AKTIVITAS ANTI TUMOR EKSTRAK ETANOLSELAGINELLA

advertisement
AKTIVITAS ANTI TUMOR
EKSTRAK ETANOL SELAGINELLA PADA SEL TUMOR
KELENJAR MAMARI MENCIT (Mus musculus) C3H
MUSTOFA KHOIRI
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Aktivitas Anti Tumor Ekstrak
Etanol Selaginella pada Sel Tumor Kelenjar Mamari Mencit (Mus musculus)”
adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2009
Mustofa Khoiri
NRP G353070071
ABSTRACT
MUSTOFA KHOIRI. Anti Tumor Activity of Selaginella Extract Ethanol in
Mammary Gland Tumor Cell of Mice (Mus musculus) C3H. Under Supervision of
MIFTAHUDIN,
TATIK
CHIKMAWATI,
and
DEWI
RATIH
AGUNGPRIYONO.
Breast cancer is classified as the third cause of death in Indonesia.
Medical treatment using chemotherapy, surgery, or radiation is not preferable
because it is expensive and sometime causes undesirable side effects. Consuming
natural substance to prevent and treat cancer is considerably safe and cheap.
Selaginella willdenovii, S. plana, S. ornata that excessively grow in Indonesia
especially in West Java contain biflavonoid compound that is potentially able to
inhibit proliferation of cancer cells. The objective of this research was to study
the ability of Selaginella extract to inhibit tumor cell growth of mammary gland
mice C3H. The results showed that all Selaginella extract and dose treatment
increased the body weight, tumor cell volume, percentase of tumor cell apoptotic
and decreased tumor cell mitotic. Body weight and tumor cell apoptotic increased
as the dose treatment increase up to 8 µg/ml/day. In contrast, tumor cell volume
and tumor cell mitotic decreased as the dose treatment increase. The highest
increase of body weight 0.63 g was achieved by treatment of Selaginella extract
with the dose of 8 µg/ml/day after 21 days treatment. However, the increase of
body weight was lower than that of untreated mice (1.7 g). The extract of
Selaginella and the dose of treatment affected tumor cell volume until 37.83mm3
or about one sixth smaller than that of tumor cell volume in untreated mice. The
extract of S. willdenovii could also be able to decrease tumor cells mitotic up to
1.20% and increase tumor cell apoptotic up to 40.16%. This research concluded
that Selaginella extract was able to inhibit mammary gland tumor cell
proliferation in mice.
Keyword: Selaginella, ethanol extract, anticancer, mammary gland.
RINGKASAN
MUSTOFA KHOIRI. Aktivitas Anti Tumor Ekstrak Etanol Selaginella pada Sel
Tumor Kelenjar Mamari Mencit (Mus musculus) C3H. Dibimbing Oleh
MIFTAHUDIN,
TATIK
CHIKMAWATI,
dan
DEWI
RATIH
AGUNGPRIYONO
Di Indonesia diperkirakan setiap tahun terdapat 100 penderita kanker baru
dari setiap 100.000 penduduk. Pada tahun 2005 penyakit kanker menempati
urutan ke 3 penyebab kematian di Indonesia. Banyak usaha dilakukan untuk
mencegah dan mengobati penyakit kanker. Pengobatan medis seperti kemoterapi,
pembedahan, dan penyinaran bukanlah pilihan yang diminati pasien karena biaya
mahal dan efek samping yang tidak diinginkan. Oleh karena itu perlu adanya
alternatif pencegahan dan pengobatan kanker yang aman dan mudah tersedia
dengan memanfaatkan dan mengkonsumsi bahan alami yang tumbuh di sekitar
tempat tinggal penderita kanker.
Selaginella merupakan salah satu tumbuhan yang bisa dijadikan alternatif
sebagai sumber zat anti kanker karena beberapa spesies, seperti S. willdenovii,
mengandung flavonoid 4’,7”-di-O-metilamentoflavon, isokriptomerin, dan 7”-Ometilrobusta-flavon yang secara signifikan sitotoksik terhadap berbagai sel
kanker. S. willdenovii, S. plana, dan S. ornata yang berasal dari pulau Jawa juga
mengandung flavonoid, sehingga ketiga jenis tersebut sangat berpotensi sebagai
sumber anti kanker.
Tulisan ini melaporkan hasil pengujian kemampuan anti tumor dari ekstrak
S. willdenovii, S. plana, S. ornata dari pulau Jawa dan dosis yang tepat untuk
menghambat pertumbuhan sel tumor kelenjar mamari pada mencit C3H. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan herbal anti
kanker yang aman dan murah dengan menggunakan Selaginella yang tumbuh di
Indonesia.
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan
Maret 2009. Pengambilan sampel Selaginella dilakukan di dua tempat yaitu S.
willdenovii dan S. plana di Dramaga Bogor sedangkan S. ornata di kawasan
Kebun Raya Cibodas Cianjur. Penyiapan ekstrak Selaginella dilakukan di
Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Departemen Biologi, IPB. Pemeliharaan
awal, transplantasi tumor mencit, dan pemberian ekstrak Selaginella dilakukan di
Laboratorium Patologi Anatomi Eksperimental, Fakultas Kedokteran, Universitas
Indonesia. Analisis histologi terhadap pertumbuhan tumor dilaksanakan di
Laboratorium Histopatologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor.
Pembuatan ekstrak Selaginella mengikuti metode Gayathri et al. (2005).
Transplantasi mencit C3H donor ke mencit C3H resipien dilakukan di daerah
subkutaneus pada aksila sebanyak 0.2 ml suspensi tumor setiap ekor mencit
dengan menggunakan jarum trokar. Pemberian ekstrak Selaginella dilakukan
dengan sistem cekok dengan bantuan alat sonde. Sebanyak 0.1 ml ekstrak
diberikan pada tiap ekor dengan dosis 3, 5, dan 8 µg/ml/hari selama 21 hari.
Tumor hasil pembedahan dipotong menjadi berukuran kurang lebih 4 mm dan
diletakkan dalam kaset untuk dibuat preparat dengan Automatic Tissue Processor.
Dalam tahap pembuatan preparat, tumor dalam kaset direndam dalam seri larutan
yang terdiri dari formalin 10%, alkohol 70%, alkohol 96%, alkohol absolut, dan
xylol pada tiap larutan perendaman dilakukan sebanyak dua kali. Tumor
kemudian ditanam dalam parafin menggunakan Tissue Embedding Console dan
didinginkan pada suhu 00C sampai terbentuk blok parafin padat. Selanjutnya
tumor dipotong dengan menggunakan mikrotom. Tahap akhir dari pewarnaan
hematoxylin dan eosin, preparat kemudian dianalisis dibawah mikroskop cahaya
berkamera.
Pengambilan data dilakukan dengan cara pengamatan makroskopis yang
meliputi berat mencit dan volume tumor, dan pengamatan secara mikroskopis
yang terdiri dari prosentase jumlah sel yang mengalami mitosis dan apoptosis.
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan percobaan
faktorial yang terdiri dua faktor. Faktor pertama adalah jenis ekstrak Selaginella
yang terdiri dari 3 taraf yaitu S. willdenovii, S. ornata dan S. plana. Faktor kedua
adalah dosis pemberian ekstrak Selaginella yang terdiri dari 3 taraf dosis yaitu 3,
5, dan 8 µg/ml/hari dengan 3 ulangan selama 21 hari. Analisis data dilakukan
dengan uji sidik ragam (ANOVA) satu arah menggunakan program SPSS 13
untuk Windows. Jika dari hasil analisis ragam perlakuan berpengaruh nyata
terhadap peubah yang diamati maka dilanjutkan dengan uji Duncan.
Pemberian ekstrak Selaginella berpengaruh pada penambahan berat badan
mencit. Jenis ekstrak Selaginela tidak berpengaruh nyata terhadap penambahan
berat badan, tetapi ada kecenderungan ekstrak S. plana memberikan pengaruh
paling besar. Dosis pemberian ekstrak berpengaruh nyata pada penambahan berat
badan mencit. Dosis pemberian ekstrak 8 µg/ml/hari memberikan pengaruh
penambahan berat badan paling besar yaitu 0.63 g. .
Jenis ekstrak Selaginella dan dosis pemberian ekstrak Selaginella
berpengaruh nyata terhadap volume tumor mencit C3H. Pemberian ekstrak
Selaginella dengan dosis 8 µg/ml/hari mampu menekan volume tumor paling
baik. Jenis ekstrak Selaginella berpengaruh nyata terhadap prosentase sel yang
bermitosis. Ekstrak S. willdenovii dan S. plana mampu menekan mitosis sel
tumor lebih rendah dari S. ornata. Dosis ekstrak Selaginella memberikan
pengaruh yang berbeda pada prosentase sel tumor yang bermitosis. Semakin
tinggi dosis ekstrak Selaginella yang diberikan semakin tinggi kemampuan
menekan jumlah sel tumor yang bermitosis. Pemberian ekstrak Selaginella
dengan dosis 8 µg/ml/hari mampu menekan prosentase terjadinya mitosis sel
tumor kelenjar mamari sampai tingkatan terendah (0.82%).
Jenis ekstrak dan dosis ekstrak Selaginella berpengaruh nyata terhadap
prosentase apoptosis sel tumor kelenjar mamari mencit C3H. Ekstrak S.
willdenovii dan dosis 8 µg/ml/hari berpengaruh paling baik dalam memicu proses
apoptosis sel-sel tumor kelenjar mamari mencit C3H secara berturut-turut sebesar
40.16% dan 39.69%. Pemberian ekstrak Selaginella dengan dosis 8 µg/ml
terbukti berpengaruh paling baik pada prosentase peningkatan berat badan dan
apoptosis sel tumor, serta penurunan volume tumor dan mitosis sel tumor. Ekstrak
S. willdenovii memberikan pengaruh yang paling baik pada peningkatan apoptosis
dan penurunan mitosis walaupun aktifitas penghambatan proliferasi sel tumor dan
penurunan mitosis belum maksimal.
Kata Kunci: Selaginella, anti tumor, kelenjar mamari.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya
untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah,
penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;
dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
AKTIVITAS ANTI TUMOR
EKSTRAK ETANOL SELAGINELLA PADA SEL TUMOR
KELENJAR MAMARI MENCIT (Mus musculus ) C3H
MUSTOFA KHOIRI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ietje Wientarsih, Apt. M.Sc
Judul Tesis
Nama
: Aktivitas Anti Tumor Ekstrak Etanol Selaginella pada Sel
Tumor Kelenjar Mamari Mencit (Mus musculus) C3H.
: Mustofa Khoiri
NIM
:
G353070071
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Miftahudin, M.Si.
Ketua
Dr. Ir. Tatik Chikmawati, M.Si.
Anggota
drh. Dewi Ratih Agungpriyono, Ph.D.
Anggota
Diketahui
Koordinator Program Mayor
Biologi Tumbuhan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Miftahudin, M.Si.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian: 19 Agustus 2009
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas segala karunia
dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada program
Magister Sains Institut Pertanian Bogor, dengan menghasilkan karya ilmiah
berupa tesis dengan judul Aktivitas Anti Tumor Ekstrak Etanol Selaginella Pada
Sel Tumor Kelenjar Mamari Mencit (Mus musculus). Selama menempuh studi
program Magister Sains, penulis banyak mendapatkan bantuan moril dan material
dari berbagai pihak. Untuk itu penulis sampaikan terimakasih kepada Dr.Ir.
Miftahudin, M.Si. yang telah bersedia menjadi pembimbing utama, Dr.Ir. Tatik
Chikmawati, M.Si., drh. Dewi Ratih Agungpriyono, Ph.D. yang bersedia menjadi
pembimbing anggota, Ketua dan staf pengajar Program Mayor Biologi Tumbuhan
Sekolah Pascasarjana IPB atas semua ilmu, bimbingan, dan saran yang sangat
berarti bagi penulis dalam menyelesaikan studi.
Terima kasih pula kepada DEPAG yang telah memberikan beasiswa untuk
melanjutkan studi, Dr.Ir. Tatik Chikmawati, M.Si melalui Penelitian Fundamental
dengan judul Biodiversitas dan Potensi Marga Selaginella sebagai Antioksidan dan Anti Kanker
yang telah membantu biaya penelitian. Staf dan teknisi Laboratorium Patologi
Anatomi Eksperimental FK UI, Staf dan teknisi Laboratorium Histopatologi FKH
IPB yang banyak membantu dalam penelitian.
Terimakasih tak terhingga khusus kepada istriku tercinta Helyani dan
anakku Andrian Yazid Ar Rizqi, Havidz Muhammad Iqbal dan Satria Faqih Ash
Shidieqy yang telah memberikan doa, motivasi, dan pengertian selama penulis
menempuh studi di Bogor. Tak lupa kepada orang tua Bapak Nurudin dan Ibu
Nurjanah di Trenggalek terimakasih atas doa dan restunya.
Akhirnya
seraya
berserah
diri
kepada
Allah
SWT,
penulis
mempersembahkan karya tulis ini dengan harapan semoga bermanfaat.
Bogor, Agustus 2009
Mustofa Khoiri
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Trenggalek pada tanggal 31 Juli 1969 dari Bapak
Nurudin dan Ibu Nurjanah. Penulis merupakan putra kedua dari tiga bersaudara.
Pada tahun 1989 penulis lulus dari SMAN 2 Trenggalek dan melanjutkan
di FKIP Universitas Muhammadiyah Malang lulus tahun 1994. Sejak tahun 1997
bekerja di staf Pengajar MAN kota Metro Lampung.
Kesempatan untuk melanjutkan studi ke Program Magister Mayor Biologi
Tumbuhan IPB diperoleh tahun 2007 melalui beasiswa BUD-DEPAG.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xiv
PENDAHULUAN
Latar Belakang ..............................................................................
Tujuan Penelitian ..........................................................................
1
3
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Selaginella ..................................................................
Senyawa Bioaktif pada Selaginella ................................................
Kanker dan Karsinogenik ..............................................................
Tanaman Herbal dan Antikanker ....................................................
4
7
9
13
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................
Bahan dan Alat ..............................................................................
Metode ...........................................................................................
Pembuatan Ekstrak Selaginella ..........................................
Transplantasi Tumor ..........................................................
Pemberian Ekstrak .............................................................
Tahap Preparasi .................................................................
Pengamatan Makroskopis ..................................................
Pengamatan Mikroskopis ...................................................
Rancangan Percobaan dan Analisis Data ............................
15
15
16
16
16
17
17
17
18
19
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Percobaan
Kondisi Mencit dan Tumor ............................................................
Pertambahan Berat Badan Mencit ..................................................
Pertambahan Volume Tumor Mamari Mencit C3H ........................
Sel Tumor pada Kelenjar Mamari Mencit C3H ..............................
Prosentase Mitosis Sel-Sel Tumor .................................................
Prosentase Apoptosis sel-sel tumor ................................................
Pembahasan ...................................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................
20
21
22
24
25
25
27
31
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
32
LAMPIRAN .............................................................................................
36
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
5
Selaginella willdenovii dari Kampus IPB Dramaga Bogor ...........................
2.
Selaginella plana dari Kampus IPB Darmaga Bogor ……
3.
Selaginella ornata dari Kebun Raya Cibodas Cianjur ................................
7
4.
Struktur dasar flavonoid dan biflavonoid ......................................................
8
5.
Mencit C3H yang digunakan dalam penelitian ..............................................
20
6.
Grafik hubungan antara pertambahan berat badan mencit dan dosis
ekstrak dari tiga jenis Selaginella terhadap ………………………….. 22
7.
Grafik hubungan antara pertambahan volume tumor mencit dengan
masa pemberan ekstrak dari tiga jenis Selaginella terhadap ………… 23
8.
Grafik hubungan antara pertambahan volume tumor mencit dengan
masa pemberan ekstrak dari tiga dosis pemberian ekstrak Selaginella
23
terhadap ………………………………………………………………
9.
Bentuk sel-sel tumor kelenjar mamari mencit C3H yang mengalami
mitosis dan apoptosis dengan perbesaran 400x. A: Sel kelenjar
mamari mencit yang tidak ditransplantasi tumor dan tidak diberikan
ekstrak Selaginella, B: Sel-sel tumor kelenjar mamari yang
diberikan ekstrak S. willdenovii dengan dosis 5 µg/ml/hari, C: Selsel tumor kelenjar mamari pada mencit C3H yang diberikan ekstrak
S. plana dengan dosis 8 µg/ml/hari, D: Sel-sel tumor kelenjar
mamari pada mencit C3H yang diberikan ekstrak S. ornata dengan
dosis 8 µg/ml/hari…………………….................................................
24
Grafik hubungan antara prosentase sel apoptosis dan dosis ekstrak
dari tiga jenis Selaginella ……………… ...........................................
26
10.
6
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
Analisis sidik ragam pengaruh ekstrak Selaginella terhadap
penambahan berat badan mencit C3H ………………………………… 43
2.
Analisis sidik ragam pengaruh ekstrak Selaginella terhadap volume
tumor kelenjar mamari mencit C3H pada hari ke 4 …………………... 43
3.
Analisis sidik ragam pengaruh ekstrak Selaginella terhadap volume
tumor kelenjar mamari mencit C3H pada hari ke 8 ............................... 44
4.
Analisis sidik ragam pengaruh ekstrak Selaginella terhadap volume
tumor kelenjar mamari mencit C3H pada hari ke 11 .
44
5.
Analisis sidik ragam pengaruh ekstrak Selaginella terhadap volume
45
tumor kelenjar mamari mencit C3H pada hari ke 15 .
6.
Hasil uji sidik ragam Anova satu arah pengaruh ekstrak Selaginella
terhadap volume tumor kelenjar mamari mencit C3H pada hari ke 21.. 45
7.
Hasil uji sidik ragam Anova satu arah pengaruh ekstrak Selaginella
terhadap prosentase mitosis sel tumor kelenjar mamari mencit C3H … 46
8.
Hasil uji lanjut pengaruh jenis ekstrak Selaginella terhadap prosentase
mitosis sel tumor kelenjar mamari mencit C3H ………………………. 46
9.
Hasil uji lanjut pengaruh dosis ekstrak Selaginella terhadap prosentase
mitosis sel tumor kelenjar mamari mencit C3H ………………………. 46
10.
Analisis sidik ragam pengaruh ekstrak Selaginella terhadap prosentase
apoptosis sel tumor kelenjar mamari mencit C3H ……………………. 47
11.
Hasil uji lanjut pengaruh jenis ekstrak Selaginella terhadap prosentase
apoptosis sel tumor kelenjar mamari mencit C3H …………………… 47
12.
Hasil uji lanjut pengaruh dosis ekstrak Selaginella terhadap prosentase
apoptosis sel tumor kelenjar mamari mencit C3H …………………… 47
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia setiap tahun penderita kanker di dunia
bertambah 6,25 juta orang. Di Indonesia diperkirakan setiap tahun terdapat 100
penderita baru dari setiap 100.000 penduduk. Penyakit kanker menduduki urutan
ke 3 penyebab kematian di Indonesia (Nugroho et al. 2000).
Banyak usaha dilakukan untuk mencegah dan mengobati penyakit kanker.
Pengobatan medis seperti kemoterapi, pembedahan, dan penyinaran bukanlah
pilihan yang diminati pasien karena biaya obat dan perawatan yang mahal dan
menimbulkan efek samping setelah terapi yang tidak diinginkan seperti daya
tahan tubuh menurun, rambut rontok, kulit dan gigi menjadi rusak (Nafrialdi &
Gan 1982). Oleh karena itu perlu adanya alternatif pencegahan dan pengobatan
kanker yang aman dan mudah tersedia dengan memanfaatkan dan mengkonsumsi
bahan alami yang terdapat dan tumbuh di daerah yang terjangkau penderita
kanker.
Saat ini gagasan yang tengah dikembangkan dan digalakkan
penggunaannya oleh pemerintah adalah upaya pengembangan tanaman obat.
Gagasan ini tertuang dalam Program Departemen Kesehatan, khususnya Program
Tanaman Obat Keluarga (TOGA) dan Program Apotik Hidup (Nugroho et al.
2000).
Selaginella adalah sebuah genus yang terdiri lebih dari 400 spesies yang
tersebar di seluruh dunia. Selaginella banyak ditemukan dan tersebar di beberapa
daerah di Indonesia misalnya Lombok, Jawa, dan Sulawesi (de Winter &
Amoroso 2003). Karakter morfologi yang khas dari tumbuhan ini adalah adanya
percabangan menggarpu dan sebagian besar spesies memiliki daun-daun kecil
menyerupai sisik, dengan dua ukuran yang berbeda (Jermy 1990). Selaginella
secara umum digunakan sebagai makanan tanaman herbal, bahan ketrampilan
tangan dan sebagai tanaman hias (de Winter & Amoroso 2003).
Selaginella mengandung metabolit sekunder utama Selaginella biflavonoid
(Seigler 1998).
Kandungan metabolit sekunder Selaginella dapat bervariasi
tergantung faktor lingkungan tempat tumbuh seperti iklim, lokasi, tanah, serta
metode ekstraksi (Nahrstedt & Butterweck 1997).
Hasil uji fitokimia pada
2
Selaginella yang diperoleh dari Jawa menunjukkan ekstrak Selaginella dengan
menggunakan pelarut etanol pada S. willdenovii, S. plana, dan S. ornata positif
mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, dan steroid. Demikian juga hasil
identifikasi flavonoid dalam ekstrak S. willdenovii ditemukan 2.46 ppm
amentoflavon (Chikmawati & Miftahudin 2008).
Flavonoid merupakan senyawa fenolik alam yang memiliki sifat antioksidan
(Zhai et al. 1998) dan berpotensi sebagai penghambat pertumbuhan sel kanker
(Singh et al. 2005). Pada Selaginella kandungan flavonoid juga berpotensi untuk
dapat dijadikan senyawa penghambat pertumbuhan sel kanker.
Ekstrak S.
willdenovii mengandung flavonoid 4’,7”-di-O-metilamentoflavon, isokriptomerin,
dan 7”-O-metilrobusta-flavon yang secara signifikan sitotoksik terhadap berbagai
sel kanker (Silva et al. 1995). Zat anti kanker yang diperoleh dari Selaginella
yang berupa ginkgetin yang diekstrak dengan etanol dari S. moellendorffii mampu
menghambat
pertumbuhan sel kanker ovarian adenocarcinoma (OVCAR-3)
dengan dosis 1.8 µg/ml (Sun et al. 1997). Beberapa jenis flavonoid, misalnya
genistein dan quersetin mampu menghambat aktivitas protein kinase (Murkies et
al. 1998). Mekanisme penghambatan sel kanker oleh flavonoid adalah dengan
menduduki tempat pengikatan ATP dari protein kinase sehingga menurunkan
aktivitas kinasenya. Protein kinase berperan penting dalam signal transduksi yang
memacu siklus perbanyakan pada sel-sel kanker (Hanahan & Weinberg 2000).
Beberapa protein kinase juga berperan penting pada jalur antiapoptosis (Cory &
Adams 2002) dan angiogenesis (Kerbel & Folkman 2002).
Catatan etnobotani pemanfaatan Selaginella sebagai tanaman herbal di
Indonesia relatif terbatas. Masyarakat Dayak di sekitar Taman Nasional Kayan
Mentarang Kalimantan Timur menggunakan S. plana untuk mengobati
pendarahan (Uluk et al. 2001). Masyarakat Sunda dan Kasepuhan di sekitar
Taman Nasional Gunung Halimun Jawa Barat menggunakan berbagai spesies
Selaginella untuk mengobati luka (Wijayanto 2009), pasca persalinan dan
gangguan menstruasi (Setyawan & Darusman 2008).
Pengujian klinis pemanfaatan Selaginella sebagai zat anti tumor belum
banyak dilakukan di Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang
aktivitas
penghambatan
pertumbuhan
sel
tumor
dengan
menggunakan
3
ekstrak S. willdenovii, S. plana, dan S. ornata yang banyak tumbuh di Indonesia
khususnya Jawa Barat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
pengembangan herbal anti kanker yang aman dan murah dengan menggunakan
Selaginella yang tumbuh di Indonesia
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan ekstrak etanol S.
willdenovii, S. plana, dan S. ornata, dan dosis pemberian ekstrak yang tepat untuk
menghambat pertumbuhan sel tumor kelenjar mamari pada mencit C3H.
.
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Selaginella
Secara umum klasifikasi Selaginella menurut USDA (2009) adalah
sebagai berikut:
Divisio
: Pteridophyta
Kelas
: Lycopodinae
Bangsa
: Selaginellales
Suku
: Selaginellaceae
Genus
: Selaginella
Spesies
: Selaginella sp.
Selaginella termasuk dalam tumbuhan paku atau pteridophyta yaitu
tumbuhan berpembuluh yang menggunakan spora untuk berkembangbiak secara
seksualnya (Czeladzinski 2003). Selaginella memiliki perawakan herba, merayap,
tegak atau menyebar dengan pola percabangan yang khas.
Dalam bahasa
Indonesia tumbuhan ini biasa disebut cakar ayam atau paku rane. Selaginella
dinamai cakar ayam karena daunnya tersusun di bagian kiri-kanan batang dan
cabang, bersisik-sisik seperti sisik kaki ayam (de Winter & Amoroso 2003).
Indonesia memiliki sejumlah spesies Selaginella tetapi informasi tentang
tumbuhan ini sangat terbatas. Di pulau Jawa ditemukan 18 spesies tersebar
dalam 29 lokasi dengan jumlah terbesar di Jawa Barat. Spesies yang umum
ditemukan adalah Selaginella plana, S. ornata, S. opaca, dan S. ciliaris,
sedangkan S. willdenovii hanya ditemukan di Jawa Barat (Chikmawati &
Miftahudin 2008). Secara umum spesies Selaginella menyukai daerah yang
cukup lembab yang mendapatkan cahaya matahari pagi dan ternaungi. Spesies
Selaginella juga dapat ditemukan di negara Pilipina, Thailand, Semenanjung
Malaya, dan kepulauan Solomon (Camus 1997).
Selaginella memiliki banyak nama lokal seperti rumput solo, cemara kipas
gunung, cakar ayam (Jawa), paku rane (Sunda), Menter (Jakarta), tai lantuan
(Madura), usia (Ambon), sikili batu (Minangkabau) (de Winter & Amoroso
2003).. Jenis-jenis Selaginella memiliki banyak kesamaan tetapi umumnya dapat
dibedakan berdasarkan bentuk morfologi dan pigmentasinya. Keanekaragaman
5
morfologi dan pigmentasi merupakan karakter utama dalam taksonomi
Selaginella (Czeladzinski 2003).
Berikut adalah karakteristik S. willdenovii,
S. plana dan S. ornata (Chikmawati & Miftahudin 2008).
Selaginella willdenovii
S. willdenovii merupakan semak dengan tinggi antara 1-2 meter,
memanjat, batang utama tegak, bentuk segi empat, coklat kemerahan, licin,
cabang dengan sudut 450 terhadap cabang utama. Daun permukaan atas kebiruan,
ujung keemasan. Daun tengah persisten, terletak di sudut batang dan cabang ada
yang merayap (Gambar 1). Sporofil seragam dan strobili bersegi empat. Sebaran
spesies ini di pulau Jawa khususnya Jawa Barat ditemukan di daerah Darmaga,
Cibeber, Gunung Wiru, Cangkuang, Danau Lido, dan Cigombong sedangkan di
luar Jawa Barat spesies ini tidak ditemukan. S. willdenovii dapat ditemukan pada
daerah yang cukup panas pada ketinggian ± 250 m dpl, dibawah pohon damar,
diantara semak belukar di hutan, dan dibawah pohon pinus.
Gambar 1. Selaginella willdenovii dari Kampus IPB Dramaga Bogor.
Selaginella plana
S. plana memiliki batang utama tegak, cabang membentuk frond yang
cukup besar tumbuh dari batang utama dengan jarak berjauhan, daun dimorfik
seluruhnya, warna hijau sedang, sporofil seragam dan strobili bersegi empat
(Gambar 2).
Ada beberapa variasi yang terlihat diantaranya batang coklat
dominan, batang hijau, daun hijau dominan, dan daun coklat. Daerah sebaran di
6
pulau Jawa spesies ini ditemukan di Gunung Wiru, G. Salak, G. Gede, Cibeber,
Cibodas, G. Merapi, G. Slamet, G. Sindoro, Pegunungan Sewu, Pegunungan
Wilis, G. Argopuro, dan Paninggaran Pekalongan. Spesies ini dapat ditemukan di
dekat sawah, di tebing dengan aliran air kecil dibawah tebing, tepi sungai, hutan
sekunder, ternaungi, dan terbuka pada ketinggia antara 250–2771 m dpl.
Tumbuhan sekitar kelapa, Nephrolepis, suplir, zingiber, keluarga nanas, kelapa,
pisang, dan mangga. S. plana dapat tumbuh dengan baik pada tanah lempung liat,
batu, dan tanah pasir berbatu.
Gambar 2. Selaginella plana dari Kampus IPB Darmaga Bogor.
Selaginella ornata
S. ornata memiliki batang utama tegak, warna merah hati, kaku, mudah
patah, ujung batang keemasan, ada satu akar keluar dari percabangan, daun
dimorfik seluruhnya, daun lateral oblong-garis, nampak persisten, warna hijau
muda, hijau sedang, dan coklat (merah hati). Sporofil dimorfik, sporofil dari daun
di bawah lebih kecil dari bagian atas, strobili datar dan sangat rapat (Gambar 3).
Persebaran spesies ini di pulau Jawa dapat ditemukan di daerah G. Wiru, G.
Salak, G. Gede, Cibodas, Cibeber, Paninggaran-Pekalongan, G. Slamet, dan G.
Argopuro. Di habitatnya S. ornata sering dijumpai dalam jumlah melimpah di
banyak wilayah, menyukai tempat yang lembab, terkena matahari dan ternaungi
tumbuhan lain dan terbuka, ditebing pinggir jalan dan tebing persawahan dengan
7
sumber air disekitarnya, dan hutan sekunder.
Tumbuhan sekitar yang biasa
dijumpai adalah S. plana, paku-pakuan lain, harendong, bambu, damar, palm,
rumput dan antanan. Spesies ini dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 250 –
1980 m dpl dengan jenis tanah remah, pasir, berbatu, dan lempung liat.
Gambar 3. Selaginella ornata dari Kebun Raya Cibodas Cianjur .
Senyawa Bioaktif pada Selaginella
Senyawa bioaktif pada tumbuhan dihasilkan dari proses metabolisme
sekunder. Zat-zat yang dihasilkan sebenarnya untuk pertahanan dari serangan
patogen dan jamur. Hasil penelitian yang dilakukan pada akhir-akhir ini diketahui
bahwa senyawa hasil metabolit sekunder dapat dimanfaatkan untuk zat anti
kanker, anti inflamasi, penenang, dan berbagai penyakit lainnya.
Menurut
Rahman et al. (2007) metabolit sekunder utama pada Selaginella adalah
biflavonoid yang merupakan dimer flavonoid yang dibentuk dari dua unit flavon
atau campuran antara flavon dan flavonon (Gambar 4). Sistem cincin bisiklus
dinamai cincin A dan C, sedangkan cincin unisiklus dinamai cincin B. Kedua unit
monomer biflavonoid ditandai dengan angka romawi I dan II. Posisi angka pada
masing-masing monomer dimulai dari cincin yang mengandung atom oksigen,
posisi ke-9 dan ke-10 menunjukkan karbon pada titik penyatuan.
Distribusi
senyawa ini terbatas pada Selaginellales, Psilotales, dan Gymnospermae (Seigler
1998).
8
Gambar 4. Struktur dasar flavonoid dan biflavonoid.
Selain biflavonoid pada spesies tertentu ditemukan alkaloid, fitosterol,
saponin, tanin, dan flavonoid lainnya yang kandungan maupun keberadaannya
sangat bervariasi. Faktor lingkungan tempat tumbuh seperti iklim, lokasi, tanah,
dan metode ekstraksi sangat berpengaruh pada variasi kandungan metabolit
sekunder (Nahrstedt & Butterweck 1997). Pada uji fitokimia Selaginella di pulau
Jawa menunjukkan bahwa kandungan metabolit sekunder yang ada bervariasi.
Pada S. willdenovii, S. plana, dan S. ornata positif mengandung alkaloid,
flavonoid, saponin, dan steroid. Senyawa tanin hanya ditemukan pada spesies S.
ornata sedangkan hydroquinon tidak ditemukan pada Selaginella (Chikmawati &
Miftahudin 2008).
Flavonoid merupakan metabolit sekunder yang paling beragam dan
tersebar luas. Sekitar 5-10% metabolit sekunder adalah flavonoid dengan struktur
kimia dan peran biologi yang beragam (Macheix et al. 1990).
Flavonoid
merupakan salah satu golongan fenol yang banyak ditemukan pada tumbuhan
hijau. Diperkirakan 2% dari seluruh karbon yang difiksasi oleh tumbuhan diubah
menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaitan dengannya (Markham 1988).
Pengujian lebih lanjut menunjukkan bahwa efek sitotoksik ginkgetin dapat
menyebabkan kematian sel-sel kanker OVCAR-3, cervical carcinoma (Hela) dan
foreskin fibroblast (FS-5) secara berturut-turut dengan 3.0, 5.2, dan 8.3 µg/ml.
Pemberian ginkgetin sebanyak 3 µg/ml selama 24 jam menyebabkan terjadinya
fragmentasi dan terlepasnya ikatan jalin ganda DNA.
Namun pemberian
9
ginkgetin sebanyak 5 µg/ml selama 30 menit menyebabkan peningkatan peroksida
hydrogen karena oksidasi spontan ginkgetin (Su et al. 2000). Biflavonoid dari
ekstrak S. delicatula
yaitu
robustaflavon
4’-metil eter
dan 2’’,3’’-
dihidrorobustaflavon 7,4’-dimetil eter secara signifikan dapat menghambat
pertumbuhan sel Raji dan Calu-1 (Lin
et al.
2000).
Ekstrak etanol S.
doederleinii yang bertipe amentoplavon dan heveaflavon bersifat sitotoksik
terhadap sel kanker murine L 929 (Lin et al. 1994).
Ekstrak air dari S.
doederleinii memiliki aktifitas anti mutagenik sedang terhadap sel kanker (Lee et
al. 2008).
Pemberian ekstrak S. tamariscina dengan pelarut organik secara signifikan
menunjukkan efek anti kanker pada kultur sel leukemia HL-60 tetapi tidak
mempengaruhi sel limfosit normal. Sedangkan ekstrak air dapat meningkatkan
ekspresi gen penekan tumor P53 dan menahan induksi fase G1 pada siklus sel.
Ekstrak S. tamariscina dapat menyebabkan fragmentasi DNA dan penggumpalan
inti yang keduanya merupakan sifat apoptosis, namun sitotoksisitas terhadap sel
kanker leukemia HL-60 tertekan oleh reactive oxygen spesies, termasuk
superoksida dismutase dan katalase (Ahn et al. 2006).
Biflavonoid yang paling kuat menghambat kanker adalah ginkgetin
sedangkan senyawa lain memberikan hasil bervariasi tergantung pada jenis sel
kankernya.
Aktivitas sitotoksik yang menunjukkan kemampuan dalam
menghambat pertumbuhan sel kanker menjadi landasan pengembangan obat anti
kanker (Kim & Park 2002).
Kanker dan Karsinogenik
Kanker termasuk penyebab utama kematian hampir di seluruh dunia yang
terus meningkat.
Di Indonesia diperkirakan setiap tahunnya terdapat 100
penderita kanker baru dari setiap 100.000 penduduk dan menempati urutan ke 3
penyebab kematian di Indonesia (Nugroho et al. 2000). Kanker adalah suatu
kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya
sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali
serta bisa menyebar ke seluruh tubuh.
Pada keadaan normal pergantian dan
peremajaan sel terjadi sesuai kebutuhan melalui proliferasi sel dan apoptosis di
10
bawah
pengaruh
proto-onkogen
dan
gen
supresor
tumor
jika
tubuh
membutuhkannya seperti mengganti sel-sel yang rusak, mati atau dalam proses
pertumbuhan. Sedangkan sel-sel kanker akan membelah diri walaupun tidak
dibutuhkan oleh tubuh sehingga terjadi kelebihan sel-sel baru (Nugroho et al.
2000).
Sifat lainnya adalah mempunyai kemampuan untuk bermigrasi dari
tempatnya tumbuh ke jaringan di dekatnya dan membentuk massa pada daerah
baru di dalam tubuh. Kanker lebih agresif dari waktu ke waktu dan menjadi letal
apabila jaringan atau organ yang diperlukannya untuk bertahan hidup mengalami
gangguan (Sofyan 2000).
Pertumbuhan jaringan yang berubah menjadi merusak disebut tumor atau
neoplasma (pertumbuhan baru). Neoplasma dapat bersifat jinak dan ganas, dan
sebutan umum untuk tumor ganas adalah kanker (Becker & Deamer 1991).
Sedangkan tumor adalah istilah umum yang digunakan untuk segala pembengkaan
atau benjolan yang disebabkan oleh apapun baik oleh pertumbuhan jaringan baru
maupun adanya pengumpulan cairan seperti kista atau benjolan yang berisi darah
karena benturan. Namun istilah tumor umumnya digunakan untuk menyatakan
adanya benjolan yang disebabkan oleh pertumbuhan jaringan baru, tetapi bukan
radang. Pembengkakan setempat yang dihubungkan dengan tumor dapat
disebabkan oleh adanya proliferasi sel, peradangan, atau infeksi (Zakaria 2001).
Kanker payudara adalah kanker pada jaringan payudara dan paling umum
diderita kaum wanita. Kaum pria juga dapat terserang kanker payudara, walaupun
kemungkinannya lebih kecil dari 1 di antara 1000.
Kanker
ini tergolong
malignan tumor payudara invasif karsinoma atau compact tubular carsinoma
dengan ciri sebagai berikut: tersusun dengan struktural yang agak monoton,
jaringan kanker tersusun kompak atau padat, jaringan stroma sedikit, bentuk sel
bulat sampai oval hingga pleomorfik, butir kromatin kasar, tersebar tidak teratur
dan kadang-kadang tampak hiperkromatik, membran inti tidak rata dan
ketebalanya tidak sama, anak inti besar dengan jumlah kadang-kadang lebih dari
satu dan pleomorfik, terbentuk pseudolobular yang dipisahkan oleh stroma atau
jaringan ikat (Zweiten 1984).
Kanker dapat disebabkan oleh akumulasi mutasi genetik yang manifestasi
penyakitnya memerlukan waktu yang lama.
Beberapa faktor penyebab dapat
11
meningkatkan resiko terjadinya kanker seperti bahan karsinogenik (Nugroho et
al. 2000) dan faktor genetik memegang peranan penting pada perkembangan sel
kanker.
Selain itu faktor kebiasaan hidup, usia, keadaan geografis juga ikut
berperan dalam timbulnya penyakit kanker (Mariono et al. 2002).
Ada tiga
penyebab yang diperkirakan oleh sebagian besar studi sebagai pemicu (inisiator)
transformasi neoplastik yaitu perubahan genetik dan kromosomal secara
abnormal, infeksi oleh virus onkogen dan adanya kontak dengan senyawa
karsinogen (Becker & Deamer 1991). Kanker juga dapat disebabkan oleh adanya
radikal bebas dan ROS. Radikal bebas dan ROS berikatan dengan asam amino
histidin, arginin, dan molekul nukleotida guanin menyebabkan kerusakan DNA
termasuk kerusakan rantai oligonukleotida, kerusakan purin dan pirimidin serta
ikatan silang DNA-protein.
Ikatan senyawa elektrofil dengan molekul DNA
menyebabkan mutasi gen dan mengarah pada pembentukan sel yang tidak
terkendali atau kanker (Zakaria 2001).
Perubahan sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses
rumit yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi. Pada
tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing
sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan oleh suatu
agen yang disebut karsinogen yang bisa berupa bahan kimia, virus, radiasi atau
sinar matahari, tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama terhadap
suatu karsinogen. Kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang disebut sel
promotor, menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen. Bahkan
gangguan fisik menahun juga bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk
mengalami suatu keganasan. Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami
inisiasi akan berubah menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak
akan terpengaruh oleh promosi (Cotran et al. 1994).
Kanker dapat tumbuh di semua jaringan tubuh, oleh karena itu dikenal
berbagai macam jenis kanker berdasarkan sel atau jaringan yang terinfeksi sel
kanker.
Hal ini juga yang menyebabkan adanya perbedaan kecepatan
pertumbuhan maupun reaksi terhadap pengobatannya (Nugroho et al. 2000).
Pada umumnya mekanisme anti kanker berdasarkan atas gangguan pada salah satu
proses yang esensial yaitu dapat menekan pertumbuhan atau proliferasi sel dengan
12
mengganggu metabolisme sel kanker. Suatu senyawa bioaktif bersifat sitotoksik
umumnya bersifat nukleofilik, sehingga dapat memblok reaksi kovalen antara
derivat karsinogen yang dielektrofilik dengan DNA (Murakami et al. 1996).
Pengobatan kanker pada umumnya sama yaitu salah satu atau kombinasi dari
operasi, penyinaran (radioterapi), obat pembunuh sel kanker (sitostatika),
meningkatkan daya tahan tubuh dan pengobatan dengan hormon. Hasilnya tentu
tergantung dari keadaan pasien dan jenis kanker (Nugroho et al. 2000).
Mekanisme karsinogenesis secara umum diawali dari proses detoksifikasi
senyawa asing, yang biasa dikenal dengan xenobiotik, di dalam hati oleh enzimenzim detoksifikasi yang terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama merupakan
aktivasi, yaitu mengkondisikan xenobiotik agar bersifat lebih mudah larut dalam
sirkulasi darah sehingga mudah diberi perlakuan pada tahap selanjutnya.
Sedangkan tahap kedua yaitu tahap konyugasi yang membuat xenobiotik dapat
diekskresikan.
Senyawa intermediat dapat terbentuk pada tahap pertama dan
bersifat radikal hasil dari penambahan satu oksigen pada senyawa xenobiotik
tersebut. Apabila kerja enzim tahap kedua tidak optimal sifat radikal senyawa
intermediat dapat menyerang sel atau jaringan normal lainnya (Hodgson & Levi
2000).
Dalam terapi kanker dikenal ada target yang ingin dicapai. Target pertama
adalah onkogen yang menstimulasi perkembangan sel melalui siklus sel yaitu
serangkaian peristiwa meliputi pembesaran sel, replikasi DNA dan pembelahan
sel, serta pemindahan set gen yang lengkap pada sel anak. Target kedua adalah
gen yang membatasi perkembangan tersebut yang disebut sebagai gen penekan
atau supresor tumor. Target ketiga adalah kelompok gen yang mengatur replikasi
dan perbaikan dari DNA. Kebanyakan tumor disebabkan oleh terjadinya mutasi
pada satu atau lebih dari ketiga target tersebut (Sofyan 2000).
Tanaman Herbal dan Antikanker
Tanaman herbal yang dijadikan sebagai herbal anti tumor harus
mengandung senyawa metabolit sekunder yang bahan aktif mempunyai tiga sifat
antara lain: (1) sifat antitoksis yaitu dapat mengeliminasi keganasan racun yang
dihasilkan oleh sel-sel tumor, (2) kemampuan sitostatika yaitu dapat dapat
13
menghambat pertumbuhan sel tumor dan melisis sel-sel tumor (Murakami et al.
1996), dan (3) antiangiogenesis yaitu kemampuan untuk memutus pasokan
makanan dan oksigen dengan menghentikan aliran darah (Hanahan & Weinberg
2000).
Tanaman herbal yang telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai
tanaman anti kanker seperti benalu teh, kedelai, buah merah, mengkudu, tetapi
belum banyak yang didukung data ilmiah dan data klinis tentang manfaat tanaman
herbal.
Hasil penelitian yang dilakukan Lam (2000) menunjukkan bahwa
karotenoid dapat menstimulasi sel imun melawan sel tumor. Isoflavon bekerja
secara sinergis dengan obat anti kanker seperti tamoxiten, cispasin, dan
andriamisin, dan bersifat anti-angiogenesis serta mempertinggi apoptosis sel
kanker. Turunan flavonoid seperti isoflavon dari kedelai, flavonol dari bawang
putih dan brokoli, flavon dari tanaman hijau, flavavon dari buah jeruk, katekin
dari teh dan apel dan proantosianidin dari anggur dan buah cerri dapat merusak sel
kanker dan menurunkan kejadian metastasis (Hecht 2000).
Menurut BPOM (2005) tanaman yang dijadikan obat dapat dikategorikan
dalam beberapa tingkatan yaitu obat tradisional, jamu, obat herbal terstandar, dan
fitofarmaka. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman.
Jamu adalah obat tradisional Indonesia.
Obat
tradisional perlu dilakukan uji praklinik dan standarisasi bahan baku untuk
dijadikan obat herbal terstandar. Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan
alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji
praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi. Fitofarmaka adalah sediaan
obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah
dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah di
standarisasi. Bahan baku adalah sediaan galenik, bahan tambahan atau bahan
lainnya, baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, yang berubah
maupun yang tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat tradisional,
walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat didalam produk.
14
Selaginella yang oleh masyarakat telah dipercaya aman dan berkhasiat
sebagai herbal dengan penelitian praklinis pada mencit C3H untuk mengetahui
efek anti tumor kelenjar mamari ini adalah tahapan untuk dijadikan dasar
pengembangan Selaginella sebagai obat herbal terstandar dengan memenuhi
kriteria diantaranya adalah aman, adanya data penunjang praklinis dan bahan baku
yang standar. Untuk pengembangan Selaginella sebagai fitofarmaka memerlukan
penelitian lanjutan diantaranya adalah standar bahan baku, stadar dosis, uji klinis
pada orang sehat maupun orang sakit (BPOM 2005).
.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan
Maret 2009.
Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat yaitu eksplorasi S.
willdenovii dan S. plana di sekitar Kampus IPB Dramaga Bogor sedangkan S
.ornata di kawasan Kebun Raya Cibodas Cianjur.
Ekstraksi Selaginellla
dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Departemen Biologi FMIPA
Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan awal, transplantasi tumor mencit, dan
pemberian ekstraks Selaginella dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi
Eksperimental, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
Preparasi untuk
analisis histologi terhadap pertumbuhan tumor dilaksanakan di Laboratorium
Histopatologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah ekstrak 3 jenis
Selaginella yaitu S. willdenovii, S. plana dan S. ornata , alkohol 70% , eter,
penyangga fosfat, formalin 70%, alkohol 80%, alkohol 96%, alkohol absolut,
xylol, parafin cair, aquadest, hematoxylin, eosin, pakan mencit standar Lab
Patologi UI, mencit (Mus musculus ) betina galur C3H sebanyak 33 ekor mencit
resipien berumur
± 2 bulan dengan berat badan antara 18-23 gr dan 2 ekor
mencit donor bertumor yang terinfeksi Mouse Mammary Tumor Viruses (MMTV)
yang diperoleh dari Laboratorium Patologi Eksperimental, Bagian Patologi
Anatomi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, oven, stirer,
kertas saring Whatman no 42, freeze dryer, Rotary evaporator, gunting dan pisau
bedah, cawan petri, jarum trokar, sonde, neraca miligram, kandang mencit, jangka
sorong, papan fiksasi, Automatic Tissue Processor merek SAKURA (Jepang),
Tissue Embedding Console merek SAKURA (Jepang), mikrotom, dan mikroskop
cahaya
binokuler
fotomikrografi.
merk
Olympus
seri
BH
dilengkapi
dengan
digital
16
Metode
Pembuatan Ekstrak Selaginella
Selaginella dibersihkan dengan air kemudian dimasukkan ke dalam
kantong kertas dan dikeringkan dengan oven pada suhu tidak lebih dari 600C
selama 3 hari. Selaginella kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender
sampai terbentuk tepung dan dimasukkan dalam botol sampai jumlahnya
mencukupi. Tepung Selaginella kemudian dimaserasi dengan etanol 70% dengan
komposisi 5g dimasukkan dalam 100ml ethanol selama 24 jam (Gayathri et al.
2005). Selanjutnya dilakukan pengadukan selama 4 jam dengan kecepatan 300
rpm.
Hasil maserasi kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring
Whatman no 42. Hasil saringan diuapkan dengan menggunakan rotary vaccum
evaporator pada suhu 600C selama 3-4 jam dengan kecepatan 200 rpm (Markham
1988). Untuk menghilangkan air yang tersisa, filtrat dikeringbekukan dengan
freeze dryer sampai terbentuk pasta dan hasilnya disimpan dalam ruang pendingin
pada suhu 4 0C.
Transplantasi Tumor
Mencit C3H Donor yang bertumor ditransplantasi ke mencit C3H resipien
yang sudah tersedia. Mencit donor dianestesi dengan eter, kulit pada bagian
bertumor diolesi dengan alkohol 70%, kemudian dibuat sayatan dengan gunting
lurus untuk mengeluarkan tumor. Tumor diletakkan di cawan petri kecil yang
terlebih dahulu dicuci dengan garam fisiologis dan diletakkan di atas es.
Kemudian diambil jaringan tumor yang masih baik, yaitu bagian yang tanpa
nekrosis.
Jaringan tumor dibersihkan dari darah dan jaringan ikat kemudian
dicacah sampai halus hingga terbentuk suspensi tumor yang partikelnya dapat
melewati jarum trokar. Transplantasi tumor dilakukan secara subkutaneus pada
daerah aksila. Transplantasi dilakukan sebanyak 0.2 ml suspensi tumor setiap
ekor mencit (Rusmarilin 2003).
Karena proses transplantasi dilakukan pada
mencit yang singenik sehingga relatif tidak ada reaksi penolakan dari sistim imun
mencit resipien karena sel tumor yang ditranplantasi tidak akan mengekspresikan
antigen asing pada mencit resipien (Kresno 2001).
17
Pemberian Ekstrak
Pemberian ekstrak Selaginella dengan metode sistem cekok yang
diberikan setiap hari dengan bantuan sonde di lambung mencit sebanyak 0.1
ml/ekor.
Makanan mencit adalah makanan standar produksi Lab. Patologi
Anatomi Eksperimental UI sebanyak 5g/hari dan minuman akuades diberikan
secara ad libitum (air tersedia dalam tempat khusus dan mencit bebas dalam
mengambil minuman).
Tahap Preparasi
Sel tumor hasil pembedahan dipotong dengan ketebalan kurang lebih 4mm
dan diletakkan dalam kaset untuk diproses lebih lanjut. Bahan dalam kaset
kemudian diolah dengan Automatic Tissue Processor merek SAKURA mesin
pemroses jaringan secara otomatis yang akan membuat sediaan lebih cepat dan
lebih baik.
Dalam tahap pemrosesan tumor dalam kaset direndam dalam seri larutan
formalin 70%, alkohol 80%, alkohol 96%, alkohol absolut, xylol yang diulang
sebanyak dua kali, dan parafin cair dengan suhu maksimum 600C. Selanjutnya
adalah tahap pencetakan yaitu menanam jaringan dalam parafin menggunakan
mesin penanaman jaringan Tissue Embedding Console merek SAKURA. Hasil
cetakan kemudian diletakkan diatas lempengan pendingin suhu 00C sampai
terbentuk blok parafin padat yang kemudian dipotong dengan mikrotom. Tahap
akhir dilakukan pewarnaan hematoxylin dan eosin, penutupan dengan cover glass
dan pemberian label. Preparat yang dihasilkan kemudian diamati dibawah
mikroskop cahaya binokuler merk Olympus yang dilengkapi dengan digital
fotomikrografi.
Pengamatan Makroskopis
Pengamatan makroskopis terdiri dari berat badan mencit dan volume
tumor (Tjarta 1990).
1. Pertambahan Berat Badan.
Pertumbuhan mencit dapat diamati dari perubahan berat badan mencit.
Pertambahan berat badan mencit dapat diukur dengan cara berat badan mencit
18
akhir penelitian yaitu pada hari ke 21 dikurangi dengan berat badan mencit
pada awal penelitian dengan menggunakan neraca miligram.
2. Pertambahan Volume Tumor.
Pertumbuhan yang terjadi pada tumor dapat dilihat dari pertambahan volume
tumor pada kelenjar mamarinya. Pengamatan volume tumor dilakukan setelah
masa laten yaitu 4 hari setelah transplantasi.
Pengukuran volume tumor
dilakukan dengan cara visual dan perabaan yaitu dengan mengukur panjang
(P) dan lebar (L) tumor dengan menggunakan jangka sorong dan dilakukan 2
kali dalam satu minggu. Volume tumor dapat dihitung menggunakan rumus
V = 0.4(PL2).
Pengamatan Mikroskopis
1. Mitosis
Pertumbuhan sel tumor dapat dilihat dari aktifitas mitosis yang menunjukkan
sel tersebut sedang aktif tumbuh atau terjadi proleferasi sel tumor. Aktivitas
mitosis dapat diamati dengan melihat 10 bidang pandang dengan perbesaran
400x kemudian dihitung prosentase sel mitosis dengan rumus Gumay (1996)
berikut:
sel mitosis
Prosentase Mitosis =
sel total
X 100%
2. Apoptosis
Apoptosis adalah proses kematian sel yang terprogram, yang ditandai dengan
kematian sel per sel, penonjolan-penonjolan ke luar membran sel tanpa
disertai hilangnya integritas membran, sel akan menciut, kromatin bertambah
kompak dan massa padat yang seragam (Gavrieli et al. 1992). Aktivitas
apoptosis diamati dengan melihat 10 bidang pandang dengan perbesaran 400x
kemudian dihitung prosentase sel apoptosis dengan rumus Gumay (1996)
berikut:
sel apoptosis
Prosentase Apoptosis =
sel total
X 100%
19
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan percobaan
faktorial yang terdiri dua faktor. Faktor pertama adalah jenis ekstrak Selaginella
yang terdiri dari S. willdenowii, S. ornata dan S. plana. Faktor kedua adalah dosis
pemberian ekstrak Selaginella yaitu 0, 3, 5, dan 8 µg/ml/hari. Tiap kombinasi
perlakuan diulang sebanyak 3 kali.
Data dianalisis dengan analisis sidik ragam satu arah (ANOVA)
menggunakan program SPSS 13 untuk Windows. Apabila dari hasil analisis sidik
ragam perlakuan berpengaruh nyata terhadap suatu peubah, maka dilanjutkan
dengan uji Duncan Multi Range Test dengan tingkat kepercayaan 95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Percobaan
Kondisi Mencit dan Tumor
Mencit yang digunakan adalah galur C3H yang mempunyai warna abu-abu
tua atau agouti (Gambar 5). Mencit C3H memiliki insiden tumor mamari yang
sangat tinggi karena mencit tersebut sensitif terhadap virus tumor kelenjar susu
atau mouse mammary tumor viruses yang dapat dipindahkan pada keturunannya
melalui air susu serta memiliki periode laten yang lebih singkat ketika diberi
perlakuan induksi tumor mamari (Zwieten 1984).
Mencit galur C3H yang
digunakan pada penelitian ini berjenis kelamin betina dan berat rata-rata antara
18-23 gram per ekor yang ditempatkan pada 11 kandang dengan 3 ekor mencit
setiap kandang.
Gambar 5. Mencit C3H yang digunakan dalam penelitian.
Setelah dilakukan transplantasi tumor pada mencit percobaan terjadi
perubahan pada minggu pertama yaitu pergerakan mencit yang relatif diam dan
penurunan nafsu makan mencit.
Selama masa pengamatan tidak diteukan
kematian pada semua menit percobaan. Setelah 21 hari masa pemeliharaan tumor
yang ditransplantasi ke mencit percobaan terjadi perubahan pada kelenjar mamari
mencit yaitu adanya tumor yang menginfeksi kelenjar mamari yang dapat diamati
dan diraba dengan ukuran yang bervariasi (Lampiran 10). Setelah nekropsi pada
jaringan tumor kelenjar mamari dapat diamati juga adanya perbedaan ketebalan
21
tumor pada mencit yang diberi ekstrak Selaginella dengan dosis yang tidak sama
(Lampiran 11).
Pertambahan Berat Badan Mencit
Hasil análisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan jenis ekstrak
Selaginella tidak mempengaruhi pertambahan berat badan mencit, tetapi dosis
pemberian ekstrak Selaginella mempengaruhi pertambahan berat badan mencit
(Lampiran 1).
Pemberian ekstrak Selaginella dengan dosis 8 ug/ml/hari
menyebabkan pertambahan berat badan tertinggi (0.63 g), tetapi nilai pertambahan
ini tidak berbeda dengan pertambahan berat badan mencit yang diberi ekstrak
dengan dosis 5 ug/ml/hari (Tabel 1).
Tabel 1 Pertambahan berat badan mencit, volume tumor, prosentase mitosis dan
apoptosis dari sel tumor pada berbagai dosis pemberian ekstrak
Selaginella
Dosis
(µg/ml/hari)
Pertambahan
Berat Badan
(g)
3
0.29 a
Volume
Tumor
21 hari
(mm3)
130.95c
5
0.60 b
8
0.63 b
Prosentase
Mitosis
(%)
Prosentase
Apoptosis
(%)
2.66c
11.83 a
70.92b
1.61b
26.61 a
37.83a
0.82a
39.69 b
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada α = 0.05
Pemberian ekstrak Selaginella dengan dosis 3 ug/ml/hari menyebabkan
pertambahan berat badan mencit sebesar 0.29 g selama 21 hari. Nilai tersebut
masih lebih tinggi dibanding pertambahan berat badan mencit yang ditransplantasi
tumor tetapi tidak mendapat perlakuan ekstrak Selaginella (0.2 g). Pertambahan
berat badan mencit pada semua perlakuan masih jauh lebih rendah dibandingkan
dengan pertambahan berat badan mencit yang tidak ditransplantasi tumor dan
tidak mendapat perlakuan ekstrak Selaginella (1.7 g).
Meskipun interaksi antara jenis ekstrak Selaginella dan dosis pemberian
tidak berpengaruh nyata terhadap berat badan mencit, tetapi berat badan mencit
pada tiap jenis ekstrak Selaginella menunjukkan kecenderungan meningkat
dengan semakin meningkatnya dosis pemberian ekstrak (Gambar 6). Ekstrak S.
22
plana cenderung memberikan pertambahan berat badan paling tinggi pada semua
dosis ekstrak yang diberikan, sedangkan ekstrak S. wildenovii dan S. ornata
cenderung memberikan perambahan berat badan yang relatif sama.
0
3
5
8
Dosis ekstrak Selaginella µg/ml/hari
Gambar 6. Grafik hubungan antara pertambahan berat badan mencit
dan dosis ekstrak dari tiga jenis Selaginella.
Pertambahan Volume Tumor Mamari Mencit C3H
Perubahan ukuran volume tumor menunjukkan adanya aktivitas proliferasi
sel tumor yang dipengaruhi oleh aktifitas mitosis dan apoptosis sel tumor. Hasil
analisis sidik ragam terhadap pengaruh jenis dan dosis ekstrak Selaginella
terhadap pertambahan volume tumor kelenjar mamari mencit C3H pada hari ke 4
sampai ke 21 setelah perlakuan menunjukkan bahwa baik jenis ekstrak maupun
dosis
pemberikan
ekstrak
masing-masing
berpengaruh
nyata
terhadap
pertambahan volume tumor kelenjar mamari, tetapi inteaksi keduanya tidak
berpengaruh nyata terhadap pertambahan volume tumor antar dosis pemberian
(Lampiran 2-5). Sampai hari ke 11 pemberian ekstrak, pertambahan volume
tumor pada mencit yang mendapat pemberian ekstrak S. plana menunjukkan
pertambahan volume paling kecil, tetapi kemudian meningkat tajam pada hari ke
15 dan ke 21 (Gambar 7). Pada akhir pemberian ekstrak pertambahan volume
tumor pada mencit yang mendapat ekstrak S. plana sebesar 129.82 mm3 atau
lebih dari dua kali lipat pertambahan volume tumor pada mencit yang diberi
ekstrak S. ornata (59.89 mm3) dan S. willdenovii (60.14 mm3).
23
4
8
11
15
21
masa pemberian ekstrak Selaginella (hari)
Gambar 7. Grafik hubungan antara pertambahan volume tumor dengan masa
pemberian ekstrak S. willdenovii, S. plana dan S. ornata
Seperti halnya jenis ekstrak, dosis pemberian ekstrak Selaginella
menyebabkan perbedaan volume tumor pada mencit yang diberi dosis berbeda.
Pemberian ekstrak dengan dosis 8
g/ml/hari dapat menekan volume tumor
sampai ukuran yang terkecil di antara ketiga dosis pemberian ekstrak selama masa
percobaan (21 hari), sebaliknya dosis pemberian ekstrak 3 ug/ml/hari
menyebabkan pertambahan volume tumor paling besar (Gambar 8). Pada akhir
pemberian ekstrak (21 hari), volume tumor mencit yang diberi ekstrak Selaginella
dengan dosis 8
g/ml/hari sebesar 37.83 mm3 atau empat kali lebih kecil dari
pertambahan volume tumor pada mencit yang mendapat ekstrak Selaginella
dengan dosis 3
g/ml/hari.
4
8
21
masa pemberian ekstrak Selaginella (hari)
Gambar 8. Hubungan antara pertambahan volume tumor pada mencit dan masa
pemberian ekstrak pada tiga dosis pemberian ekstrak Selaginella.
24
Sel Tumor pada Kelenjar Mamari Mencir C3H
Pengamatan secara mikroskopis pada sel-sel tumor kelenjar mamari
dilakukan untuk mengetahui aktifitas proliferasi sel tumor yang dapat dilihat dari
aktifitas mitosis dan apoptosis. Bentuk-bentuk sel tumor kelenjar mamari yang
diberi ekstrak Selaginella menunjukkan adanya mitosis pada fase anafase. Pada
kelompok perlakuan terdapat beberapa bentuk sel tumor yang mengalami
apoptosis dengan jumlah dan bentuk tidak sama seperti nukleus sel memanjang,
lonjong, bulat mengecil, dengan ukuran yang juga bervariasi (Gambar 7).
m
a
a
a
a
2µm
a
a
a
a
a
a
2µm
Gambar 7.
2µm
2µm
Bentuk sel-sel tumor kelenjar mamari mencit C3H yang mengalami
mitosis dan apoptosis dengan perbesaran 400x. A: Sel kelenjar
mamari mencit yang tidak ditransplantasi tumor dan tidak diberikan
ekstrak Selaginella, B: Sel-sel tumor kelenjar mamari yang
diberikan ekstrak S. willdenovii dengan dosis 5 µg/ml/hari, C: Selsel tumor kelenjar mamari pada mencit C3H yang diberikan ekstrak
S. plana dengan dosis 8 µg/ml/hari, D: Sel-sel tumor kelenjar
mamari pada mencit C3H yang diberikan ekstrak S. ornata dengan
dosis 8 µg/ml/hari. Keterangan tanda panah a = sel apoptosis dan
m = sel mitosis.
25
Prosentase Mitosis Sel-Sel Tumor
Pemberian jenis ekstrak Selaginella pada mencit C3H memberikan
pengaruh yang berbeda terhadap prosentase mitosis sel tumor kelenjar mamari
mencit C3H (Lampiran 6). Pemberian ekstrak S. willdenovii dengan dosis 8
µg/ml/hari menunjukkan prosentase mitosis terendah yaitu 1.20% (Tabel 2). Nilai
prosentase mitosis ini relatif sama dengan prosentase mitosis pada sel tumor
mencit yang mendapat ekstrak S. plana, tetapi keduanya lebih rendah dari
prosentase tumor pada pemberian ekstrak S. ornata (1.48%).
Tabel 2 Prosentase mitosis dan apoptosis dari sel tumor pada tiga jenis
ekstrak Selaginella.
Jenis Selaginella
Prosentase
Mitosis
(%)
Prosentase
Apoptosis
(%)
S. willdenovii
1.20a
40.16c
S. plana
1.23a
30.88b
S. ornata
1.48b
13.81a
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf
yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada α = 0.05
Dosis pemberian ekstrak Selaginella berpengaruh nyata terhadap
perbedaan prosentase mitosis dari sel tumor pada mencit C3H (Lampiran 6).
Dosis pemberian ekstrak 8 ug/ml/hari menyebabkan prosentase mitosis dari sel
tumor mencapai tingkat terendah (0.82) diantara ketiga dosis yang diberikan
(Tabel 1). Prosentase mitosis pada pemberian ekstrak Selaginella tersebut masih
jauh lebih rendah dibandingkan dengan prosentase mitosis pada dosis 0 µg/ml/hari
yaitu 17.5%.
Prosentase Apoptosis Sel-Sel Tumor
Perkembangan tumor ditentukan salah satunya adalah banyaknya sel-sel
tumor yang mengalami apoptosis. Apoptosis merupakan proses kematian sel
yang terprogram, yang ditandai dengan kematian sel per sel, penonjolan ke luar
tanpa disertai hilangnya integritas membran, ukuran sel akan mengecil, kromatin
bertambah kompak dan massa padat yang seragam (Gavrieli et al. 1992).
Apoptosis juga merupakan proses fisiologis yang bisa mengeliminasi adanya
kerusakan dan abnormalitas sel (Taraphdar et al. 2001). Banyaknya sel tumor
30
willdenovii, S. plana dan S. ornata yang diambil dari daerah Jawa mengandung
alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, dan steroid dengan jumlah yang bervariasi
(Chikmawati & Miftahudin 2008).
Kandungan alkaloid yang terdapat dalam ekstrak Selaginella juga
berperan dalam menghambat proliferasi sel-sel tumor kelenjar mamari. Menurut
Nafrialdi dan Gan (1982) alkaloid bekerja dengan menghambat pada siklus sel
yang yang spesifik yaitu fase mitotik.
Alkaloid akan berikatan dengan
makrotubulin dan memblok polimerasi benang-benang pembelahan
siklus akan terhenti pada fase metafase.
sehingga
Steroid yang terdapat dalam ekstrak
Selaginella berperan juga dalam menghambat dalam pertumbuhan tumor kelenjar
mamari.
Steroid menghambat proliferasi sel-sel tumor mamari dengan cara
mencegah untuk terjadinya siklus sel tumor pada fase G0 (istirahat) ke fase G1,
tetapi mekanisme bagaimana penghambatan secara detail masih belum diketahui
(Nafrialdi & Gan 1982).
Dengan kombinasi kemampuan yang dimiliki oleh senyawa-senyawa
metabolit sekunder pada ekstrak Selaginella seperti flavonoid dapat mencegah
berikatannya hormon-hormon yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sel tumor,
alkaloid berperan dalam menghambat siklus sel yang yang spesifik yaitu fase
mitotik, steroid dapat mempertahankan siklus sel pada fase G0 maka penggunaan
ekstrak selaginella dengan kemampuan dalam menghambat proliferasi sel-sel
tumor dengan meningkatkan apoptosis sel tumor dan menghambat terjadinya
mitosis sel tumor dapat dijadikan dasar pengebangan herbal antitumor di masa
datang.
Untuk itu perlu dilakukan beberapa tahapan lain sebagai tindak lanjut
untuk mewujudkan Selaginella sebagai obat fitofarmaka diantaranya adalah (1) uji
klinis pada orang yang sakit atau sehat, (2) standarisasi dosis ekstrak Selaginella,
(3) standarisasi bahan baku dan (4) standarisasi produk jadinya (BPOM 2005),
dengan demikian Selaginella sebagai bahan anti tumor mamari bisa menjadi
tumpuan harapan bagi penderita kanker payudara dalam proses penyembuhan
dengan biaya yang tidak mahal dan aman dari efek samping yang biasa menyertai
pengobatan kanker secara penyinaran, obat kimia dan lubektomi.
26
yang mengalami apoptosis menunjukkan aktivitas penghambatan proliferasi sel
tumor (Gumay 1996). Hasil analisis sidik ragam pengaruh jenis dan dosis ekstrak
Selaginella terhadap prosentase apoptosis sel tumor menunjukkan bahwa jenis
dan dosis ekstrak Selaginella masing-masing berpengaruh secara nyata terhadap
prosentase apoptosis sel tumor kelenjar mamari mencit C3H (Lampiran 8).
Prosentase apoptosis sel tumor dari mencit C3H yang diberi ekstrak S.
willdenovii menunjukkan nilai paling tinggi (40.16%) dibanding prosentase
apoptosis sel tumor pada pemberian dua jenis ekstrak Selaginella lainnya (Tabel
2). Begitu juga dengan pemberian ekstrak Selaginella dengan dosis 8 ug/ml/hari
dapat menyebabkan prosentase apoptosis sel tumor paling tinggi (39.69%)
dibanding prosentase apoptosis sel tumor pada dua dosis pemberian ekstrak
Selaginella lainnya (Tabel 1).
Nilai prosentase apoptosis pada mencit yang
mendapat perlakuan ekstrak Selaginella jauh lebih tinggi dibanding dengan
prosenstase apoptosis pada mencit C3H yang ditransplantasi tumor tetapi tidak
mendapat pemberian ekstrank Selaginella (1.3%).
Meskipun jenis dan dosis ekstrak Selaginella tidak berpengaruh nyata
terhadap prosentase apoptosis sel tumor mencit C3H, tetapi terdapat
kecenderungan bahwa pada ketiga jenis ekstrak Selaginella prosentase apoptosis
meningkat dengan meningkatnya dosis pemberian ekstrak Selaginella. Disamping
itu terdapat juga kecederungan bahwa ekstrak S. wildenovii dan S. plana yang
diberikan dengan dosis 8 ug/ml/hari menunjukkan prosentase apoptosis tertinggi
(Gambar 10).
0
Gambar 10.
3
5
Dosis ekstrak Selaginella µg/ml/hari
8
Grafik hubungan antara prosentase sel apoptosis dan dosis ekstrak
dari tiga jenis Selaginella.
27
Pembahasan
Pertumbuhan berat badan mencit setelah dipisahkan dari induknya
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu hereditas, temperatur, kemampuan
adaptasi lingkungan, makanan yang cukup, dan penyakit (Yuwono et. al 2000).
Perbedaan penambahan berat badan mencit ini kemungkinan disebabkan oleh
jenis senyawa-senyawa yang terdapat dalam ekstrak Selaginella dan jumlahnya
tidak sama.
Menurut Nahrstedt dan Butterweck (1997) kandungan metabolit
sekunder dari tumbuhan sangat bervariasi dalam jenis dan jumlahnya tergantung
dari faktor-faktor lingkungan. Demikian juga senyawa metabolit sekunder
Selaginella juga bervariasi jumlah dan jenisnya. Menurut Seigler (1998) senyawa
metabolit sekunder yang utama pada Selaginella adalah biflavonoid tetapi uji
fitokimia dengan menggunakan pelarut etanol menunjukkan bahwa S. willdenovii,
S. plana, dan S. ornata yang diambil dari pulau Jawa juga mengandung alkaloid,
tanin, saponin, dan steroid. Kandungan flavonoid dari ekstrak Selaginella juga
berbeda jumlah dan jenisnya.
Senyawa fenolik dalam konsentrasi yang tinggi
yang dimiliki oleh S. plana dan S. ornata kemungkinan tipe flavonoid yang
lainnya seperti gingketin dan robustaflavon yang diidentifikasi terdapat dalam
ekstrak spesies ini (Sun et al. 1997). S. willdenovii dan S. plana walaupun berasal
dari daerah yang berdekatan tetapi kemungkinan kedua spesies memiliki jenis
flavonoid berbeda. S. ornata selain berbeda jenis dari dua Selaginella diatas juga
diambil dari daerah yang berbeda ketinggian, suhu, unsur tanah dan faktor
lingkungan yang lain.
Perubahan ukuran volume tumor menunjukkan adanya aktivitas proliferasi
sel tumor yang dipengaruhi oleh aktifitas mitosis dan apoptosis sel tumor.
Proliferasi sel tumor akan berlangsung cepat apabila aktifitas mitosis tinggi dan
apoptosis rendah (Gumay 1996). Pemberian ekstrak S. willdenovii, S. plana, dan
S. ornata mampu menekan terjadinya pertambahan volume tumor kelenjar
mamari mencit C3H pada setiap waktu pengukuran.
Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh kandungan senyawa flavonoid dalam ekstrak Selaginella yang
diberikan pada mencit mampu menekan pertumbuhan atau proliferasi sel dengan
mengganggu metabolisme sel tumor (Murakami et al. 1996).
28
Dengan adanya gangguan pada proses metabolisme sel-sel tumor akan
berpengaruh pada proses mitosis dan apoptosis sel-sel tumor. Menurut Halliwell
dan Gutteridge (1994) flavonoid yang terdapat dalam ekstrak tumbuhan atau
herbal mampu mencegah berikatannya hormon yang dibutuhkan untuk siklus
perbanyakan sel-sel tumor. Kemungkinan lain adalah meningkatkan ekspresi gen
penekan tumor P53 dan menahan induksi pada siklus sel pada fase G1 sehingga
siklus sel-sel tumor bisa dikendalikan. Gen penekan tumor P53 adalah suatu
fosfoprotein inti yang disandikan oleh kromosom p53 yang terletak pada
kromosom no 17. Fungsi protein ini adalah sebagai penekan timbulnya keganasan
pada sel tumor. Protein ini akan menghentikan siklus sel pada fase G1 bagi selsel yang mengalami cedera DNA dengan tujuan memberi kesempatan sel untuk
memulihkan cedera DNA tersebut sehingga terbentuk sel baru yang sehat. Jika
sel tidak dihambat pada G1 maka sel dengan cedera DNA akan terus melanjutkan
diri ke fase S dan membelah membentuk sel baru yang membawa cacat DNA.
Keadaan ini merupakan hal yang rawan terhadap timbulnya tumor. Cara lain
adalah dengan merangsang terjadinya apoptosis pada sel yang DNAnya cedera
sehingga dapat menghentikan perkembangbiakan sel yang DNAnya mengalami
kelainan.
Dengan proses perbaikan DNA yang mengalami kelainan maka gen
P53 yang berfungsi dengan baik dalam proses penghambatan sel tumor (Ahn et al.
2006).
Jumlah aktivitas mitosis sel tumor yang bermitosis menunjukkan sel
tersebut sedang aktif tumbuh. Semakin tinggi prosentase mitosis menunjukkan
proliferasi sel tumor juga tinggi (Halliwell & Gutteridge 1994). Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh kemampuan flavonoid yang terdapat dalam ekstrak Selaginella
menduduki tempat pengikatan ATP dari protein kinase.
Semakin banyak
flavonoid mampu menempati tempat pengikatan ATP dari protein kinase,
aktivitas protein kinase juga mengalami penurunan.
Protein kinase berperan
penting dalam signal pertumbuhan yang memacu siklus perbanyakan pada sel-sel
tumor (Hanahan & Weinberg 2000). Dengan semakin banyak flavonoid yang
diberikan akan semakin menurunkan kecepatan siklus perbanyakan sel-sel tumor.
Flavonoid genistein dan quersetin mampu menghambat aktivitas protein kinase
seperti dilaporkan oleh Murkies et al. (1998).
Protein kinase juga berperan
29
penting pada jalur antiapoptosis (Cory & Adams 2002) dan antiangiogenesis
(Kerbel & Folkman 2002).
Dengan menghambat kerja protein kinase yang
dilakukan oleh flavonoid yang terkandung dalam ekstrak Selaginella maka
pemberian ekstrak tersebut mampu menekan laju mitosis sel tumor kelenjar
mamari pada mencit C3H.
Perkembangan tumor ditentukan salah satunya adalah aktifitas sel-sel
tumor yang mengalami apoptosis. Apoptosis merupakan proses kematian sel
yang terprogram, yang ditandai dengan kematian sel per sel, penonjolan ke luar
tanpa disertai hilangnya integritas membran, ukuran sel akan mengecil, kromatin
bertambah kompak dan massa padat yang seragam (Gavrieli et al. 1992).
Apoptosis juga merupakan proses fisiologis yang bisa mengeliminasi adanya
kerusakan dan abnormalitas sel (Taraphdar et al. 2001). Banyaknya sel tumor
yang mengalami apoptosis menunjukkan aktivitas penghambatan proliferasi sel
tumor (Gumay 1996).
Pemberian ekstrak Selaginella yang diberikan pada mencit C3H dengan
dosis 8 µg/ml/hari memberikan berpengaruh yang berbeda pada pertambahan
berat badan, volume tumor, aktifitas mitosis dan apoptosis sel-sel tumor kelenjar
mamari mencit. Semakin tinggi dosis ekstrak Selaginella yang digunakan akan
semakin banyak senyawa-senyawa metabolit sekunder terutama flavonoid
berperan dalam mempengaruhi pembentukan hormon-hormon pertumbuhan
(Murakami et al. 1996), aktivitas mitosis (Hanahan & Weinberg 2000) dan
apoptosis (Cory & Adams 2002.
Pemberian ekstrak S. willdenovii, S. plana, dan S. ornata mempengaruhi
pertambahan berat badan mencit, volume tumor, aktifitas mitosis dan aktifitas
apoptosis sel tumor mamari mencit C3H yang tidak sama.
Perbedaan ini
kemungkinan disebabkan oleh kandungan senyawa metabolit sekunder yang
terdapat dalam ekstrak Selaginella yang digunakan berbeda. S. willdenovii, S.
plana dan S. ornata yang diambil dari pulau Jawa menunjukkan bahwa S.
willdenovii mengandung 2.46 ppm amentoflavon (Chikmawati & Miftahudin
2008), sedangkan S. plana dan S. ornata kandungan amentoflavon tidak
terdeteksi. Kandungan metabolit sekunder yang ada kemungkinan dari flavonoid
yang lain atau jenis metabolit sekunder seperti hasil uji fitokimia ekstrak S.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian ekstrak S. willdenovii, S. plana, dan S. ornata
berpengaruh pada pertambahan volume tumor, prosentase mitosis dan apoptosis
sel tumor, tetapi tidak berpengaruh pada pertambahan berat badan mencit C3H
yang ditransplantasi tumor. Ekstrak S. wildenovii secara umum memberikan
pengaruh paling baik sebagai anti tumor pada kelenjar mamari mencit C3H diikuti
oleh ekstrak S. plana dan S. ornata.
Dosis pemberian ekstrak Selaginella berpengaruh terhadap pertambahan
berat badan, pertambahan volume tumor, prosentase mitosis dan apoptosis sel
tumor kelenjar mamari mencit C3H.
Semakin tinggi dosis yang diberikan,
semakin tinggi berat badan mencit dan kejadian apoptosis, tetapi semakin kecil
volume tumor dan prosentase mitosis sel tumor.
Dosis pemberian ekstrak
Selaginella 8 ug/ml/hari memiliki aktifitas anti tumor terbaik, meskipun aktifitas
penghambatan proliferasi sel tumor dan peningkatan apoptosis belum maksimal.
Saran
Penggunaan jenis Selaginela dan dosis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah yang pertama kali dilakukan di Indonesia, sehingga perlu dilakukan
penelitian lanjutan dengan jenis Selaginella yang lain serta peningkatan dosis
pemberian ekstrak sampai pada tingkat aktifitas anti tumor yang maksimal tetapi
masih dalam taraf yang aman dengan memperhatikan sifat toksisitas Selaginella.
Untuk menjadikan Selaginella sebagai salah satu obat herbal yang terstandar perlu
dilakukan standarisasi bahan baku dan data ilmiah yang memadai. Dengan
dukungan data ilmiah dan uji klinis ada harapan tujuan untuk membuat zat anti
kanker yang aman, murah, dan berasal dari tanaman Indonesia bisa terpenuhi
DAFTAR PUSTAKA
Ahn SH et al. 2006. Selaginella tamariscina induces apoptosis via a caspase-3mediated mechanism in human promyelocytic leukemia cells. J Med. Food
9: 138-144.
Becker WM, Deamer DW. 1991. The Word of Cell 2
Cummings Publised Co. Inc. California.
nd
ed.: The Benjamin
BPOM 2005. Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat
Herbal Terstandar dan Fitofarmaka. Jakarta. BPOM RI No:
HK.00.05.41.1384.
Camus JM. 1997. The genus Selaginella (Selaginellaceae) in Malesia. Di Dalam:
Dransfield. J. Plant Diversity of Malesia III: 59-69.
Cory S, Adams M. 2002. The BCl-2 Family: Regulators of the Cellular Life or
Death Switch. Nature Rev.2: 647-656.
Cotran RS, Kumar V, Robbins SL. 1994. Pathologic Basic of Disease . W.B.
Saunders Company. Philadelphia.
Chikmawati T, Miftahudin. 2008. Biodiversitas dan potensi marga Selaginella
sebagai antioksidan dan anti kanker (Laporan Hasil Penelitian). LPPM.
IPB.
Czeladzinski S. 2003. Selaginella at the Barbican. Plant Heritage 10: 472-476.
De Winter WP, Amoroso VB. 2003. editor. Plant Resources of South-east Asia
15(2). Cryptogams: Ferns and fern allies. Bogor: Prosea Foundation.
Gavrieli Y, Sherman Y, Sasson SA. 1992. Identification of programmed cell
death in situ via specific labeling of nuclear DNA fragmentation. J cell
Biol. 119: 493-501.
Gayathri V, Asha V, Subromanian A. 2005. Preliminary studies on the
immunomodulatory and antioksidant properties of Selaginella species.
Indian J Pharmacol. 37: 381-385.
Gumay S. 1996. Permasalahan dalam menegakkan diagnosis sarcoma jaringan
lunak. [Di dalam]: Kursus Lanjut Patologi Jaringan Lunak dan Penyakit
Tropik. Prosiding. Bagian Patologi Anatomi. FKUI :1-6.
Halliwell B, Gutteridge JMC. 1984. Lipid perokxidation, oxygen radicals, cell
damage, and antioksidant therapy. The Lancet 323: 1396-1397.
33
Hanahan D, Weinberg RA. 2000. The Hallmarks of Cancer. J Cell 100:57-70.
Hecht SS. 2000. Chemopevention by Phytochemical Modifiers of Carcinogen
Metabolism. Di dalam: Bidlack WR et al. editor. Phytochemical as
Bioactive agents. Lancaster Technomic Publising Co. inc.
Hodgson E, Levi PE. 2000. A tektbook of modern Toxicology. Elsevier. New
York.
Jermy AC. 1990. Selaginellaceae. Di dalam : Kubitzki K, Kraamer KU, Green PS.
The Families and Genera of Vascular Plants, 1. Pteridophytes and
Gymnosperm. Berlin: Springer.
Kerbel R, Folkman J. 2002. Clinical Translation of Angiogenesis inhibitor. Nature
Rev. 2: 727-739.
Kim J, Park EJ. 2002. Cytotoxic anticancer candidates from natural resources.
Current Medicine in Chemical Anti-Cancer Agent 2: 485-537.
Kresno SB. 2001. Immunologi: Diagnosa dan prosedur laboratorium. Edisi ke-3
Jakarta FKUI.
Lam
M.
2000.
Cancer
and
Antioxidants.
[terhubung
berkala].www.drlam.com/articles/cancer and antioksidant.asp [15 Agustus
2009].
Lee C et al. 2008. Biflavonoids isolated from Selaginella tamariscina regulate the
expression of matrix metalloproteinase in human skin fibroblast.
Bioorganic and Medicinal Chemistry. 16: 732-738.
Lin LC, Kuo YC, Chou CJ. 2000. Cytotoxic biflavonoids from Selaginella
delicatula. J. of Natural products 63:627-630.
Lin R, Skaltsaunis AL. Seguin E, Tillequin F, Koch M. 1994. Phenolicc
Constituents of Selaginella doederleinii. Planta Medica 60:168-170.
Macheix JJ, Fleuriet A, Billot J. 1990. Fruit Fenolic. Boca Raton. FL.CRC press.
Mariono SA, Jusuf A, Kresno SB. 2002. Karakteristik Kandungan DNA dan
Aktivitas Proliferasi Pada Kanker Paru di Jakarta. Cermin Dunia
Kedokteran. 127: 15-17
Markham KR. 1988. Cara mengidentifikasi Flavonoid. Penerbit ITB Bandung.
Murakami A, Ohogasi A, Koshimazu K. 1996. Anti tumor promotion with food
phitochem: a strategi for cancer chemofrevention. J perfumer and
flavorist. 9: 27-29.
34
Murkies A, Wilcox L, Davis SR. 1998. Phytoestrogens. J. Clin Endocrinol
Metab. 83: 297-303.
Nafrialdi , Gan S. 1982. Antikanker. [Di dalam]: Gan S,editor. Farmakologi dan
Terapi. Ed ke-4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Indonesia, hlm 686-702.
Nahrstedt A, Buterweck V. 1997. Biologically active and other chemical
constituents of the herb of Hypericum perforatum L. Pharmaco 30: 129134.
Nugroho YA, Nuratmi B, Suhardi. 2000. Daya hambat benalu teh (Scurulla
atropurpurea Bl. Danser) terhadap proliferasi sel tumor kelenjar susu mencit
(Mus musculus L) C3H. Cermin Dunia Kedokteran. 128: 16-18.
Rahman M, Riaz M, Desai UR. 2007. Synthesis of biologically relevant biflavonoids.
Reviev. Chemistri and Biodiversity 4: 2495-2527.
Rusmarilin H. 2003. Aktivitas anti kanker ekstrak rimpang lengkuas lokal (Alpinia galanga
) pada alur sel kanker manusia serta mencit yang ditransplantasi dengan sel
tumor primer [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Seigler DS. 1998. Plant secondary Metabolism. Dodrecht: Kluwer.
Setyawan AD, Darusman LK. 2008. Review: Senyawa biflavonoid pada
Selaginella Pal. Beauv. dan pemanfaatannya. J. Biodiversitas. 9: 64-81.
Silva Gl et al. 1995. Cytotoxic biflavonoids from Selaginella wildenowii . J Phyto
4: 129-134.
Singh RP, Agrawal P, Yim D, Agrawal C, Agrawal R. 2005. Acacetin inhibits cell
growth and cell cycle progression, and induces apoptosis in human
prostate cancer cells: structure-activity relationship with linarin and linarin
acetate, Carcinogenesis. J Clin Endocrinol Metab. 26: 845-850.
Sofyan R. 2000. Terapi kanker pada tingkat molekuler. Cermin Dunia Kedokteran
127: 5-10.
Su Y, Sun CM, Chuang HH, Chang PT. 2000. Studies on the cytotoxic
mechanisms of ginkgetin in human ovarian adenocarcinoma cell line.
Naunyn Schmiedebergs Arch Pharmacol. 362: 82-90.
Sun Y, Sun CM, Syu WJ, Huang YT, Chen CC, Ou CC. 1997. Selective
cytotoxicity of ginkgetin from Selaginella moellendorffii. J natural
Products 60: 382-384.
Taraphdar AK, Roy M, Bhattacharya RK. 2001. Natural products as inducers of
apoptosis: Implication for cancer therapy and prevention. Current science
80: 1387-1396.
35
Tjarta A. 1990. Neoplasma. Di dalam: Himawan S. Editor. Patologi. FKUI.
Jakarta.
Uluk A, Sudana M, Wollenberg E. 2001. Ketergantungan masyarakat Dayak
terhadap hutan di sekitar Taman Nasional Kayan Mentarang. Bogor. Cifor.
USDA.
NRCS. 2006. The Plants Frofile. [terhubung berkala]. www
//plants.usda.gov /java/profile2 symbol= SELAG [15 Agustus 2009]]
Wijayanto 2009. Biodiversitas, Etnobotani, dan Kemampuan Antioksidan
Selaginella sp. Asal Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS)
[Skripsi]. Bogor. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Yuwono SS, Sulaksono E, dan Yekti RP. 2000. Keadaan Nilai Normal Baku
Mencit strain CBR Swiss Derived di Pusat Penelitian Penyakit Menular.
[terhubungberkala].www.kalbe.co.id/files/cdk/files//15KeadaanNilaiNorm
al92.htm
Zakaria FR. 2001. Pangan dan pencegahan kanker. J. Teknologi dan Industri
Pangan . Vol XII . No 2: 171-175.
Zhai. S, Dai R, Friedman F, Vestal R. 1998. Comparative Inhibition Of Human
cytochromes P450 1A1 and 1A2 By Flavonoids, Drug Metabolism and
Disposition, J Clin Endocrinol Metab 26: 989 – 992.
Zweiten MJ. 1984 . The rat as animal model in breast cancer research. Springer.
Nederlands.
LAMPIRAN
37
Lampiran 1.
Analisis sidik ragam pengaruh ekstrak Selaginella terhadap
penambahan berat badan mencit C3H.
Jumlah
Kuadrat
Sumber Keragaman
db
Fhit
p
Kuadrat
Tengah
Jenis ( J )
2
0.27
0.14
1.63
0.24
Dosis ( D)
2
7.12
3.55
42.07
0.00*
Interaksi J dan D
4
0.35
0.09
1.05
0.41
Galat
18
1.52
0.08
Total
26
9.26
* = perlakuan berbeda nyata terhadap respon pada α = 0.05
Lampiran 2. Analisis sidik ragam pengaruh ekstrak Selaginella terhadap volume
tumor kelenjar mamari mencit C3H pada hari ke 4.
Sumber
Jumlah
Kuadrat
db
Fhit
p
Keragaman
Kuadrat
Tengah
Jenis (J)
2
1605.44
802.72
3.85
0.41
Dosis (D)
2
9109.95
4554.98
21.82
0.00*
Interaksi J dan D
4
304.69
76.17
0.365
0.83
Galat
17
3757.94
208.77
Total
25
28572.81
* = perlakuan berbeda nyata terhadap respon pada α = 0.05
Lampiran 3.
Analisis Sidik Ragam Pengaruh ekstrak Selaginella terhadap
volume tumor kelenjar mamari mencit C3H pada hari ke 8.
Sumber
Jumlah
Kuadrat
db
Fhit
p
Keragaman
Kuadrat
Tengah
Jenis (J)
2
1736.64
868.32
3.76
0.04*
Dosis (D)
2
11228.83
5614.42
24.33
0.00*
Interaksi J dan D
4
926.91
231.73
1.00
0.43
Galat
18
4153..45
230.75
Total
26
65144.54
* = perlakuan berbeda nyata terhadap respon pada α = 0.05
Lampiran 4. Analisis sidik ragam pengaruh ekstrak Selaginella terhadap volume
tumor kelenjar mamari mencit C3H pada hari ke 11
Sumber
Kuadrat
JK
db
Fhit
p
Keragaman
Tengah
Jenis (J)
936.16
2
468.08
1.09 0.36
Dosis (D)
68055.56
2
34027.78
79.58 0.00*
Interaksi J dan D
651.89
4
162.97
0.38 0.82
Galat
7696.84
18
427.60
Total
119288
26
* = perlakuan berbeda nyata terhadap respon pada α = 0.05
38
Lampiran 5.
Analisis sidik ragam pengaruh ekstrak Selaginella terhadap volume
tumor kelenjar mamari mencit C3H pada hari ke 15
Sumber
Jumlah
Kuadrat
db
Fhit
p
Keragaman
Kuadrat
Tengah
Jenis (J)
2
13049.07
7947.89
7.30
0.05
Dosis (D)
2
122559,52
67113.34 31.84
0.00*
Interaksi J dan D
4
9486.00
1788.93
0.85
0.52
Galat
18
16079.94
2107.73
Total
26
442424.24
* = perlakuan berbeda nyata terhadap respon pada α = 0.05
Lampiran 6. Hasil uji sidik ragam Anova satu arah pengaruh ekstrak Selaginella
terhadap volume tumor kelenjar mamari mencit C3H pada hari ke
21.
Sumber
Jumlah
Kuadrat
db
Fhit
p
Keragaman
Kuadrat
Tengah
Jenis (J)
2 56068.54
28034.95
6.76
0.01*
Dosis (D)
2 21820.52 109410.26
26.38
0.00*
Interaksi J dan D
4 30166.52
7541.63
1.81
0..18
Galat
16 66358.79
4147.42
Total
24
3546710
* = perlakuan berbeda nyata terhadap respon pada α = 0.05
Lampiran 7.
Analisis Sidik Ragam Pengaruh ekstrak Selaginella terhadap
prosentase mitosis sel tumor kelenjar mamari mencit C3H.
Jumlah
Kuadrat
Sumber Keragaman
db
Fhit
p
Kuadrat
Tengah
Jenis (J)
2
15.57
7.78
13.77
0.00*
Dosis (D)
2
98.85
49.43
87.43
0.00*
Interaksi J dan D
4
4.35
1.08
1.93
0.15
Galat
18
10.18
0.57
Total
26
371.12
* = perlakuan berbeda nyata terhadap respon pada α = 0.05
Lampiran 8.
Analisis Sidik Ragam Pengaruh ekstrak Selaginella terhadap
prosentase apoptosis sel tumor kelenjar mamari mencit C3H.
Sumber
Jumlah
Kuadrat
db
Fhit
p
Keragaman
Kuadrat
Tengah
Jenis (J)
2
51988.10
25994.05
226.69
0.00*
Dosis (D)
2
3889.59
1944.79
16.96
0.00*
Interaksi J dan D
4
394.67
98.67
0.86
0.50
Galat
18
2063.97
114.67
Total
26
589772.01
* = perlakuan berbeda nyata terhadap respon pada α = 0.05
39
Lampiran 9 . Foto Mencit yang bertumor
Lampiran 10. Foto Jaringan Tumor setelah Nekropsi
Tumor pada mencit yang tidak diberikan ekstrak
Tumor mencit yang diberi ekstrak dengan dosis 8 ug/ml/hari.
Download