FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN CAMPAK PADA ANAK DI PUSKESMAS SUKAMANTRI KABUPATEN CIAMIS SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Pada Program S1 Keperawatan Oleh : ADE SUPRIATNA NIM : 11SP277001 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2015 FACTORS - FACTORS RELATED TO THE OCCURRENCE OF MEASLES IN CHILDREN IN PUBLIC HEALTH DISTRICT SUKAMANTRI CIAMIS1 Ade Supriatna2 Suhanda Aap Apipudin4 ABSTRACT Background : According to the WHO ( 2014 ), in 2013, there were 145 700 measles deaths from complications of the disease globally, about 400 deaths every day or 16 deaths every hour. This disease remains one of the main causes of death among children globally even though the vaccine is safe, effective, costeffective and available. Approximately 145 700 people die from complications of measles by the year 2013 the majority of children under the age of 5 years. Measles is caused by the measles virus belonging to the paramyxovirus family and is usually transmitted through direct contact and through the air. The virus infects mucous membranes, and then spread throughout the body. Objective: To identify factors - factors related to the occurrence of measles at children in District Health Clinics Sukamantri Ciamis regency with involving a sample of 46 childhood ≥ 9 months to 15 years who visited District Health Clinics Sukamantri Ciamis, kids where the measles as case not as much as 23 kids and as measles control as much as 23 child. Materials and Methods : This study used a case-control study design with a retrospective approach. Data were obtained by collecting secondary data and primary data by direct interviews and statistical analysis to test a number of hypotheses. Result : Results of bivariate analysis, showed that immunization status (OR=0.074, 95% CI 0.018-0.309 and ρ-value=0.000), nutritional status (OR=18.889, 95% CI 4.093-87.172 and ρ-value=0.000), age factor (OR=0.020, 95% CI 0.003-0.122 and ρ-value=0.000), and contact history (OR=6.750, 95% CI 1.820-25.035 and ρ-value=0.003) had a significant association with the incidence of measles in children in sub-district Puskesmas Sukamantri Ciamis District. Conclusions : Children who have a complete immunization status can reduce the risk of measles at 14.808 times. Children who have poor nutrition status may heighten the risk of measles incidence of 17.338 times. The farther the age of primary immunization period, the higher the risk of measles at 25.322 times. History of contact with measles can heighten the risk of the incidence of measles by 8.846 times. Keywords Bibliography : immunization status, nutritional status, age factor, history contacts, events measles : 45 (2008 – 2015) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit campak merupakan penyebab kematian pada anak-anak di seluruh dunia yang terus meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta orang yang menderita campak. Pada tahun 2002, dilaporkan ada 777.000 kematian karena komplikasi penyakit campak di seluruh dunia, 202.000 kematian diantaranya berasal dari negara ASEAN, serta 15% dari kematian karena komplikasi campak tersebut berasal dari Indonesia. Di Indonesia diperkirakan lebih dari 30.000 anak meninggal setiap tahun karena komplikasi yang diakibatkan oleh penyakit campak. Ini berarti setiap 20 menit terjadi 1 kematian anak karena komplikasi penyakit campak di Indonesia (Fadhilaharif 2007, dalam Mariati 2012). Pada tahun 2013, ada 145.700 kematian akibat komplikasi penyakit campak secara global, sekitar 400 kematian setiap hari atau 16 kematian setiap jam. Penyakit ini tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian di kalangan anak-anak secara global meskipun vaksin yang aman, hemat biaya dan efektif telah tersedia. Sekitar 145.700 orang meninggal akibat komplikasi penyakit campak pada tahun 2013 sebagian besar anak-anak di bawah usia 5 tahun. Campak disebabkan oleh virus campak yang tergolong dalam family paramyxovirus dan biasanya ditularkan melalui kontak langsung dan melalui udara. Virus menginfeksi selaput lendir, kemudian menyebar ke seluruh tubuh (WHO, 2014). 1 2 Pada tahun 2013, di Indonesia dilaporkan terdapat 11.521 kasus campak, lebih rendah dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 15.987 kasus. Jumlah kasus meninggal akibat komplikasi campak sebanyak 2 kasus, yang dilaporkan dari Provinsi Aceh dan Maluku Utara. Incidence rate (IR) campak pada tahun 2013 sebesar 4,64/100.000 penduduk, menurun dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 6,53/100.000 penduduk (Profil Kesehatan Indonesia, 2013). Pada tahun 2013, di Indonesia jumlah KLB campak yang terjadi sebanyak 128 KLB dengan jumlah kasus sebanyak 1.677 kasus. Berdasarkan konfirmasi laboratorium, 24 kejadian (18,8%) diantaranya merupakan rubella. Frekuensi KLB campak tertinggi terjadi di Banten sebanyak 36 kejadian dengan 247 kasus. Namun Provinsi dengan jumlah kasus terbanyak terjadi di Lampung yaitu sebesar 309 kasus pada 8 KLB. Diikuti Jawa Barat sebanyak 18 KLB dengan 205 kasus dan Sumatera Barat serta Jawa Tengah masingmasing 9 KLB (Kemenkes RI, 2014). Tahun 2014, di Indonesia kasus campak yang rutin dilaporkan sebesar 12.222 kasus. Kasus campak rutin tersebut terbanyak dilaporkan dari Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (1.749 kasus), Daerah Istimewa Yogyakarta (1.222 kasus), Jawa Timur (1.071 kasus). Dari seluruh kasus campak rutin tersebut, ada 7 kasus meninggal, yang dilaporkan dari Provinsi Riau (3 kasus), Kepulauan Riau (2 kasus), Sumatera Selatan (1 kasus) Provinsi Kalimantan Timur (1 kasus). KLB campak dapat terjadi apabila ada 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 4 minggu berturut‐turut yang terjadi mengelompok dibuktikan ada hubungan epidemiologi. Frekuensi KLB campak yang terjadi di Indonesia pada tahun 2014 sebanyak 173 kejadian, 3 dengan jumlah kasus sebanyak 2.104 kasus. Frekuensi KLB jumlah kasus pada KLB campak mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2014 kasus KLB yang telah dikonfirmasi laboratorium adalah positif campak dengan jumlah 80 kasus, sedangkan kasus rubella sebanyak 7 kasus (Ditjen P2PL, 2015). Pada tahun 2012 di Provinsi Jawa Barat berdasarkan resume Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat jumlah kasus campak ada 1.954 kasus terjadi pada perempuan dan 2.184 kasus terjadi pada laki-laki, sehingga total kejadian kasus campak di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 ada 4.138 kasus, sedangkan di Kabupaten Ciamis jumlah kasus campak ada 37 kasus terjadi pada perempuan dan 23 kasus pada laki-laki, sehingga total kejadian kasus campak di Kabupaten Ciamis pada tahun 2012 ada 60 kasus (Dinkes Jabar, 2012). Menurut laporan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat (2014) terdapat 671 kasus campak di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013. Di Kabupaten Ciamis pada tahun 2013 terdapat 107 kasus campak, sedangkan pada tahun 2014 terdapat 153 kasus campak, diantaranya 79 kasus pada laki-laki dan 74 kasus pada perempuan (Dinkes Jabar, 2014). Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis bahwa pada tahun 2012 dilaporkan ada 3 kasus campak, diantaranya 1 kasus terjadi di Puskesmas Ciamis, 1 kasus di Puskesmas Gardujaya, dan 1 kasus di Puskesmas Panjalu (Dinkes Kabupaten Ciamis, 2012). Tahun 2013 dilaporkan ada 12 kasus campak, diantaranya 1 kasus di Puskesmas Sadananya, 1 kasus di Puskesmas Ciamis, 2 kasus di Puskesmas Cigayam, 1 kasus di Puskesmas Panawangan, 1 kasus di 4 Puskesmas Sidaharja dan 5 kasus di Puskesmas Kalipucang (Dinkes Kabupaten Ciamis, 2013). Tahun 2014 di wilayah Puskesmas Kabupaten Ciamis dilaporkan ada 27 kasus campak, diantaranya 5 kasus di Puskesmas Jatinagara, 5 kasus di Puskesmas Ciawitali, 4 kasus di Puskesmas Cipaku, 3 kasus di Puskesmas Cijengjing dan kasus tertinggi ada di Puskesmas Sukamantri yaitu sebanyak 10 kasus. Dengan demikian kasus campak di wilayah Puskesmas Kabupaten Ciamis telah terjadi peningkatan dari tahun ke tahun selama 2012-2014 (Dinkes Kabupaten Ciamis, 2015). Tabel 1.1 Daftar Kejadian Campak di Kabupaten Ciamis Tahun 2011 – 2014 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Puskesmas 2011 117 kasus 117 kasus Jatinagara Ciawitali Sukamantri Cipaku Cijengjing Sadananya Ciamis Cigayam Panawangan Sidaharja Gardujaya Kalipucang Panjalu Jumlah Kejadian Campak 2012 2013 1 kasus 1 kasus 1 kasus 2 kasus 1 kasus 1 kasus 1 kasus 1 kasus 5 kasus 1 kasus 3 kasus 12 kasus 2014 5 kasus 5 kasus 10 kasus 4 kasus 3 kasus 27 kasus Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis 2015 Sekitar 1,7 juta kematian yang terjadi pada anak atau 5% pada balita di Indonesia disebabkan oleh komplikasi akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) diantaranya seperti komplikasi penyakit campak merupakan salah satu penyebab kematian anak di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Dengan demikian cakupan imunisasi harus 5 dipertahankan lebih tinggi dan lebih merata hingga mencapai tingkat population immunity (kekebalan masyarakat), sementara kegagalan untuk menjaga tingkat cakupan imunisasi yang tinggi dan merata akan dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti kejadian campak (Depkes, 2007). Faktor-faktor kejadian campak menurut Ahmadi dan Suardiyasa (2008) dalam Mariati (2012) diantaranya terjadi karena faktor status imunisasi, status gizi, faktor umur dan riwayat kontak. Data Riset Kesehatan Dasar (2013),”Menyebutkan beberapa alasan anak tidak diimunisasi antara lain karena takut anaknya panas, keluarga tidak mengizinkan, tempat imunisasi jauh, kesibukan orang tua, seringnya anak sakit, dan tidak tahu tempat imunisasi, ujar Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K), pada pembukaan kegiatan Workshop Peningkatan Kesehatan Ibu dan Imunisasi di Jakarta” (Riskesdas, 2013). Meski capaian imunisasi campak di Indonesia telah mencakup 90%, pada tahun 2013 WHO melaporkan terdapat sekitar 6.300 kasus campak di Indonesia. Melihat kondisi tersebut, yakni adanya peningkatan pencapaian imunisasi campak yang mencapai Universal Child Immunization (UCI), di sisi lain masih terjadi kasus campak di masyarakat. Vaksinasi campak menghasilkan penurunan 75% dalam kematian akibat komplikasi campak antara tahun 2000 dan 2013 di seluruh dunia. Pada tahun 2013, sekitar 84% dari anak-anak di dunia menerima satu dosis vaksin campak saat ulang tahun pertama mereka melalui pelayanan kesehatan rutin, naik dari 73% pada tahun 2000. Selama 2000-2013, vaksinasi campak mencegah diperkirakan 15,6 juta kematian (WHO, 2014). 6 Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis (2015) target jumlah sasaran bayi yang diimunisasi campak di seluruh Puskesmas Kabupaten Ciamis pada tahun 2012 sebanyak 31.744 orang, sedangkan pencapaiannya sebanyak 28.911 orang (91,08%), tahun 2013 jumlah sasaran bayi yang diimunisasi campak sebanyak 28.038 orang, sedangkan pencapaiannya sebanyak 20.990 orang (74,86%), tahun 2014 jumlah sasaran bayi yang diimunisasi campak sebanyak 23.570 orang, sedangkan pencapaiannya sebanyak 20.223 orang (85,80%) (Dinkes Kabupaten Ciamis, 2015). Campak berat kemungkinan terjadi diantara anak-anak kurang gizi, terutama mereka yang kurang vitamin A, atau yang sistem kekebalan tubuhnya telah dilemahkan oleh HIV/AIDS atau penyakit lain. Komplikasi yang paling serius termasuk kebutaan, ensefalitis (infeksi yang menyebabkan pembengkakan otak), diare berat dan dehidrasi terkait, dan infeksi pernafasan parah seperti pneumonia (WHO, 2014). Menurut Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis (2014), dilaporkan data sebagai berikut : 1) Berat badan bayi lahir rendah sebanyak 929 orang (4,55%). 2) Balita gizi baik sebanyak 73.508 orang (90,04%). 3) Balita gizi kurang sebanyak 3.949 (4,84%). 4) Balita gizi buruk sebanyak 106 orang (0,13%). Kekurangan gizi pada usia dini akan berimplikasi pada perkembangan anak dan selanjutnya perkembangan potensi diri pada usia produktif, ujar Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani, S.Sos, saat membuka secara resmi kegiatan Diseminasi Global 7 Nutrition Report (GNR), di Kantor Bappenas, Jakarta, Senin pagi (9/2). Menurutnya, masalah gizi di Indonesia dipengaruhi banyak faktor, diantaranya kemiskinan, kesehatan, pangan, pendidikan, air bersih, keluarga berencana, dan faktor lainnya. Oleh karena itu permasalahan perbaikan gizi masyarakat merupakan upaya dari berbagai sektor yang membutuhkan sinergi dan harus terkoordinasi (Kemenkes, 2015). Menurut kelompok umur sebagian besar kasus campak menyerang anak‐ anak usia pra sekolah usia SD. Selama periode 4 tahun, kasus campak lebih banyak terjadi pada kelompok umur 5‐9 tahun (3.591 kasus) sedangkan pada kelompok umur 1‐4 tahun (3.383 kasus). Banyaknya kasus campak pada kelompok umur ≥5 tahun disebabkan karena telah terjadi akumulasi kelompok rentan terkena campak dari tahun ke tahun. Campak dinyatakan sebagai KLB apabila terdapat 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 4 minggu berturut-turut yang terjadi mengelompok dan dibuktikan adanya hubungan epidemiologis (Dirjen P2PL, 2015). Riwayat alamiah penyakit campak diantaranya yaitu riwayat kontak, adanya interaksi antara orang yang beresiko terkena campak (host) seperti anak di bawah 5 tahun, orang yang terganggu sistem kekebalannya, penderita kurang gizi dan kurang vitamin A serta ibu hamil dengan virus rubeola (agent) kemudian dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang kurang baik. Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel dan berbiak pada epitel nasofaring. 3 hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang pertama. 8 Berdasarkan studi pendahuluan yang didapatkan pada tanggal 12 Maret 2015 dilaporkan bahwa di wilayah Puskesmas Kecamatan Sukamantri dilaporkan ada 127 kasus campak selama periode 2011-2014. Target imunisasi campak di Puskesmas Sukamantri pada tahun 2012 sebanyak 610 orang sedangkan pencapaiannya sebanyak 538 orang (88,20%), tahun 2013 sebanyak 447 orang sedangkan pencapaiannya sebanyak 457 orang (102,31%) dan tahun 2014 sebanyak 480 orang sedangkan pencapaiannya sebanyak 406 orang (84,58%). Di Puskesmas Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis tahun 2014 terdapat 10 orang yang terkena kasus campak, pada dasarnya tidak ada riwayat pemberian imunisasi campak sebanyak 8 orang, namun peneliti juga menemukan bahwa terdapat sejumlah anak yang mempunyai riwayat imunisasi campak sebanyak 2 orang juga terkena penyakit campak. Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa kondisi ini mungkin berhubungan dengan beberapa faktor lain yang menyebabkan terjadinya kasus campak. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Campak Pada Anak Di Wilayah Puskesmas Sukamantri Kabupaten Ciamis”. Hal ini juga didasarkan belum banyaknya penelitian tentang kejadian campak, bahkan untuk Kabupaten Ciamis sendiri pengetahuan situasi penyakit campak hanya sebatas evaluasi program. Pertimbangan lain karena penyakit campak masih menjadi masalah kesehatan masyarakat terutama di Kabupaten Ciamis dan belum ada upaya untuk mengetahui dan mengkaji faktor-faktor yang diduga sebagai faktor yang berhubungan dengan terjadinya penyakit campak. 9 B. Rumusan Masalah “Apa saja Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Campak Pada Anak Di Puskesmas Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis” ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian campak pada anak di Puskesmas Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi hubungan status imunisasi dengan kejadian campak pada anak di Puskesmas Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis. b. Mengidentifikasi hubungan status gizi dengan kejadian campak pada anak di Puskesmas Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis. c. Mengidentifikasi hubungan faktor umur dengan kejadian campak pada anak di Puskesmas Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis. d. Mengidentifikasi hubungan riwayat kontak penderita campak dengan kejadian campak pada anak di Puskesmas Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan. b. Dapat digunakan sebagai salah satu referensi penelitian berikutnya. 10 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan dan meningkatkan kemampuan meneliti penulis, dalam bidang kesehatan masyarakat khususnya yang berhubungan dengan penyakit campak. b. Bagi Kampus STIKes Muhammadiyah Ciamis Menambah perbendaharaan penelitian dan menambah informasi bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Ciamis mengenai kondisi kesehatan masyarakat khususnya yang berhubungan dengan penyakit campak di Kabupaten Ciamis. c. Bagi Puskesmas Kecamatan Sukamantri Diharapkan berguna untuk Puskesmas Sukamantri dalam menanggulangi kejadian campak dan untuk profesi keperawatan di Puskesmas Sukamantri. d. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis Menambah informasi bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis mengenai kondisi kesehatan masyarakat dan bisa digunakan sebagai masukan untuk melakukan upaya pemberantasan dan pencegahan dalam program yang berhubungan dengan penyakit campak di Kabupaten Ciamis. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang kejadian campak yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dengan fokus penelitian serta tempat yang berbeda adalah Mariati (2012), penelitian tentang Hubungan Status Imunisasi Dan Ketepatan 11 Imunisasi Campak Dengan Kejadian Campak di Kabupaten Banyumas dengan menggunakan analisis bivariat menunjukan bahwa ada hubungan bermakna secara statistik (OR =3,085, 95%CI 1,793-5,307 dan p =0,00) antara ketepatan imunisasi campak dengan kejadian penyakit campak pada balita di Kabupaten Banyumas. Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yaitu mengenai kejadian campak, variabel bebas status imunisasi. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah variabel bebas status gizi, faktor umur dan riwayat kontak, jenis penelitian ini menggunakan desain studi kasus kontrol (case control study) dengan pendekatan retrospektif. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian campak pada anak di wilayah Puskesmas Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di wilayah Puskesmas Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Campak a. Pengertian Penyakit campak (Rubeola, campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, ditandai dengan demam, batuk, konjungtivis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva).dan ruam kulit (Wikipedia, Maret 2015). Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus campak. Penyebaran infeksi terjadi dengan perantara droplet, dengan masa inkubasi 10-14 hari. Penyakit ini sangat infeksius, dapat menular sejak awal masa prodromal berlangsung 2-4 hari yang ditandai dengan demam yang diikuti dengan batuk, coryza (pilek), dan atau konjungtivitis. Ruam campak adalah berupa erupsi makulopapular yang biasanya bertahan selama 5-6 hari, yang dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah dan leher. Setelah 3 hari ruam ini berangsur-angsur akan turun ke bawah dan akhirnya akan sampai di tangan dan kaki. Campak dapat merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat menimbulkan komplikasi seperti otitis media (2,5%) dan bronkopneumonia (4%). Ensefalitis akut terjadi pada 2-10/10.000 kasus dengan angka kematian 10-15 %, 15-40% kasus yang hidup akan menderita kerusakan otak permanen. Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE) adalah satu komplikasi campak yang 12 13 timbulnya lambat dan terjadi kira-kira 1/25.000 kasus. Komplikasi SSPE menyebabkan kerusakan otak yang progresif dan biasanya fatal. Komplikasi campak akan lebih berat terjadi pada pasien dengan penyakit kronis dan anak kecil, keadaan ini sering terjadi di negara berkembang (IDAI, 2005). Campak sering juga dikenal dengan nama Rubeola atau Morbili (Latin) atau Measles (Inggris) atau Gabag/Gabagen (Jawa) atau Tampek (Sunda) adalah penyakit yang sangat menular dan akut serta menyerang hampir semua anak kecil yang disebabkan infeksi virus akut yang tergolong dalam family Paramixovirus yaitu genus Morbilivirus, dengan gejala awal menyerupai selesma disertai konjungtivitas, sedang tanda khas berupa bintik koplik, walaupun demikian jarang terdeteksi. Penyakit campak ditandai dengan 3 (tiga) stadium yaitu : stadium prodromal, stadium erupsi, dan stadium convalences. Virus campak sangat menular dan dapat tetap demikian sampai 2 jam di udara atau di permukaan. Gejala campak adalah ruam, demam tinggi, batuk, pilek, mata merah dan berair. Beberapa orang yang terkena penyakit campak juga mendapatkan infeksi telinga, diare, atau infeksi paru-paru yang serius, seperti pneumonia. Meskipun kasus berat langka, campak dapat menyebabkan pembengkakan otak dan bahkan kematian.apabila terjadi komplikasi. Campak akan berdampak sangat parah pada bayi dan pada orang yang kurang gizi atau yang sistem kekebalannya melemah seperti dari infeksi HIV, kanker, atau dari obat-obatan atau terapi tertentu (WHO, 2013). 14 Biasanya penyakit ini terjadi pada masa anak-anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Penyakit ini menyerang anak golongan umur 5-9 tahun, tetapi di negara-negara yang belum berkembang, insidensi tertinggi 2 (dua) tahun. Untuk kepentingan surveilans Departemen Kesehatan RI mendefinisikan penyakit campak sebagai berikut : 1) Tersangka Campak (suspected measles case) yaitu kasus campak dengan gejala-gejala bercak kemerahan di tubuh didahului dengan demam/panas, batuk, filek, dan mata merah. 2) Kasus Klinis Campak (menurut WHO) yaitu kasus dengan gejalagejala bercak kemerahan di tubuh terbentuk makulo papular selama 3 (tiga) hari atau lebih disertai panas badan 38oC atau lebih dan disertai salah satu gejala batuk, pilek atau mata merah. 3) Kasus Campak Konfirmasi (confirmed measles case), yaitu kasus klinis campak disertai salah satu kategori : Pemeriksaan labolatorium serologis positif campak, ditemukan koplik spot, atau meninggal karena kasus campak. b. Etiologi Campak, rubeola (bukan rubella = campak Jerman), atau measles di beberapa daerah disebut juga sebagai tampek, dabaken atau morbili adalah penyakit infeksi yang menular atau infeksius sejak awal masa prodromal, yaitu kisaran 4 hari pertama muncul ruam. Campak disebabkan oleh paramiksovirus (virus campak). Penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita campak (air bone disease). Masa inkubasi adalah 10-14 15 hari sebelum gejala muncul. Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif bayi lahir dari ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah bayi berumur > 1 tahun, bayi yang tidak mendapat imunisasi, remaja, dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua (Wikipedia, 2015). c. Patofisiologi Infeksi virus campak berdasarkan klasifikasi infeksi adalah jenis infeksi stadium lambat dan infeksi umum (sistemik) berdasarkan klasifikasi biologik. Interaksi sel hospes virus jenis ini merupakan jenis yang dapat atau tidak dapat menyebabkan kematian sel. Namun demikian, pelepasan virus ekstra seluler terjadi sebagai kejadian terkait membran, dan virus dilepaskan ke dalam cairan ekstra seluler melalui proses “perkuncupan” (“budding”) pada permukaan sel. Pada infeksi umum (sistemik), gambaran penyakit tampaknya tidak hanya berkaitan dengan penyebaran virus dan kematian sel, tetapi ditambah beberapa manifestasi yang mungkin disebabkan karena hipersensitivitas, misalnya bintik-bintik merah. Terjadi eksudat yang serius dan ploriferasi sel mononukleus dan beberapa sel polimorfonukleus di sekitar kapiler adalah sebagai reaksi terhadap virus. Kelainan ini terdapat pada kulit, selaput lendir nasofaring, bronkus dan konjungtiva. d. Tanda dan Gejala Menurut WHO tanda pertama campak biasanya demam tinggi, yang dimulai sekitar 10 sampai 12 hari setelah terpapar virus, dan 16 berlangsung 4 sampai 7 hari. Sebuah pilek, batuk, mata merah dan berair, dan bintik-bintik putih kecil di dalam pipi dapat berkembang pada tahap awal. Setelah beberapa hari, ruam meletus, biasanya pada wajah dan leher bagian atas. Selama sekitar 3 hari, ruam menyebar, akhirnya mencapai tangan dan kaki. Ruam berlangsung selama 5 sampai 6 hari, dan kemudian memudar. Rata-rata, ruam terjadi 14 hari setelah terpapar virus (dalam kisaran 7 sampai 18 hari). Kebanyakan campak terkait kematian disebabkan oleh komplikasi yang terkait dengan penyakit. Komplikasi lebih sering terjadi pada anak-anak di bawah usia 5 tahun, atau orang dewasa di atas usia 20 tahun. Campak berat kemungkinan terjadi diantara anak-anak kurang gizi, terutama mereka yang kurang vitamin A, atau yang sistem kekebalan tubuhnya telah dilemahkan oleh HIV/AIDS atau penyakit lain. Komplikasi yang paling serius termasuk kebutaan, ensefalitis (infeksi yang menyebabkan pembengkakan otak), diare berat dan dehidrasi terkait, dan infeksi pernafasan parah seperti pneumonia (WHO, 2014). Dalam populasi dengan tingkat kekurangan gizi dan kurangnya perawatan kesehatan yang memadai, hingga 10% dari kasus campak mengakibatkan kematian. Wanita yang terinfeksi saat hamil juga berisiko komplikasi parah dan kehamilan mungkin berakhir dalam pengiriman keguguran atau prematur. Orang-orang yang sembuh dari campak kebal selama sisa hidup mereka (WHO, 2015). Menurut wikipedia gejala penyakit ini mulai timbul dalam waktu 714 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa : panas badan, nyeri 17 tenggorokan, pilek, batuk (cough), bercak koplik, nyeri otot, mata merah (conjuctivitis) 2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam (bintik koplik). Ruam (kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul 3-5 hari setelah timbulnya gejala di atas. Ruam ini bisa berbentuk makula (ruam kemerahan yang mendatar) maupun papula (ruam kemerahan yang menonjol). Pada awalnya ruam tampak di wajah, yaitu di depan dan di bawah telinga serta di leher sebelah samping. Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke batang tubuh, lengan dan kaki, sedangkan ruam di wajah mulai memudar. Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta suhu tubuhnya 40℃. 3-5 hari kemudian suhu tubuhnya menurun, penderita mulai merasa membaik dan ruam yang tersisa segera menghilang. Demam, kecapaian, pilek, batuk dan mata yang radang dan merah selama beberapa hari diikuti dengan ruam jerawat merah yang mulai pada muka dan merebak ke tubuh dan ada selama 4 hari hingga 7 hari (Wikipedia, 2015). e. Masa Inkubasi Masa inkubasi penyakit campak berada diantara 8-13 hari dengan rata-rata 10 hari (Dirjen P2PL 2009), sedangkan menurut Setiawan (2008), 10-14 mulai dari mendapat paparan sampai munculnya gejala klinis. Gejala prodromal pertama penyakit adalah demam, lemas, anoreksia, disertai batuk, pilek dan konjungtivitis dan berakhir 2 sampai 3 hari. Periode ini, mukosa pada pipi muncul lesi pucat kecil berwarna putih yang merupakan tanda diagnostic dini penyakit 18 campak yang biasa disebut koplik’s spots menurut Setiawan (2008) dalam Mariati (2012). f. Sumber, Cara dan Masa Penularan Sumber penularan campak adalah manusia sebagai penderita. Penularan dapat terjadi melalui batuk, bersin (sekresi hidung). Penularan campak terjadi 1-3 hari sebelum panas (Dirjen P2PL, 2009). Menurut Depkes (2008), ada beberapa cara dan masa penularan penyakit campak yaitu: 1) Penularan dari orang ke orang melalui percikan ludah dan transmisi melalui udara terutama melalui batuk, bersin atau sekresi hidung. 2) Masa penularan 4 hari sebelum bercak kemerahan/rash sampai 4 hari setelah timbul bercak kemerahan/rash, puncak penularan pada saat gejala awal (fase prodromal), yaitu 1-3 hari pertama sakit. g. Pencegahan Penyakit Campak Campak rutin vaksinasi untuk anak-anak, dikombinasikan dengan kampanye imunisasi massal di negara-negara dengan kasus yang tinggi dan tingkat kematian, adalah strategi kesehatan masyarakat kunci untuk mengurangi kematian akibat campak global. Vaksin campak yang telah digunakan selama 50 tahun hal ini aman, efektif dan murah. Biayanya sekitar $1 untuk mengimunisasi anak campak. Vaksin campak sering digabungkan dengan rubella dan atau vaksin gondok di negara-negara dimana penyakit ini adalah masalah. Hal ini 19 sama efektif dalam bentuk tunggal atau kombinasi. Menambahkan rubella terhadap vaksin campak meningkatkan biaya hanya sedikit, dan memungkinkan untuk pengiriman dan biaya administrasi bersama. Pada tahun 2013, sekitar 84% dari anak-anak di dunia menerima 1 dosis vaksin campak dengan ulang tahun pertama mereka melalui pelayanan kesehatan rutin naik dari 73% pada tahun 2000. Dua dosis vaksin dianjurkan untuk memastikan kekebalan dan mencegah wabah, seperti sekitar 15% anak-anak yang divaksinasi gagal mengembangkan kekebalan dari dosis pertama (WHO, 2015). Beberapa pencegahan penyakit campak : 1) Pencegahan Tingkat Awal (Priemordial Prevention) Pencegahan tingkat awal berhubungan dengan keadaan penyakit yang masih dalam tahap prepatogenesis atau penyakit belum tampak yang dapat dilakukan dengan memantapkan status kesehatan balita dengan memberikan makanan bergizi sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh. 2) Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention) Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mencegah seseorang terkena penyakit campak, yaitu : a) Memberi penyuluhan terhadap masyarakat mengenai pentingnya pelaksanaan imunisasi campak. b) Imunisasi dengan virus campak hidup yang dilemahkan, yang diberikan pada semua anak berumur 9 bulan sangat 20 dianjurkan dengan alasan dapat melindungi sampai jangka waktu 4-5 tahun. 3) Pencegahan Tingkat Kedua Pencegahan tingkat kedua ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini mungkin agar mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian pencegahan ini sekurang-kurangnya dapat menghambat atau memperlambat progrefisitas penyakit, mencegah komplikasi, dan membatasi kemungkinan kecacatan, yaitu : a) Menentukan diagnosis campak dengan benar baik melalui pemeriksaan fisik maupun darah. b) Mencegah perluasan infeksi. Anak yang menderita campak jangan masuk sekolah selama 4 hari setelah timbulnya rash. Menempatkan anak pada ruang khusus atau mempertahankan isolasi di rumah sakit dengan melakukan pemisahan penderita stadium kataral yakni dari hari pertama hingga hari keempat setelah timbulnya rash yang dapat mengurangi keterpajanan pasien-pasien dengan resiko tinggi lainnya. c) Pengobatan simtomatik diberikan untuk mengurangi keluhan penderita yakni antipiretik untuk menurunkan panas dan juga obat batuk. Antibiotika hanya diberikan bila terjadi infeksi sekunder untuk mencegah agar tidak terjadi komplikasi. d) Diet dengan gizi tinggi kalori dan tinggi protein bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh penderita sehingga dapat 21 mengurangi terjadinya komplikasi campak yakni bronkhitis, otitis media, pneumoni, ensefalomielitis, abortus dan miokarditis. 4) Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention) Pencegahan tingkat ketiga bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan pada pencegahan tertier yaitu : a) Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi campak b) Pemberian vitamin A dosis tinggi karena cadangan vitamin A akan turun secara cepat terutama pada anak kurang gizi yang akan menurunkan imunitas mereka menurut Riesza (2006) dalam Enida (2012). h. Pengobatan Penyakit Campak Komplikasi berat dari penyakit campak dapat dihindari melalui perawatan suportif yang menjamin gizi yang baik, asupan cairan yang cukup dan pengobatan dehidrasi dengan WHO-direkomendasikan solusi rehidrasi oral. Solusi ini menggantikan cairan dan elemen penting lainnya yang hilang melalui diare atau muntah. Antibiotik harus diresepkan untuk mengobati mata dan infeksi telinga, dan pneumonia. Semua anak-anak di negara berkembang yang didiagnosis campak harus menerima dua dosis suplemen vitamin A, diberikan 24 jam terpisah. Perawatan ini akan mengembalikan kadar vitamin A rendah selama campak yang terjadi bahkan pada anakanak bergizi baik dan dapat membantu mencegah kerusakan mata 22 dan kebutaan. Suplemen vitamin A telah terbukti mengurangi jumlah kematian akibat komplikasi campak sebesar 50% (WHO, 2015). i. Epidemiologi Penyakit campak sering terjadi pada anak usia dibawah 15 tahun dengan angka kematian di Indonesia sebanyak 0,6% di tahun 1996. Di daerah dengan cakupan imunisasi campak yang rendah selama beberapa tahun akan terjadi akumulasi kelompok rentan campak sehingga dapat menimbulkan KLB. Bagi penderita campak dengan status gizi buruk sering menimbulkan komplikasi yang berat bahkan kematian (Depkes, 2009). Indonesia termasuk dalam 47 negara sebagai penyumbang kematian karena kasus campak di dunia. Program imunisasi campak di Indonesia dimulai tahun 1982, dan pada tahun 1991 Indonesia telah mencapai imunisasi dasar lengkap Universal Child Immunization (UCI) secara nasional, meskipun demikian masih ada beberapa daerah yang cakupan imunisasi campaknya masih rendah sehingga sering terjadi kejadian luar biasa (KLB) campak. Salah satu tahapan dalam upaya pemberantasan campak ialah Tahap Reduksi Campak yang salah satu strateginya ialah Surveilans menurut Dirjen P2PL (2009) dalam Mariati (2012). j. Patogenesis Campak terdiri dari 4 tahap : masa inkubasi, penyakit prodromal, fase exanthematous, dan pemulihan. Selama inkubasi, virus campak berpindah ke kelenjar getah bening regional. Sebuah terjadi kemudian viremia primer yang menyebarkan virus ke system retikuloendotelial. Sebuah viremia sekunder menyebar virus ke permukaan tubuh. 23 Penyakit prodromal mulai mengikuti viremia sekunder dan berhubungan dengan nekrosis epitel dan pembentukan sel raksasa di jaringan tubuh. Sel yang dibunuh oleh fusi membran sel untuk sel plasma yang berhubungan dengan replikasi virus yang terjadi pada jaringan tubuh, termasuk sel-sel sistem saraf pusat (SSP). Virus shedding dimulai pada fase prodromal. Dengan onset ruam, produksi antibodi dimulai dan replikasi virus dan gejala mulai mereda. Campak virus juga menginfeksi sel CD4 + T, mengakibatkan penekanan respon imun Th1 dan banyak efek imunosupresif lainnya. k. Infeksi Campak Tanpa Gejala Pada individu dengan antibodi yang diperoleh secara pasif, seperti bayi dapat terjadi suatu bentuk subklinis campak. Ruam mungkin tidak jelas, singkat atau jarang. Demikian juga, beberapa individu yang telah menerima vaksin saat terkena campak. Orang dengan campak tanpa gejala atau subklinis tidak terjangkit virus campak dan tidak menularkan infeksi untuk kontak rumah tangga. Pasien mulai sakit demam tinggi dan sakit kepala diikuti dengan munculnya ruam makulopapular pada ekstremitas yang menjadi petechial dan purpura dan berkembang dalam arah sentripetal. l. Penegakan Diagnosis Penyakit Campak Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan ruam kulit yang khas. Pemeriksaan yang perlu dilakukan diantaranya yaitu : 1) Pemeriksaan darah, pemeriksaan darah tepi, 2) Pemeriksaan IgM anti campak, 24 3) Pemeriksaan komplikasi campak : enteritis, ensephalopati, bronkopneumoni. Konfirmasi serologi yang paling mudah dibuat oleh identifikasi imunoglobulin M (IgM) antibodi dalam serum. Antibodi IgM muncul bersamaan dengan munculnya ruam pada kulit dan pada sebagian besar penderita dapat dideteksi 3 hari sesudah munculnya ruam pada kulit Antibodi IgM cepat meningkat dan kemudian menurun sehingga tidak dapat dideteksi sesudah 4-12 minggu. Jika spesimen serum dikumpulkan <72 jam setelah onset ruam dan negatif untuk antibodi campak, spesimen ulangi harus diperoleh. Konfirmasi serologi juga dapat dilakukan dengan demonstrasi kenaikan 4 kali lipat pada antibodi IgG dalam spesimen akut dan konvalesen diambil 2-4 minggu kemudian. isolasi virus dari darah, urin, atau sekresi pernafasan dapat dicapai oleh budaya di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) atau laboratorium lokal atau negara menurut Setiawan (2008) dalam Mariati (2012). Diagnosis kasus campak terdiri dari: 1) Kasus klinis adalah kasus yang menunjukkan gejala panas, rash dan disertai salah satu gejala batuk, pilek atau mata merah. 2) Kasus konfirmasi adalah kasus klinis yang disertai hasil konfirmasi laboratorium serologis (IgM + atau kenaikan titer antibody 4 kali) atau kasus campak yang mempunyai kontak langsung (hubungan epidemiologi) dengan kasus konfirmasi dalam periode 1-2 minggu menurut Dirjen P2PL (2009) dalam Mariati (2012). 25 Penegakan diagnosa lainnya berdasarkan adanya : 1) Anamnesis, tanda klinik dan tanda yang patognomonik. 2) Pemeriksaan serologik atau virologik yang positif (Darmowandowo & Basuki, 2012). m. Diagnosa Banding Beberapa penyakit viral dan bakterial yang memiliki gejala serupa yang dikenal dengan measles like syndrome antara lain sebagai berikut: 1) Rubella atau German measles disebabkan virus Rubella Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di daerah suboksipital, servikal bagian posterior, belakang telinga. 2) Eksantema subitum Ruam akan muncul bila suhu badan menjadi normal. Rubella infantum (eksantema subitum) dibedakan dari campak dimana ruam dari roseola infantum tampak ketika demam menghilang. Ruam rubella dan infeksi enterovirus cenderung kurang mencolok daripada ruam campak, sebagaimana tingkat demam dan keparahan penyakit. Walaupun batuk ada pada banyak infeksi ricketsia, ruam biasanya tidak melibatkan muka, yang pada campak khas terlibat. Tidak adanya batuk atau riwayat injeksi serum atau pemberian obat biasanya membantu mengenali penyakit serum atau ruam karena obat. Meningokoksemia dapat disertai dengan ruam yang agak serupa dengan ruam campak, tetapi batuk dan konjungtivitis biasanya tidak ada. 26 Pada meningokoksemia akut ruam khas purpura petekie. Ruam papuler halus difus pada demam skarlet dengan susunan daging angsa di atas dasar eritematosa relatif mudah dibedakan. Menurut Depkes (2008), diagnosis banding untuk campak adalah : 1) Rubella (campak Jerman), terdapat pembesaran kelenjar getah bening di belakang telinga. 2) DHF atau DBD, dalam 2-3 hari bisa terjadi mimisan, tes turniket (Rumple Leede) positif, perdarahan diikuti shock, laboratorium menunjukan trombosit < 100.000/ml dan serologis positif IgM DHF. 3) Cacar air (varicella), ditemukan vesikula atau gelembung berisi cairan. 4) Alergi obat, kemerahan di tubuh setelah minum obat / disuntik, disertai gatal-gatal. 5) Miliaria atau keringat buntel : gatal-gatal, bintik kemerahan. n. Komplikasi Pada anak yang sehat dan gizinya cukup, campak jarang berakibat serius. Berikut ini beberapa komplikasi yang bisa menyertai campak menurut wikipedia (2015) : 1) Infeksi bakteri : Pneumonia dan infeksi telinga tengah. 2) Kadang terjadi trombositopenia (penurunan jumlah trombosit) sehingga penderita mudah memar dan mudah mengalami perdarahan. 3) Ensefalitis (infeksi otak) terjadi pada 1 dari 1.000 – 2.000 kasus. 27 Komplikasi biasanya sering terjadi pada anak-anak dibawah usia 5 tahun dan anak-anak dengan gizi buruk. Komplikasi dapat berupa radang telinga tengah, radang paru (pneumonia) atau radang otak (ensefalitis). Kematian pada penyakit campak bukan karena penyakit campaknya sendiri melainkan karena komplikasi dengan radang otak/paru. Kesakitan dan kematian akibat campak pada pasien <5 tahun usia (terutama <1 tahun usia) dan orang-orang tahun 20> usia. Komplikasi campak sebagian besar disebabkan oleh efek patogen virus pada saluran pernafasan (pneumonia) dan sistem kekebalan tubuh. Pneumonia adalah penyebab paling umum kematian pada campak. Patogen bakteri yang paling umum adalah S. pneumoniae, H. influenzae, dan S. aureus. Obliterans bronchiolitis. Croup, trakheitis, dan bronkiolitis adalah komplikasi umum pada bayi dan balita dengan campak. Pneumonitis terjadi pada 58% pasien dengan keganasan yang terinfeksi dengan campak, dan ensefalitis terjadi pada 20%. o. Penatalaksanaan Penatalaksanaan kasus campak diantaranya sebagai berikut : 1) Pengobatan simtomatik (antipiretik). 2) Pemberian antibiotik bila ada komplikasi, bila berat maka segera dibawa ke Rumah Sakit. 3) Pemberian vitamin A dengan dosis sesuai umur kasus. 28 2. Imunisasi a. Pengertian Kata imun berasal dari bahasa Latin immnunitas yang berarti pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warga negara biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap penyakit dan lebih spesifik lagi terhadap penyakit menular. Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri atas sel-sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya bekerja sama secara kolektif dan terkoordinasi untuk melawan benda asing, seperti kumankuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh. Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk ke dalam tubuh, sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut dengan antibodi. Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak terlalu kuat karena tubuh belum mempunyai “pengalaman”. Namun, pada reaksi yang ke-2, ke-3, dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut sehingga pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak. Itulah sebabnya pada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan agar tubuh tidak 29 terjangkit penyakit tersebut atau seandainya terkena pun tidak akan menimbulkan akibat yang fatal (Ronald H.S, 2011). b. Jenis Imunisasi Imunisasi ada 2 macam, yaitu: (1) Imunisasi Aktif Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya adalah imunisasi polio dan campak. (2) Imunisasi Pasif Imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir. Bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak (Ronald H.S, 2011). c. Konsep Imunisasi Campak Keputusan Menteri Kesehatan 1059/MENKES/SK/IX/2004 tentang Republik Pedoman Indonesia Nomor Penyelenggaraan Imunisasi memuat antara lain : 1) Pengertian Umum Imunisasi : a) Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila 30 kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan menderita penyakit tersebut. b) Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan. c) Imunisasi lanjutan mempertahankan adalah tingkat imunisasi kekebalan ulangan di atas untuk ambang perlindungan atau untuk memperpanjang masa perlindungan. d) Bulan Imunisasi Anak Sekolah yang selanjutnya disebut BIAS adalah bentuk operasional dari imunisasi lanjutan pada anak sekolah yang dilaksanakan pada bulan tertentu setiap tahunnya dengan sasaran semua anak kelas 1, 2 dan 3 di seluruh Indonesia. e) Universal Child Immunization yang selanjutnya disebut UCI adalah suatu keadaan tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada semua bayi. Bayi adalah anak di bawah umur 1 tahun. f) Vaksin adalah suatu produk biologik yang terbuat dari kuman, komponen kuman, atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan dan berguna untuk merangsang kekebalan tubuh seseorang. 2) Aspek Imunologi Imunisasi Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit menurut IDAI (2008) dalam Mariati (2012). 31 Jika dilihat dari cara timbulnya, terdapat dua jenis kekebalan, yaitu kekebalan pasif dan kekebalan aktif. a) Kekebalan pasif Kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh individu itu sendiri. Misalnya: kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu atau kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan immunoglobulin. Kekebalan pasif tidak belangsung lama karena akan di metabolisme oleh tubuh. Waktu paruh IgG 28 hari, sedangkan waktu paruh immunoglobulin lainnya lebih pendek. b) Kekebalan aktif Kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi, atau terpajang secara alamiah. Kekebalan aktif berlangsung lebih lama daripada kekebalan pasif karena adanya memori immunologi. 3) Tujuan Imunisasi Imunisasi bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar variola. 4) Respon Imun Respon imun : respon tubuh berupa urutan kejadian yang kompleks terhadap antigen (Ag) berguna mengeliminasi antigen tersebut. Pertahanan tubuh dikenal dua macam : 32 a) Mekanisme pertahanan nonspesifik atau nonadaptif ataupun innate artinya tidak ditujukan berbagai macam antigen. b) Mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau komponen adaptif khusus pada satu jenis antigen, terbentuknya antibodi lebih cepat dan lebih banyak pada pemberian antigen berikutnya ini disebabkan telah terbentuknya sel memori pada pengenalan pertama kali antigen. 5) Keberhasilan Imunisasi Keberhasilan imunisasi tergantung pada beberapa faktor yaitu status imun pejamu, faktor genetik pejamu serta kualitas dan kuantitas vaksin menurut IDAI (2008) dalam Mariati (2012). a) Status imun pejamu Antibodi spesifik terjadi pada pejamu terhadap vaksin yang diberikan akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Misal pada bayi yang semasa janin mendapat antibodi maternal spesifik terhadap virus campak, bila vaksinasi campak diberikan pada saat kadar antibodi spesifik campak masih tinggi akan memberikan hasil yang kurang memuaskan. Status imun mempengaruhi juga hasil imunisasi. Individu yang mendapat obat imunosupresan, menderita defisiensi imun congenital. Dengan adanya defisiensi imun merupakan indikasi kontra pemberian vaksin hidup karena dapat menimbulkan penyakit pada individu tersebut. Demikian halnya vaksinasi pada individu yang menderita penyakiit infeksi sistemik misal campak, Tb milier akan mempengaruhi 33 pula keberhasilan vaksinasi. Gizi buruk juga akan menurunkan fungsi sel sistem imun misal makrofag dan limfosit. imunitas selular menurun dan imunitas humoral spesifitasnya rendah. b) Faktor genetik pejamu Variabilitas genetik mempengaruhi interaksi antara sel-sel imun. Secara genetik respon imun manusia dapat dibagi atas responder baik, cukup dan rendah terhadap antigen tertentu. Ini akan memberikan respon rendah terhadap antigen tertentu tetapi terhadap antigen lain dapat lebih tinggi. Karenanya tidak heran bila ditemukan keberhasilan vaksinasi tidak 100%. Agamaglobulin yang terangkai dengan kromosom x yang hanya ada pada anak laki-laki atau penyakit alergi yaitu penyakit yang terhadap menunjukkan antigen tertentu perbedaan merupakan responsi imun penyakit yang diturunkan. Faktor tersebut mendukung adanya peran genetik dalam respon imun hanya saja mekanisme yang sebenarnya belum di ketahui. c) Kualitas dan kuantitas vaksin Vaksin adalah mikroorganisme yang diubah sehingga patogenesitas atau toksisitasnya hilang tetapi masih tetap mengandung sifat antigenesitasnya. Faktor keberhasilan vaksin ditentukan oleh kualitas dan kuantitas vaksin diantaranya: (1) Cara pemberian vaksin, ini akan mempengaruhi respon imun yang timbul. 34 (2) Dosis vaksin, dosis yang terlalu tinggi atau terlalu rendah mempengaruhi respon imun yang terjadi. (3) Frekuensi pemberian mempengaruhi respon imun yang terjadi. (4) Ajuvan adalah zat yang secara nonspesifik dapat meningkatkan respon imun terhadap antigen. (5) Jenis vaksin, vaksin hidup akan menimbulkan respon imun lebih baik dibanding vaksin mati. 6) Efikasi Vaksin Campak Pemeriksaan serologi dilakukan untuk menilai vaccine efficacy (VE) tetapi tergantung dengan laboratorium dengan biaya yang mahal sehingga tidak dapat dilakukan secara luas di lapangan. Efikasi vaksin adalah kemampuan vaksin campak melindungi terhadap penyakit bagi mereka yang sudah diimunisasi yang dihitung dalam %. Efektivitas vaksin diperkirakan dengan mengurangi dari 1 paparan odds rasio untuk kasus divaksinasi dibandingkan divaksinasi kontrol (1 - rasio odds). Karena campak masih sangat langka pada anak-anak (rata-rata tahunan, 2 kasus/100.000 penduduk), rasio odds diperkirakan risiko relative (Sonja et al, dalam Mariati 2012). Distribusi penentuan efikasi vaksin (EV) dengan studi kasus kontrol (case control study) dapat dilihat pada tabel berikut : 35 Tabel 2.1 Distribusi Penentuan Efikasi Vaksin dengan Studi Kasus Kontrol Imunisasi Vaksin Tidak Vaksin Kasus a c Kontrol b d Sumber : Mariati 2012 RR = 𝑂𝑅 = 𝑎𝑑 𝑏𝑐 VE(%) = (1 - RR) x 100 = (1 - 𝑎𝑑 𝑏𝑐 ) x 100 d. Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Balita dan Anak Jadwal pemberian imunisasi dasar anak dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini : Tabel 2.2 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Anak Usia 0–7 hari 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan 9 bulan Jenis Imunisasi yang Diberikan Hepatitis B BCG, Polio 1 DPT-HB1, Polio 2 DPT-HB2, Polio 3 DPT-HB3, Polio 4 Campak Sumber : Kemenkes RI 2014 Jadwal imunisasi campak rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jadwal imunisasi IDAI secara berkala di evaluasi untuk penyempurnaan, departemen kesehatan/WHO, kebijakan global dan pengadaan vaksin di Indonesia. Secara garis besar jadwal 36 imunisasi tahun 2008 sama dibandingkan dengan jadwal tahun 2004 yang tertera pada buku imunisasi edisi kedua. Jadwal imunisasi rekomendasi dari IDAI Tahun 2010 dapat dilihat pada table 2.3 : Tabel 2.3 Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Anak Rekomendasi IDAI 2010 Vaksin Campak MMR Keterangan Diberikan pada umur 9 bulan, vaksin ulangan diberikan pada umur 5-7 tahun. Program BIAS : disesuaikan dengan jadwal imunisasi Kementrian Kesehatan. Dapat diberikan pada umur 12 bulan, apabila belum mendapat vaksin campak umur 9 bulan. Selanjutnya MMR ulangan diberikan pada umur 5-7 tahun. Sumber : IDAI 2010 Koordinasi pelayanan imunisasi rutin oleh swasta diperlukan untuk penyediaan vaksin dan pelaporan. Prosedur yang dilakukan pada komponen ini adalah : Skrining, menjaring sasaran di semua pintu masuk BP/KIA atau dalam kegiatan MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit). Petugas harus mengantisipasi adanya penolakan terhadap imunisasi. Alasan yang biasa dikemukakan oleh keluarga harus dibicarakan agar tindakan yang tepat dapat diberikan. Misalnya imunisasi campak tidak perlu diberikan pada anak yang pernah menderita campak yang ditandai dengan gejala pathognomonis campak yaitu hiperpigmentasi dan deskuamasi. Menurut rekomendasi dari Depkes imunisasi campak yang hanya diberikan satu kali pada usia 9 bulan, dalam kajian Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes ternyata kurang memberikan 37 perlindungan jangka panjang. Oleh karena itu, campak diberikan penguat pada saat masuk SD (Sekolah Dasar) melalui program BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah). Vaksin yang diberikan pada imunisasi rutin meliputi: (1) Pada Bayi : Hepatitis B, BCG, Polio, DPT dan Campak. (2) Pada Anak Sekolah : DT ,Campak dan TT. (3) Pada WUS : TT. e. Status Imunisasi Penyelenggaraan program imunisasi harus dimaksimalkan karena cakupan imunisasi yang tinggi dapat memberikan gambaran status kekebalan bayi terhadap penyakit. Status imunisasi yang diberikan akan sangat berguna untuk : (1) Menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit menular. (2) Memberikan kekebalan terhadap penyakit menular tertentu, sehingga biaya pengobatan tidak diperlukan. Apabila anak tahan terhadap beberapa penyakit berbahaya, maka anak tersebut akan tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang sehat. Mereka yang telah diimunisasi tersebut kadang menimbulkan reaksi samping imunisasi tetapi para orang tua tidak perlu khawatir terhadap imunisasi yang dilakukan terhadap anakanaknya dan juga wanita hamil dan usia subur. Suntikan hanya menyebabkan sakit sedikit untuk sesaat, hal itu wajar dan tidak perlu dikhawatirkan (Mariati, 2012). 38 3. Gizi a. Pengertian Kata gizi sendiri berasal dai bahasa Arab “ghidza” yang berarti makanan. Gizi adalah segala sesuatu yang dikonsumsi oleh manusia yang mengandung unsur-unsur zat gizi yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air yang dipergunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan dari organ tubuh manusia. Ilmu gizi sendiri adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan yang optimal. Gizi sangatlah penting sekali bagi kelangsungan hidup manusia. Apabila gizi terpenuhi, maka akan terhindar dari berbagai penyakit karena mempunyai tubuh yang sehat (Mitayani & Wiwi Sartika, 2010). Menurut Notoatmodjo (2007), gizi adalah ilmu yang mempelajari atau mengkaji masalah makanan yang dikaitkan dengan kesehatan. b. Unsur – Unsur Gizi Unsur-unsur zat gizi yang dibutuhkan oleh organ-organ tubuh menurut ilmu gizi adalah : 1) Karbohidrat atau hidrat arang 2) Protein (seperti zat putih telur 3) Lemak 4) Vitamin 5) Mineral c. Dampak Kekurangan Gizi Pada Anak 39 Akibat gizi kurang pada proses tubuh bergantung pada zat-zat gizi apa yang kurang. Kekurangan gizi secara umum (makanan kurang dalam kuantitas dan kualitas) menyebabkan gangguan pada prosesproses tubuh. Masalah gizi merupakan masalah yang multi dimensi, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor ekonomi, pendidikan, sosial budaya, pertanian, kesehatan dan lain-lain. Penyebab langsung masalah gizi adalah ketidak seimbangan antara asupan makanan yang berkaitan dengan penyakit infeksi; kekurangan asupan makanan membuat daya tahan tubuh sangat lemah, memudahkan terkena penyakit infeksi karena iklim tropis, sanitasi lingkungan yang buruk, sehingga menjadi kurang gizi, penanganan masalah gizi masih terkonsentrasi pada 4 masalah utama kurang gizi, seperti : 1) Kekurangan Energi Protein (KEP) bagi balita 2) Anemia Gizi Besi 3) Kurang Vitamin A 4) Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY). Menurut Mitayani dan Wiwi Sartika dalam buku Ilmu Gizi bahwa akibat dari kekurangan gizi pada proses tubuh adalah sebagai berikut: 1) Dampak Terhadap Pertumbuhan Anak-anak tidak tumbuh menurut proteinnya. Protein digunakan sebagai zat pembakar, sehingga otot-otot menjadi lembek dan dan rambut mudah rontok. Anak-anak yang berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah ke atas rata-rata lebih tinggi daripada yang berasal dari keadaan sosial ekonomi rendah. 40 2) Dampak Terhadap Produksi Tenaga Kekurangan energi berasal dari makanan menyebabkan seseorang kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja dan melakukan aktifitas. 3) Dampak Terhadap Pertahan Tubuh Daya tahan terhadap tekanan atau stres menurun sistem imunitas atau antibodi berkurang, sehingga orang mudah terserang infeksi seperti pilek batuk, diare. 4) Dampak Terhadap Struktur dan Fungsi Otak Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental, dengan demikian kemampuan berfikir otak mencapai bentuk maksimal pada usia 2 tahun. Kekurangan gizi dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara permanen. 5) Dampak Terhadap Perilaku Baik anak-anak maupun orang dewasa yang kurang gizi menunjukan perilaku tidak tenang. Mereka mudah tersinggung, cengeng dan apatis menurut Mitayani & Wiwi Sartika dalam buku Ilmu Gizi, (2010). Sedangkan akibat dari gizi lebih pada proses tubuh dalam buku Ilmu Gizi adalah timbulnya risiko dalam terjadinya berbagai penyakit degeneratif seperti hipertensi dan tekanan darah tinggi, penyakit-penyakit diabetes, jantung koroner, hati dan kantung empedu (Mitayani & Wiwi Sartika, 2010). 41 Menurut Almatsier (2001) dalam buku Ilmu Gizi (2010), dampak yang mungkin muncul dalam pembangunan bangsa dimasa depan karena masalah gizi antara lain : 1) Kekurangan gizi adalah penyebab utama kematian bayi dan anak-anak. Hal ini berarti berkurangnya kuantitas suber daya manusia di masa depan. 2) Kekurangan gizi berakibat meningkatnya angka kesakitan dan menurunnya produktifitas manusia. 3) Kekurangan gizi berakibat menurunnya tingkat kecerdasan anak-anak. Akibatnya diduga tidak dapat diperbaiki bila gterjadi kekurangan gizi semasa anak dikandung sampai kirakira usia 3 tahun. 4) Kekurangan gizi berakibat menurunnya daya tahan manusia untuk bekerja yang berarti menurunnya produktifitas kerja manusia. d. Status Gizi Menurut Almatsier (2004) dalam bukunya prinsip dasar ilmu gizi bahwa status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dengan penggunaan zat-zat gizi dibedakan antara status gizi buruk, kurang baik dan gizi lebih. Untuk mencapai status gizi yang baik diperlukan pangan yang mengandung cukup gizi dan aman untuk dikonsumsi. Zat gizi merupakan ikatan kimia tang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan (Mitayani & Wiwi Sartika, 2010). 42 Kejadian kematian karena campak lebih tinggi pada kondisi malnutrisi, tetapi belum dapat dibedakan antara efek malnutrisi terhadap kegawatan penyakit campak dan efek yang ditimbulkan penyakit terhadap nutrisi yang dikarenakan penurunan selera makan dan kemampuan untuk mencerna makan baik. Dari sebuah studi dinyatakan bahwa elemen nutrisi utama yang menyebabkan kegawatan campak bukanlah protein dan kalori tetapi vitamin A. Ketika terjadi defisiensi vitamin A, kematian atau kebutaan menyertai penyakit campak. Adapun urutan kejadiannya, kematian yang berhubungan dengan penyakit campak mencapai tingkat yang tinggi, biasanya > 10% terjadi pada keadaan malnutrisi (Barus, 2010). e. Konsep Gizi Seimbang Gizi seimbang adalah makanan yang mengandung semua zat-zat gizi terdiri dari karbohidrat, protein, vitamin, lemak dan mineral yang berfungsi sebagai sumber tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur atau keseimbangan antara asupan energi dan zat-zat gizi lainnya dengan kebutuhan seseorang atau individu (Mitayani & Wiwi Sartika, 2010). (1) Standar Berat Badan dan Tinggi Badan Menurut Umur Dengan menimbang bayi setiap bulan dapat diketahui perkembangan kesehatannya. Bila berat badan bayi bertambah terus secara normal, berarti bayi dalam keadaan sehat dan memperoleh makanan cukup. 43 Tabel 2.4 Berat Badan dan Tinggi Badan Menurut Umur Umur 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 15 18 21 24 Berat Badan (Kg) 100 % 90 % 80 % Standar Standar Standar 3.4 3.0 2.7 4.3 3.7 3.4 5.0 4.4 4.0 5.7 5.1 4.5 6.3 5.7 5.0 6.9 6.2 5.5 7.4 6.7 5.9 8.0 7.1 6.3 8.4 7.6 6.7 8.9 8.0 7.1 9.3 8.4 7.4 9.6 8.7 7.7 9.9 8.9 7.9 10.6 9.5 8.5 11.3 10.1 9.0 11.9 10.7 9.6 12.4 1.2 9.9 Tinggi Badan (Cm) 100 % 90 % 80 % Standar Standar Standar 50.5 45.0 43.0 55.0 48.5 46.0 58.0 51.5 49.0 60.0 54.0 51.0 62.5 56.5 53.0 64.5 58.0 54.5 66.5 59.0 56.0 67.5 60.5 57.5 69.5 62.0 59.0 70.5 63.5 60.0 72.0 65.0 61.5 73.5 66.5 63.0 74.5 67.0 64.5 78.0 70.5 68.0 81.5 73.0 69.0 84.5 76.0 72.0 87.5 78.5 74.0 (2) Kebutuhan Gizi Remaja Kebutuhan gizi remaja relatif besar, karena mereka masih mengalami pertumbuha. Selain itu remaja umumnya melakukan aktifitas fisik lebih tinggi dibanding usia lainnya, sehingga diperlukan zat gizi yang lebih banyak. Tubuh yang berubah cepat pada masa remaja membutuhkan masukan energi, protein dan vitamin dalam jumlah besar. Energi diperlukan sebagai sumber tenaga sel-sel tubuh yang bekerja lebih keras untuk berkembang dan berubah cepat. 44 Tabel 2.5 Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Untuk Kelompok Remaja Uraian Energi (kcal) Protein (g) Kalsium (mg) Besi (mg) Vitamin A (RE) Vitamin E (mg) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Folat (mg) 13-15 th 2100 Perempuan 16-19 20-45 th th 2000 2200 13-15 th 2400 Laki-laki 16-19 th 2500 20-45 th 2800 62 700 51 600 48 600 64 700 66 600 55 500 19 500 25 500 26 500 17 600 23 700 13 700 8 8 8 10 10 10 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,2 60 60 60 60 60 60 130 150 150 125 165 170 Sumber : Widya Karya Nasional Pangan & Gizi VI 1998, dalam buku Saku Ilmu Gizi (2010) f. Klasifikasi Status Gizi Status gizi balita dikelompokan ke dalam beberapa jenis menurut Departemen Kesehatan (2003) dalam Nurmalasari (2011), yaitu : 1) Gizi Lebih Biasanya bersangkutan dengan kelebihan energi di dalam hidangan yang dikonsumsi relatif terhadap kebutuhan atau penggunaannya. Ada 3 zat makanan yang menghasilkan energi utama yaitu karbohidrat, protein, lemak. Kelebihan energi di dalam tubuh diubah menjadi lemak dan disimpan pada tempat-tempat tertentu. 2) Gizi Baik Keadaan dimana tubuh mendapatkan gizi yang optimum/berat badan menurut umur sesuai standar. Balita yang memiliki gizi 45 akan terbatas dari penyakit dan mempunyai daya tahan yang setinggi-tinginya. 3) Gizi Kurang Keadaan dimana susunan yang dikonsumsi masih seimbang, hanya jumlah kesulurahannya tidak mencukupi kebutuhan hidup. Pada gizi kurang gejala subjektifnya yaitu timbulnya perasaan lapar, sehingga keadaan ini disebut gizi lapar (under nutrition). Penyakit ini terutama diderita oleh anak-anak yang sedang tumbuh pesat, yaitu kelompok balita. Pada kondisi ini yang paling menonjol adalah kurang kalori dan protein. 4) Gizi Buruk Keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup dan sering disertai penyebab lain seperti penyakit disentri, diare dan tuberkulosis dalam waktu yang lama. g. Pengukuran Status Gizi Pengukuran kategori status gizi didasarkan pada WHO-NCHS (National Center for Health Statistic) dengan kriteria (standar baku terlampir) : Gizi Buruk : <60% median BB/U Gizi Kurang : 60% median BB/U Gizi Sedang : 70% median BB/U Gizi Baik : 80%-120% median BB/U Gizi Lebih : >120% median BB/U 46 h. Indikator Pertumbuhan 1) Indeks Antropometri a) Berat Badan Menurut Umur (BB/U) Indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Berat badan menurut umur tidak sensitif untuk mengetahui kekurangan gizi masa lalu atau masa kini. Berat badan menurut umur merefleksikan status gizi masa lalu maupaun masa kini. b) Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) Indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu. Beaton dan Bengoa (1973) menyatakan bahwa indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau juga lebih erat kaitannya dengan status sosial ekonomi. c) Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB) Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Jelliffe pada tahun 1966 telah memperkenalkan indeks ini untuk mengidentifikasi status gizi. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini (sekarang. BB/TB adalah merupakan indeks yang independen terhadap umur. d) Indeks Massa Tubuh (1) IMT Anak (IMT/U) 47 IMT/U adalah indikator yang terutama bermanfaat untuk penapisan kelebihan berat badan dan kegemukan. Biasanya IMT tidak meningkat dengan bertambahnya umur seperti yang terjadi pada berat badan dan tinggi badan, tetapi pada bayi peningkatan IMT naik secara tajam karena terjadi peningkatan berat badan secara cepat relatif terhadap panjang badan pada 6 bulan pertama kehidupan. IMT menurun pada bayi setelah 6 bulan dan tetap stabil pada umur 2-5 tahun. Indikator IMT/U hampir sama dengan BB/PB atau BB/TB. Ketika melakukan interpretasi risiko kelebihan berat badan, perlu mempertimbangkan berat badan orang tua. Jika seorang anak mempunyai orang tua yang obes, anak meningkatkan risiko terjadinya kelebihan berat badan pada anak. Anak yang mempunyai salah satu orang tua obesitas, kemungkinan 40% untuk menjadi kelebihan berat badan. Jika kedua orang tuanya obes, kemudian meningkat sampai 70%. Perlu diketahui bahwa anak yang pendek pun dapat mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. (2) IMT Dewasa Laporan FAO/WHO/UNU tahun (1985), menyatakan bahwa batasan berat badan normal orang dewasa ditemukan berdasarkan nilai body mass indeks (BMI). Di Indonesia istilah body mass indeks diterjemahkan menjadi 48 indeks masa tubuh (IMT). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang (Adisty, 2012). Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut : Berat Badan (kg) IMT = [Tinggi badan (m)]2 Untuk kepentingan Indonesia, ambang batas dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang. Akhirnya diambil kesimpulan ambang batas IMT untuk Indonesia adalah seperti : Tabel 2.6 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia Kurus Normal Gemuk Kategori Kekurangan BB tingkat berat Kekurangan BB tingkat ringan Kelebihan BB tingkat ringan Kelebihan BB tingkat berat IMT < 17,0 17,0 – 18,5 18,5 – 25,0 25,0 – 27,0 >27,0 (Sumber : Depkes, 1994. Pedoman praktis pemantauan status gizi orang dewasa, Jakarta. Hlm.4 dalam Buku Asuhan Gizi oleh Adisty Cynthia Anggraeni, S.Gz.,2012 Hlm.17). i. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Kategori dan ambang batas status gizi anak adalah sebagaimana terdapat pada tabel di bawah ini: 49 Tabel 2.7 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) Anak Umur 0–60 Bulan Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Anak Umur 0–60 Bulan Berat Badan menurut Panjang Badan (BB/PB) atau Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) Anak Umur 0-60 Bulan Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U) Anak Umur 0–60 Bulan Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) Anak Umur 5–18 Tahun Kategori Status Gizi Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih Sangat Pendek Pendek Normal Ambang Batas (Z-Score) <-3 SD -3 SD sampai dengan <-2 SD -2 SD sampai dengan 2 SD >2 SD <-3 SD -3 SD sampai dengan <-2 SD -2 SD sampai dengan 2 SD Tinggi >2 SD Sangat Kurus Kurus Normal <-3 SD -3 SD sampai dengan <-2 SD -2 SD sampai dengan 2 SD Gemuk >2 SD Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas <-3 SD -3 SD sampai dengan <-2 SD -2 SD sampai dengan 2 SD >2 SD <-3 SD -3 SD sampai dengan <-2 SD -2 SD sampai dengan 1 SD >1 SD sampai dengan 2 SD >2 SD Sumber : Kemenkes RI 2010 Tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak 4. Faktor Umur Menurut Wikipedia (2012), umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Menurut kelompok umur sebagian besar kasus campak menyerang anak‐anak usia pra sekolah usia SD. Selama periode 4 tahun, kasus campak lebih banyak terjadi pada kelompok umur 5‐9 tahun (3.591 kasus) sedangkan pada kelompok umur 1‐4 tahun (3.383 kasus). Banyaknya kasus campak pada kelompok umur ≥5 tahun disebabkan karena telah terjadi akumulasi kelompok rentan terkena campak dari tahun ke tahun. Campak dinyatakan sebagai KLB apabila 50 terdapat 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 4 minggu berturut-turut yang terjadi mengelompok dan dibuktikan adanya hubungan epidemiologis (Dirjen P2PL, 2015). Tujuan program imunisasi campak adalah untuk melindungi anak yang masih muda dari infeksi campak yang berat, dapat memberikan imunitas jangka panjang serta mencegah penularan penyakit lebih luas. Umur optimum untuk mendapat imunisasi tergantung situasi epidemiologi penyakit campak di suatu Negara serta pertimbangan program. Umur anak saat mendapat imunisasi sangat bervariasi dari 6-15 bulan namun ini masih menjadi masalah untuk didiskusikan. Serokonversi yang terjadi ditentukan oleh antibodi maternal spesifik terhadap virus campak pada tubuh. Oleh karena itu disarankan umur optimal agar terjadi serokonversi dan kemungkinan mendapat penyakit campak sebelum umur tersebut menurut Setiawan (2008) dalam Mariati (2012). 5. Riwayat Kontak Agent penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara (yang juga komponen lingkungan). Berbagai agent penyakit yang baru maupun lama dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok besar yaitu: (1) Mikroba : virus, amuba, jamur, bakteri, parasit dan lain-lain. (2) Kelompok fisik : kekuatan radiasi, energy kebisingan dan kekuatan cahaya. (3) Kelompok bahan kimia toksik : pestisida, merkuri, kadmiun, CO, 51 H2S dan lain-lain. Riwayat alamiah penyakit campak diantaranya yaitu riwayat kontak, adanya interaksi antara orang yang beresiko terkena campak (host) seperti anak di bawah 5 tahun, orang yang terganggu sistem kekebalannya, penderita kurang gizi dan kurang vitamin A serta ibu hamil dengan virus rubeola (agent) kemudian dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang kurang baik. Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel dan berbiak pada epitel nasofaring. 3 hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang pertama. 6. Faktor – Faktor Kejadian Campak Beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian campak menurut Ahmadi & Suardiyasa (2008) dalam Mariati (2012) diantaranya : a. Status Imunisasi Anak yang belum pernah mendapat imunisasi campak merupakan faktor resiko terjadinya campak. Sekitar 30.000 anak Indonesia meninggal tiap tahun karena komplikasi campak artinya 1 anak meninggal tiap 20 menit karena setiap tahun lebih dari 1 juta anak Indonesia yang belum diimunisasi campak menurut Depkes (2009) dalam Mariati (2012). Menurut Data Riset Kesehatan Dasar (2013) “Menyebutkan beberapa alasan anak tidak diimunisasi antara lain karena takut anaknya panas, keluarga tidak mengizinkan, tempat imunisasi jauh, 52 kesibukan orang tua, seringnya anak sakit, dan tidak tahu tempat imunisasi, ujar Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K), pada pembukaan kegiatan Workshop Peningkatan Kesehatan Ibu dan Imunisasi di Jakarta” (dalam Kemenkes, 2015). Sudah terbukti bahwa program imunisasi dapat memperbaiki kehidupan anak-anak di negara berkembang. Daerah yang prevalensi penyakit campak masih tinggi, imunisasi campak dilakukan secara rutin pada umur 9 bulan. Daerah yang jarang penyakit campak, dilakukan pemberian imunisasi umur 12-15 bulan menurut Setiawan (2008) dalam Mariati (2012). b. Status Gizi Status gizi rendah sampai dengan gizi buruk merupakan faktor resiko terjadinya campak. Campak berat kemungkinan terjadi diantara anak-anak kurang gizi, terutama mereka yang kurang vitamin A, atau yang sistem kekebalan tubuhnya telah dilemahkan oleh HIV/AIDS atau penyakit lain. Komplikasi yang paling serius termasuk kebutaan, ensefalitis (infeksi yang menyebabkan pembengkakan otak), diare berat dan dehidrasi terkait, dan infeksi pernafasan parah seperti pneumonia. Penyebaran kasus campak erat sekali dengan perilaku, keadaan lingkungan, pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan, status gizi, keadaan cakupan imunisasi campak. Anak-anak yang malnutrisi bila terkena penyakit campak akan menjadi lebih beresiko dan dapat menimbulkan kematian dibandingkan dengan anak-anak yang gizinya baik (WHO, 2014). 53 c. Faktor Umur Menurut kelompok umur sebagian besar kasus campak menyerang anak‐anak usia pra sekolah usia SD. Selama periode 4 tahun, kasus campak lebih banyak terjadi pada kelompok umur 5‐9 tahun (3.591 kasus) sedangkan pada kelompok umur 1‐4 tahun (3.383 kasus). Banyaknya kasus campak pada kelompok umur ≥5 tahun disebabkan karena telah terjadi akumulasi kelompok rentan terkena campak dari tahun ke tahun. Campak dinyatakan sebagai KLB apabila terdapat 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 4 minggu berturut-turut yang terjadi mengelompok dan dibuktikan adanya hubungan epidemiologis (Dirjen P2PL, 2015). Tujuan program imunisasi campak adalah untuk melindungi anak yang masih muda dari infeksi campak yang berat, dapat memberikan imunitas jangka panjang serta mencegah penularan penyakit lebih luas. Umur optimum untuk mendapat imunisasi tergantung situasi epidemiologi penyakit campak di suatu negara serta pertimbangan program. Umur anak saat mendapat imunisasi sangat bervariasi dari 6-15 bulan namun ini masih menjadi masalah untuk didiskusikan. Serokonversi yang terjadi ditentukan oleh antibodi maternal spesifik terhadap virus campak pada tubuh. Oleh karena itu disarankan umur optimal agar terjadi serokonversi dan kemungkinan mendapat penyakit campak sebelum umur tersebut menurut Setiawan (2008) dalam Mariati (2012). 54 d. Riwayat Kontak Riwayat alamiah penyakit campak diantaranya yaitu riwayat kontak, adanya interaksi antara orang yang beresiko terkena campak (host) seperti anak di bawah 5 tahun, orang yang terganggu sistem kekebalannya, penderita kurang gizi dan kurang vitamin A serta ibu hamil dengan virus rubeola (agent) kemudian dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang kurang baik. Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel dan berbiak pada epitel nasofaring. 3 hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang pertama. e. Jenis Kelamin Menurut Hungu, (2007) jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi. f. Belum Pernah Campak Campak lebih sering menimpa anak-anak berusia di bawah lima tahun. Tapi pada dasarnya semua orang bisa terinfeksi virus ini, terutama yang belum pernah terkena campak atau yang belum mendapat vaksinasi campak. 55 g. Vitamin A Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah sangat kecil, dan harus didapatkan dari luar tubuh, karena tidak dapat disintesa atau dibentuk oleh tubuh sendiri. Vitamin A termasuk jenis vitamin yang larut dalam lemak (retinol). Walaupun dalam jumlah sedikit vitamin A berfungsi untuk pemeliharaan kesehatan, oksidasi tubuh, penglihatan, perkembangan dan pertumbuhan sel, serta anti bodi (kekebalan tubuh). Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan rabun senja, kekeringan pada kornea mata, kekurangan nafsu makan (anoreksia), kulit menjadi kering dan kasar, terhambatnya pertumbuhan sel-sel tubuh dan mudah terkena infeksi virus seperti hal nya penyakit campak (Mitayani & Wiwi Sartika, 2010). Semua anak-anak di negara berkembang yang didiagnosis dengan campak harus menerima dua dosis suplemen vitamin A, diberikan 24 jam terpisah. Perawatan ini akan mengembalikan kadar vitamin A rendah selama campak yang terjadi bahkan pada anakanak bergizi baik dan dapat membantu mencegah kerusakan mata dan kebutaan. Suplemen vitamin A telah terbukti mengurangi jumlah kematian akibat campak sebesar 50% (WHO, 2015). 7. Solusi Mengatasi Penyakit dan Penawarnya Berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadist tentang solusi mengatasi penyakit dan penawarnya adalah sebagai berikut : 56 a) Al-Hadist Nabi Muhammad SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak menurunkan suatu penyakit kecuali menurunkan baginya penawar, diketahui oleh orang yang mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak mengetahuinya". b) Al-Qur’an Berikut ini firman Allah SWT., dalam Al-Qur’an yang menjelaskan tentang penawar (obat) bagi penyakit diantaranya, Qur’an surat AnNahl ayat 69 & Qur’an surat Ash-Shu’ara ayat 80-81 yang berbunyi : (a) Qur’an surat An-Nahl ayat 69 : ِ مُثَّ مكلِي ِمن مك ِّل الثَّمر ِ ِّات فَاسلم ِكي سبل رب ِك لملما ۚ ََيْمر مج ِم ْن ْ ْ َ َ مم ََ ِ ِ ِ ِ َّف أَلْ َوانمهم فِ ِيه ِش َفاءٌ لِل ِك ََليَة َ َّاِ ۚ إِ َّن ِِف َٰلَل ٌ اب ُممْتَل ٌ بمطموِنَا َشَر َّ لَِقوٍم يَتَ َف ]٩٦:٦١[ ك مرو َن ْ Artinya : “Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buahbuahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan”.(QS.An-Nahl : 69). (b) Qur’an surat Ash-Shu’ara ayat 80-81 : ِ ِمُثَّ مْيي ]٠٦:٦٩[ ني ِ ت فَ مهو يَ ْش ِف ] َوالَّ ِذي مُيِيتمِِن٠٦:٦٢[ ني ْ َوإِلَا َم ِر َ ضم Artinya : “dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali)” (QS. Ash-Shu’ara ayat 80-81). 57 B. Landasan Teori Penyakit campak sering terjadi pada anak usia ≥ 1 tahun sampai 15 tahun terutama pada anak yang tidak pernah mendapatkan imunisasi campak. Anak-anak yang tidak divaksinasi beresiko tertinggi campak dan komplikasinya termasuk kematian. Wanita hamil tidak divaksinasi juga berisiko. Setiap orang yang tidak kebal (yang belum divaksinasi atau divaksinasi tetapi tidak mengembangkan kekebalan) dapat terinfeksi (WHO, 2015). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian campak diantaranya status imunisasi, status gizi, faktor umur dan riwayat kontak menurut Ahmadi & Suardiyasa (2008) dalam Mariati (2012). Penjelasan dari faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : 1) Status Imunisasi Anak yang belum pernah mendapat imunisasi campak merupakan faktor resiko terjadinya campak. Sekitar 30.000 anak Indonesia meninggal tiap tahun karena komplikasi campak artinya 1 anak meninggal tiap 20 menit karena setiap tahun lebih dari 1 juta anak Indonesia yang belum diimunisasi campak menurut Depkes (2009) dalam Mariati (2012). Menurut Data Riset Kesehatan Dasar (2013) “Menyebutkan beberapa alasan anak tidak diimunisasi antara lain karena takut anaknya panas, keluarga tidak mengizinkan, tempat imunisasi jauh, kesibukan orang tua, seringnya anak sakit, dan tidak tahu tempat imunisasi, ujar Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K), pada pembukaan kegiatan Workshop Peningkatan Kesehatan Ibu dan Imunisasi di Jakarta” (dalam Kemenkes, 2015). 58 2) Status Gizi Status gizi rendah sampai dengan gizi buruk merupakan faktor resiko terjadinya campak dan dapat mengakibatkan kematian apabila terjadi komplikasi. Campak berat kemungkinan terjadi diantara anak-anak kurang gizi, terutama mereka yang kurang vitamin A, atau yang sistem kekebalan tubuhnya telah dilemahkan oleh HIV/AIDS atau penyakit lain. Komplikasi yang paling serius termasuk kebutaan, ensefalitis (infeksi yang menyebabkan pembengkakan otak), diare berat dan dehidrasi terkait, dan infeksi pernafasan parah seperti pneumonia (WHO, 2014). 3) Faktor Umur Menurut kelompok umur sebagian besar kasus campak menyerang anak‐anak usia pra sekolah usia SD. Selama periode 4 tahun, kasus campak lebih banyak terjadi pada kelompok umur 5‐9 tahun (3.591 kasus) sedangkan pada kelompok umur 1‐4 tahun (3.383 kasus). Banyaknya kasus campak pada kelompok umur ≥5 tahun disebabkan karena telah terjadi akumulasi kelompok rentan terkena campak dari tahun ke tahun. Campak dinyatakan sebagai KLB apabila terdapat 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 4 minggu berturut-turut yang terjadi mengelompok dan dibuktikan adanya hubungan epidemiologis (Dirjen P2PL, 2015). 4) Riwayat Kontak Riwayat alamiah penyakit campak diantaranya yaitu riwayat kontak, adanya interaksi antara orang yang beresiko terkena campak (host) seperti anak di bawah 5 tahun, orang yang terganggu sistem kekebalannya, penderita kurang gizi dan kurang vitamin A serta ibu hamil 59 dengan virus rubeola (agent) kemudian dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang kurang baik. Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel dan berbiak pada epitel nasofaring. 3 hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang pertama. C. Kerangka Teori Menurut Ahmadi & Suardiyasa (2008) dalam Mariati (2012) bahwa faktorfaktor kejadian campak meliputi : Agent : Virus Campak Host : Status Imunisasi Status Gizi Faktor Umur Riwayat Kontak Jenis Kelamin Belum Pernah Campak 7. Vitamin A 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kejadian Campak Environment : 1. Higyene Dan Sanitasi Yang Buruk 2. Kepadatan Hunia Dalam Ruangan Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : Ahmadi & Suardiyasa (2008) dalam Mariati (2012) Modifikasi 60 D. Kerangka Konsep Kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut : Agent : Virus Campak 1. 2. 3. 4. Host : Status Imunisasi Status Gizi Faktor Umur Riwayat Kontak Penderita Campak Environment : 1. Hygine dan Sanitasi yang Buruk 2. Kepadatan Hunian dalam Ruangan 5. Jenis Kelamin 6. Belum Pernah Campak 7. Vitamin A Gambar 2.2 Kerangka Konsep Sumber : Ahmadi & Suardiyasa (2008) dalam Mariati (2012) Modifikasi Keterangan : : Diteliti : Tidak Diteliti E. Hipotesis Penelitian Ada hubungan yang signifikan antara status imunisasi, status gizi, faktor umur dan riwayat kontak dengan kejadian campak di Puskesmas Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi & Suardiyasa. (2008) dalam Mariati. (2012) Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Campak. Anggraeni, Adisty Cynthia. (2012) Asuhan Gizi Nutritional Care Process, Yogyakarta : Graha Ilmu. Barus, N. (2010) BAB II Tinjauan Pustaka [internet] tersedia dalam repository.usu.ac.id/bitstream/123456789.../Chapter%2II.pdf [diakses Maret 2015]. Darmowandowo, W. & Parwati, S.B. (2012) Campak [internet] tersedia dalam http://www.pediatrik.com [diakses Maret 2015]. Depkes. (2015) Status Gizi Pengaruhi Kualitas Bangsa [internet] tersedia dalam www.depkes.go.id [diakses Maret 2015]. . (2014) Imunisasi Untuk Masa Depan Lebih Sehat [internet] tersedia dalam http://www.depkes.go.id [diakses Maret 2015]. . (2014) Lindungi Ibu dan Bayi Dengan Imunisasi [internet] tersedia dalam http://www.depkes.go.id [diakses Maret 2015]. . (2014) Pekan Imunisasi Dunia 2014 Imunisasi Untuk Masa Depan yang Sehat [internet] tersedia dalam http://www.depkes.go.id [diakses Maret 2015]. . (2013) Imunisasi Murah dan Efektif Melindungi Anak Indonesia dari Wabah Kematian atau Kecacatan [internet] tersedia dalam http://www.depkes.go.id [diakses Maret 2015]. . (2010) Imunisasi Efektif Menekan Angka Kesakitan dan Kematian Bayi [internet] tersedia dalam http://www.depkes.go.id [diakses Maret 2015]. Dinkes Jawa Barat. (2012) Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2012. . (2013) Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2013. Dinkes Kabupaten Ciamis. (2015) Daftar Kasus Campak Dari Tahun 2012-2014 . (2015) Format Laporan Hasil Imunisasi Rutin Bayi Dari Tahun 2012-2014. . (2015) Profil Kesehatan Kabupaten Ciamis 2014. Ditjen P2PL. (2012) Program Imunisasi Campak 2011. . (2015) Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan April 2015 H.S, Ronald. (2011) Pedoman & Perawatan Balita Agar Tumbuh Sehat dan Cerdas, Bandung : CV Nuansa Aulia. Hadinegoro, S. (2005) Pedoman Imunisasi Di Indonesia. Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia. IDAI. (2010) Pedoman Pelayanan Medis (2010). Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. . (2014) Jadwal Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia 2014 [internet] tersedia dalam http://idai.or.id [diakses April 2015]. Infodatin. (2014) Situasi dan Analisis Imunisasi 2014. Jakarta Selatan : Kementerian Kesehatan RI. International Child Health. (2012) Campak [internet] http://www.ichrc.org/67-campak [diakses April 2015]. tersedia dalam . (2012) Penilaian Status Gizi [internet] tersedia dalam http://www.ichrc.org/lampiran-5-melakukan-penilaian-status-gizianak [diakses Maret 2015]. Kemenkes, RI. (2007) Profil Departemen Kesehatan Indonesia 2007. . 2013) Profil Kesehatan Indonesia 2012. . (2014) Profil Kesehatan Indonesia 2013. . (2014) Data Riset Kesehatan Dasar 2013. Mariati. (2012) Hubungan Status Imunisasi Dan Ketepatan Imunisasi Campak Dengan Kejadian Campak Di Kabupaten Banyumas. Tesis, Universitas Gadjah Mada. Meilani. (2013) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Campak Di Puskesmas Purwosari Kabupaten Kudus. Jurnal Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat, STIKes Cendekia Utama Kudus. Mitayani & Sartika, Wiwi. (2010) Buku Saku Ilmu Gizi, Jakarta Timur : Trans Info Media. Notoatmodjo, S. (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nurmalasari, S. N. (2011) Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Cigalontang Kabupaten Tasikmalaya. Skripsi, STIKes Muhammadiyah Ciamis. Riskesdas. (2013) Laporan dan Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013. . (2013) Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013. Sefrina, Andin & Purnama Suhendri, Cahya. (2010) Mengenal, Mencegah, Menangani Berbagai Penyakit Berbahaya Bayi & Balita. Jakarta : Dunia Sehat. Setyaningrum. (2013) Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Campak Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali. Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta [internet] tersedia dalam http://eprints.ums.ac.id/27255/ [diakses Maret 2015]. Siti Mulyani, Nina & Rinawati, Mega. (2013) Imunisasi Untuk Anak. Yogyakarta : Nuha Medika. Suyanto. (2011) Metodologi dan Aplikasi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta : Nuha Medika. Wikipedia. (2013). Studi Kasus Kontrol [internet] tersedia dalam http://id.m.wikipedia.org/wiki/Penelitian_kasus-kontrol [diakses April 2015]. . (2015) Campak [internet] tersedia http://id.m.wikipedia.org/wiki/Campak [diakses April 2015]. dalam World Health Organization. (2015) Lembar Fakta Penyakit Menular [internet] tersedia dalam http://www.health.nsw.gov.au [diakses Maret 2015]. . (2015) Measles [internet] available from http://jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id [accessed March 2015]. . (2015) Measles [internet] tersedia dalam http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs286/en/ [accessed March 2015].