PENGARUH MOTIVASI MANAJER TERHADAP MANAJEMEN LABA

advertisement
1
PENGARUH MOTIVASI MANAJER TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA
PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI
(Skripsi)
Oleh
CHYNTIA DEVI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2012
2
ABSTRAK
ANALISIS PENGARUH MOTIVASI MANAJER TERHADAP MANAJEMEN LABA
PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI
Manajemen laba merupakan tindakan manajemen yang berupa campur tangan dalam
proses penyusunan laporan keuangan dengan maksud untuk meningkatkan kesejahteraannya
secara personal maupun untuk meningkatkan nilai perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dari motivasi manajer terhadap
praktik manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan
membandingkan konsistensi hasil penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini. Penelitian ini
merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2004).
Metode pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan populasi 87
perusahaan dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jumlah sampel
sebanyak 25 perusahaan manufaktur dengan periode pengamatan selama dua tahun (2008 sampai
2009). Data diolah menggunakan software SPSS 16.0 for windows.
Hasil penelitian ini menunjukkan motivasi debt covenant yang memiliki pengaruh secara
signifikan terhadap praktik manajemen laba.
Kata kunci : Manajemen laba, Discretionary accruals, Debt covenant
3
Nama
: Chyntia Devi
NPM
: 0411031041
No Telepon
: 089631435600
Email
: [email protected]
Pembimbing 1
: Dr. Einde Evana, S.E., M.Si., Akt
Pembimbing 2
: Hi. Harsono Edwin P., S.E., M.Si
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap individu mempunyai sifat yang cenderung untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri.
Demikian juga seorang manajer yang bekerja dalam sebuah perusahaan, akan berusaha mencapai
utilitasnya, apalagi pihak pemilik yang tidak dapat memonitor kinerja manajer setiap saat untuk
meyakinkan bahwa mereka bekerja sesuai keinginan pemegang saham. Di saat manajer
berhadapan dengan realisasi keadaan, manajemen laba memberikan fleksibilitas kepada manajer
untuk melindungi diri mereka sendiri dan perusahaan yang tidak dapat diantisipasi oleh pemilik.
Menurut Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) No 1 informasi laba merupakan
perhatian utama untuk menaksir kinerja atau pertanggungjawaban manajemen. Oleh karena itu,
manajemen mempunyai kecenderungan untuk melakukan tindakan yang dapat membuat laporan
keuangan menjadi baik. Tindakan. manajer ini terkadang bertentangan dengan tujuan perusahaan
Laporan keuangan merupakan salah satu media terpenting dalam mengkomunikasikan faktafakta mengenai perusahaan dan sebagai dasar untuk dapat menentukan atau menilai posisi
keuangan suatu perusahaan. Informasi yang disampaikan di dalam laporan keuangan diharapkan
merupakan suatu informasi keuangan yang akurat yang akan diambil sebagai dasar untuk
pengambilan keputusan. Banyak pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan
diantaranya pemilik perusahaan itu sendiri, kreditur, lembaga keuangan, investor, pemerintah
dimana perusahaan tersebut berdomisili, masyarakat umum, dan pihak-pihak lainnya. Pengguna
5
laporan keuangan memerlukan suatu informasi keuangan yang wajar, dapat dipercaya, tidak
menyesatkan, dan obyektif mengenai kesatuan usaha sesungguhnya.
Laporan keuangan disusun berdasarkan akuntansi berbasis akrual (accruals accounting).
Akuntansi akrual mempunyai keunggulan bahwa informasi laba perusahaan dan pengukuran
komponennya secara umum memberikan indikasi lebih baik tentang kinerja ekonomi perusahaan
daripada informasi yang dihasilkan dari aspek penerimaan dan pengeluaran kas terkini (FASB
1978). Namun, akuntansi akrual juga memiliki kelemahan, Wild et al. (2003) mengkritik bahwa
akuntansi akrual merupakan aturan yang tidak sempurna dan mengaburkan laporan keuangan
yang bertujuan memberikan informasi aliran kas dan kapabilitas perusahaan dalam menghasilkan
kas. Kekaburan informasi ini diakibatkan akuntansi akrual yang rumit dan rentan atas
manipulasi.
Scoot (2003) dalam Rahmawati, Suparno, dan Qomariyah (2007) mendefinisikan manajemen
laba sebagai tindakan manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu
dengan tujuan memaksimalkan kesejahteraannya dan atau nilai pasar perusahaan. Manajemen
laba merupakan konsekuensi langsung dari para manajer dan pembuat laporan keuangan lainnya
untuk melakukan manajemen atas informasi akuntansi, khususnya laba.
Scott (2000) dalam Rahmawati, Suparno, dan Qomariyah (2007) membagi cara pemahaman atas
manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk
memaksimalkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan biaya
politik (Oportunistic Earning Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari
perspektif Efficient Earning Management, di mana manajemen laba memberikan manajer suatu
fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadiankejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan
demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen
laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba
sepanjang waktu.
Surifah (2001) dalam Astuti (2004) mendefinisikan manajemen laba sebagai intervensi
manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan eksternal untuk meningkatkan atau
6
menurunkan laba akuntansi sesuai kepentingan. Manajemen laba dapat dilakukan dengan
memanfaatkan kelonggaran penggunaan metode dan prosedur akuntansi, membuat kebijakankebijakan yang dapat mempercepat atau menunda biaya-biaya dan pendapatan agar laba
perusahaan lebih kecil atau lebih besar sesuai dengan yang diharapkan.
Menurut Sugiri (1999) dalam Resmi (2003) mendefinisikannya sebagai pemilihan alternatif
metode dan keputusan operasi agar besar kecilnya laba dapat sesuai dengan motivasi yang
mendorong manajer untuk memperoleh sesuatu dari besar kecilnya laba tersebut.
Manajemen laba berbeda dengan perataan laba (income smoothing), karena perataan laba adalah
tindakan untuk meratakan laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan, dengan tujuan
pelaporan eksternal, terutama bagi investor, karena pada umumnya investor menginginkan laba
yang relatif stabil. Oleh karena itu perataan laba merupakan bagian dari praktik manajemen laba.
Manajemen laba merupakan area yang kontroversial dan penting dalam akuntansi keuangan.
Beberapa pihak yang berpendapat bahwa manajemen laba merupakan perilaku yang tidak dapat
diterima, mempunyai alasan bahwa manajemen laba berarti suatu pengurangan dalam keandalan
informasi keuangan. Manajemen laba akan menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat
mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba pada laporan keuangan
dari hasil rekayasa. Maksud dari menambah bias laporan keuangan adalah bahwa laporan
tersebut menggunakan metode-metode akuntansi tertentu sehingga timbul laporan-laporan
keungan yang sesuai dengan kebutuhan investor atau kepentingan manajer, sehingga dapat
dikatakan bahwa laporan keuangan tersebut dapat tergantung kepada pemakai laporan keuangan
tersebut.
Menurut Surifah (1999) dalam Ma’ruf (2006) manajemen laba dapat mengurangi kredibilitas
laporan keuangan apabila digunakan untuk mengambil keputusan, karena manajemen laba
merupakan suatu bentuk manipulasi atas laporan keuangan yang menjadi sasaran komunikasi
antara manajer dengan pihak eksternal perusahaan.
Kinerja manajemen tercermin pada laba yang diperoleh perusahaan dalam suatu periode.
Menurut Astuti (2004) ada berbagai cara dalam manajemen laba, di antaranya pemilihan metode
akuntansi atau kebijakan akrual (discretionary accruals). Manajemen perusahaan dapat
7
memberikan kebijakan dalam penyusunan laporan keuangan untuk mencapai tujuan tertentu.
Scott (2000:296) didalam bukunya yang berjudul “Financial Accounting Theory” mengatakan
bahwa pilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan manajer untuk tujuan spesifik itulah disebut
dengan manajemen laba. Kebijakan akuntansi yang dipakai oleh manajer sehingga dapat
mengurangi biaya yang nantinya menghasilkan laba yang lebih besar adalah dengan memilih
kebijakan perhitungan persediaan, perhitungan penyusutan aktiva tetap, dan pengestimasian
umur amortisasi aktiva tidak berwujud. Kebijakan akrual merupakan cara yang paling sering
dilakukan oleh manajer dalam praktik manajemen laba, yaitu dengan mengendalikan transaksi
akrual sehingga laba terlihat tinggi.
Diungkapkan oleh Roshan & Chrsitine (1998) dalam Ma’ruf (2006) bahwa transaksi akrual
terdiri atas transaksi non-discretionary accruals dan discretionary accruals, transaksi nondiscretionary accruals misalnya biaya depresiasi, sedangkan transaksi discretionary accruals
misalnya waktu dari pengakuan pendapatan.
Kehadiran motivasi dan peluang merupakan insentif bagi manajer untuk mengelola laba.
Menurut Scott (2000), motivasi manajemen laba meliputi rencana bonus, kontrak utang, dan
biaya politik. Manajer termotivasi mengelola laba untuk mencapai target kinerja dan kompensasi
bonus, meminimalkan kemungkinan pelanggaran perjanjian utang, dan meminimalkan biaya
politik karena intervensi pemerintah dan parlemen.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul
”ANALISIS PENGARUH MOTIVASI MANAJER TERHADAP MANAJEMEN LABA
PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI”.
1.2. Permasalahan
Perumusan masalah yang diajukan penulis adalah : Apakah pengaruh motivasi manajer terhadap
manajemen laba?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah yang telah dijelaskan diatas, maka
penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: Untuk mengetahui pengaruh motivasi
terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
8
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari adanya penelitian ini adalah :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi peneliti tentang motivasi,
manajer terhadap praktik manajemen laba.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna untuk investor yang
ingin berinvestasi agar mempunyai bahan pertimbangan dalam menetapkan keputusan investasi.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan para pembaca maupun sebagai
salah satu bahan referensi atau bahan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya dan sebagai
penambah wacana keilmuan.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Definisi Manajemen Laba
2.1.1. Tinjauan Mengenai Manajemen Laba
Manajemen laba dibagi dalam 2 definisi, yaitu definisi sempit dan definisi luas. Dalam definisi
sempitnya, dijelaskan bahwa manajemen laba hanya berkaitan dengan pemilihan metode
akuntansi. Selain itu juga diartikan sebagai perilaku manajer untuk “bermain” dengan komponen
discretionary accruals dalam menentukan besarnya laba. Sedangkan dalam definisi luasnya,
manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang
dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggungjawab tanpa mengakibatkan
peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut (Sugiri, 1998 yang
dikutip oleh Widyaningdyah, 2001:92).
2.1.2. Faktor Pendorong Manajemen Laba
Perusahaan dapat dipandang sebagai nexus of contacts (hubungan kontrak), yakni organisasi
yang digambarkan melalui set kontrak yang mengikat, misalnya kontrak dengan pegawai
(termasuk manajer), pemasok, dan penyedia kapital. Dalam hal ini dapat terjadi konflik
kepentingan antara agen (misalnya manajemen) dan prinsipal (misalnya kreditor, investor, dan
lainnya). Konflik kepentingan tersebut antara lain:
a. Manajemen berkepentingan agar dapat memperoleh pinjaman yang sebesar-besarnya
dengan tingkat bunga yang sekecil-kecilnya, dan dengan syarat pengembalian yang
longgar. Sebaliknya kreditor menginginkan agar dapat memberikan pinjaman sesuai
dengan kemampuan perusahaan, dengan bunga yang tinggi, dan kontrak hutang yang
ketat.
10
b. Manajemen berkepentingan dengan peningkatan kesejahteraan dirinya, sedangkan
pemilik berkepentingan meningkatkan kekayaan.
c. Manajemen menginginkan membayar pajak yang rendah, sedangkan pemerintah
menginginkan penerimaan pajak yang besar. Dalam konflik keagenan ini, laba
mempunyai peran penting sebagai denominator ukuran kesejahteraan atau benefit
mereka.
2.1.3. Peluang dan Teknik Manajemen Laba
Kesempatan bagi manajemen untuk mendistorsi laba timbul karena kelemahan yang inheren
dalam akuntansi itu sendiri. Sebagaimana diungkapkan oleh Setiawati dan Na’im (2000),
fleksibilitas dalam menghitung angka laba disebabkan oleh:
a. Metode akuntansi yang memberikan peluang bagi manajemen untuk mencatat suatu fakta
tertentu dengan cara yang berbeda.
b. Metode akuntansi yang memberikan peluang bagi manajemen untuk melibatkan
subyektivitas dalam menyusun estimasi.
c. Asimetri informasi antara manajer dengan pihak luar. Manajer relatif memiliki banyak
informasi dibandingkan dengan pihak luar (termasuk investor). Mustahil bagi pihak luar
untuk dapat mengawasi semua perilaku dan keputusan manajer secara detil.
2.1.4. Kondisi untuk Praktik Manajemen Laba
Rahmawati, Suparno, dan Qomariyah (2007) berpendapat bahwa hanya manajer yang dapat
mengobservasi laba ekonomi perusahaan untuk setiap periode. Sebaliknya, pihak lain mungkin
dapat menarik simpulan sesuatu mengenai laba ekonomi dari laba yang dilaporkan oleh
perusahaan, sebagaimana yang diungkapkan oleh manajer. Dalam menyiapkan laporan, mungkin
manajer dapat memindahkan pendapatan atau biaya antar periode. Perpindahan tersebut dapat
dicapai, sebagai contoh, melalui pengakuan biaya pensiun, penyesuaian penaksiran umur
ekonomis perusahaan, dan penyesuaian penghapusan piutang. Jika manajer tidak dapat
memindah laba antar periode maka laba yang dilaporkan oleh perusahaan akan sama dengan laba
ekonomi perusahaan pada setiap periode. Fleksibilitas untuk menunda laba antar periode hanya
tersedia bagi beberapa perusahaan, dan hanya manajer yang mengetahui apakah mereka
mempunyai fleksibilitas tersebut atau tidak.Rahmawati, Suparno, dan Qomariyah (2007)
menunjukkan bukti hubungan antara ketidakseimbangan informasi dengan manajemen laba.
11
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang positif signifikan antara ukuran
ketidakseimbangan informasi (bid-ask spreads analyst dan forecast dispersion) dan manajemen
laba setelah mengendalikan faktor lain yang dapat mempengaruhi manajemen laba, seperti
variabilitas aliran kas, ukuran, risiko, dan pengungkapan keuangan perusahaan.
2.1.5. Tujuan Manajemen Laba
Tujuan manajemen laba menurut adalah sebagai berikut :
a. Memperbaiki citra perusahaan di mata pihak luar bahwa perusahaan tersebut memiliki
resiko yang rendah.
b. Memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap laba dimasa yang
akan datang.
c. Meningkatkan kepuasan relasi bisnis.
d. Meminimalkan pajak.
e. Meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen.
f. Meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen.
2.1.6. Pola Manajemen Laba
a. Taking a bath: Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru
dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat
meningkatkan laba di masa datang.
b. Income Minimization: Pola ini dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat
profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun
drastis dapat diatasi dengan mengambil laba pada periode berikutnya.
c. Income Maximization: Pola ini dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income
maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang
lebih besar.
d. Income Smoothing: Pola ini dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang
dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada
umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.
12
Pemilihan metode akuntansi dalam rangka melakukan manajemen laba harus dilakukan dengan
penuh kecermatan. Mengenai hal ini, Wild, Bernstein, dan Subramayam (2001:122) dalam
Astuti(2004) mengemukakan beberapa metode, antara lain:
a. Increasing Income, yaitu dengan mempercepat pencatatan pendapatan, menunda biaya dan
memindahkan biaya untuk periode lain, untuk meningkatkan keuntungan.
b. Big bath yang dilakukan saat perusahaan mengalami kemunduran kinerja atau saat terjadi
peristiwa yang tidak terjadi setiap harinya atau luar biasa.
c. Income smoothing, yaitu dengan sengaja menurunkan atau meningkatkan laba untuk
mengurangi gejolak dalam pelaporan laba, sehingga perusahaan terlihat stabil atau tidak
beresiko tinggi.
2.2. Motivasi
Motivasi dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang menggerakkan atau mengarah tujuan kepada
sesorang dalam tindakan-tindakannya baik secara negatif atau positif. Dalam Positif Accounting
Theory terdapat tiga hipotesis yang melatarbelakangi terjadinya manajemen laba (Watts dan
Zimmerman, 1986 dalam Rahmawati, Suparno, dan Qomariyah, 2007), yaitu:
a. Bonus Plan Hypothesis
Dalam hipotesis ini diformulasikan, dimana semua faktor yang lainnya sama (ceteris paribus),
manajer-manajer perusahaan dengan bonus plan cenderung memilih prosedur-prosedur
akuntansi yang akan menggeser laba yang dilaporkan dari periode mendatang ke periode
sekarang. Hipotesis ini tampak rasional bahwa para manajer perusahaan, seperti halnya
kebanyakan orang pada umumnya menyukai tingginya remunerasi (pemberian upah). Jika
remunerasi setidaknya bergantung pada bonus yang dilaporkan dalam laba bersih, maka
mereka dapat menaikkan bonus tahun berjalan dengan melaporkan laba bersih setinggi
mungkin. Salah satu caranya adalah dengan memilih kebijakan akuntansi yang dapat
menaikkan laporan laba tahun berjalan.
b. Debt Covenant Hypothesis
Dalam hipotesis ini diformulasikan, semua yang lainnya sama (ceteris paribus), perusahaan
cenderung melanggar accounting-based debt covenants, para manajer perusahaan cenderung
memilih prosedur-prosedur akuntansi yang akan menggeser laba yang dilaporkan dari periode
13
mendatang ke periode sekarang. Alasannya adalah meningkatkan laba bersih yang dilaporkan
akan mengurangi kemungkinan kegagalan tehnikal.
c. Political Cost Hypothesis
Formulasi hipotesis ini adalah, semua yang lainnya sama (ceteris paribus), semakin besar
biaya politik yang dihadapi oleh suatu perusahaan, semakin besar kecenderungan manajer
perusahaan tersebut memilih prosedur-prosedur akuntansi yang menunda laba yang
dilaporkan dari periode sekarang ke periode mendatang. Hipotesis ini mengenalkan suatu
dimensi politik kedalam pemilihan kebijakan akuntansi. Semakin besar perusahaan, semakin
besar pula kemungkinan perusahaan tersebut memilih metode akuntansi yang menurunkan
laba. Hal tersebut dikarenakan dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera mengambil
tindakan, misalnya: mengenakan peraturan antitrust, menaikkan pajak pendapatan
perusahaan, dan lain-lain.
2.4. Hipotesis
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan signifikansi atau ada tidaknya
suatu pengaruh dari variabel independen yaitu motivasi manajer terhadap variabel dependen
yaitu manajemen laba.
Adapun hipotesis yang dibuat adalah:
Ha: Motivasi debt covenant berpengaruh terhadap praktik manajemen laba
14
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Subyek penelitian
3.1.1. Populasi penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2007-2009. Data dalam penelitian ini
menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan auditan perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2008- 2009 yang telah dipublikasikan.
Kebutuhan data tersebut diperoleh dari Indonesia Capital Market Directory (ICMD) dan home
page BEI www.idx.co.id.
3.1.2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan metode purposive sampling. Sampel dipilih
dengan kriteria sebagai berikut:
a. Terklasifikasi dalam industri manufaktur.
b. Terdaftar di BEI selama periode 2007-2009 secara berturut-turut.
c. Memiliki saldo ekuitas dan laba positif.
d. Menggunakan periode laporan keuangan 1 Januari-31 Desember.
e. Menerbitkan laporan keuangan secara lengkap.
f. Menggunakan Rupiah sebagai satuan mata uang pelaporan.
3.3. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini metodologi penelitian yang digunakan adalah:
1. Penelitian Kepustakaan
Penelitian pustaka dilakukan dengan cara mencari dan mempelajari buku-buku, literatur, jurnal
akuntansi dan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang erat kaitannya dengan masalah yang
dibahas dalam penelitian ini.
15
2. Penelitian Lapangan
Dalam penelitian ini, penulis melakukan observasi untuk memperoleh data-data yang diperlukan
terutama mengenai laporan keuangan perusahaan manufaktur. Selain itu penulis juga
memperoleh data dari situs internet terkait, seperti www.bapepam.go.id dan www.bi.go.id.
3.4. Operasional Variabel dan Pengukurannya
3.4.1. Manajemen laba
Manajemen laba diukur dengan menggunakan Discretionary accruals untuk memberikan
penekanan pada kebijakan non-metode akuntansi. Di samping itu, penggunaan discretionary
accruals sebagai proksi manajemen laba dikarenakan discretionary accruals saat ini telah
dilakukan secara luas untuk menguji hipotesis manajemen laba. Penelitian ini menggunakan
modifikasi Model Jones (Astuti. 2004) untuk mengestimasi nilai Non Discretionary accrual.
Adapun langkah-langkah pengukuran Discretionary accruals adalah sebagai berikut:
a. Langkah I
TAit = NIit ± CFOit
Keterangan:
TAit = total accruals perusahaan i pada tahun t.
NIit = net income perusahaan i pada tahun t.
CFOit = cash flow from operating activities perusahaan i pada tahun t.
b. Langkah II
TAit/Ait-1 = β1 (1/Ait-1) + β2 (ΔREVit/Ait-1) + β3 (PPEit/Ait-1) + Εit
Keterangan:
Ait-1 = total asset perusahaan I pada periode t-1
REVit = Pendapatan perusahaan i pada tahun t dikurangi pendapatan tahun t-1
PPEit = aktiva bruto perusahaan i pada tahun t
β1, β2, β3 = Koefisien regresi
Εit= Sample error
16
c. Langkah III
Non discretionary accruals (NDA) merupakan komponen accruals di luar kebijakan
manajemen yaitu tingkat laba wajar yang tidak direkayasa manajemen. Model jones
mengasumsikan bahwa komponen NDA adalah konstan. Model tersebut mengontrol efek
perubahan perputaran ekonomi.
NDA = β1 (1/Ait-1) + β2 (ΔREVit-ΔRECit)/Ait-1) + β3 (PPEit/Ait-1)
Keterangan :
ΔRECit = Piutang bersih perusahaan i pada tahun t dikurangi piutang bersih perusahaan i
tahun t-1
d. Langkah IV
Dari persamaan di atas maka untuk menghitung nilai proksi Discretionary Accruals adalah
sebagai berikut:
DACit = TAit/Ait-1 – NDA
Keterangan:
DACit = Discretionary accruals tahun t
TAit = Total accruals tahun t
AIt-1 = Total asset perusahaan I pada tahun t-1
NDA = Non discretionary accruals
3.4.2. Motivasi
Motivasi manajemen laba menggunakan motivasi debt covenant. Manajer perusahaan yang
melakukan pelanggaran perjanjian kredit cenderung memilih metode akuntansi yang memiliki
dampak meningkatkan laba (Sweeney, 1994 dalam Rahmawati, Suparno, dan Qomariyah, 2007).
Ini untuk menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal.
Debt covenant diukur sebagai debt to total asset ratio.
DC=
Total utang
Total aktiva
17
3.5. Alat Analisis
Analisis yang digunakan untuk menguji hubungan variabel dependen dan independent adalah
analisis regresi linear sederhana. Model kuantitatif untuk hipotesis dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Y = α + β1X1 + E
Keterangan:
Y = praktik manajemen laba perusahaan i tahun t.
X1 = perjanjian utang (debt covenant) perusahaan i tahun t.
α = konstanta
β = koefisien regresi
E = error
Pengolahan data akan dilakukan dengan menggunakan bantuan Microsoft Excel dan Stasistical
product and servirel solutions (SPSS).
3.6. Pengujian Regresi Linear Sederhana
Data penelitian ini dianalisis dan diuji dengan beberapa uji statistik yang terdiri dari statistik
deskriptif, asumsi klasik, uji hipotesis yang akan dijelaskan sebagai berikut:
3.6.1. Statistik Deskriptif
Data yang dikumpulkan dalam penelitian dan diolah, kemudian dianalisis dengan alat statistik
yaitu statistik deskriptif. Pengujian statistik desktiptif digunakan untuk memberikan gambaran
profil data sampel. Statistik deskriptif juga bermanfaat untuk mendeskripsikan variabel-variabel
dalam penelitian ini, yaitu memberikan gambaran umum dari tiap variabel penelitian. Peneliti
menggunakan statistik deskriptif yang terdiri dari rata-rata, nilai maksimum dan nilai minimum.
3.6.2. Uji Asumsi Klasik
Beberapa permasalahan akan muncul dalam penggunaan analisis regresi OLS (Ordinary Least
Square). Untuk menghindari permasalahan yang akan terjadi maka persamaan regresi tersebut
harus memenuhi sejumlah asumsi, yang disebut asumsi klasik.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan
variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Uji normalitas digunakan
18
dengan analisis Grafik Normal P-P Plot. Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran
data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik normal. Dasar pengambilan keputusannya adalah:
a. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonalnya, maka
model regresi memenuhi asumsi normalitas.
b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal, maka
model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dapat ditunjukkan dengan menentukan nilai variance inflation factor
(VIF) dan nilai tolerance. Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen yang
dijelaskan oleh variabel independen lainnya.Semakin tinggi nilai VIF mengindikasikan bahwa
multikolinearitas di antara variabel bebas akan semakin tinggi dimana standar nilai VIF adalah
10, multikolinearitas terjadi jika nilai VIF melebihi 10.Sedangkan tolerance mengukur variabel
independen terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya.
Langkah- langkah pengujian multikolinearitas:
Ho : Tidak terdapat Multikolinearitas
Ha : Terdapat Multikolinearitas
Dasar pengambilan keputusan:
Jika VIF > 10, maka Ho ditolak
Jika VIF < 10, maka Ho diterima
Untuk memperkuat hasil uji multikolinearitas, peneliti melakukan uji autokorelasi antar
variabel independen.
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada t-1 (sebelumnya).
Pengujian dilakukan dengan menggunakan DurbinWatson apabila nilai DW berada di daerah
autokorelasi, maka terdapat autokorelasi di dalam model penelitian tersebut.
19
Keputusan:
a. Apabila nilai DW lebih kecil daripada batas bawah (0 < DW < dL), koefisien autokorelasi
lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi positif.
b. Apabila nilai DW terletak diantara batas bawah dan batas atas (dL ≤ DW ≤ dU) atau terletak
diantara 4-dU dan 4-dL (4-dU ≤ DW ≤ 4-dL), maka hasilnya tidak dapat meyakinkan
(inconclusive).
c. Apabila nilai DW lebih besar dan 4-dL (4-dL < DW < 4), maka koefisien autokorelasi lebih
kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif.
d. Apabila nilai DW terletak antara batas dU dan 4-dU (dU < DW < 4-dU), maka koefisien
autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi.
d. Uji Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Heteroskedastisitas menunjukkan bahwa varians dari setiap error bersifat heterogen yang
berarti melanggar asumsi klasik yang mengisyaratkan bahwa varians dari error harus bersifat
homogen.
3.5.3. Uji Hipotesis
Menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelasan atau independen secara individual
dalam menerangkan variasi variabel dependen.
Pengambilan keputusan:
a. Jika p-value < alpha 0,05 maka H0 ditolak.
b. Jika p-value > alpha 0,05 maka H0 diterima.
3.5.4. Uji Determinasi
Mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen. Nilai
koefisien determinasi antara nol dan satu. Nilai R square yang kecil berarti kemampuan variabelvariabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas.
20
BAB IV
ANALISIS & PEMBAHASAN
4.1. Deskriptif Obyek Penelitian
Berikut ini hasil dari penyaringan kriteria pengambilan sampel.
Tabel 4.1 Perhitungan Jumlah Sampel Perusahaan
No
Keterangan
Jumlah
1
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI 2008-2009
84
2
Perusahaan yang tidak terdaftar 2 tahun berturut-turut
(57)
3
Perusahaan yang tidak menggunakan mata uang rupiah
(1)
4
Laporan keuangan tidak lengkap
(1)
Jumlah Sampel Pengujian Hipotesis
25
4.2. Statistik Desktiptif
Berikut adalah hasil statistik deskriptif
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Statistik Deskriptif
DA
DC
Mean
0,19
0,46
Maximum
0,54
0,83
Minimum
0,06
0,07
Std. Dev.
0,1008737
0,2076580
Sumber: data diolah SPSS 16.0
Beberapa penjelasan mengenai hasil perhitungan statistik diuraikan sebagai berikut:
21
a. Discretionary Accruals
Dari hasil statistik diatas, variabel discretionary accruals memiliki nilai minimum sebesar
0,06 yang terdapat pada perusahaan Lion Metal Works, nilai maksimum sebesar 0,54 yang
terdapat pada perusahaan Multi Bintang Indonesia, rata-rata sebesar 0,19 dan standar deviasi
sebesar 0,1008737. Dapat dilihat dari nilai rata-rata discretionary accruals yang bernilai
positif, dengan demikian dapat disimpulkan dalam penelitian ini rata-rata perusahaan
melakukan aktifitas manajemen laba dalam bentuk peningkatan laba .
b. Debt Covenant
Dari hasil statistik di atas, variabel debt covenant memiliki nilai minimum sebesar 0,07 yang
terdapat pada perusahaan Mandom Indonesia, nilai maksimum sebesar 0,83 yang terdapat
pada perusahaan Pan Brothers, rata-rata sebesar 0,46 dan standar deviasi sebesar 0,2076580.
Jika dilihat dari nilai rata-rata, dapat disimpulkan bahwa sampel dalam penelitian ini memiliki
nilai hutang yang cukup tinggi.
4.3. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas
Sumber: data diolah SPSS 16.0
22
Berdasarkan gambar di atas plot data residual berada di sekitar garis diagonal, dengan demikian
maka dapat dikatakan bahwa data terdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas
Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel
Multikolinieritas
Independen
Tolerance
VIF
Debt Covenant
0,967
1,034
Sumber: data diolah SPSS 16.0
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa seluruh variabel independen mempunyai nilai VIF <
10, yang berarti tidak ada multikolinearitas sehingga model yang digunakan dalam penelitian
dapat diteruskan.
c. Uji Autokorelasi
Dasar keputusan:
Tabel 4.4 Uji Autokorelasi
Kriteria
Hipotesis
Keputusan
0 < dw < 1,29
Ada autokorelasi positif
Tolak
1,29 ≤ d ≤ 1,45
Tidak ada autokorelasi positif
Tidak ada keputusan
1,45 < dw < 2,55
Tidak ada autokorelasi positif atau negatif
Tidak ditolak
2,55 ≤ dw ≤ 2,71
Tidak ada autokorelasi negatif
Tidak ada keputusan
2,791< dw < 4
Ada autokolerasi negatif
Tolak
Tabel 4.5 Hasil Uji Autokolerasi
Model Summary b
Model
1
R
.386
R square
.149
Sumber: data diolah SPSS 16.0
Adjusted
Std error of
Durbin
R square
the estimate
watson
.112
.0950542
1.956
23
Berdasarkan hasil regresi, diketahui nilai DW = 1,956 terletak diantara 1,45 sampai 2,55, maka
tidak ada autokorelasi.
d. Uji Heteroskedastisitas
Gambar 4.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber: data diolah SPSS 16.0
Berdasarkan gambar diatas, titik-titik menyebar diatas dan dibawah titik 0, maka dapat
disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas.
4.4. Uji Hipotesis
Tabel 4.6 Hasil Uji
Coefficients
Unstandarized
Standarized
model
coefficients
Coefficients
B
Std. error
beta
Constant
.099
.047
DC
.188
.093
.386
Collinearity
T
2.103
.047
2.007
.043
Sumber: data diolah SPSS 16.0
Hasil pengujian disajikan sebagai persamaan regresi berikut:
DAit = 0,099 + 0,188DCit + Eit
Sig
Statistics
Tolerance
VIF
.967
1.034
24
Berikut adalah hasil pengujian hipotesis
Ha : Motivasi debt covenant berpengaruh terhadap praktik manajemen laba.
Berdasarkan hasil uji tabel diatas, koefisien DC bernilai positif sebesar 0,188 dan memiliki
signifikansi sebesar 0,043. Hasil ini berarti bahwa hipotesis H1 yang menyatakan bahwa
motivasi debt covenant berpengaruh terhadap manajemen laba diterima. Penelitian ini
mengindikasikan bahwa peningkatan motivasi perjanjian utang dan akan meningkatkan praktik
manajemen laba dan menunjukkan bahwa peningkatan laba berasosiasi dengan keterikatan
perjanjian utang. Hasil ini konsisten dengan studi terdahulu bahwa manajer berupaya
meningkatkan laba menjelang pelanggaran perjanjian kredit.
Manajer perusahaan cenderung memilih prosedur-prosedur akuntansi yang akan menggeser
laba yang dilaporkan dari periode mendatang ke periode sekarang. Alasannya adalah
meningkatkan laba bersih yang dilaporkan akan mengurangi kemungkinan kegagalan tehnikal.
Hampir semua perjanjian utang berisi kovenan-kovenan (kontrak) yang peminjamnya harus
memenuhi isi kontrak atau perjanjian. Misalnya memelihara atau mempertahankan tingkat
tertentu dari rasio utang terhadap ekuitas, interest coverage, modal kerja, dan ekuitas pemegang
saham.
Manajer termotivasi melakukan manajemen laba untuk menghindari pelanggaran perjanjian
utang. Kreditor biasanya membatasi pembayaran dividen, pembelian kembali saham beredar,
dan penambahan utang untuk menjamin pembayaran pokok utang dan bunga (Watts &
Zimmerman 1986) dalam (Astuti 2004). Untuk mencegah atau menunda prospek pelanggaran
kovenan (kontrak), manajemen mengadopsi kebijakan akuntansi untuk meningkatkan laba
tahun sekarang. Jika perusahaan mendekati kegagalan atau jika benar-benar dalam kegagalan,
manajer cenderung akan menerapkan kebijakan akuntansi tersebut.
4.5. Uji Determinasi
Tabel 4.8 Hasil Uji Determinasi
Model Summary b
Model
R
R square
1
.386
.149
Adjusted R
square
.112
Sumber: data diolah SPSS 16.0
Std error of the
estimate
.0950542
Durbin
watson
1.956
25
Dari hasil pengolahan regresi sederhana diketahui bahwa koefisien R square sebesar 0,149.
Artinya variabel independen yaitu motivasi debt covenant hanya mampu menjelaskan variasi
dari variabel dependen (discretionary accruals) adalah sebesar 14,9% sedangkan sisanya
85,1% (100%-14,9%) mampu dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diikut sertakan
dalam penelitian. Faktor- faktor lain yang dapat mempengaruhi praktik manajemen laba
adalah:
a. Rencana bonus (Achmad et al. 2005).
b. Biaya politik ( Rahmawati et al. 2006)
c. Nilai saham (Dechow 1994, Teoh et al. 1998, dalam Gumanti 2000)
d. Regulasi anti monopoli (Cahan 1992 dalam Hartono & Na’im 1998).
e. Biaya pajak (Guenter 1994, dalam Maydew 1997 ).
e. Penawaran perdana saham (Bachrudin & Utomo 2005).
f. Pergantian CEO (Scott 2000 dalam Rahmawati et al. 2006).
26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Penelitian ini menguji pengaruh motivasi manajer terhadap praktik manajemen laba. Hasil
pengujian mengindikasikan bahwa peningkatan motivasi debt covenant akan meningkatkan
praktik manajemen laba. Penelitian ini menjelaskan tipe-tipe motivasi manajemen laba pada
perusahaan publik di Indonesia. Motivasi debt covenant berasosiasi dengan praktik peningkatan
laba dan kurang berasosiasi dengan praktik penurunan laba.
5.2. KETERBATASAN
Pada penelitian ini, penulis menyadari bahwa memiliki banyak kelemahan dan kekurangan
dalam melakukan penelitian, adapun kelemahan dan kekurangan tersebut ialah sebagai berikut:
1. Jumlah variabel yang kurang memadai dalam penelitian ini.
2. Jumlah sampel yang kurang banyak, hal ini dapat menyebabkan kurang
akuratnya hasil penelitian.
3. Periode pengamatan yang relatif singkat sehingga memungkin konsistensi dari penelitian ini
masih harus diuji kembali yang dikarenakan kondisi tidak fluktuatif.
5.3. SARAN
Untuk penelitian selanjutnya, peneliti memiliki beberapa saran apabila akan dilakukan penelitian
dengan topik yang serupa, saran tersebut adalah sebagai berikut:
1. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan memasukkan variabel independen lainnya yang
memiliki pengaruh terhadap manajemen laba seperti pergantian CEO, penawaran saham perdana,
nilai saham, biaya pajak, dll.
27
2. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan untuk menambah sampel penelitian, agar hasil
pengujian lebih akurat.
3. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan untuk memperpanjang periode
pengamatan agar dapat mendapatkan hasil yang lebih bervariasii
28
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, K., Imam, S., dan Sari, A. 2007. Investigasi Motivasi dan Strategi Manajemen Laba
Pada Perusahaan Publik di Indonesia. Juli. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) X.
Makassar.
Amin, A. 2007. Pendeteksian Earnings Management, Underpricing, dan Pengukuran Kinerja
Perusahaan Yang Melakukan Kebijakan Initial Public Offering (IPO) di Indonesia.
Juli. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) X. Makassar.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi IV.
PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Arief, Sugiono, Untung. 2007. Panduan Praktis Dasar Analisa Laporan Keuangan. PT
Grasindo. Jakarta.
Astuti, D.S.P. 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Manajemen Laba di
Seputar Right Issue. Jurnal yang Dipublikasikan. Universitas Slamet Riyadi, Surakarta.
Bachrudin, dan Utomo, R.M. 2005. Analisis Manajemen Laba Pada Penawaran Perdana Saham
di Bursa Efek Jakarta. Sinergi. pp 17-34.
Belkaoui, Ahmad Riahi. 2000. Teori Akuntansi. Edisi Pertama, Alih bahasa Marwata S.E., Akt.
Salemba Empat. Jakarta.
Beneish, M. D. 1997. Detecting GAPP Violation: Implications for Assesing Earnings
Management among Firms with Extreme Financial Performance. Journal of
Accounting and Public Policy 16: 271-309.
Dechow, Patricia M dan Ilia D. Dichev. 2002. The Quality of Accruals and Earnings: The Role
of Accrual Estimation Errors. The Accounting Review. Vol. 77 pp. 35-59.
Defky Berlian. 2007. Evaluasi Manfaat Rasio keuangan dalam Memprediksi Laba di Masa yang
Akan Datang. Skripsi. Universitas Indonesia.
Ghozali, Iman. 2002. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang
Gumanti, T.A. 2001. Earning Management dalam Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek
Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 4 pp. 165-183.
Nur dan Supomo, Bambang. 2002. Metode Penelitian Bisnis. Edisi Pertama. BPFE. Yogyakarta.
29
Rahmawati., et al. 2006. Pengaruh Asimetri Informasi Terhadap Praktik Manajemen Laba Pada
Perusahaan Perbankan Publik Yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Agustus.
Simposium Nasional Akuntansi (SNA) IX. Padang.
Resmi. 2003. Pengaruh Free Cash Flow, Investment Opportunity Cost, Financial Leverage
terhadap Manajemen Laba. Skripsi. Universitas Kristen Petra. Jakarta
Setiawati, L. dan A. Na’im. 2000. Manajemen Laba. Jurnal Ekonomi dan Bisnis (Mei): pp 159176.
Surifah. 2002. Studi Tentang Rasio Keuangan Sebagai Alat Prediksi Kebangkrutan Perusahann
Public di Indonesia Pada Masa Krisis Ekonomi. Kajian bisnis STIE Widya Wiwaha no 27.
Yogyakarta
Sutrisno. 2005. Analisis Kinerja Akuntansi dan Daya menghasilkan Kas sebagai Tanggapan
Atas Pelanggaran Kontrak dan Restrukturisasi Utang Pada Perusahaan Publik di
Indonesia. Disertasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Sweeney, A. P. 1994. Debt Covenant Violation And Managers Accounting Responses. Journal
Of Accounting and Economics. May: 281-308.
Widyaningdyah, Agnes Utari. 2001. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Earning
Management Pada Perusahaan Go Public di Indonesia. Jurnal Akuntansi Keuangan.
Zmijewski, Mark E., and Robert I. Hagerman. 1981. An Income Strategy Approach the Positive
Accounting Standard Setting Choice. Journal Of Accounting And Economics. (August):
129-149.
. 2007. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Edisi Revisi Kedua.
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
www.bei.co.id
www.google.com
Download