Dampak Ekowisata terhadap Kondisi Sosial Ekonomi

advertisement
Laporan Studi Pustaka (KPM 403)
DAMPAK EKOWISATA TERHADAP KONDISI SOSIAL
EKONOMI MASYARAKAT ADAT
Oleh:
REZKY EKA FAUZIA
I34120106
Dosen Pembimbing
Dr. Satyawan Sunito
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Laporan Studi Pustaka yang berjudul “Dampak
Ekowisata terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Adat” benar-benar hasil
karya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi
atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari pustaka yang
diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam naskah dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Laporan Studi Pustaka. Demikian
pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia
mempertanggungjawabkan pernyataan ini.
Bogor, Januari 2016
Rezky Eka Fauzia
NIM. I34120106
iii
ABSTRAK
REZKY EKA FAUZIA. Dampak Ekowisata terhadap Kondisi Sosial Ekonomi
Masyarakat Adat. SATYAWAN SUNITO
Masyarakat adat seringkali menjadi kaum yang termarjinalisasi oleh kaum-kaum
penguasa seperti pemerintah dan pemodal. Padahal dalam undang-undang telah diatur
bahwa masyarakat adat memiliki kesempatan yang sama dalam memenuhi kebutuhan
hidup. Ekowisata adalah wisata berbasis alam yang melibatkan pendidikan, interpretasi
dari lingkungan dan dikelola secara berkelanjutan. Perkembangan pariwisata yang pesat
dewasa ini salah satunya pada bagian ekowisata. Adanya ekowisata mempengaruhi
kehidupan masyarakat di sekitar kawasan. Dampak yang diberikan dapat berupa
dampak ekologi, sosial dan ekonomi. Dengan demikian tulisan ini akan membahas
mengenai dampak ekowisata terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat adat.
Kata Kunci: ekowisata, masyarakat adat, kondisi sosial ekonomi masyarakat
ABSTRACT
REZKY EKA FAUZIA.Ecotourism Impacts on Indigeneous People’s Social Economy
Condition. SATYAWAN SUNITO
Indigeneous people are often marginalized by the government and the investor. Though
the laws have regulated that indigenous people have the same opprtunity to meet their
living needs. Ecotourism is nature-based tourism which involves education,
interpretation of environment and sustainable management. The rapid growth of
tourism today is on the ecotourism sector. The exsistence of ecotourism affects the lives
of people near the area. The impact itself can be ecological, social and economy
impact. Therefore, this paper is going to discuss about the ecotourism impact on
indigenous people’s social economy condition.
Key word: ecotourism, indigenous people, social economy condition
iv
DAMPAK EKOWISATA TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI
MASYARAKAT ADAT
Oleh
REZKY EK FAUZIA
I34120106
Laporan Studi Pustaka
Sebagai syarat kelulusan KPM 403
pada
Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
v
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan ini menyatakan bahwa Laporan Studi Pustaka yang disusun oleh:
Nama Mahasiswa
: Rezky Eka Fauzia
Nomor Pokok
: I34120106
Judul
: Dampak Ekowisata terhadap Kondisi
Ekonomi Masyarakat Adat
Sosial
dapat diterima sebagai syarat kelulusan mata kuliah Studi Pustaka (KPM 403) pada
Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Disetujui oleh
Dr. Satyawan Sunito
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen
Tanggal pengesahan : _________________________
vi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan Studi Pustaka berjudul “Dampak Ekowisata terhadap Kondisi
Sosial Ekonomi Masyarakat Adat”. Laporan Studi Pustaka ini ditujukan untuk
memenuhi syarat kelulusan MK Studi Pustaka (KPM 403) pada Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor. Meskipun seringkali penulis mengalami kesulitan, namun berkat
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan secara tepat waktu
Uacapan terimakasih penulis sampaikan kepada Pak Setyawan Sunito, Ms
sebagai pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses
penulisan hingga penyelsaian laporan Studi Pustaka ini. Penulis juga menyampaikan
hormat dan terimkasih kepada Ibu Tri Rahayu Utami dan Bapak Tedy Hernowo Budi
Santoso selaku orang tua tercinta, yang selalu berdoa dan senantiasa melimpahkan kasih
sayangnya untuk penulis. Tidak lupa terima kasih juga penulis sampaikan kepada
teman-teman, R. Irinne Devita A., Rona Fauzan Noer, M. Fahmi Alby, Erlina Nur
Fitriyani (selaku teman sebimbingan) yang telah memberi semangat dan menemani
penulis dalam proses penulisan laporan ini
Akhirnya penulis berharap nantinya laporan penelitian ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis dan pembaca dalam memahami tentang perlawanan petani,
terutama tentang Dampak Ekowisata terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Adat.
Bogor, Januari 2016
Rezky Eka Fauzia
NIM.I34120106
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... ix
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
Latar Belakang .............................................................................................................. 1
Tujuan Penulisan ........................................................................................................... 2
Metode Penulisan .......................................................................................................... 2
RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA................................................................... 2
Pengabaian Negara Atas Hak Hidup Masyarakat Adat ................................................ 2
Beban Masyarakat Adat Menghadapi Hukum Negara.................................................. 4
Pertarungan Penguasaan Hutan dan Perjuangan Perempuan Adat ............................... 5
Vircous Circle Economics Adat Suku Tengger di Kabpaten Probolinggo ................... 7
Identifikasi Sosial Potensi Ekowisata Berbasis Peran Masyarakat Lokal .................... 8
Interaksi Komunitas Lokal di Taman Nasional Gunung Leuser, Studi Kasus Kawasan
Ekowisata Tangkahan, Sumatera Utara ...................................................................... 10
Pengaruh Ekowisata Berbasis Masyarakat terhadap Perubahan Kondisi Ekologi Sosial
dan Ekonomi di Kampung Batusuhunan, Sukabumi .................................................. 11
Ekowisata Meningkatkan Sosial Ekonomi Masyarakat (Sebuah Studi di Taman
Nasional Tanjung Puting Kalimantan) ........................................................................ 13
Pengaruh Taman Wisata Alam Pangandaran Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi
Masyarakat (Studi: Desa Pangandaran, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis,
Jawa Barat) .................................................................................................................. 14
Analisis Ekonomi dan Strategi Pengelolaan Ekowisata (Studi Kasus Kawasan Wisata
Gunung Salak Endah Kabupaten Bogor) .................................................................... 16
Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Taman Wisata Alam BatuPutih dan Dampaknya
terhadap Pendapatan Masyarakat ................................................................................ 18
RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 20
Masyarakat Adat ......................................................................................................... 20
Dampak Pariwisata...................................................................................................... 22
Pendapatan Rumah Tangga ......................................................................................... 24
SIMPULAN .................................................................................................................... 26
Hasil Rangkuman dan Pembahasan ............................................................................ 26
Pertanyaan Penelitian .................................................................................................. 26
Usulan Kerangka Analisis Baru .................................................................................. 27
Gambar 1 Kerangka Analisis ...................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 28
viii
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................................... 30
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Analisis .......................................................................................... 27
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia dikenal dengan kekayaan alamnya yang melimpah, serta budaya dan
masyarakatnya yang beragam. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
memperkirakan bahwa jumlah masyarakat adat di Indonesia berkisar antara 50-70 juta
atau sekitar 20% dari penduduk Indonesia. Definisi mengenai masyarakat adat sendiri
menurut AMAN adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal-usul leluhur (secara
turun temurun) di wilayah geografis tertentu, serta memiliki sistem nilai, ideologi,
ekonomi, politik, budaya, sosial dan wilayah sendiri.
Menurut Qodriyatun (2015) dalam jurnalnya mengungkapkan bahwa keberadaan
masyarakat adat secara administrasi seringkali tidak diakui. Terbukti dengan sejumlah
masyarakat adat yang berada di kawasan hutan tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk
(KTP). Syamsudin (2008) juga mengatakan hal serupa, yakni masyarakat adat di
Indonesia merupakan golongan masyarakat yang paling rentan. Kerentanan tersebut
terjadi akibat adanya pelemahan-pelemahan baik dari internal maupun eksternal.
Padahal dalam Pasal 2 ayat 2b Konvensi ILO 169 disebutkan bahwa pemerintah
memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan terwujudnya pemenuhan atas hak-hak
sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat adat sesuai dengan identitas sosial dan budaya,
adat istiadat dan lembaga mereka.
Untuk
meningkatkan
pemenuhan
tersebut,
pemerintah
mencoba
mengembangkan sektor pariwisata. Pariwisata mempunyai dampak dan manfaat yang
banyak, diantaranya selain menghasilkan devisa negara dan memperluas lapangan kerja,
sektor pariwisata juga bertujuan untuk menjaga kelestarian alam dan mengembangkan
budaya lokal. Hal ini sesuai dengan pengertian ekowisata pada Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009, yakni kegiatan wisata alam di daerah yang
bertanggungjawab dengan memperhatikan unsur pendidikan, pemahaman, dan
dukungan terhadap usaha-usaha konservasi sumberdaya alam, serta peningkatan
pendapatan masyarakat lokal. Selain itu dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009
Tentang Kepariwisataan Pasal 19 ayat 2 yang menyatakan bahwa setiap orang dan/atau
masyarakat di dalam dan di sekitar destinasi pariwisata mempunyai hak prioritas
menjadi pekerja atau buruh, konsinyasi, dan/atau pengelolaan. Hal ini berarti
masyarakat adat pun memiliki kesempatan yang sama.
Perkembangan pariwisata yang amat pesat dewasa ini cenderung melaju ke arah
spesifikasi minat wisatawan terhadap jenis perjalanan atau jenis wisata yang dilakukan.
Terbukti pada tahun 2015 jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke
Indonesia sebesar 6.322.592 periode (Januari-Agustus 2015) yang mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya yang berjumlah 6.155.553 wisatawan mancanegara.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Pasal 1 ayat 5 yang
menyebutkan bahwa daya tarik ekowisata adalah segala sesuatu yang memiliki
keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya,
dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau kunjungan wisatawan. Maka setiap
akhir pekan banyak pengunjung yang mengunjungi lokasi wisata yang ada di Indonesia
ini, karena dapat dilihat dari daya tarik ekowisata itu sendiri.
2
Yoeti (2008) mengemukakan bahwa kegiatan ekowisata memberikan dampak
pada berbagai aspek seperti sosial-budaya, ekonomi, dan lingkungan. Dampak yang
ditimbulkan dapat berupa dampak positif dan negatif. Dampak lingkungan yang terjadi
yaitu pembuangan sampah sembarangan selain menyebabkan bau tidak sedap, sumbersumber hayati menjadi rusak juga membuat tanaman di sekitarnya mati, pembuangan
limbah hotel, restoran dan rumah sakit yang merusak air sungai, pantai danau atau laut.
Dampak positif dilihat dari ekonomi yaitu dapat menciptakan kesempatan kerja baru,
meningkatkan pendapatan sekaligus mempercepat pemerataan pendapatan masyarakat,
meningkatkan penerimaan pajak pemerintah dan retribusi daerah, meningkatkan
pendapatan nasional, mendorong peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata
dan sektor ekonomi lainnya, dan memperkuat neraca pembayaran. Dampak sosialbudaya yaitu sering terjadi komersialisasi seni-budaya, terjadi demonstration effect yaitu
kepribadian anak muda rusak. Oleh karena itu penulis ingin menganilis bagaimana
dampak ekowisata terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat adat?
Tujuan Penulisan
Ekowisata dan peluang usaha kerja tidak dapat dipisahkan. Setiap ada tempat
wisata pasti juga akan ada usaha-usaha baru yang muncul yang ada di kawasatan wisata.
Contohnya seperti Homestay, perdagangan, rumah makan, transportasi dan jasa.
Ekowisata juga memberikan dampak yang cukup pada kehidupan sosial masyarakat di
sekitar lokasi wisata, termasuk masyarakat adat yang berada di kawasan ekowista
tersebut. Oleh karena itu penulisan studi pustaka ini bertujuan untuk mengetahui
dampak ekowisata terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat adat.
Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan studi pustaka ini adalah metode analisa
terhadap data sekunder yang relevan dengan topik studi pustaka. Bahan pustaka yang
digunakan dalam penulisan ini berasal dari hasil penelitian, yaitu berupa: skripsi, jurnal
ilmiah, dan buku teks yang berkaitan dengan ekowisata dan masyarakat adat. Bahan
pustaka yang sudah terkumpul kemudian dipelajari, disusun, dan dianalisis sehingga
menjadi suatu tulisan ilmiah yang berisi tinjauan teoritis dan tinjauan faktual beserta
analisis dan sintesisnya. Selanjutnya ialah penarikan hubungan dari studi pustaka ini
menghasilkan kerangka pemikiran serta pertanyaan penelitian yang akan digunakan
sebagai acuan dalam penelitian yang akan dilakukan.
RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA
1.
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
:
:
:
:
:
:
Pengabaian Negara Atas Hak Hidup
Masyarakat Adat
2015
Jurnal
Elektronik
Sri Nurhayati Qodriyatun
-
3
Kota dan Nama Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi) hal
Alamat URL
:
:
:
:
Tanggal diunduh
:
Info Singkat
Vol. VII, No. 6, hal 9-12
http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/info_
singkat/Info%20Singkat-VII-6-II-P3DIMaret-2015-19.pdf
29 September 2015
Ringkasan :
Keberadaan masyarakat adat hingga saat ini masih belum mendapat perhatian
dari pemerintah. Terlihat dari belum adanya kebijakan pemerintah tentang keberadaan
masyarakat adat yang dapat dijadikan acuan dalam membentuk kebijakan yang lainnya.
Selain itu, beberapa kementerian juga memiliki kebijakan yang mengatur terntang
masyarkat adat dan masing-masing memiliki definisi yang berbeda.
Dalam jurnal disebutkan bahwa keberadaan masyarakat adat secara administrasi
seringkali tidak diakui. Terbukti dengan sejumlah masyarakat adat yang berada di
kawasan hutan tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP). Sebenarnya pemerintah
sudah mengakui dan menghormati keberadaan masyarakat adat beserta hak-hak
tradisionalnya. Hal ini sudah tercantum dalam konstitusi. Namun, pada kenyataannya
masyarakat adat masih terpinggirkan terutama yang terletak di kawasan terpencil.
Di dalam jurnal juga telah dijelaskan beberapa kementerian yang memiliki
kebijakan mengenai masyarakat adat. Diantaranya adalah Kementerian Sosial
(Kemensos). Kemensos menggunakan istilah masyarakat adat dengan istilah komunitas
adat terpencil. Kebijakan ini tertuang dalam Keppres No. 111 tahun 1999 tentang
Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil dan Kepmensos No.
6/PEGHUK?2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat
Terpencil (KAT). Menurut penulis kebijakan ini tidak selalu tepat untuk setiap
kelompok masyarakat karena berusaha merelokasi masyarakat adat terpencil dalam
suatu wilayah agar bisa menetap. Selain itu sering kali pula program pemberdayaan
yang diberikan hanya untuk masyarakat adat yang sudah memiliki KTP.
Demikian pula dengan Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (KemenLHK)
yang menggunakan istilah masyarakat hukum adat. Kebijakan mengenai masyarakat
hukum adat tertuang dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan dengan
sedikit perubahan setelah adanya putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012. Kebijakan ini
tidak mendefinisikan masyarakat hukum adat namun disebutkan kriteria hukum adatnya
yakni: 1. Masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban, 2. Ada kelembagaan dalam
bentuk perangkat penguasa adatnya, 3. Ada wilayah hukum adat yang jelas, 4. Ada
pranata hukum khususnya peradilan adat yang masih ditaati, 5. Masih mengadakan
pemungutan hasil hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hutan sehari-hari.
Langkah perlindungan masyarakat adat dapat dilakukan antara lain dengan: (1)
mengakui keberadaan masyarakat adat beserta wilayah adatnya melalui penerbitan
Perda; (2) mengadministrasikan masyarakat adat melalui pembuatan KTP atau
pemberian surat keterangan; (3) memasukkan masyarakat adat dalam daftar peserta
program-program penerima bantuan sosial seperti bantuan pendidikan, kesehatan, dan
4
lain-lain. Program-program yang diberikan untuk masyarakat adat juga harus
disesuaikan dengan karakter masyarakatnya.
Analisis:
Dari tulisan ini dapat diketahui bahwa penulis menerangkan beberapa alasan
mengapa masyarakat adat sering kali tidak diperlakukan secara adil oleh Negara sendiri.
Metode yang digunakan penulis adalah dengan menggunakan data sekunder serta
menganalisis kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap masyarakat. Sebagai
pendukung argumen, penulis juga membeberkan beberapa contoh kasus terkait
masyarakat adat yang sering terjadi di pemberitaan. Penulis juga memaparkan secara
rinci mengenai pengertian masyarakat adat dari masing-masing kementerian, sehingga
dapat dijadikan sumber referensi. Pada akhir jurnal penulis juga memberikan solusi
terkait pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat adat. Sehingga dapat
disimpulkan beberapa poin penting yakni mengenai kondisi masyarakat adat ditinjau
dari berbagai kebijakan pemerintah dan pengertian masyarakat adat dari masing-masing
kementerian.
2.
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Nama Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi) hal
Alamat URL
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Tanggal diunduh
:
Beban Masyarakat Adat Menghadapi
Hukum Negara
2008
Jurnal
Elektronik
M. Syamsudin
Jurnal Hukum
Vol. 15, No. 3, hal 338-352
http://jurnal.uii.ac.id/index.php/jurnalfakultas-hukum/article/viewFile/33/1839
20 Oktober 2015
Ringkasan
Tulisan ini menjelaskan mengenai beban yang dihadapi masyarakat adat
terhadap hukum Negara. Dimulai dari perbedaan hukum adat dengan hukum positif,
dimana pembentuknya adalah Negara dalam bentuk perundang-undangan. Hukum adat
juga dibentuk oleh Negara namun lahir dari tradisi masyarakat. Daya ikat keberlakuan
hukum adat berbeda dengan hukum positif yang dapat dipaksakan oleh aparat penegak
hukum.
Kehidupan masyarakat adat walaupun telah mendapat pengakuan dan dilindungi
oleh konstitusi dan perundang-undangan tetap terlibat dalam berbagai sengketa, baik
sengketa vertical dan sengketa horizontal. Dari sengketa tersebut dapat diketahui adanya
fakta-fakta sebagai berikut: 1. Terdapat dua kepentingan yang berbeda atas satu objek
yang
sama,
yatu
kepentingan
masyarakat
adat
dan
kepentingan
5
Negara/pemerintah/pemodal; 2. Terdapat dua sistem hukum yang berbeda yang
digunakan oleh dua pihak yang bersengketa, yaitu hukum adat dan hukum positif; 3.
Dalam kenyataan terjadi proses marjinalisasi posisi hukum adat oleh hukum Negara,
yaitu proses sistemik yang meminggirkan kedudukan hukum adat yang semula dianggap
penting dan berharga bagi masyarkat adat dan menegasikannya menjadi hukum yang
kosong dan tak berarti.
Dalam jurnal disebutkan bahwa masyarakat adat di Indonesia merupakan
golongan masyarakat yang paling rentan. Kerentanan tersebut disebabkan oleh tekanantekanan eksternal maupun kelemahan-kelamahan internal.Kerentanan masyarakat
dikelompokkan menjadi: 1. Adanya upaya pelemahan dan penghancuran yuridis dalam
bentuk pemberlakuan undang-undang dan kebijakan yang menghancurkan hak-hak
tenurial adat atas sumber-sumber agraria, sistem dan bentuk kelembagaan masyarakat
adat serta kebijakan pembangunan yang menegasikan hak-hak masyarakat adat pada
berbagai sector. 2. Pelemahan dan penghancuran praktis, yang bentuknya berupa
tindakan represif dan stereotype sosial politik. 3. Kelemahan-kelemahan internal.
Untuk melindungi komunitas adat/lokal, setidaknya diperlukan langkah strategis
dengan pendekatan: 1. Mengenali dan memahami masyarakat adat setempat; 2.
Transformasi timbal balik dilakukan untuk pertukaran ilmu, keahlian dan teknologi; 3.
Penggalangan dukungan, langkah ini dilakukan untuk pengakuan dan penghormatan
terhadap hak-hak masyarakat adat terhadap pihak lain di luar masyarakat adat.
Analisis
Dari tulisan ini dapat diketahui bahwa masyarakat adat walaupun sudah
mendapat pengakuan dan dilindungi oleh undang-undang masih termarjinalisasi oleh
Negara/pemerintah/swasta. Penulis juga menyebutkan secara jelas hal-hal yang
menyebabkan kerentanan masyarakat adat dan beban yang dihadapi masyarakat adat.
Selain itu penulis juga memberi usul strategis terkait permasalahan yang dihadapi oleh
masyarakat adat. Dalam jurnal ini, penulis menggunakan teknik deskriptif dengan
menggunakan sumber data sekunder yang disertai contoh kasus yang telah terjadi.
Sehingga memudahkan pembaca untuk memahami maksud dari penulis. Hanya saja
penulisan dengan menggunakan teknik ini justru terlihat seperti sebuah opini dari
penulis. Adapun beberapa konsep yang disampaikan oleh penulis, yakni konsep
masyarakat adat, konsep hukum positif Negara, serta konsep kerentanan.
3.
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Nama Penerbit
Nama Jurnal
:
:
:
:
:
:
:
:
Pertarungan Penguasaan Hutan dan
Perjuangan Perempuan Adat
2014
Jurnal
Elektronik
Mia Siscawati
Yogyakarta, Insist Press
Wacana Jurnal Transformasi Sosial
6
Volume (Edisi) hal
Alamat URL
:
:
Tanggal diunduh
:
Vol. XVI, No. 33, hal 159-197
http://undana.ac.id/jsmallfib_top/JURNAL/H
UKUM/HUKUM%202012/WACANA.pdf
19 Oktober 2015
Ringkasan
Pertarungan penguasaan hutan antara masyarakat dengan pemegang otoritas
tertinggi terjadi akibat pertentangan sistem tenurial hutan. Pertarungan penguasaan
hutan ini tidak hanya terjadi antara masyarakat dengan Negara, tetapi juga terjadi antara
masyarakat di dalam masyarakat itu sendiri. Selain itu, pertarungan penguasaan hutan
juga dialami oleh para perempuan adat.
Dalam tulisan ini mengisahkan bagaimana perempuan adat termarjinalisasi oleh
konstitusi yang ada. Penulis mengungkapkan bahwa baik akses maupun kontrol
perempuan adat terhadap sumberdaya hutan masih terbatas. Hal ini dapat dilihat dari
tradisi adat di masyarakat Kasepuhan Banten Kidul yang memungkinkan perempuan
untuk memiliki hak waris atas tanah dan properti lainnya seperti rumah dan hewan.
Namun, sebagian keluarga memberikan akses lebih besar kepada kaum laki-laki karena
menurut mereka laki-laki membutuhkan lahan lebih banyak untuk mendukung peran
tradisional sebagai kepala rumah tangga. Tetapi, para perempuan Kasepuhan Banten
Kidul, khususnya dari kalangan non-elite, memiliki keuletan dalam memperoleh dan
mempertahankan akses dan kontrol atas tanah.
Di dalam satu wilayah yang dikelola sebuah komunitas adat, perempuan dari
berbagai latar belakang sosial memiliki peran penting dalam mengelola tanah dan
sumberdaya alam dan memiliki beragam bentuk hubungan dengan tanah dan
sumberdaya alam. Seorang perempuan dapat memiliki berbagai akses ke tanah-tanah
yang berbeda statusnya, mulai dari tanah yang dimiliki oleh para perempuan itu sendiri
(baik yang merupakan tanah warisan orangtua atau tanah yang dibeli sebelum
perempuan itu menikah), tanah suaminya (yang merupakan warisan dari orangtua si
suami), atau tanah bersama yang dibeli setelah menikah. Situasi tersebut berlaku bagi
perempuan dari kelas sosial tertentu di mana mereka memiliki warisan tanah dan/atau
kemampuan untuk membeli tanah. Bagi perempuan adat dari keluarga miskin,
khususnya keluarga tak bertanah (landless), akses atas tanah yang mereka miliki adalah
akses atas tanah milik kerabatnya atau milik tetangganya di mana perempuan tersebut
menjadi buruh garap tanah-tanah tersebut. Di beberapa wilayah tertentu, satu-satunya
akses atas tanah yang dimiliki perempuan tak bertanah adalah akses atas tanah-tanah
yang oleh negara diklaim sebagai tanah negara di mana perempuan tersebut menjadi
penggarap.
Merespons berbagai dampak yang ditimbulkan oleh penguasaan hutan oleh
negara dan para pemegang modal besar, organisasi masyarakat sipil mulai menyuarakan
perlunya perubahan UU Nomor 5 Tahun 1967. Pada akhirnya, UU Nomor 5 Tahun
1967 digantikan dengan UU Nomor 41 Tahun 1999 dan tetap mempertahankan
penguasaan Negara atas kawasan hutan yang tidak dibebani hak milik. Selain itu, UU
Nomor 41 Tahun 1999 tersebut tidak mengakui hak-hak masyarakat adat. Lebih jauh,
undang-undang tersebut mengabaikan keberadaan maupun hak-hak perempuan adat.
7
Analisis
Dalam tulisan ini, penulis membahas tentang perebutan penguasaan hutan.
Dalam pertarungan untuk penguasaan hutan, ternyata tidak hanya melibatkan pihak
pemerintah, swasta maupun masyarakat. Namun, pertarungan penguasaan tersebut juga
dapat terjadi antar kelompok masyarakat atau antar masyarakat yang memiliki
hubungan kekerabatan. Dalam tulisan ini juga dibahas tentang perebutan akses terhadap
hutan dengan pandangan ekologi politik feminis yang menyatakan bahwa perempuan
dan laki-laki memiliki cara yang berbeda dalam mempertahankan sumber daya alam
untuk mempertahankan kehidupan mereka. Selain itu, akses untuk memanfaatkan
sumberdaya alam juga dapat diraih oleh aktor-aktor terkait yang didukung oleh
instrumen hukum. Mereka membangun jejaring aktor demi tercapainya penguasaan
hutan sesuai dengan kepentingan aktor-aktor terkait. Dilihat dari bentuk tulisan,
penelitian ini dilakukan dengan studi literature atau penelitian secara kualitatif. Terbukti
dengan tidak diungkapkannya secara jelas metode dan sasaran dalam penelitian ini.
4.
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Nama Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi) hal
Alamat URL
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Tanggal diunduh
:
Vircous Circle Economics Adat Suku
Tengger di Kabpaten Probolinggo
2015
Jurnal
Elektronik
I Wayan Subagiarta
Jurnal ISEI Jember
Vol. 5, No. 3, hal 1-18
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/
123456789/62926/1_wayan%20jadi1.pdf?se
quence=1
18 November 2015
Ringkasan
Masyarakat Suku Tengger di Kabupaten Probolinggo sebagian bermata
pencaharian sebagai petani sayur mayor seperti kentang, bawang pree dll. Pekerjaan
tambahannya yang digeluti selama ini sopir angkut, ojek, dan sebagian bergerak di
sector wisata dengan menyiapkan penginapan, menyewakan jeep, menyewakan kuda,
sebagai pemandu wisata, dan pekerjaan sebagai tukang bangunan. Proporsi
penduduknya lebih banyak wanita dibandingkan dengan laki-laki. Dengan rata-rata
pendidikan anak suku Tengger hanya sampai SMP dan beberapa mengenyam
pendidikan SMA dan perguruan tinggi.
Aktivitas ekonomi masyarakat suku Tengger memberikan gambaran terhadap
Teori Say yang terkenal “Supply Creats own demand “, dari aspek produk tanpa
mengkaitkan dengan pendapatan masyarakat suku Tengger, dimana permintaan barang-
8
barang yang dibutuhkan sendiri diciptakan sendiri dari sumber daya alam yang
bersahabat dalam kehidupan sehari-harinya. Ekonomi pasarnya Adam Smith, tidak
sepenuhnya berlaku pada masyarakat suku Tengger terbukti kebutuhan ini bisa dipenuhi
tiap saat dan harganya relative stabil walaupun harga dipasaran mengalami pluktuasi
naik. berbicara konsumen dan produsen, maka masyarakat Tengger sendiri konsumen
sekaligus sebagai produsen sehingga kebutuhan (demand) sama dengan penyiapan
kebutuhan (supply) sehingga dengan adanya aktivitas adat ini secara otomatis
meningkatkan kebutuhan dalam pasar, tetapi pasar telah diciptakan dalam keluarga
masing-masing.
Adapun kelembagaan yang berkaitan dengan langsung dengan kepariwisataan
antara lain: Persatuan Biro Perjalanan Bromo Tour, Paguyuban Pengusaha Kuda dan
Persatuan Penginapan/Losmen. Lembaga-lembaga tersebut sudah berfungsi baik di
Kecamatan Sukapura ini telah mendapat pembinaan dari pemerintah setempat. Berbagai
upacara adat masih berlangsung secara rutin, seperti Upacara Kasodo. Adanya upacara
adat ini ternyata dapat menambah pendapatan Suku Tengger khususnya yang bekerja di
sector penyediaan jasa wisata.
Analisis
Dari jurnal ini dapat diketahui bahwa penulis menjelaskan tentang vircous circle
atau lingkaran ekonomi dari Suku Tengger. Di dalam jurnal pun dijelaskan bahwa
penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif dengan teknik pengumpulan data
bersifat snowball sampling. Peneliti juga menjelaskan beberapa konsep yang digunakan
untuk mendukung penelitian ini. Beberapa konsep tersebut ialah konsep manusia,
konsep kebudayaan, serta konsep perilaku ekonomi dalam konteks hubungan sosial.
Dari konsep ini peneliti memberikan penjelasan-penjelasan terkait putaran ekonomi dan
kehidupan sosial masyarakat Suku Tengger. Peneliti tidak hanya menjelaskan konsep
namun juga mengaitkannya dengan kondisi di lapang (Suku Tengger). Sehingga ada
kesinambungan antara konsep, teori dengan yang terjadi di lapang. Selain itu terdapat
kesimpulan yang menarik yang dapat diambil dari penelitian ini yakni, bahwa aktivitas
jasa lebih menonjol dibandingkan aktivitas pertanian. Walaupun demikian, aktivitas
pertanian masih tetap berjalan karena tuntutan adat, yakni untuk memenuhi kebutuhan
upacara adat. Tidak hanya itu, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Suku Tengger
menggunakan sumberdaya alam yang ada di sekitar mereka. Sehingga, ekonomi pasar
Adam Smith tidak sepenuhnya berlaku, karena kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi
dengan harga relatif stabil walaupun harga dipasaran mengalami pluktuasi naik.
5.
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
:
:
:
:
:
:
Identifikasi Sosial Potensi Ekowisata
Berbasis Peran Masyarakat Lokal
2011
Jurnal
Elektronik
Mochamad Widjanarko, Dian Wismar’ein
-
9
Kota dan Nama Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi) hal
Alamat URL
:
:
:
:
Tanggal diunduh
:
Jurnal Psikologi Undip
Vol. 9, No. 1, hal 33-39
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/psikolo
gi/article/viewFile/2883/2566
4 Desember 2015
Ringkasan
Kawasan wisata Colo merupakan kawasan wisata yang memiliki kekayaan alam
yang cukup besar tapi kurang dipromosikan ke wisatawan domestik maupun
mancanegara. Makam Sunan Muria, air terjun Montel serta Goa Jepang menjadi
destinasi wisata yang menarik di Desa Colo. Selain itu, ada pula potensi di bidang
wisata agro yakni jeruk pamelo dan pisang kebyar. Namun, pemanfaatan hasil bumi
tersebut belum optimal. Desa Colo juga mempunyai potensi alam berupa perkebunan
kopi dengan luasan 110 ha dan belum dikembangkan dengan semestinya.
Pengembangan Desa Colo dalam memajukan kawasan wisata alam secara
mandiri sudah dilakukan, hanya belum memaksimalkan sumberdaya manusia yang ada.
Masyarakat berperan aktif dalam pengembangan ekowisata mulai dari perencanaan,
implementasi, monitoring dan evaluasi. Di dalam pemanfaatan areal alam untuk
ekowisata menggunakan pendekatan dan pemanfaatan. Kedua pendekatan ini
dilaksanakan dengan menitikberatkan pelestarian dibanding pemanfaatan. Pendekatan
lainnya yang digunakan adalah pendekatan pada keberpihakan kepada masyarakat
setempat agar mampu mempertahankan budaya lokal dan sekaligus meningkatkan
kesejahterannya.
Untuk mengembangkan ekowisata dilaksanakan dengan cara pengembangan
pariwisata pada umumnya. Ada dua aspek yakni aspek destinasi dan aspek market
(pasar). Pengembangan ekowisata yang berwawasan lingkungan jauh lebih terjamin
hasilnya dalam melestarikan alam dibanding dengan keberlanjutan pembangunan.
Karena ekowisata itu bukan melakukan eksploitasi alam melainkan hanya menggunakan
jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik dan psikologis
wisatawan.
Analisis
Peneliti dalam jurnal ini melakukan penelitian secara kualitatif dengan
pendekatan fenomenologis mengenai peran serta masyarakat dalam pengembangan
ekowisata di Desa Colo. Pengambilan data melalui informan ditetapkan dengan
menggunakan teknik snow-ball dengan teknik analisa adalah analisis kualitatif
deskriptif. Dalam jurnal juga tidak dijelaskan mengenai konsep tentang kepariwisataan,
seperti pengembangan wisata, obyek dan daya tarik wisata, potensi wisata serta tahapan
pengembangan wisata. Namun dalam pembahasan peneliti hanya menjelaskan potensi
ekowisata yang ada di Desa Colo serta peran masyarakat lokal dalam pengembangan
ekowisata. Peneliti menjelaskan secara rinci potensi yang ada di Desa Colo yang dapat
dijadikan sebagai ekowisata beserta pendapat dari responden. Sehingga, hubungan antar
konsep dan teori dengan yang terjadi di lapang tidak tergambar secara jelas.
10
6.
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
:
:
:
:
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Nama Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi) hal
Alamat URL
:
:
:
:
:
:
Tanggal diunduh
:
Interaksi Komunitas Lokal di Taman
Nasional Gunung Leuser, Studi Kasus
Kawasan Ekowisata Tangkahan, Sumatera
Utara
2010
Jurnal
Elektronik
Yosia Ginting, Arya Hadi Dharmawan,
Soehartini Sekartjakrarini
Jurnal Transdisiplin Sosiologi (Sodality)
Vol. 04, No. 01, hal 39-58
http://202.124.205.111/index.php/sodality/art
icle/download/5853/4518
19 November 2015
Ringkasan
Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) adalah salah satu taman nasional di
Indonesia yang melaksanakan kegiatan ekowisata dalam rangka pengelolaan kawasan.
Permasalahan terbesar yang dihadapi sebelumnya oleh taman nasional ini khususnya
wilayah hutan tangkahan adalah maraknya perambahan hutan sehingga mengakibatkan
kerusakan kawasan yang sangat parah. Setelah adanya penyelenggaraan kegiatan
ekowisata di Kawasan Ekowisata Tangkahan (KET) telah mengubah perilaku
masyarakat di sekitar kawasan. Kegiatan ekowisata telah menyebabkan masyarakat
Tangkahan di Desa Namo Sialang dan Sei Serdang, Kabupaten Langkat, yang berada di
pinggir TNGL, mampu diubah menjadi sosial buffer untuk menjaga taman nasional.
Berdasarkan hasil pengamatan pada lokasi penelitian bentuk interaksi komunitas
lokal sekitar TNGL dapat digolongkan menjadi dua yakni, aktivitas ekowisata dan
aktivitas non-ekowisata. Bentuk-bentuk aktivitas ekowisata yang dilakukan masyarakat
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya adalah pengelolaan penginapan, warung,
guide, pertanian, penyewaan lahan, pengambilan hasil hutan (ikan), pawang gajah, ojek,
penyebrangan sungai dan pencucian kendaraan. Penelitian ini dilakukan di tiga dusun
dengan jarak dari kawasan 0 km, 5 km, 8 km. Dua desa terdekat masing-masing
memiliki 9 jenis dan 3 jenis mata pencaharian (aktivitas ekowisata). Sedangkan dusun
terjauh tidak memiliki komunitas lokal yang melakukan aktivitas ekowisata.
Selanjutnya, aktivitas non-ekowisata yang dilakukan adalah pengambilan hasil
hutan, aktivitas pertanian dikelompok menjadi aktivitas bertani (tanaman pertanian dan
perkebunan), buruh tani dan bertenak dan aktivitas non pertanian seperti buruh lepas,
warung, wiraswasta dll. Dari hasil studi juga diketahui bahwa dusun terjauh melakukan
aktivitas non-ekowisata paling banyak yakni 10 jenis. Penyelenggaraan ekowisata di
kawasan ini masih berjalan lambat dikarenakan aktivitas ekowisata merupakan hal yang
baru bagi komunitas lokal sehingga belum memahami apa itu ekowisata dan apa yang
11
harus mereka lakukan dengan adanya aktivitas ekowisata di wilayah mereka bertempat
tinggal.
Analisis
Dari hasil studi diketahui bahwa penyelenggaraan ekowisata hanya mampu
mempengaruhi pendapatan bagi rumah tangga yang lokasi tempat tinggalnya berdekatan
dengan Kawasan Ekowisata Tangkahan. Selain itu, menurut jurnal juga dikatakan
bahwa faktor jarak sangat mempengaruhi seberapa besar dampak ekowisata secara
ekonomi yang dapat dirasakan komunitas lokal khususnya mempengaruhi pendapatan
ekonomi rumah tangga serta secara optimal menjadikan aktivitas ekowisata sebagai
salah satu alternatif mata pencaharian.
Dalam jurnal juga sudah dijelaskan secara rinci mengenai metode yang
digunakan, yakni dengan menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif. Untuk
menentukan responden peneliti menggunakan pendekatan metode stratified random
sampling dengan responden adalah anggota komunitas lokal. Data yang dikumpulkan
adalah data primer dan sekunder baik data kualitatif maupun data kuantitatif yang
diperoleh dengan teknik survei melalui wawancara dan wawancara mendalam. Data
sekunder diperoleh dari laporan studi, peraturan perundangan dll.
7.
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Nama Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi) hal
Alamat URL
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Tanggal diunduh
:
Pengaruh Ekowisata Berbasis Masyarakat
terhadap Perubahan Kondisi Ekologi Sosial
dan Ekonomi di Kampung Batusuhunan,
Sukabumi
2014
Jurnal
Elektronik
Emma Hijriati, Rina Mardiana
Jurnal Sosiologi Pedesaan
Vol. 02, No. 03 hal 146-159
http://202.124.205.111/index.php/sodality/art
icle/download/9422/7385
4 Desember 2015
Ringkasan
Bentuk ekowisata yang ditawarkan di Curug Cigangsa adalah dengan
menawarkan konsep Ekowisata Islami yang dikelola berbasis masyarakat, yakni
berdasarkan mitos dan norma yang dipercaya dan dianut masyarakat setempat. Norma
dan mitos tersebut sejalan dengan aturan-aturan yang diajarkan oleh agama Islam.
Dengan adanya mitos dan norma maka terbangun tata aturan/pedoman dalam mengelola
wisata. Masyarakat sebagai pengelola pun berupaya optimal untuk membangun dan
merawat kawasan agar menjadi lebih baik dan nyaman dikunjungi wisatawan.
12
Setelah adanya ekowisata, kesempatan lapangan kerja di bidang ekowisata
menjadi muncul dan mendorong masyarakat Kampung Batusuhunan untuk
meningkatkan penghasilannya. Dari jurnal didapatkan bahwa terdapat delapan jenis
pekerjaan yang menjadi tambahan penghasilan masyarakat di bidang ekowisata, yakni
penjual es kelapa, katering, pedagang warung, pembuat gula, penjual sayur, dan
pengelola ekowisata. Pendidikan masyarakat juga berpengaruh dalam pengelolaan
ekowisata.
Dilihat dari segi kondisi ekologi ekowisata memberikan pengaruh pada sanitasi
dan air bersih serta pengelolaan sampah yang ada di masyarakat. Ternyata hasil
penelitian didapatkan bahwa keadaan sanitasi dan air bersih di Kampung Batusuhunan
tidak jauh berbeda dengan keadaan tiga tahun lalu, yakni sebelum adanya ekowisata.
Masyarakat terbiasa menggunakan air dari sungai maupun air tanah untuk keperluan
sehari-hari dan mereka tidak khawatir karena air yang digunakan masih bersih. Untuk
pengelolaan sampah sendiri terjadi perubahan perilaku dan pengetahuan masyarakat
tentang sampah dan pengelolaannya. Sebelumnya masyarakat memiliki kebiasaan
membakar sampah rumah tangga mereka dan melakukan kerja bakti setiap satu bulan
sekali. Setelah adanya ekowisata, masyarakat mulai belajar untuk mengelola dan
mendaur ulang sampah dengan membedakan jenis sampahnya, yakni sampah anorganik
dan organik. Selain itu terdapat perubahan pula pada jumlah responden yang terlibat
dalam menjaga kelestarian lingkungan. Sebelum adanya ekowisata, keterlibatan
masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan masih rendah, setelah adanya
ekowisata jumlah masyarakat yang menjaga kelestarian lingkungan semakin bertambah.
Artinya masyarakat mulai sadar akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.
Adanya ekowisata juga mempengaruhi interaksi sosial masyarakat. Sebelum
adanya ekowisata, bentuk kerjasama yang ada di kampung Batusuhunan adalah
keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pengajian, gotong royong, musyawarah,
siskamling, dan upacara adat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perubahan
pada tingkat kerjasama masyarakat Kampung Batusuhunan. Tingkat kerjasama
masyarakat mengalami peningkatan. Walaupun sebelum adanya ekowisata pun,
kerjasama antar masyarakat sudah tinggi, sehingga ekowisata tidak berpengaruh penting
dalam mempengaruhi tingkat kerjasama masyarakat.
Selanjutnya, ekowisata tentu memiliki pengaruh dalam hal perekonomian
masyarakat. Semenjak ada perencanaan pengembangan ekowisata di Kampung
Batusuhunan, terdapat pihak yang ingin membangun villa. Namun permintaan ini
ditolak, dan sebagai gantinya masyarakat menyewakan rumahnya sendiri. Selain itu
kesempatan kerja lain yang terbuka adalah jasa fotografer. Kemudian, setelah adanya
ekowisata, jumlah pendapatan per bulan rumahtangga pun berubah. Walaupun memang
tidak berpengaruh banyak bagi pereknonomian masyarakat setempat. Hal ini disebabkan
jumlah wisatawan yang tidak menentu.
Analisis
Dalam tulisan ini peneliti sudah menjelaskan secara rinci dampak yang
ditimbulkan oleh pengembangan ekowisata oleh masyarakat terhadap kondisi ekologi,
sosial, dan ekonomi masyarakat. Dari segi ekologi terlihat bahwa tingkat kelestarian
13
lingkungan semakin meningkat dilihat dari perubahan pengetahuan dan sikap
masyarakat terhadap lingkungan. Selanjutnya dari segi sosial kehadiran ekowisata tidak
banyak berpengaruh karena sebelum adanya ekowisata pun kerjasama antar masyarakat
sudah tinggi. Kemudian dari segi ekonomi, adanya ekowisata mampu menambah
penghasilan rumah tangga, walaupun tidak banyak karena penghasilan ini tergantung
pada jumlah wisatawan yang mengunjungi lokasi tersebut.
Selain itu, metode yang digunakan juga sudah dijelaskan secara lengkap. Peneliti
menggunakan metode penelitian kuantitatif yang didukung dengan penelitian kualitatif.
Unit analisis dari tulisan ini adalah rumah tangga, dengan populasinya adalah rumah
tangga pemilik usaha di bidang ekowisata, bekerja di industri ekowisata maupun
pengelola ekowisata. Penentuan responden menggunakan metode sensus.
8.
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Nama Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi) hal
Alamat URL
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Tanggal diunduh
:
Ekowisata Meningkatkan Sosial Ekonomi
Masyarakat (Sebuah Studi di Taman
Nasional Tanjung Puting Kalimantan)
2011
Jurnal
Elektronik
I Ketut Putra Suarthana
Jurnal Ilmiah Manajemen & Akuntansi
Vol. 16, No.2 hal 24-33
http://www.triatmamulya.triatmamapindo.ac.id/ojs/index.php/JMNA/article/vi
ewFile/24/25
4 Desember 2015
Ringkasan
Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) terletak di Semenanjung Barat Daya
Kalimantan Tengah seluah 415,04 Ha, termasuk wilayah kekuasaan kota Waringin
Barat. Tanjung Puting memiliki sektor andalan berupa kawasan kehutanan yang
dilestarikan sebagai kawasan hijau sekaligus salah satu paru-paru dunia. Taman ini
sangat menarik minat wisatawan dunia untuk berkunjung ke daerah TNTP. Tanjung
Puting memiliki daya tarik sebagai objek wisata yang khas khususnya orang utan khas
kalimantan.
Selain itu, kehidupan masyarakat Kota Waringin Barat merupakan perpaduan
yang harmonis antara masyarakat pedalaman (suku Dayak) dengan budaya masyarakat
pesisir pantai (suku Melayu) dan budaya kesultanan Kota Waringin. Kemajemaukan,
keindahan alam dan dinamika seni budaya daerah merupakan aset wisata kabupaten
Kota Waringin Barat sebagai salah satu daya tarik bagi wisatawan baik wisatawan
mancanegara maupun wisatawan lokal. Sehingga dari kunjungan wisatawan ini akan
dapat meningkatkan pendapatan negara dan masyarakat di daerah ini.
14
Wisatawan yang berkunjung ke TNTP yang terdiri dari wisatawan nusantara dan
wisatawan asing cenderung mengalami peningkatan. Dari data menunjukkan terjadi
peningkatan kunjungan wisatawan secara signifikan di tahun 2010 sebanyak 5859 orang
menjadi dua kali lipatnya di tahun 2011 menjadi 10875 orang. Kenaikan jumlah
wisatawan tersebut disebabkan oleh daya tarik objek dengan tipe ekologi dan satwa
yang luar biasa (orang utan khas Kalimantan).
Dampak ekonomi yang ditimbulkan adalah adanya penyewaan perahu pada
pintu masuk TNTP yang disebut dengan kelotok dan dikelola oleh masyarakat dan dapat
disewa oleh para wisatawan. Selain itu di dalam kawasan TNTP sendiri terdapat
beberapa penginapan yang juga dikelola oleh masyarakat. Selain itu, TNTP ini juga
memberikan dampak sosial bagi masyarakat, seperti perekrutan penduduk lokal
setempat sebagai karyawan di kawasan tersebut. Sehingga mengurangi jumlah
pengangguran dan mengentaskan kemiskinan. Interaksi sosial, cross culture
communitcations, pertukaran budaya secara perlahan terjadi dan berdampak pada pola
perilaku masyarakat. Sedangkan dampak lingkungan yang terjadi adalah keseimbangan
ekosistem dengan masyarakat akan menjaga kelestarian alam tersebut secara
berkesinambungan. Perilaku masyarakat yang merusak alam semakin berkurang.
Namun adanya TNTP ini juga selain memberikan dampak positif berupa
perlindungan adn konservasi lingkungan, lahirnya kesadaran pemerintah dan
masyarakat terhadap nilai-nilai lingkungan dan pengelolaan lingkungan hidup juga
memberikan dampak negatif. Dampak negatif yang diberikan dari kegiatan ekowisata
ini akan terjadi penipisan sumberdaya alam, polusi udara yang berwujud seperti emisi,
kebisingan, sampah, limbah minyak, dll.
Analisis
Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa Taman Nasional Tanjung Puting
memberikan dampak pada ekonomi, sosial dan juga lingkungan. Masyarakat sekitar
memiliki mata pencaharian tambahan seperti penyewaan penginapan dan juga perahu,
bahkan beberapa dari mereka direkrut sebagai karyawan di TNTP. Adanya perekrutan
ini memberikan dampak positif seperti berkurangnya pengangguran dan sebagai upaya
penanggulangan kemiskinan.
Kekurangannya, tulisan ini tidak menyertakan metode penelitian yang
digunakan secara jelas. Sehingga pembaca juga tidak dapat mengetahui unit analisis dari
penelitian ini. Selain itu, isi pembahasan juga tidak dikupas secara mendalam. Peneliti
juga kurang menjelaskan bagaimana ekowisata dapat meningkatkan kehidupan sosial
dan ekonomi masyarakat sekitar. Namun, konsep yang digunakan dalam penelitian ini
sudah lengkap dan pas.
9.
Judul
:
Tahun
:
Pengaruh Taman Wisata Alam Pangandaran
Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi
Masyarakat (Studi: Desa Pangandaran,
Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis,
Jawa Barat)
2013
15
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Nama Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi) hal
Alamat URL
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Tanggal diunduh
:
Jurnal
Elektronik
Dini Dhalyana dan Soeryo Adiwibowo
Jurnal Sosiologi Pedesaan
Vol. 01, No. 03 hal 182-199
http://jesl.journal.ipb.ac.id/index.php/sodality
/article/viewFile/9402/7367
4 Desember 2015
Ringkasan
Adanya kegiatan pariwisata di Pangandaran membuka banyak lapangan
pekerjaan. Masyarakat lokal maupun berbagai daerah berdatangan ke kawasan wisata
untuk membuka usaha dan bekerja. Jenis-jenis pekerjaan yang tumbuh akibat adanya
pengembangan pariwisata di Pangandaran, yaitu 1. Akomodasi, berupa hotel, pondok
wisata, dan homestay; 2. Transportasi yang terbagi menjadi dua yakni transportasi untuk
menuju Pangandaran (bus, angkutan umum, travel agent) dan transportasi untuk
berkeliling Pangandaran (ojeg, becak, perahu pesiar). Sebagian penduduk yang
memiliki mata pencaharian pokok nelayan atau petani saat musim kunjungan wisatawan
mencari tambahan penghasilan dengan bekerja sebagai ojeg perahu. Profesi sebagai
tukang becak dan ojeg motor cukup banyak dilakukan oleh warga Pangandaran; 3.
Usaha rumah makan dan jasa kuliner; 4. Penyedia jasa dan penyewaan berupa pemandu
wisata, foto keliling, sewa ban/boogie board, sewa sarana transportasi darat. Sewa
sepeda, peralatan snorkeling, dan panti pijat; 5. Pedagang, jenis pekerjaan di sektor
informal yang paling mendominasi.
Penduduk Desa Pangandaran berada paling dekat dengan kawasan TWA
Pangandaran sehingga bersentuhan langsung dengan perkembangan industri pariwisata.
Perkembangan industri pariwisata membawa banyak perubahan baik terhadap
kehidupan masyarakat maupun lingkungannya. Pembangunan dan perbaikan
infrastuktur seperti sarana dan prasarana ditingkatkan namun hal tersebut berdampak
pada penyempitan luas lahan pertanian, lahan kosong, maupun lahan pemukiman. Ada
pula masyarakat yang masih bertahan di sektor pertanian sebagai pemilik, penggarap,
maupun buruh tani, namun biasanya lahan tersebut terdapat di desa lain.
Kegiatan pariwisara memiliki andil cukup besar dalam menopang pendapatan
masyarakat khususnya kepada rumah tangga pelaku usaha pariwisata. Besarnya
pendapata yang diperoleh dari sektor pariwisata erat kaitannya dengan jumlah
kunjungan wisatawan. Sehingga besar pendapatan yang diterima para pelaku usaha
pariwisata selalu mengalami pasang surut sesuai musim kunjungan wisatawan.
Perkembangan pariwisata juga tak lepas dari dukungan masyarakat lokal.
Bentuk peran serta masyarakat Pangandaran dalam kegiatan wisata, yaitu 1. Menjaga
citra positif; 2. Menjaga kebersihan kawasan wisata, diantara mengelola pembuangan
sampah, menyediakan tempat sampah dan papan himbauan; 3. Menjaga keamanan
16
kawasan wisata dengan mengadakan kegiatan ronda malam terutama pada saat musim
puncak kunjungan wisata, 4. Menjaga kelestarian budaya dengan melaksanakan Hajat
Laut rutin.
Sebagian besar pelaku usaha di Pangandaran memiliki kelompok masing-masing
sesuai dengan jenis usahanya. Masing-masing kelompok memiliki aturan seperti
pembagian ruang usaha serta pengelolaannya. Aturan ini ditujukan agar kerjasama yang
baik antar sesama pelaku usaha.
Kehadiran industri pariwisata juga membawa pengaruh terhadap kehidupan
sosial masyarakat lokal khususnya pola gaya hidup. Terlihat bahwa terjadi pergeseran
akibat kehadiran wisatawan/pendatang dan kegiatan pariwisata. Selain itu juga timbul
perilaku menyimpang seperti tindak kriminalitas, prostitusi dan penggunaan narkoba
yang umumnya terjadi saat musim puncak kunjungan wisatawan.
Analisis
Dalam jurnal ini dapat diketahui bahwa industri pariwisata memiliki andil yang
besar terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat lokal. Terlihat dari jenis mata
pencaharian dari masyarakat lokal yang sangat beragam khususnya di bidang jasa
wisata. Adanya industri pariwisata ini juga dapat menambah pendapatan rumah tangga,
khususnya saat musim puncak kunjungan wisatawan. Namun industri pariwisata ini
juga memberi dampak negatif terhadap masyarakat sekitar seperti terjadi perubahan
pola gaya hidup dan juga timbul perilaku menyimpang.
Dalam jurnal ini sudah tertulis secara lengkap dan rinci mengenai metode yang
digunakan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan
pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif yang digunakan adalah penelitian survei
dengan menggunakan kuesioner. Sedangkan pendekatan kualitatif dilalukan dengan
metode wawancara mendalam terhadap informan. Peneliti juga mencantumkan
kerangka berpikir dalam tulisan ini sehingga pembaca dapat memahami alur berpikir
dari peneliti. Pembahasan dalam tulisan ini juga sudah merujuk pada tinjauan pustaka
yang digunakan. Sehingga terjadi kesinambungan antara konsep, teori dengan realita.
10. Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Nama Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi) hal
Alamat URL
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Analisis Ekonomi dan Strategi Pengelolaan
Ekowisata (Studi Kasus Kawasan Wisata
Gunung Salak Endah Kabupaten Bogor)
2008
Jurnal
Elektronik
Pini Wijayanti, Tanti Novianti, Hastuti
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia
Vol. 13, No. 03 hal 173-181
http://ilkom.journal.ipb.ac.id/index.php/JIPI/
article/viewFile/6470/5001
17
Tanggal diunduh
:
4 Desember 2015
Ringkasan
Dalam jurnal ini dijelaskan adanya dampak ekonomi dari kegiatan wisata di
kawasan wisata Gunung Salak Endah. Peneliti membagi dampak ekonomi ke dalam tiga
hal, yakni dampak ekonomi langsung, dampak ekonomi tak langsung dan dampak
ekonomi induced.
Menurut peneliti, tingginya pengeluaran wisatawan belum tentu
mengindikasikan tingginya dampak langsung yang dirasakan. Dilihat dari struktur
pengeluarannya, biaya perjalanan mengambil proporsi terbesar dari pengeluaran
wisatawan, sehingga sebagian pengeluaran wisatawan sampai ke lokasi obyek wisata.
Adanya perputaran uang membuka peluang usaha bagi penduduk lokal, khususnya
pemilik modal setempat. Dampak ekonomi langsung dari pengeluaran wisatawan
dirasakan langsung oleh pemilik unit usaha, berupa pendapatan pemilik. Semakin
sedikit jumlah unit usaha dalam obyek wisata maka dampak ekonomi langsung yang
dirasakan oleh pemilik unit usaha akan semakin tinggi.
Selanjutnya, keberadaan unit usaha di lokasi wisata membuka kesempatan kerja
baru bagi penduduk lokal walaupun bersifat seasonal dampaknya sangat berarti pada
Tenaga Kerja (TK) lokal. Unit usaha tersebut memberi kesempatan bagi ibu rumah
tangga dan pemuda yang pada awalnya tidak memiliki pekerjaan tetap menjadi
memiliki pekerjaan. Tenaga kerja di unit usaha ekowisata merupakan pihak yang
memperoleh dampak tidak langsung dari pengeluaran masyarakat lokal. Rendahnya
pendapatan yang diterima TK lokal diakibatkan oleh sifat kegiatan ekowisata yang
seasonal dan jema kerja yang tidak tentu.
Dampak ekonomi induced merupakan dampak lanjutan dari pendapatan yang
diperoleh TK lokal dari unit usaha tempat mereka bekerja. Penelitian ini menunjukkan
bahwa pendapatan yang diperoleh sebagian besar dihabiskan untuk kebutuhan pangan
sehari-hari. Hal ini karena pendapatan yang diperoleh masih rendah sehingga harus
mengandalkan pendapatan di luar kegiatan wisata.
Analisis
Dalam jurnal ini peneliti tidak meyertakan tinjauan pustaka yang digunakan
untuk mendukung penelitian ini. Namun peneliti mencantumkan metode penelitian yang
digunakan. Penelitian ini menggunakan metode pengambilan contoh dengan desain
pengambilan contoh berbeda pada tiap kelompok responden karena perbedaan jenis data
dan ketersediaan daftar populasi. Peneliti juga memberikan rumus untuk menghitung
dampak ekonomi yang ditimbulkan. Selain itu data yang disajikan juga lengkap.
Dari jurnal ini dapat diketahui bahwa dampak ekonomi dari suatu pariwisata
dapat dibagi menjadi dampak langsung, tidak langsung dan induced/ dampak tambahan.
Dari setiap dampak peneliti menyajikan data dengan lengkap melalui tabel sehingga
memudahkan pembaca untuk memahami hasil penelitian.
18
11. Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
:
:
:
:
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Nama Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi) hal
Alamat URL
:
:
:
:
:
:
Tanggal diunduh
:
Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Taman
Wisata Alam BatuPutih dan Dampaknya
terhadap Pendapatan Masyarakat
2015
Jurnal
Elektronik
Nuralam, Hengki D. Walangitan, Martina A.
Langi
Jurnal EMBA
Vol. 03, No. 03 hal 660-671
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/a
rticle/viewFile/9560/9140
4 Desember 2015
Ringkasan
Efektivitas pengelolaan kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Batuputih
berdasarkan metode Management Effectiveness Tracking Tools (METT) cukup efektif.
Metode ini terdiri dari konteks, perencanaan, input, proses, output, dan hasil akhir.
Sayangnya peran serta masyarakat dalam pengelolaan TWA Batuputin masih kurang,
sehingga keterlibatan masyarakat perlu mendapat perhatian khusus oleh pengelola.
Selanjutnya perbedaan pendapat masyarakat yang aktif dan tidak aktif dalam
kegiatan wisata adalah tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan
TWA Batuputih belum dapat memberikan manfaat ekonomi yang lebih kepada
masyarakat sekitar. Pendapatan rata-rata masyarakat sekitar yang aktif dalam wisata
alam lebih kecil dibanding dengan pendapatan rata-rata masyarakat yang tidak aktif
dalam wisata alam. Jenis usaha masyarakat yang aktif dalam kegiatan wisata
diantaranya adalah pendamping peneliti, pemandu, wisma (homestay) dan juga warung.
Selain memberikan keuntungan bagi masyarakat, adanya TWA Batuputih juga
memberikan keuntungan ekonomi bagi negara. Keuntungan bagi negara diperoleh
melalui iuran kunjungan pengusahaan pariwisata. Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, namun untuk tahun 2014 kenaikan
PNBP juga disebabkan oleh kenaikan tarif yang diatur dalam PP No.12 Tahun 2014
tentang Jenis dan Tarif atas PNBP yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan.
Analisis
Dalam jurnal ini dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan yakni
dengan membagi ke dalam beberapa kategori sampel. Untuk penilaian efektivitas
pengelolaan dengan metode penarikan sampel secara sengaja dengan
mempertimbangkan pengetahuan dan keahlian responden terhadap kondisi kawasan.
Sedangkan untuk analisa pendapatan rumah tangga dilakukan dengan menggunakan
metode penarikan sampel secara sengaja dengan mempertimbangkan responden yang
19
pendapatannya berasal dari aktivitas wisata maupun tidak. Peneliti juga menggunakan
metode METT Management Effectiveness Tracking Tools untuk mengukur tingkat
efektivitas pengelolaan. Peneliti juga menuliskan rumus perhitungan sampel tersebut.
Selain itu dalam jurnal juga telah dijelaskan konsep dan teori yang digunakan sebagai
dasar penelitian ini. Hanya saja penelitian ini kurang mendalam karena tidak adanya
data kualitatif yang mendukung penelitian ini.
20
RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN
Masyarakat Adat
Menurut Kongres Masyarakat Adat Nusantara I (Maret 1999), masyarakat adat
dirumuskan sebagai kelompok masyarakat yang memiliki asal-usul leluhur (secara turun
temurun) di wilayah geografis tertentu, serta memiliki sistem nilai, ideologi, ekonomi,
politik, budaya, sosial dan wilayah sendiri. Selain itu dalam Konvensi ILO 1989
menyebutkan bahwa masyarakat adat adalah masyarakat yang berdiam di negara-negara
merdeka dimana kondisi sosial, kultural dan ekonominya membedakan mereka dari
bagian-bagian masyarakat lain di negara tersebut dan statusnya diatur, baik seluruh
maupun sebahagian oleh masyarakat adat dan tradisi masyarakat adat tersebut dengan
hukum dan peraturan khusus.
Menurut ahli hukum adat Ter Haar dalam Sumardiani (tidak ada tahun)
masyarakat hukum adat merupakan masyarakat yang memiliki kesamaan wilayah
(teritorial), keturunan (geneologis) serta wilayah dan keturunan (teritorial-geneologis),
sehingga terdapat keragaman bentuk masyarakat adat dari suatu tempat ke tempat yang
lain. Peraturan Menteri Agraria/Ka BPN no. 5 Tahun 1999 juga menyebutkan
pengertian mengenai masyarakat hukum adat yakni sekelompok orang yang terikat oleh
tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena
kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.
Pasal 67 ayat 1 Undang-undang Kehutanan (UU No. 41 Tahun 1999)
memberikan kriteria yang harus dipenuhi oleh masyarakat adat, antara lain:
a. Masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban (rechtsgemeenschap);
b. Ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya;
c. Ada wilayah hukum adat yang jelas;
d. Ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat, yang masih
ditaati; dan
e. Masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya
untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Sedangkan pada UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan, Pakar Hukum Adat
Ter Har, Kementrian Agraria, Konvensi ILO dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara
(AMAN) dalam Sumardiani (tidak ada tahun) ada lima hal yang disebutkan harus
dipenuhi sehingga memenuhi syarat bagi suatu masyarakat hukum adat, yaitu dalam hal
(i)
Komunitas: adanya sekelompok orang yang membentuk masyarakat;
(ii)
Ada wilayah lokasi keberadaan komunitas itu berada,
(iii)
Ada aturan atau hukum yang jelas;
(iv)
Ada kondisi kultural, budaya, atau ekonomi yang khas sehingga berbeda
dengan masyarakat lainnya, dan
(v)
Berasal dari satu keturunan yang sama.
Menurut Martinez Cobo (tidak ada tahun) dalam Qodriyatun 2015
mendefinisikan masyarakat adat ke dalam empat kriteria, yaitu:
(1) Memiliki kelanjutan sejarah dari masa masyarakat pra-invasi yang hadir di
wilayah mereka;
(2) Memiliki kekhasan bila dibandingkan dengan kelompok lain di masyarakat;
(3) Bukan merupakan kelompok dominan di dalam masyarakat; dan
(4) Memiliki kecenderungan untuk menjaga, mengembangkan dan melanjutkan
wilayah adatnya kepada generasi berikut sebagai identitas mereka yang
memiliki pola kebudayaan sendiri, institusi sosial dan sistem hukum.
Kemudian United Nations Permanent Forum on Indigeneous Issues (UNPFII)
menambahkan tiga kriteria pelengkap, yaitu:
21
(1) Memiliki hubungan yang kuat dengan wilayah dan sumberdaya alam di
sekitarnya;
(2) Memiliki perbedaan sistem sosial, ekonomi, dan politik; dan
(3) Memiliki bahasa, budaya, dan kepercayaan. (Qodriyatun 2015)
Selanjutnya, Soerjono Soekanto seperti yang dikutip Syamsudin (2008)
mengungkapkan bahwa penghidupan masyarakat adat berciri komunal dimana gotong
royong, tolong menolong, serasa dan semalu mempunyai peranan yang besar.
Pemerintah juga memiliki tanggung jawab dalam hal penghidupan masyarakat adat
seperti yang ditulis dalam Konvensi ILO 169 pasal 2. Dalam Konvensi ILO 169 Pasal 2
ayat 1 menyatakan bahwa Pemerintah bertanggungjawab mengembangkan, dengan
mengikutsertakan masyarakat yang berkepentingan, mengkoordinasikan dan dengan
tindakan sistematis untuk melindungi hak-hak masyarakat adat dan menjamin bahwa
mereka dihargai integritasnya.
Menyambung pernyataan pada Pasal 2 ayat 1, dalam Pasal 2 ayat 2 tertulis:
Tindakan tersebut meliputi langkah-langkah untuk: a). Menjamin anggota masyarakat
adat untuk memperoleh manfaat secara merata atas hak dan kesempatan yang oleh
peraturan perundang-undangan negara diberikan kepada penduduk lainnya; b).
Meningkatkan terwujudnya pemenuhan atas hak-hak sosial, ekonomi, dan budaya
masyarakat adat sesuai dengan identitas sosial dan budaya, adat istiadat dan lembaga
mereka; c). Membantu para anggota masyarakat yang berkepentingan untuk membatasi
kesenjangan sosial-ekonomi dari masyarakat lain, dengan cara yang sesuai dengan
aspirasi dan jalan hidup mereka.
Selain itu pada Pasal 20 ayat 2 mengatakan bahwa Pemerintah harus sedapat
mungkin mencegah diskriminasi antara pekerja dari masyarakat ini dan pekerja lainnya.
Kemudian pada Pasal 20 ayat 3d menyatakan bahwa pekerja dari masyarakat ini
memperoleh kesempatan yang sama juga perlakuan yang sama dalam pekerjaan untuk
pria dan wanita, serta perlindungan dari pelecehan seksual. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa hak masyarakat adat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dijamin
oleh undang-undang dan negara.
Pariwisata
Mengacu pada UU Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang
kepariwisataan, wisata didefinisikan sebagai kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan
rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang
dikunjungi dalam waktu sementara. Selanjutnya, pariwisata adalah berbagai macam
kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Selain itu, kepariwisataan
adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi
serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta
interaksi antara wisatawan dengan masyarakat setempat, sesama wisatawan,
pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha.
Kepariwisataan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan
intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan
pendapatan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Tujuan kepariwisataan
yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat,
menghapus kemiskinan, mengatasi pengangguran, melestarikan alam, lingkungan dan
sumberdaya, memajukan kebudayaan, mengangkat citra bangsa, memupuk rasa cinta
22
tanah air, memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa, serta mempererat persahabatan
antar bangsa.
Menurut Damanik dan Weber (2006) dalam Dhalyana dan Adiwibowo (2013)
mengungkapkan setidaknya ada enam pelaku yang terlibat dalam aktivitas wisata, yaitu:
(i) wisatawan; (ii) industri pariwisata yang dikelompokkan ke dalam 2 golongan, yaitu
pertama, pelaku langsung yaitu usaha wisata yang menawarkan jasa yang dibutuhkan
langsung oleh wisatawan, seperti tempat penginapan, restauran; kedua, pelaku tidak
langsung, yaitu usaha yang secara tidak langsung mendukung pariwisata, seperti usaha
kerajinan tangan; (iii) pendukung jasa wisata; (iv) pemerintah, memiliki otoritas dalam
pengaturan, penyediaan, dan peruntukan berbagai infrastuktur; (v) masyarakat lokal,
terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata, yang akan menyediakan
sebagian besar atraksi sekaligus menentukan kualitas produk wisata; (vi) lembaga
swadaya masyarakat (LSM), melakukan berbagai kegiatan terkait dengan konservasi
dan regulasi kepemilikan serta pengusahaan sumberdaya alam setempat.
Selanjutnya ekowisata pun termasuk ke dalam kategori pariwisata. Menurut The
International Eco Tourism Society (TIES) dalam Suarthana (2011) menyatakan
ekowisata adalah perjalanan wisata ke wilayah-wilayah alam dalam rangka
mengkonservasi atau menyelamatkan lingkungan dan memberi penghidupan penduduk
lokal. Masih dalam Suarthana (2011) World Concervation Union (WCU) menyatakan
bahwa ekowisata adalah perjalanan wisata ke wilayah-wilayah yang lingkungan
alamnya masih asli dengan menghargai warisan budaya dan alamnya, mendukung
upaya-upaya konservasi tidak menghasilkan dampak negatif dan memberi keuntungan
sosial, ekonomi serta menghargai partisipasi penduduk lokal. Pengembangan ekowisata
di areal kawasan taman nasional menyebabkan adanya interaksi komunitas lokal dengan
kawasan. Interaksi ini memberikan pengaruh dinamis terhadap kawasan dan diharapkan
interaksi ini adalah interaksi yang mampu meningkatkan kualitas kehidupan dalam
masyarakat dan sekaligus mengkonservasi warisan alam dan budaya (Ginting et.all
2010).
Dampak Pariwisata
Pariwisata dianggap sebagai salah satu sektor ekonomi penting tetapi apabila
tidak dilakukan dengan benar, maka pariwisata berpotensi menimbulkan masalah atau
dampak negatif terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan lingkungan (Suwantoro 1997
dalam Dhalyana dan Adiwibowo 2013). Retnowati (2004) dikutip oleh Dhalyana dan
Adiwibowo (2013) mengatakan bahwa adanya aktivitas ekowisata (pariwisata) dapat
memberi manfaat kepada masyarakat setempat dengan pembukaan lapangan kerja,
kesempatan berusaha, dan pendanaan yang diserap kembali dalam bentuk proyekproyek pembangunan daerah.
Selain itu Ginting et.all (2010) dalam jurnalnya juga mengatakan bahwa
penyelenggaraan ekowisata merupakan salah satu upaya untuk melestarikan dan
mengurangi kerusakan sumberdaya alam, termasuk hutan dan taman nasional.
Keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi sangat tergantung kepada kadar
dukungan dan penghargaan yang diberikan oleh komunitas lokal yang tinggal di sekitar
kawasan konservasi. Untuk mencapai dukungan dan penghargaan ini diantaranya adalah
23
dengan memberikan manfaat ekonomi bagi komunitas lokal yang tinggal berdekatan
dengan kawasan konservasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
komunitas lokal.
Pengembangan ekowisata di areal kawasan taman nasional menyebabkan adanya
interaksi komunitas lokal dengan kawasan. Ginting et.all (2010) menyatakan bentuk
interaksi komunitas lokal yang dihasilkan dibagi menjadi dua, yakni Aktifitas ekowisata
dan aktifitas non ekowisata. Bentuk-bentuk aktifitas ekowisata yang terjadi adalah
pengelolaan penginapan, warung, guide, pertanian, penyewaan lahan, pengambilan hasil
hutan dll. Sedangkan aktifitas non ekowisata dibagi menjadi tiga bagian, yakni
pengambilan hasil hutan, aktifitas pertanian (bertani, buruh tani, dan beternak) dan
aktifitas non pertanian (buruh harian lepas, warung, wiraswasta, karyawan BUMN,
karyawan swasta, Pegawai Negeri Sipil, bengkel dan honorer).
Perkembangan industri pariwisata mengakibatkan beragamnya jenis
pekerjaan/usaha yang berkembang di suatu lokasi pariwisata. Beberapa jenis pekerjaan
dapat dilakukan dengan usaha sendiri, namun beberapa diantaranya membutuhkan
bantuan keluarga atau karyawan tetap.
Berdasarkan kacamata ekonomi makro, pariwisata memberikan dampak positif,
yaitu :
(i) Dapat menciptakan kesempatan berusaha,
(ii) Dapat meningkatkan kesempatan kerja (employment),
(iii) Dapat meningkatkan pendapatan sekaligus mempercepat pemerataan
pendapatan masyarakat,
(iv) Dapat meningkatkan penerimaan pajak pemerintah dan retribusi daerah.
(v) Dapat meningkatkan pendapatan nasional atau Gross Domestic Bruto
(GDB)
(vi) Dapat mendorong peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata dan
sektor ekonomi lainnya,
(vii) Dapat memperkuat neraca pembayaran (Yoeti 2008 dalam Dhalyana dan
Adiwibowo 2013).
Selanjutnya Wijayanti et.all (2008) dalam jurnalnya mengemukakan bahwa
dampak ekonomi yang berasal dari kegiatan ekowisata, mengacu pada perubahan
pemasaran, pendapatan, lapangan pekerjaan dan lainnya. Ennew (2003) seperti dikutip
dalam Wijayanti et.al (2008) mengelompokkan dampak ekonomi menjadi tiga kategori,
yakni manfaat langsung (direct), tidak langsung (indirect) dan induced dengan
menghitung arus uang pada aktivitas yang dilakukan oleh para pelaku ekowisata.
Untuk mengetahui sejauh mana kontribusi keberadaan industri pariwisata
terhadap jumlah dan tingkat pendapatan masyarakat dilakukan pengukuran struktur
pendapatan. Pengukuran dilakukan dengan analisis terhadap struktur pendapatan
khususnya kepada rumah tangga pelaku usaha pariwisata. Selanjutnya dalam hasil
penelitian yang dilakukan oleh Dhalyana dan Adiwibowo (2013) disebutkan bahwa
pariwisata memberikan kontribusi pendapatan lebih besar dibandingkan nonpariwisata.
Pariwisata secara keseluruhan menyumbang sebesar 82 persen dari total pendapatan
selama satu bulan. Hal ini menunjukkan keberadaan industri pariwisata sangat penting
untuk menopang perekeonomian rumah tangga penduduk lokal. Penduduk lokal sangat
24
bergantung terhadap adanya aktivitas wisata untuk meningkatkan pendapatan rumah
tangga. Besarnya pendapatan yang diperoleh dari sektor pariwisata erat kaitannya
dengan jumlah kunjungan wisatawan. Oleh karenanya, besar pendapatan yang diterima
para pelaku usaha pariwisata selalu mengalami pasang surut sesuai dengan musim
kunjungan wisatawan. Umumnya dibedakan menjadi 4 musim, yaitu musim sepi
pengunjung (hari kerja), musim libur (weekend) musim libur long weekend, musim
puncak kunjungan wisatawan.
Pitana dan Gayatri (2004) seperti yang dikutip dalam Dhalyana dan Adiwibowo
(2013) menyatakan bahwa dalam melihat dampak sosial budaya pariwisata terhadap
masyarakat setempat tidak dapat dipandang sebagai sesuatu yang internally totally
integrated entity, melainkan harus juga dilihat segmen-segmen yang ada atau melihat
interest groups. Hal tersebut disebabkan dampak terhadap kelompok sosial yang satu
belum tentu sama bahkan bisa bertolak belakang dengan dampak terhadap kelompok
sosial yang lain. Dampak pariwisata terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat
setempat sangat sulit diukur dan umumnya dipandang oleh masyarakat setempat hanya
memberikan dampak negatif. Dampak positif sosial budaya dari aktivitas pariwisata
adalah terjadinya pemahaman dan saling pengertian antar budaya (intercultural
understanding) antara pengunjung wisata dengan masuarakat setempat, dimana
pengunjung (turis) mengenal dan menghargai kehidupan sosial budaya masyarakat
setempat dan sebaliknya masyarakat setempat juga dapat memahami dan menghargai
latar belakang sosial budaya turis.
Hadirnya industri pariwisata juga memiliki pengaruh terhadap kondisi sosial
masyarakat sekitar, seperti timbulnya pola kerjasama. Dhalyana dan Adiwibowo (2013)
menyatakan bahwa tingkat kerjasama dapat diukur berdasarkan beberapa indikator yang
dapat mencerminkan pola kerjasama tersebut, yaitu: (i) menaati aturan yang tertulis
dalam anggaran dasar organisasi; (ii) mengikuti pertemuan rutin; (iii) membayar iuran
kas organisasi. Selain itu, kehadiran wisatawan juga memberikan pengaruh terhadap
kehidupan sosial penduduk lokal diantaranya dapat terlihat dari gaya bahasa dan pola
konsumsi masyarakat, serta timbulnya perilaku menyimpang pada anak remaja.
Pendapatan Rumah Tangga
Pendapatan rumah tangga menurut Nurmanaf (1985) dalam Dhalyana dan
Adiwibowo (2013) adalah aliran uang, barang, jasa, dan kepuasan yang diperoleh
dibawah penguasaan keluarga untuk digunakan dalam memuaskan kebutuhan dan
kewajibannya. Pendapatan rumah tangga dapat berasal dari satu maupun beragam
macam sumber pendapatan. Sumber pendapatan yang beragam tersebut dapat terjadi
karena anggota rumah tangga yang bekerja melakukan lebih dari satu jenis kegiatan dan
atau masing-masing anggota rumah tangga mempunyai kegiatan yang berbeda satu
sama lain (Dhalyana dan Adiwibowo 2013).
Pendapatan keluarga merupakan jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota
rumah tangga yang diterima baik itu dari pendapatan pokok, pendapatan sampingan atau
pendapatan lainnya. Pendapatan pokok yaitu pendapatan yang diperoleh dari hasil
pekerjaan utama yang dilakukan secara rutin dan memerlukan alokasi waktu yang lebih
banyak, pendapatan sampingan yaitu pendapatan yang diperoleh selain dari pekerjaan
utama yang tidak dilakukan secara rutin dan alokasi waktu yang lebih sedikit, dan
25
pendapatan lainnya yaitu pendapatan yang berasal dari pemberian orang lain yang
diperoleh bukan dari usaha/pekerjaan sendiri (Nuralam et.al 2015).
Menurut Badan Pusat Statistik (2010) konsep pendapatan rumah tangga adalah
seluruh pendapatan yang diterima oleh rumah tangga maupun pendapatan anggotaanggota rumah tangga. Pendapatan dapat berasal dari:
• Balas jasa faktor produksi tenaga kerja, yaitu upah/gaji, keuntungan, bonus
yang mencakup dari seluruh anggota rumah tangga yang bekerja sebagai
imbalan bagi pekerjaan yang dilakukan.
• Balas jasa kapital, yaitu bunga, bagi hasil dari hasil usaha seluruh anggota
rumah tangga.
• Pendapatan yang berasal dari pihak lain yaitu pendapatan diluar upah/gaji yang
menyangkut dari: (i) perkiraan sewa rumah milik sendiri; (ii) bunga deviden;
(iii) bukan hasil usaha; (iv) pensiunan; (v) kiriman dari famili/pihak lain
secara rutin, ikatan dinas.
Hasil penelitian dari Nuralam et.al (2015) menunjukkan bahwa keberaadaan
Taman Wisata Alam Batu Putih ternyata belum dapat memberikan manfaat ekonomi
yang lebih kepada masyarakat sekitar. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Dhalyana dan Adiwibowo (2015) bahwa keberadaan sektor pariwisata di Pangandaran
telah menciptakan lapangan pekerjaan bagi penduduk lokal. Terlihat dari banyaknya
penduduk lokal yang menguasai beberapa jenis pekerjaan (usaha) pariwisata. Jenis-jenis
pekerjaan di sektor pariwisata Pangandaran yang dilakukan oleh masyarakat
memberikan kontribusi positif terhadap pendapatan rumah tangga yang terlibat
didalamnya. Hal tersebut dapat terlihat dari kontribusinya yang sangat nyata dalam
menyumbang total pendapatan rumah tangga. Pendapatan rumah tangga para pelaku
usaha pariwisata dapat dikatakan cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Hal
tersebut dibuktikan dengan rata-rata pendapatan yang diperoleh rumah tangga setiap
bulan melebihi Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Ciamis yang ditetapkan
Gubernur Jawa Barat dan standar garis kemiskinan yang ditetapkan World Bank.
26
SIMPULAN
Hasil Rangkuman dan Pembahasan
Indonesia tidak hanya dikenal memiliki kekayaan alam yang melimpah, tetapi
juga dikenal dengan budaya dan masyarakatnya yang beragam. Kekayaan alam seperti,
hutan, gunung, pantai, lautan ditambah kekayaan budaya, peninggalan bangunan
sejarah, kesenian serta adat istiadat seringkali digunakan untuk kegiatan pariwisata.
Pariwisata alam ini dikenal dengan ekowisata. Ekowisata sendiri diartikan sebagai
kegiatan wisata alam dengan konsep pendidikan serta konservasi alam dan dikelola
secara berkelanjutan. Adanya kegiatan ekowisata ini biasanya memberikan dampak
terhadap masyarakat lokal.
Adapun dampak ekowisata itu sendiri dapat dilihat dari segi ekonomi dan segi
sosial. Dampak ekowisata dari segi ekonomi yakni, pembukaan lapangan kerja,
kesempatan berusaha, dan pendanaan yang diserap kembali dalam bentuk proyekproyek pembangunan daerah. Adanya pembukaan lapangan kerja serta kesempatan
berusaha ini memberikan kesempatan bagi masyarakat lokal dalam menambah
pendapatan rumah tangganya. Dampak ekonomi ini juga dapat dibagi menjadi tiga hal,
yakni dampak langsung, dampak tidak langsung, dan induced dengan menghitung arus
uang pada aktivitas yang dilakukan oleh para pelaku ekowisata.
Dari segi sosial adanya ekowisata memberikan dampak berupa tumbuhnya
kelembagaan dan rasa saling kerjasama di antara sesama pengusaha jasa wisata. Namun,
adanya ekowisata ini juga dapat menimbulkan dampak negatif yakni perilaku
menyimpang serta perubahan gaya hidup masyarakat lokal akibat terpengaruh oleh
wisatawan yang mengunjungi lokasi ekowisata. Perilaku menyimpang ini berupa tindak
kriminalitas, prostitusi dan penggunaan obat-obat terlarang.
Beberapa masyarakat lokal yang berada di dalam lokasi wisata biasanya
merupakan masyarakat adat. Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan, dapat
disimpulkan bahwa masyarakat adat adalah kelompok masyarakat yang memiliki
wilayah teritorial tertentu, masih menjunjung nilai-nilai dan memiliki hukum adat
tertentu serta memiliki kekhasan budaya sendiri yang membedakannya dengan
masyarakat lain. Tentunya masyarakat adat yang ada di Indonesia pun memiliki hak-hak
yang tidak jauh berbeda dengan masyarakat lainnya. Seperti halnya hak untuk hidup
layak dan mendapatkan kesempatan yang sama dalam hal pekerjaan serta kehidupan
sosial. Namun, pada kenyataannya banyak masyarakat adat yang dilanggar haknya dan
menjadi kaum yang termarjinalisasi oleh kaum penguasa yakni negara dan pemegang
modal besar.
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rangkuman dan pembahasan yang telah dibuat, maka dapat
dirumuskan masalah penelitan sebagai berikut:
1. Bagaimana ekowisata tersebut berkembang di sekitar masyarakat adat?
2. Apa saja bentuk aktivitas ekowisata yang berkembang?
27
3. Apa peranan masyarakat adat dengan pihak luar (bukan masyarakat adat) dalam
perkembangan ekowisata? Apakah terjadi perubahan di dalam peranan
masyarakat?
4. Bagaimana dampak ekowisata terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat
adat?
Usulan Kerangka Analisis Baru
Hadirnya kegiatan ekowisata akan menyebabkan adanya permintaan sarana dan
prasarana yang dibutuhkan oleh wisatawan, berupa penginapan, rumah makan,
transportasi, perdagangan dan jasa. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dijadikan
peluang usaha dan kerja bagi masyarakat serta diharapkan dapat meningkatkan
pendapatan rumah tangga. Faktor-faktor dalam ekowisata seperti tingkat kunjungan
wisatawan dan pelayanan pengelola serta daya tarik objek wisata diduga dapat memberi
dampak dari segi ekonomi dan juga sosial. Dampak dari segi ekonomi selain terdapat
peluang usaha dan kerja serta adanya peningkatan pendapatan rumah tangga juga
diduga terdapat persaingan usaha antara masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang
yang sengaja datang untuk mencari peluang usaha. Selain itu, dampak sosial yang
diberikan adalah adanya kerja sama dan munculnya kelembagaan diantara masyarakat
yang melakukan aktivitas ekowisata juga munculnya perilaku menyimpang dari
masyarakat lokal akibat terpengaruh oleh wisatawan yang datang berkunjung. Bagan
kerangka analisis dapat dilihat pada Gambar 1.
Ekowisata
1. Pelayanan Pengelola
2. Daya Tarik Wisata
3. Tingkat Kunjungan Wisatawan
Karakteristik Penduduk
Masyarakat
Adat
1.
2.
3.
4.
Usia
Jenis Kelamin
Tingkat Pendidikan
Status Perkawinan
Bukan Masyarakat
Adat
Dampak Sosial
Dampak Ekonomi
1. Peluang usaha dan kerja
2. Tingkat pendapatan rumah
tangga
Keterangan :
= Mempengaruhi
1. Kerjasama
2. Perilaku Menyimpang
3. Persaingan usaha
4.
Gambar 1 Kerangka Analisis
28
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. Dapat diunduh dari: https://bps.go.id
Dhalyana D dan Adiwibowo S. 2013. Pengaruh taman wisata alam Pangandaran
terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat (studi: Desa Pangandaran,
Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat). Jurnal Sosiologi
Pedesaan. [Internet]. [Dikutip 4 Desember 2015]; 1(3):182-199. Dapat diunduh
dari: http://jesl.journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/viewFile/9402/7367
Ginting Y, Dharmawan AH, Sekartjakrarini S. 2010. Interaksi komunitas lokal di taman
nasional gunung leuser, studi kasus kawasan ekowisata tangkahan, Sumatera
Utara. Jurnal Transdisiplin Sosiologi (Sodality). [Internet]. [Dikutip 19 November
2015];
4(1):39-58.
Dapat
diunduh
dari:
http://202.124.205.111/index.php/sodality/article/download/5853/4518
Hijriati E dan Mardiana R. 2014. Pengaruh ekowisata berbasis masyarakat terhadap
perubahan kondisi ekologi sosial dan ekonomi di Kampung Batusuhunan,
Sukabumi. Jurnal Sosiologi Pedesaan. [Internet]. [Dikutip 4 Desember 2015];
2(3):146-159.
Dapat
diunduh
dari:
http://202.124.205.111/index.php/sodality/article/download/9422/7385
Konvensi ILO 169
Nuralam, Walangitan HD, Langi MA. 2015. Evaluasi efektivitas pengelolaan taman
wisata alam batuputih dan dampaknya terhadap pendapatan masyarakat. Jurnal
EMBA. [Internet]. [Dikutip 4 Desember 2015]; 3(3):660-671. Dapat diunduh dari:
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/viewFile/9560/9140
[PERMEN] Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009
Qodriyatun SN. 2015. Pengabaian negara atas hak hidup masyarakat adat. Jurnal Info
Singkat. [Internet]. [Dikutip 29 September 2015]; VII(6):9-12. Dapat diunduh
dari: http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/info_singkat/Info%20Singkat-VII-6II-P3DI-Maret-2015-19.pdf
Siscawati M. 2014. Pertarungan penguasaan hutan dan perjuangan perempuan adat.
Wacana Jurnal Transformasi Sosial. [Internet]. [Dikutip 19 Oktober 2015];
XVI(33):159-197.
Dapat
diunduh
dari:
http://undana.ac.id/jsmallfib_top/JURNAL/HUKUM/HUKUM%202012/WACA
NA.pdf
Suarthana IKP. 2011. Ekowisata meningkatkan sosial ekonomi masyarakat (sebuah
studi di Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan). Jurnal Ilmiah Manajemen
& Akuntansi. [Internet]. [Dikutip 4 Desember 2015]; 16(2):24-33. Dapat diunduh
dari:
http://www.triatmamulya.triatmamapindo.ac.id/ojs/index.php/JMNA/article/viewFile/24/25
Subagiarta IW. 2015. Vircous circle economics adat suku Tengger di Kabpaten
Probolinggo. Jurnal ISEI Jember. [Internet]. [Dikutip 18 November 2015]; 5(3):118.
Dapat
diunduh
dari:
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/62926/1_wayan%20jadi1.
pdf?sequence=1
29
Sumardiani L. Tidak ada tahun. Masyarakat adat: keberadaan, hak dan tuntutan. Konflik
Sosial Kehutanan. [Internet]. [Dikutip 4 Desember 2015]; 232-248. Dapat
diunduh dari:
http://web.iaincirebon.ac.id/ebook/moon/Mixed/700analisa-40masy.pdf
Syamsudin M. 2008. Beban masyarakat adat menghadapi hukum negara. Jurnal Hukum.
[Internet]. [Dikutip 20 Oktober 2015]; 15(3): 338-352. Dapat diunduh dari:
http://jurnal.uii.ac.id/index.php/jurnal-fakultas-hukum/article/viewFile/33/1839
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
Wijayanti P, Novianti T, Hastuti. 2008. Analisis ekonomi dan strategi pengelolaan
ekowisata (studi kasus Kawasan Wisata Gunung Salak Endah Kabupaten Bogor).
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. [Internet]. [Dikutip 4 Desember 2015];
13(3):173-181.
Dapat
diunduh
dari:
http://ilkom.journal.ipb.ac.id/index.php/JIPI/article/viewFile/6470/5001
30
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, pasangan suami istri
Tedy Hernowo BS dan Tri Rahayu Utami yang dilahirkan di Sidoarjo pada 3 Desember
1994. Penulis menempuh pendidikan formalnya di SD NEGERI Wage 2 pada tahun
2000 – 2006, SMP NEGERI 103 Jakarta pada tahun 2006 – 2009, SMA NEGERI 39
Jakarta pada tahun 2009 – 2012. Kemudian pada tahun 2012, tepatnya pada bulan
Agustus penulis memasuki kampus Institut Pertanian Bogor, pada Fakultas Ekologi
Manusia, Departemen Sains Komunikasi Pengembangan Masyarakat yang terdaftar
dalam jajaran mahasiswa baru melalui seleksi SNMPTN Tertulis.
Selama penulis menjadi mahasiswi Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam
kegiatan keorganisasian kampus dan berbagai kepanitiaan. Keorganisasian yang diikuti
penulis pada tingkat pertama hingga tingkat akhir adalah Koran Kampus IPB. Pada
periode 2012-2013 penulis menjadi anggota magang dan diangkat menjadi kru baru.
Kemudian pada periode 2013-2014 penulis menjadi penanggung jawab internal di
Koran Kampus IPB, dan pada periode 2014-2015 penulis menjadi pimpinan HRD di
Koran Kampus IPB. Adapun beberapa kepanitiaan yang penulis ikuti adalah INDEX
FEMA pada tahun 2014 dan 2015, FAMNight 2014, serta panitia MPF Hero 50.
Download