Tinjauan Bentuk Jaminan Kebendaan Dan Perikatan Atas Pesawat

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Tinjauan tentang Kredit
a. Pengertian Perjanjian Kredit
Ketentuan Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perbankan menyatakan bahwa :
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Oleh karena penyediaan uang atau tagihan tersebut memberikan risiko
bagi pemberi kredit dalam pengertian ini adalah Bank, maka undangundang memberikan pengaturan pada Pasal 8 serta penjelasannya yang
menyatakan bahwa kredit dalam pelaksanaanya harus memperhatikan
asas-asas perkreditan yang sehat.
Untuk mengurangi segala risiko yang ada, pihak bank harus
mempunyai keyakinan terhadap kemauan dan kemampuan debitur untuk
memenuhi kewajibannya. Pihak bank perlu menganalisa dengan seksama
terhadap beberapa kriteria tertentu yang biasa disebut 5 (five) C’s atau
formula 5C, antara lain: (Hermansyah, 2011:64).
1) Watak (Character)
Watak atau Character adalah suatu obyek yang dianalisa
dengan tujuan untuk mengetahui dan meyakini bahwa karakter calon
debitur tersebut baik dan tidak menimbulkan permasalahan di
kemudian hari. Hal ini penting dan bahkan menjadi prioritas utama
dalam prinsip pemberian kredit yang mengutamakan kepercayaan.
commit14to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Beberapa hal yang penting dianalisa dalam karakter debitur meliputi
tanggung jawab (responsibility), kejujuran (honestly), keseriusan
dalam berbisnis dan kehendak untuk membayar (willingness to pay).
2) Kemampuan (Capacity)
Bank perlu memiliki keyakinan dalam mengetahui dan
mempercayai bahwa calon debitur mempunyai keahlian dan
kemampuan yang cukup untuk menjalankan usahanya yang akan
dibiayai bank dengan fasilitas kredit sehingga usaha tersebut akan
dapat
tetap
berjalan
lancer
agar
debitur
dapat
memenuhi
kewajibannya melunasi hutangnya. Analisanya meliputi aspek
pemasaran, produksi, kualitas dan reputasi manajemen.
3) Modal (Capital)
Analisa yang penting juga harus dilakukan atas modal calon
debitur untuk mengetahui dan meyakini bahwa calon debitur
memiliki modal yang cukup untuk menjalankan usahanya yang
dibiayai oleh kredit. Untuk itu biasanya bank meminta debitur untuk
membuat laporan mengenai asset aktiva dan pasiva calon debitur
serta meminta salinan berkas lalu lintas rekening calon debitur
selama tiga bulan terakhir (Irma Devita Purnamasari, 2011: 19).
4) Kondisi keuangan/Prospek usaha (Condition)
Prospek usaha calon debitur menjadi perhatian yang seksama
oleh bank untuk mendapatkan keyakinan apakah usaha debitur telah
didukung oleh sumber bahan baku yang cukup serta apakah telah
tersedia pasar yang dapat menyerap hasil produksi debitur agar
usahanya dapat berjalan lancar sampai pelunasan hutangnya.
5) Agunan (Collateral)
Keyakinan bank dalam memberikan kredit juga harus dapat
dinilai dengan ukuran dan kuantitas yang nyata, maksudnya jumlah
commit15to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
uang yang dikeluarkan bank memilki jaminan sebagai pengganti
pembayaran jika debitur tidak dapat melunasi hutangnya.
Untuk masalah agunan (collateral) pihak bank harus
melakukan pengikatan agar memilki kekuatan hukum tetap. Tujuan
bank
melakukan
pengikatan
agunan
adalah
demi
menjaga
kepentingan bank dan meminimalisir resiko kerugian jika debitur
wanprestasi. Terdapat dua tujuan penting dilakukannya suatu
pengikatan agunan, yaitu:
a) Memberikan hak preferen kepada pemegang jaminan. Hak
preferen sangat penting karena akan memberikan kedudukan
yang diutamakan terhadap kreditur lain.
b) Memudahkan proses eksekusi dalam hal debitur wanprestasi.
Dengan adanya perjanjian pengikatan jaminan, maka bank
memilki dasar untuk melakukan prosedur eksekusi sebagaimana
yang telah diperjanjikan dalam pengikatan jaminan tersebut.
b. Jenis Kredit
Praktik perbankan yang berlaku saat ini, terdapat bermacam istilah
perjanjian kredit yang disalurkan dan/atau diberikan kepada debitur atau
nasabah bank. Namun, pada intinya, di antara berbagai macam istilah
perjanjian kredit, dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori besar,
yaitu (Irma Devita Purnamasari, 2011: 9) :
1) Pinjaman Rekening Koran
Fasilitas kredit pinjaman rekening koran dalam suatu bank
kadang disebut PRK, KRK, RK, atau dengan sebutan lain yang
sejenis. Pinjaman rekening koran biasanya diberikan untuk modal
kerja dengan jangka waktu terbatas. Rekening giro kredit debitur
tersebut diberi batas pinjaman sesuai besarnya fasilitas kredit.
2) Pinjaman Revolving Regular
commit16to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Fasilitas kredit dalam bentuk revolving ini praktiknya
diberikan dalam bentuk plafon (batas pinjaman) dan dicairkan secara
bertahap sesuai dengan permintaan debitur. Permintaan cairan fasilitas
kredit oleh debitur tersebut dikaukan dengan menggunakan media
penarikan berupa surat promes atau surat aksep.
3) Fixed Loan (Pinjaman Tetap)
Fasilitas kredit ini dijabarkan dalam berbagai jenis fasilitas
kredit lainnya, antara lain kredit investasi, kredit installment, pinjaman
jangka panjang, kredit kepemilikan rumah (KPR), kredit angsuran
berjangka, kredit konsumsi, bank garansi, dan letter of credit.
4) Jenis kredit dilihat dari segi tujuan kredit
Jenis kredit dilihat dari segi kredit terdiri dari :
a) Kredit produktif
Kredit produktif adalah kredit yang digunakan untuk
peningkatan usaha atau produksi atau investasi.
b) Kredit komsumtif
Kredit komsumtif adalah kredit yang digunakan untuk
komsumsi secara pribadi.
c) Kredit perdagangan
Kredit perdagangan adalah kredit yang digunakan untuk
perdagangan, biasanya untuk membeli barang dagangan yang
pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan
tersebut, contoh : kredit ekspor dan impor (kasmir,2008:110)
5) Jenis kredit dilihat dari segi jangka waktu
Jenis kredit dilihat dari segi jangka waktu terdiri dari :
a) Kredit Jangka Pendek (Short Term Credit)
commit17to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kredit jangka pendek adalah kredit yang berjangka waktu
maksimum satu tahun, dilihat dari sisi perusahaan, kredit jangka
pendek dapat berbentuk sebagai berikut :.
b) Kredit Jangka Menengah (Intermediate Term Credit)
Kredit jangka menengah (intermediate term credit) adalah
kredit yang berjangka waktu dari 1-3 tahun.. Kredit Jangka Panjang (
long term credit)
c) Kredit jangka panjang (Long Term Credit) kredit yang berjangka
waktu lebih dari 3 tahun..
6) Jenis kredit dilihat dari segi jaminan
Jenis kredit dilihat dari segi jaminan terdiri atas :
a) Kredit dengan jaminan
Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, jaminan
tersebut dapat berbentuk barang berwujud dan tidak berwujud atau
jaminan orang, artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan
dilindungi senilai jaminan yang diberikan calon nasabah.
b) Kredit tanpa jaminan
Kredit yang diberikan tanpa barang jaminan atau orang
tertentu, kredit ini diberikan dengan melihat prospek usaha dan
karakter serta loyalitas atau nama baik calon nasabah selama ini
(Kasmir,2008:11).
7) Jenis kredit dilihat dari segi sektor ekonomi
Jenis kredit dilihat dari segi sektor ekonomi terdiri dari :
sektor
pertanian,
perburuhan,
dan
sarana
pertanian, sektor
pertambangan, sektor perindustrian, sektor listrik, gas dan air, sektor
konstruksi, sektor perdagangan, restoran dan hotel, sektor jasa sosial
dan sektor lain.
2. Tinjauan tentang Hukum Jaminan
commit18to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Pengertian Hukum Jaminan
Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling
atau security of law. Dalam Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional
tentang Lembaga Hipotek dan Jaminan Lainnya, yang diselenggarakan di
Yogyakarta pada tanggal 20 Juli 1997 sampai dengan 30 Juli 1977,
disebutkan bahwa hukum jaminan, meliputi pengertian, baik jaminan
kebendaan ataupun jaminan perorangan. Pengertian hukum jaminan ini
mengacu pada jenis jaminan, bukan pengertian hukum jaminan.
Mengenai hukum jaminan ini, diatur dalam buku II KUH Perdata
karena jaminan ini sangat berhubungan erat dengan masalah benda dan
hak kebendaan. Pada dasarnya, buku II KUH Perdata mengatur mengenai
masalah benda dan hak kebendaan. Buku II KUH Perdata bersifat
tertutup, dalam arti orang tidak bisa atas kehendaknya sendiri
meniadakan, mengurangi, menambah atau mengubah ketentuan mengenai
benda ini karena pengaturan benda dan hak kebendaan sudah pasti tidak
dapat di simpangi (Kartini Muljadi &Gunawan Widjaja, 2003:22).
Dalam Buku II KUH Perdata tidak diberikan suatu definisi
tertentu mengenai apa yang dimaksud lembaga jaminan. Kitab UndangUndang Hukum Perdata pasal 1131 menyebutkan bahwa “Segala
kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak,
baik yang sudah ada maupun baru aka nada di kemudian hari, menjadi
tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”
Rumusan pasal tersebut menunjukan bahwa setiap tindakan yang
dilakukan oleh seseorang dalam bidang harta kekayaan pasti akan
membawa akibat terhadap harta kekayaannya. Akibat yang dimaksud
dapat berupa penambahan atau dapat berupa pengurangan harta kekayaan.
Selanjutanya dalam pasal 1132 KUH Perdata menyatakan bahwa:
“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua
orang yang menghutangkan padanya; pendapatan penjualan
commit19to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu
menurut besar kecilnya pihutang masing-masing kecuali apabila
diantara para berpihutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk
didahulukan”.
Berdasarkan rumusan pasal 1132 KUH Perdata diatas, setiap
kreditur yang berhak atas pemenuhan kewajiban dari perikatan yang
terjadi harus mendapatkan pemenuhan kewajiban tersebut dan harta milik
debitur secara bersama-sama tanpa ada yang didahulukan atau secara
proporsional yang dihitung berdasarkan besar pihutang masing-masing
kreditur.
Selain menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, adapun
pengertian hukum jaminan menurut para ahli hukum. Menurut Sri
Soedewi Masjhoen Sofwan, hukum jaminan itu adalah mengatur
konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan
menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan
demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum
bagi lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian, kiranya harus di barengi
dengan adanya lembaga kredit dengan jumlah besar dengan jangka waktu
yang lama dan bunga yang relative rendah (Sri Soedewi Masjhoen
Sofwan, 1980:5).
M.Bashan mengatakan, hukum jaminan itu dapat di artikan yaitu
merupakan himpunan ketentuan yang mengatur atau berkaitan dengan
penjaminan dalam rangka hutang-pihutang yang terdapat dalam berbagai
peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini (M.Bashan, 2008:
3). Adapun menurut J.Satrio, hukum jaminan dapat diartikan peraturan
hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan pihutang seorang
kreditur terhadap seorang debitur. Lebih ringkasnya hukum jaminan
commit20to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
adalah hukum yang mengatur tentang jaminan pihutang seseorang
(J.Satrio, 2007: 3).
Pengertian lain, hukum jaminan itu adalah keseluruhan dari
kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi
dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan
untuk mendapatkan fasilitas kredit (Salim HS, 2012: 6). Unsur-unsur
jaminan yang tercantum dalam definisi ini antara lain (Salim HS, 2012:7):
1) Adanya kaidah hukum
Kaidah hukum dalam bidang jaminan dapat dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah
hukum jaminan tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah
kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum
jaminan tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang
tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat
pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan.
2) Adanya pemberi dan penerima jaminan
Pemberi jaminan dalah orang-orang atau badan hukum yang
menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang
bertindak
sebagai pemberi jaminan ini adalah orang atau badan
hukum yang membutuhkan fasilitas kredit. Orang ini lazim disebut
dengan debitur. Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum
yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Yang
bertindak sebagai penerima jaminan ini adalah orang atau badan
hukum. Badan hukum disini maksudnya lembaga yang menerima
commit21to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga
keuangan nonbank.
3) Adanya jaminan
Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur
adalah jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan
jaminan yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda
bergerak dan tidak bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan
nonkebendaan.
4) Adanya fasilitas kredit
Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan
bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga
keuangan nonbank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang
berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan
nonbank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan
pokok pinjaman dan bunganya. Begitu juga debitur percaya bank dan
lembaga keuangan nonbank dapat memberikan kredit kepadanya.
Pendapat para ahli yang mengemukakan pengertian dari
hukum jaminan dapat disimpukan bahwa hukum jaminan itu adalah
seluruh ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum
antara pemberi dan penerima jaminan dalam rangka hutang piutang
dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan seorang kreditur
terhadap kreditur nuntuk mendapatkan fasilitas kredit.
b. Teori-Teori Hukum Tentang Jaminan
Dari beberapa literatur hukum, terdapat beberapa teori-teori
hukum tentang jaminan hutang yang bersifat kebendaan, antara lain
(Munir Fuady, 2013: 5) :
1) Teori Kepemilikan Titel (Title Theory)
commit22to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Teori ini menyatakan bahwa title kepemilikan bahwa titel
kepemilikan dalam suatu penjaminan hutang sudah di alihkan oleh
debitur kepada kreditur pemegang hutang. Pengalihan hak ini sudah
dilakukan
sejak
awal
terbitnya
hak
jaminan,
yaitu
saat
ditandatanganinya kontrak pengikatan jaminan hutang. Kewenangan
kreditur dalam teori ini sangat luas, mencakup juga menguasai dan
memungut keuntungan dari hasil obyek jaminan tersebut
2) Teori Jaminan (Lien Theory)
Teori ini menyatakan bahwa kepemilikan dalam suatu sistem
jaminan hutang tetap berada pada pihak debitur, mencakup juga
menguasai dan memungut keuntungan dari obyek jaminan hutang.
Titel kepemilikan dari debitur atas obyek jaminan tersebut berakhir
setelah adanya wanprestasi terhadap hutang yang dijamin dan
dilakukan eksekusi yang sah sesuai hukum yang berlaku. Jadi teori
ini intinya bukan untuk memungut keuntungan tetapi hanya
mengantisipasi jika hutang tidak terbayar nantinya.
3) Teori Antara (Intermediate Theory)
Teori Antara ini memberikan hak untuk memiliki, menguasai,
dan menikmati hasil kepada pihak debitur tetapi hak tersebut segera
bealih ke pihak kreditur pemegang jaminan ketika terjadi wanprestasi
terhadap hutang debitur.
4) Teori Kepercayaan (Trust Theory)
Teori Kepercayaan banyak dipraktikkan di berbagai negara
terutama yang menganut sistem hukum Anglo Saxon. Teori
Kepercayaan muncul dalam konsep “deed of trust”. Teori ini
memformulasikan hubungan antara debitur dan kreditur sebagai
hubungan “kepemilikan ganda”, yang disebut trust dalam konsep
sistem hukum Anglo Saxon.
commit23to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5) Teori Manfaat (Benefit Theory)
Teori ini menyatakan pihak kreditur pemegang jaminan hutang
sekedar mengharapkan manfaat dari obyek jaminan hutang, sehingga
tidak begitu berkepentingan untuk memiliki benda tersebut.
6) Teori Penebusan (Redemtion Theory)
Teori ini menyatakan bahwa pembayaran hutang dianggap
sebagai penebusan. Artinya, uang pembayaran hutang ditukar dengan
benda yang menjadi obyek jaminan hutang, baik dalam waktu
tertentu ataupun waktu tertentu untuk penebusannya. Model jaminan
gadai benda bergerak menurut KUH Perdata termasuk sebagai
penjaminan hutang dalam teori ini.
7) Teori Eksekusi Langsung (Strict Foreclosure Theory)
Teori ini seperti yang terjadi dalam sistem hukum Anglo
Saxon. Dalam hal ini, setelah jatuh tempo pihak debitur tidak
membayarnya,
kemudian
diberikan
waktu
tambahan
untuk
membayar hutangnya, tetapi ternyata debitur tidak membayar maka
kreditur mengambil tindakan dengan mengajukan permohonan
kepada debitur untuk membayarnya dalam jangka waktu tertentu dan
barang akan di eksekusi menjadi milik kreditur. Dikatakan eksekusi
karena memang secara hukum sejak awal obyek jaminan merupakan
milik kreditur.
8) Teori Penyerahan Kepercayaan (Fiduciary Transfer Theory)
Jaminan hutang yang jaminannya tidak diserahkan contohnya
terhadap benda bergerak, karena debitur memerlukan benda tersebut
sedangkan kreditur tidak memerlukannya, maka ditempuh prosedur
fiduciary transfer.
c. Sifat Pengikatan Jaminan
commit24to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Perjanjian kredit perbankan tedapat 2 macam, yaitu perjanjian
pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian
untuk mendapatkan fasilitas kredit dari lembaga perbankan atau lembaga
keuangan nonbank, sedangkan perjanjian accesoir adalah perjanjian yang
bersifat tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok (Salim HS,
2012:29).
Perjanjian pengikatan jaminan mempunyai sifat accesoir yaitu
perjanjian tambahan yang tergantung pada perjanjian pokoknya
(Hasbullah&Frieda Husni, 2002: 6). Perjanjian pokok yang dimaksud
adalah perjanjian hutang-pihutang atau pinjam-meminjam yang diikuti
dengan perjanjian tambahan sebagai jaminan,
Perjanjian pengikatan jaminan yang bersifat accesior tersebut
memiliki akibat hukum antara lain :
1) Kebendaan tergantung kepada perjanjian pokok;
2) Hapusnya perjanjian tergantung kepada perjanjian pokok;
3) Jika perjanjian pokok beralih, maka perjanjian accesoir ikut beralih;
4) Jika perjanjian pokok batal, maka perjanjian accesoir ikut batal;
dan/atau
5) Jika perjanjian pokok beralih karena cassie atau subrogatie, maka
perjanjian accesoir juga beralih tanpa ada penyerahan khusus
Perjanjian pengikatan jaminan berakhir/batal jika perjanjian
hutang-piutang berakhir antara lain karena kreditnya telah dilunasi atau
berakhir karena sebab lain, karena suatu sebab hukum seperti barang
jaminan musnah, dan perjanjian pokok cacat hukum dan batal makan
perjanjian pengikatan jaminan ikut batal pula.
d. Ragam Jaminan
1) Jaminan Imateriil/Perorangan (Persoonlijke Zekerheidrechten).
commit25to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jaminan perorangan menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan
adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada waktu
tertentu dan hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu dan
terhadap harta kekayaan debitur secara umum (Sri Soedewi Masjchoen
Sofwan, 2003:47).
Menurut Dr. Munir Fuady, jaminan perorangan adalah jaminan
yang hanya mempunyai hubungan langsung dengan pihak pemberi
jaminan, bukan terhadap benda tertentu. Jaminan perorangan ini
hanya dapat dipertahankan kepada orang-orang tertentu (Munir
Fuady, 2013:11)
2) Jaminan Materiil/Kebendaan (Zakelijke-Zekerheidsrechten)
Jaminan kebendaan adalah jaminan yang mempunyai
hubungan langsung dengan benda tertentu. Jaminan ini selalu
mengikuti bendanya kemanapun benda itu beralih atau dialihkan,
serta dapat dialihkan dan dapat dipertahankan terhadap siapapun
(Munir Fuady, 2013:10).
Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan pada Seminar
Badan Pembinaan Hukum Nasional di Yogyakarta pada tahun 1977,
jaminan kebendaan adalah jaminat yang berupa hak mutlak atas suatu
benda yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas
benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu
mengikuti bendanya dan dapat dialihkan. Jenis jaminan kebendaan
yang diatur dalam KUH Perdata adalah hipotik dan gadai , sedangkan
di luar KUH Perdata adalah jaminan fidusia dan hak tanggungan.
e. Macam-macam Jaminan Kebendaan
1) Hipotik
Pengertian hipotik dapat ditemukan dalam pasal 1162 KUH
Perdata. Pasal tersebut mendefinisikan hipotik sebagai suatu hak
commit26to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil
penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Saat ini,
yang berlaku hanya untuk hipotik kapal laut, karena untuk tanah sudah
ada undang-undang tersendiri yang mengaturnya yaitu undang-undang
hak tanggungan. Sementara hipotik untuk pesawat terbang semula
berlaku berdasarkan Pasal 12 Undang-undang Nomor 15 tahun 1992
tentang Penerbangan, kemudian di cabut dan diganti Undang-undang
Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan tidak menyebutkan lagi
tentang hipotik atas pesawat terbang, hanya menyebutkan hak jaminan
kebendaan pesawat terbang dapat dibuat menurut hukum yang dipilih
oleh para pihak (Munir Fuady, 2013:10). Obyek hipotik diatur dalam
Pasal 1162 KUH Perdata, yaitu:
a) Benda-benda tidak bergerak yang dapat dipindahtangankan
beserta segala perlengkapannya;
b) Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala
perlengkapannya;
c) Hak numpang karang dan hak usaha;
d) Bunga tanah, baik yang dibayar dengan uang maupun yang harus
dibayar dengan hasil tanah;
e) Bunga seperti semula ;dan
f) Pasar-pasar yang diakui oleh pemerintah, beserta hak-hak asli
merupakan yang melekat padanya.
Yang termasuk benda-benda tak bergerak adalah hak atas
tanah, kapal laut, dan pesawat terbang. Sejak berlakunya Undangundang Nmor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, maka hipotik
atas tanah menjadi tidak berlaku lagi, tetapi yang digunakan dalam
pembebanan tanah yaitu hak tanggungan. Sedangkan benda tidak
bergerak seperti kapal laut tetap berlaku ketentuan tentang hipotik
commit27to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebagaimana diatur dalam
Buku II KUH Perdata. Ukuran kapal
lautnya 20m³, sedangkan di bawah itu berlaku ketentuan tentang
jaminan fidusia (Salim HS, 2012:201).
2) Gadai
Pengaturan mengenai gadai di atur mulai dari Pasal 1150
sampai dengan Pasal 1160 KUH Perdata. Perumusan gadai menurut
KUH Perdata adalah :
“Suatu hak yang diperoleh seorang berpihutang atas suatu
barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang
berhhutang atau orang lain atas namanya, dan yang
memberikan kekuasaan kepada si berpihutang untuk
mengambil pelunasan dari barang tersebut secara
didahulukan daripada orang berpihutang lainnya, dengan
kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan
biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya
setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus
didahulukan”.
Gadai memiliki ciri-ciri dari jaminan kebendaan pada
umumnya. Gadai juga memiliki sifat khusus yang diantaranya yaitu :
a) Tidak dapat dibagi-bagi (ondeelbaar), maksudnya dengan telah
dilunasinya sebagian hhutang bukan berarti hapusnya sebagian
hak gadai
b) Obyek gadai yang berupa benda bergerak berada di bawah
kekuasaan kreditur. Hal ini merupakan syarat terpenting dari
perjanjian gadai yaitu inbezitstelling, yaitu melepaskan obyek
gadai dari kekuasaan debitur untuk diserakhan kepada kreditur
sebagaimana diatur dalam Pasal 1152 ayat (2) KUH Perdata
c) Benda yang digadaikan merupakan jaminan pelunasan hutang,
sehingga kreditur hanya boleh menyimpan obyek gadai, tidak
boleh menggunakannya, menikmatinya atau memiliki obyek gadai
tersebut.
3) Hak tanggungan
commit28to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hak tanggungan di atur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun
1996 tentang Hak tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda
Yang berkaitan Dengan Tanah, yang merupakan pelaksanaan amanat
dari Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria.
Hak tanggungan adalah suatu hak kebendaan yang harus dibuat
dengan akta otentik dan didaftarkan serta bersifat accesoir dan
eksekutorial, yang diberikan oleh debitur kepada kreditur sebagai
jaminan pembayaran hutang-hutangnya yang berobyekkan tanah
dengan atau tanpa segala sesuatu yang ada di atas tanah tersebut
(Munir Fuady, 2013:69).
Hak Tanggungan ini memberikan hak preference kepada
kreditur yang artinya kreditur punya keutamaan untuk mengeksekusi
jaminan yang dimaksud terlebih dahulu kepada kreditur lainnya jika
suatu saat debitur wanprestasi (Irma Devita Purnamasari, 2011:37).
Eksekusi dapat dilakukan dengan cara pelelangan umum atau bawah
tangan atas tagihan-tagihan dari kreditur pemegang hak tanggungan,
dan yang mengikuti obyek jaminan kemanapun obyek hak
tanggungan tersebut dialihkan.
4) Fidusia
Fidusia disebut juga dengan istilah “Penyerahan Hak Milik
Secara Kepercayaan” dalam terminologi Belanda disebut dengan
istilah lengkapnya Fiduciare Eigendom Overdracht atau FEO.
Berkaitan dengan ketentuan mengenai gadai dalam pasal 1152 ayat
(2) KUH Perdata yang mensyaratkan bahwa kekuasaan atas benda
yang digadaikan tidak boleh berada pada pemberi gadai.
Jaminan fidusia adalah suatu jaminan hutang yang bersifat
kebendaan yang pada prinsipnya memberikan barang bergerak
commit29to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebagai jaminannya tetapi juga dapat diperluas terhadap barang tidak
bergerak dengan memberikan penguasaan dan penikmatan atas benda
obyek jaminan hutang tersebut kepada debitur, dan kemudian pihak
kreditur menyerahkan kembali penguasaan dan penikmatan atas
benda tersebut kepada debitur secara kepercayaan (fiduciary) (Munir
Fuady, 2013:102).
Menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 42 Tahun
1999 tentang Jaminan fidusia, jaminan fidusia adalah:
“Hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak
khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang
tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai
agunan bagi pelunasan hutang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia
terhadap kreditur lainnya”.
Unsur-unsur yang terdapat pada jaminan fidusia antara lain :
a)
Adanya hak jaminan;
b)
Adanya obyek, yaitu benda bergerak baik yang berwujud
maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak yang tidak
dibebani hak tanggungan. Ini berkaitan dengan pembebanan
jaminan rumah susun;
c)
Benda menjadi obyek jaminan tetap berada dalam penguasaan
pemberi fidusia; dan
d)
Memberikan kedudukan yang diutamkan kepada kreditur.
Ciri yang tampak dari definisi fidusia tersebut dapat
dirumuskan antara lain pengalihan hak suatu benda, atas dasar
kepercayaan, benda tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda,
dapat disimpulkan adanya penyerahan suatu benda secara yuridis,
tetapi belum berpindah secara nyata, karena penguasaan bendanya
commit30to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
masih berada ditangan pemilik benda tersebut. Ciri inilah yang
membedakan lembaga fidusia dengan lembaga jaminan gadai
3. Tinjauan tentang Penerbangan
a. Pengertian Pesawat Terbang
Pengertian pesawat udara menurut Pasal 1 ayat (3) UndangUndang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan adalah setiap mesin
atau alat yang dapat terbang diatmosfer karena gaya angkat dari reaksi
udara, tetapi bukan karena reaksi udara terhadap permukaan bumi yang
digunakan untuk penerbangan. Selain pesawat udara, istilah lain yang
digunakan dalam Undang-undang penerbangan adalah pesawat terbang
dan helikopter. Menurut Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2009 tentang Penerbangan, pesawat terbang adalah pesawat udara
yang lebih berat dari udara, bersayap tetap dan dapat terbang dengan
tenaga sendiri. Selanjutnya dijelaskan pada ayat (5) nya pengertian
helikopter yaitu pesawat udara yang lebih berat dari udara, bersayap putar
yang rotornya digerakkan oleh mesin. Pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa pesawat terbang dan helikopter termasuk bagian dari
pesawat udara karena pesawat terbang dan helikopter merupakan mesin
atau alat yang dapat terbang diatmosfer.
b. Hak Kebendaan Pesawat Terbang
Sampai saat ini hukum benda Indonesia masih mengacu pada
ketentuan dalam KUH Perdata. Dalam KUH Perdata dikenal berbagai
macam pengolongan benda antara lain benda berwujud dan tidak
berwujud, benda bergerak dan tidak bergerak, benda habis dipakai dan
benda tidak habis dipakai, benda yang dapat diperdagangkan dan benda
yang tidak dapat di perdagangkan, benda yang sudah ada dan benda yang
commit31to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
akan ada, benda yang dapat diganti dan tidak dapat diganti (Mochamad
Isnaeni,
1996:114).
Dari
penggolangan
benda-benda
tersebut,
penggolongan benda yang terpenting adalah penggolongan benda
bergerak dan benda tidak bergerak. Karena penggolongan benda sebagai
benda bergerak dan tidak bergerak dapat memiliki akibat hukum yang
berbeda pada lima hal yaitu, kedudukan berkuasa atas barang (bezit), cara
penyerahan barang (levering), jangka waktu daluarsa (verjaring),
lembaga jaminan (bezwaring), dan cara penyitaan (beslag).
Penggolongan benda sebagai benda tidak bergerak dapat karena
ditentukan oleh Undang-undang, seperti yang tercantum pada Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 506 yang pada intinya mengatkan
benda tidak bergerak meliputi pekarangan-pekarangan dan segala yang
tertancap diatasnya, penggilingan-penggilingan, pohon-pohon yang
akarnya menancap dalam tanah, buah-buahan yang belum dipetik dari
pohonnya, barang-barang tambang yang belum tergali dari tanah, kayukayu yang belum dipotong, pipa-pipa dan got penyalur air. Selain itu
pada Pasal 507 KUH
Perdata menjelaskan
juga bisa karena
peruntukkannya yang melekat pada tanah, seperti pada perusahaan pabrik
dan barang-barang hasil produksi, rumah beserta perabotannya yang
terpasang pada bagian rumah seperti dinding dan pagar, bahan bangunan
yang akan digunakan untuk mendirikan bangunan. Selanjutnya di
jelaskan pada Pasal 508 KUH Perdata yang mengatakan benda tidak
bergerak karena pemanfaatannya seperti hak pakai atas tanah, hak
pengabdian tanah, hak menumpang karang dan hak usaha.
Penggolongan benda sebagai benda bergerak tercantum pada
Pasal 510 KUH Perdata yang pada intinya menyebutkan benda bergerak
dapat ditentukan oleh sifatnya yang dapat berpindah atau dipindahkan,
seperti kapal-kapal, perahu, dan tempat-tempat pemandian yang dipasang
commit32to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
di perahu serta benda-benda lain yang sejenis. Kemudian pada Pasal 511
KUH Perdata, benda bergerak yang ditentukan oleh undang-undang
seperti hak pakai atas benda bergerak, hak atas bunga yang diperjanjikan,
tagihan-tagihan, saham-saham dalam perseroan dan obligasi.
Pesawat terbang sebagai alat yang digunakan untuk penerbangan
dan transportasi menurut sifatnya yang dapat berpindah dan di pindahkan
adalah termasuk benda bergerak. Akan tetapi sifat hukum pesawat
terbang berbeda dari benda bergerak lainnya dalam 2 hal, antara lain:
1) Pesawat Terbang harus Didaftarkan
Ketentuan yang mewajibkan pesawat terbang harus didaftarkan
terdapat pada Pasal 24 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan, dimana setiap pesawat terbang yang di operasikan di
Indonesia wajib mempunyai tanda pendaftaran. Tanda pendaftaran
tersebut dapat berupa tanda pendaftaran Indonesia atau tanda
pendaftaran asing. Tanda pendaftaran ini dikeluarkan oleh otoritas
penerbangan yang berwenang ditiap negara, di Indonesia kewenangan
itu dimiliki oleh Direktur Jendral Perhubungan Udara, Kementrian
Perhubungan Republik Indonesia sesuai dengan Peraturan Menteri
Perhubungan tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil
Bagian 47 tentang Pendaftaran Pesawat Udara (Aircraft Registration)
Nomor KM 49 tahun 2009 Pasal 47
2) Pesawat Terbang Mempunyai Tanda Kebangsaan
Melihat sifat dan hakekatnya, suatu pesawat terbang
merupakan suatu benda bergerak (moveable property). Oleh sebab itu
yang pertama-tama menguasai suatu pesawat terbang adalah
pengaturan hukum keperdataan mengenai benda bergerak. Namun
commit33to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
demikian untuk berbagai kepentingan khusus, perundang-undangan
ternyata menyimpang dari aturan umum dan memberlakukan pada
pesawat terbang sebagai benda tidak bergerak.
Sifat karakteristik dari pesawat terbang adalah karena pesawat
terbang diberi tanda nasionalitas suatu negara tertentu. Dengan
memenuhi syarat –syarat hukum nasional tentang pendaftaran publik,
suatu negara akan memberikan suatu tanda bukti nasionalitas, yang
dikenal dengan Tanda Kebangsaan (nationality marks) dan tanda
registrasi (registration marks) kepada pesawat terbang tersebut.
Nasionalitas pesawat terbang tesebut menunjuk kepada adanya
hubungan khusus antara pesawat terbang tersebut dengan negara
tertentu. Konsekuensi hukumnya ialah bahwa negara tersebut berhak
menerapkan hak-hak khusus yang dapat dinikmati pesawat terbang
tersebut hukum internasional (Mieke Komar Kantaadmadja, 1989:47)
Berdasarkan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009
tentang Penerbangan, perjanjian pemberian hak jaminan kebendaan
atas pesawat terbang dapat dibuat menurut hukum yang dipilih oleh
para pihak dalam perjanjian tersebut. Konsekuensi hukumnya adalah
adanya hak jaminan kebendaan atas pesawat terbang yang dilakukan
baik berdasarkan hukum Indonesia ataupun hukum asing.
c. Pesawat Terbang sebagai Jaminan Hutang dalam Kredit
Pesawat terbang baik di dalam hukum internasional maupun
hukum nasional dapat di bagi menjadi 2 jenis antara lain:
1) Pesawat terbang negara (state aircraft), menurut Pasal 1 ayat (7)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yaitu
pesawat udara yang digunakan oleh tentara nasional, kepolisian, dan
instansi
pemerintah
lainnya
untuk
menjalankan
kewenangan hukum serta tugas lainnya sesuai
commit34to user
fungsi
kan
dengan peraturan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perundang-undangan. Pesawat terbang negara tidak mempunyai
tanda pendaftaran dan tanda kebangsaan
2) Pesawat terbang sipil (civil aircraft), menurut Pasal 1 ayat (8)
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yaitu
pesawat udara yang digunakan untuk kepentingan angkutan udara
niaga dan bukan niaga. Pesawat terbang sipil mempunyai tanda
pendaftaran dan tanda kebangsaan
Dari penjelasan kedua jenis pesawat tersebut, pesawat terbang
negara (state aircraft) tidak dapat digunakan sebagai obyek perdagangan.
Selain itu karena pesawat terbang tidak memiliki tanda pendaftaran dan
tanda kebangsaan maka tidak dapat dibebani dengan hak jaminan
apapun. Sehingga yang dapat dibebani hak jaminan hanya pesawat
terbang sipil (civil aircraft) yang telah memperoleh tanda pendaftaran
dan tanda kebangsaan.
Pesawat terbang mempunyai sifat khusus (sui generis) yaitu
apabila pesawat terbang tersebut didaftarkan, maka pesawat terbang
tersebut dapat dibebani hak jaminan. Pesawat terbang negara (state
aircraft) tidak memperoleh tanda pendaftaran dan kebangsaan sehingga
tidak mempunyai sifat sui generis (H.K.Martono, 2007:277)
Dalam melakukan suatu usaha, baik perorangan maupun badan
hukum membutuhkan uang (fresh money) untuk menjalankan usahanya,
namun seringkali uang yang mereka miliki tidak cukup, sehingga meraka
harus meminjam uang kepada orang lain atau badan hukum untuk
mencari sumber dana. Dalam prakteknya sumber dana dapat didapat dari
berbagai macam seperti pinjaman kredit dari bank atau perusahaan lain
selain bank atau pinjaman perorangan berdasarkan perjanjian hhutang
pihutangnya (H.K.Martono, 2007:230).
commit35to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
menjelaskan bahwa pemberian kredit mengandung suatu resiko. Salah
satu cara mengurangi resiko adalah menetapkan jaminan (collateral)
dalam analisis pemberian kredit. Jaminan yang diminta bank dapat
berupa jaminan pokok dan jaminan tambahan. Jaminan pokok berupa
barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai kredit tersebut, sedangkan
jaminan tambahan adalah harta kekayaan nasabah debitur. Harta
kekayaan dapat berupa bangunan, mobil, stok barang dagangan,
inventaris perusahaan, mesin-mesin di pabrik dan lain-lain (H.Tan
Kamelo, 2004:14).
Pesawat terbang ketika menjadi obyek jaminan kredit memiliki
resiko yang harus diketahui oleh kreditur, resikonya antara lain (Mieke
Komar Kantaadmadja, 1989:87):.
1) Pesawat terbang sangat peka terhadap berbagai bahaya dan
kemungkinan terjadinya kecelakaan yang disebabkan suatu hal yang
tidak ada kaitannya langsung dengan pesawat terbang. Misalnya
akibat cuaca buruk, terorisme, dan lain-lain. Obyek jaminan dapat
musnah seketika atau mengalami kerusakan berat
2) Suatu pesawat terbang selalu berpindah tempat terutama pesawat
yang digunakan untuk pengangkutan internasional, sehingga bisa
menyulitkan pihak kreditur, maupun pemegang hak lainnya yang
akan mengadakan eksekusi atas pesawat terbang tersebut.
3) Berkurangnya nilai susut teknis suatu pesawat terbang karena
penggunaannya yang terus menerus, yang menyebabkan harga
pesawat terbang bergantung sekali pada perawatan dan perbaikan
pesawat secara teratur
4) Terbatasnya pasaran (market) untuk pesawat-pesawat terbang bekas
di negara yang bersangkutan
commit36to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5) Belum diaturnya kewajiban pendaftaran perdata (recordation) dari
hak-hak kebendaan yang dibebankan kepada pesawat terbang di
berbagai negara. Hal ini menyebabkan pemegang suatu hak jaminan
dapat dihadapkan suatu keadaan di mana menurut hukum setempat
haknya tidak diakui atau kedudukan hukum dari haknya dianggap
lebih rendah daripada pemegang hak dalam suatu negara tersebut
6) Khususnya penjaminan suku cadang, terutama engines (motor
propulsi) pesawat terbang, dapat menimbulkan permasalahan
tersendiri. Antara lain kesulitan menjaminjakan suku cadang dengan
hak jaminan yang sama yang telah dilekatkan pada pesawat terbang
yang bersangkutan, pengaturan penyimpanan suku cadang terpisah
dari pesawat terbang serta pendaftran perdata suku cadang.
Alasan-alasan tersebut menjadikan pesawat terbang sebagai
obyek jaminan kredit (colletral) kurang diminati oleh pihak bank dan
lembaga keuangan pada umumnya. Hal ini didukung oleh suatu
kenyataan bahwa mayoritas negara, pemberian kredit dengan jaminan
pesawat terbang dianggap sebagai spesialisasi dari beberapa dan lembaga
keuangan tertentu karena besarnya resiko. Karena pihak bank terikat
pada ketentuan-ketentuan umum penjaminan yang mewajibkan debitur
untuk dapat dipercaya, mempunyai pengalaman yang cukup dalam
bidang usaha untuk diperluas pinjaman tersebut, tujuan pinjaman harus
jelas dan dapat disetujui, dan adanya keyakinan bahwa pinjaman tersebut
akan digunakan sedemikian rupa sehinga pembayaran kembali hutangnya
dapat ditaati pada waktu yang ditetapkan (Mieke Komar Kantaadmadja,
1989:89).
Untuk mendukung industri penerbangan (aircraft industry)
nasional dan internasional dibutuhkan pengaturan tentang penjaminan
pesawat terbang dengan fasilitas proses penanganan yang mudah dan
commit37to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
cepat, baik dalam prosedur pelaksanaan, pencairan, dan realisasi jaminan
tersebut. Memang resiko-resiko yang melekat pada pesawat terbang
sudah cukup besar tetapi hal ini tidak mengurangi adanya kebutuhan
pengguna pesawat terbang sebagai collateral, terutama karena pihak
kreditur tidak selalu dapat mengandalkan diri pada garansi yang
disediakan (Mieke Komar Kantaadmadja, 1989:90).
Pasal 71 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan disebutkan bahwa pesawat terbang dapat dibebani dengan
kepentingan internasional. Maksud dari kepentingan internasional adalah
suatu kepentingan yang diperoleh kreditur yang timbul akibat perjanjian
Pemberian Hak Jaminan Kebendaan, Perjanjian Pengikatan Hak
Bersyarat dan/atau Perjanjian Hak Sewa Guna Usaha yang tunduk pada
Konvensi Cape Town. Maka dari itu kepentingan internasional bukan
hak jaminan kebendaan yang dapat dibebankan atas pesawat terbang.
Pasal 72 menegaskan bahwa, “perjanjian sebagaimana dimaksud
pada pasal 71 dapat dibuat berdasarkan hukum yang dipilih oleh para
pihak pada perjanjian tersebut”. Ketentuan ini memberikan kemungkinan
bagi para pihak untuk memilih hukum Indonesia dalam penetapan hak
jaminannya. Para pihak dapat memilih lembaga jaminan di Indonesia
yang sekarang ada empat jenis lembaga yaitu hipotik, gadai, hak
tanggungan dan fidusia. Sebagaimana di jelaskan sebelumnya bahwa
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tidak disebutkan secara tegas hak
jaminan kebendaan apa yang dapat dibebankan atas pesawat terbang di
Indonesia.
commit38to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
A. Kerangka Pemikiran
KREDITUR
DEBITUR
(perseorangan atau
badan hukum)
(PT.Bank Negara
Indonesia (Persero)
Tbk Sentra Kredit
Menengah Bekasi
PERJANJIAN
KREDIT BANK
JAMINAN
PERORANGAN
KEBENDAAN
PESAWAT
TERBANG
PENGATURAN
HAK
KEBENDAAN
HIPOTEK
BENTUK
PERIKATAN DI
PT. Bank Negara
Indonesia
(Persero) Tbk
Sentra Kredit
Menengah Bekasi
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
commit39to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keterangan:
Kerangka pemikiran ini mencoba menggambarkan alur piker penulis dalam
menemukan jawaban dari permasalahan yang menjadi perhatian dalam penelitian
mengenai pengaturan hak kebendaan dan bentuk perikatan jaminan atas pesawat
terbang dalam kredit perbankan.
Bank memiliki fungsi sebagai pemberi dan penyalur dana masyarakat. Untuk
menjalankan fungsinya tersebut bank mempunyai program yang disebut dengan
kredit. Perusahaan-perusahaan besar seringkali membutuhkan dana segar untuk
menjalankan dan memajukan usahanya. Jalan keluar yang diambil perusahaan
tersebut biasanya dengan cara peminjaman uang ke bank atau disebut kredit. Debitur
(perseorangan atau badan hukum) memerlukan suatu dana segar dengan meminjam
uang dengan program kredit dengan kreditur (bank). Kedua belah pihak tersebut
melakukan perjanjian-perjanjian yang harus ditaati kedua belah pihak yang disebut
dengan perjanjian kredit
Dalam pengajuan kredit tentu pihak bank akan meminta sebuah jaminan untuk
berjaga-jaga jika pihak debitur wanprestasi. Jaminan yang diberikan pihak debitur
harus hampir setara atau setara dengan uang yang akan dipinjam. Fenomena yang
jarang terjadi adalah pemberian jaminan berupa pesawat terbang.
Pemberian jaminan berupa pesawat terbang masih sangat jarang ditemukan
dalam kredit perbankan sehari-hari karena resikonya yang sangat tinggi. Ditambah
lagi dengan peraturan yang belum jelas mengenai hak kebendaan atas pesawat
terbang itu sendiri. Sentra Kredit Menengah (SKM) Bekasi PT.BNI (PERSERO)Tbk
telah melakukan praktek kredit dengan penjaminan berupa pesawat terbang.
Penerapan hukum atas jaminan pesawat terbang yang dilakukan SKM BNI ini yang
akan diteliti oleh penulis.
commit40to user
Download