Laporan Studi Pustaka (KPM 403) DAMPAK EKOWISATA TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT ADAT Oleh: REZKY EKA FAUZIA I34120106 Dosen Pembimbing Dr. Satyawan Sunito DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016 ii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa Laporan Studi Pustaka yang berjudul “Dampak Ekowisata terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Adat” benar-benar hasil karya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari pustaka yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam naskah dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Laporan Studi Pustaka. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia mempertanggungjawabkan pernyataan ini. Bogor, Januari 2016 Rezky Eka Fauzia NIM. I34120106 iii ABSTRAK REZKY EKA FAUZIA. Dampak Ekowisata terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Adat. SATYAWAN SUNITO Masyarakat adat seringkali menjadi kaum yang termarjinalisasi oleh kaum-kaum penguasa seperti pemerintah dan pemodal. Padahal dalam undang-undang telah diatur bahwa masyarakat adat memiliki kesempatan yang sama dalam memenuhi kebutuhan hidup. Ekowisata adalah wisata berbasis alam yang melibatkan pendidikan, interpretasi dari lingkungan dan dikelola secara berkelanjutan. Perkembangan pariwisata yang pesat dewasa ini salah satunya pada bagian ekowisata. Adanya ekowisata mempengaruhi kehidupan masyarakat di sekitar kawasan. Dampak yang diberikan dapat berupa dampak ekologi, sosial dan ekonomi. Dengan demikian tulisan ini akan membahas mengenai dampak ekowisata terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat adat. Kata Kunci: ekowisata, masyarakat adat, kondisi sosial ekonomi masyarakat ABSTRACT REZKY EKA FAUZIA.Ecotourism Impacts on Indigeneous People’s Social Economy Condition. SATYAWAN SUNITO Indigeneous people are often marginalized by the government and the investor. Though the laws have regulated that indigenous people have the same opprtunity to meet their living needs. Ecotourism is nature-based tourism which involves education, interpretation of environment and sustainable management. The rapid growth of tourism today is on the ecotourism sector. The exsistence of ecotourism affects the lives of people near the area. The impact itself can be ecological, social and economy impact. Therefore, this paper is going to discuss about the ecotourism impact on indigenous people’s social economy condition. Key word: ecotourism, indigenous people, social economy condition iv DAMPAK EKOWISATA TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT ADAT Oleh REZKY EK FAUZIA I34120106 Laporan Studi Pustaka Sebagai syarat kelulusan KPM 403 pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016 v LEMBAR PENGESAHAN Dengan ini menyatakan bahwa Laporan Studi Pustaka yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Rezky Eka Fauzia Nomor Pokok : I34120106 Judul : Dampak Ekowisata terhadap Kondisi Ekonomi Masyarakat Adat Sosial dapat diterima sebagai syarat kelulusan mata kuliah Studi Pustaka (KPM 403) pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Disetujui oleh Dr. Satyawan Sunito Dosen Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen Tanggal pengesahan : _________________________ vi PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Studi Pustaka berjudul “Dampak Ekowisata terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Adat”. Laporan Studi Pustaka ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan MK Studi Pustaka (KPM 403) pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Meskipun seringkali penulis mengalami kesulitan, namun berkat karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan secara tepat waktu Uacapan terimakasih penulis sampaikan kepada Pak Setyawan Sunito, Ms sebagai pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan hingga penyelsaian laporan Studi Pustaka ini. Penulis juga menyampaikan hormat dan terimkasih kepada Ibu Tri Rahayu Utami dan Bapak Tedy Hernowo Budi Santoso selaku orang tua tercinta, yang selalu berdoa dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya untuk penulis. Tidak lupa terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman, R. Irinne Devita A., Rona Fauzan Noer, M. Fahmi Alby, Erlina Nur Fitriyani (selaku teman sebimbingan) yang telah memberi semangat dan menemani penulis dalam proses penulisan laporan ini Akhirnya penulis berharap nantinya laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca dalam memahami tentang perlawanan petani, terutama tentang Dampak Ekowisata terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Adat. Bogor, Januari 2016 Rezky Eka Fauzia NIM.I34120106 vii DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... ix PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1 Tujuan Penulisan ........................................................................................................... 2 Metode Penulisan .......................................................................................................... 2 RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA................................................................... 2 Pengabaian Negara Atas Hak Hidup Masyarakat Adat ................................................ 2 Beban Masyarakat Adat Menghadapi Hukum Negara.................................................. 4 Pertarungan Penguasaan Hutan dan Perjuangan Perempuan Adat ............................... 5 Vircous Circle Economics Adat Suku Tengger di Kabpaten Probolinggo ................... 7 Identifikasi Sosial Potensi Ekowisata Berbasis Peran Masyarakat Lokal .................... 8 Interaksi Komunitas Lokal di Taman Nasional Gunung Leuser, Studi Kasus Kawasan Ekowisata Tangkahan, Sumatera Utara ...................................................................... 10 Pengaruh Ekowisata Berbasis Masyarakat terhadap Perubahan Kondisi Ekologi Sosial dan Ekonomi di Kampung Batusuhunan, Sukabumi .................................................. 11 Ekowisata Meningkatkan Sosial Ekonomi Masyarakat (Sebuah Studi di Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan) ........................................................................ 13 Pengaruh Taman Wisata Alam Pangandaran Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat (Studi: Desa Pangandaran, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat) .................................................................................................................. 14 Analisis Ekonomi dan Strategi Pengelolaan Ekowisata (Studi Kasus Kawasan Wisata Gunung Salak Endah Kabupaten Bogor) .................................................................... 16 Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Taman Wisata Alam BatuPutih dan Dampaknya terhadap Pendapatan Masyarakat ................................................................................ 18 RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 20 Masyarakat Adat ......................................................................................................... 20 Dampak Pariwisata...................................................................................................... 22 Pendapatan Rumah Tangga ......................................................................................... 24 SIMPULAN .................................................................................................................... 26 Hasil Rangkuman dan Pembahasan ............................................................................ 26 Pertanyaan Penelitian .................................................................................................. 26 Usulan Kerangka Analisis Baru .................................................................................. 27 Gambar 1 Kerangka Analisis ...................................................................................... 27 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 28 viii RIWAYAT HIDUP ......................................................................................................... 30 ix DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Kerangka Analisis .......................................................................................... 27 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dikenal dengan kekayaan alamnya yang melimpah, serta budaya dan masyarakatnya yang beragam. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) memperkirakan bahwa jumlah masyarakat adat di Indonesia berkisar antara 50-70 juta atau sekitar 20% dari penduduk Indonesia. Definisi mengenai masyarakat adat sendiri menurut AMAN adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal-usul leluhur (secara turun temurun) di wilayah geografis tertentu, serta memiliki sistem nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya, sosial dan wilayah sendiri. Menurut Qodriyatun (2015) dalam jurnalnya mengungkapkan bahwa keberadaan masyarakat adat secara administrasi seringkali tidak diakui. Terbukti dengan sejumlah masyarakat adat yang berada di kawasan hutan tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP). Syamsudin (2008) juga mengatakan hal serupa, yakni masyarakat adat di Indonesia merupakan golongan masyarakat yang paling rentan. Kerentanan tersebut terjadi akibat adanya pelemahan-pelemahan baik dari internal maupun eksternal. Padahal dalam Pasal 2 ayat 2b Konvensi ILO 169 disebutkan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan terwujudnya pemenuhan atas hak-hak sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat adat sesuai dengan identitas sosial dan budaya, adat istiadat dan lembaga mereka. Untuk meningkatkan pemenuhan tersebut, pemerintah mencoba mengembangkan sektor pariwisata. Pariwisata mempunyai dampak dan manfaat yang banyak, diantaranya selain menghasilkan devisa negara dan memperluas lapangan kerja, sektor pariwisata juga bertujuan untuk menjaga kelestarian alam dan mengembangkan budaya lokal. Hal ini sesuai dengan pengertian ekowisata pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009, yakni kegiatan wisata alam di daerah yang bertanggungjawab dengan memperhatikan unsur pendidikan, pemahaman, dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi sumberdaya alam, serta peningkatan pendapatan masyarakat lokal. Selain itu dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Pasal 19 ayat 2 yang menyatakan bahwa setiap orang dan/atau masyarakat di dalam dan di sekitar destinasi pariwisata mempunyai hak prioritas menjadi pekerja atau buruh, konsinyasi, dan/atau pengelolaan. Hal ini berarti masyarakat adat pun memiliki kesempatan yang sama. Perkembangan pariwisata yang amat pesat dewasa ini cenderung melaju ke arah spesifikasi minat wisatawan terhadap jenis perjalanan atau jenis wisata yang dilakukan. Terbukti pada tahun 2015 jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia sebesar 6.322.592 periode (Januari-Agustus 2015) yang mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang berjumlah 6.155.553 wisatawan mancanegara. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Pasal 1 ayat 5 yang menyebutkan bahwa daya tarik ekowisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau kunjungan wisatawan. Maka setiap akhir pekan banyak pengunjung yang mengunjungi lokasi wisata yang ada di Indonesia ini, karena dapat dilihat dari daya tarik ekowisata itu sendiri. 2 Yoeti (2008) mengemukakan bahwa kegiatan ekowisata memberikan dampak pada berbagai aspek seperti sosial-budaya, ekonomi, dan lingkungan. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa dampak positif dan negatif. Dampak lingkungan yang terjadi yaitu pembuangan sampah sembarangan selain menyebabkan bau tidak sedap, sumbersumber hayati menjadi rusak juga membuat tanaman di sekitarnya mati, pembuangan limbah hotel, restoran dan rumah sakit yang merusak air sungai, pantai danau atau laut. Dampak positif dilihat dari ekonomi yaitu dapat menciptakan kesempatan kerja baru, meningkatkan pendapatan sekaligus mempercepat pemerataan pendapatan masyarakat, meningkatkan penerimaan pajak pemerintah dan retribusi daerah, meningkatkan pendapatan nasional, mendorong peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata dan sektor ekonomi lainnya, dan memperkuat neraca pembayaran. Dampak sosialbudaya yaitu sering terjadi komersialisasi seni-budaya, terjadi demonstration effect yaitu kepribadian anak muda rusak. Oleh karena itu penulis ingin menganilis bagaimana dampak ekowisata terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat adat? Tujuan Penulisan Ekowisata dan peluang usaha kerja tidak dapat dipisahkan. Setiap ada tempat wisata pasti juga akan ada usaha-usaha baru yang muncul yang ada di kawasatan wisata. Contohnya seperti Homestay, perdagangan, rumah makan, transportasi dan jasa. Ekowisata juga memberikan dampak yang cukup pada kehidupan sosial masyarakat di sekitar lokasi wisata, termasuk masyarakat adat yang berada di kawasan ekowista tersebut. Oleh karena itu penulisan studi pustaka ini bertujuan untuk mengetahui dampak ekowisata terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat adat. Metode Penulisan Metode yang digunakan dalam penulisan studi pustaka ini adalah metode analisa terhadap data sekunder yang relevan dengan topik studi pustaka. Bahan pustaka yang digunakan dalam penulisan ini berasal dari hasil penelitian, yaitu berupa: skripsi, jurnal ilmiah, dan buku teks yang berkaitan dengan ekowisata dan masyarakat adat. Bahan pustaka yang sudah terkumpul kemudian dipelajari, disusun, dan dianalisis sehingga menjadi suatu tulisan ilmiah yang berisi tinjauan teoritis dan tinjauan faktual beserta analisis dan sintesisnya. Selanjutnya ialah penarikan hubungan dari studi pustaka ini menghasilkan kerangka pemikiran serta pertanyaan penelitian yang akan digunakan sebagai acuan dalam penelitian yang akan dilakukan. RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA 1. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku : : : : : : Pengabaian Negara Atas Hak Hidup Masyarakat Adat 2015 Jurnal Elektronik Sri Nurhayati Qodriyatun - 3 Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi) hal Alamat URL : : : : Tanggal diunduh : Info Singkat Vol. VII, No. 6, hal 9-12 http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/info_ singkat/Info%20Singkat-VII-6-II-P3DIMaret-2015-19.pdf 29 September 2015 Ringkasan : Keberadaan masyarakat adat hingga saat ini masih belum mendapat perhatian dari pemerintah. Terlihat dari belum adanya kebijakan pemerintah tentang keberadaan masyarakat adat yang dapat dijadikan acuan dalam membentuk kebijakan yang lainnya. Selain itu, beberapa kementerian juga memiliki kebijakan yang mengatur terntang masyarkat adat dan masing-masing memiliki definisi yang berbeda. Dalam jurnal disebutkan bahwa keberadaan masyarakat adat secara administrasi seringkali tidak diakui. Terbukti dengan sejumlah masyarakat adat yang berada di kawasan hutan tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP). Sebenarnya pemerintah sudah mengakui dan menghormati keberadaan masyarakat adat beserta hak-hak tradisionalnya. Hal ini sudah tercantum dalam konstitusi. Namun, pada kenyataannya masyarakat adat masih terpinggirkan terutama yang terletak di kawasan terpencil. Di dalam jurnal juga telah dijelaskan beberapa kementerian yang memiliki kebijakan mengenai masyarakat adat. Diantaranya adalah Kementerian Sosial (Kemensos). Kemensos menggunakan istilah masyarakat adat dengan istilah komunitas adat terpencil. Kebijakan ini tertuang dalam Keppres No. 111 tahun 1999 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil dan Kepmensos No. 6/PEGHUK?2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT). Menurut penulis kebijakan ini tidak selalu tepat untuk setiap kelompok masyarakat karena berusaha merelokasi masyarakat adat terpencil dalam suatu wilayah agar bisa menetap. Selain itu sering kali pula program pemberdayaan yang diberikan hanya untuk masyarakat adat yang sudah memiliki KTP. Demikian pula dengan Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (KemenLHK) yang menggunakan istilah masyarakat hukum adat. Kebijakan mengenai masyarakat hukum adat tertuang dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan dengan sedikit perubahan setelah adanya putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012. Kebijakan ini tidak mendefinisikan masyarakat hukum adat namun disebutkan kriteria hukum adatnya yakni: 1. Masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban, 2. Ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya, 3. Ada wilayah hukum adat yang jelas, 4. Ada pranata hukum khususnya peradilan adat yang masih ditaati, 5. Masih mengadakan pemungutan hasil hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hutan sehari-hari. Langkah perlindungan masyarakat adat dapat dilakukan antara lain dengan: (1) mengakui keberadaan masyarakat adat beserta wilayah adatnya melalui penerbitan Perda; (2) mengadministrasikan masyarakat adat melalui pembuatan KTP atau pemberian surat keterangan; (3) memasukkan masyarakat adat dalam daftar peserta program-program penerima bantuan sosial seperti bantuan pendidikan, kesehatan, dan 4 lain-lain. Program-program yang diberikan untuk masyarakat adat juga harus disesuaikan dengan karakter masyarakatnya. Analisis: Dari tulisan ini dapat diketahui bahwa penulis menerangkan beberapa alasan mengapa masyarakat adat sering kali tidak diperlakukan secara adil oleh Negara sendiri. Metode yang digunakan penulis adalah dengan menggunakan data sekunder serta menganalisis kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap masyarakat. Sebagai pendukung argumen, penulis juga membeberkan beberapa contoh kasus terkait masyarakat adat yang sering terjadi di pemberitaan. Penulis juga memaparkan secara rinci mengenai pengertian masyarakat adat dari masing-masing kementerian, sehingga dapat dijadikan sumber referensi. Pada akhir jurnal penulis juga memberikan solusi terkait pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat adat. Sehingga dapat disimpulkan beberapa poin penting yakni mengenai kondisi masyarakat adat ditinjau dari berbagai kebijakan pemerintah dan pengertian masyarakat adat dari masing-masing kementerian. 2. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi) hal Alamat URL : : : : : : : : : : Tanggal diunduh : Beban Masyarakat Adat Menghadapi Hukum Negara 2008 Jurnal Elektronik M. Syamsudin Jurnal Hukum Vol. 15, No. 3, hal 338-352 http://jurnal.uii.ac.id/index.php/jurnalfakultas-hukum/article/viewFile/33/1839 20 Oktober 2015 Ringkasan Tulisan ini menjelaskan mengenai beban yang dihadapi masyarakat adat terhadap hukum Negara. Dimulai dari perbedaan hukum adat dengan hukum positif, dimana pembentuknya adalah Negara dalam bentuk perundang-undangan. Hukum adat juga dibentuk oleh Negara namun lahir dari tradisi masyarakat. Daya ikat keberlakuan hukum adat berbeda dengan hukum positif yang dapat dipaksakan oleh aparat penegak hukum. Kehidupan masyarakat adat walaupun telah mendapat pengakuan dan dilindungi oleh konstitusi dan perundang-undangan tetap terlibat dalam berbagai sengketa, baik sengketa vertical dan sengketa horizontal. Dari sengketa tersebut dapat diketahui adanya fakta-fakta sebagai berikut: 1. Terdapat dua kepentingan yang berbeda atas satu objek yang sama, yatu kepentingan masyarakat adat dan kepentingan 5 Negara/pemerintah/pemodal; 2. Terdapat dua sistem hukum yang berbeda yang digunakan oleh dua pihak yang bersengketa, yaitu hukum adat dan hukum positif; 3. Dalam kenyataan terjadi proses marjinalisasi posisi hukum adat oleh hukum Negara, yaitu proses sistemik yang meminggirkan kedudukan hukum adat yang semula dianggap penting dan berharga bagi masyarkat adat dan menegasikannya menjadi hukum yang kosong dan tak berarti. Dalam jurnal disebutkan bahwa masyarakat adat di Indonesia merupakan golongan masyarakat yang paling rentan. Kerentanan tersebut disebabkan oleh tekanantekanan eksternal maupun kelemahan-kelamahan internal.Kerentanan masyarakat dikelompokkan menjadi: 1. Adanya upaya pelemahan dan penghancuran yuridis dalam bentuk pemberlakuan undang-undang dan kebijakan yang menghancurkan hak-hak tenurial adat atas sumber-sumber agraria, sistem dan bentuk kelembagaan masyarakat adat serta kebijakan pembangunan yang menegasikan hak-hak masyarakat adat pada berbagai sector. 2. Pelemahan dan penghancuran praktis, yang bentuknya berupa tindakan represif dan stereotype sosial politik. 3. Kelemahan-kelemahan internal. Untuk melindungi komunitas adat/lokal, setidaknya diperlukan langkah strategis dengan pendekatan: 1. Mengenali dan memahami masyarakat adat setempat; 2. Transformasi timbal balik dilakukan untuk pertukaran ilmu, keahlian dan teknologi; 3. Penggalangan dukungan, langkah ini dilakukan untuk pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat terhadap pihak lain di luar masyarakat adat. Analisis Dari tulisan ini dapat diketahui bahwa masyarakat adat walaupun sudah mendapat pengakuan dan dilindungi oleh undang-undang masih termarjinalisasi oleh Negara/pemerintah/swasta. Penulis juga menyebutkan secara jelas hal-hal yang menyebabkan kerentanan masyarakat adat dan beban yang dihadapi masyarakat adat. Selain itu penulis juga memberi usul strategis terkait permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat adat. Dalam jurnal ini, penulis menggunakan teknik deskriptif dengan menggunakan sumber data sekunder yang disertai contoh kasus yang telah terjadi. Sehingga memudahkan pembaca untuk memahami maksud dari penulis. Hanya saja penulisan dengan menggunakan teknik ini justru terlihat seperti sebuah opini dari penulis. Adapun beberapa konsep yang disampaikan oleh penulis, yakni konsep masyarakat adat, konsep hukum positif Negara, serta konsep kerentanan. 3. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal : : : : : : : : Pertarungan Penguasaan Hutan dan Perjuangan Perempuan Adat 2014 Jurnal Elektronik Mia Siscawati Yogyakarta, Insist Press Wacana Jurnal Transformasi Sosial 6 Volume (Edisi) hal Alamat URL : : Tanggal diunduh : Vol. XVI, No. 33, hal 159-197 http://undana.ac.id/jsmallfib_top/JURNAL/H UKUM/HUKUM%202012/WACANA.pdf 19 Oktober 2015 Ringkasan Pertarungan penguasaan hutan antara masyarakat dengan pemegang otoritas tertinggi terjadi akibat pertentangan sistem tenurial hutan. Pertarungan penguasaan hutan ini tidak hanya terjadi antara masyarakat dengan Negara, tetapi juga terjadi antara masyarakat di dalam masyarakat itu sendiri. Selain itu, pertarungan penguasaan hutan juga dialami oleh para perempuan adat. Dalam tulisan ini mengisahkan bagaimana perempuan adat termarjinalisasi oleh konstitusi yang ada. Penulis mengungkapkan bahwa baik akses maupun kontrol perempuan adat terhadap sumberdaya hutan masih terbatas. Hal ini dapat dilihat dari tradisi adat di masyarakat Kasepuhan Banten Kidul yang memungkinkan perempuan untuk memiliki hak waris atas tanah dan properti lainnya seperti rumah dan hewan. Namun, sebagian keluarga memberikan akses lebih besar kepada kaum laki-laki karena menurut mereka laki-laki membutuhkan lahan lebih banyak untuk mendukung peran tradisional sebagai kepala rumah tangga. Tetapi, para perempuan Kasepuhan Banten Kidul, khususnya dari kalangan non-elite, memiliki keuletan dalam memperoleh dan mempertahankan akses dan kontrol atas tanah. Di dalam satu wilayah yang dikelola sebuah komunitas adat, perempuan dari berbagai latar belakang sosial memiliki peran penting dalam mengelola tanah dan sumberdaya alam dan memiliki beragam bentuk hubungan dengan tanah dan sumberdaya alam. Seorang perempuan dapat memiliki berbagai akses ke tanah-tanah yang berbeda statusnya, mulai dari tanah yang dimiliki oleh para perempuan itu sendiri (baik yang merupakan tanah warisan orangtua atau tanah yang dibeli sebelum perempuan itu menikah), tanah suaminya (yang merupakan warisan dari orangtua si suami), atau tanah bersama yang dibeli setelah menikah. Situasi tersebut berlaku bagi perempuan dari kelas sosial tertentu di mana mereka memiliki warisan tanah dan/atau kemampuan untuk membeli tanah. Bagi perempuan adat dari keluarga miskin, khususnya keluarga tak bertanah (landless), akses atas tanah yang mereka miliki adalah akses atas tanah milik kerabatnya atau milik tetangganya di mana perempuan tersebut menjadi buruh garap tanah-tanah tersebut. Di beberapa wilayah tertentu, satu-satunya akses atas tanah yang dimiliki perempuan tak bertanah adalah akses atas tanah-tanah yang oleh negara diklaim sebagai tanah negara di mana perempuan tersebut menjadi penggarap. Merespons berbagai dampak yang ditimbulkan oleh penguasaan hutan oleh negara dan para pemegang modal besar, organisasi masyarakat sipil mulai menyuarakan perlunya perubahan UU Nomor 5 Tahun 1967. Pada akhirnya, UU Nomor 5 Tahun 1967 digantikan dengan UU Nomor 41 Tahun 1999 dan tetap mempertahankan penguasaan Negara atas kawasan hutan yang tidak dibebani hak milik. Selain itu, UU Nomor 41 Tahun 1999 tersebut tidak mengakui hak-hak masyarakat adat. Lebih jauh, undang-undang tersebut mengabaikan keberadaan maupun hak-hak perempuan adat. 7 Analisis Dalam tulisan ini, penulis membahas tentang perebutan penguasaan hutan. Dalam pertarungan untuk penguasaan hutan, ternyata tidak hanya melibatkan pihak pemerintah, swasta maupun masyarakat. Namun, pertarungan penguasaan tersebut juga dapat terjadi antar kelompok masyarakat atau antar masyarakat yang memiliki hubungan kekerabatan. Dalam tulisan ini juga dibahas tentang perebutan akses terhadap hutan dengan pandangan ekologi politik feminis yang menyatakan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki cara yang berbeda dalam mempertahankan sumber daya alam untuk mempertahankan kehidupan mereka. Selain itu, akses untuk memanfaatkan sumberdaya alam juga dapat diraih oleh aktor-aktor terkait yang didukung oleh instrumen hukum. Mereka membangun jejaring aktor demi tercapainya penguasaan hutan sesuai dengan kepentingan aktor-aktor terkait. Dilihat dari bentuk tulisan, penelitian ini dilakukan dengan studi literature atau penelitian secara kualitatif. Terbukti dengan tidak diungkapkannya secara jelas metode dan sasaran dalam penelitian ini. 4. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi) hal Alamat URL : : : : : : : : : : Tanggal diunduh : Vircous Circle Economics Adat Suku Tengger di Kabpaten Probolinggo 2015 Jurnal Elektronik I Wayan Subagiarta Jurnal ISEI Jember Vol. 5, No. 3, hal 1-18 http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/ 123456789/62926/1_wayan%20jadi1.pdf?se quence=1 18 November 2015 Ringkasan Masyarakat Suku Tengger di Kabupaten Probolinggo sebagian bermata pencaharian sebagai petani sayur mayor seperti kentang, bawang pree dll. Pekerjaan tambahannya yang digeluti selama ini sopir angkut, ojek, dan sebagian bergerak di sector wisata dengan menyiapkan penginapan, menyewakan jeep, menyewakan kuda, sebagai pemandu wisata, dan pekerjaan sebagai tukang bangunan. Proporsi penduduknya lebih banyak wanita dibandingkan dengan laki-laki. Dengan rata-rata pendidikan anak suku Tengger hanya sampai SMP dan beberapa mengenyam pendidikan SMA dan perguruan tinggi. Aktivitas ekonomi masyarakat suku Tengger memberikan gambaran terhadap Teori Say yang terkenal “Supply Creats own demand “, dari aspek produk tanpa mengkaitkan dengan pendapatan masyarakat suku Tengger, dimana permintaan barang- 8 barang yang dibutuhkan sendiri diciptakan sendiri dari sumber daya alam yang bersahabat dalam kehidupan sehari-harinya. Ekonomi pasarnya Adam Smith, tidak sepenuhnya berlaku pada masyarakat suku Tengger terbukti kebutuhan ini bisa dipenuhi tiap saat dan harganya relative stabil walaupun harga dipasaran mengalami pluktuasi naik. berbicara konsumen dan produsen, maka masyarakat Tengger sendiri konsumen sekaligus sebagai produsen sehingga kebutuhan (demand) sama dengan penyiapan kebutuhan (supply) sehingga dengan adanya aktivitas adat ini secara otomatis meningkatkan kebutuhan dalam pasar, tetapi pasar telah diciptakan dalam keluarga masing-masing. Adapun kelembagaan yang berkaitan dengan langsung dengan kepariwisataan antara lain: Persatuan Biro Perjalanan Bromo Tour, Paguyuban Pengusaha Kuda dan Persatuan Penginapan/Losmen. Lembaga-lembaga tersebut sudah berfungsi baik di Kecamatan Sukapura ini telah mendapat pembinaan dari pemerintah setempat. Berbagai upacara adat masih berlangsung secara rutin, seperti Upacara Kasodo. Adanya upacara adat ini ternyata dapat menambah pendapatan Suku Tengger khususnya yang bekerja di sector penyediaan jasa wisata. Analisis Dari jurnal ini dapat diketahui bahwa penulis menjelaskan tentang vircous circle atau lingkaran ekonomi dari Suku Tengger. Di dalam jurnal pun dijelaskan bahwa penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif dengan teknik pengumpulan data bersifat snowball sampling. Peneliti juga menjelaskan beberapa konsep yang digunakan untuk mendukung penelitian ini. Beberapa konsep tersebut ialah konsep manusia, konsep kebudayaan, serta konsep perilaku ekonomi dalam konteks hubungan sosial. Dari konsep ini peneliti memberikan penjelasan-penjelasan terkait putaran ekonomi dan kehidupan sosial masyarakat Suku Tengger. Peneliti tidak hanya menjelaskan konsep namun juga mengaitkannya dengan kondisi di lapang (Suku Tengger). Sehingga ada kesinambungan antara konsep, teori dengan yang terjadi di lapang. Selain itu terdapat kesimpulan yang menarik yang dapat diambil dari penelitian ini yakni, bahwa aktivitas jasa lebih menonjol dibandingkan aktivitas pertanian. Walaupun demikian, aktivitas pertanian masih tetap berjalan karena tuntutan adat, yakni untuk memenuhi kebutuhan upacara adat. Tidak hanya itu, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Suku Tengger menggunakan sumberdaya alam yang ada di sekitar mereka. Sehingga, ekonomi pasar Adam Smith tidak sepenuhnya berlaku, karena kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi dengan harga relatif stabil walaupun harga dipasaran mengalami pluktuasi naik. 5. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku : : : : : : Identifikasi Sosial Potensi Ekowisata Berbasis Peran Masyarakat Lokal 2011 Jurnal Elektronik Mochamad Widjanarko, Dian Wismar’ein - 9 Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi) hal Alamat URL : : : : Tanggal diunduh : Jurnal Psikologi Undip Vol. 9, No. 1, hal 33-39 http://ejournal.undip.ac.id/index.php/psikolo gi/article/viewFile/2883/2566 4 Desember 2015 Ringkasan Kawasan wisata Colo merupakan kawasan wisata yang memiliki kekayaan alam yang cukup besar tapi kurang dipromosikan ke wisatawan domestik maupun mancanegara. Makam Sunan Muria, air terjun Montel serta Goa Jepang menjadi destinasi wisata yang menarik di Desa Colo. Selain itu, ada pula potensi di bidang wisata agro yakni jeruk pamelo dan pisang kebyar. Namun, pemanfaatan hasil bumi tersebut belum optimal. Desa Colo juga mempunyai potensi alam berupa perkebunan kopi dengan luasan 110 ha dan belum dikembangkan dengan semestinya. Pengembangan Desa Colo dalam memajukan kawasan wisata alam secara mandiri sudah dilakukan, hanya belum memaksimalkan sumberdaya manusia yang ada. Masyarakat berperan aktif dalam pengembangan ekowisata mulai dari perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi. Di dalam pemanfaatan areal alam untuk ekowisata menggunakan pendekatan dan pemanfaatan. Kedua pendekatan ini dilaksanakan dengan menitikberatkan pelestarian dibanding pemanfaatan. Pendekatan lainnya yang digunakan adalah pendekatan pada keberpihakan kepada masyarakat setempat agar mampu mempertahankan budaya lokal dan sekaligus meningkatkan kesejahterannya. Untuk mengembangkan ekowisata dilaksanakan dengan cara pengembangan pariwisata pada umumnya. Ada dua aspek yakni aspek destinasi dan aspek market (pasar). Pengembangan ekowisata yang berwawasan lingkungan jauh lebih terjamin hasilnya dalam melestarikan alam dibanding dengan keberlanjutan pembangunan. Karena ekowisata itu bukan melakukan eksploitasi alam melainkan hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik dan psikologis wisatawan. Analisis Peneliti dalam jurnal ini melakukan penelitian secara kualitatif dengan pendekatan fenomenologis mengenai peran serta masyarakat dalam pengembangan ekowisata di Desa Colo. Pengambilan data melalui informan ditetapkan dengan menggunakan teknik snow-ball dengan teknik analisa adalah analisis kualitatif deskriptif. Dalam jurnal juga tidak dijelaskan mengenai konsep tentang kepariwisataan, seperti pengembangan wisata, obyek dan daya tarik wisata, potensi wisata serta tahapan pengembangan wisata. Namun dalam pembahasan peneliti hanya menjelaskan potensi ekowisata yang ada di Desa Colo serta peran masyarakat lokal dalam pengembangan ekowisata. Peneliti menjelaskan secara rinci potensi yang ada di Desa Colo yang dapat dijadikan sebagai ekowisata beserta pendapat dari responden. Sehingga, hubungan antar konsep dan teori dengan yang terjadi di lapang tidak tergambar secara jelas. 10 6. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis : : : : Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi) hal Alamat URL : : : : : : Tanggal diunduh : Interaksi Komunitas Lokal di Taman Nasional Gunung Leuser, Studi Kasus Kawasan Ekowisata Tangkahan, Sumatera Utara 2010 Jurnal Elektronik Yosia Ginting, Arya Hadi Dharmawan, Soehartini Sekartjakrarini Jurnal Transdisiplin Sosiologi (Sodality) Vol. 04, No. 01, hal 39-58 http://202.124.205.111/index.php/sodality/art icle/download/5853/4518 19 November 2015 Ringkasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) adalah salah satu taman nasional di Indonesia yang melaksanakan kegiatan ekowisata dalam rangka pengelolaan kawasan. Permasalahan terbesar yang dihadapi sebelumnya oleh taman nasional ini khususnya wilayah hutan tangkahan adalah maraknya perambahan hutan sehingga mengakibatkan kerusakan kawasan yang sangat parah. Setelah adanya penyelenggaraan kegiatan ekowisata di Kawasan Ekowisata Tangkahan (KET) telah mengubah perilaku masyarakat di sekitar kawasan. Kegiatan ekowisata telah menyebabkan masyarakat Tangkahan di Desa Namo Sialang dan Sei Serdang, Kabupaten Langkat, yang berada di pinggir TNGL, mampu diubah menjadi sosial buffer untuk menjaga taman nasional. Berdasarkan hasil pengamatan pada lokasi penelitian bentuk interaksi komunitas lokal sekitar TNGL dapat digolongkan menjadi dua yakni, aktivitas ekowisata dan aktivitas non-ekowisata. Bentuk-bentuk aktivitas ekowisata yang dilakukan masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya adalah pengelolaan penginapan, warung, guide, pertanian, penyewaan lahan, pengambilan hasil hutan (ikan), pawang gajah, ojek, penyebrangan sungai dan pencucian kendaraan. Penelitian ini dilakukan di tiga dusun dengan jarak dari kawasan 0 km, 5 km, 8 km. Dua desa terdekat masing-masing memiliki 9 jenis dan 3 jenis mata pencaharian (aktivitas ekowisata). Sedangkan dusun terjauh tidak memiliki komunitas lokal yang melakukan aktivitas ekowisata. Selanjutnya, aktivitas non-ekowisata yang dilakukan adalah pengambilan hasil hutan, aktivitas pertanian dikelompok menjadi aktivitas bertani (tanaman pertanian dan perkebunan), buruh tani dan bertenak dan aktivitas non pertanian seperti buruh lepas, warung, wiraswasta dll. Dari hasil studi juga diketahui bahwa dusun terjauh melakukan aktivitas non-ekowisata paling banyak yakni 10 jenis. Penyelenggaraan ekowisata di kawasan ini masih berjalan lambat dikarenakan aktivitas ekowisata merupakan hal yang baru bagi komunitas lokal sehingga belum memahami apa itu ekowisata dan apa yang 11 harus mereka lakukan dengan adanya aktivitas ekowisata di wilayah mereka bertempat tinggal. Analisis Dari hasil studi diketahui bahwa penyelenggaraan ekowisata hanya mampu mempengaruhi pendapatan bagi rumah tangga yang lokasi tempat tinggalnya berdekatan dengan Kawasan Ekowisata Tangkahan. Selain itu, menurut jurnal juga dikatakan bahwa faktor jarak sangat mempengaruhi seberapa besar dampak ekowisata secara ekonomi yang dapat dirasakan komunitas lokal khususnya mempengaruhi pendapatan ekonomi rumah tangga serta secara optimal menjadikan aktivitas ekowisata sebagai salah satu alternatif mata pencaharian. Dalam jurnal juga sudah dijelaskan secara rinci mengenai metode yang digunakan, yakni dengan menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif. Untuk menentukan responden peneliti menggunakan pendekatan metode stratified random sampling dengan responden adalah anggota komunitas lokal. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder baik data kualitatif maupun data kuantitatif yang diperoleh dengan teknik survei melalui wawancara dan wawancara mendalam. Data sekunder diperoleh dari laporan studi, peraturan perundangan dll. 7. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi) hal Alamat URL : : : : : : : : : : Tanggal diunduh : Pengaruh Ekowisata Berbasis Masyarakat terhadap Perubahan Kondisi Ekologi Sosial dan Ekonomi di Kampung Batusuhunan, Sukabumi 2014 Jurnal Elektronik Emma Hijriati, Rina Mardiana Jurnal Sosiologi Pedesaan Vol. 02, No. 03 hal 146-159 http://202.124.205.111/index.php/sodality/art icle/download/9422/7385 4 Desember 2015 Ringkasan Bentuk ekowisata yang ditawarkan di Curug Cigangsa adalah dengan menawarkan konsep Ekowisata Islami yang dikelola berbasis masyarakat, yakni berdasarkan mitos dan norma yang dipercaya dan dianut masyarakat setempat. Norma dan mitos tersebut sejalan dengan aturan-aturan yang diajarkan oleh agama Islam. Dengan adanya mitos dan norma maka terbangun tata aturan/pedoman dalam mengelola wisata. Masyarakat sebagai pengelola pun berupaya optimal untuk membangun dan merawat kawasan agar menjadi lebih baik dan nyaman dikunjungi wisatawan. 12 Setelah adanya ekowisata, kesempatan lapangan kerja di bidang ekowisata menjadi muncul dan mendorong masyarakat Kampung Batusuhunan untuk meningkatkan penghasilannya. Dari jurnal didapatkan bahwa terdapat delapan jenis pekerjaan yang menjadi tambahan penghasilan masyarakat di bidang ekowisata, yakni penjual es kelapa, katering, pedagang warung, pembuat gula, penjual sayur, dan pengelola ekowisata. Pendidikan masyarakat juga berpengaruh dalam pengelolaan ekowisata. Dilihat dari segi kondisi ekologi ekowisata memberikan pengaruh pada sanitasi dan air bersih serta pengelolaan sampah yang ada di masyarakat. Ternyata hasil penelitian didapatkan bahwa keadaan sanitasi dan air bersih di Kampung Batusuhunan tidak jauh berbeda dengan keadaan tiga tahun lalu, yakni sebelum adanya ekowisata. Masyarakat terbiasa menggunakan air dari sungai maupun air tanah untuk keperluan sehari-hari dan mereka tidak khawatir karena air yang digunakan masih bersih. Untuk pengelolaan sampah sendiri terjadi perubahan perilaku dan pengetahuan masyarakat tentang sampah dan pengelolaannya. Sebelumnya masyarakat memiliki kebiasaan membakar sampah rumah tangga mereka dan melakukan kerja bakti setiap satu bulan sekali. Setelah adanya ekowisata, masyarakat mulai belajar untuk mengelola dan mendaur ulang sampah dengan membedakan jenis sampahnya, yakni sampah anorganik dan organik. Selain itu terdapat perubahan pula pada jumlah responden yang terlibat dalam menjaga kelestarian lingkungan. Sebelum adanya ekowisata, keterlibatan masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan masih rendah, setelah adanya ekowisata jumlah masyarakat yang menjaga kelestarian lingkungan semakin bertambah. Artinya masyarakat mulai sadar akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Adanya ekowisata juga mempengaruhi interaksi sosial masyarakat. Sebelum adanya ekowisata, bentuk kerjasama yang ada di kampung Batusuhunan adalah keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pengajian, gotong royong, musyawarah, siskamling, dan upacara adat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perubahan pada tingkat kerjasama masyarakat Kampung Batusuhunan. Tingkat kerjasama masyarakat mengalami peningkatan. Walaupun sebelum adanya ekowisata pun, kerjasama antar masyarakat sudah tinggi, sehingga ekowisata tidak berpengaruh penting dalam mempengaruhi tingkat kerjasama masyarakat. Selanjutnya, ekowisata tentu memiliki pengaruh dalam hal perekonomian masyarakat. Semenjak ada perencanaan pengembangan ekowisata di Kampung Batusuhunan, terdapat pihak yang ingin membangun villa. Namun permintaan ini ditolak, dan sebagai gantinya masyarakat menyewakan rumahnya sendiri. Selain itu kesempatan kerja lain yang terbuka adalah jasa fotografer. Kemudian, setelah adanya ekowisata, jumlah pendapatan per bulan rumahtangga pun berubah. Walaupun memang tidak berpengaruh banyak bagi pereknonomian masyarakat setempat. Hal ini disebabkan jumlah wisatawan yang tidak menentu. Analisis Dalam tulisan ini peneliti sudah menjelaskan secara rinci dampak yang ditimbulkan oleh pengembangan ekowisata oleh masyarakat terhadap kondisi ekologi, sosial, dan ekonomi masyarakat. Dari segi ekologi terlihat bahwa tingkat kelestarian 13 lingkungan semakin meningkat dilihat dari perubahan pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap lingkungan. Selanjutnya dari segi sosial kehadiran ekowisata tidak banyak berpengaruh karena sebelum adanya ekowisata pun kerjasama antar masyarakat sudah tinggi. Kemudian dari segi ekonomi, adanya ekowisata mampu menambah penghasilan rumah tangga, walaupun tidak banyak karena penghasilan ini tergantung pada jumlah wisatawan yang mengunjungi lokasi tersebut. Selain itu, metode yang digunakan juga sudah dijelaskan secara lengkap. Peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif yang didukung dengan penelitian kualitatif. Unit analisis dari tulisan ini adalah rumah tangga, dengan populasinya adalah rumah tangga pemilik usaha di bidang ekowisata, bekerja di industri ekowisata maupun pengelola ekowisata. Penentuan responden menggunakan metode sensus. 8. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi) hal Alamat URL : : : : : : : : : : Tanggal diunduh : Ekowisata Meningkatkan Sosial Ekonomi Masyarakat (Sebuah Studi di Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan) 2011 Jurnal Elektronik I Ketut Putra Suarthana Jurnal Ilmiah Manajemen & Akuntansi Vol. 16, No.2 hal 24-33 http://www.triatmamulya.triatmamapindo.ac.id/ojs/index.php/JMNA/article/vi ewFile/24/25 4 Desember 2015 Ringkasan Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) terletak di Semenanjung Barat Daya Kalimantan Tengah seluah 415,04 Ha, termasuk wilayah kekuasaan kota Waringin Barat. Tanjung Puting memiliki sektor andalan berupa kawasan kehutanan yang dilestarikan sebagai kawasan hijau sekaligus salah satu paru-paru dunia. Taman ini sangat menarik minat wisatawan dunia untuk berkunjung ke daerah TNTP. Tanjung Puting memiliki daya tarik sebagai objek wisata yang khas khususnya orang utan khas kalimantan. Selain itu, kehidupan masyarakat Kota Waringin Barat merupakan perpaduan yang harmonis antara masyarakat pedalaman (suku Dayak) dengan budaya masyarakat pesisir pantai (suku Melayu) dan budaya kesultanan Kota Waringin. Kemajemaukan, keindahan alam dan dinamika seni budaya daerah merupakan aset wisata kabupaten Kota Waringin Barat sebagai salah satu daya tarik bagi wisatawan baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan lokal. Sehingga dari kunjungan wisatawan ini akan dapat meningkatkan pendapatan negara dan masyarakat di daerah ini. 14 Wisatawan yang berkunjung ke TNTP yang terdiri dari wisatawan nusantara dan wisatawan asing cenderung mengalami peningkatan. Dari data menunjukkan terjadi peningkatan kunjungan wisatawan secara signifikan di tahun 2010 sebanyak 5859 orang menjadi dua kali lipatnya di tahun 2011 menjadi 10875 orang. Kenaikan jumlah wisatawan tersebut disebabkan oleh daya tarik objek dengan tipe ekologi dan satwa yang luar biasa (orang utan khas Kalimantan). Dampak ekonomi yang ditimbulkan adalah adanya penyewaan perahu pada pintu masuk TNTP yang disebut dengan kelotok dan dikelola oleh masyarakat dan dapat disewa oleh para wisatawan. Selain itu di dalam kawasan TNTP sendiri terdapat beberapa penginapan yang juga dikelola oleh masyarakat. Selain itu, TNTP ini juga memberikan dampak sosial bagi masyarakat, seperti perekrutan penduduk lokal setempat sebagai karyawan di kawasan tersebut. Sehingga mengurangi jumlah pengangguran dan mengentaskan kemiskinan. Interaksi sosial, cross culture communitcations, pertukaran budaya secara perlahan terjadi dan berdampak pada pola perilaku masyarakat. Sedangkan dampak lingkungan yang terjadi adalah keseimbangan ekosistem dengan masyarakat akan menjaga kelestarian alam tersebut secara berkesinambungan. Perilaku masyarakat yang merusak alam semakin berkurang. Namun adanya TNTP ini juga selain memberikan dampak positif berupa perlindungan adn konservasi lingkungan, lahirnya kesadaran pemerintah dan masyarakat terhadap nilai-nilai lingkungan dan pengelolaan lingkungan hidup juga memberikan dampak negatif. Dampak negatif yang diberikan dari kegiatan ekowisata ini akan terjadi penipisan sumberdaya alam, polusi udara yang berwujud seperti emisi, kebisingan, sampah, limbah minyak, dll. Analisis Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa Taman Nasional Tanjung Puting memberikan dampak pada ekonomi, sosial dan juga lingkungan. Masyarakat sekitar memiliki mata pencaharian tambahan seperti penyewaan penginapan dan juga perahu, bahkan beberapa dari mereka direkrut sebagai karyawan di TNTP. Adanya perekrutan ini memberikan dampak positif seperti berkurangnya pengangguran dan sebagai upaya penanggulangan kemiskinan. Kekurangannya, tulisan ini tidak menyertakan metode penelitian yang digunakan secara jelas. Sehingga pembaca juga tidak dapat mengetahui unit analisis dari penelitian ini. Selain itu, isi pembahasan juga tidak dikupas secara mendalam. Peneliti juga kurang menjelaskan bagaimana ekowisata dapat meningkatkan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar. Namun, konsep yang digunakan dalam penelitian ini sudah lengkap dan pas. 9. Judul : Tahun : Pengaruh Taman Wisata Alam Pangandaran Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat (Studi: Desa Pangandaran, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat) 2013 15 Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi) hal Alamat URL : : : : : : : : : Tanggal diunduh : Jurnal Elektronik Dini Dhalyana dan Soeryo Adiwibowo Jurnal Sosiologi Pedesaan Vol. 01, No. 03 hal 182-199 http://jesl.journal.ipb.ac.id/index.php/sodality /article/viewFile/9402/7367 4 Desember 2015 Ringkasan Adanya kegiatan pariwisata di Pangandaran membuka banyak lapangan pekerjaan. Masyarakat lokal maupun berbagai daerah berdatangan ke kawasan wisata untuk membuka usaha dan bekerja. Jenis-jenis pekerjaan yang tumbuh akibat adanya pengembangan pariwisata di Pangandaran, yaitu 1. Akomodasi, berupa hotel, pondok wisata, dan homestay; 2. Transportasi yang terbagi menjadi dua yakni transportasi untuk menuju Pangandaran (bus, angkutan umum, travel agent) dan transportasi untuk berkeliling Pangandaran (ojeg, becak, perahu pesiar). Sebagian penduduk yang memiliki mata pencaharian pokok nelayan atau petani saat musim kunjungan wisatawan mencari tambahan penghasilan dengan bekerja sebagai ojeg perahu. Profesi sebagai tukang becak dan ojeg motor cukup banyak dilakukan oleh warga Pangandaran; 3. Usaha rumah makan dan jasa kuliner; 4. Penyedia jasa dan penyewaan berupa pemandu wisata, foto keliling, sewa ban/boogie board, sewa sarana transportasi darat. Sewa sepeda, peralatan snorkeling, dan panti pijat; 5. Pedagang, jenis pekerjaan di sektor informal yang paling mendominasi. Penduduk Desa Pangandaran berada paling dekat dengan kawasan TWA Pangandaran sehingga bersentuhan langsung dengan perkembangan industri pariwisata. Perkembangan industri pariwisata membawa banyak perubahan baik terhadap kehidupan masyarakat maupun lingkungannya. Pembangunan dan perbaikan infrastuktur seperti sarana dan prasarana ditingkatkan namun hal tersebut berdampak pada penyempitan luas lahan pertanian, lahan kosong, maupun lahan pemukiman. Ada pula masyarakat yang masih bertahan di sektor pertanian sebagai pemilik, penggarap, maupun buruh tani, namun biasanya lahan tersebut terdapat di desa lain. Kegiatan pariwisara memiliki andil cukup besar dalam menopang pendapatan masyarakat khususnya kepada rumah tangga pelaku usaha pariwisata. Besarnya pendapata yang diperoleh dari sektor pariwisata erat kaitannya dengan jumlah kunjungan wisatawan. Sehingga besar pendapatan yang diterima para pelaku usaha pariwisata selalu mengalami pasang surut sesuai musim kunjungan wisatawan. Perkembangan pariwisata juga tak lepas dari dukungan masyarakat lokal. Bentuk peran serta masyarakat Pangandaran dalam kegiatan wisata, yaitu 1. Menjaga citra positif; 2. Menjaga kebersihan kawasan wisata, diantara mengelola pembuangan sampah, menyediakan tempat sampah dan papan himbauan; 3. Menjaga keamanan 16 kawasan wisata dengan mengadakan kegiatan ronda malam terutama pada saat musim puncak kunjungan wisata, 4. Menjaga kelestarian budaya dengan melaksanakan Hajat Laut rutin. Sebagian besar pelaku usaha di Pangandaran memiliki kelompok masing-masing sesuai dengan jenis usahanya. Masing-masing kelompok memiliki aturan seperti pembagian ruang usaha serta pengelolaannya. Aturan ini ditujukan agar kerjasama yang baik antar sesama pelaku usaha. Kehadiran industri pariwisata juga membawa pengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat lokal khususnya pola gaya hidup. Terlihat bahwa terjadi pergeseran akibat kehadiran wisatawan/pendatang dan kegiatan pariwisata. Selain itu juga timbul perilaku menyimpang seperti tindak kriminalitas, prostitusi dan penggunaan narkoba yang umumnya terjadi saat musim puncak kunjungan wisatawan. Analisis Dalam jurnal ini dapat diketahui bahwa industri pariwisata memiliki andil yang besar terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat lokal. Terlihat dari jenis mata pencaharian dari masyarakat lokal yang sangat beragam khususnya di bidang jasa wisata. Adanya industri pariwisata ini juga dapat menambah pendapatan rumah tangga, khususnya saat musim puncak kunjungan wisatawan. Namun industri pariwisata ini juga memberi dampak negatif terhadap masyarakat sekitar seperti terjadi perubahan pola gaya hidup dan juga timbul perilaku menyimpang. Dalam jurnal ini sudah tertulis secara lengkap dan rinci mengenai metode yang digunakan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif yang digunakan adalah penelitian survei dengan menggunakan kuesioner. Sedangkan pendekatan kualitatif dilalukan dengan metode wawancara mendalam terhadap informan. Peneliti juga mencantumkan kerangka berpikir dalam tulisan ini sehingga pembaca dapat memahami alur berpikir dari peneliti. Pembahasan dalam tulisan ini juga sudah merujuk pada tinjauan pustaka yang digunakan. Sehingga terjadi kesinambungan antara konsep, teori dengan realita. 10. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi) hal Alamat URL : : : : : : : : : : : Analisis Ekonomi dan Strategi Pengelolaan Ekowisata (Studi Kasus Kawasan Wisata Gunung Salak Endah Kabupaten Bogor) 2008 Jurnal Elektronik Pini Wijayanti, Tanti Novianti, Hastuti Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol. 13, No. 03 hal 173-181 http://ilkom.journal.ipb.ac.id/index.php/JIPI/ article/viewFile/6470/5001 17 Tanggal diunduh : 4 Desember 2015 Ringkasan Dalam jurnal ini dijelaskan adanya dampak ekonomi dari kegiatan wisata di kawasan wisata Gunung Salak Endah. Peneliti membagi dampak ekonomi ke dalam tiga hal, yakni dampak ekonomi langsung, dampak ekonomi tak langsung dan dampak ekonomi induced. Menurut peneliti, tingginya pengeluaran wisatawan belum tentu mengindikasikan tingginya dampak langsung yang dirasakan. Dilihat dari struktur pengeluarannya, biaya perjalanan mengambil proporsi terbesar dari pengeluaran wisatawan, sehingga sebagian pengeluaran wisatawan sampai ke lokasi obyek wisata. Adanya perputaran uang membuka peluang usaha bagi penduduk lokal, khususnya pemilik modal setempat. Dampak ekonomi langsung dari pengeluaran wisatawan dirasakan langsung oleh pemilik unit usaha, berupa pendapatan pemilik. Semakin sedikit jumlah unit usaha dalam obyek wisata maka dampak ekonomi langsung yang dirasakan oleh pemilik unit usaha akan semakin tinggi. Selanjutnya, keberadaan unit usaha di lokasi wisata membuka kesempatan kerja baru bagi penduduk lokal walaupun bersifat seasonal dampaknya sangat berarti pada Tenaga Kerja (TK) lokal. Unit usaha tersebut memberi kesempatan bagi ibu rumah tangga dan pemuda yang pada awalnya tidak memiliki pekerjaan tetap menjadi memiliki pekerjaan. Tenaga kerja di unit usaha ekowisata merupakan pihak yang memperoleh dampak tidak langsung dari pengeluaran masyarakat lokal. Rendahnya pendapatan yang diterima TK lokal diakibatkan oleh sifat kegiatan ekowisata yang seasonal dan jema kerja yang tidak tentu. Dampak ekonomi induced merupakan dampak lanjutan dari pendapatan yang diperoleh TK lokal dari unit usaha tempat mereka bekerja. Penelitian ini menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh sebagian besar dihabiskan untuk kebutuhan pangan sehari-hari. Hal ini karena pendapatan yang diperoleh masih rendah sehingga harus mengandalkan pendapatan di luar kegiatan wisata. Analisis Dalam jurnal ini peneliti tidak meyertakan tinjauan pustaka yang digunakan untuk mendukung penelitian ini. Namun peneliti mencantumkan metode penelitian yang digunakan. Penelitian ini menggunakan metode pengambilan contoh dengan desain pengambilan contoh berbeda pada tiap kelompok responden karena perbedaan jenis data dan ketersediaan daftar populasi. Peneliti juga memberikan rumus untuk menghitung dampak ekonomi yang ditimbulkan. Selain itu data yang disajikan juga lengkap. Dari jurnal ini dapat diketahui bahwa dampak ekonomi dari suatu pariwisata dapat dibagi menjadi dampak langsung, tidak langsung dan induced/ dampak tambahan. Dari setiap dampak peneliti menyajikan data dengan lengkap melalui tabel sehingga memudahkan pembaca untuk memahami hasil penelitian. 18 11. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis : : : : Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi) hal Alamat URL : : : : : : Tanggal diunduh : Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Taman Wisata Alam BatuPutih dan Dampaknya terhadap Pendapatan Masyarakat 2015 Jurnal Elektronik Nuralam, Hengki D. Walangitan, Martina A. Langi Jurnal EMBA Vol. 03, No. 03 hal 660-671 http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/a rticle/viewFile/9560/9140 4 Desember 2015 Ringkasan Efektivitas pengelolaan kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Batuputih berdasarkan metode Management Effectiveness Tracking Tools (METT) cukup efektif. Metode ini terdiri dari konteks, perencanaan, input, proses, output, dan hasil akhir. Sayangnya peran serta masyarakat dalam pengelolaan TWA Batuputin masih kurang, sehingga keterlibatan masyarakat perlu mendapat perhatian khusus oleh pengelola. Selanjutnya perbedaan pendapat masyarakat yang aktif dan tidak aktif dalam kegiatan wisata adalah tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan TWA Batuputih belum dapat memberikan manfaat ekonomi yang lebih kepada masyarakat sekitar. Pendapatan rata-rata masyarakat sekitar yang aktif dalam wisata alam lebih kecil dibanding dengan pendapatan rata-rata masyarakat yang tidak aktif dalam wisata alam. Jenis usaha masyarakat yang aktif dalam kegiatan wisata diantaranya adalah pendamping peneliti, pemandu, wisma (homestay) dan juga warung. Selain memberikan keuntungan bagi masyarakat, adanya TWA Batuputih juga memberikan keuntungan ekonomi bagi negara. Keuntungan bagi negara diperoleh melalui iuran kunjungan pengusahaan pariwisata. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, namun untuk tahun 2014 kenaikan PNBP juga disebabkan oleh kenaikan tarif yang diatur dalam PP No.12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas PNBP yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan. Analisis Dalam jurnal ini dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan yakni dengan membagi ke dalam beberapa kategori sampel. Untuk penilaian efektivitas pengelolaan dengan metode penarikan sampel secara sengaja dengan mempertimbangkan pengetahuan dan keahlian responden terhadap kondisi kawasan. Sedangkan untuk analisa pendapatan rumah tangga dilakukan dengan menggunakan metode penarikan sampel secara sengaja dengan mempertimbangkan responden yang 19 pendapatannya berasal dari aktivitas wisata maupun tidak. Peneliti juga menggunakan metode METT Management Effectiveness Tracking Tools untuk mengukur tingkat efektivitas pengelolaan. Peneliti juga menuliskan rumus perhitungan sampel tersebut. Selain itu dalam jurnal juga telah dijelaskan konsep dan teori yang digunakan sebagai dasar penelitian ini. Hanya saja penelitian ini kurang mendalam karena tidak adanya data kualitatif yang mendukung penelitian ini. 20 RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN Masyarakat Adat Menurut Kongres Masyarakat Adat Nusantara I (Maret 1999), masyarakat adat dirumuskan sebagai kelompok masyarakat yang memiliki asal-usul leluhur (secara turun temurun) di wilayah geografis tertentu, serta memiliki sistem nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya, sosial dan wilayah sendiri. Selain itu dalam Konvensi ILO 1989 menyebutkan bahwa masyarakat adat adalah masyarakat yang berdiam di negara-negara merdeka dimana kondisi sosial, kultural dan ekonominya membedakan mereka dari bagian-bagian masyarakat lain di negara tersebut dan statusnya diatur, baik seluruh maupun sebahagian oleh masyarakat adat dan tradisi masyarakat adat tersebut dengan hukum dan peraturan khusus. Menurut ahli hukum adat Ter Haar dalam Sumardiani (tidak ada tahun) masyarakat hukum adat merupakan masyarakat yang memiliki kesamaan wilayah (teritorial), keturunan (geneologis) serta wilayah dan keturunan (teritorial-geneologis), sehingga terdapat keragaman bentuk masyarakat adat dari suatu tempat ke tempat yang lain. Peraturan Menteri Agraria/Ka BPN no. 5 Tahun 1999 juga menyebutkan pengertian mengenai masyarakat hukum adat yakni sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan. Pasal 67 ayat 1 Undang-undang Kehutanan (UU No. 41 Tahun 1999) memberikan kriteria yang harus dipenuhi oleh masyarakat adat, antara lain: a. Masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban (rechtsgemeenschap); b. Ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya; c. Ada wilayah hukum adat yang jelas; d. Ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat, yang masih ditaati; dan e. Masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Sedangkan pada UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan, Pakar Hukum Adat Ter Har, Kementrian Agraria, Konvensi ILO dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dalam Sumardiani (tidak ada tahun) ada lima hal yang disebutkan harus dipenuhi sehingga memenuhi syarat bagi suatu masyarakat hukum adat, yaitu dalam hal (i) Komunitas: adanya sekelompok orang yang membentuk masyarakat; (ii) Ada wilayah lokasi keberadaan komunitas itu berada, (iii) Ada aturan atau hukum yang jelas; (iv) Ada kondisi kultural, budaya, atau ekonomi yang khas sehingga berbeda dengan masyarakat lainnya, dan (v) Berasal dari satu keturunan yang sama. Menurut Martinez Cobo (tidak ada tahun) dalam Qodriyatun 2015 mendefinisikan masyarakat adat ke dalam empat kriteria, yaitu: (1) Memiliki kelanjutan sejarah dari masa masyarakat pra-invasi yang hadir di wilayah mereka; (2) Memiliki kekhasan bila dibandingkan dengan kelompok lain di masyarakat; (3) Bukan merupakan kelompok dominan di dalam masyarakat; dan (4) Memiliki kecenderungan untuk menjaga, mengembangkan dan melanjutkan wilayah adatnya kepada generasi berikut sebagai identitas mereka yang memiliki pola kebudayaan sendiri, institusi sosial dan sistem hukum. Kemudian United Nations Permanent Forum on Indigeneous Issues (UNPFII) menambahkan tiga kriteria pelengkap, yaitu: 21 (1) Memiliki hubungan yang kuat dengan wilayah dan sumberdaya alam di sekitarnya; (2) Memiliki perbedaan sistem sosial, ekonomi, dan politik; dan (3) Memiliki bahasa, budaya, dan kepercayaan. (Qodriyatun 2015) Selanjutnya, Soerjono Soekanto seperti yang dikutip Syamsudin (2008) mengungkapkan bahwa penghidupan masyarakat adat berciri komunal dimana gotong royong, tolong menolong, serasa dan semalu mempunyai peranan yang besar. Pemerintah juga memiliki tanggung jawab dalam hal penghidupan masyarakat adat seperti yang ditulis dalam Konvensi ILO 169 pasal 2. Dalam Konvensi ILO 169 Pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa Pemerintah bertanggungjawab mengembangkan, dengan mengikutsertakan masyarakat yang berkepentingan, mengkoordinasikan dan dengan tindakan sistematis untuk melindungi hak-hak masyarakat adat dan menjamin bahwa mereka dihargai integritasnya. Menyambung pernyataan pada Pasal 2 ayat 1, dalam Pasal 2 ayat 2 tertulis: Tindakan tersebut meliputi langkah-langkah untuk: a). Menjamin anggota masyarakat adat untuk memperoleh manfaat secara merata atas hak dan kesempatan yang oleh peraturan perundang-undangan negara diberikan kepada penduduk lainnya; b). Meningkatkan terwujudnya pemenuhan atas hak-hak sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat adat sesuai dengan identitas sosial dan budaya, adat istiadat dan lembaga mereka; c). Membantu para anggota masyarakat yang berkepentingan untuk membatasi kesenjangan sosial-ekonomi dari masyarakat lain, dengan cara yang sesuai dengan aspirasi dan jalan hidup mereka. Selain itu pada Pasal 20 ayat 2 mengatakan bahwa Pemerintah harus sedapat mungkin mencegah diskriminasi antara pekerja dari masyarakat ini dan pekerja lainnya. Kemudian pada Pasal 20 ayat 3d menyatakan bahwa pekerja dari masyarakat ini memperoleh kesempatan yang sama juga perlakuan yang sama dalam pekerjaan untuk pria dan wanita, serta perlindungan dari pelecehan seksual. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hak masyarakat adat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dijamin oleh undang-undang dan negara. Pariwisata Mengacu pada UU Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan, wisata didefinisikan sebagai kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam waktu sementara. Selanjutnya, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Selain itu, kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dengan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha. Kepariwisataan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Tujuan kepariwisataan yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menghapus kemiskinan, mengatasi pengangguran, melestarikan alam, lingkungan dan sumberdaya, memajukan kebudayaan, mengangkat citra bangsa, memupuk rasa cinta 22 tanah air, memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa, serta mempererat persahabatan antar bangsa. Menurut Damanik dan Weber (2006) dalam Dhalyana dan Adiwibowo (2013) mengungkapkan setidaknya ada enam pelaku yang terlibat dalam aktivitas wisata, yaitu: (i) wisatawan; (ii) industri pariwisata yang dikelompokkan ke dalam 2 golongan, yaitu pertama, pelaku langsung yaitu usaha wisata yang menawarkan jasa yang dibutuhkan langsung oleh wisatawan, seperti tempat penginapan, restauran; kedua, pelaku tidak langsung, yaitu usaha yang secara tidak langsung mendukung pariwisata, seperti usaha kerajinan tangan; (iii) pendukung jasa wisata; (iv) pemerintah, memiliki otoritas dalam pengaturan, penyediaan, dan peruntukan berbagai infrastuktur; (v) masyarakat lokal, terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata, yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan kualitas produk wisata; (vi) lembaga swadaya masyarakat (LSM), melakukan berbagai kegiatan terkait dengan konservasi dan regulasi kepemilikan serta pengusahaan sumberdaya alam setempat. Selanjutnya ekowisata pun termasuk ke dalam kategori pariwisata. Menurut The International Eco Tourism Society (TIES) dalam Suarthana (2011) menyatakan ekowisata adalah perjalanan wisata ke wilayah-wilayah alam dalam rangka mengkonservasi atau menyelamatkan lingkungan dan memberi penghidupan penduduk lokal. Masih dalam Suarthana (2011) World Concervation Union (WCU) menyatakan bahwa ekowisata adalah perjalanan wisata ke wilayah-wilayah yang lingkungan alamnya masih asli dengan menghargai warisan budaya dan alamnya, mendukung upaya-upaya konservasi tidak menghasilkan dampak negatif dan memberi keuntungan sosial, ekonomi serta menghargai partisipasi penduduk lokal. Pengembangan ekowisata di areal kawasan taman nasional menyebabkan adanya interaksi komunitas lokal dengan kawasan. Interaksi ini memberikan pengaruh dinamis terhadap kawasan dan diharapkan interaksi ini adalah interaksi yang mampu meningkatkan kualitas kehidupan dalam masyarakat dan sekaligus mengkonservasi warisan alam dan budaya (Ginting et.all 2010). Dampak Pariwisata Pariwisata dianggap sebagai salah satu sektor ekonomi penting tetapi apabila tidak dilakukan dengan benar, maka pariwisata berpotensi menimbulkan masalah atau dampak negatif terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan lingkungan (Suwantoro 1997 dalam Dhalyana dan Adiwibowo 2013). Retnowati (2004) dikutip oleh Dhalyana dan Adiwibowo (2013) mengatakan bahwa adanya aktivitas ekowisata (pariwisata) dapat memberi manfaat kepada masyarakat setempat dengan pembukaan lapangan kerja, kesempatan berusaha, dan pendanaan yang diserap kembali dalam bentuk proyekproyek pembangunan daerah. Selain itu Ginting et.all (2010) dalam jurnalnya juga mengatakan bahwa penyelenggaraan ekowisata merupakan salah satu upaya untuk melestarikan dan mengurangi kerusakan sumberdaya alam, termasuk hutan dan taman nasional. Keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi sangat tergantung kepada kadar dukungan dan penghargaan yang diberikan oleh komunitas lokal yang tinggal di sekitar kawasan konservasi. Untuk mencapai dukungan dan penghargaan ini diantaranya adalah 23 dengan memberikan manfaat ekonomi bagi komunitas lokal yang tinggal berdekatan dengan kawasan konservasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas lokal. Pengembangan ekowisata di areal kawasan taman nasional menyebabkan adanya interaksi komunitas lokal dengan kawasan. Ginting et.all (2010) menyatakan bentuk interaksi komunitas lokal yang dihasilkan dibagi menjadi dua, yakni Aktifitas ekowisata dan aktifitas non ekowisata. Bentuk-bentuk aktifitas ekowisata yang terjadi adalah pengelolaan penginapan, warung, guide, pertanian, penyewaan lahan, pengambilan hasil hutan dll. Sedangkan aktifitas non ekowisata dibagi menjadi tiga bagian, yakni pengambilan hasil hutan, aktifitas pertanian (bertani, buruh tani, dan beternak) dan aktifitas non pertanian (buruh harian lepas, warung, wiraswasta, karyawan BUMN, karyawan swasta, Pegawai Negeri Sipil, bengkel dan honorer). Perkembangan industri pariwisata mengakibatkan beragamnya jenis pekerjaan/usaha yang berkembang di suatu lokasi pariwisata. Beberapa jenis pekerjaan dapat dilakukan dengan usaha sendiri, namun beberapa diantaranya membutuhkan bantuan keluarga atau karyawan tetap. Berdasarkan kacamata ekonomi makro, pariwisata memberikan dampak positif, yaitu : (i) Dapat menciptakan kesempatan berusaha, (ii) Dapat meningkatkan kesempatan kerja (employment), (iii) Dapat meningkatkan pendapatan sekaligus mempercepat pemerataan pendapatan masyarakat, (iv) Dapat meningkatkan penerimaan pajak pemerintah dan retribusi daerah. (v) Dapat meningkatkan pendapatan nasional atau Gross Domestic Bruto (GDB) (vi) Dapat mendorong peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata dan sektor ekonomi lainnya, (vii) Dapat memperkuat neraca pembayaran (Yoeti 2008 dalam Dhalyana dan Adiwibowo 2013). Selanjutnya Wijayanti et.all (2008) dalam jurnalnya mengemukakan bahwa dampak ekonomi yang berasal dari kegiatan ekowisata, mengacu pada perubahan pemasaran, pendapatan, lapangan pekerjaan dan lainnya. Ennew (2003) seperti dikutip dalam Wijayanti et.al (2008) mengelompokkan dampak ekonomi menjadi tiga kategori, yakni manfaat langsung (direct), tidak langsung (indirect) dan induced dengan menghitung arus uang pada aktivitas yang dilakukan oleh para pelaku ekowisata. Untuk mengetahui sejauh mana kontribusi keberadaan industri pariwisata terhadap jumlah dan tingkat pendapatan masyarakat dilakukan pengukuran struktur pendapatan. Pengukuran dilakukan dengan analisis terhadap struktur pendapatan khususnya kepada rumah tangga pelaku usaha pariwisata. Selanjutnya dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Dhalyana dan Adiwibowo (2013) disebutkan bahwa pariwisata memberikan kontribusi pendapatan lebih besar dibandingkan nonpariwisata. Pariwisata secara keseluruhan menyumbang sebesar 82 persen dari total pendapatan selama satu bulan. Hal ini menunjukkan keberadaan industri pariwisata sangat penting untuk menopang perekeonomian rumah tangga penduduk lokal. Penduduk lokal sangat 24 bergantung terhadap adanya aktivitas wisata untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga. Besarnya pendapatan yang diperoleh dari sektor pariwisata erat kaitannya dengan jumlah kunjungan wisatawan. Oleh karenanya, besar pendapatan yang diterima para pelaku usaha pariwisata selalu mengalami pasang surut sesuai dengan musim kunjungan wisatawan. Umumnya dibedakan menjadi 4 musim, yaitu musim sepi pengunjung (hari kerja), musim libur (weekend) musim libur long weekend, musim puncak kunjungan wisatawan. Pitana dan Gayatri (2004) seperti yang dikutip dalam Dhalyana dan Adiwibowo (2013) menyatakan bahwa dalam melihat dampak sosial budaya pariwisata terhadap masyarakat setempat tidak dapat dipandang sebagai sesuatu yang internally totally integrated entity, melainkan harus juga dilihat segmen-segmen yang ada atau melihat interest groups. Hal tersebut disebabkan dampak terhadap kelompok sosial yang satu belum tentu sama bahkan bisa bertolak belakang dengan dampak terhadap kelompok sosial yang lain. Dampak pariwisata terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat setempat sangat sulit diukur dan umumnya dipandang oleh masyarakat setempat hanya memberikan dampak negatif. Dampak positif sosial budaya dari aktivitas pariwisata adalah terjadinya pemahaman dan saling pengertian antar budaya (intercultural understanding) antara pengunjung wisata dengan masuarakat setempat, dimana pengunjung (turis) mengenal dan menghargai kehidupan sosial budaya masyarakat setempat dan sebaliknya masyarakat setempat juga dapat memahami dan menghargai latar belakang sosial budaya turis. Hadirnya industri pariwisata juga memiliki pengaruh terhadap kondisi sosial masyarakat sekitar, seperti timbulnya pola kerjasama. Dhalyana dan Adiwibowo (2013) menyatakan bahwa tingkat kerjasama dapat diukur berdasarkan beberapa indikator yang dapat mencerminkan pola kerjasama tersebut, yaitu: (i) menaati aturan yang tertulis dalam anggaran dasar organisasi; (ii) mengikuti pertemuan rutin; (iii) membayar iuran kas organisasi. Selain itu, kehadiran wisatawan juga memberikan pengaruh terhadap kehidupan sosial penduduk lokal diantaranya dapat terlihat dari gaya bahasa dan pola konsumsi masyarakat, serta timbulnya perilaku menyimpang pada anak remaja. Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan rumah tangga menurut Nurmanaf (1985) dalam Dhalyana dan Adiwibowo (2013) adalah aliran uang, barang, jasa, dan kepuasan yang diperoleh dibawah penguasaan keluarga untuk digunakan dalam memuaskan kebutuhan dan kewajibannya. Pendapatan rumah tangga dapat berasal dari satu maupun beragam macam sumber pendapatan. Sumber pendapatan yang beragam tersebut dapat terjadi karena anggota rumah tangga yang bekerja melakukan lebih dari satu jenis kegiatan dan atau masing-masing anggota rumah tangga mempunyai kegiatan yang berbeda satu sama lain (Dhalyana dan Adiwibowo 2013). Pendapatan keluarga merupakan jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga yang diterima baik itu dari pendapatan pokok, pendapatan sampingan atau pendapatan lainnya. Pendapatan pokok yaitu pendapatan yang diperoleh dari hasil pekerjaan utama yang dilakukan secara rutin dan memerlukan alokasi waktu yang lebih banyak, pendapatan sampingan yaitu pendapatan yang diperoleh selain dari pekerjaan utama yang tidak dilakukan secara rutin dan alokasi waktu yang lebih sedikit, dan 25 pendapatan lainnya yaitu pendapatan yang berasal dari pemberian orang lain yang diperoleh bukan dari usaha/pekerjaan sendiri (Nuralam et.al 2015). Menurut Badan Pusat Statistik (2010) konsep pendapatan rumah tangga adalah seluruh pendapatan yang diterima oleh rumah tangga maupun pendapatan anggotaanggota rumah tangga. Pendapatan dapat berasal dari: • Balas jasa faktor produksi tenaga kerja, yaitu upah/gaji, keuntungan, bonus yang mencakup dari seluruh anggota rumah tangga yang bekerja sebagai imbalan bagi pekerjaan yang dilakukan. • Balas jasa kapital, yaitu bunga, bagi hasil dari hasil usaha seluruh anggota rumah tangga. • Pendapatan yang berasal dari pihak lain yaitu pendapatan diluar upah/gaji yang menyangkut dari: (i) perkiraan sewa rumah milik sendiri; (ii) bunga deviden; (iii) bukan hasil usaha; (iv) pensiunan; (v) kiriman dari famili/pihak lain secara rutin, ikatan dinas. Hasil penelitian dari Nuralam et.al (2015) menunjukkan bahwa keberaadaan Taman Wisata Alam Batu Putih ternyata belum dapat memberikan manfaat ekonomi yang lebih kepada masyarakat sekitar. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Dhalyana dan Adiwibowo (2015) bahwa keberadaan sektor pariwisata di Pangandaran telah menciptakan lapangan pekerjaan bagi penduduk lokal. Terlihat dari banyaknya penduduk lokal yang menguasai beberapa jenis pekerjaan (usaha) pariwisata. Jenis-jenis pekerjaan di sektor pariwisata Pangandaran yang dilakukan oleh masyarakat memberikan kontribusi positif terhadap pendapatan rumah tangga yang terlibat didalamnya. Hal tersebut dapat terlihat dari kontribusinya yang sangat nyata dalam menyumbang total pendapatan rumah tangga. Pendapatan rumah tangga para pelaku usaha pariwisata dapat dikatakan cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Hal tersebut dibuktikan dengan rata-rata pendapatan yang diperoleh rumah tangga setiap bulan melebihi Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Ciamis yang ditetapkan Gubernur Jawa Barat dan standar garis kemiskinan yang ditetapkan World Bank. 26 SIMPULAN Hasil Rangkuman dan Pembahasan Indonesia tidak hanya dikenal memiliki kekayaan alam yang melimpah, tetapi juga dikenal dengan budaya dan masyarakatnya yang beragam. Kekayaan alam seperti, hutan, gunung, pantai, lautan ditambah kekayaan budaya, peninggalan bangunan sejarah, kesenian serta adat istiadat seringkali digunakan untuk kegiatan pariwisata. Pariwisata alam ini dikenal dengan ekowisata. Ekowisata sendiri diartikan sebagai kegiatan wisata alam dengan konsep pendidikan serta konservasi alam dan dikelola secara berkelanjutan. Adanya kegiatan ekowisata ini biasanya memberikan dampak terhadap masyarakat lokal. Adapun dampak ekowisata itu sendiri dapat dilihat dari segi ekonomi dan segi sosial. Dampak ekowisata dari segi ekonomi yakni, pembukaan lapangan kerja, kesempatan berusaha, dan pendanaan yang diserap kembali dalam bentuk proyekproyek pembangunan daerah. Adanya pembukaan lapangan kerja serta kesempatan berusaha ini memberikan kesempatan bagi masyarakat lokal dalam menambah pendapatan rumah tangganya. Dampak ekonomi ini juga dapat dibagi menjadi tiga hal, yakni dampak langsung, dampak tidak langsung, dan induced dengan menghitung arus uang pada aktivitas yang dilakukan oleh para pelaku ekowisata. Dari segi sosial adanya ekowisata memberikan dampak berupa tumbuhnya kelembagaan dan rasa saling kerjasama di antara sesama pengusaha jasa wisata. Namun, adanya ekowisata ini juga dapat menimbulkan dampak negatif yakni perilaku menyimpang serta perubahan gaya hidup masyarakat lokal akibat terpengaruh oleh wisatawan yang mengunjungi lokasi ekowisata. Perilaku menyimpang ini berupa tindak kriminalitas, prostitusi dan penggunaan obat-obat terlarang. Beberapa masyarakat lokal yang berada di dalam lokasi wisata biasanya merupakan masyarakat adat. Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa masyarakat adat adalah kelompok masyarakat yang memiliki wilayah teritorial tertentu, masih menjunjung nilai-nilai dan memiliki hukum adat tertentu serta memiliki kekhasan budaya sendiri yang membedakannya dengan masyarakat lain. Tentunya masyarakat adat yang ada di Indonesia pun memiliki hak-hak yang tidak jauh berbeda dengan masyarakat lainnya. Seperti halnya hak untuk hidup layak dan mendapatkan kesempatan yang sama dalam hal pekerjaan serta kehidupan sosial. Namun, pada kenyataannya banyak masyarakat adat yang dilanggar haknya dan menjadi kaum yang termarjinalisasi oleh kaum penguasa yakni negara dan pemegang modal besar. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rangkuman dan pembahasan yang telah dibuat, maka dapat dirumuskan masalah penelitan sebagai berikut: 1. Bagaimana ekowisata tersebut berkembang di sekitar masyarakat adat? 2. Apa saja bentuk aktivitas ekowisata yang berkembang? 27 3. Apa peranan masyarakat adat dengan pihak luar (bukan masyarakat adat) dalam perkembangan ekowisata? Apakah terjadi perubahan di dalam peranan masyarakat? 4. Bagaimana dampak ekowisata terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat adat? Usulan Kerangka Analisis Baru Hadirnya kegiatan ekowisata akan menyebabkan adanya permintaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh wisatawan, berupa penginapan, rumah makan, transportasi, perdagangan dan jasa. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dijadikan peluang usaha dan kerja bagi masyarakat serta diharapkan dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga. Faktor-faktor dalam ekowisata seperti tingkat kunjungan wisatawan dan pelayanan pengelola serta daya tarik objek wisata diduga dapat memberi dampak dari segi ekonomi dan juga sosial. Dampak dari segi ekonomi selain terdapat peluang usaha dan kerja serta adanya peningkatan pendapatan rumah tangga juga diduga terdapat persaingan usaha antara masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang yang sengaja datang untuk mencari peluang usaha. Selain itu, dampak sosial yang diberikan adalah adanya kerja sama dan munculnya kelembagaan diantara masyarakat yang melakukan aktivitas ekowisata juga munculnya perilaku menyimpang dari masyarakat lokal akibat terpengaruh oleh wisatawan yang datang berkunjung. Bagan kerangka analisis dapat dilihat pada Gambar 1. Ekowisata 1. Pelayanan Pengelola 2. Daya Tarik Wisata 3. Tingkat Kunjungan Wisatawan Karakteristik Penduduk Masyarakat Adat 1. 2. 3. 4. Usia Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan Status Perkawinan Bukan Masyarakat Adat Dampak Sosial Dampak Ekonomi 1. Peluang usaha dan kerja 2. Tingkat pendapatan rumah tangga Keterangan : = Mempengaruhi 1. Kerjasama 2. Perilaku Menyimpang 3. Persaingan usaha 4. Gambar 1 Kerangka Analisis 28 DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. Dapat diunduh dari: https://bps.go.id Dhalyana D dan Adiwibowo S. 2013. Pengaruh taman wisata alam Pangandaran terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat (studi: Desa Pangandaran, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat). Jurnal Sosiologi Pedesaan. [Internet]. [Dikutip 4 Desember 2015]; 1(3):182-199. Dapat diunduh dari: http://jesl.journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/viewFile/9402/7367 Ginting Y, Dharmawan AH, Sekartjakrarini S. 2010. Interaksi komunitas lokal di taman nasional gunung leuser, studi kasus kawasan ekowisata tangkahan, Sumatera Utara. Jurnal Transdisiplin Sosiologi (Sodality). [Internet]. [Dikutip 19 November 2015]; 4(1):39-58. Dapat diunduh dari: http://202.124.205.111/index.php/sodality/article/download/5853/4518 Hijriati E dan Mardiana R. 2014. Pengaruh ekowisata berbasis masyarakat terhadap perubahan kondisi ekologi sosial dan ekonomi di Kampung Batusuhunan, Sukabumi. Jurnal Sosiologi Pedesaan. [Internet]. [Dikutip 4 Desember 2015]; 2(3):146-159. Dapat diunduh dari: http://202.124.205.111/index.php/sodality/article/download/9422/7385 Konvensi ILO 169 Nuralam, Walangitan HD, Langi MA. 2015. Evaluasi efektivitas pengelolaan taman wisata alam batuputih dan dampaknya terhadap pendapatan masyarakat. Jurnal EMBA. [Internet]. [Dikutip 4 Desember 2015]; 3(3):660-671. Dapat diunduh dari: http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/viewFile/9560/9140 [PERMEN] Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 Qodriyatun SN. 2015. Pengabaian negara atas hak hidup masyarakat adat. Jurnal Info Singkat. [Internet]. [Dikutip 29 September 2015]; VII(6):9-12. Dapat diunduh dari: http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/info_singkat/Info%20Singkat-VII-6II-P3DI-Maret-2015-19.pdf Siscawati M. 2014. Pertarungan penguasaan hutan dan perjuangan perempuan adat. Wacana Jurnal Transformasi Sosial. [Internet]. [Dikutip 19 Oktober 2015]; XVI(33):159-197. Dapat diunduh dari: http://undana.ac.id/jsmallfib_top/JURNAL/HUKUM/HUKUM%202012/WACA NA.pdf Suarthana IKP. 2011. Ekowisata meningkatkan sosial ekonomi masyarakat (sebuah studi di Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan). Jurnal Ilmiah Manajemen & Akuntansi. [Internet]. [Dikutip 4 Desember 2015]; 16(2):24-33. Dapat diunduh dari: http://www.triatmamulya.triatmamapindo.ac.id/ojs/index.php/JMNA/article/viewFile/24/25 Subagiarta IW. 2015. Vircous circle economics adat suku Tengger di Kabpaten Probolinggo. Jurnal ISEI Jember. [Internet]. [Dikutip 18 November 2015]; 5(3):118. Dapat diunduh dari: http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/62926/1_wayan%20jadi1. pdf?sequence=1 29 Sumardiani L. Tidak ada tahun. Masyarakat adat: keberadaan, hak dan tuntutan. Konflik Sosial Kehutanan. [Internet]. [Dikutip 4 Desember 2015]; 232-248. Dapat diunduh dari: http://web.iaincirebon.ac.id/ebook/moon/Mixed/700analisa-40masy.pdf Syamsudin M. 2008. Beban masyarakat adat menghadapi hukum negara. Jurnal Hukum. [Internet]. [Dikutip 20 Oktober 2015]; 15(3): 338-352. Dapat diunduh dari: http://jurnal.uii.ac.id/index.php/jurnal-fakultas-hukum/article/viewFile/33/1839 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Wijayanti P, Novianti T, Hastuti. 2008. Analisis ekonomi dan strategi pengelolaan ekowisata (studi kasus Kawasan Wisata Gunung Salak Endah Kabupaten Bogor). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. [Internet]. [Dikutip 4 Desember 2015]; 13(3):173-181. Dapat diunduh dari: http://ilkom.journal.ipb.ac.id/index.php/JIPI/article/viewFile/6470/5001 30 RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, pasangan suami istri Tedy Hernowo BS dan Tri Rahayu Utami yang dilahirkan di Sidoarjo pada 3 Desember 1994. Penulis menempuh pendidikan formalnya di SD NEGERI Wage 2 pada tahun 2000 – 2006, SMP NEGERI 103 Jakarta pada tahun 2006 – 2009, SMA NEGERI 39 Jakarta pada tahun 2009 – 2012. Kemudian pada tahun 2012, tepatnya pada bulan Agustus penulis memasuki kampus Institut Pertanian Bogor, pada Fakultas Ekologi Manusia, Departemen Sains Komunikasi Pengembangan Masyarakat yang terdaftar dalam jajaran mahasiswa baru melalui seleksi SNMPTN Tertulis. Selama penulis menjadi mahasiswi Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam kegiatan keorganisasian kampus dan berbagai kepanitiaan. Keorganisasian yang diikuti penulis pada tingkat pertama hingga tingkat akhir adalah Koran Kampus IPB. Pada periode 2012-2013 penulis menjadi anggota magang dan diangkat menjadi kru baru. Kemudian pada periode 2013-2014 penulis menjadi penanggung jawab internal di Koran Kampus IPB, dan pada periode 2014-2015 penulis menjadi pimpinan HRD di Koran Kampus IPB. Adapun beberapa kepanitiaan yang penulis ikuti adalah INDEX FEMA pada tahun 2014 dan 2015, FAMNight 2014, serta panitia MPF Hero 50.