Perhitungan PDB Akan Masukkan Aspek Lingkungan 24-09-02 Jakarta, Kompas - Badan Pusat Statistik (BPS) akan mulai memperhitungkan degradasi lingkungan dalam perhitungan angka pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Dengan dimasukkannya parameter degradasi lingkungan tersebut, hampir dapat dipastikan akan terjadi penurunan angka PDB. Demikian disampaikan oleh Kepala BPS Soedarti Surbakti, dalam Workshop on Environmental and Economic Accounting di Jakarta, Senin (23/9). Dijelaskan, dalam waktu dekat, BPS akan segera mengumumkan dimasukkannya parameter degradasi lingkungan tersebut. "Sekarang masih dalam bentuk yang diperbaiki terus, environment accounting juga kan baru mulai tahun 1980-an," kata Kepala BPS. Degradasi lingkungan yang dimaksudkan Soedarti meliputi antara lain ED berkurangnya cadangan minyak bumi, polusi, dan kayu. Walau ada Soedarti Surbakti pembangunan yang di satu sisi meningkatkan GDP, dilihat secara jangka panjang polusi itu juga merugikan secara ekonomi. Polusi itu akan dimasukkan sebagai hal negatif pengurang pertumbuhan. Dalam kesempatan yang berbeda Deputi Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Dedy Masykur Riyadi mengatakan, selama ini, Indonesia lupa memasukkan biaya lingkungan dalam menghitung manfaat ekonomi. "Hitungan manfaat ekonomi kan harus memperhitungkan biaya lingkungan yang diakibatkan oleh polusi dan biaya yang diperlukan untuk memperbaiki lingkungan yang rusak akibat areal tersebut dimanfaatkan untuk ekonomi," ujar Dedy. Contoh mengenai aspek penanganan lingkungan dalam perhitungan ekonomi, ujar Dedy, seperti rusaknya sumber daya air. Kondisi tersebut sudah terlihat sekarang ini di mana masyarakat Indonesia harus membeli air minum di dalam botol. "Contohnya, dengan green PDB (PDB yang sudah memperhitungkan aspek lingkungan-Red), kita perhitungkan banyak sekali kerusakan yang terkait dengan sumber daya air," kata Dedy. Ia mengatakan, selama ini sudah ada perhitungan berkenaan dengan degradasi lingkungan. Namun, belum ada konsistensi dalam menghitung biaya yang sebenarnya besar akibat pembangunan. Regulasi berkenaan dengan eksploitasi selama ini juga tidak berhubungan dengan kemampuan alam. "Lebih pada demand (permintaan)-nya berapa, kalau kita bisa jual, kita jual saja," kata Dedy mencontohkan penjualan pasir laut. Diharapkan, daerah-daerah tingkat satu dan dua juga menerapkan prinsip adanya biaya lingkungan dalam pemanfaatan alam, agar pembangunan bisa berkelanjutan. Hal tersebut merupakan aspek yang harus diperhitungkan daerah yang selama ini hanya memandang alam sebagai lahan eksploitasi untuk meraih Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebanyak-banyaknya. (EDN)