TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN STRATEGI PEMBANGUNAN Disusun Oleh: 1. Doddy Purwoharyono (320012) 2. M. Alif Timur Ghiffari (320020) 3. Reviand Ramiz (321554) 4. M. Yuriyan Santrani Killian (340703) 5. Shinta Ariyaningtyas (340704) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2012 Ekonomika Global: Sebuah Pengantar Selama beberapa dekade terakhir, perekonomian dunia telah menjadi lebih terhubung melalui ekspansi di bidang perdagangan internasional jasa serta barang primer dan manufaktur, melalui investasi portofolio seperti pinjaman internasional dan pembelian saham, dan melalui investasi langsung dari asing. Globalisasi adalah sebuah proses dimana perekonomian dunia menjadi lebih terintegrasi menuju sebuah perekonomian global dan meningkatkan pembuatan kebijakan ekonomi global, misalnya, melalui lembaga internasional seperti World Trade Organization (WTO) Globalisasi juga mengacu pada timbulnya “Budaya Global” dimana masyarakat mengkonsumsi barang dan jasa yang homogen dimanapun mereka berada dan menggunakan bahasa yang sama dalam bisnis, dalam hal ini Bahasa Inggris. Perubahan tersebut memfasilitasi teintegrasinya ekonomi dan pada gilirannya akan mempromosikan globalisasi Untuk sebagian orang, kata globalisasi memberi kesan adanya peluang bisnis yang menarik, keuntungan efisiensi dari perdagangan, pertumbuhan yang lebih cepat di bidang pengetahuan dan inovasi, serta adanya transfer pengetahuan ke Negara berkembang untuk memfasilitasi pertumbuhan yan lebih cepat. Sebagian yang lainnya menganggap globalisasi dapat meningkatkan kekhawatiran akan timbulnya masalah-masalah seperti; ketidaksetaraan mungkin akan lebih menonjol di berbagai Negara, terjadinya degradasi lingkungan mungkin akan lebih cepat, adanya dominasi internasional oleh Negara-negara yang kaya, serta adanya sebagian daerah dan masyarakat yang mungkin akan tertinggal lebih jauh. Sehingga kebijakan yang tepat dan perjanjian-perjanjian sangat dibutuhkan untuk mencegah potensi terjadinya masalah-masalah Perdagangan Internasional: Beberapa Isu Kunci Perdagangan Internasional seringkali memainkan peran penting dalam sejarah negara berkembang. Baru-baru ini, banyak perhatian tertuju pada perdagangan dan isu pembangunan dan difokuskan untuk memahami suksenya eksport Asia timur yang spektakuler. Perekonomian Taiwan, Korea Selatan, dan Asia Timur lainnya merupakan pioneer dari strategi ini, yang juga telah berhasil diikuti oleh tetangganya yang lebih besar yaitu China. Lima Pertanyaan Mendasar mengenai Perdagangan dan Pembangunan 1. Bagaimana perdagangan internasional mempengaruhi rasio, struktur dan karakter dari pertumbuhan ekonomi? Hal ini merupakan “Perdagangan sebagai sebuah mesin pertumbuhan” kontroversi yang tradisonal. 2. Bagaimana perdagangan mengubah distribusi pendapatan dan kekayaan dalam sebuah Negara dan berbeda dengan Negara lain? Apakah perdagangan adalah sebuah paksaan internasional dan setara atau tidak setara dengan domestic? Dengan kata lain, bagaimana keuntungan dan keryugian terdistribusi, dan siapa yang mendapatkan benefit? 3. Dalam kondisi apa sebuah perdagangan dapat menolong suatu Negara untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunannya? 4. Bisakah suatu Negara berkembang menentukan berapa banyak Negara itu melakukan perdagangan atau produk dan servis mana yang akan dijual sesuai dengan kemauany Negara itu sendiri? 5. Dengan mengingat pengalaman masa lalu dan penilaian calon, haruskah negara berkembang mengadopsi kebijakan yang berorientasi keluar (perdagangan bebas, arus diperluas modal dan sumber daya manusia, dll) atau sebuah kebijakan yang berorientasi ke dalam (proteksionism untuk kepentingan kemandirian), atau gabungan kombinasi dari keduanya, misalnya, dalam bentuk kerjasama ekonomi regional dan kebijakan ekspor strategis? Apa argumen yang mendukung dan menentang strategi perdagangan alternatif untuk pembangunan? Pentingnya Ekspor bagi Berbagai Negara Berkembang Negara berkembang cenderung lebih bergantung pada perdagangan daripada negara maju. Hal ini karena negara berkembang memiliki keterbatasan sumber daya modal sehingga mereka harus melakukan ekspor untuk meningkatkan sumber daya modal atau untuk memenuhi barang konsumsi yang tidak/belum tersedia di negaranya. Elastisitas Permintaan dan Pendapatan Ekspor yang Tidak Stabil Income elasticity of demand menunjukkan adanya perubahan pendapatan yang disebabkan oleh perubahan permintaan. Sedangkan, price elasticity of demand menunjukkan perubahan harga dipengaruhi oleh perubahan jumlah barang yang diminta. Pada konteks perdagangan internasional kedua elastisitas ini berkontribusi pada yang namanya export earnings instability yang menunjukkan adanya fluktuasi dalam ekspor. Nilai Tukar dan Hipotesis Prebisch-Singer Ekonom memiliki nama tersendiri untuk hubungan antara harga barang ekspor dengan impor pada jenis yang barang yang sama, yakni commodity terms of trade. Ini adalah rasio rata-rata harga ekspor terhadap harga impornya pada suatu negara. Pada negara berkembang, rasio ini cenderung menurun dari waktu ke waktu. Argumen ini dijelaskan dalam hipotesis Prebisch-singer yaitu dalam jangka panjang, negara berkembang cenderung mengalami penurunan dalam hal perdagangan primary-products yang diekspornya karena kombinasi dari pendapatan yang rendah dan price elasticity of demand. Teori Tradisional Perdagangan Internasional Mengapa manusia melakukan perdagangan? Pastinya karena itu merupakan tindakan yang menguntungkan. Setiap manusia memiliki perbedaan kemampuan begitu juga dengan negara. Oleh karena itu, diperlukan perdagangan untuk menutupi kekurangan yang dimiliki. Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage Theory) Keunggulan komparatif adalah keunggulan natural yang dimiliki negara dalam hal memproduksi suatu barang, misalnya biaya produksi yang relatif lebih murah oleh karena sebab tertentu atau ketersediaan sumber daya yang lebih banyak dibandingkan negara lain. Teori Keunggulan Absolut (Absolute Advantage Theory) Sedangkan, keunggulan absolut adalah keunggulan natural yang dimiliki negara dalam memproduksi suatu barang yang mana negara lain tidak bisa atau sangat sulit memproduksinya. Faktor Endowment Relatif dan Spesialisasi Internasional: Model Neoklasik Factor endowment trade theory adalah model neoklasik dalam perdagangan bebas yang menjelaskan bahwa negara akan melakukan spesialisasi produksi suatu komoditas dengan memanfaatkan segala faktor produksi yang dimilikinya. Teori ini berdasarkan pada 2 proporsi yang sangat penting yakni: 1. Produk yang berbeda membutuhkan faktor produksi dalam proporsi yang relatif berbeda. 2. Negara memiliki potensi faktor produksi yang berbeda. Teori Perdagangan dan Pembangunan: Argumen Tradisional Ada 5 alasan perdagangan bagi sebuah negara, yaitu: 1. Perdagangan sangat penting untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi yang nantinya dapat meningkatkan kapasitas konsumsi, output, dan menyediakan akses terhadap sumber daya yang langka atau tidak dimiliki. 2. Perdagangan mendatangkan efisiensi dalam hal penggunaan sumber daya. 3. Perdagangan membantu negara mencapai pembangunan yang mereka maksud melalui keunggulan komparatifnya. 4. Dalam perdagangan bebas dunia, harga internasional dan biaya produksi mencerminkan seberapa besar negara harus memperdagangkan dengan tujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan warga negaranya. 5. Terakhir, untuk meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan, kebijakan outward-looking dibutuhkan. Kritik Terhadap Teori Perdagangan Tradisional Neoklasik pada Negara Berkembang Terdapat 6 asumsi dasar model perdagangan tradisional neoklasik yang perlu dikaji apabila dikaitkan dengan Negara berkembang: 1. Sumber daya tetap atau sama di negara mana pun dan asumsi full employment. North-South trade models menjelaskan tentang perdagangan yang dilakukan negara kaya (negara maju/North) dan miskin (negara berkembang/South) disebabkan oleh adanya perbedaan sumber daya yang mana negara maju memiliki sumber daya modal, kemampuan entrepreneur, dan tenaga kerja ahli yang baik, sedangkan di negara berkembang sumber daya modal terbatas sehingga hanya mampu mempekerjakan tenaga kerja yang kurang ahli ditambah kurangnya kemampuan entrepreneur. Keadaan ini membuat negara maju memiliki keuntungan komparatif sehingga tingkat profit lebih tinggi. Pada negara berkembang nyatanya terdapat banyak sekali tenaga kerja yang tidak bekerja atau menganggur. Teori vent-for-surplus pada perdagangan internasional menjelaskan bahwa lahan dan tenaga kerja yang tidak/belum dimanfaatkan secara optimal akan digunakan untuk mendorong tingkat produksi barang lebih banyak sehingga dapat melakukan ekspor. Figure 12.2 The vent-for-surplus theory of trade (Economic Development, Todaro) Awalnya, suatu negara hanya mampu produksi pada titik V 9yakni primary-products diproduksi dan dikonsumsi sebesar OX dan manufactures yang diproduksi dan dikonsumsi sebesar OY). Setelah adanya perdagangan internasional (dengan rasio harga sebesar yang telah ditentukan) maka pemanfaatan sumber daya (lahan dan tenaga kerja) yang belum dimanfaatkan akan dimanfaatkan secara optimal. Dengan begitu, jumlah primary-products akan meningkat ke X’. hal ini memungkinkan kita ekspor sebanya XX’, dan mengimpor sebanyak YY’. 2. Teknologi produksi sama dan tersedia secara bebas di negara mana pun serta selera konsumen yang tidak dipengaruhi produsen. Kenyataannya negara maju lebih memliki kesempatan yang jauh lebih besar untuk menemukan/mengembangkan teknologi. Oleh hal demikian, maka banyak negara yang cenderung berinvestasi pada kemajuan teknologi negara maju. Dengan begitu, negara berkembang akan semakin tertinggal. Dengan perkembangan teknologi itu pula negara maju mendapat keuntungan dalam hal perdagangan, seperti iklan. Asumsi yang mengatakan bahwa selera konsumen tidak dipengaruhi oleh produsen tidak dapat diterima karena iklan terbukti dapat mempengaruhi selera konsumen yang mana informasi terbatas dan tidak sempurna untuknya. Dapat kita lihat juga pada kenyataan bahwa di negara berkembang, iklan didominasi oleh produk asing yang dijual dalam pasar local. 3. Faktor produksi di dalam negeri dapat bergerak dengan mudah pada aktifitas produksi serta karakteristik pasar persaingan sempurna. Pada kenyataannya, di negara berkembang faktor produksi tidak bergerak sempurna atau dengan mudahnya. Hal ini disebabkan oleh ketergantungan terhadap jumlah output, keseluruhan perekonomian, dan infrastruktur sosial, seperti jalan, rel, komunikasi, dll. Seperti yang kita tahu, infrastruktur pada negara berkembang tidak begitu tersedia dengan baik dan memadai. Selain itu, struktur institusi dan politik yang kaku turut mempengaruhi kelambanan pergerakan faktor produksi. Di sisi lain, negara maju yang memiliki keuntungan dalam hal teknologi dapat menekan biaya produksi mereka sehingga negara-negara berkembang sulit bersaing. Hal ini dapat diatasi dengan menekan harga atau jumlah output barang lokal maupun dengan mengurangi biaya produksi. Akan tetapi, produsen negara berkembang cenderung memilih untuk bersatu daripada menurunkan harga atau output atau sumber daya yang digunakan. Dengan melakukan hal tersebut maka produk tetap dapat bersaing dengan produk asing dengan memanfaatkan kelangkaan. Ini menunjukkan adanya karakteristik pasar yang cenderung oligopoli atau bahkan monopoli. Oleh karena itu, asumsi bahwa karakteristik pasar persaingan sempurna tidak dapat diterima. 4. Tidak ada peran pemerintah dalam perekonomian internasional. Seperti yang kita ketahui, pemerintah jelas berperan dalam hal perekonomian internasional. Terdapat beberapa kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk mempengaruhi perekonomian internasional, diantaranya pengenaan tarif impor, kuota impor, dan subsidi ekspor. 5. Neraca perdagangan seimbang dan negara mana pun dianggap mampu menyesuaikan diri dengan perubahan harga dan perekonomian dunia. Neraca perdagangan seimbang adalah suatu kondisi dimana nilai ekspor sama dengan nilai impor. Asumsi ini juga tidak dapat diterima apabila dikaitkan dengan negara berkembang yang mana sebagian besar mengalami neraca perdagangan yang defisit atau dapat dikatakan bahwa negara berkembang cenderung lebih banyak melakukan impor. Teori perdagangan tradisional mengasumsikan bahwa negara siap menyesuaikan dengan perubahan harga dan perekonomian dunia dalam keadaan apa pun. Penyesuaian dalam teori atau diatas kertas memang mudah, akan tetapi, pada kenyataannya sangatlah sulit. Hal ini disebabkan adanya sifat yang kaku (rigid) pada institusi atau politik dalam negeri. 6. Keuntungan dari perdagangan diterima secara nasional atau negara yang melakukan perdagangan tersebut. Kita semua tahu bahwa asumsi ini tidak sepenuhnya benar dan ini merupakan isu atau masalah yang sulilt dipecahkan. Hal ini berkenaan dengan siapa pemilik dan siapa pekerja. Seperti yang kita ketahui, banyak negara maju turut membantu menyediakan fasilitas untuk mengolah sumber daya di negara-negara berkembang, tapi yang melakukan perdagangan tetap atas nama institusi nasional sehingga keuntungan yang diperoleh akan dibagi dua dalam porsi yang sesuai kesepakatan. Strategi Perdagangan Sederhana untuk Pembangunan: Promosi Ekspor versus Substitusi Impor Terdapat cara sederana untuk pendekatan kebijakan perdagangan untuk pembangunan yakni kebijakan outward-looking atau inward-looking. Kebijakan pembangunan outward-looking adalah kebijakan yang dapat mendorong nilai ekspor, bahkan juga pergerakan bebas pada sumber daya modal, pekerja, perusahaan, dan pelajar; membuka kesempatan kerjasama multinasional; dan komunikasi terbuka. Sedangkan, kebijakan pembangunan inward-looking adalah kebijakan yang mendorong atau berpihak pada barang domestik, termasuk pengembangan teknologi domestik, membatasi impor, dan melemahkan investasi asing. Hal ini tergantung pada keadaan perekonomian negara tersebut. Pada dasarnya, hubungan strategi pembangunan sederhana ini adalah berkenaan dengan substitusi impor atau promosi ekspor. Substitusi impor adalah usaha pemerintah untuk menggantikan konsumsi barang impor dengan cara mengekspansi barang lokal atau domestik. Untuk lebih jelas, lihat figure 12.3, keseimbangan awal terjadi pada P1Q1 dengan kondisi pasar tertutup (close economy). Setelah melakukan perdagangan internasional (open economy), maka akan terdapat harga dunia atau P2. Harga dunia elastis sempurna dikarenakan pengaruh negara terhadap pasar dunia sangat kecil sehingga membuat kurva berbentuk horizontal. Dengan begitu, konsumen akan memilih harga dunia (P2) sehingga konsumen akan mengkonsumsi sebanyak Q3 sedangkan produsen akan menawarkan sebanyak Q1 karena kalah bersaing dengan produk asing. Dengan demikian, terjadi excess demand, untuk menutupinya maka harus dilakukan impor sebanyak ab. Untuk mendukung produk domestik maka pemerintak melakukan tarif impor sehingga harga barang asing akan naik atau permintaan akan berkurang serta penawaran barang domestik akan bertambah. Keuntungan pemerintah dari tindakan tersebut adalah sebesar cdfe. Figure 12.3 import substitution and thoery of protection (Economic Development, Todaro) Sedangkan, promosi ekspor adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan nilai ekspor melalui peningkatan insentif ekspor, penurunan disinsentif ekspor, dan cara lain dalam rangka untuk meningkatkan nilai tukar asing dan tujuan-tujuan tertentu. Untuk menentukan yang terbaik maka terdapat dua argumen berkenaan dengan perdagangan pada negara berkembang, yakni: Trade Pessimist: a. Keunggulan komparatif pada negara berkembang cenderung statis, karena kurangnya bakat entrepreneur dan/atau keahlian teknis. b. Transfer pendapatan tidak sepenuhnya dirasakan dan didapatkan secara nasional. Trade Optimist: a. Alokasi/penggunaan segala sumber daya dapat efisien karena adanya transfer teknologi sehingga mengurangi biaya produksi. b. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Mungkin pada awalnya promosi ekspor terasa lebih sulit dan hanya dengan sedikit keuntungan relatif pada substitusi impor, akan tetapi pada jangka panjang pada saat tertentu, promosi ekspor akan mendatangkan keuntungan/manfaat jauh lebih besar daripada substitusi impor yang mana akan mengalami diminishing return secara drastis. Pendekatan Kebijakan Expor dengan Strategi Industrialisasi Semenjak tahun 1980 sebuah pemikiran muncul dan mempengaruhi hubungan antara perdagangan dan pembangunan. Pendekatan strategi industrialisasi adalah pembangunan yang berorientasi pada expor, namun tetap mengharapkan peran pemerintah agar dapat memproduksi produk-produk expor yang lebih berkualitas dan memiliki nilai yang lebih tinggi. Pendekatan ini dimulai pertama kali sebagai literatur empiris, namun telah mengembangkan sebuah teori untuk membantu menjelaskan mengapa dengan sebuah regulasi exporjustru dapat meningkatkan laju pembangunan dibandingkan dengan perdagangan bebas tanpa adanya regulasi. Teori ini membangun pendekatan yang berfokus kepada identifikasi kegagalan pasar yang diakibatkan oleh proses industrialisasi. Beberapa penelitian menemukan bahwa 4 dari 5 negara asia timur yang berorientasi expor,kini memiliki pendapatan yang tinggi, dan fakta yang ditemukan adalahnegara-negara tersebut memiliki pemerintah yang aktif dalam mendorong industri expor dan untuk berusaha meningkatkan daya saing serta meningkatkan nilai tambah produk-produk mereka dengan memperkerjakan tenaga kerja yang lebih ahli dan menggunakan teknologi-teknologi tinggi. Beberapa program merupakan strategi industri, dan beberapa lainnya lebih condong merupakan kebijakan perindustrian. Pertanyaan selanjutnya adalah, “mengapa strategi industrialisasi yang berorientasi expor itu penting?”. Tentu saja bagi sebuah negara kecil mereka membutuhkannya karena ukuran pasar dalam negeri mereka yang kecil, namun tidak hanya itu. penggunaan ekspor manufaktur dengan kandungan teknologi yang berkembang sebagai ukuran kinerja secara otomatis menekankan target dengan manfaat pembangunan yang sangat kuat. Sebagai tambahan, pasar expor duniaadalah sebuah arena dimana kinerja benar-benar diuji, sementara sumber daya dan informasi yang tersedia benar-benar terbatas. Pada tahun 2007, penelitian yang dilakukan Ricardo Haussman, Jason Hwang, dan Dani Rodrik menemukan bahwa negara dengan pendapatan perapita lebih tinggi memiliki kecenderungan untuk mengexpor berbagai jenis barang. Mereka menyimpulkan, tidak semua barang memiliki hasil yang baik untuk perekonomian. Spesialisasi pada berbagai macam produk lebih baik dibandingkan hanya spesialiasasi pada satu atau dua produk. Bukti menunjukan bahwa pemerintah Singapur, Taiwan, dan Korea Selatan telah berperan secara aktif menggunakan strategi industri dan kebijakan industri yang spesifik selama beberapa dekade. Kebijakan spesifik yang diterapkan berbeda satu sama lain antara satu dengan lainnya, namun pada umumnya memiliki fitur yang sama untuk mendorong kemampuan manusia, teknologi, dan perusahaan tidak hanya meningkatkan intensitas pekerjaan tenaga kerja, tapi secara aktif dan sistematis juga meningkatkan kualitas kinerja mereka. Fitur lainnya adalah kolaborasi antara sektor publik dan sektor swasta, dengan pemerintah memainkan peran sebagai koordinator namun menggunakan komunikasi yang efektif dan berusaha untuk memahami halangan yang harus dihadapi oleh sektor privat dan bagaimana cara untuk menenangkan mereka, bukan bukan untuk memainkan perindustrian. Dalam globalisasi ekonomi, kesempatan untuk tumbuh melaui expor di pasar bebas menjadi lebih besar, namun disisi lain justru yang terjadi adalah sebaliknya. Sebagai contoh, dengan tidak adanya barier untuk masuk ke dalam pasar suatu negara, maka negara dengan pendapatan yang kecil dan negara-negara berkembang akan mengalami kesulitan dalam persaingan. Terlebih dengan adanya negara Cina sebagai “work shop of the world” akan membuat negara-negara kecil dan berkembang semakin sulit bersaing. Namun kini dengan mulai meningkatnya upah tenaga kerja di cina, bisa menjadi kesempatan baru bagi negara-negara kecil dan berkembang. Isu lainnya adalah seberapa besar WTO mengatur tindakan pemerintah , walaupun dukungan secara umum untuk semua industri tanpa adanya diskriminasi diperbolehkan, dan walaupun memiliki sumber daya yang cukup, tenaga kerja yang ahli,dan strategi industri yang baik seperti korea selatan dan taiwan, terkadang strategi expor negara berkembang di larang oleh WTO. Bagaimanapun terdapat area abu-abu. Isu yang ketiga adalah apabila negara lain memiliki kompetensi dan otoritas politik yang lebih tinggi seperti yang dilakukan korea selatan selama periode kebijakan industri. Menunrut beberapa pihak, tugas dari bank dunia dan agensi internasional lainnya adalah membantu negara-negara kecil dan berkembang untuk mendapatkan kompetensi yang lebih baik, namun seringkali pada kenyataannya banyak negara-negara tersebut kekurangan tenaga kerja terlatih. Perlu juga ditekankan bahwa pendekatan ini akan lebih efektif apabila pemerintah dan swasta telah berkerjasama dengan baik dan konsisten dalam pembangunan yang luas dan juga menguntungkan bagi para investor. Perdagangan Selatan-Selatan dan Integrasi Ekonomi Perdagangan selatan-selatan mereprentasikan expor antara negara berkembang di dunia pertama hingga dunia ke tiga. Expor ke cina telah menciptakan kesempatan penting bagi negara-negara berkembang. banyak pelopor pembangunan seperti Sir Arthur Lewis berargument bahwa negara-negara berkembang harus meningkatkan jumlah expornya. Argumen lainnya adalah dari Abhijit Barneje, menurutnya sulit bagi negara dengan pendapatan rendah untuk bersaing di pasar yang telah berkembang karena reputasi dari reputasi negara tersebut masih diragukan. Untuk meningkatkan kualitas dan reputasi agar dapat memasarkan produ di negara maju,dibutuhkan biaya yang sangat besar. Sehingga sebagai alternatif, negara-negara berpendapatan kecil dan menengah dapat berkerjasama dengan cara menjalin hubungan perdagangan di antara negaranegara tersebut dan juga berkerjasama meningkatkan kualitas produk-produk negara tersebut. Salah satu varian kuat dari hipotesis perdagangan selatan-selatan adalah negara berkembang harus meningkatkan perdagangan diantara sesama negara-negara berkembang dan membentuk sebuah integrasi perdagangan internasional. Bentuk-bentuk dari perdagangan ini antara lain Free Trade Area (FTA), terjadi apabila sekoelompok negara setuju untuk menghapus tarif diantara mereka namun tetap mempertahankan tarif mereka masing masing terhadap impor dari negara-negara diluar FTA. Sebagai salah satu contoh FTA yang efektif adalah North American Free Trade Agreement (NAFTA), dibawah rezim ini Mexico mengenakan tarif 0% terhadap impor gandum dari kanada, namun Mexico masih mengenakan tarif impor gandum mereka terhadap negara-negara diluar NAFTA. Mengingat terdapat perbedaan tarif antara anggota NAFTA terhadap negara-negara non anggota, pada umumnya FTA dilengkapi dengan Rules of Origin (ROO). Skim ROO ini diberlakukan untuk mencegah kasus dimana barang-barang diimpor melalui negara anggota FTA dengan tarif terendah, kemudian barang-barang tersebut dijual kembali ke negara anggota dengan tarif lebih tinggi. Custom Union (CU), terbentuk ketika sekelompok negara setuju untuk menghapuskan tarif impordiantara mereka dan sekaligus memberlakukan satu rejim tarif bersama bagi impor dari negara-negara non anggota. Pemebentukan CU menghindari keharusan perumusan ROO yang rumit namun para negara anggota harus berkoordinasi dengan baik. Uni Eropa adalah salah satu contoh dari CU. Contoh lainnya adalah MERCOSUR, yang didirikan tahun 1995 dan terdiri atas Argentina, Brazil,Paraguay, dan Uruguay. Uruguay dan negara-negara amerika selatan lainnya saat ini dalam proses untuk masuk menjadi negara anggota MERCOSUR. Common Market (CM), membentuk perdagangan bebas seperti CU, namun juga memperbolehkan pergerakan bebas tenaga kerja dan kapital antar negara-negara anggota. Uni Eropa dirancang sebagai CM pada tahun 1957 berdasarkan Treaty of Rome. Penduduk uni eropa memiliki paspor bersama dan diperbolehkan untuk berkerja dan berinvestasi tanpa batasan di negara-negara anggota Uni Eropa. Hingga saat ini Uni Eropa telah menjadi sebuah kesatuan ekonomi (Economic Union) dan kesatuan moneter (Monetary Union). Adanya kerjasama antar negara akan menghapus penghambat perdagangan antara negara-negara anggota, timbullah kemungkinan koordinasi dalam strategi industri, hal ini sangat bermanfaat terlebih bagi dunia industri, dimana terdapat economics of scale. Diantara argumen-argumen mengenai integrasi, terdapat kriteria utama yang harus dipenuhi yaitu “trade creation” dan “trade diversion”. Trade creation biasanya muncul di awal pembentukan kerjasama perdagangan regional, dimana terjadi apabila ada beberapa negara memproduksi barang yang sama, namun dengan biaya yang berbeda. Misalkan negara A dan B memproduksi tekstil. Negara A mampu memproduksi tekstil dengan biaya lebih murah dibanding negara B, namun apabila textil negara A dijual ke negara B harganya akan lebih mahal, karena terkena bea cukai, pajak, dll. Dengan menggunakan trade creation hambatan-hambatan tersebut dihapuskan, dan negara B mengurangi produk textilnya, sehingga penduduk kedua negara dapat menikmati textil dengan harga yang lebih murah. Sedangkan trade diversion adalah pemindahan negara pemasok dari negara luar anggota yang lebih efisien, ke negara anggota yang berproduksi kurang efisien. Kerjasama Blok Ekonomi Regional dan Globalisasi Perdagangan Saat ini muncul banyak berbagai bentuk kerjasama perdagangan yang didasarkan pada kedekatan dalam hal geografis, sebut saja seperti NAFTA, MERCOSUR, dan Uni Eropa. Bahkan negara-negara berkembang lainnya pun juga mendirikan kerjasama-kerjasama semacam ini seperti ASEAN yang terdiri atas negara-negara yang terletak di Asia Tenggara, dengan anggotanya Singapura, Malaysia, Laos, Myanmar, Brunei, Filipina, Vietnam,Thailand, dan yang terbesar, Indonesia. Dikawasan afrika juga terdapat kerjasama regional yang dikenal dengan nama South African Development Community (SADC) dengan anggotanya antaralain Angola, Bostwana, Lesotho, Malawi, Mozambik, Namibia, Afrika Selatan, Swahili, Zambia, dan Zimbabwe. Munculnya banyak blok ini menimbulkan pertanyaan, apakah dengan adanya blok-blok ini, globalisasi ekonomi akan segera terwujud atau justru akan semakin menjauhkan negara-negara dunia dari globalisasi ekonomi. Hingga saat ini belum ada jawaban yang pasti untuk menjawab pertanyaan ini. Pihak yang merasa optimis berargumen bahwa munculnya kerjasama-kerjasama regional ini adalah bentuk semangat untuk mewujudkan perdagangan bebas, seperti prinsip WTO. Spirit inilah yang mengijinkan anggota-anggotanya terlibat dalam FTA atau Custom Union, walaupun di sisi lain bertentangan dengan prinsip “non dikriminasi” yang diusung WTO. Sedangkan pihak yang pesimis berargumen bahwa dukungan politik terhadap perdagangan bebas cenderung berkurang setelah munculnya kerjasama regional. Kerjasamakerjasama ini juga cenderung meningkatkan hambatan perdagangan bagi negara non anggota. Kebijakan Perdagangan dari Negara Maju Kendala utama pengembangan ekspor negara-negara berkembang baik untuk produk primer maupun manufaktur telah melalui berbagai macam serangkaian hambatan perdagangan yang berasal dari negara-negara maju. Prospek dari pengembangan perdagangan internasional negara-negara berkembang bergantung pada kebijakan kebijakan ekonomi domestik dan internasional negara-negara maju. Kebijakan komersial dan ekonomi negara maju yang paling penting di pandang untuk masa depan negara negara berkembang dalam menghasilkan devisa adalah: Hambatan perdagangan tarif dan non tarif ekspor negara-negara berkembang Penyesuaian bantuan untuk pekerja yang terlantar di negara-negara maju Ekspor negara negara maju dengan biaya rendah Dampak umum kebijakan ekonomi domestik negara maju pada negara berkembang Efek keseluruhan dari hambatan tarif dan non tarif, quota , telah menurunkan harga efektif yang diterima negara berkembang untuk ekspor mereka, mengurangi jumlah yang diekspor dan mengurangi pendapatan devisa yang diterima. Perjanjian umum mengenai tarif dan negosiasi perdagangan di Uruguay pada tahun 1995 yang menjadi konsep berdirinya WTO untuk menggantikan GATT pada hakekatnya mengurangi hambatan tarif dan non tarif di banyak sektor. Tiga ketentuan utama dari pandangan negara-negara berkembang adalah sebagai berikut: 1. Negara-negara maju menurunkan tarif pada manufaktur rata-rata 40% namun negara-negara berkembang masih menghadapi tarif yang 10% lebih tinggi dari rata-rata global, sementara negara negaramaju menghadapi tarif yang 30% lebih tinggi 2. Perdagangan produk pertanian dibawah otoritas WTO dan harus semakin di liberalisasi 3. Tarif atas impor tekstil berkurang hanya menjadi rata-rata 12% tiga kali tingkat rata-rata tarif impor lainnya. Namun negara-negara berpenghasilan rendah masih menghadapi tarif yang tinggi dalam beberapa produk utama di bidang pertanian, tekstil, dan pakaian, dan subsidi pertanian sehingga menimbulkan kerugian besar bagi banyak negara berkembang Dalam tingkat rumah tangga bank dunia melaporkan bahwa tarif perdagangan yang efektif tertimbang yang dihadapi oleh masyarakat miskin jauh lebih tinggi daripada yang dihadapi oleh masyarakat non miskin . mereka yang berpenghasilan kurang dari $ 1 per hari dan mereka yang tinggal di antara $ 1 dan $ 2 per hari menghadapi tarif efektif lebih dari 14% Pemerintahan negara berkembang menyadari bahwa mereka mendapat kesepakatan yang tidak cocok dengan negosiasi di uruguay. Negara berkembang mengkritik pemerintahan negara negara maju memaksa negara-negara berkembang untuk mematuhi peraturan WTO bahkan untuk negara-negara miskin kekurangan sumberdaya. Setelah delapan putaran perdagangan liberalisasi hambatan perdagangan tetap ada dalam industri tekstil dan pertanian, barang yang paling mempengaruhi dunia berkembang. WTO mulai mempertimbangkan putaran baru perundingan untuk mengurangi hambatan perdagangan. Negosiasi yang sekarang di gelar di Doha. Pada Konferensi Tingkat Menteri Keempat di Doha, Qatar, pada tahun 2001 pemerintah anggota WTO sepakat untuk memulai negosiasi baru. Mereka juga sepakat untuk bekerja pada isu-isu lain, khususnya pelaksanaan perjanjian ini. Seluruh paket disebut Doha Development Agenda (DDA). Studi Kasus perekonomian Taiwan Taiwan merupakan contoh klasik dari sebuah negara pulau kecil yang mengintegrasikan dirinya ke dalam perekonomian dunia melalui perdagangan internasional. Keberhasilan yang luar biasa dari perekonomian berorientasi ekspor ini tercapai berkat kegigihan sumber daya yang terdidik dan terlatih. Hubungan kerja sama yang erat antara sektor pemerintah dan swasta dan lokasi geografis ang strategis selama terjadinya perang dingin yang membuat amerika serikat harus memberikan bantuan luar negeri yang besar. Taiwan adalah sebuah pulau di antara laut cina timur dan laut cina selatan. Luasnya sekitar 36.000 kilometer persegi, dengan penduduk sekitar 21,7 juta jiwa. Taiwan dalam beberapa hal di pandang sebagai teladan bagi perekonomian negara negara berkembang, khususnya berkat prestasinya mencetak laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi disertai dengan distribusi pendapatan yang relatif merata. Selama setengah abad Taiwan berjuang untuk mengubah diri dari sebuah perekonomian agragris menjadi sebuah perekonomian industri. Arus modal asing khusunya dari kaum cina perantauan, amerika serikat, jepang dan eropa barat membantu taiwan dalam mengembangkan teknologi modern padat karya sejak tahun 1960. Pada periode antara tahun 1973 hingga tahun 1982 pdb rill taiwan melonjak sekitar 9,5 %. Pemerintah Taiwan mendorong investasi asing untuk mendukung transformasi ekonomi yang semula bertumpu pada produk-produk industri manufaktur ringan ke sektor-sektor industri berteknologi tinggi baik untuk keperluan ekspor maupun substitusi impor. Dari sekian banyak sektor industri baru yang pengembangannya sangat diutamakan taiwan, beberapa di antara nya yang paling penting adalah sektor elektronika dan pengolahan informasi, instrumen presisi dan mesin mesin, pengetahuan produk-produk berteknologi tinggi, pengetahuan energi, rekayasa aeronotika, serta rekayasa genetik. Perdagangan Internasional Taiwan melonjak tiga kali lipat setiap lima tahun sejak tahun 1955 dan melonjak sekitar enam kali lipat antara tahun 1975 hingga tahun 1990 . Andalan ekspor Taiwan dari waktu ke waktu mengalami pergeseran dari yang semula produk pertanian ke produk industri ringan lalu ke produk industri berat berteknologi tinggi. Ekspor Taiwan 90% nya terutama komputer, notebook, scanner, motherboard, dan pc monitor Sedangkan lebih dari 90% impornya terdiri dari bahan-bahan mentah dan aneka barang modal. Ketika krisis mata uang di Asia pada tahun 1997 Taiwan mampu bertahan dari tekanan lebih baik dari perekonomian negara-negara Asia timur lainnya. Hal ini disebabkan selama dekade 1980-an Taiwan menghasilkan surplus perdagangan yang besar dan memupuk cadangan mata uang asing selama dekade 1980 an. Taiwan mengalami tingkat pertumbuhan gdp sebesar 5 % dari tahun 1998, nomor lima tertinggi di dunia Kisah keberhasilan Taiwan dapat dilacak ke sejumlah faktor antara lain. Land reform terbukti berhasil menciptakan landasan ekspor pertama bagi perekonomian taiwan dan menjadikan taiwan mampu berswasembada pangan (beras) Pengembangan sektor industri padat karya terbukti menyerap angkatan kerja taiwan sehingga ketika transformasi industri dijalankan taiwan sudah memiliki angkatan kerja yang cakap dan berpengalaman Diarahkannya sektor industri berteknologi tinggi pada ekspor taiwan dapat melepaskan diri dari ketergantungan pada pasar domestik yang memang terbatas Peran aktif pemerintah dalam ekonomi dan kekuatan pihak swasta nampak seimbang bahkan dapat terjalin kerja sama yang cukup baik Sistem perkreditan yang kokoh diarahkan untuk lebih melayani sektor-sektor industri ekspor , meskipun dibatasi berbagai macam peraturan sistem keuangan taiwan bisa tumbuh dengan baik.