Gelembung Pasar Obligasi China Pasar obligasi berpotensi menyusul kejatuhan pasar saham lantaran sudah overheating Dessy Rosalina P SHANGHAI. Daya tahan bursa finansial Cina kembali diuji. Kali ini, ancaman pecahnya gelembung (bubble) pasar obligasi China diperkirakan bakal menyusul kehancuran pasar saham. Pelaku pasar China menilai, reli pasar obligasi sudah menunjukkan tanda-tanda yang sama seperti yang muncul sebelum kejatuhan bursa saham. Analis kompak menilai, bursa surat utang sudah jenuh beli dan naik terlalu tinggi atawa overheating. Salah satu buktinya, transaksi pembelian kembali (repurchase) surat utang mencetak rekror tertinggi. Pekan ini, transaksi repurchase yang memungkinkan investor membeli kembali dalam tempo sehari, mencapai rekor CNY 2,1 triliun. Kenaikan transaksi tersebut turut mengerek naik bunga pinjaman repurchase obligasi meningkat hampir dua kali lipat menjadi 1.87% dari posisi 1% pada Mei 2015. Kenaikan bunga ini mirip yang terjadi pada kenaikan bunga transaksi repurchase saham yang meningkat menjadi 2.21% selagi bursa reli. ”Memang ada tanda-tanda bahwa pasar obligasi overheating, dan tentu reli tidak akan bertahan lama,” kata Wei Taiyuan, Manajer Investasi China Merchants Bank Co di Shanghai seperti dikutip Bloomberg, Rabu (21/10). Tanda lain, imbal hasil (yield) obligasi korporasi peringkat AAA pun terus menukik. Dengan kata lain, harga obligasi terus mendaki tajam. Kupon obligasi korporasi menurun 84 basis poin (bps) ke level 100 bps. Ini adalah level yield terendah sejak tahun 2009 lalu. Selama lima tahun terakhir, rata-rata kupon obligasi korporasi China sebesar 144 bps. Yang jadi masalah, mirip seperti pasar saham, bubble di pasar obligasi dibarengi dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Gelagat buruk mulai mumcul di pasar obligasi korporasi. Sejumlah perusahaan mulai menunjukkan tanda-tanda tak mampu membayar kupon obligasi. Contoh, awal pekan ini Sinosteel Co yang dinyatakan tak mampu (default) membayar kupon sebesar CNY 2 miliar atas obligasi yang jatuh tempo pada tahun 2017. Dana investor asing sudah keluar US$ 1,76 miliar dari pasar obligasi China Investor Asing Ancaman kejatuhan pasar utang China semakin besar karena duit investor asing mulai meninggalkan pasar obligasi. Hal ini ditandai dengan langkah Bank Sentral China (PBOC) yang menjual obligasi denominasi yuan untuk pertama kalinya di bursa surat utang London pada Selasa (20/10) waktu setempat. Ini merupakan langkah Pemerintah China untuk meningkatkan perdagangan mata uang yuan di pasar finansial globak. Sayangnya, niatan PBOC mempopulerkan obligasi yuan terjadi saat investor asing mulai menjual kepemilikan mereka. Alasannya, khawatir terhadap pertumbuhan ekonomi China. Tapi, langkah China menjajakan obligasi yuan di London mendapatkan respon positif. Sebab, obligasi yuan di bursa obligasi London menawarkan kupon lebih rendah sehingga harga berpotensi terus mendaki tinggi. ”Dana asing telah keluar dari pasar saham dan sekarang masih menunggu apakah pasar obligasi bisa melompat sebelum jatuh,” ujar Tee Choon Hong, Kepala Pasar Modal Standard Chartered wilayah China dan Asia Timur, seperti dilansir The Wall Steet Journal. PBOC menjual obligasi yuan senilai CNY 5 miliar atawa setara US$ 787 juta dengan tenor satu tahun dan menawarkan kupon sekitar 3,3%. PBOC menjual obligasi yuan perdana di London berbarengan dengan kunjungan Presiden China Xi Jinping untuk pertama kali ke Inggris. London dipilih sebagai tempat menjajakan obligasi yuan karena predikatnya sebagai penghubung (hub) antara bursa Eropa. Yang pasti, laporan Morningstar Inc menyatakan, investor asing telah menarik dana sebesar US$ 1,78 miliar dari pasar obligasi China pada Agustus 2015. Catatan saja, pertumbuhan ekonomi China turun di bawah 7% untuk pertama kalinya sejak krisis keuangan tahun 2008-2009. Produk domestik bruto (PDB) kuartal III 2015 bertumbuh 6,9% jika dibandingkan periode sama tahun lalu. KONTAN Kamis, 22 Oktober 2015