MODUL PERKULIAHAN ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI Kebenaran dalam Etika dan Filsafat Komunikasi Fakultas Program Studi FIKOM Broadcasting Tatap Muka Kode MK 04 Abstract Manusia senantiasa penasaran terhadap cita-cita hidup ini. Yang hendak diraih adalah kebenaran hidup ini. Manusia merupaan mahluk yang berakal budi yang selalau ingin mengejar kebenaran. Kebenaran memang unik, tak pernah terjawab secara mudah. Berbagai abstraksi sering dipakai untuk menjawab pertanyaan untuk menemukan kebenaran. Abstraksi lahir atas akal budi yang bernalar tinggi. Akal budi merupakan alat abstraksi untuk menemukan kebenaran yang lebih esensial. Disusun Oleh Sofia Aunul Kompetensi Mahasiswa akan memahami: 1. 2. 3. 4. Pengertian Kebenaran Kebenaran Ilmiah dan non Ilmiah Kebenaran Kefilsafatan Kebenaran sebagai nilai fundamental KEBENARAN DALAM ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI A. PENGERTIAN KEBENARAN Manusia senantiasa penasaran terhadap cita-cita hidup ini. Yang hendak diraih adalah kebenaran hidup ini. Manusia merupaan mahluk yang berakal budi yang selalau ingin mengejar kebenaran. Kebenaran memang unik, tak pernah terjawab secara mudah. Berbagai abstraksi sering dipakai untuk menjawab pertanyaan untuk menemukan kebenaran. Abstraksi lahir atas akal budi yang bernalar tinggi. Akal budi merupakan alat abstraksi untuk menemukan kebenaran yang lebih esensial. Secara etimologi (bahasa) kata “benar” mempunyai arti: 1. Tidak salah, lurus, dan adil. Contohnya dalam kalimat, “hitungannya benar”. 2. Sungguh-sungguh, tidak bohong. Contohnya dalam kalimat, “kabar itu benar”. 3. Sesungguhnya, memang demikian halnya. Contohnya dalam kalimat, “benar ia tidak bersalah, tetapi ia terlibat perbuatan ini”. 4. Sangat, sekali. Contohnya dalam kalimat, “enak benar mangga ini”. Sedangkan secara epistemology (istilah), pengertian kebenaran dapat dilihat dari berbagai teori mengenai kebenaran, yang antara lain: 1. Teori koherensi Menurut teori ini suatu pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi atau hipotesis dianggap benar bila ia sejalan dengan pengetahuan, teori, proposisi atau hipotesis lainnya, yakni kalau proposisi itu meneguhkan dan konsisten dengan sebelumnya. Jika “semua manusia pasti akan mati” adalah benar, maka “si A akan mati” adalah benar juga. 2. Teori Korespondensi 04 2 Etika dan Filsafat Komunikasi Sofia Aunul, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Suatu penyataan adalah benar jika ia berhubungan dengan objek yang dituju oleh pernyataan itu. Contoh, “Jakarta adalah Ibu Kota Indonesia” adalah benar karena sesuai dengan fakta. 3. Teori pragmatis Suatu pernyataan dinilai benar jika konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan manusia. Contoh, “memakai helm wajib bagi pengendara sepeda motor”, adalah benar karena pernyataan tersebut berguna dalam kehidupan praktis. 4. Teori koherensi Menurut teori ini sesuatu dianggap benar bila ia berkaitan dengan pernyataan sebelumnya yang sudah pasti benar. B. KEBENARAN ILMIAH DAN KEBENARAN NON-ILMIAH Kebenaran ilmiah ini dapat ditemuan dan diuji dengan pendekatan pragmatis, koresponden, dan koheren. Berbeda dengan kebenaran ilmiah yang diperoleh berdasarkan penalaran logika ilmiah, ada juga kebenaran karena factor-faktor non-ilmiah. Diantaranya kebenaran non-ilmiah adalah: Kebaran karena kebetulan Kebenaran yang didapat dari kebetulan dan tidak ditemukan secara ilmiah. Tidak dapat diandalkan karena kadang kita sering tertipu dengan kebetulan yang tidak bisa dibuktikan. Kebenaran karena akal sehat (common sense) Akal sehat adalah serangkaian konsep yang dipercayai dapat memecahkan masalah secara praktis. Kepercayaan bahwa hukuman fisik merupakan alat utama untuk pendidikan adalah termasuk kebenaran akal sehat ini. Penelitian psikologi kemudian membuktikan hal itu tidak benar. Kebenaran agama dan wahyu Kebenaran mutlak dan asasi dari Tuhan. Beberapa hal masih bisa dinalar dengan pancaindra manusia, tapi sebagian hal lain tidak dan karenanya membutuhkan keyakinan (keimanan). Kebenaran intuitif Kebenaran yang didapat dari proses luar sadar tanpa menggunakan penalaran dan proses berpikir. Kebenaran intuitif sekar dipercaya dan tidak bisa dibuktikan, hanya 04 3 Etika dan Filsafat Komunikasi Sofia Aunul, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id sering dimiliki oleh orang yang berpengalaman lama dan mendarah daging di suatu bidang. Kebenaran karena trial and error Kebenaran yang diperoleh karena mengulang-ulang pekerjaan, baik metode, teknik, materi, dan parameter-parameter sampa akhirnya menemukan sesuatu. Memerlukan waktu lama ddan biaya tinggi. Kebenaran spekulasi Kebenaran karena adanya pertimbangan meski-pun kurang dipikirkan secara matang. Dikerjakan dengan penuh risiko, relative lebih cepat, dan biaya lebih rendah daripada trial-error. Kebenaran karena kewibawaan Kebenaran yang diterima karena pengaruh kewibawaan seseorang. Seseorang tersebut bisa ilmuwan, pakar atau ahli yang memiliki kompetensi dan otoritas dalam suatu bidang ilmu. Kadang kebenaran yang keluar darinya diterima begitu saja tanpa perlu diuji. Kebenaran ini bisa benar tapi juga bisa salah karena tanpa prosedur ilmiah. Kebenaran karena kekuasaan Yaitu, sesuatu menjadi benar atau salah karena adanya intervensi kekuasaan. Contohnya adalah invasi Amerika Serikat ke Irak, yang menjadi benar karena Amerika Serikat memiliki kekuasaan (power). Kebenaran adalah kesesuaian objek dengan realita atau kesesuaian objek dengan pengetahuan parameter kebenaran. Konsep kebenaran memiliki karakteristik: 1. Kebenaran bersifat universal. Kebenaran suatu pemikiran haruis bernilai universal artinya berlaku kapan pun dan di mana pun. 2. Kebenaran bersifat mutlak. 3. Kebenaran bersifat manusiawi. Artinya bahwa poengetahuan yang disampaikan secara ilmiah dapat diterima atau dimengertoi oleh manusia. 4. Kebenaran bersifat argumentative. Argumentasi adalah proses bergeraknya suatu oengetahuan yang menjadi patokan menuju pengetahuan baru (kesimpulan). 5. Kebenaran bersifat ilmiah. Ini dimaksudkan agar kebenaran suatu oengetahuan dapat dibuktikan oleh orang lain bahwa pengetahuan tersebut sesuai dengan kenyataan yang ada. 04 4 Etika dan Filsafat Komunikasi Sofia Aunul, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id C. KEBENARAN KEFILSAFATAN Kebenaran kefilsafatan harus memenuhi empat aspek, yakni objek materi, forma, metode dan sistem yang terkait dengan kebenaran. 1. Objek materi, dimana filsafat mempelajari segala sesuatu yang ada, sehingga dapat kita pahami bahwa kebenaran ilmu pengetahuan filsafat bersifat umum-universal, yang berarti tidak terkait dengan jenis-jenis objek tertentu. 2. Objek forma, kebenaran ilmu pengetahuan filsafat itu bersifat metafisika, yakni meliputi ruang lingkup mulai dari konkret-khusus sampai kepada yang abstrakuniversal. 3. Metode, kefilsafatan terarah pada pencapaian pengetahuan esensial atas setiap hal dan pengetahuan eksistensial daripada segala sesuatu dalam keterikatan yang utuh (kesatuan). 4. Sistem, kebenaran bersifat dialektis, yakni senantiasa terarah kepada keterbukaan bagi masuknya ide-ide baru dan pengetahuan-pengetahuan baru yang semakin memperjelas kebenaran. D. KEBENARAN SEBAGAI NILAI FUNDAMENTAL Louis Alvin Day dalam bukunya yang berjudul “Ethics in Media Communication”, 2006:78 mengatakan bahwa lawan dari kebenaran adalah bohong (lying), penipuan (deception), dan ketidakjujuran (dishonesty). Deception menurutnya adalah “pesan komunikasi yang disengaja agar orang lain mendapatkan pemahaman yang salah, atau agar mereka meyakini apa yang kita sendiri tidak yakin akannya”. Sedangkan bohong (lying) merupakan subkategori dari deception dan meliputi komunikasi tentang informasi yang salah dimana komunikator sendiri mengetahui bahwa informasi tersebut adalah salah. Sehingga dengan demikian, sejatinya kebenaran sebagai sebuah norma adalah bbukan hal yang baru. Tidak seperti demokrasi misalnya, norma ini tentu saja lahir dalam masyarakat modern. Dalam konteks Indonesia, bahkan, demokrasi muncul sebagai norma kehidupan bernegara baru muncul pasca reformasi tahum 1998. E. MAKNA PENTING KEBENARAN Dalam teori interaksi simbolis hakikat manusia adalah makhluk relasional. Setiap individu pasti terlibat relasi dengan sesamanya. Tidaklah mengherankan bila kemudian teori interaksi simbolik segera mengedepan bila dibandingkan dengan teori-teori sosial lainnya. 04 5 Etika dan Filsafat Komunikasi Sofia Aunul, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Keunikan dan dinamika symbol dalam proses interaksi sosial menurut manusia harus lebih kritis, peka, aktif, dan kreatif dalam menginterpretasikan simbol-simbol yang muncul dalam interaksi sosial. Keterbukaan individu dalam mengungkapkan dirinya merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam interaksi simbolik. Interaksi melalui simbol yang baik, benar, dan dipahami secara utuh akan membidani lahirnya berbagai kebaikan dalam hidup manusia. Sehingga dengan demikian, kebenaran pun sejatinya merupakan rumusan bersama sebagai hasil interaksi sosial. Pertama, ketiadaan integritas dalam komunikasi antarmanusia akan berbuntut pada penggusuran otonomi individu. Hal ini dikarenakan karena sebagai makhluk yang rasional, manusia sangat bergantung pada kebenaran dan akurasi dari informasi yang kita peroleh. Kondisi ini akan memungkinkan manusia menggunakan kebebasannya dalam hal memilih (freedom of choice). Alasan kedua pentingnya komitmen kebenaran adalah bahwa kebenaran menunjukkan rasa menghargai orang lain sebagai tujuan, bukan sebagai alat (tool). Dalam konteks sosial, kepercayaan merupakan prasyarat terbentuknya ikatan sosial. Terakhir, kebenaran merupakan unsur yang esensial bagi kelancaran proses demokrasi. Jika publik itu cerdas, akan terjadi seleksi rasional di antara argumen-argumen dengan kemenangan argument yang lebih baik, yang lalu mendapat kualitas sebagai opini publik. F. DIKOTOMI KEBENARAN DALAM KOMUNIKASI Teknologi informasi dan komunikasi yang kecepatannya bertumbuh secara eksponensial (semakin cepat, padat, mini) telah mengondisikan pola komunikasi yang juga semakin cepat, ringkas, instan, dan padat. Dalam dorongan kecepatan yang tak kuasa dikendalikan, komunikasi dan informasi menjadi sebuah terror (terror of speed), yang menghasilkan kecemasan (anxiety) dan kondisi panic (panics): kecepatan pergantian citra televisi yang tak sanggup dicerna; serbuan peesan-pesan email, blog, atau spam Internet yang tak mampu dimaknai; kecepatan pergantian perangkat lunak yang tak mempu diikuti; gelombang pergantian gaya dan gaya hidup yang menjadikan orang selalu merasa kurang (lack) dan ketinggalan zaman. 04 6 Etika dan Filsafat Komunikasi Sofia Aunul, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Menuju Teori Disinformasi Media komunikasi di abad informasi-digital berkembang ke arah sebuah titik, yang di dalamnya terjadi pelencengan fungsi komunikasi, kesimpangsiuran tanda, pengaburan makna, pendistorsian realitas, dan penisbian kebenaran. Kepalsuan yang dikemas dengan teknik imagologi yang cerdas melalui menipulasi computer graphic, kini dapat tampil sebagai kebenaran yang meyakinkan. Karenanya, kebenaran dalam media massa menjadi hal yang krusial karena kebenaran versi media kadang kala berbeda dengan kebenaran verasi masyarakat. Namun demikian, dalam jurnalistik sendiri terdapat standar minimum sebagai konsep dari kebenaran dalam me-report kebenaran. Pertama, report harus akurat, dengan cara melakukan verifikasi fakta sehingga diperoleh bukti yang valid. Kedua, untuk mendukung kebenaran dalam media seorang jurnalis perlu melakukan upaya pencerdasan dengan cara mendorong pemahaman audiensi. Pemahaman audiens kadangkala dibatasi oleh waktu dan space yang diberikan terhadap suatu liputan. Dengan demikian, maka suatu laporan mesti berisi sejumlah informasi yang memberi pemahaman bagi audiens. Dengan demikian, seorang jurnalis mesti bisa memosisikan diri antara, membuka semua hal atau sama sekali tidak me-report tentang hal tersebut. Ketiga, suatu laporan mesti bersifat fair dan seimbang. Prinsip ini menghindari bias yang sangat mungkin timbul dalam suatu laporan. Tentang ambiguitas kebenaran dalam media, Bill Kovach dan Rosenstiel, wartawan Amerika menulis dalam buku yang berjudul The Elements of Journalism: What Newspeople Should Know and the Public Should Expect (2001), menerangkan bahwa masyarakat butuh prosedur dan proses guna mendapatkan apa yang disebut kebenaran fungsional. Dikotomi lain pada media adalah kebenaran dalam iklan. Kebenaran dalam iklan, maka sejatinya tidak lebih dari logika ekonomi liberal, yang berujung pada akumulasi keuntungan. Iklan mengkonstruksi kebenarannya sendiri untuk kemudian digandakan secara massal dan terus-menerus, sehingga pada ahirnya masyarakat melihat konstruksi kebenaran yang ditawarkan oleh iklan merupakan kebenaran itu sendiri. Etika periklanan sendiri mengatakan bahwa pengiklan memiliki tanggung jawab atas kebenaran informasi tentang produk yang diiklankan. Termasuk ikut memberikan arah, 04 7 Etika dan Filsafat Komunikasi Sofia Aunul, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id batasan, dan masukan pada iklan agar tidak terjadi janji yang berlebihan atas kemampuan nyata suatu produk. Seberapa jauh tanggung jawab pengiklan pada pesan-pesan iklan yang melanggar etika, akibat kesalahan informasi yang diberikan kepada perusahaan periklanannya. Tingginya tingkat pelanggaran etika iklan obat bebas, obat tradisional, dan suplemen makanan saat ini sudah sangat memprihatinkan. Padahal ketiga kategori produk tersebut termasuk memiliki teknis media yang membahayakan masyarakat bila digunakan secara tidak benar atau tidak wajar. Daftar Pustaka Endraswara, Suwardi. 2015, Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Center for Academic Publishing Service. Mufid, Muhamad.2009. Etika dan Filsafat Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Salam, Burhaduddin. 2012. Pengantar Filsafat. Jakarta: PT Bumi Aksara. 04 8 Etika dan Filsafat Komunikasi Sofia Aunul, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id