BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ekosistim Danau Danau merupakan suatu ekosistim perairan menggenang penampung air dengan inlet lebih banyak dari pada outletnya. Danau dibedakan menjadi danau alam (Nature Lake), dan danau buatan (man made lake/artificial lake). Danau alam adalah danau yang dibentuk secara alami, biasanya berbentuk mangkok (bowl-shape), yang lebih rendah dari permukaan tanah, yang terisi air dalam waktu lama, terbentuk akibat bencana alam besar seperti glasier, aktifitas gunung merapi atau gempa tektonik. Sedangkan danau buatan adalah waduk/bendungan yang dibentuk melalui pembangunan bendungan yang memotong aliran sungai (UNEP-IETC/ILEC, 2000 dalam Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2008). Menurut Heddy dan Kurniati (1996) dalam Siagian (2009), ekosistem danau terdiri dari tiga zona, yaitu : a. Zona litoral yaitu daerah perairan yang dangkal dan biasanya terletak di tepi danau dimana sinar matahari masih dapat tembus sampai ke dasar dan ditempati oleh tumbuhan yang berakar. b. Zona limnetik yaitu zona yang terletak antara permukaan air dengan lapisan dimana sinar matahari bisa tembus secara efektif sehingga kadar fotosintesis sama dengan kadar respirasi. c. Zona propundal yaitu daerah perairan yang dalam dan dasar, dasar ini tidak dapat lagi ditembus oleh sinar matahari. Selanjutnya, Payne (1986) dan Smith (1992) dalam Siagian (2009), membagi danau atas 3 jenis berdasarkan keadaan nutrisinya, yaitu : 5 a. Danau Oligotrofik yaitu suatu danau yang mengandung sedikit nutrient (miskin nutrien), biasanya dalam dan produktifitas primernya rendah. Sedimen pada bagian dasar kebanyakan mengandung senyawa anorganik dan konsentrasi oksigen pada bagian hipolimnion tinggi. Walaupun jumlah organisme pada danau ini rendah, tetapi keanekaragaman spesies tinggi. b. Danau Eutrofik yaitu suatu danau yang mengandung banyak nutrient (kaya nutrient), khususnya Nitrat dan Fosfor yang menyebabkan pertumbuhan algae dan tumbuhan aquatic lainya meningkat. Dengan demikian produktivitas primer pada danau ini tinggi dan konsentrasi oksigen rendah. Walaupun jumlah dan biomasa organisme pada danau ini tinggi tetapi keanekaragaman spesies rendah. c. Danau Distrofik yaitu suatu danau yang memperoleh sejumlah bahanbahan organik dari luar danau, khususnya senyawa-senyawa asam yang menyebabkan air berwarna coklat. Produktivitas primer pada danau ini rendah, yang umumnya berasal dari fotosintesa flankton. Tipe danau distrofik ini juga sedikit mengandung nutrient dan pada bagian hipolimnion terjadi devisit okeigen. Suatu danau berlumpur mewakili bentuk danau distrofik ini. Indonesia memiliki 512 buah danau yang luasnya lebih 10 hm2, dengan luas seluruhnya mencapai 491.724 hm2, tersebar mulai dari Pulau Sumatera hingga Papua (Tabel 1). 6 Kondisi ekosistem danau di Indonesia saat ini semakin terancam akibat kerusakan dan pencemaran lingkungan, baik pada daerah tangkapan air maupun pada perairan danau (Omar, 2012). Tabel 1. Jumlah dan luas danau di Indonesia. Wilayah Sumatera Kalimantan Jawa dan Bali Nusa Ternggara Sulawesi Maluku Papua Jumlah Jumlah danau (luas >hm2) 170 139 31 14 30 10 127 Luas keseluruhan (hm2) 190.043 84.231 6.270 6.041 141.871 3.438 59.830 521 491.742 Sumber : KLHRI (2008) dalam Omar (2012) B. Danau Limboto Danau Limboto adalah salah satu aset sumberdaya alam yang dimiliki Provinsi Gorontalo saat ini. Danau Limboto telah berperan sebagai sumber pendapatan bagi nelayan, pencegah banjir, sumber air pangan dan objek wisata. Areal danau ini berada pada dua wilayah yaitu ± 30 % wilayah Kota Gorontalo, dan ± 70 % di wilayah Kabupaten Gorontalo, dan menjangkau 5 kecamatan (Badan Lingkungan Hidup Provinsi Gorontalo, 2009). Menurut Haryono (2004), Danau Limboto mempunyai keanekaragaman dan kekayaan jenis ikan yang paling tinggi dibanding danau Moat, Tondok, dan Tondano di Pulau Sulawesi (Tabel 3), dan ikan yang dominan adalah ikan payangka. Laporan Sarnita (1994) dalam Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Gorontalo (2009), tercatat ada 12 jenis ikan yang menghuni Danau 7 Limboto yang 4 diantaranya merupakan jenis endemik. Jenis-jenis tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Jenis-jenis ikan Danau Limboto Nama Latin Nama Indonesia Uphiocara poroceplrala*) Payangka Uphiocara sp. *) Glossogobius giurus *) Manggabai Anguilla sp *) Sidat Pertunnus sp. Kepiting (air tawar) Channa striata * * *) Gabus Trichogaster pectoralis***) Mujair Oreochromis mossambicus***) Sepat Siam Osteochilus hasselti**) Nilem Cyprinus carpio***) Mas Puntius gonionotus**) Tawes Oreochromis niloticus**) Nila Sumber : Sarnita (1994) dalam BLH Provinsi Gorontalo (2009) Ket *) : Jenis Endemik **) : Jenis hasil introduksi ***) : Jenis hasil introduksi yang berkembang biak Tabel 3. Keanekaragaman Jenis dan Kekayaan Jenis Ikan Di Danau Sulawesi Utara dan Gorontalo. Danau Indeks Tondano Limboto Keanekaragaman jenis (H) 2.89 Kekayaan jenis (R) 6.569 Kemerataan (E) 1.414 Moat Tondok 2.606 2.760 1.949 1.086 0.507 0.929 0.651 0.310 0.430 64 - 67 42 - 50 35 60 Kesamaan jenis (Is) dua Danau (%) Tondano Limboto Moat - Sumber : Haryono (2004) 8 C. Struktur Komunitas Menurut Odum (1994) dalam Satino dkk (2003), Komunitas adalah kumpulan dari populasi-populasi yang terdiri dari spesies yang berbeda yang menempati daerah tertentu. Komunitas dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk atau sifat struktur utama seperti spesies dominan, bentuk-bentuk hidup atau indikator-indikator, habitat fisik dari komunitas, dan sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional. Komunitas dapat dikaji berdasarkan klasifikasi sifat-sifat struktural (struktur komunitas). Struktur komunitas dapat dapat dipeajari melalui komposisi ukuran dan keanekaragaman spesies. Struktur komunitas juga terkait juga dengan kondisi habitat. Perubahan pada habitat akan berpengaruh pada tingkat spesies sebagai komponen terkecil penyusun populasi yang akan membentuk komunitas. Selanjutnya menurut Brower, et al., (1990) dalam Manik (2011), suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi jika kelimpahan spesies yang ada atau individu antar spesies secara keseluruhan yang sama banyak atau hampir sama banyak menurut ukurannya pada nilai indeks keanekaragaman (D’), indeks keseragaman (Es) dan indeks dominansi (D). Indeks keanekaragaman adalah ukuran kekayaan spesies dilihat dari jumlah spesies dalam suatu komunitas dan kelimpahan relatif (jumlah individu tiap spesies). Indeks keseragaman/kemerataan adalah ukuran jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas. Semakin merata penyebaran individu/proporsi antara spesies, maka keseimbangan komunitas akan makin meningkat. Umumnya apabila suatu komunitas memiliki nilai keanekaragaman dan keseragaman/kemerataan yang tinggi, maka nilai dominansinya cenderung 9 rendah; menandakan kondisi perairan yang stabil; sebaiknya apabila nilai keanekaragaman dan keseragaman/kemerataan rendah, maka nilai dominansi tinggi, menunjukkan ada dominasi suatu spesies terhadap spesies lain dan dominasi yang cukup besar akan mengarah pada kondisi komunitas yang labil atau tertekan (Masrizal & Azhar, 2001 dalam Manik 2011). D. Jenis Ikan yang Bernilai Ekonomis pada Perairan Tawar (Danau). Indonesia dikenal memiliki sumberdaya perikanan yang cukup besar, terutama dalam pembendaharaan jenis-jenis ikan. Diperkirakan sebesar 16% spesis ikan yang ada di dunia hidup di perairan Indonesia. Menurut data, total jumlah jenis ikan yang terdapat di perairan Indonesia mencapai 7000 jenis (spesies). Hampir sekitar 2000 spesies diantaranya merupakan jenis ikan air tawar (Anonim, 2013). Menurut Cahyono (2000), ikan air tawar memiliki banyak spesies atau jenis. Pada awalnya, ikan banyak hidup dan tersebar di berbagai perairan tawar, misalnya sungai-sungai, rawa-rawa atau di danau-danau. Jenis ikan air tawar menurut kegunaanya digolongkan menjadi dua, yaitu gologan ikan hias dan golongan ikan konsumsi. Dari kedua golongan ikan tersebut terdapat beberapa jenis ikan yang dapat digolongkan kedalam golongan ikan ikan hias sekaligus ikan konsumsi. Ikan tersebut diantaranya ikan gabus (Ophiochepalus striatus), ikan sidat (Anguilla sp), ikan tageh (Macrones helitius), ikan tawes (Pantius javanicus), ikan patin (Pangasius pangasius), ikan toman (Ophiocephalus micropeltes), ikan nilem (Ostiochilus haseeltii), ikan bogo (Ophiocephalis 10 gachua), ikan mas (Cyprinus carpio L), ikan hampal/palung (Hampala macrolepidota), ikan sepat siem ( Trichogastio pectoralis R), ikan betok (Anabas testudineus Bloch), ikan belut (Apodes sp), ikan biawan/tambakan (Helostoma temminchi c.v.), ikan lele (Clarias batrachus), ikan mujair (Tilapia mossambica) dan ikan gurami (Ospyronemus gouramy). E. Parameter Kualitas Air yang Mendukung Kehidupan Ikan di Perairan Tawar (Danau) Kualitas air adalah istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk pengguna tertentu, misalnya: air minum, perikanan, pengairan/irigasi, industri, rekreasi dan sebagainya (Pido, 2012). Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut pengujian yang dilakukan adalah uji kimia, fisik, dan biologi atau uji kenampakkan (bau dan warna) (Anonim, 2010 dalam Rosmarito, 2012). 1. Parameter Fisika a). Suhu Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu penyebaran organisme baik di lautan maupun di perairan air tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut. Temperatur air berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan ikan. Temperatur air yang tidak cocok, misalnya terlalu tinggi atau terlalu rendah, dapat menyebabkan ikan tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik (Ghufran & Tancung, 2007). Menurut Soesanto (1992) dalam Organsastra dkk (2009), suhu yang optimal untuk kehidupan ikan terutama berkaitan dengan selera makan ikan adalah 25˚C - 28˚C. 11 b). Kecerahan Kecerahan adalah parameter fisika yang erat kaitanya dengan fotosintesis pada suatu ekosistem perairan. Kecerahan yang tinggi menunjukan daya tembus cahaya matahari yang jauh ke dalam perairan, begitu juga sebaliknya (Erikarianto, 2008 dalam Rosmarito, 2012). Sedangkan menurut effendi (2003) dalam Jukri dkk (2013), kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di air. Kecerahan yang baik untuk kehidupan ikan adalah kecerahan dengan jumlah cahaya matahari yang masuk optimal sehingga proses fotosintesa dapat berjalan seimbang dan jumlah fitoplankton yang memadai untuk makanan ikan. Kisaran kecerahan perairan untuk kehidupan ikan air tawar adalah adalah 25 – 40 cm (Wahida, 2013) c) Kedalaman Menurut Hutabarat & Evans (1985) dalam Ubaidillah (2010), kedalaman perairan merupakan petunjuk keberadaan parameter oseanografi. Intensitas cahaya matahari akan berkurang secara cepat dan akan menghilang pada kedalaman tertentu, begitu pula temperatur dan kandungan oksigen terlarut semakin berkurang pada kedalaman tertentu sampai dasar perairan. Jadi kadar oksigen terlarut sangat berkaitan juga dengan variabel kedalaman suatu perairan atau kolam. Fitoplankton dalam melakukan fotosintesis membutuhkan cahaya maahari. Penyinaran sinar matahari akan berkurang secara cepat dengan makin tingginya kedalaman. Ini sebabnya fitoplankton sebagai produsen primer hanya dapat 12 didapat di suatu daerah atau kedalaman dimana sinar matahari dapat tembus pada badan perairan. Menurut Hariyadi et al., (1992) dalam Organsastra dkk (2009), kedalaman perairan yang baik dan normal untuk kehidupan organisme akuatik terutama ikan berkisar antara 1,5 – 2 m. 2. Parameter Kimia a). Derajat keasaman (pH) Menurut Wahida (2013), besarnya pH suatu perairan adalah besarnya konsentrasi ion hidrogen yang terdapat di dalam perairan tersebut. Dengan kata lain nilai pH suatu perairan akan menunjukkan apakah air bereaksi asam atau basa. Secara alamiah pH perairan dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 dan senyawasenyawa yang bersifat asam. Sebagai reaksinya nilai pH perairan akan berubah menjadi rendah pada pagi hari, meningkat pada siang hari dan mencapai maksimum pada sore hari serta akan menurun kembali pada malam hari. Oleh karena itu pengukuran pH perairan dilakukan pada pagi dan sore hari, karena pada saat-saat tersebut pH air mencapai puncak terendah dan tertinggi. Dalam rangka mendukung kehidupan ikan dan kultur pakan alami (fitoplankton) nilai pH air berkisar antara 6,5 – 8,5. Selanjutnya menurut effendi (2003) dalam Jukri dkk (2013), pH dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan yaitu pH = 7 (netral), 7<pH<14 (alkalis/basa), 0<pH<7 (asam). b). DO Oksigen terlarut merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme. Perubahan konsentrasi oksigen terlarut dapat menimbulkan efek langsung yang 13 berakibat pada kematian organisme perairan. Pengaruh yang tidak langsung adalah meningkatkan toksisitas bahan pencemar yang pada akhirnya dapat membahayakan organisme itu sendiri. Hal ini disebabkan oksigen terlarut digunakan untuk proses metabolisme dalam tubuh dan berkembang biak (Rahayu, 1991 dalam Irawan dkk, 2009). Konsentrasi oksigen terlarut yang aman bagi kehidupan di perairan sebaiknya harus diatas titik kritis dan tidak terdapat bahan lain yang bersifat racun, konsentrasi oksigen minimum sebesar 2 mg/l cukup memadai untuk menunjang secara normal komunitas akuatik di perairan. F. Teknik Identifikasi Ikan Identifikasi adalah tugas untuk mencari dan mengenal ciri-ciri taksonomi individu yang beraneka ragam dan memasukkannya ke dalam suatu takson. Pengertian identifikasi berbeda sekali dengan pengertian klasifikasi. Identifikasi berkaitan erat dengan ciri-ciri taksonomi dan akan menuntut sebuah sampel ke dalam suatu urutan kunci identifikasi, sedangkan klasifikasi berhubungan dengan upaya mengevaluasi sejumlah besar ciri-ciri (Omar, 2012). Menurut Saanin (1968), Identifikasi hendaklah dimulai dari nomor satu. Sifat dan tanda ikan yang hendak diidentifikasikan disesuaikan dengan bagianbagian dari nomor ini dan selanjutnya pekerjaan dilanjutkan pada nomor yang tercantum di belakang bagian-bagian yang sesuai dengan sifat atau tanda-tanda ikan itu dan begitulah selanjutnya. Dengan jalan ini akan ditemukan berturut-turut subclassic, ordo, subordo, division, familia, genus, subgenus, dan spesies ikan itu. 14 Urutan ini ialah urutan yang paling lengkap. Kebanyakan dari ordo tidak mempunyai subordo, division, subfamilia, dan subgenus, sehingga urutan yang akan didapat adalah subclassis, ordo, familia, genus, dan spesies. Sifat ikan yang paling penting bagi identifikasi ialah sebagai berikut : 1. Rumus sirip, yaitu suatu rumus yang menggambakan bentuk dan jumlahnya jari-jari sirip, dan bentuk sirip. 2. Perbandingan antara panjang, lebar, dan tinggi bagian-bagian tertentu atau antara bagian-bagian itu sendiri. 3. Bentuk garis rusuk dan jumlah sisik yang membentuk garis rusuk itu. 4. Jumlah sisik dan garis pertengahan sisi atau garis sisi. 5. Bentuk sisik dan gigi beserta susunan dan tempatnya. 6. Tulang-tulang insang. 15