Pengantar Logika Oleh Dr. Elihu Carranza Terjemamahan Ma Kuru, Dhan, & Roni i DAFTAR ISI DAFTAR ISI II PRAKATA PENTERJEMAH V KATA PENGANTAR VERSI BAHASA INGGRIS VI BAB 1 DEFINISI 1 HUKUM-­‐HUKUM LOGIKA PROPOSISI PREMIS DAN KESIMPULAN KESIMPULAN TAK TERHINDARKAN ARGUMEN KATA-­‐KATA INDIKATOR VALIDITAS RINGKASAN ULASAN LATIHAN 1.1 BENAR/SALAH TERKAIT DEFINISI LATIHAN 1.2 DEFINISI YANG TEPAT KUNCI JAWABAN BAB I 1 3 4 5 6 6 7 1 2 3 4 6 BAB 2 PROPOSISI 8 KEEMPAT BENTUK SIFAT-­‐SIFAT FORMAL DARI BENTUK-­‐BENTUK PROPOSISI PROPOSISI NON-­‐BAKU PROPOSISI EKSKLUSIF DAN PENGECUALIAN/EKSEPTIF PROPOSISI YANG MENGGUNAKAN NAMA DIRI SUBYEK LOGIS VERSUS SUBYEK TATA BAHASA RINGKASAN ULASAN LATIHAN 2.1 EMPAT BENTUK LATIHAN 2.2 MENTERJEMAHKAN JADI BENTUK STANDAR KUNCI JAWABAN BAB 2 8 10 12 13 13 14 16 17 18 19 21 BAB 3 KESIMPULAN LANGSUNG 24 PENARIKAN KESIMPULAN YANG VALID BUJURSANGKAR OPOSISI PENARIKAN KESIMPULAN TIDAK VALID PENARIKAN KESIMPULAN LANGSUNG LAINNYA TIGA PENARIKAN KESIMPULAN LANGSUNG TAMBAHAN (15-­‐17) RINGKASAN ULASAN LATIHAN 3.1 PENARIKAN KESIMPULAN LANGSUNG 24 27 34 36 41 43 44 45 ii LATIHAN 3.2: VALIDITAS PENARIKAN KESIMPULAN LANGSUNG LATIHAN 3.3: PENARIKAN KESIMPULAN LANGSUNG TAMBAHAN KUNCI JAWABAN BAB 3 46 47 48 BAB 4 SILOGISME 50 UNSUR DASAR TERM-­‐TERM DALAM SILOGISME MOOD SILOGISME FIGUR SILOGISME KERANGKA SILOGISME VALIDITAS SILOGISME LIMA ATURAN METODE DEDUKSI NAMA-­‐NAMA KERANGKA DIAGRAM VENN SILOGISME NON-­‐BAKU RINGKASAN ULASAN LATIHAN 4.1: DEFINISI ISTILAH DALAM SILOGISME BAKU LATIHAN 4.2: SILOGISME LATIHAN 4.3 DEFINISI DEDUKSI KUNCI JAWABAN BAB 4 50 51 51 52 53 53 54 55 59 63 68 74 76 77 78 79 81 BAB 5. BENTUK-­‐BENTUK ARGUMEN LAIN 85 MODUS PONENS MODUS TOLLENS SESAT PIKIR FORMAL SILOGISME HIPOTETIK TRANSITIF SILOGISME HIPOTETIK DISJUNGTIF DILEMMA KONJUNGSI DAN DISJUNGSI IMPLIKASI DAN KONJUNGSI IMPLIKASI DAN DISJUNGSI RINGKASAN ULASAN LATIHAN 5.1 BENTUK-­‐BENTUK ARGUMEN LAIN LATIHAN 5.2 ARGUMEN DAN DEFINISI KUNCI JAWABAN BAB 5 85 86 87 88 89 90 93 94 95 97 98 99 100 102 BAB 6 ANALISA TABEL KEBENARAN 104 TABEL KEBENARAN PERANGKAI LOGIS PENYUSUNAN TABEL KEBENARAN PENYIMBOLAN IMPLIKASI BERBAGAI KESULITAN PENYIMBOLAN LAINNYA 104 104 106 110 111 iii DUA CONTOH PEMBAHASAN ULANG MODUS PONENS PEMBAHASAN ULANG SESAT PIKIR MENEGASKAN KONSEKUEN RINGKASAN ULASAN LATIHAN 6.1 TABEL KEBENARAN – FUNGSI LATIHAN 6.2: CONTOH TABEL KEBENARAN KUNCI JAWABAN BAB 6 112 115 116 118 119 120 121 123 BAB 7 SESAT PIKIR INFORMAL 127 DEFINISI: SESAT PIKIR KLASIFIKASI SESAT PIKIR SESAT PIKIR BENTUK/FORMAL SESAT PIKIR INFORMAL SESAT PIKIR RELEVANSI SESAT PIKIR AMBIGUITAS MENGHINDARI SESAT PIKIR INFORMAL DEFINISI RINGKASAN ULASAN LATIHAN 7.1 PERNYATAAN-­‐PERNYATAAN BENAR/SALAH LATIHAN 7.2 DEFINISI SESAT PIKIR LATIHAN 7.3 DEFINISI-­‐DEFINISI KUNCI JAWABAN BAB 7 127 127 128 128 129 133 134 136 141 142 143 144 146 148 BAB 8 DAFTAR ISTILAH 151 KUTIPAN PERNYATAN TOKOH KRISTEN TENTANG PENTINGNYA LOGIKA 157 TENTANG PENULIS 161 iv PRAKATA PENTERJEMAH Kami sangat bersyukur bahwa di tengah-­‐tengah kesibukan tugas masing-­‐masing kami yang terlibat dalam penterjemahan buku ini, akhirnya buku ini selesai juga walaupun harus dalam waktu yang cukup lama yaitu kurang lebih 9 bulan. Ucapan terima kasih kami haturkan kepada Dr. Elihu Carranza yang memberikan ijin untuk menterjemahkan buku karyanya ke dalam bahasa Indonesia, tanpa memungut biaya sedikitpun. Kami bersyukur atas orang-­‐orang yang tidak secara langsung mendorong kami menterjemahkan buku ini. Pertama, teman-­‐teman di Facebook yang tidak terlalu mementingkan logika tetapi tidak pernah kunjung bisa menunjukkan bahwa logika tidak penting (tanpa menggunakan logika). Kedua, teman-­‐teman Facebook yang mungkin tidak mengatakan apa-­‐apa tentang logika tetapi secara diam-­‐diam menghargai logika dengan cara menerapkannya dalam diskusi. Ketiga, teman-­‐ teman Facebook yang menunjukkan keinginan untuk belajar logika tetapi karena satu dan lain hal tidak kunjung punya waktu untuk belajar logika. Keempat, teman-­‐teman yang menunjukkan keseriusan dalam mempelajari logika dan sebisa mungkin mempelajari logika. Kelima, Semua teman (baik di Facebook maupun dalam pergaulan sehari-­‐hari di dunia non-­‐maya) yang memberikan dorongan secara verbal kepada kami untuk terus melakukan sesuatu terkait pembelajaran logika. Buku ini merupakan sebuah pengantar untuk mempelajari logika yang menyajikan cukup banyak informasi mendasar tentang logika dengan cara yang mudah dipahami. Walaupun demikian, diperlukan keseksamaan dalam mempelajari buku ini. Anda harus memperhatikan secara seksama setiap kata yang digunakan. Membaca buku ini secara sambil lalu tidak akan membawa manfaat -­‐ kecuali anda seorang jenius, atau orang yang sudah mempelajari logika sebelumnya.. Akhirnya kiranya buku ini membawa kemuliaan bagi Nama Tuhan Kupang, November 2014 Penterjemah Ma Kuru, Dhan, dan Rony v KATA PENGANTAR VERSI BAHASA INGGRIS Hal yang dibahas buku ini adalah Logika. Tujuannya adalah untuk mempelajari tentang penarikan kesimpulan yang tidak terhindarkan dalam penalaran deduktif dan argumen yang valid. Dalam buku ini akan dibahas juga tentang penarikan kesimpulan yang tidak valid dan argumen yang tidak valid. Pengantar ini dibagi menjadi tujuh Bab. Bab 1 mendefinisikan peristilahan (terminology) dasar yang memungkinkan pembaca memulai pembelajaran. Bab 2 memberi gambaran tentang bentuk proposisi baku/standar, ciri-­‐ciri formalnya, dan metode untuk menterjemahkan proposisi non baku/non standar menjadi proposisi baku/standar. Bab 3 membahas tentang penarikan kesimpulan langsung. Bab 4 mempelajari Silogisme dengan memberikan gambaran tentang unsur-­‐unsurnya, mood dan figur yang valid, serta metode menentukan validitas. Bab 5 memperkenalkan pembaca kepada bentuk-­‐bentuk argumen yang valid dan dua sesat pikir formal yang penting. Bab 6 membahas tentang analisa Tabel Kebenaran dari sebuah argumen panjang. Bab terakhir, Bab 7, membahas tentang sesat pikir informal dan klasifikasinya serta pentingnya definisi yang ketat untuk menghindari sesat pikir informal. Setiap bab akan diakhiri dengan pertanyaan untuk meninjau kembali bahan yang telah dibahas pada setiap bab (Ulasan) dan Latihan. Jawaban untuk masing-­‐ masing latihan tersedia pada bagian lampiran1. Pada bagian akhir terdapat pula daftar istilah yang berfungsi sebagai indeks. Pembaca diharapkan akan lebih memperdalam lagi pembelajaran logika dengan mempelajari buku lain. Tulisan terbaik yang saya rekomendasikan adalah buku Gordon H. Clark berjudul Logic. Pengantar ini saya akhiri dengan mengulangi bagian penutup buku Gordon H. Clark dengan menggunakan kata-­‐kata saya sendiri: "Jika anda logis, anda tidak akan mungkin salah – kecuali anda memulai dengan premis yang salah. Logika tidak akan menjamin kebenaran premis, tetapi tanpa logika tidak mungkin ada diskursus yang bermakna." (HC ed., hal. 111, The Trinity Foundation, Unicoi, Tennessee 37692). 1 [Keterangan Penterjemah Dalam versi Bahasa Indonesia, jawaban ditempatkan setelah pertanyaan-­‐ pertanyaan} vi BAB 1 DEFINISI 1. Hukum-­‐Hukum Logika 6. Kata-­‐kata Indikator 2. Proposisi 7. Validitas 3. Premis dan Kesimpulan 8. Ringkasan 4. Kesimpulan Tak Terhindarkan 9. Ulasan 5. Argumen 10. Latihan HUKUM-­‐HUKUM LOGIKA Kadang-­‐kadang diajukan pertanyaan "Apakah logika itu?" dan jawaban standar yang dikemukakan biasanya dimulai dengan definisi logika yang berbunyi seperti, "Logika adalah ilmu tentang penarikan kesimpulan yang tidak terhindarkan (atau penalaran valid)." Pengantar ini akan menjelaskan jawaban tersebut secara rinci. Sebagai pembahasan awal, perlu ditekankan bahwa secara mendasar logika terkait dengan hukum-­‐hukum (aksioma-­‐aksioma dan prinsip-­‐ prinsip), proposisi, inferensi (penarikan kesimpulan), argumen, dan validitas argumen. Tentu saja terdapat lebih banyak lagi hal yang berhubungan logika, namun semua itu berada di luar jangkauan tulisan pengantar ini. Pertanyaan lain yang terkait akan mendapatkan penjelasan yang relevan seiring dengan berkembangnya pembahasan dalam buku ini. TIGA HUKUM LOGIKA Penarikan kesimpulan yang tidak terhindarkan dari premis, tunduk kepada tiga hukum logika yang juga disebut tiga hukum pemikiran. Hukum-­‐hukum ini bersifat universal, tidak terbantahkan, dan benar. Tanpa ketiga hukum ini, sulit (kalau tidak dapat dikatakan tidak mungkin) untuk membayangkan bagaimana segala sesuatu dapat dipahami. Ketiga hukum atau aksioma ini merupakan dasar bagi penarikan kesimpulan yang tidak terhindarkan karena tanpa ketiganya tidak ada penarikan kesimpulan yang tidak terhindarkan. Lebih jauh lagi, penarikan kesimpulan yang tidak terhindarkan dari premis-­‐premis, mengasumsikan hukum-­‐hukum logika sebagai sesuatu yang universal, tidak terbantahkan, dan benar. "Universal" artinya tanpa pengecualian. "Tidak terbantahkan" artinya setiap upaya membantah hukum-­‐hukum logika harus tunduk pada hukum-­‐hukum tersebut, dengan demikian membuktikan 1 keharusan hukum-­‐hukum tersebut bagi argumen. "Benar" artinya "tidak salah," karena didasarkan pada Logos Tuhan, sumber dan penentu seluruh kebenaran. Lebih lanjut, hukum-­‐hukum ada sebagai tritunggal, sehingga menolak yang yang satu akan menolak yang lain dan menerima yang satu akan menerima yang lain. Ketiga hukum ini menetapkan dan mengklarifikasi makna dari penarikan kesimpulan yang tidak terhindarkan bagi logika. Ketiga hukum tersebut akan dibahas secara ringkas di bawah ini untuk memberikan gambaran tentang pentingnya hukum-­‐hukum logika. HUKUM IDENTITAS Hukum identitas menyatakan bahwa kalau satu pernyataan benar, maka pernyataan itu benar; atau, setiap proposisi berimplikasi /berarti dirinya sendiri: a berimplikasi a. Mungkin kelihatannya hal ini kecil, tetapi seperti dicatat Gordon Clark, alangkah anehnya dunia jika hukum ini tidak berlaku, karena dunia ini akan menjadi dunia yang tidak memiliki konsep identitas atau kesamaan. HUKUM TIDAK ADA JALAN TENGAH Hukum Tidak Ada Jalan Tengah menyatakan bahwa segala sesuatu haruslah apa adanya atau tidak; atau segala sesuatu adalah a atau bukan-­‐a. Dengan kata lain, misalnya sebuah batu haruslah keras atau tidak keras; diam atau tidak diam. Namun bagaimana dengan penumpang pesawat yang berada dalam pesawat yang sedang terbang? Apakah dia sedang diam atau bergerak? Apakah dia sedang bergerak dan sekaligus diam pada saat yang sama? Apakah hukum ini telah dilanggar? Tidak sama sekali, karena tidak mungkin keduanya terjadi secara bersama pada saat dan tempat yang sama, atau dalam hubungan yang sama – dan untuk itu diperlukan sedikit refleksi. (Dalam contoh ini, si penumpang sedang diam dalam kaitan dengan pesawat, tetapi sedang bergerak dalam kaitan dengan bumi). HUKUM KONTRADIKSI Hukum kontradiksi (juga dikenal dengan hukum non-­‐kontradiksi) menyatakan bahwa tidak ada pernyataan yang benar dan salah sekaligus; atau a dan bukan-­‐a [sekaligus] adalah kontradiksi – dan selalu salah. Karena itu, tidak mungkin a dan bukan-­‐a sekaligus. Hukum ini menyatakan bahwa tidak ada sesuatu apapun yang dapat benar dan salah sekaligus pada saat yang sama dan tempat yang sama. Rumusan Aristoteles terhadap hukum ini menyatakan bahwa satu atribut tidak dapat dimiliki dan tidak dimiliki oleh satu subyek pada saat yang sama dan dalam hubungan yang sama: tidak mungkin a dan bukan-­‐a (sekaligus). Sekali lagi, setiap pernyataan dalam bentuk a dan bukan-­‐a pasti salah. Setiap pernyataan jamak yang memiliki struktur seperti itu pasti kontradiksi. 2 Sebagai contoh, pernyataan "Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus" (Roma 8:1) tidak mungkin sekaligus benar dan salah. Adalah sebuah kontradiksi dan kekonyolan untuk menyatakan bahwa pernyataan tersebut dan penyangkalan terhadapnya sama-­‐sama benar dan sama-­‐sama salah pada saat yang sama dengan hubungan yang sama. Hukum kontradiksi adalah hukum yang terutama karena mencakup kedua hukum lainnya. Formulasinya sebagai tidak mungkin a dan bukan a mengasumsikan Hukum Identitas sebagai benar karena proposisi "a” selalu berimplikasi (berarti) dirinya sendiri (a berimplikasi a). Sebagai sebuah pemisahan (disjungsi), hukum ini mengungkap Hukum Tiada Jalan Tengah yaitu a atau bukan-­‐a. Lebih lanjut, Hukum Kontradiksi adalah sesuatu yang tidak terelakkan bagi diskursus yang bermakna karena tanpa Hukum Kontradiksi maka pembedaan antara kebenaran dan kesalahan akan lenyap dan seiring dengan hilangnya pembedaan itu, maka makna juga lenyap. John Robbins menyatakan demikian: "Hukum kontradiksi memiliki makna yang lebih jauh dari pada itu. Hukum ini berarti bahwa setiap kata dalam kalimat “Garis itu adalah garis lurus” memiliki arti spesifik. Kata itu tidak berarti semua, atau bukan. Kata garis tidak berarti anjing, bakung, atau donat. Kata adalah tidak berarti bukan. Kata lurus tidak berarti putih, atau kata lain. Setiap kata memiliki arti khusus. Agar memiliki arti khusus, maka satu kata bukan hanya harus memiliki arti tertentu tetapi juga harus tidak memiliki arti yang lain. Kata garis berarti garis, tetapi tidak berarti bukan garis – seperti anjing, matahari terbit, atau Yerusalem, misalnya. Jika kata garis bisa berarti apa saja, maka kata itu tidak bermakna apa-­‐apa. Tidak ada seorangpun yang mempunyai gambaran apapun di benaknya ketika mendengar kata garis. Hukum kontradiksi berarti bahwa agar sebuah kata memiliki makna, maka kata itu tidak boleh memiliki arti yang lain [saat digunakan]." (John W. Robbins. "Why Study Logic," Trinity Review, Jul/Aug 1985, No. 44). Dengan demikian, hukum-­‐hukum ini dipahami sebagai sesuatu yang berlaku bukan hanya pada term-­‐term yang tidak ambigu dalam proposisi-­‐proposisi sebuah argumen, tetapi juga berlaku pada kata-­‐kata yang digunakan dalam diskursus/wacana yang bermakna. Tanpa Hukum Identitas maka kesamaan atau identitas akan lenyap; tanpa Hukum Tidak ada Jalan Tengah, kebingungan dimulai; dan tanpa Hukum Kontradiksi, kegilaan berkuasa penuh. Tanpa ketiganya tidak mungkin ada diskursus/wacana yang dapat dipahami. PROPOSISI Logika terkait dengan proposisi. Sebuah proposisi adalah bentuk dari sekumpulan kata-­‐kata yang predikatnya diakui sebagai benar/berlaku atau diakui sebagai salah/tidak berlaku pada subyeknya. Lebih sederhana lagi, 3 proposisi adalah makna yang dinyatakan oleh sebuah kalimat pernyataan. (Gordon H. Clark. Logic, HC ed., hal. 131). Kalimat pernyataan bisa benar atau salah. ‘Benar’ dan ‘salah’ merupakan properti/ciri yang esensial bagi proposisi. Kalimat-­‐kalimat lain berupa kalimat perintah, kalimat tanya, atau nasehat tidak bisa diberi nilai salah atau benar. Namun jenis pertanyaan retoris sebenarnya dikemukakan sebagai sebuah proposisi sehingga dapat diberi nilai benar atau nilai salah. Ilustrasi tentang proposisi yang paling sering digunakan adalah kalimat dari berbagai bahasa yang [walaupun berbeda] tapi memiliki makna sama. Il pleut; Es regnet; Esta lluviendo memiliki makna yang sama yaitu: Saat ini sedang hujan. Proposisi yang dinyatakan dalam kedua kalimat ini hanya satu dan memiliki satu satu makna: ( 1) Yesus mengatakan kepada Nikodemus "jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah." ( 2) Nikodemus diberitahu oleh Yesus "jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah." Pada kalimat kedua, walaupun subyek dan predikat bertukar posisi dan predikat ‘mengatakan’ diganti predikat ‘diberitahu,’ tetapi maknanya masih tetap sama. Jadi, secara sederhana sebuah proposisi merupakan makna dari sebuah kalimat pernyataan. PREMIS DAN KESIMPULAN Premis dan kesimpulan argumen haruslah kalimat yang dapat dikemukakan sebagai kalimat pernyataan, yaitu proposisi. Dalam argumen yang menggunakan bahasa sehari-­‐hari, tidak selalu jelas proposisi mana yang merupakan premis dan yang merupakan kesimpulan karena kadang-­‐kadang kesimpulannya tidak diungkapan. Kalaupun kesimpulannya dinyatakan secara eksplisit, posisinya tidak selalu berada pada bagian akhir dari rangkaian proposisi. Kadang-­‐kadang kesimpulan berada di bagian awal atau pertengahan. Sebagai contoh mari kita gunakan argumen terkenal tentang Sokrates, manusia, dan makhluk fana, yang kesimpulannya dinyatakan di awal, pertengahan, atau akhir argumen. Pertama, kesimpulan pada awal: “Tidak terelakkan bahwa Sokrates adalah makhluk fana karena semua manusia adalah makhluk fana dan Sokrates adalah manusia.” 4 Kedua, kesimpulan di tengah: “Semua manusia adalah makhluk fana, jadi Sokrates adalah makhluk fana, karena dia adalah manusia.” Ketiga, kesimpulan di bagian akhir: "Sokrates adalah makhluk fana" ditempatkan setelah dua pernyataan sebelumnya yang berfungsi sebagai premis. Strategi yang baik bagi seorang pemula untuk mengidentifikasi bagian-­‐bagian dari argumen adalah dengan pertama-­‐tama mengidentifikasi mana kesimpulan dari argumen yang dikemukakan lalu kemudian mengidentifikasi premis yang digunakan untuk mendukung kesimpulan tersebut. KESIMPULAN TAK TERHINDARKAN Dalam logika, ketika kita berbicara tentang penarikan kesimpulan, yang dimaksud bukanlah perkiraan atau dugaan, seberapapun canggihnya dugaan atau perkiraan tersebut. Penarikan kesimpulan berarti derivasi (penurunan) konsekuensi logis dari premis sebuah argumen. Sebuah penarikan kesimpulan disebut penarikan kesimpulan tak terhindarkan apabila secara logis dan ketat kesimpulan yang ditarik tersebut diharuskan oleh premis. Dengan kata lain, jika secara logis premis memiliki implikasi kesimpulan tertentu, maka penarikan kesimpulan dari premis tersebut merupakan penarikan kesimpulan yang tidak terhindarkan. Terdapat banyak contoh yang dapat dikemukakan, namun agar tidak menyulitkan, mari kita mencoba sedikit belajar geografi: Jika Kanada berada di Utara Amerika Serikat, dan Amerika Serikat berada di Utara Mexico, maka secara logis dan ketat, tidak terhindarkan bahwa Kanada berada di Utara Mexico. Dengan kata lain pernyataan "Kanada berada di Utara Mexico" merupakan kesimpulan tidak terhindarkan yang diderivasi/diturunkan dari premis. Untuk memahami bahwa bentuk argumenlah yang penting dan bahwa referensi geografi tidaklah terlalu penting, maka kita akan mencoba mengganti Kanada dengan A, Amerika Serikat dengan B, dan Mexico dengan C. Kesimpulan "A berada di sebelah Utara C" secara tidak terhindarkan dapat disimpulkan dari pernyataan: (1) A berada di sebelah Utara B, dan (2) B berada di sebelah Utara C. Kesimpulan tersebut merupakan kesimpulan tak terhindarkan atau konsekuensi tak terhindarkan dari dua pernyataan lain. 5 ARGUMEN Sebagai upaya awal memahami argumen, kita dapat mendefinisikannya sebagai serangkaian proposisi saling terkait yang mendukung proposisi atau lain. Proposisi yang diajukan untuk mendukung proposisi tertentu disebut premis. Proposisi yang dinyatakan mengikuti atau diharuskan oleh premis disebut kesimpulan argumen. Formulasi yang lebih sederhana adalah: sebuah argumen merupakan serangkaian premis yang mendukung sebuah kesimpulan. Namun demikian, oleh karena frasa ‘yang mendukung’ bersifat kiasan, maka mungkin frasa tersebut sedikit bermasalah. Tentu saja ada hubungan antara premis dan kesimpulan dalam sebuah argumen. Namun hubungan yang kita bicarakan adalah hubungan logis. Dengan demikian, formulasi yang lebih baik dari definisi argumen adalah: sebuah argumen terdiri dari proposisi-­‐proposisi (premis) yang darinya proposisi lain (yang disebut kesimpulan) dapat ditarik/diturunkan atau dideduksi sebagai sebuah konsekuensi tak terhindarkan. Pernyataan atau proposisi yang saling terkait tersebut merupakan alasan yang dikemukakan untuk menegakkan sebuah kesimpulan atau posisi. Kesimpulan yang dimaksud adalah sesuatu yang sudah terkandung (secara implisit) dalam premis dan dideduksi dari premis semata. Karena itu, kesimpulan tidak terhindarkan yang kita bahas adalah kesimpulan deduktif, karena kesimpulannya dideduksi dari premis. Sebagai tambahan terhadap contoh kita dari dunia geografi, berikut ini adalah contoh deduksi sederhana menggunakan aritmetika: jika 10 lebih besar daripada 5, dan 5 lebih besar daripada 1, lalu apa kesimpulan yang dapat kita deduksi tentang hubungan antara 10 dan 1? Pernyataan macam apa yang merupakan konsekuensi tidak terhindarkan dari kedua pernyataan tersebut? Pembaca seharusnya bukan hanya mampu mendeduksi proposisi matematis yang benar dari proposisi tersebut tetapi juga memahami bahwa konsekuensi tak terhindarkan dan kesimpulan deduktif yang valid merujuk kepada hal yang sama. Deduksi kesimpulan dari premis merupakan inti dari logika. KATA-­‐KATA INDIKATOR Pembaca yang jeli pasti akan mencatat bahwa dalam argumen-­‐argumen di atas terdapat frasa atau kata-­‐kata seperti "tidak terhindarkan bahwa," "karena," "dan," serta "jadi." Kata-­‐kata ini dikenal sebagai kata-­‐kata atau frasa-­‐frasa indikator. Kata-­‐kata atau frasa-­‐frasa ini memperkenalkan atau mengindikasikan adanya premis atau kesimpulan. Kita membedakan kata-­‐kata atau frasa-­‐frasa tersebut menjadi kata-­‐kata atau frasa-­‐frasa yang mengindikasikan atau 6 menggabungkan premis dan kata-­‐kata atau frasa-­‐frasa yang mengindikasikan kesimpulan. Kata-­‐kata yang mengindikasikan atau menggabungkan premis diberi nama indikator premis; sedangkan kata-­‐kata atau frasa-­‐frasa yang mengindikasikan kesimpulan disebut indikator kesimpulan. Di bawah ini adalah daftar ringkas beberapa kata indikator yang lazim digunakan: Indikator Premis Indikator Kesimpulan ... dan ... Jadi ... tetapi ... dengan demikian karena ... karena itu sebab ... oleh karena itu namun demikian... berarti bahwa dengan asumsi bahwa ... implikasinya adalah.. sejauh ... yang berarti bahwa karena itulah ... kita dapat simpulkan bahwa seperti terimplikasi dari ... sehingga…. VALIDITAS Di atas disebutkan tentang deduksi kesimpulan dari premis. Kalau seorang mengemukakan sebuah argumen tertentu, maka orang itu mungkin mengklaim bahwa kesimpulannya mengikuti atau diharuskan oleh beberapa premisnya. Orang lain mungkin bertanya apakah kesimpulan tersebut merupakan konsekuensi tak terhindarkan dari premis-­‐premis yang dikemukakan. Jika ternyata kesimpulan tersebut mengikuti premis secara tidak terhindarkan, maka yang dikemukakan adalah sebuah argumen yang valid. Namun demikian, validitas tidak memastikan kebenaran proposisi, tetapi menyatakan tak dapat dihindari bahwa kesimpulan tertentu merupakan akibat dari premis-­‐premis yang ada. Dengan kata lain, kita katakan: "premis sebuah argumen, tak dapat dihindarkan, berimplikasi pada kesimpulan argumen tersebut; karena itu argumen tersebut valid." Di pihak lain, jika klaim seorang akan adanya keharusan hubungan logis antara premis dan kesimpulan ternyata gagal, maka argumen tersebut dikatakan tidak valid. Setiap argumen deduktif bisa valid dan bisa tidak valid. Jika tidak valid maka argumen tak valid dan jika valid maka argumen valid. 7 Jika sebuah argumen deduktif valid, maka argumen tersebut bisa sound atau tidak sound. Jika semua proposisi argumen yang valid bernilai benar, maka argumen tersebut sound. Jika sebaliknya, maka tidak sound -­‐-­‐ walaupun valid. Sound dan tidak sound hanya merupakan kualitas argumen deduktif yang valid namun tidak berlaku untuk argumen yang tidak valid. 8 RINGKASAN Walaupun pertanyaan tentang bagaimana sebuah kesimpulan itu tidak terhindarkan masih belum sepenuhnya dijelaskan pada bab ini, namun kita sudah memahami cukup banyak yaitu: kesimpulan tidak terhindarkan tunduk kepada hukum-­‐hukum logika yaitu -­‐-­‐ hukum identitas (a berimplikasi a); hukum tidak ada jalan tengah (a atau bukan-­‐a); dan hukum non kontradiksi (tidak mungkin a dan bukan-­‐a ada bersama-­‐sama). Tanpa hukum-­‐hukum ini tidak ada kesimpulan yang tidak terhindarkan dan tidak ada hal yang dapat dipahami sama sekali. Logika sebagai studi sistematis terhadap kesimpulan yang tidak terhindarkan terkait dengan argumen. Argumen terdiri dari proposisi-­‐proposisi yaitu makna dari kalimat pernyataan. Proposisi bisa benar dan salah. Proposisi-­‐ proposisi tersebut berfungsi sebagai premis dan kesimpulan dalam argumen deduktif. Jika hubungan antara premis dan kesimpulan sebuah argumen menghasilkan kesimpulan yang tidak terhindarkan, maka argumen tersebut dikatakan valid. Jika setelah diteliti ternyata sebuah argumen gagal melewati ujian kesimpulan tak terhindarkan, maka argumen tersebut dikatakan tidak valid. Argumen deduktif bisa valid dan tidak valid. Jika valid maka argumen bisa sound dan tidak sound. Jika semua proposisi dalam sebuah argumen yang valid benar maka argumen tersebut sound. Sebaliknya kalau argumen tersebut valid tetapi ada proposisi yang tidak benar, maka argumen disebut tidak sound. Dalam bab-­‐bab berikut akan dibahas bagaimana menentukan sebuah kesimpulan merupakan kesimpulan tidak terhindarkan atau bagaimana sebuah argumen disebut argumen valid atau tidak valid. 1 ULASAN 1. Anda diminta untuk menjawab pertanyaan: "Apakah logika itu?" dalam satu atau dua paragraf. Mulailah jawaban tertulis anda dengan definisi: "Logika adalah...," kemudian jelaskan setiap term 1 dalam definiens (predikat definisi). 2. Apa saja ketiga hukum logika itu? Coba jelaskan arti pentingnya bagi kesimpulan tidak terhindarkan? Apakah kesimpulan tidak terhindarkan tunduk kepada hukum-­‐hukum logika? Jelaskan bagaimana tunduknya? 3. Coba uraikan dalam sebuah paragraf singkat mengapa kalimat "Jangan ada padamu ilah lain di hadapan-­‐Ku" tidak termasuk proposisi! Ubah formulasinya sehingga kalimat tersebut bisa menjadi proposisi. (Petunjuk: ubah kalimat tersebut menjadi kalimat pernyataan yang benar.) 4. Coba ilustrasikan kesimpulan deduktif. Bagaimana kesimpulan deduktif berbeda dari dugaan atau perkiraan? 5. Andaikan ada sebuah mobil yang gagal dihidupkan. Apakah yang dapat disimpulkan dari kejadian tersebut? Ataukah pertanyaan itu tidak tepat dan pertanyaan yang tepat sebenarnya adalah: apa yang dapat diduga dari kejadian tersebut? 1 Term merupakan istilah yang merujuk kepada subyek dan predikat dalam proposisi. 2 LATIHAN 1.1 BENAR/SALAH TERKAIT DEFINISI Perintah: mana dari pernyataan di bawah ini yang benar dan mana yang salah? Jika salah, bagaimana pernyataan tersebut dapat dirumuskan ulang menjadi pernyataan yang benar? No Pernyataan B/S 1 Logika adalah studi dan pengetahuan sistematis tentang kesimpulan tidak terhindarkan. 2 Logika kadang-­‐kadang tidak relevan dengan diskusi atau percakapan yang bermakna. 3 Hukum Identitas menyatakan bahwa sebuah pernyataan hanya bisa benar atau salah tetapi tidak bisa kedua-­‐duanya. 4 Hukum Tidak Ada Jalan Tengah menyatakan bahwa a atau bukan-­‐ a adalah benar. 5 Hukum kontradiksi menyatakan bahwa kalau a dan bukan-­‐a selalu salah. 6 “Jangan membunuh!” adalah contoh sebuah proposisi. 7 Proposisi adalah makna dari sebuah kalimat pernyataan. 8 Penarikan kesimpulan tidak terhindarkan dari sebuah premis merupakan persyaratan bagi validitas sebuah argumen. 9 Argumen deduktif terdiri dari premis-­‐premis yang diklaim menghasilkan kesimpulan yang dikatakan tidak terhindarkan secara logis. 10 Setiap argumen deduktif yang valid merupakan contoh argumen yang sound. 3 LATIHAN 1.2 DEFINISI YANG TEPAT Perintah: Isilah titik-­‐titik pada setiap baris di kolom bagian kanan masing-­‐ masing soal dengan huruf (dari daftar di bawah ini) yang mewakili jawaban yang paling tepat. Jika tidak ada jawaban yang tepat dalam daftar di bawah ini, pilihlah "L"/ Tidak ada jawaban yang tepat. A logika G tidak valid B hukum identitas H valid C proposisi I hukum kontradiksi D premis J tidak sound E sound K hukum tidak ada jalan tengah F kesimpulan tidak terhindarkan L tidak ada jawaban yang tepat No Pernyataan 1 ......merupakan ilmu tentang kesimpulan yang tidak terelakkan. 2 ......menyatakan bahwa sebuah proposisi berimplikasi dirinya atau a berimplikasi a. 3 ......menyatakan bahwa proposisi a dan bukan-­‐a pasti salah, kapanpun dan dimanapun. 4 Tanpa......semua percakapan dan diskusi yang bermakna akan lenyap. 5 ......merupakan hubungan logis antara premis dan kesimpulan dalam sebuah argumen yang valid. 6 "Jika X lebih besar daripada Y, dan Y lebih besar daripada Z; maka X lebih besar daripada Z." merupakan argumen...... 7 Yang mana dari ketiga hukum logika yang dikatakan Jawab selalu 4 No Pernyataan Jawab sebagai hukum yang utama karena melibatkan dua hukum lain? 8 Jika sebuah argumen valid digolongkan sebagai......maka sebagian proposisinya salah. 9 Dalam logika, argumen deduktif tidak dikatakan sebagai benar atau salah tetapi sebagai......atau...... 10 Sebuah argumen valid dikatakan sebagai......jika semua proposisinya benar. 11 Argumen valid bisa......atau...... 12 Hanya bisa a atau bukan-­‐a merupakan ungkapan dari...... 5 KUNCI JAWABAN BAB I LATIHAN 1.1 Nomor Jawaban 1 Benar 2 Salah 3 Salah 4 Benar 5 Benar 6 Salah 7 Benar 8 Benar 9 Benar 10 Salah LATIHAN 1.2 Nomor Jawaban 1 A logika 2 B hukum identitas 3 I (i) hukum kontradiksi 4 I (i) hukum kontradiksi 5 F penarikan kesimpulan tak terhindarkan 6 H Valid 7 I (i) hukum kontradiksi 8 J tidak sound 6 Nomor Jawaban 9 H, G valid, invalid 10 E sound 11 E, J sound, tidak sound 12 K hukum tidak ada jalan tengah 7 BAB 2 PROPOSISI 1. Keempat Bentuk 6. Kata-­‐kata Indikator 2. Sifat-­‐sifat Formal 7. Subyek Logis dan Tata Bahasa 3. Proposisi non baku 8. Ringkasan 4. Proposisi Eksklusif dan Pengecualian/Ekseptif 9. Ulasan 5. Proposisi dengan Nama Diri 10. Latihan Proposisi dibagi menjadi proposisi baku/standar dan proposisi tidak baku/non standar. Pertama-­‐tama kita akan membahas keempat bentuk proposisi baku, kemudian pada bagian akhir bab ini kita membahas proposisi tidak baku. Setiap bentuk proposisi baku terdiri dari satu subyek dan satu predikat. Dalam setiap bentuk tersebut, subyek dan predikat dihubungkan dengan kopula seperti, adalah dan merupakan1. Dengan demikian, proposisi sebuah penalaran silogistik terdiri dari kombinasi subyek-­‐kopula-­‐predikat dan hubungan kuantifikasi yang dibutuhkan berupa Semua, Tidak ada, Sejumlah 2 , atau Sejumlah......bukan....... Kalau a dan b merupakan subyek dan predikat, maka kriteria berikut menghasilkan keempat bentuk standar: (1) Semua a adalah b. (2) Tidak ada a yang adalah b. (3) Sejumlah a adalah b. (4) Sejumlah a adalah bukan b. KEEMPAT BENTUK Pemula mungkin akan terkejut karena penalaran silogistik hanya menggunakan empat jenis proposisi atau empat bentuk. Karena alasan ini, namun bukan alasan ini saja, maka kata bentuk memiliki arti penting tersendiri. Kata itu mengindikasikan bahwa dalam logika kita lebih memperhatikan bentuk daripada isi argumen. Berbagai bidang pengetahuan yang menggunakan argumen tidak ada kaitan dengan penentuan validitas atau invaliditas argumen 1 2 Dalam bahasa Indonesia terkadang tanpa kopula sama sekali, misalnya pada kalimat ‘Saya petani’. ‘Sejumlah’ juga dapat disebut ‘sebagian’ 8 itu sendiri. Sekali lagi: bentuk argumenlah yang harus dikenali untuk menentukan validitasnya. Bentuk (atau kerangka, atau rangka) dari sebuah argumen dijadikan eksplisit oleh bentuk proposisinya. BENTUK A Proposisi "Semua manusia adalah makhluk fana" menegaskan hubungan antara kelas/kelompok yang disebut manusia dan kelas/kelompok yang disebut makhluk fana. Lebih jelas lagi, bentuk ini mengatakan bahwa semua anggota kelas/kelompok manusia berada dalam kelas/kelompok makhluk fana. Bentuk dari proposisi seperti itu adalah Semua a adalah b, (a merupakan subyek dan b adalah predikat). Bentuk sebuah proposisi A dapat dinyatakan dengan lebih ringkas sebagai A(ab). Perlu dicatat bahwa dalam proposisi berbentuk A, semua subyek termasuk dalam predikat, tetapi bukan semua predikat masuk dalam subyek. Jadi dari proposisi "Semua manusia adalah makhluk fana" bukanlah hal yang tidak terhindarkan bahwa semua makhluk fana adalah manusia. Hewan misalnya juga merupakan makhluk fana dan menurut Alkitab hewan bukanlah manusia. (Untuk mempelajari diskusi mengenai definisi "semua" baca Logic tulisan Clark, HC ed., hal. 81-­‐83.) BENTUK E Proposisi "Tidak ada orang Kristen yang adalah ateis" menegaskan hubungan antara dua kelas/kelompok yaitu orang Kristen dan Ateis. Tidak ada anggota kelas/kelompok orang Kristen yang juga adalah anggota kelas/kelompok Ateis, demikian juga sebaliknya tidak ada orang Ateis yang adalah orang Kristen. Kelas-­‐ kelas/kelompok-­‐kelompok dalam proposisi E saling terpisah satu dengan yang lain. Bentuknya adalah Tidak ada a yang adalah b, atau E(ab), dimana a mewakili subyek dan b mewakili predikat. Dengan demikian, dalam proposisi E semua anggota satu kelas/kelompok tidak termasuk dalam kelas/kelompok lainnya demikian juga sebaliknya. BENTUK I Proposisi "Sejumlah orang Amerika adalah penganut Kalvinisme" menegaskan hubungan inklusif parsial/sebagian antara kelas/kelompok orang Amerika dengan kelas/kelompok penganut Kalvinisme. Bukan seluruh anggota kelas/kelompok subyek yang termasuk dalam kelas/kelompok predikat dan sebaliknya, seperti pada pernyataan bahwa hanya sejumlah anggota kelas/kelompok penganut Kalvinisme yang termasuk dalam kelas/kelompok orang Amerika. Bentuk proposisi I adalah Sejumlah a adalah b, atau I(ab), dimana seperti sebelumnya, a mewakili subyek, b mewakili predikat. Biasanya, sejumlah berarti beberapa; namun dalam logika kata ini juga bisa berarti sedikit atau malah satu. 9 BENTUK O Proposisi "Sejumlah manusia adalah bukan orang Kristen" menegaskan hubungan eksklusif parsial/sebagian antara dua kelas/kelompok, dalam hal ini kelas/kelompok manusia dan kelas/kelompok orang Kristen. Sejumlah manusia tidak termasuk kelas/kelompok orang Kristen. Bentuk proposisi O adalah Sejumlah a adalah bukan b, atau O(ab). Apakah kesimpulan bahwa sejumlah orang Kristen adalah bukan manusia tidak terhindarkan? Tentu saja tidak. Kebalikan dari proposisi O tidak diharuskan proposisi asli. Jadi ingat, tidak ada kebalikan dari proposisi O. Grafik berikut merupakan ringkasan dari diskusi tentang keempat bentuk di atas. Jangan bingung kalau huruf a dan b digunakan dalam semua bentuk, bahkan ketika proposisi-­‐proposisi tersebut berbicara tentang hal-­‐hal berbeda. Ingat bahwa huruf, a dan b mewakili subyek dan predikat apa saja. Kita dapat saja menggunakan x dan y atau pasangan huruf lain untuk menggantikan subyek dan predikat yang sebenarnya. G RAFIK 2.1: E MPAT B ENTUK Semua manusia adalah makhluk fana. Semua a adalah b. A(ab) Tidak ada orang Kristen yang adalah ateis. Tidak ada a yang adalah b. E(ab) Sejumlah orang Amerika adalah penganut Sejumlah a adalah b. Kalvinisme. I(ab) Sejumlah manusia adalah bukan orang Sejumlah a adalah bukan b3. O(ab) Kristen. Huruf-­‐huruf yang melambangkan keempat bentuk tersebut memiliki nilai sejarah. Kata Latin affirmo yang berarti memiliki kualitas afirmatif [atau positif] (persetujuan) merupakan sumber dari bentuk A dan I; dan bentuk E serta O berasal dari kata nego, yang berarti memiliki kualitas negatif. SIFAT-­‐SIFAT FORMAL DARI BENTUK-­‐BENTUK PROPOSISI Terdapat tiga karakteristik formal yang dimiliki keempat bentuk proposisi yaitu: distribusi, kualitas dan kuantitas. Setiap karakteristik tersebut akan dibahas definisinya di bawah ini. 3 bisa juga diformulasikan ‘Tidak semua a adalah b” 10 DISTRIBUSI Kualitas dan kuantitas dari bentuk A, E, I, dan O tergantung pada distribusi subyek dan predikatnya. Kita membedakan antara term (subyek atau predikat) yang terdistribusi dan term yang tak terdistribusi dengan cara sebagai berikut: satu term dikatakan terdistribusi jika dilekatkan pada Semua atau Tidak ada. Kalau tidak demikian, maka term dikatakan tak terdistribusi. Kalau "d" digunakan untuk melambangkan terdistribusi dan "t" untuk melambangkan tak terdistribusi, maka keempat bentuk tersebut mendistribusikan termnya dengan cara seperti yang tampak dalam Grafik 2.2. G RAFIK 2.2: D ISTRIBUSI Bentuk Term Subyek Term Predikat A Semua sd adalah pt Terdistribusi Tak terdistribusi E Tidak ada sd yang adalah pd Terdistribusi Terdistribusi I Sejumlah st adalah pt. Tak terdistribusi Tak terdistribusi O Sejumlah st adalah bukan pd. Tak terdistribusi Terdistribusi Keterangan: s = term subyek; p = term predikat. Grafik di atas tidak dapat menggantikan upaya menghafal definisi distribusi dan memahami maknanya. Distribusi memiliki arti yang sangat penting, karena distribusi tidak hanya menjadi dasar bagi pendefinisian kualitas dan kuantitas dari keempat bentuk proposisi, tetapi juga merupakan elemen yang tidak terhindarkan dalam menentukan validitas dari penarikan kesimpulan deduktif dalam silogisme, seperti yang kita akan pelajari nanti. Diskusi ini dapat diringkas sebagai berikut: G RAFIK 2.3: D ESKRIPSI T ENTANG D ISTRIBUSI Bentuk Deskripsi Bentuk A Dalam Bentuk A, hanya term subyek yang terdistribusi. Predikat tak terdistribusi, karena seperti dikatakan sebelumnya dalam Bentuk ini tidak otomatis semua predikat termasuk dalam subyek, [walaupun semua subyak termasuk dalam predikat]. Bentuk E Subyek dan predikat dalam bentuk E sama-­‐sama tidak saling terkait. Dengan demikian, Tidak ada s yang adalah p; dan tidak ada p yang adalah s. Jadi kedua term terdistribusi. Bentuk I Sejumlah anggota dari kelas/kelompok subyek termasuk dalam kelas/kelompok predikat demikian juga sebaliknya. 11 Bentuk Deskripsi Jadi, kedua term tak terdistribusi. Bentuk O Sejumlah anggota subyek tidak termasuk dalam kelas/kelompok semua predikat (Sejumlah s adalah bukan p). Karena itu, hanya term predikat yang terdistribusi, sedangkan term subyeknya tak terdistribusi. KUALITAS Sebelumnya kita sudah pelajari bahwa huruf A dan I berasal dari kata bahasa Latin affirmo, dan E serta O berasal dari kata bahasa Latin nego. Mengenali asal-­‐ usul dari huruf-­‐huruf tersebut bisa membantu kita mengingat bahwa bentuk A dan I memiliki kualitas afirmatif/positif; sedangkan bentuk E dan O memiliki kualitas negatif. Bentuk yang positif/afirmatif adalah bentuk yang predikatnya tak terdistribusi. Bentuk A dan I memiliki predikat yang tak terdistribusi, sehingga memiliki kualitas afirmatif atau positif. Bentuk negatif adalah bentuk yang memiliki predikat yang terdistribusi. Bentuk E dan O memiliki predikat yang terdistribusi, sehingga memiliki kualitas negatif. KUANTITAS Secara kuantitatif, keempat bentuk proposisi dapat digolongkan menjadi proposisi universal atau proposisi partikular. Jika satu bentuk memiliki term subyek yang terdistribusi, maka bentuk tersebut universal. Bentuk A dan E berkuantitas universal karena term subyeknya terdistribusi. Sebaliknya, satu bentuk memiliki kuantitas yang partikular kalau term subyeknya tak terdistribusi. Bentuk I dan O memiliki subyek yang tak terdistribusi, karena itu memiliki kuantitas partikular. PROPOSISI NON-­‐BAKU Persyaratan bahwa proposisi harus berada dalam bentuk baku/standar ketika digunakan dalam silogisme, bisa mengakibatkan formulasi [kalimat] yang janggal. Jika term adalah kata kerja maka term harus dirubah menjadi predikat kata sifat. Sebagai contoh, "Semua mahasiswa yang kompeten memahami logika" menjadi "Semua mahasiswa yang kompeten adalah pemaham logika.”4 Ketika kalimat yang digunakan mengandung klausa atau frasa kata depan/preposisional serta kata kerja, maka penggunaan parameter tertentu akan membantu memperjelas makna proposisi. Sebagai contoh, "Semua orang-­‐yang-­‐merupakan-­‐ 4 Perhatikan bahwa kalimat seperti ini terasa janggal, tetapi mempermudah analisa argumen 12 mahasiswa-­‐kompeten adalah orang-­‐yang-­‐merupakan-­‐pemaham-­‐logika." Dalam contoh ini kata ‘orang’ muncul pada subyek dan predikat dan dengan “tanda sambung” akan membantu pembacaan proposisi sebagai proposisi A. Tujuannya adalah untuk memahami proposisi tersebut dengan jelas. PROPOSISI EKSKLUSIF DAN PENGECUALIAN/EKSEPTIF Diperlukan usaha yang lebih keras untuk memahami jenis proposisi eksklusif dan ekseptif. Bagaimana kita dapat secara jelas memahami proposisi eksklusif seperti "Hanya ateis yang akan tidak disertakan."? Cobalah bertanya pada diri sendiri apa maksudnya. Arti dari pernyataan tersebut adalah "Semua-­‐orang-­‐ yang-­‐disingkirkan 5 adalah orang-­‐yang-­‐menganut-­‐ateisme." Dengan demikian proposisi eksklusif (hanya x yang y) berbentuk A, yang dirumuskan dengan menukarkan posisi subyek dan predikat. Proposisi ekseptif (semua kecuali x adalah y) sebenarnya mengandung dua bentuk. Sebagai contoh, "Semua orang, kecuali tentara, menyerah dalam pertempuran tersebut" berarti (1) Semua orang yang bukan tentara (yaitu orang sipil) adalah orang yang menyerah dalam pertempuran tersebut; dan (2) Tidak ada orang yang merupakan tentara yang adalah orang yang menyerah dalam pertempuran tersebut6. Perhatikan bahwa proposisi pertama tidak dapat dideduksi dari proposisi kedua, demikian juga sebaliknya. Keduanya memiliki bentuk berbeda, yang masing-­‐masing perlu mendapatkan perlakuan sendiri jika proposisi ekseptif yang asli merupakan premis dari sebuah argumen. PROPOSISI YANG MENGGUNAKAN NAMA DIRI Sejumlah proposisi menggunakan nama diri, misalnya proposisi yang terkenal dalam silogisme tentang “manusia, makhluk fana, dan Sokrates.” Beberapa buku teks logika menyebut proposisi yang menggunakan nama diri sebagai proposisi tunggal. Di sini kita tidak membedakan antara proposisi tunggal dan proposisi universal lainnya. Semua proposisi yang menggunakan nama diri hanya dapat berbentuk A atau E, tergantung kualitasnya. Nama Sokrates dalam proposisi "Sokrates adalah makhluk fana" merupakan satu-­‐satunya anggota kelas/kelompok bernama Sokrates. Contoh bentuk proposisi E: "Sokrates adalah 5 Catat bahwa ‘disingkirkan’ adalah sinonim dari tidak disertakan Seperti dikatakan sebelumnya, bentuk proposisi baku memang terasa janggal, seperti terlihat dari proposisi ini dan proposisi lain sebelumnya. Namun demikian, secara teknis hal ini diperlukan, yaitu untuk mempermudah penilaian validitas. Proposisi ini secara non baku dapat diformulasikan sebagai ‘Tidak ada tentara yang menyerah dalam pertempuran tersebut. 6 13 bukan makhluk fana," atau, "Tidak ada Sokrates yang adalah makhluk fana." Ada proposisi yang tampaknya hanya menyebutkan beberapa anggota dari satu kelompok, sementara yang dimaksud sebenarnya adalah semua anggota kelompok, baik yang termasuk atau yang tidak termasuk dalam kelompok lain. Sebagai contoh: "Dinosaurus adalah makhluk yang sudah punah" tidak berarti bahwa sejumlah dinosaurus sudah punah sedangkan sebagian yang lainnya kemungkinan belum punah. Pengertian dari pernyataan tersebut adalah bahwa semua dinosaurus sudah punah. Dengan kata lain, kata "semua" sudah terimplikasi/termasuk dalam proposisi tersebut, dan jika konteks mengharuskan atau berimplikasi "semua" atau "tidak ada," maka bentuknya adalah A atau E, tergantung dari kualitas proposisi asli. SUBYEK LOGIS VERSUS SUBYEK TATA BAHASA Kadang-­‐kadang subyek logis dan subyek tata bahasa perlu dibedakan, jika kita ingin mendapatkan pengertian yang tepat dari satu proposisi. Clark memberikan sebuah contoh yaitu: "Kamu selalu melarikan diri saat perdebatan." Subyek tata bahasanya adalah "kamu," namun subyek tersebut bukanlah subyek logis. Sebenarnya kata ‘selalu’ yang berarti "setiap kali kamu terlibat dalam perdebatan" merupakan subyek logisnya. Makna dari proposisi awal adalah "Semua waktu-­‐dimana-­‐kamu-­‐terlibat-­‐dalam-­‐perdebatan adalah waktu-­‐dimana-­‐ kamu-­‐melarikan-­‐diri-­‐dari-­‐perdebatan." Perlakuan yang sama juga dibutuhkan oleh proposisi “Jones selalu memenangkan pertandingan tenis.” Subyek logis adalah apa yang dibahas oleh pernyataan tersebut. Proposisi ini tidak mengatakan bahwa setiap saat (24 jam sehari dan 7 hari seminggu) Jones selalu menang dalam pertandingan tenis. Makna yang lebih masuk akal adalah bahwa Jones memenangkan pertandingan tenis SETIAP KALI dia bermain tenis. Dengan demikian proposisi bakunya adalah “SEMUA WAKTU dimana Jones bermain tenis adalah WAKTU ketika Jones memenangkan pertandingan tenis.” Parameter “waktu” bermanfaat untuk membuat penerjemahan yang seragam menjadi proposisi baku. Dua contoh tambahan akan dikemukakan di bawah ini: 1. Smith merugi setiap kali dia sakit. 2. Apabila tidak ada wahyu/visi, menjadi liarlah rakyat. Proposisi pertama diterjemahkan menjadi “Semua WAKTU ketika Smith sakit adalah WAKTU ketika Smith merugi.” Proposisi kedua diterjemahkan sebagai “Semua KEADAAN ketika tidak ada wahyu/visi adalah KEADAAN ketika rakyat liar.” 14 Namun demikian patut dicatat bahwa dalam proposisi “Waktu cepat berlalu,” “waktu” adalah subyek tata bahasa sekaligus subyek logis. (“cepat berlalu” adalah predikat tata bahasa sekaligus predikat logis.) Seluruh gagasan tentang subyek dinyatakan dalam kata benda “waktu,” dan seluruh gagasan tentang predikat dinyatakan oleh kata “cepat berlalu.” Merubah urutan kata dalam proposisi tidak baku menjadi bentuk baku A, E, I, dan O memiliki manfaat lain selain merupakan keharusan bagi sebuah penarikan kesimpulan langsung. Memang benar, penerapan efektif dari penentuan validitas sebuah penarikan kesimpulan tergantung pada jelas tidaknya makna proposisi baku. Namun demikian, dalam konteks lain ketika penarikan kesimpulan valid bukan suatu masalah, maka perubahan susunan kata dalam dari tidak baku menjadi bentuk baku akan menghindari kesalahpahaman, kesalahan, dan kebingungan. Hal yang perlu diingat adalah: jika anda tidak dapat merubah bentuk tidak baku menjadi bentuk baku, maka sebenarnya anda tidak paham makna dari proposisi tidak baku tersebut, dan apa yang anda tidak dapat kemukakan secara jelas adalah sesuatu yang ambigu atau tidak bermakna. 15 RINGKASAN Proposisi baku terdiri dari term subyek dan term predikat yang dihubungkan oleh kopula "adalah" atau "merupakan" dan dibatasi oleh "Semua," "Tidak ada," "Sejumlah," atau "Sejumlah.........bukan........." Aturan-­‐aturan ini menghasilkan keempat bentuk baku sebagai berikut: (1) Semua a adalah b, (2) Tidak ada a yang adalah b, (3) Sejumlah a adalah b, dan (4) Sejumlah a adalah bukan b, atau yang masing-­‐masing secara berturut-­‐turut dikenal sebagai bentuk A, E, I, dan O. (Bentuk-­‐bentuk tersebut juga dinyatakan secara singkat sebagai A(ab), E(ab), I(ab), dan O(ab).) Sifat-­‐sifat formal berupa distribusi, kualitas, dan kuantitas dari keempat bentuk juga sudah dijelaskan dan digambarkan dalam bab ini. Sebuah term dikatakan terdistribusi kalau dijelaskan/didahului dengan "Semua" atau "Tidak ada." Kalau tidak demikian maka term tersebut tak terdistribusi. Jika term predikat sebuah proposisi terdistribusi, maka proposisi tersebut dikatakan berkualitas negatif. Jika predikat sebuah proposisi tak terdistribusi, maka proposisi tersebut memiliki kualitas afirmatif. Definisi kualitas ini membedakan E(ab) dan O(ab) yang merupakan bentuk negatif dari bentuk A(ab) dan I(ab) yang merupakan bentuk afirmatif. Jika sebuah proposisi memiliki term subyek yang terdistribusi, maka kuantitasnya universal. Sedangkan kalau term subyeknya tak terdistribusi, maka kuantitasnya partikular. Dengan definisi ini, kita membedakan antara A(ab) dan E(ab) yang bersifat universal dari I(ab) dan O(ab) yang bersifat partikular. Akhirnya, sejumlah petunjuk untuk menterjemahkan proposisi tidak baku menjadi proposisi baku juga sudah dijelaskan dalam bab ini. 16 ULASAN 1. Dari keempat bentuk baku, bentuk mana saja yang memiliki subyek yang terdistribusi dan bentuk mana yang memiliki subyek yang tidak terdisribusi? Properti/sifat formal apa yang dimiliki oleh kedua golongan tersebut? 2. Dari keempat bentuk baku, bentuk mana yang memiliki predikat yang terdistribusi dan bentuk mana yang memiliki predikat yang tak terdistribusi? Properti/sifat formal apa yang dimiliki oleh kedua golongan tersebut? 3. Manakah dari tiga bentuk lainnya yang memiliki kuantitas dan kualitas yang berbeda dari A(ab)? 4. Apa formulasi umum dari proposisi eksklusif? Bagaimana prosedur untuk merubah proposisi eksklusif menjadi bentuk baku? 5. Coba buat contoh proposisi ekseptif/pengecualian. Tentukan dua komponen yang terdapat dalam setiap contoh. 17 LATIHAN 2.1 EMPAT BENTUK Petunjuk: Pilihlah huruf yang paling tepat yang mewakili jawaban bagi setiap pernyataan di bawah. A A(ab) G tak terdistribusi B I(ab) H kuantitas C O(ab) I kualitas D E(ab) J universal E terdistribusi K partikular F redistribusi L tidak ada jawaban yang tepat No Pernyataan 1 Bentuk A dan E memiliki kuantitas...... 2 Bentuk I dan O memiliki kuantitas...... 3 Jika term subyek......maka bentuknya bersifat universal. 4 Jika term predikat dari sebuah bentuk baku......maka bentuk tersebut memiliki kualitas yang afirmatif. 5 Jika term predikat dari sebuah bentuk baku......maka kualitasnya negatif. 6 Bentuk A(ab) dan I(ab) memiliki kesamaan dalam hal......tetapi berbeda dalam hal...... 7 Bentuk baku yang memiliki kuantitas partikular dan kualitas afirmatif adalah...... 8 Bentuk yang kedua termnya tak terdistribusi adalah...... 9 Bentuk yang term subyeknya terdistribusi dan term predikatnya tak terdistribusi adalah...... 10 Bentuk yang kedua termnya terdistribusi adalah....... Bentuk 18 No Pernyataan Bentuk 11 Bentuk A(ab) berbeda dari bentuk......dalam hal distribusi term, kuantitas, dan kualitas. 12 Kualitas formal dari bentuk-­‐bentuk standar didefinisikan berdasarkan apakah subyek dan predikatnya......atau....... LATIHAN 2.2 MENTERJEMAHKAN JADI BENTUK STANDAR Petunjuk: Tuliskan ulang setiap proposisi di bawah ini menggunakan bentuk baku A, E, I, atau O. Gunakan huruf-­‐huruf dalam kurung sebagai subyek dan predikat dari bentuk baku yang anda buat. (Jika anda tidak dapat menterjemahkannya ke dalam bentuk baku, maka anda tidak memahami apa yang dimaksud kalimat-­‐kalimat tersebut.) No Proposisi 1 Tidak ada orang Kristen yang adalah penganut filsafat sekuler. (k, s) 2 Sejumlah anak berlari ke sekolah. (a, s) 3 Hanya mahasiswa yang baik yang mendapat nilai A. (m, b) 4 Tidak ada seorangpun kecuali pemberani yang pantas mendapat penghargaan. (p, h) 5 Semua orang, kecuali pegawai berhak masuk. (p, m) 6 Hanya mahasiswa baru yang benar-­‐benar butuh menggunakan pintu belakang. (m, p) 7 Orang miskin selalu ada bersamamu. (b, m) 8 Kau selalu melarikan diri ketika beradu argumen. (w, m) 9 Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-­‐sialah usaha orang yang membangunnya. (r, s) 10 Logika adalah ilmu tentang pengambilan kesimpulan yang tidak terhindarkan. (l, k) 19 No Proposisi 11 Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah. (d, p) 12 Kejatuhan ke dalam dosa membawa umat manusia ke dalam keadaan berdosa dan penderitaan. (k, p) 13 Tidak ada yang berharga yang mudah. (b, m) 14 Siapa mencintai didikan, mencintai pengetahuan. (c, p) 15 Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. (h, k) 16 Sakramen Perjanjian Baru adalah Baptisan dan Perjamuan Kudus. (s, a) 17 Untuk mengatakan sesuatu yang bermakna, maka orang harus menggunakan hukum kontradiksi. (m, h) 18 Sejumlah orang percaya bahwa kedaulatan Tuhan dan tanggungjawab manusia bersifat paradoks. (k, p) 19 Sebagian besar soal latihan ini mudah. (s, m) 20 Lima puluh persen orang yang berhak memilih tidak ikut pemungutan suara. (h, p) 20 KUNCI JAWABAN BAB 2 LATIHAN 2.1 Nomor Jawaban 1 J universal 2 K partikular 3 E terdistribusi 4 G tak terdistribusi 5 E terdistribusi 6 I (i), H kualitas, kuantitas 7 B I(ab) 8 B I(ab) 9 A A(ab) 10 D E(ab) 11 C O(ab) 12 E, G atau terdistribusi, tak terdistribusi; atau G, E tak terdistribusi, terdistribusi LATIHAN 2.2 No Proposisi Simbol Bentuk 1 Tidak ada orang Kristen yang adalah penganut filsafat sekuler. Tidak ada k yang adalah s. E(ks) 2 Sejumlah anak adalah pelari-­‐ ke-­‐sekolah. Sejumlah a adalah s. I(as) 21 No Proposisi Simbol Bentuk 3 Semua mahasiswa yang mendapat nilai A adalah mahasiswa yang baik. Semua m adalah b. A(mb) 4 Semua yang pantas mendapat penghargaan adalah pemberani. Semua h adalah p. A(hp) 5 Semua non-­‐pekerja adalah orang yang boleh masuk. Tidak ada pekerja yang adalah orang yang boleh masuk. Semua non-­‐p adalah m. A(pm) 6 Semua pengguna pintu belakang adalah mahasiswa baru yang benar-­‐benar butuh. Semua p adalah m. A(pm) 7 Semua waktu dimana seorang bersama kamu adalah waktu dimana orang miskin berada bersama kamu. Semua b adalah m. A(bm) 8 Semua waktu dimana kamu terlibat dalam adu argumen adalah waktu dimana kamu melarikan diri. Semua w adalah m. A(wm) 9 Semua kerja tanpa Tuhan adalah kerja yang sia-­‐sia. Semua non-­‐r adalah s. A(r’s) & & Tidak ada kerja bersama Tuhan yang adalah kerja yang sia-­‐sia. Tidak ada r adalah s. E(rs) 10 & & E(pm) Tidak ada p yang adalah m. Semua logika adalah ilmu-­‐ penarikan-­‐kesimpulan-­‐ yang-­‐tak-­‐terhindarkan. Semua l adalah k. A(lk) 11 Semua pendosa adalah Semua d adalah p. pelanggar hukum Allah. A(dp) 12 Semua kejatuhan pembawa-­‐dosa-­‐dan-­‐ A(kp) adalah Semua k adalah p. 22 No Proposisi Simbol Bentuk penderitaan. 13 Tidak ada hal berharga yang Tidak ada b yang adalah E(bm) adalah hal mudah. m. 14 Semua pencinta didikan Semua c adalah p. adalah pencinta pengetahuan. 15 Tidak ada orang yang berada Tidak ada h yang adalah E(hk) dalam Kristus yang adalah k. orang hukuman. 16 Semua sakramen Perjanjian Semua s adalah a. Baru adalah Baptisan dan Perjamuan Kudus. A(sa) 17 Semua orang yang Semua m adalah h. mengatakan hal bermakna adalah orang yang melakukannya berdasarkan Hukum Kontradiksi. A(mh) 18 Sejumlah orang adalah orang Sejumlah k adalah p. yang percaya bahwa kedaulatan Tuhan dan tangung jawab manusia bersifat paradoks. I(kp) 19 Sejumlah soal latihan adalah Sejumlah s adalah m. soal yang mudah. I(sm) 20 Sejumlah orang yang berhak Sejumlah h adalah non-­‐ memilih adalah non-­‐pemilih. p. I(hp’) Atau atau atau, Sejumlah orang yang berhak Sejumlah h adalah memilih adalah bukan orang bukan p. yang ikut pemungutan suara. A(cp) O(hp) 23 No Jawaban Nama 5 G argumentum ad verecundiam 6 O dilemma palsu 7 P tidak ada yang benar (generalisasi gegabah) 8 J penalaran melingkar 9 E argumentum ad misericordiam 10 H ekuivokasi 11 I amfibology 12 A aksen (penekanan) 13 L komposisi 14 N post hoc 15 M divisi LATIHAN 7.3 No Jawaban Nama 1 F leksikal 2 K stipulatif 3 J presisi 4 M teoritis 5 I persuasif 6 B, C denotatif, designatif 7 B denotatif 8 L sinonim 9 A analitis 10 E genus & perbedaan 149 No Jawaban Nama 11 D genetis 12 G operasional 150 BAB 8 DAFTAR ISTILAH Angka-­‐angka dalam kurung pada setiap istilah merujuk kepada nomor bab yang membahas istilah tersebut dengan lebih rinci. Perhatikan tabel daftar isi pada bagian awal masing-­‐masing bab. affirming the consequent/menegaskan konsekuen. Sebuah sesat pikir yang terjadi ketika seseorang mengakui akibat dari sebuah implikasi sebagai benar demi menarik kesimpulan tentang antesedennya/penyebabnya. (5, 6) aksioma. Prinsip awal atau premis awal. (4) argumen. Serangkaian alasan yang saling terkait yang mendukung sebuah posisi atau kesimpulan. (1) bentuk A. Bentuk proposisi standar ini menyatakan bahwa Semua a adalah b, atau A(ab). (2) bentuk E. Bentuk proposisi standar yang menyatakan bahwa Tidak ada a yang adalah b, atau E(ab). (2) bentuk I. Bentuk proposisi standarnya adalah Sejumlah a adalah b, atau I(ab). (2) Bentuk O. Bentuk proposisi standar yang menyatakan bahwa Sejumlah a adalah bukan b, atau O(ab). (2) bentuk. Pengaturan subyek dan predikat dalam sebuah proposisi. Terdapat empat bentuk: Semua a adalah b; Tidak ada a yang adalah b; Sejumlah a adalah b; dan Sejumlah a adalah bukan b. (2) deduksi. Sebuah proses penalaran dimana kesimpulan diharuskan oleh premis yang disajikan. (4) definiendum. Bagian definisi yang harus didefinisikan. (7) definiens. Bagian definisi yang menjelaskan atau menggambarkan kata atau frasa yang didefinisikan (definiendum). (7) definisi berdasarkan metode. Genus & perbedaan, asal-­‐usul, sebab akibat, fungsional, analogis, antonim, dan operasional merupakan anggota kelas definisi sesuai metodologi yang digunakan untuk mendefinisikan satu istilah atau frasa. (7) definisi berdasarkan tujuan. Definisi leksikal, stipulatif, presisi, teoritis, dan persuasif termasuk dalam kelas definisi berdasarkan tujuan khusus. (7) 151 denying the antecedent/menyangkali penyebab. Sebuah sesat pikir formal yang terjadi ketika seorang menyangkali penyebab sebuah implikasi dalam rangka menyimpulkan penyangkalan terhadap akibatnya. (5) Diagram Venn. Lihat diagrams. (4) diagram. Representasi yang menggunakan lingkaran Euler untuk mendemonstrasikan validitas sebuah penarikan kesimpulan atau argumen deduktif; dalam logika dikenal sebagai Diagram Venn. (4) dilemma. Sebuah bentuk argumen yang valid kalau memenuhi kriteria implikasi valid dan disjungsi lengkap; disimbolkan dengan: [(a < b) (c < d) (a ∨ c)] < (b ∨ d). (5) distribusi. Sebuah term terdistribusi dalam sebuah proposisi dijelaskan dengan Semua, atau Tidak. (2) enthymeme. Sebuah argumen dimana satu atau lebih proposisi dihilangkan atau dianggap sudah dipahami bersama. (4) figur dalam sebuah silogisme. Posisi relatif dari term tengah dalam premis; terdapat 4 posisi atau 4 figur. (4) hukum identitas. Hukum ini menyatakan bahwa: Jika sebuah proposisi benar, maka proposisi itu benar; disimbolkan dengan: (a < a). (1, 5) hukum kontradiksi. Hukum ini menyatakan bahwa pada saat yang sama dan dalam hubungan yang sama tidak mungkin atribut tertentu dimiliki dan tidak dimiliki sebuah subyek: disimbolkan dengan: Tidak mungkin sekaligus a dan bukan-­‐a; atau (aa')'. (1, 5) hukum tidak ada jalan tengah. Hukum ini menyatakan bahwa segala sesuatu haruslah benar atau tidak benar; disimbolkan dengan: a atau bukan-­‐a; atau (a ∨ a'). (1, 5) implikasi. Hubungan antara dua proposisi yang dengannya salah satunya dapat dideduksi secara logis dari proposisi yang lain. (3) inferensi/penarikan kesimpulan. Pembentukan kesimpulan dari premis melalui metode logis. (1, 2) kata-­‐kata indikator. Kata-­‐kata atau frasa-­‐frasa yang mengindikasikan adanya premis dan kesimpulan dalam sebuah argumen; Kata Indikator Premis dan Kata Indikator Kesimpulan. (1) kerangka. Bentuk sebuah silogisme yang ditentukan oleh posisi yang berbeda dari term-­‐term premis dan kesimpulan; terdiri dari mood dan figur silogisme. (4) 152 kesimpulan tak terhindarkan. Kalau sebuah kesimpulan secara logis dan ketat diharuskan premis. (1) kesimpulan. Proposisi yang dideduksi dari satu atau serangkaian proposisi sebelumnya. (1) kontradiksi. Merujuk kepada pertentangan antara dua proposisi yang tidak dapat sama-­‐sama salah dan sama-­‐sama benar. (1, 3) kontraposisi. Penarikan kesimpulan langsung berupa pengkontradiksian subyek dan predikat, diikuti pertukaran tempat antara keduanya; valid untuk A and O, tetapi tidak valid untuk I; dan valid dengan pembatasan untuk E. (3) kontrari. Dua proposisi yang tidak dapat mungkin sama-­‐sama benar, tetapi bisa sama-­‐sama salah. (3) konversi. Pertukaran tempat antara subyek dan predikat sebuah proposisi; valid untuk E dan I tetapi tidak valid untuk O, dan berlaku secara terbatas pada A. (3) kopula. Penghubung antara subyek dan predikat. (2, 3) kualitas afirmatif. Bentuk yang tidak mendistribusikan predikatnya. (2) kualitas negatif. Merujuk kepada sebuah bentuk yang mendistribusikan predikatnya. (2) kualitas. Dua jenis kualitas adalah afirmatif/positif dan negatif; bentuk A dan I memilki kualitas afirmatif. Bentuk E dan O memiliki kualitas negatif. (2) kuantitas partikular. Merujuk kepada sebuah bentuk yang tidak mendistribusikan subyeknya. (2) kuantitas universal. Merujuk kepada sebuah bentuk yang mendistribusikan subyeknya. (2) kuantitas. Dua jenis kuantitas adalah universal dan partikular; bentuk A dan E memiliki kuantitas universal. Bentuk I dan O memiliki kuantitas partikular. (2) perangkai logis. Bagian yang menghubungkan proposisi sederhana sehingga membentuk proposisi majemuk; "dan," "atau," "tidak," dan "berimplikasi". (6) logika. Didefinisikan sebagai ilmu tentang penarikan kesimpulan yang tak terhindarkan; studi sistematis tentang penalaran valid. (1), passim.1 modus ponens. Bentuk argumen formal yang valid; "cara mengkonstruksi;" secara simbolis: "Jika p, maka q; p; karena itu, q”. (5,6) 1 Kata Bahasa Latin yang artinya ada di beberapa tempat dalam buku ini 153 modus tollens. Bentuk argumen formal yang valid; "cara menghancurkan;" secara simbolis: "Jika p, maka q; bukan-­‐q; karena itu, bukan-­‐p.” (4, 5) mood. Sebuah label yang mengkombinasikan 3 bentuk proposisi (A, E, I, atau O) yang mewakili sebuah penarikan kesimpulan silogistik. Huruf pertama merujuk kepada bentuk premis mayor, huruf kedua merujuk kepada bentuk premis minor, dan huruf ketiga merujuk kepada bentuk kesimpulan. (4) negasi. Penyangkalan terhadap sebuah propisisi. (6) obversi. Penarikan kesimpulan langsung yang valid; dengan cara menggantikan satu bentuk dengan bentuk yang lain dimana kualitas bentuk awal dirubah dan predikat digantikan dengan kontradiksi atau komplemennya. (3) parameter. Satu kata atau frasa dalam subyek atau predikat yang diperlukan untuk menterjemahkan proposisi non-­‐standar menjadi bentuk standar. (2) penarikan kesimpulan langsung. Sebuah argumen yang terdiri dari satu premis dan satu kesimpulan. (3) penarikan kesimpulan termediasi. Lihat "silogisme." (4) penarikan kesimpulan tidak valid. Penarikan kesimpulan yang terjadi ketika kesimpulan sebuah argumen tidak secara logis mengikuti premis, sedemikian rupa sehingga satu atau lebih aturan argumen valid dilanggar. (3, 6) penarikan kesimpulan valid. Sebuah penarikan kesimpulan disebut valid ketika bentuk dari kesimpulan benar setiap kali bentuk premisnya benar. (1, 3, 4) per accidens. Merujuk kepada konversi dari Bentuk A menjadi Bentuk I. (3) bujursangkar pertentangan. Merujuk kepada skema untuk menampilkan empat hubungan yaitu kontrari, subkontrari, subalternasi, dan kontradiksi antara bentuk A, E, I, dan O. (3) premis mayor. Premis yang mengandung term mayor. (4) premis minor. Premis yang mengandung term minor. (4) premis. Proposisi sebuah argumen yang darinya sebuah kesimpulan ditarik; alasan yang dikemukakan untuk mendukung sebuah kesimpulan. (1) properti formal bentuk. Terdapat tiga properti yang dimilki oleh keempat bentuk yaitu distribusi, kuantitas, dan kualitas. (2) proposisi kategoris non-­‐baku. Proposisi kategoris selain A, E, I, or O. (2, 4) 154 proposisi. Bentuk/susunan kata-­‐kata yang predikatnya diakui atau disangkali dalam kaitan dengan subyeknya; makna yang dinyatakan oleh kalimat pernyataan. (1) reductio ad absurdum. Juga disebut reductio ad impossible. Mendeduksi kesimpulan yang anda ketahui salah dengan menggunakan penarikan kesimpulan yang valid. (4) refleksif. Sebuah hubungan yang terjadi antara satu obyeknya dengan dirinya sendiri. (3) sesat pikir ambiguitas. Formulasi sebuah argumen menggunakan kata atau frasa yang bermakna ganda. (7) sesat pikir informal. Penalaran dengan argumen tidak logis atau menyesatkan; penarikan kesimpulan tak terhindarkan yang palsu. (7) sesat pikir relevansi. Sebuah argumen yang premisnya tidak relevan dengan kebenaran kesimpulan. (7) sesat pikir. Kesalahan atau kekhilafan dalam penalaran. (5, 7) silogisme hipotetis disjungtif. Secara simbolis dinyatakan: Entah a atau b, bukan-­‐a; karena itu, b. (4) silogisme hipotetis transitif (Lihat "transitif.") (5) silogisme non-­‐baku. Sebuah silogisme yang mengandung lebih dari 3 term baku atau dikemukakan sebagai enthymeme. (4) silogisme. Sebuah argumen yang terdiri dari tiga proposisi, yaitu dua premis dan sebuah kesimpulan, dimana term subyek kesimpulan berada pada salah satu premis, term predikat kesimpulan berada pada premis lain, dan term ketiga hanya berada dalam kedua premis. (4) simetris. Merujuk kepada hubungan yang berlaku antara dua obyek, a dan b, juga berlaku untuk b dan a. (3) sorites. Sebuah argumen yang terdiri dari rantai propisisi dimana predikat masing-­‐masing proposisi merupakan subyek dari proposisi berikutnya, dan kesimpulannya terdiri dari subyek pertama dan perdikat terakhir. (4) sound. Kualitas sebuah argumen deduktif yang valid kalau semua proposisinya benar. (1) subalternasi. Merujuk kepada pertentangan antara dua proposisi yang memiliki kualitas yang sama; kedua proposisi bisa sama-­‐sama benar dan sama-­‐sama salah. (3) 155 subkontrari. Merujuk kepada dua proposisi (I dan O) yang tidak dapat sama-­‐ sama salah tetapi bisa sama-­‐sama benar. (3) subyek logis. Pemikiran atau penegasan selalu terkait dengan sesuatu; sesuatu tersebut merupakan subyek logis. Subyek yang menyebabkan sebuah tindakan merupakan subyek nyata atau logis, yang merupakan isi dari pernyataan. (2) subyek tata bahasa. Sebuah unit sintaks2 dalam kalimat yang merujuk kepada pihak yang melakukan sebuah tindakan atau yang berada dalam keadaan yang dinyatakan oleh predikat; subyek dari kata kerja merupakan subyek tata bahasa. (2) tabel kebenaran. Sebuah skema menganalisa bentuk-­‐bentuk dan hubungan antar bentuk. (6) teorema. Sebuah proposisi yang dideduksi dari aksioma atau dari teorema lain. (4) term mayor. Predikat kesimpulan dari sebuah silogisme atau penarikan kesimpulan (4) term minor. Subyek kesimpulan sebuah silogisme atau penarikan kesimpulan.(4) term tengah. Term yang terdapat dalam setiap premis sebuah silogisme, tetapi tidak terdapat dalam kesimpulan. (4) tidak sound. Lihat juga sound. Kualitas argumen deduktif yang valid ketika satu atau lebih proposisinya salah. (1) transitif. Merujuk kepada hubungan yang kalau berlaku bagi a dan b, dan antara b dan c, maka berlaku juga untuk a dan c. (3) univokal. Memiliki satu makna, tidak ekuivokal. (2, 3, 4) valid. Sifat argumen dimana kesimpulan secara tidak terhindarkan mengikuti premis sebagai sebuah konsekuensi; sebuah argumen disebut valid jika bentuk kesimpulan benar setiap kali bentuk premisnya benar. (1, 3, 4) 2 Pengaturan kata-­‐kata 156 KUTIPAN PERNYATAN TOKOH KRISTEN TENTANG PENTINGNYA LOGIKA Beberapa kalangan menyangka bahwa penekanan akan pentingnya logika dalam pembelajaran tentang teologi adalah sesuatu yang dimulai oleh Gordon H. Clark. Namun kutipan-­‐kutipan di bawah ini menunjukkan bahwa arti penting logika sudah dikemukakan oleh teolog-­‐teolog yang hidup pada jaman lampau. Kutipan ini diambil dari ‘Logic Workbook’ karya penulis yang sama dengan penulis buku ini. AGUSTINUS (ABAD KELIMA) Ilmu tentang penalaran sangat bermanfaat untuk mempelajari dan menguraikan berbagai pertanyaan yang muncul dalam Kitab Suci…. Validitas penalaran logis bukanlah buatan manusia, tetapi sesuatu yang manusia amati dan catat sehingga mereka dapat mempelajari serta mengajarkannya; karena validitas penalaran tersebut berada sejak kekal dalam penalaran tentang segala sesuatu dan berasal dari Allah. (On Christian Doctrine, Book II, pasal 31, alinea 48, dan 35 : 20). PENGAKUAN IMAN WESTMINSTER (ABAD KETUJUH BELAS) Seluruh rencana Allah tentang segala sesuatu yang perlu bagi kemuliaan-­‐Nya dan demi keselamatan, iman, serta kehidupan manusia, tercantum secara tersurat dalam Kitab Suci atau dideduksi dari Kitab Suci dengan penalaran yang tepat dan tak terelakkan, yang kapanpun kepadanya tidak boleh ditambahkan, baik wahyu baru dari Roh maupun tradisi manusia. (1.6) GEORGE GILLESPIE (ABAD KETUJUH BELAS) Konsekuensi tak terhindarkan dari Firman Allah yang tertulis secara memadai dan kukuh membuktikan bahwa konsekuen atau kesimpulan [yang ditarik], yang jika bersifat teoritis merupakan kebenaran ilahi yang pasti yang harus dipercayai dan yang jika bersifat praktis merupakan kewajiban yang kita harus ditaati, jure divino. (“A Treatise of Miscellany Questions” dalam The Presbyterian’s Armory, Volume 2. 100-­‐101) WILLIAM CUNNINGHAM (ABAD KESEMBILAN BELAS) Merupakan doktrin yang diterima secara umum oleh para teolog ortodoks dan yang sesuai dengan akal budi dan akal sehat bahwa kita harus menerima sebagai benar berdasarkan otoritas Allah, bukan hanya apa yang “dinyatakan secara tersurat dalam Kitab Suci” tetapi juga apa “yang dideduksi dari Alkitab dengan penalaran yang tepat dan tak terhindarkan”; dan bidat di segala jaman dan dari semua kalangan telah menunjukkan kebencian terbesar pada apa yang disebut konsekuensi Kitab Suci (yaitu kesimpulan atau hasil deduksi dari Kitab Suci) 157 yang tercatat dalam pengakuan-­‐pengakuan, walaupun mereka mengakui yang dinyatakan dalam Alkitab secara tersurat. (The Reformers and the Theology of the Reformation, dicetak ulang Banner of Truth, halaman 526) ABRAHAM KUYPER (ABAD KESEMBILAN BELAS) Teolog yang memandang rendah Logika sebagai sesuatu yang bukan keharusan untuk dipahami, sedang melucuti diri sendiri. [Sikap] seperti ini bukanlah sikap yang dianut para teolog pada masa lampau. Mereka selalu paling kuat menekankan studi logika formal, beserta seni yang terkait dengannya. (Principles of Sacred Theology, 612) BENJAMIN WARFIELD (ABAD KEDUA PULUH) Namun perlu diperhatikan bahwa Pengakuan Iman Westminster tidak membatasi ajaran dan dan keputusan-­‐keputusan Kitab Suci hanya pada “yang dinyatakan secara tersurat dalam Kitab Suci” tetapi juga meliputi apa yang dideduksi dari dengan tepat dan tak terelakkan dari Kitab Suci. Ini adalah pandangan teologi Reformed yang keras dan universal melawan pandangan penganut Arminianisme dan Sosinianisme yang ingin membatasi otoritas Kitab Suci hanya pada penegasan tersurat serta merupakan ciri penghormatan pada akal budi3 sebagai instrumen untuk memastikan kebenaran. Kita bergantung pada akal budi untuk memastikan apa yang Alkitab katakan. Kita tidak dapat begitu saja melepaskannya dan menolak mengikuti tuntunannya dalam menentukan apa yang dikatakan Kitab Suci. Tentu saja ini tidak sama dengan menjadikan akal budi sebagai dasar dari doktrin dan kewajiban yang disimpulkan dari Kitab Suci. Akal budi adalah instrumen untuk menemukan semua doktrin dan kewajiban, “yang dinyatakan secara tersurat oleh Kitab Suci” atau “yang dideduksi secara tepat dan tidak terelakkan dari Kitab Suci.” Namun ketika doktrin dan kewajiban itu ditemukan, maka otoritasnya berasal dari Allah yang menyatakan dan menetapkannya dalam Kitab Suci, entah melalui penegasan secara tersurat maupun melalui implikasi tak terelakkan….. Adalah pandangan teologi Reformed yang dicerminkan dalam Pengakuan tersebut, bahwa Kitab Suci ditafsirkan oleh Kitab Suci dan manusia tunduk pada semua pengertian tersebut beserta semua implikasinya. Karena itu kontroversi yang muncul baru-­‐baru ini tentang gagasan untuk membatasi otoritas Kitab Suci hanya pada penegasan tersurat dan bahwa logika manusia tidak dapat dipercaya terkait hal-­‐hal ilahi, merupakan penyangkalan terhadap posisi mendasar Teologi Reformed yang secara eksplisit diakui dalam Pengkakuan Iman Westmister, serta penyangkalan akan akal budi yang mendasar yang tidak hanya mengakibatkan pemikiran dalam sistem menjadi mustahil, tetapi juga sekaligus menyangkali berbagai dasar iman seperti doktrin Trinitas. Pada gilirannya hal ini merupakan penyangkalan akan otoritas semua doktrin Kitab Suci, karena 3 Yang dimaksud akal budi di sini adalah kemampuan manusia untuk berargumen alias berlogika. 158 tidak ada satu doktrin yang bagaimanapun sederhananya yang dapat dipastikan dari Kitab Suci kecuali dengan menggunakan proses pemahaman. Dengan demikian, bukanlah sesuatu yang kejadian yang tidak penting ketika baru-­‐baru ini penolakan akan penggunaan logika manusia dikemukakan sebagai alasan untuk memberi justifikasi penolakan terhadap doktrin yang diajarkan secara eksplisit dan berulang kali dalam kata-­‐kata Alkitab sendiri. Jika dalih tersebut memang valid, maka akan menghancurkan kepercayaan kita kepada semua doktrin, yang semuanya tidak pernah dipastikan atau dirumuskan tanpa bantuan logika manusia. (The Westminster Assembly and Its Work, Cherry Hill, NJ: Mack Pblishing Company, 1977, 226 – 227) JAMES OLIVER BUSWELL (ABAD KEDUA PULUH) Ketika kita menerima hukum-­‐hukum logika, kita tidak menerima hukum-­‐hukum yang berada di luar Allah, yang terhadapnya Allah juga harus tunduk, melainkan kita menerima hukum-­‐hukum kebenaran yang diturunkan dari sifat Allah sendiri yang suci. (A Systematic Theology of the Christian Religion, 1963, Volume 1, 70). Jika kita menerima Allah Tritunggal yang dinyatakan dalam Alkitab, maka tidak terhindarkan bahwa kita menerima kebenaran propisisional dan hukum-­‐hukum yang melekat dalam sifat kebenaran proposisional. Hukum-­‐hukum ini bukan sesuatu yang dipaksakan pada pranggapan dasar (presaposisi) kita tetapi merupakan sesuatu yang implisit di dalam presaposisi tersebut dan kita harus mempercayai aturan-­‐aturan ekspresi linguistik. Alkitab sebagai sebuah buku yang ditulis dalam bahasa manusia mengklaim diri menyatakan kebenaran. Jika kata kebenaran bukanlah kata yang tak bermakna, maka kebenaran berimplikasi pada [benarnya] hukum-­‐hukum kebenaran, yaitu hukum-­‐hukum logika. (Volume 1, 19) JOHN LEITH (ABAD KEDUA PULUH) Pengakuan Iman Westminster merupakan perwujudan sebuah teologi yang mencoba menyatakan iman Kristen dengan proposisi yang tepat dan abstrak yang bersama-­‐sama diikat oleh logika yang tak bercacat. Para penulis Pengakuan tersebut sangat menjunjung tinggi logika. Sebagai guru di mimbar dan dalam ruang kelas, mereka menemukan bahwa presisi/keseksamaan dan logika merupakan penolong dalam mengajar serta mencari solusi terhadap masalah teologis. (Assembly at Westmister: Reformed Theology in the Making, 69) GORDON H. CLARK (ABAD KEDUA PULUH) Logika, hukum kontradiksi, tidak dipengaruhi oleh dosa. Bahkan walaupun semua orang terus menerus melanggar hukum-­‐hukum logika, hukum-­‐hukum tersebut tidak menjadi kurang benar dibanding saat semua orang mematuhinya. Atau kalau kita menggunakan contoh lain sebagai ilustrasi, walaupun terdapat 159 begitu banyak kesalahan operasi pengurangan dalam buku-­‐buku kas, matematika tidak terpengaruh….. Pembedaan antara kegiatan psikologis berpikir dan proposisi logika dan teologi yang selalu benar setiap saat bagi semua orang, bukan merupakan pembedaan yang sulit untuk dilakukan. (A Christian View of Men and Things, 210) Tulisan Dr. Clark berjudul, “God and Logic” yang ditampilkan dalam buku-­‐nya Logic, merupakan pernyataan yang lebih panjang tentang hubungan antara Allah, logika, Alkitab, dan manusia. 160 TENTANG PENULIS Elihu Carranza, Ph.D., Professor Emeritus dari San Jose State University, yang selama kariernya mengajar berbagai mata kuliah seperti Filsafat, Logika, Argumentasi, Sastra, Sistem Suara, Komunikasi antar budaya, Sibernetika, dan Penelitian Survey. Dia juga menjabat sebagai Dekan Kemahasiswaan. Ketika cuti dari San Jose State University, dia menjabat sebagai Provost (Administrator Akademis Senior), Evergreen Valley College di San Jose, California. Dia tinggal di Napa, California. 161