arisan, untuk menentukan salah satu kelompok yang akan maju ke
depan kelas untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka dan
kelompok lain ada yang bertanya.
3) Kegiatan Akhir
Pada kegiatan akhir, guru bersama-sama siswa menyimpulkan hasil
pembelajaran,
dan
diakhir
pembelajaran,
guru
mengumunkan
kelompok-kelompok terbaik yang mendapatkan penghargaan.
65
c. Pengamatan (Observing)
Pengamat
mengamati
jalannya
proses
pembelajaran
baik
dalam
pengelolaan pembelajaran maupun aktivitas siswa.
d. Analisis Refleksi
Dari pengamatan yang dilakukan oleh dua orang observer, terlihat bahwa
semua aspek yang diamati pada siklus II aktivitas siswa selama
pembelajaran terlaksana dengan baik, yaitu siswa termotivasi untuk
mempelajari materi tentang gerak nasti dan gerak autonom, siswa
mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru, pada saat guru
menyampaikan secara singkat materi gerak nasti dan autonom, siswa
aktif dalam berpendapat dan menanyakan hal-hal yang dianggap sukar.
Siswa membentuk kelompok secara disiplin dan mengerjakan LKPD serta
saling berdiskusi dalam kelompok. Siswa mengikuti TSTS secara aktif,
kreatif dan disiplin (dua orang anggota kelompok masing-masing, bertamu
ke kelompok lain dan 2 orang anggota lainnya menjelaskan hasil diskusi
mereka dengan tamu mereka). Kembali ke kelompok secara disiplin dan
melaporkan
hasil
kunjungan
dengan
teman
satu
kelompok.
Mempresentasikan hasil diskusi/memperhatikan serta aktif dalam diskusi,
menyimpulkan materi (semua siswa ikut menyimpulkan materi). Dan
diakhir pelajaran, siswa menerima penghargaan dengan tertib. Aktivitas
siswa selama pembelajaran berlangsung sudah baik, dimana para siswa
mudah diatur dalam pembelajaran. Namun, karena memulai pelajaran
66
agak lambat, maka pembelajaran pun berlebih, sampai mengambil jam
istirahat sekitar 10 menit. Setelah diadakan koreksi pada siklus II
diperoleh hasil sebagai berikut: Nilai tertinggi 100, nilai terendah 43 dan
nilai rata-rata kelas sebesar 77.0, nilai rata-rata kelas mengalami
peningkatan sebesar 14.6 dari siklus I. Hal ini, secara garis besar
pelaksanaan siklus II berlangsung baik karena sudah meningkat dari siklus
sebelumnya, dan hasilnya sudah mencapai KKM yang telah ditentukan di
sekolah, dengan demikian siklus tidak dilanjutkan pada siklus berikutnya,
karena kegiatan yang dilakukan pada siklus kedua mempunyai berbagai
tambahan perbaikan dari tindakan terdahulu yang tentu saja untuk
memperbaiki berbagai hambatan atau kesulitan yang ditemukan pada
siklus pertama. Tidak ada ketentuan tentang berapa kali siklus harus
dilakukan. Banyaknya siklus tergantung dari kepuasan peneliti sendiri.56
Hal yang dimaksud disini adalah kepuasan dari guru sendiri karena yang
mengajar adalah guru sendiri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pengelolaan
pembelajaran, mendeskripsikan aktivitas siswa dan mengukur ketuntasan hasil
belajar
siswa
setelah
mengikuti
pembelajaran
biologi
dengan
model
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS).
56
Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, h. 74-75
67
1. Hasil Pengamatan Pengelolaan Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay
Two Stray (TSTS)
Pengelolaan diartikan sebagai kemampuan atau keterampilan untuk
memperoleh suatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatankegiatan dengan pola tertentu. Maka pengelolaan yang dilakukan guru dengan
baik akan berpengaruh pada proses belajar mengajar dan keterampilan guru
untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar mengajar menjadi optimal,
sehingga siswa dapat memanfaatkan kemampuannya, bakatnya serta energi
pada proses belajar mengajar.57
Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dinilai dengan menggunakan
instrumen I yaitu pengamatan pengelolaan pembelajaran, pengamatan
dilakukan oleh 2 orang pengamat yang sudah dilatih untuk mengisi lembar
pengamatan pengelolaan secara benar.
Data hasil penilaian pengelolaan pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) untuk
masing-masing pertemuan dapat dilihat secara rinci pada Tabel 4.1 sebagai
berikut:
57
Nuryani R. Strategi Belajar Mengajar Biologi, IKIP Malang, 2005, h. 130
68
Tabel 4.1 Data Hasil Observasi Pengelolaan Pembelajaran Dengan
Menerapkan Model Pembelajaran Tipe Two Stay Two Stray
(TSTS)
No
I
Aspek yang diamati
Pelaksanaan
Kegiatan Awal
1. Mengucapkan salam pembuka dan
Skor Hasil
Pengamatan
Siklus Siklus
II
I
X
3,5
4
3.75
Y
Kategori
2,81
Baik
3,12
Baik
2,92
Baik
3,37
Baik
3,05
Baik
mengecek kehadiran siswa
2. Mengaitkan pelajaran sekarang
3.
4.
dengan yang terdahulu
Memotivasi siswa
Meyampaikan indikator/tujuan
pembelajaran
1
3,5
2,25
2,5
3
2,75
2
3
2,50
Rata-rata I
2,25
3,37
3
3,5
3,25
Kegiatan Inti
1. Menyampaikan materi dan
menjelaskan sistem model
pembelajaran kooperatif tipe TSTS
2. Mengorganisasikan siswa kedalam
kelompok -kelompok.
3. Membagikan LKPD dan
membimbing siswa dalam
berdiskusi.
4. Memantau kegiatan siswa saat TSTS
berlangsung dan mengatur siswa
untuk kembali ke kelompok asal
serta meminta salah satu kelompok
mempresentasikan jawabannya
3
4
3,50
2,5
4
3,25
2
3
2,50
Rata-rata II
2,62
3,62
2
4
3,00
3,5
3
4
1
3,75
2,00
2,83
3,00
2,5
3
4
4
2,75
2,61
4,00
3,50
Kegiatan Akhir
1. Menyimpulkan pelajaran
2. Melakukan evaluasi dan
memberikan penghargaan
3. Pengelolaan waktu
II
Rata-rata III
Suasana Kelas
1. Antusiasme guru
2. Antusiasme siswa
Rata-rata IV
Rata-rata keseluruhan
3,25
3,50
69
X = Rata-rata skor
Y = Rata-rata selama KBM
Keterangan kategori penilaian:
1,00 – 1,49
1,50 – 2, 49
= kurang baik
= cukup baik
2,50-3,49
3.50- 4.00
= Baik
= Sangat Baik
Data hasil pengamatan pada Tabel 4.1 diketahui bahwa proses
pengelolaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) termasuk kategori baik. Hal ini
terlihat dari rata-rata keseluruhan sebesar 3,05. Hasil penilaian pengelolaan
pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS pada
siklus I menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam kegiatan awal atau
pendahuluan memiliki skor pengamatan rata-rata 2,25 dengan kategori cukup
baik, kemampuan guru dalam pelaksanaan KBM atau dalam kegiatan inti
memiliki skor rata-rata 2,62 dengan kategori baik, dan kemampuan guru
dalam kegiatan akhir atau penutup memiliki skor pengamatan rata-rata 2,83
dengan kategori baik.
Data hasil penilaian pengelolaan pembelajaran menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two (TSTS) pada Siklus II
menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam kegiatan awal atau pendahuluan
memiliki skor pengamatan rata-rata 3,37 dengan kategori baik, kemampuan
guru dalam pelaksanaan KBM atau dalam kegiatan inti memiliki skor rata-rata
70
3,62 dengan kategori sangat baik, dan kemampuan guru dalam kegiatan akhir
atau penutup memiliki skor pengamatan rata-rata 3,00 dengan kategori baik.
Pengamatan suasana kelas pada sisklus I mendapatkan skor rata-rata
2,75 dengan kategori baik, dan siklus II mendapatkan skor rata-rata 4,00
dengan kategori sangat baik. Suasana kelas pada siklus II ini mendapat respon
yang baik dari siswa, terlihat pada saat pembelajaran antusias siswa pada
pelajaran yang diajarkan guru sangat baik, karena siswa terlibat aktif dalam
pembelajaran.
Pengelolaan
pembelajaran
pada
siklus
I
diperoleh
rata-rata
keseluruhan 2,61 atau penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two
Stay Two (TSTS) saat pengelolaan dikategorikan baik, selanjutnya pada siklus
II diperoleh rata-rata keseluruhan 3,50 atau penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two (TSTS) saat pengelolaan dikategorikan sangat
baik. Peningkatan penilaian terhadap pengelolaan pembelajaran yang telah
dilakukan guru menunjukkan bahwa guru sudah dapat menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two (TSTS)
dalam setiap aspek
pembelajaran yang telah dilakukan.
Data
pengelolaan
pembelajaran
dengan
model
pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two (TSTS) pada siklus I dan II selama KBM dapat
digambarkan dalam bentuk diagram berikut:
71
4.5
4
4
3.5
3
3.37
2.5
2
1.5
3.62
2.62
2.83
3
2.75
2.25
Siklus I
Siklus II
1
0.5
0
Kegiatan Awal
Gambar 4.1
Kegiatan Inti
Kegiatan Akhir
Suasana Kelas
Grafik Hasil Pengamatan Pengelolaan Pembelajaran Dengan
Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS Siklus
I dan II
2. Data Aktivitas Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Two Stay Two Stray (TSTS)
Aktivitas siswa merupakan salah satu instrumen pengumpulan data
yang dilakukan siswa. Kegunaan dari aktivitas siswa ini adalah untuk
mengamati perilaku siswa selama proses pembelajaran menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS).
Data hasil pengamatan aktivitas siswa selama proses pembelajaran
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray
(TSTS) ditunjukkan pada Tabel 4.2 berikut:
72
Tabel 4.2 Data Aktivitas Siswa Menggunakan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS)
Persentase Aktivitas Siswa
Aktivitas Yang Diamati
1. Mendengarkan/memperhatikan
penjelasan guru atau siswa lain.
2. Aktif
dalam
berpendapat
Rata-Rata
Siklus I
Siklus II
(%)
16,09
10,31
13,20
6,72
8,12
7,42
13,44
9,84
11,64
9,22
10,16
9,69
11,09
12,03
11,56
14,06
15,16
14,61
7,66
10,78
9,22
10,16
10,63
10,39
8,12
9,53
8,83
3,44
3,44
3,44
dan
menanyakan hal-hal yang dianggap
sukar.
3. Membentuk kelompok
4. Mengerjakan
LKPD
yang
telah
diberikan guru.
5. Saling berdiskusi dalam kelompok
serta bertanya kepada guru apabila
mendapatkan
kesulitan
dalam
mengerjakan LKPD.
6. Mengikuti TSTS secara aktif, kreatif
dan
disiplin
(dua
orang
anggota
kelompok masing-masing bertamu ke
kelompok lain dan 2 orang anggota
lainnya menjelaskan hasil
diskusi
mereka dengan tamu mereka).
7. Kembali ke kelompok asal disaat Two
stay-two
stray
berakhir
serta
melaporkan hasil kunjungan dengan
teman satu kelompok.
8. Mempresentasikan/menjelaskan
hasil
diskusi kepada seluruh kelompok di
kelas.
9. Berdiskusi/menyimpulkan
pelajaran
antara peserta didik dengan guru.
10. Menerima penghargaan dengan tertib
73
Berdasarkan data hasil pengamatan pada tabel 4.2 di atas menunjukkan
persentase aktivitas peserta didik. Hasil pengamatan pada Siklus I, yaitu
mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain sebesar
16,09%, aktif dalam berpendapat dan menanyakan hal-hal yang dianggap
sukar sebesar 6,72%, membentuk kelompok secara disiplin sebesar 13,44%,
mengerjakan LKPD yang telah diberikan guru sebesar 9,22%, saling
berdiskusi dalam kelompok serta bertanya kepada guru apabila mendapatkan
kesulitan dalam mengerjakan LKPD sebesar 11,09%, mengikuti TSTS secara
aktif, kreatif dan disiplin (dua orang anggota kelompok masing-masing
bertamu ke kelompok lain dan 2 orang anggota lainnya menjelaskan hasil
diskusi mereka dengan tamu mereka) sebesar 14,06%, kembali ke kelompok
asal disaat Two stay-two stray berakhir serta melaporkan hasil kunjungan
dengan teman satu kelompok sebesar 7,66%, mempresentasikan/menjelaskan
hasil diskusi kepada seluruh kelompok di kelas
sebesar 10,16%,
berdiskusi/menyimpulkan pelajaran antara peserta didik dengan guru sebesar
8,12%, dan menerima penghargaan dengan tertib sebesar 3, 44%.
Hasil pengamatan pada Siklus II, yaitu mendengarkan/memperhatikan
penjelasan guru atau siswa lain sebesar 10,31%, aktif dalam berpendapat dan
menanyakan hal-hal yang dianggap sukar sebesar 8,12%, membentuk
kelompok secara disiplin sebesar 9,84%, mengerjakan LKPD yang telah
diberikan guru sebesar 10,16%, saling berdiskusi dalam kelompok serta
bertanya kepada guru apabila mendapatkan kesulitan dalam mengerjakan
74
LKPD sebesar 12,03%, mengikuti TSTS secara aktif, kreatif dan disiplin (dua
orang anggota kelompok masing-masing bertamu ke kelompok lain dan 2
orang anggota lainnya menjelaskan hasil
diskusi mereka dengan tamu
mereka) sebesar 15,16%, kembali ke kelompok asal disaat Two stay-two stray
berakhir serta melaporkan hasil kunjungan dengan teman satu kelompok
sebesar 10,78%, mempresentasikan/menjelaskan hasil diskusi kepada seluruh
kelompok di kelas sebesar 10,63%, berdiskusi/menyimpulkan pelajaran antara
peserta didik dengan guru sebesar 9,53%, dan menerima penghargaan dengan
tertib sebesar 3, 44%.
Data aktivitas siswa selama pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran
tipe Two Stay Two Stray (TSTS) materi gerak pada tumbuhan ditunjukkan pada
gambar 4.2 berikut:
Persentase (%)
20
15
10
5
0
Siklus I
1
16.09
2
6.72
3
13.44
4
9.22
5
6
11.09 14.06
8
10.16
9
8.12
10
3.44
Siklus II
10.31
8.12
9.84
10.16 12.03 15.16 10.78 10.63
9.53
3.44
Rata-Rata 13.2
7.42
11.64
9.69
8.83
3.44
11.56 14.61
7
7.66
9.22
10.39
Gambar 4.2 Grafik Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Dengan
Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS
Pada Siklus I dan II
75
Keterangan:
1.
2.
3.
4.
5.
Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain.
Aktif dalam berpendapat dan menanyakan hal-hal yang dianggap sukar.
Membentuk kelompok secara disiplin
Mengerjakan LKPD yang telah diberikan guru.
Saling berdiskusi dalam kelompok serta bertanya kepada guru apabila
mendapatkan kesulitan dalam mengerjakan LKPD.
6. Mengikuti TSTSsecara aktif, kreatif dan disiplin (dua orang anggota
kelompok masing-masing bertamu ke kelompok lain dan 2 orang anggota
lainnya menjelaskan hasil diskusi mereka dengan tamu mereka).
7. Kembali ke kelompok asal disaat Two stay-two stray berakhir serta
melaporkan hasil kunjungan dengan teman satu kelompok.
8. Mempresentasikan/menjelaskan hasil diskusi kepada seluruh kelompok di
kelas.
9. Berdiskusi/menyimpulkan pelajaran antara peserta didik dengan guru.
10. Menerima penghargaan dengan tertib
3. Ketuntasan hasil belajar siswa pada Aspek Kognitif
Analisis ketuntasan hasil belajar siswa bertujuan untuk mengetahui
seberapa jauh ketuntasan hasil belajar siswa setelah kegiatan pembelajaran
Biologi dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay
Twtray (TSTS). Instrumen yang digunakan untuk mengukur ketuntasan ini
adalah tes hasil belajar (THB) yang dianalisis menggunakan ketuntasan
individu dan ketuntasan klasikal. Individu dikatakan tuntas jika hasil
belajarnya mencapai nilai ≥ 60, dan ketuntasan klasikal dapat dikatakan tuntas
jika ≥ 85 % dari seluruh siswa mencapai nilai 60.
Instrumen yang digunakan untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar
siswa adalah instrumen (THB) yaitu berupa soal pilihan ganda dengan 4
pilihan jawaban yaitu, a, b, c, dan d yang berjumlah 31 butir soal. Pada siklus
76
I digunakan soal THB sebanyak 15 soal dan pada siklus II 16 soal. Data tes
hasil belajar siswa ditampilkan pada Tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3 Data Hasil Nilai Siswa Kelas VIIIC MTsN-1 Mentaya Hilir
Selatan Tahun Ajaran 2012/2013
No.
Nama Siswa
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
AS
AR
AB
AR
FR
HS
HH
IR
IH
KF
LF
MJ
MKA
MRP
MN
ML
MR
NJ
PGR
RH
RR
RRA
RM
RA
SR
SM
SN
Nilai
Siklus
I
67
73
67
53
87
67
75
67
27
73
67
53
47
93
73
69
73
67
47
40
73
33
67
73
53
73
67
Ketuntasan Hasil
Nilai
Belajar
Siklus
II
Tuntas
Tidak
Tuntas
√
75
√
81
√
81
√
69
√
100
√
75
√
93
√
81
√
43
√
75
√
69
√
56
√
69
√
√ 100
√
94
√
80
√
94
√
75
√
56
√
62
√
81
√
62
√
81
√
94
√
75
√
88
√
81
Ketuntasan
Hasil Belajar
Tuntas Tidak
Tuntas
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
77
No.
Nama Siswa
28
SR
29
SJ
30
TW
31
YJ
32
YF
Jumlah
Jumlah siswa yang
tuntas
Jumlah siswa yang
tidak tuntas
Rata-rata kelas
Persentase
(%)
ketuntasan klasikal
Ketuntasan Hasil
Nilai
Belajar
Siklus Tuntas Tidak
I
Tuntas
80
√
47
√
33
√
87
√
27
√
1998
21
Nilai
Siklus
II
100
75
62
94
43
2464
Ketuntasan
Hasil Belajar
Tuntas Tidak
Tuntas
√
√
√
√
√
28
11
62.4
4
77.0
65.6 %
34.3 %
Berdasarkan data hasil belajar
87.5%
12.5%
tabel 4.3 di atas, dapat dijelaskan
bahwa dari 32 orang siswa yang mengikuti tes hasil belajar pada siklus I,
hanya 21 siswa yang hasil belajarnya tuntas dan 11 orang yang masih belum
tuntas, sedangkan pada pada siklus II jumlah siswa yang tuntas 28 orang dan 4
orang yang belum tuntas dalam mengikuti pembelajaran.
Data tes hasil belajar pada siklus I memiliki nilai rata-rata kelas
sebesar 62.4 dengan persentase ketuntasan klasikal 65.6%. Secara keseluruhan
KKM yang dicapai pada siklus I sudah mencukupi rata-rata yang telah
ditentukan sekolah, akan tetapi dalam proses pembelajarannya masih belum
maksimal dan ketuntasan klasikal belum mencapai rata-rata yang telah
ditentukan. Ketuntsan klasikal dapat dikatakan tuntas jika ≥85% dari seluruh
siswa mencapai nilai 60. Dari data tes hasil belajar siklus I (tabel 4.3)
78
persentase ketuntasan klasikal belum mencapai rata-rata yang telah
ditentukan, jadi pembelajaran berlanjut ke siklus II.
Hasil belajar pada siklus II memiliki nilai rata-rata kelas sebesar 77.0
dengan persentase ketuntasan klasikal 87,5%. Hal ini menunjukkan bahwa
nilai rata-rata kelas mengalami peningkatan sebesar 14.6 (dari 62.4 menjadi
77.0) sedangkan ketuntasan klasikal meningkat sebesar 21,9% (dari 65,6%
menjadi 87,5%). Pada siklus II persentase ketuntasan klasikal sudah mencapai
rata-rata yang telah ditentukan, hal ini menunjukkan guru mampu mengelola
pembelajaran dan mengarahkan siswa dalam proses belajar mengajar di kelas,
sehingga siswa dapat memperoleh nilai yang lebih baik dari siklus
sebelumnya. Pada siklus I pengelolaan pembelajaran guru masih belum
maksimal sehingga berimabas pada hasil belajar siswa yang rendah,
sedangkan pada siklus II guru sudah mampu mengelola pembelajaran dengan
baik, sehingga hasil belajar siswa meninggkat walaupun pada siklus II ini
masih terdapat siswa yang tidak tuntas, ketidaktuntasan siswa
tersebut
dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri siswa itu sendiri.
Data peningkatan nilai rata-rata hasil belajar pada aspek kognitif
peserta didik kelas VIIIC MTsN-1 Mentaya Hilir Selatan materi gerak pada
tumbuhan dapat digambarkan dalam bentuk diagram berikut:
79
77
80
70
62.4
60
50
Siklus I
40
Siklus II
30
20
10
0
Ketuntasan Peserta didik
Gambar 4.3 Diagram hasil rata-rata kelas siswa kelas VIIIC MTsN-1
Mentaya Hilir Selatan Siklus I dan Siklus II
B. Pembahasan
1. Pengelolaan Pembelajaran Dengan Menerapkan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS)
Tugas utama guru adalah menciptakan suasana di dalam kelas agar
terjadi interaksi belajar-mengajar yang dapat memotivasi siswa untuk belajar
dengan baik dan sungguh-sungguh. Untuk itu, guru seyogyanya memiliki
kemampuan untuk melakukan interaksi belajar-mengajar yang baik. Salah
satu kemampuan yang sangat penting adalah kemampuan mengatur kelas.58
Pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh guru (penanggung
jawab) dalam membantu murid sehingga dicapai kondisi optimal pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar seperti yang diharapkan.59
58
Conny Semiawan, dkk, Pendekatan Keterampilan Proses Bagaimana Mengaktifkan Siswa
dalam Belajar?, Jakarta: Grasindo, 1992, h. 63
59
Syarafuddin dan Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran, Quantum Teaching : Jakarta, h
118
80
Kemampuan peneliti dalam mengelola pembelajaran dinilai oleh dua
orang pengamat berdasarkan hasil penilaian menunjukan bahwa kemampuan
peneliti
dalam
mengelola
pembelajaran
dengan
menerapkan
model
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dapat terlaksana
dengan baik.
Hal ini dapat telihat dari hasil skor rata-rata pengelolaan
pembelajaran yang dilakukan meliputi aspek kegiatan awal, kegiatan inti,
kegiatan akhir, dan suasana kegiatan belajar mengajar di kelas (Lampiran 3.1).
Berdasarkan data tersebut diperoleh skor rata-rata keseluruhan aspek
pengelolaan sebesar 3,00 kategori baik.
Pelaksanakan aspek kegiatan awal meliputi mengucapkan salam
pembuka dan mengecek kehadiran siswa mengaitkan pelajaran sekarang
dengan yang terdahulu, memotivasi siswa, dan meyampaikan indikator/tujuan
pembelajaran. Pada aspek kegiatan awal terjadi peningkatan sebesar 1.12,
yaitu pada siklus I hanya mendapat nilai rata-rata 2.25 dengan kategori cukup
baik. Hal ini karena pada siklus I guru terlalu tergesa-gesa, kaku dan masih
dalam tahap adaptasi dengan siswa dan kondisi pembelajaran, sedangkan pada
siklus II mendapatkan nilai rata-rata sebesar 3.37 dengan kategori baik.
Peningkatan tersebut disebabkan guru mengaitkan pelajaran sekarang dengan
yang terdahulu secara benar dan penjelasan yang disampaikan sesuai dengan
materi yang diajarkan dibanding pada siklus I guru tidak mengaitkan pelajaran
sekarang dengan yang terdahulu, guru lebih komunikatif dalam memberikan
motivasi dibanding pada siklus I yang masih pada tahap permulaan adaptasi
81
dengan lingkungan belajar siswa, dan pada siklus II guru menyampaikan
seluruh indikator sedangkan pada siklus I guru tidak menyampaikan
indikator/tujuan pembelajaran secara keseluruhan.
Pelaksanaan aspek kegiatan inti meliputi menyampaikan materi dan
menjelaskan
sistem
model
pembelajaran
kooperatif
tipe
TSTS,
mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok, membagikan LKPD
dan membimbing siswa dalam berdiskusi, memantau kegiatan siswa saat
TSTS berlangsung dan mengatur siswa untuk kembali ke kelompok asal serta
meminta salah satu kelompok mempresentasikan jawabannya. Pada aspek
pelaksanaan kegiatan inti, untuk siklus I mendapatkan nilai rata-rata yang
diperoleh sebesar 2.62 dengan kategori baik. Pada siklus I guru masih
mendominasi dalam menyampaikan materi pelajaran sehingga hanya sebagian
siswa yang terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Guru mengorganisasikan
siswa
kedalam
kelompok-kelompok
secara
heterogen
berdasarkan
kemampuan akademiknya (tinggi, sedang, dan rendah), tetapi siswa belum
begitu memahami cara bekerja dalam kelompok karena model pembelajaran
TSTS ini baru bagi mereka sehingga suasana kelas menjadi sedikit gaduh saat
pembentukan kelompok dan saat melakukan kegiatan TSTS. Pada siklus II
pelaksanaan kegiatan inti ini mengalami peningkatan menjadi 3.62 atau
meningkat sebesar 1.00, dengan mempelajari kekurangan pada siklus I, pada
siklus II guru sudah banyak melibatkan siswa dalam menyampaikan materi
pelajaran. Saat pembagian kelompok siswa segera mengatur tempat duduk
82
sesuai kelompoknya. Saat diskusi berlangsung guru berkeliling ke masingmasing kelompok untuk mengamati kerja yang dilakukan siswa dan berusaha
untuk memberikan pertanyaan bimbingan kepada siswa untuk mengetahui
sejauh mana pemahaman siswa terhadap LKPD yang didiskusikan. Diskusi
juga kelihatan hidup karena guru berhasil memotivasi siswa untuk terlibat
aktif dalam diskusi, dan karena siswa sudah memahami model pembelajaran
yang digunakan oleh guru. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan guru
berhasil dalam merefleksikan pembelajaran pada siklus I.
Kelompok dibuat heterogen agar terjadi pemerataan siswa yang
memiliki kemampuan lebih dalam kelompok. Dengan harapan siswa yang
lemah atau kurang memahami materi dapat dibantu oleh siswa yang lebih
memahami, dan siswa yang memiliki kemampuan lebih dapat meningkatkan
kemampuannya. Seperti yang dikatakan oleh Lie (2007: 43) bahwa dengan
anggota yang heterogen siswa yang berkemampuan tinggi akan dapat
membantu teman sekelompoknya yang memiliki kemampuan dibawahnya
untuk memahami pelajaran.60
Pelaksanaan aspek kegiatan akhir meliputi menyimpulkan pelajaran,
melakukan evaluasi dan memberikan penghargaan, dan pengelolaan waktu.
Pada aspek kegiatan akhir terjadi peningkatan sebesar 0.17, yaitu pada siklus I
mendapatkan nilai rata-rata sebesar 2.83 dengan kategori baik, sedangkan
60
Maghfirah, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay – Two Stray (Ts-Ts)
Pada Materi Trigonometri Siswa Kelas X Sman 1 Kuala Pembuang, Skripsi Sarjana, Palangka Raya:
Universitas Palangka Raya , 2011, h. 106 , t.d.
83
pada siklus II mendapatkan nilai rata-rata sebesar 3.00 dengan kategori baik.
Hal tersebut menunjukkan guru sudah lebih maksimal dalam mengelola
pembelajaran akhir serta mengaktifkan siswa dalam menyusun kesimpulan
dari pembelajaran. Pada analisis penilaian pengelolaan pembelajaran diketahui
pada aspek pengelolaan waktu terjadi penurunan yang signifikan yaitu sebesar
2.00, pada siklus I mendapatkan nilai sebesar 3.00 (baik), sedangkan pada
siklus II mendapatkan nilai sebesar 1.00 (kurang baik). Hal ini disebabkan
karena guru terlambat memulai pembelajaran sekitar 15 menit sehingga
pembelajaran berakhir sampai mengambil jam istirahat. Tetapi, fakta yang
diperoleh saat proses KBM, pada siklus I keefektifan pengelolaan waktu
dalam pembelajaran belum sepenuhnya bisa dikontrol oleh guru, karena waktu
yang diberikan masih belum bisa dimanfaatkan siswa untuk melakukan
diskusi/belajar. Pada prinsipnya mengimplementasikan model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS memerlukan waktu yang panjang, sehingga banyak
waktu yang digunakan pada tahap berdiskusi dalam kelompok, namun setelah
berdiskusi antara peneliti/guru dengan pengamat, maka guru berhasil dalam
merefleksikan pembelajaran pada siklus I, sehingga pada siklus II guru
mampu mengontrol dan memanfaatkan waktu semaksimal mungkin.
Pelaksanaan aspek suasana kelas yaitu antusias siswa dan antusias
guru. Pada aspek suasana kelas terjadi peningkatan sebesar 0.75, yaitu pada
siklus I mendapatkan nilai rata-rata sebesar 2.75 dengan kategori baik,
sedangkan pada siklus II mendapatkan nilai rata-rata sebesar 4.00 dengan
84
kategori sangat baik. Hal tersebut dikarenakan guru berhasil dalam
merefleksikan pembelajaran pada siklus I dan guru mampu mengoptimalkan
peran serta dan keaktifan siswa dalam pembelajaran.
Berdasarkan hasil tersebut, nilai rata-rata keseluruhan pada siklus I
sebesar 2.61, sedangkan pada siklus II sebesar 3.50. Jadi, rata-rata penilaian
pengelolaan pembelajaran meningkat sebesar 0.89. Peningkatan pengelolaan
pembelajaran tersebut, selain kerjasama guru dan siswa juga tidak terlepas
kemampuan mengatur siswa berdasarkan situasi yang ada ketika proses
belajar mengajar berlangsung.61 Oleh karena itu guru harus mengatur kapan
siswa bekerja perorangan, berpasangan, berkelompok atau klasikal. Sehingga
melalui proses pembelajaran, guru dituntut untuk mampu membimbing dan
memfasilitasi siswa agar mereka dapat memahami kekuatan serta kemampuan
yang mereka miliki, untuk selanjutnya memberikan motivasi agar siswa
terdorong untuk belajar sebaik mungkin dalam mewujudkan keberhasilan
berdasarkan kemampuan yang mereka miliki.62
Memberikan motivasi kepada seseorang siswa, berarti menggerakkan
siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu. Pada tahap
awal akan menyebabkan si subjek belajar merasa akan kebutuhan dan ingin
61
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru,
Bandung, Penerbit: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2008, h. 112.
62
Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, Bandung: Alfabeta, 2009, h. 13.
85
melakukan sesuatu kegiatan belajar. 63 Dengan demikian, dapat ditegaskan
bahwa motivasi, akan selalu berkaitan dengan soal kebutuhan. Sebab
seseorang akan akan terdorong melakukan sesuatu bila merasa ada suatu
kebutuhan.64
Skor rata-rata pengelolaan pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dalam KBM yang
diperoleh guru menunjukkan guru dapat mengelola dan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) pada materi gerak
pada tumbuhan dengan baik yaitu dengan skor rata-rata sebesar 3.05. Semakin
baik
belajar,
metode
65
yang
dipakai
semakin
efektif
pencapaian
tujuan
sehingga ketika melakukan refleksi di akhir siklus II dapat
disimpulkan bahwa kegiatan dihentikan pada siklus ini (siklus II). Hal ini
sesuai dengan pernyataan bahwa siklus baru berhenti apabila tindakan
substantif yang dilakukan oleh penyaji sudah dievaluasi baik, yaitu penyaji
yang mungkin peneliti sendiri atau mitra guru sudah menguasai keterampilan
mengajar yang dicobakan dalam penelitian tersebut. Kemudian dinyatakan
bagi peneliti pengamat atau observer, siklus dihentikan apabila data yang
dikumpulkan untuk penelitian sudah jenuh, atau kondisi kelas sudah stabil.66
63
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007,
h.77-78.
64
Ibid, h.78.
Lalu Muhammad Azhar, Proses Belajar Mengajar Pola C.B.S.A, Surabaya: Usana Offset
Prining, 1993, h. 95.
66
Rochiati Wiriaatmadja, Model Penelitian Tindakan Kelas, Bandung : Remaja Rosdakarya,
2008, h. 63.
65
86
Pernyataan tersebut dipertegas oleh pendapat lain yang menyatakan bahwa
tidak ada ketentuan tentang berapa kali siklus harus dilakukan dan banyaknya
siklus tergantung dari kepuasan peneliti sendiri.67
2. Aktivitas Siswa Dengan Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Two Stay Two Stray (TSTS)
Aktivitas sangat diperlukan dalam pembelajaran, sebab pada
prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku, yaitu
melakukan kegiatan dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa tidak ada belajar apabila tidak ada aktivitas, itulah sebabnya
aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi
belajar mengajar.68
Berdasarkan analisis yang dilakukan pada hasil pengamatan aktivitas
siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) sebagaimana yang telah
dideskripsikan sebelumnya, bahwa penggunaan model pembelajaran di atas
dapat mendorong siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hal
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2 (Lampiran 3.2).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas siswa yang dominan
selama KBM pada aspek nomor 6, yaitu mengikuti TSTS secara aktif, kreatif
dan disiplin (dua orang anggota kelompok masing-masing bertamu ke
kelompok lain dan 2 orang anggota lainnya menjelaskan hasil diskusi mereka
67
Suharsimi Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta : Bumi Aksara, 2010, h. 75.
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Mengajar, Jakarta: RajaGranfindo Pustaka, 2000, h. 93.
68
87
dengan tamu mereka) dengan rata-rata sebesar 14.61%. Pada siklus I
diperoleh hasil sebesar 14.06% dan siklus II diperoleh hasil sebesar 15.16%.
Hal ini menunjukkan adanya peningkatan sebesar 1.10%.
Hasil peningkatan tersebut disebabkan aktivitas siswa lebih aktif dari
sebelumnya, semua kelompok sangat antusias. 2 siswa yang bertugas sebagai
stay, begitu serius menjelaskan hasil diskusi dalam kelompoknya kepada
tamunya, dan 2 siswa yang bertugas sebagai stray, mendengarkan dengan baik
penjelasan dari tuan rumah tempatnya bertamu dan sesekali mereka saling
bertukar pendapat. Bahkan ada sebagian dari mereka yang seolah-olah
bertamu sungguhan ke rumah orang lain, dengan mengucapkan salam. Dari
penerapan Two Stay Two Stray (TS-TS) didapat siswa sangat aktif,
bersemangat dan minat mereka dalam belajar pun meningkat. Hal ini sesuai
dengan pernyataan bahwa kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe two
stay two stray (TSTS), yaitu a) membantu meningkatkan minat dan prestasi
belajar, b) dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan, c) kecenderungan
belajar siswa menjadi lebih bermakna, d) lebih berorientasi pada keaktifan,
dan e) siswa dapat bekerjasama dengan temannya.69
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray
(TSTS), banyak memberikan manfaat kepada siswa antara lain; siswa dalam
69
Putra, Muhammad R. P, 2010, Penelitian Tindakan Kelas Menigkatkan Keterampilan
MenyimakMelaluiModelPembelajaran Kooperatif Two Stay – Two Stray. Http://Www. Scribd. Com /
Doc/33879464/Ptk-Menigkatkan-Keterampilan Menyimak-Melalui-Model-Pembelajaran-KooperatifTwo-Stay-%E2%80%93-Two-Stray. (Online 25 Januari 2011)
88
kelompoknya mendapat informasi sekaligus dari kelompok yang berbeda,
siswa belajar untuk mengungkapkan pendapat kepada siswa lain, siswa dapat
meningkatkan daya ingat, siswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis, dan dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah.
Aktivitas
siswa
selanjutnya
pada
aspek
nomor
1,
yaitu
mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain. Hasil rata-rata
yang diperoleh melalui aktivitas mendengarkan/memperhatikan penjelasan
guru atau siswa lainnya sebesar 13.20%. Pada siklus I diperoleh hasil sebesar
16.09% dan pada siklus II diperoleh hasil sebesar 10.31%. Di sini adanya
penurunan dari siklus I kepada siklus II sebesar 5.78%. Besarnya angka
penurunan pada siklus II ini disebabkan pada siklus I aktivitas siswa banyak
terfokus pada mendengarkan/memperhatikan penjelasan dari guru atau siswa
lain karena siswa masih kurang mengerti dan bingung dengan model
pembelajaran yang diterapkan oleh guru, dalam menyampaikan materi
pelajaran guru masih mendominasi, namun seteleh dilakukan refleksi maka
pada siklus II hal tersebut mendapat efek baik sehingga aktivitas siswa tak
hanya duduk diam mendengarkan penjelasan dari guru atau kelompok lain,
dan siswa sudah memahami model pembelajaran yang diterapkan oleh guru,
sehingga aktivitas siswa lebih banyak dalam mengikuti TSTS secara aktif,
kreatif dan disiplin (dua orang anggota kelompok masing-masing bertamu ke
kelompok lain dan 2 orang anggota lainnya menjelaskan hasil diskusi mereka
89
dengan tamu mereka), serta guru lebih banyak melibatkan siswa dalam
menyampaikan materi pelajaran.
Mendengarkan penjelasan dari guru tentang prosedur kerja yang akan
dilakukan merupakan bagian dari bentuk aktivitas siswa aktif, karena
mendengarkan merupakan aktivitas belajar guna mendengarkan penjelasan
dari guru. Ketika guru menggunakan metode ceramah untuk menjelaskan,
setiap siswa diharuskan mendengarkan apa yang disampaikan guru.70Dalam
pendidikan, aktivitas memandang termasuk dalam kategori aktivitas belajar.
Di kelas, seorang pelajar memandang papan tulis yang berisikan tulisan yang
baru saja guru tulis. Tulisan yang pelajar pandang itu menimbulkan kesan dan
selanjutnya tersimpan dalam otak.71
Aktivitas siswa selanjutnya pada aspek nomor 2, yaitu aktif dalam
berpendapat dan menanyakan hal-hal yang dianggap sukar. Hasil rata-rata
yang diperoleh melalui aktivitas aktif dalam berpendapat dan menanyakan
hal-hal yang dianggap sukar sebesar 7.42%. Pada siklus I hasil yang diperoleh
sebesar 6.72% dan pada siklus II diperoleh 8.12%. Deskripsi ini menunjukkan
adanya peningkatan pada siklus II yaitu sebesar 1.40%. Hal ini disebabkan
bahwa dari hasil aktivitas pada siklus II, keakraban dan komunikasi guru
dengan siswa dapat berjalan dengan baik. Berbeda halnya ketika berada pada
siklus I sebelumnya yang masih belum terjalinnya keakraban antara siswa dan
70
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2008, h. 38
Ibid., h. 39
71
90
guru. Dengan adanya keakraban ini sebenarnya dapat memberikan motivasi
keapada siswa untuk aktif menjawab pertanyaan dari guru dan berani
mengemukakan ide atau pendapat dalam pembelajaran. Oleh karena itu guru
harus dapat membuat siswa mau dan berani mengemukakan ide-ide atau
pendapat-pendapatnya dengan cara mengajukan pertanyaan yang dapat
dijawab oleh siswa dengan caranya sendiri.72
Adanya peningkatan pada bagian aktif dalam berpendapat dan
menanyakan hal-hal yang dianggap sukar ini tampaknya karena peran model
TSTS. Dikatakan demikian karena dengan penerapan model pembelajaran
TSTS, siswa juga akan terlibat secara aktif, sehingga akan memunculkan
semangat siswa dalam belajar (aktif). Model ini memberikan kesempatan
kepada siswa untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan siswa
dikelompok lain yang menjadikan siswa mudah dalam memahami materi, dan
dapat meningkatkan kemampuan berpikir secara menyeluruh dengan waktu
yang efisien, serta dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar.
Aktivitas siswa selanjutnya pada aspek nomor 3, yaitu membentuk
kelompok. Hasil rata-rata yang diperoleh melalui aktivitas membentuk
kelompok sebesar 11.64%. Pada siklus I hasil yang diperoleh sebesar 13.44%
dan pada siklus II diperoleh 9.84%. Deskripsi ini menunjukkan adanya
penurunan pada siklus II yaitu sebesar 3.60%. Hal ini disebabkan karena pada
72
Uus Toharudin, dkk, Membangun Literasi Sains Peserta Didik, Bandung:Humaniora, 2011,
hal.76.
91
siklus I saat guru membacakan anggota kelompok banyak siswa yang protes
terutama siswa putri karena mereka lebih senang dengan kelompok teman
sebangkunya dari pada harus pindah ke bangku lain dengan kelompok baru,
sehingga guru harus memberikan arahan bahwa pembentukan kelompok ini
penting agar nantinya kalian dapat bertukar pikiran dengan siswa lain, dan
apabila kalian memiliki gagasan lebih
kalian dapat menjelaskan kepada
teman kelompok kalian. Setelah diberikan arahan akhirnya semua siswa
bersedia untuk duduk berkelompok sesuai dengan kelompok yang dibentuk
oleh guru. Sedangkan pada siklus II saat pembentukan kelompok siswa segera
mengatur tempat duduk sesuai kelompoknya dan mereka terlihat dengan cepat
mmposisikan dirinya dalam masing-masing kelompok. Menurut hasil
pengamatan yang dilakukan, pada siklus II siswa terlihat lebih mudah diatur
dan tidak terlalu banyak bicara seperti pada siklus I.
Aktivitas siswa selanjutnya pada aspek nomor 4, yaitu mengerjakan
LKPD yang telah diberikan guru. Hasil rata-rata yang diperoleh melalui
aktivitas ini sebesar 9.69%. Pada siklus I hasil yang diperoleh sebesar 9.22%
dan pada siklus II diperoleh 10.16%. Deskripsi ini menunjukkan adanya
peningkatan pada siklus II yaitu sebesar 0.94%. Hal ini disebabkan karena
pada siklus I aktivitas siswa yang aktif dalam diskusi mengerjakan LKPD
hanya sebagian, karena pembagian tugas dalam kelompok masih kurang.
LKPD yang diterima dari kelompok hanya satu, sehingga menyebabkan siswa
banyak yang tidak bekerja melainkan menggantungkan jawaban pada teman
92
yang paling pintar, untuk mengatasi masalah tersebut pada siklus II guru
memberitahukan kepada siswa bahwa salah satu penilaian dalam kerja
kelompok adalah kerjasama dalam pembagian tugas diskusi, artinya apabila
suatu kelompok dapat menjalin kerjasama dan membagi tugas dengan baik,
maka kelompok tersebut dapat penilaian yang baik. Untuk mengatasi keadaan
siswa yang terlalu santai dalam diskusi, selalu menggantungkan jawaban
kepada teman yang pandai dalam kelompoknya, maka guru memberikan
LKPD kepada semua siswa dalam kelompok agar siswa lebih termotivasi dan
memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap proses pembelajaran
dirinya, sehingga pada siklus II siswa sangat berperan aktif dalam kegiatan
mengerjakan
LKPD,
siswa
dikondisikan
untuk
mengerjakan
dan
mengumpulkan ide/pengetahuan yang dimiliki serta menyajikan hasil diskusi
yang lebih baik dari pembelajaran sebelumnya.
Belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. 73 Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang terjadi
secara sadar (disengaja) dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik
dari sebelumnya, perubahan kearah yang lebih baik ini terlihat dari
peningkatan yang cukup signifikan pada siklus II.
73
Aunurrahman, Belajar Dan Pembelajaran, Bandung: Alfabeta, 2010, h, 35.
93
Aktivitas siswa selanjutnya pada aspek nomor 5, yaitu saling
berdiskusi dalam kelompok serta bertanya kepada guru apabila mendapatkan
kesulitan dalam mengerjakan LKPD. Hasil rata-rata yang diperoleh melalui
aktivitas ini sebesar 11.56%. Pada siklus I hasil yang diperoleh sebesar
11.09% dan pada siklus II diperoleh 12.03%. Deskripsi ini menunjukkan
adanya peningkatan pada siklus II yaitu sebesar 0.94%. Peningkatan ini
disebabkan siswa pada siklus II sudah bisa beradaptasi dan terjalin
komunikasi yang baik dengan teman sekelompok dan guru sehingga limit
waktu yang diberikan bisa dimanfaatkan untuk mendiskusikan dan bertukar
pendapat tentang hasil jawaban dari tugas yang diberikan. Sedangkan pada
siklus I siswa belum terbiasa berdiskusi dan belum terbiasa dengan model
pembelajaran yang diterapkan guru.
Aktivitas siswa selanjutnya pada aspek nomor 7, yaitu kembali ke
kelompok asal disaat Two Stay Two Stray berakhir serta melaporkan hasil
kunjungan dengan teman satu kelompok. Hasil rata-rata yang diperoleh
melalui aktivitas ini sebesar 9.22%. Pada siklus I hasil yang diperoleh sebesar
7.66% dan pada siklus II diperoleh 10.78%. Aktivitas ini mengalami
peningkatan yang cukup signifikan pada siklus II sebesar 3.12%. Peningkatan
ini disebabkan karena berdasarkan hasil pengamatan pada siklus II setelah
kembali ke kelompok asal terlihat bahwa dalam tiap kelompok terjadi
perdebatan dalam membahas hasil temuannya dengan hasil diskusi atau
jawaban dari kelompok sendiri, bahkan siswa sudah banyak yang berani
94
bertanya langsung kepada guru mengenai jawaban yang benar yang mana,
pada saat itu guru tidak langsung menjawab pertanyaan tersebut tetapi guru
hanya membimbing agar siswa sendiri yang menemukan jawaban yang benar.
Setelah melakukan diskusi dan perdebatan, akhirnya mereka menemukan
kesepakatan. Sedangkan pada siklus I setelah kembali kekelompok asal
banyak kelompok yang terlihat pasif atau siswa masih belum berdiskusi
dengan baik, karena siswa terkesan langsung percaya saja atau langsung
menolak dengan jawaban temannya dan tidak mendiskusikan lagi jawaban
tersebut.
Keunggulan dari model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two
Stray, salah satunya yaitu; memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada
siswa untuk bertanya, menjawab dan saling membantu atau berinteraksi
dengan teman, dengan demikian maka akan menambah wawasan siswa
mengenai materi yang sedang dipelajari.
Aktivitas
siswa
selanjutnya
pada
aspek
nomor
8,
yaitu
mempresentasikan/menjelaskan hasil diskusi kepada seluruh kelompok di
kelas. Hasil rata-rata yang diperoleh melalui aktivitas ini sebesar 10.39%.
Pada siklus I hasil yang diperoleh sebesar 10.16% dan pada siklus II diperoleh
10.63%. Aktivitas ini mengalami peningkatan pada siklus II sebesar 0.47%.
Peningkatan ini disebabkan pada siklus II pada saat waktu presentasi dimulai
banyak kelompok yang bersedia secara sukarela untuk mempresentasikan
hasil diskusi, bahkan terkesan berebut untuk maju menjadi kelompok yang
95
mempresentasikan jawaban hasil diskusi, untuk menghindari suasana yang
semakin ramai guru memutuskan untuk memilih seara acak kelompok yang
maju yaitu kelompok 6. Pada presentasi ini guru mengingatkan kepada siswa
bahwa keaktifan bertanya adalah salah satu kriteria
penilaian dalam
kelompok, sehingga siswa harus bekerjasama untuk membuat pertanyaan atau
menanggapi presentasi tersebut. Guru mewajibkan setiap kelompok minimal
harus pernah bertanya satu kali atau menanggapi pertanyaan satu kali. Hal ini
dilakuakan agar tiap-tiap kelompok berlatih untuk berani berbicara dan
berlatih untuk berfikir kritis dalam menanggapi suatu masalah. Sedangkan
pada siklus I tidak ada kelompok yang berani secara sukarela untuk mencoba
mempresentasikan jawaan dari hasil diskusi kelompoknya. Oleh karena itu
guru
segera
memilih
secara
acak
kelompok
yang
akan
maju
mempresentasikan yaitu kelompok 2. Diskusi berjalan lancar walaupun masih
belum sempurna karena sedikit siswa yang bertanya maupun menyampaikan
jawaban yang berbeda pada saat presentasi. Hal ini terlihat hanya satu
kelompok yang berani menanggapi dan bertanya kepada kelompok yang
mempresentasikan jawabannya. Pada tahap mempresentasikan jawaban
tersebut merupakan tahap untuk berbagi (sharing) yaitu guru meminta siswa
untuk menjelaskan/berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka
bicarakan.
Aktivitas mempresentasikan/menjelaskan hasil diskusi kepada seluruh
kelompok di kelas merupakan cara pembelajaran kooperatif dalam
96
menciptakan proses peran aktif siswa, sehingga pembelajaran yang hanya
terpaku pada guru tidak ada dalam KBM ini. Jadi dalam pembelajaran
kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru.74
Aktivitas
siswa
selanjutnya
pada
aspek
nomor
9,
yaitu
berdiskusi/menyimpulkan pelajaran antara siswa dengan guru. Hasil rata-rata
yang diperoleh melalui aktivitas ini sebesar 8.83%. Pada siklus I hasil yang
diperoleh sebesar 8.12% dan pada siklus II diperoleh 9.53%. Aktivitas ini
mengalami peningkatan pada siklus II sebesar 1.41%. Peningkatan ini
disebabkan pada siklus II, hampir semua siswa terlibat dalam aktivitas ini,
karena pada proses ini guru banyak mengajukan pertanyaan pada siswa
membimbing siswa dalam membuat kesimpulan pembelajaran. meskipun ada
jawaban siswa yang kurang tepat tetapi masih bisa dilengkapi oleh siswa
lainnya ketika guru meminta jawaban dari siswa yang lain dan guru
meluruskan jawaban siswa yang kurang tepat. Aktivitas menjawab pertanyaan
saat menyimpulkan pelajaran terlihat antusiasme para siswa dalam
menyampaikan pendapatnya, hal ini menunjukkan pengetahuan siswa yang
didapat siswa dapat mereka aplikasikan dengan baik. Sedangkan pada siklus I
kurangnya konsentrasi siswa mendengarkan penjelasan guru sehingga mereka
pun tidak memberikan kesimpulan terhadap materi yang baru disampaikan.
Aktivitas siswa yang terakhir pada aspek nomor 10 yaitu menerima
penghargaan dengan tertib mendapat hasil rata-rata sebesar 3.44%. Pada
74
Trianto, Model-Model pembelajaran Inovatif berorientasi Konstruktitivistik, h. 42.
97
siklus I mendapat hasil sebesar 3.44% dan siklus II sebesar 3.44%. Meskipun
pada siklus I dan II tidak mengalami peningkatan tetapi pada saat guru
mengumumkan kelompok-kelompok terbaik yang mendapatkan penghargaan,
siswa yang mejadi perwakilan maju ke depan menerima penghargaan dengan
tertib. Memberikan penghargaan merupakan upaya guru mencari cara-cara
untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.75
3. Ketuntasan hasil belajar siswa pada Aspek Kognitif
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh
guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatau tujuan
pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar
dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. Hasil belajar
ditandai dengan perubahan tingkah laku. Walaupun tidak semua perubahan
tingkah laku merupakan hasil belajar umumnya disertai perubahan tingkah
laku.76
Berdasarkan Tes Hasil Belajar (THB) yang telah dilaksanakan dengan
menggunakan instrumen tes hasil belajar berjumlah 31 soal yang mana
dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu 15 soal pada siklus I dan 16 soal pada siklus
II, soal tersebut diberikan setelah kegiatan belajar mengajar pada tiap siklus.
Berdasarkan tabel 4.3 terlihat bahwa pada siklus I dari 32 orang siswa terdapat
75
76
Ibid. h.49
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2008, h.11-12
98
11 orang siswa yang tidak tuntas, yaitu siswa nomor 4, 9, 12, 13, 19, 20, 22,
25, 29, 30, dan 32, yang masing-masing hanya mendapatkan nilai 53, 27, 53,
47, 47, 40, 33, 53, 47, 33, dan 27 yang berada di bawah nilai 60 yang
menunjukkan bahwa siswa tersebut tidak tuntas. Penyebab ketidaktuntasan
dikarenakan siswa tersebut melakukan aktivitas di luar pembelajaran seperti
bermain dalam melaksanakan tugas kelompok, berbicara di luar konteks
pembelajaran, kurang memperhatikan penjelasan dari guru, dan kurang aktif
dalam menanyakan sesuatu yang belum dipahami. Faktor lain juga karena
model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) yang
diterapkan peneliti merupakan model pembelajaran yang baru bagi siswa,
sehingga siswa masih belum terbiasa dengan pembelajaran tersebut.
Ketidaktuntasan siswa tersebut, sebenarnya memiliki hubungan
dengan rendahnya aktivitas siswa dalam berpendapat dan menanyakan hal-hal
yang dianggap sukar yaitu dengan hasil rata-rata sebesar 7.42%. Pada siklus I
sebesar 6.72% dan siklus II sebesar 8.12%. Perolehan hasil tersebut dapat
dinyatakan bahwa guru belum maksimal mengelola pembelajaran dan
memberdayakan kemampuan berpikir siswa, khususnya pada siklus I.
Kegiatan pembelajaran di kelas sikap dan kebiasaan belajar siswa
sangat penting. Sikap siswa dalam proses pembelajaran itu sangat penting
karena aktivitas belajar siswa banyak ditentukan oleh sikap siswa ketika
memulai kegiatan belajar. Ketika siswa memiliki sikap menerima dalam
belajar, maka ia akan cenderung untuk berusaha dalam kegiatan belajar dengan
99
baik, namun apabila yang lebih dominan itu sikap menolak maka siswa tersebut
cenderung kurang memperhatikan atau mengikuti kegiatan pelajaran.77 Seperti
yang telah dikemukakan di atas siswa melakukan aktivitas yang tidak sesuai
dengan pembelajaran dan berpengaruh pada hasil belajar siswa. Selain sikap
belajar siswa faktor lain adalah kebiasaan belajar siswa. Kebiasaan belajaran
adalah prilaku seseorang yang telah tertanam dalam waktu yang relatif lama
sehingga mempunyai ciri terhadap aktivitas belajar yang dilakukannya. 78
Seperti yang telah dikemukakan pada latar belakang bahwa siswa banyak
berperan sebagai pendengar dan pencatat pelajaran, kebiasaan belajar siswa
seperti itu relatif lama sehingga perpengaruh terhadap aktivitas siswa di dalam
kelas ketika diterapkan model pembelajaran baru.
Berdasarkan hasil dari siklus I, maka guru dan pengamat bersama
melakukan refleksi untuk memperbaiki proses pembelajaran, menyelesaikan
masalah-masalah pada siklus I dan mengevaluasi hal-hal yang terjadi di dalam
kelas sehingga pada siklus II semua masalah tersebut dapat diatasi dengan baik.
Pada tahap refleksi, segala pengalaman, pengetahuan, dan teori pembelajaran
yang dikuasai dan relevan dengan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan
menjadi pertimbangan sekaligus pembanding sehingga dapat ditarik kesimpulan
yang mantap dan sahih. Proses refleksi memegang peran yang sangat penting
dalam menentukan suatu keberhasilan PTK. Dengan suatu refleksi yang tajam
77
78
Aunurrahman, Belajar Dan Pembelajaran, Bandung: Alfabeta, 2010, h,178-179
Ibid, h.179
100
dan terpercaya, akan diperoleh masukkan yang sangat berharga dan akurat bagi
penentuan langkah selanjutnya.79
Guru berusaha mengantisipasi segala kekurangan yang ada pada siklus
I dan mencoba memperbaiki segala kekurangan tersebut pada siklus II, siswa
yang tidak tuntas dalam pembelajaran perlu lebih mendapatkan perhatian dan
dituntun untuk lebih aktif dalam pembelajaran, seperti memintanya untuk aktif
dalam
berpendapat
dan
menanyakan
hal-hal
yang
dianggap
sukar,
mempresentasikan hasil kerja kelompok, menanggapi presentase atau merespon
jawaban temannya. Hal ini dilakukan guru agar siswa berperan aktif dalam
KBM.
Hasil belajar adalah bentuk perubahan tingkah laku pada seseorang,
misalnya tidak tahu menjadi tahu, dan tidak mengerti menjadi mengerti. 80 Hasil
belajar juga merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik, bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar. 81 Oleh karena itu, keaktifan siswa
dalam pembelajaran pada siklus II mampu meningkatkan hasil belajar secara
maksimal serta membawa perubahan yang lebih baik.
Hasil belajar siswa pada siklus II, menunjukkan bahwa masih terdapat
4 orang siswa yang tidak tuntas yaitu siswa nomor 9, 12, 19, dan 32, walaupun
nilainya meningkat dari siklus I tetapi tidak mencapai standar ketuntasan
79
Herawati Sosilo, dkk, Penelitian Tindakan Kelas sebagai Sarana Pengembangan
Keprofesionalan Guru dan Calon Guru, Malang : Bayumedia Publishing, 2009, h. 16.
80
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Bandung: Bumi Aksara, 2006, h.45.
81
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 1999, h. 250-251.
101
individu. Menurut peneliti ketidaktuntasan siswa tersebut dipengaruhi oleh
faktor dari murid atau anak itu sendiri, di mana setiap anak memiliki kondisi
yang berbeda-beda seperti: kurangnya minat atau rasa ingin tahu terhadap
pembelajaran yang diajarkan, sehingga mereka cenderung malas mengerjakan
tugas yang diberikan guru. Dari hasil observer yang peneliti ketahui siswa
tersebut memang kurang cepat dalam memahami pelajaran bukan pelajaran
biologi saja pelajaran lain juga kurang. Kurangnya minat siswa dalam belajar
atau kurang cepatnya siswa dalam memahami pelajaran dipengaruhi oleh
kondisi fisiologis dalam diri siswa tersebut. Secara umum kondidsi fisiologis
seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan cape, dan sebagainya akan
sangat membantu dalam proses pembelajaran dan hasil belajar. Anak yang
kekurangan gizi misalnya, ternyata kemampuan belajarnya berada dibawah
anak-anak yang tidak kekurangan gizi, biasanya cepat lelah dan cape, mudah
mengantuk dan akhirnya tidak mudah dalam menerima pelajaran.82
Hasil belajar pada siklus II secara keseluruhan, mengalami
peningkatan rata-rata kelas yaitu pada siklus I sebesar 62.4 sedangkan pada
siklus II sebesar 77.0 atau meningkat dari siklus I sebesar 14.6. Kemudian
persentase ketuntasan klasikal pada siklus I sebesar 65.6% sedangkan pada
siklus II sebesar 87.5% atau meningkat dari siklus I sebesar 21.9% (Gambar
4.3), sehingga berkaitan dengan aktivitas siswa pada siklus II dalam hal
82
Abu Ahmadi dan Joko Prasetya, Strategi Belajar dan Mengajar (SBM), Bandung, Pustaka
Setia, 1997, H. 103.
102
keaktifan dalam berpendapat dan menanyakan hal-hal yang dianggap sukar
yaitu 8.12%.
Hasil belajar telah mencapai standar nilai ketuntasan yang ditetapkan
sekolah dapat dilihat pada ketuntasan klasikal sebesar 87,5%. Hal ini
menunjukkan bahwa peserta didik dalam pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) sudah cukup baik.
Kegiatan melakukan pengamatan yang tidak pernah dilakukan dalam
pembelajaran
IPA
sebelumnya,
membuat
peserta
didik
mempunyai
keingintahuan yang besar untuk mempelajarinya sehingga hasil belajar peserta
didik dapat ditingkatkan. Materi pelajaran akan lebih mudah dipelajari,
dipahami, dihayati dan diingat dalam waktu yang relatif lama bila siswa sendiri
memperoleh pengalaman langsung dari peristiwa belajar tersebut melalui
pengamatan.83
Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS)
dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pada awal pembelajaran guru
memberikan motivasi dan menggali pengetahuan awal siswa yang berhubungan
dengan materi yang akan dibahas hal ini dilakukan agar siswa lebih siap
menghadapi bahan pelajaran sehingga siswa menjadi mempunyai rasa ingin
tahu yang kuat terhadap materi yang akan dibahas. Dalam kegiatan belajar
mengajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray
83
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, strategi, dan Implementasinya dalam
Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan(KTSP), Jakarta: Bumi Aksara, 2010, h. 150
103
(TSTS) siswa tidak hanya mendengarkan ceramah dari guru saja tetapi siswa
juga berperan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa belajar secara
berkelompok membuat mereka bisa belajar bersama dan saling memberikan
jawaban dan pendapat terhadap tugas atau LKPD yang diberikan oleh guru,
siswa belajar untuk mengungkapkan pendapat kepada siswa lain, dan siswa
dalam kelompoknya mendapat informasi sekaligus dari kelompok yang
berbeda. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran kooperatif yang
menekankan aktivitas siswa untuk bekerja secara berkolaborasi, dan
bertanggung jawab pada kemajuan belajar kelompoknya serta memberikan
kesempatan kepada siswa untuk brinteraksi dan belajar bersama-sama siswa
yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajarn kooperatif siswa
berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru.84Dengan menemukan
sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan
lama dalam ingatan, tak mudah dilupakan anak.85
Tujuan penelitian ini bukan semata-mata hanya untuk meningkatkan
hasil belajar siswa saja, disamping itu agar siswa dapat memahami kebesaran
serta mensyukuri segala nikmat yang diberikan Allah. Selain dalam bentuk
transfer pengetahuan materi gerak pada tumbuhan, guru juga berusaha
mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam kandungan ayat-ayat Al-Qur’an yang
berhubungan dengan materi yang diajarkan.
84
Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif –Progresif, Jakarta: kencana, 2010, h.
85
Suryosubroto, Proses Belajar-Mengajar di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 1996, h. 191
57-58
104
Setiap makhluk hidup (organisme) mampu menerima dan menanggapi
rangsangan yang disebut iritabilitas, salah satu bentuk tanggapan yang umum
dilakukan berupa gerak. Gerak adalah perubahan posisi tubuh atau perpindahan
yang meliputi seluruh atau sebagian dari tubuh sebagai respon yang diberikan
terhadap rangsangan dari lingkungan dan akibat adanya pertumbuhan.
Gerak merupakan salah satu ciri makhluk hidup yang bertujuan untuk
melaksanakan kegiatan hidupnya. Gerak yang terjadi pada tumbuhan berbeda
dengan gerak yang dilakukan oleh hewan dan manusia. Gerak pada tumbuhan
bersifat pasif, artinya tidak memerlukan adanya perpindahan tempat (tetap
berada di tempat tumbuhnya), namun gerak dapat terjadi karena adanya
pengaruh rangsangan (stimulus).86
Mekanisme gerak pada tumbuhan bukanlah struktur yang tanpa fungsi
atau yang terbentuk secara kebetulan. Allah telah menciptakan struktur ini
dengan sempurna agar manusia dapat mengetahui tanda-tanda kebesaran-Nya,
dan agar manusia dapat mengambil pelajaran dari reaksi yang terjadi pada
tumbuhan. Seperti firman Allah QS An-Nahl ayat 13:
    
   




 
86
h.161.
Istamar Syamsuri, dkk, IPA BIOLOGI untuk SMP kelas VIII, Jakarta: Erlangga, 2006,
105
“Dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini
dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benarbenar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran”.
(Q.S. An-Nahl:13)
Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan, maksudnya
mengendalikan apa yang Dia ciptakan dimuka bumi ini untuk kalian semua.87
Beradasarkan ayat di atas, Allah SWT menciptakan bermacam-macam mahkluk
hidup di muka bumi ini, salah satunya termasuk tumbuh-tumbuhan, semua agar
dapat dimanfaatkan oleh manusia dan menjaga keseimbangan alam. Semua
pergerakan tumbuhan tunduk atas perintah Allah SWT. Dan Allah SWT juga
telah menjelaskan bagaimana tumbuhan itu diciptakan selain
untuk
dimanfaatkan dengan dipelajari dan ditelaah tentang bagaimana proses
tumbuhnya tumbuhan, juga tentang gerak yang dilakukan oleh tumbuhan itu
sendiri atas perintah Allah SWT. Semua itu merupakan tanda-tanda (kekuasaan
Allah SWT) bagi orang-orang yang berpikir dan mengambil pelajaran.
87
Al-Qurthubi, Syaikh Imam, Tafsir Al-Qurthubi, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, h. 206
Download