Konsep dasar asuhan keperawatan perioperatif bedah ortopedi

advertisement
ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF
BEDAH ORTOPEDI
Oleh :
Miki Sutrisno
2008-33-029
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
JAKARTA
2010
Konsep dasar asuhan keperawatan perioperatif bedah ortopedi
1.KONSEP DASAR
Tindakan operasi atau pembedahan, baik elektif maupun kedaruratan adalah peristiwa
kompleks yang menegangkan. Kebanyakan prosedur bedah dilakukan di kamar operasi
rumah sakit, meskipun beberapa prosedur yang lebih sederhana tidak memerlukan
hospitalisasi dan dilakukan di klinik-klinik bedah dan unit bedah ambulatori. Individu
dengan masalah kesehatan yang memerlukan intervensi pembedahan mencakup pula
pemberian anastesi atau pembiusan yang meliputi anastesi lokal, regional atau umum.
Sejalan dengan perkembangan teknologi yang kian maju. Prosedur tindakan pembedahan
pun mengalami kemajuan yang sagat pesat. Dimana perkembangan teknologi mutakhir
telah mengarahkan kita pada penggunaan prosedur bedah yang lebih kompleks dengan
penggunaan teknik-teknik bedah mikro (micro surgery techniques) atau penggunaan
laser, peralatan by Pass yang lebih canggih dan peralatan monitoring yang kebih sensitif.
Kemajuan yang sama juga ditunjukkan dalam bidang farmasi terkait dengan penggunaan
obat-obatan anstesi kerja singkat, sehingga pemulihan pasien akan berjalan lebih cepat.
Kemajuan dalam bidang teknik pembedahan dan teknik anastesi tentunya harus diikuti
oleh peningkatan kemampuan masing-masing personel (terkait dengan teknik dan juga
komunikasi psikologis) sehingga outcome yang diharapkan dari pasien bisa tercapai.
Perubahan tidak hanya terkait dengan hal-hal tersebut diatas. Namun juga diikuti oleh
perubahan pada pelayanan. Untuk pasien-pasien dengan kasus-kasus tertentu, misalnya :
hernia. Pasien dapat mempersiapkan diri dengan menjalani pemeriksaan dignostik dan
persiapan praoperatif lain sebelum masuk rumah sakit. Kemudian jika waktu
pembedahannya telah tiba, maka pasien bisa langsung mendatangi rumah sakit untuk
dilakukan prosedur pembedahan. Sehingga akan mempersingkat waktu perawatan pasien
di rumah sakit.
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien.
Istilah perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman
pembedahan, yaitu preoperative phase, intraoperative phase dan post operative phase.
Masing- masing fase di mulai pada waktu tertentu dan berakhir pada waktu tertentu pula
dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah dan masing-masing
mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang luas yan dilakukan oleh
perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan standar praktik keperawatan.
Disamping perawat kegiatan perioperatif ini juga memerlukan dukungan dari tim
kesehatan lain yang berkompeten dalam perawatan pasien sehingga kepuasan pasien
dapat tercapai sebagai suatu bentuk pelayanan prima.
2.GAMBARAN UMUM TAHAP DALAM KEPERAWATAN PERIOPERATIF
Fase pra operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan
diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama
waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik
ataupun rumah, wawancara pra operatif dan menyiapkan pasien untuk anstesi yang
diberikan dan pembedahan.
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah dan
berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas
keperawatan mencakup pemasangan IV cath, pemberian medikasi intaravena, melakukan
pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga
keselamatan pasien. Contoh : memberikan dukungan psikologis selama induksi anstesi,
bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur posisi pasien d atas meja
operasi
dengan
menggunakan
prinsip-prinsip
dasar
kesimetrisan
tubuh.
Fase pasca operatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan (recovery
room) dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah.
Lingkup aktivitas keperawaan mecakup renatang aktivitas yang luas selama periode ini.
Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anstesi dan memantau fungsi vital serta
mencegah komplikasi. Aktivitas keprawatan kemudian berfokus pada peningkatan
penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan
yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan.
3.AKTIVITAS KEPERAWATAN DALAM PERAN PERAWAT PERIOPERATIF
PENGKAJIAN :
Rumah/Klinik:
1)Melakukan pengkajian perioperatif awal
2)Merencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien
3)Melibatkan keluarga dalam wawancara.
4)Memastikan kelengkapan pemeriksaan pra operatif
5)Mengkaji kebutuhan klien terhadap transportasi dan perawatan pasca operatif
Unit Bedah :
1)Melengkapi pengkajian praoperatif
2)Koordianasi penyuluhan terhadap pasien dengan staf keperawatan lain.
3)Menjelaskan fase-fase dalam periode perioperatif dan hal-hal yang diperkirakan terjadi.
4)Membuat rencana asuhan keperawatan
Ruang operasi :
1)Mengkaji tingkat kesadaran klien.
2)Menelaah ulang lembar observasi pasien (rekam medis)
3)Mengidentifikasi pasien
4)Memastikan daerah pembedahan
Perencanaan :
1)Menentukan rencana asuhan
2)Mengkoordinasi pelayanan dan sumber-sumber yang sesuai (contoh: Tim Operasi).
Dukungan Psikologis :
1)Memberitahukan pada klien apa yang terjadi
2)Menentukan status psikologis
3)Memberikan isyarat sebelumnya tentang rangsangan yang merugikan, seperti : nyeri.
4)Mengkomunikasikan status emosional pasien pada anggota tim kesehatan yang lain
yang berkaitan.
4.PEMBEDAHAN : INDIKASI DAN KLASIFIKASI
Tindakan pembedahan dilakukan dengan berbagai indikasi, diantaranya adalah :
1)Diagnostik : biopsi atau laparotomi eksplorasi
2)Kuratif : Eksisi tumor atau mengangakat apendiks yang mengalami inflamasi
3)Reparatif : Memperbaiki luka multipel
4)Rekonstruktif/Kosmetik : mammoplasty, atau bedah platik
5)Palliatif : seperti menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh :
pemasangan selang gastrostomi yang dipasang untuk mengkomponsasi terhadap
ketidakmampuan menelan makanan.
Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan pembedahan dapat
diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu :
1)Kedaruratan/Emergency
Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin mengancam jiwa. Indikasi
dilakukan pembedahan tanpa di tunda. Contoh : perdarahan hebat, obstruksi kandung
kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau tusuk, luka bakar sanagat
luas.
2)Urgen
Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam 24-30 jam.
Contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra.
3)Diperlukan
Pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat direncanakan dalam bebeapa
minggu atau bulan. Contoh : Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih.
Gangguan tyroid, katarak.
4)Elektif
Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bila tidak dilakukan
pembedahan maka idak terlalu membahayakan. Contoh : perbaikan Scar, hernia
sederhana, perbaikan vaginal.
5)Pilihan
Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada pasien. Indikasi
pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan estetika. Contoh :
bedah kosmetik.
Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan di bagi menjadi :
1)Minor
Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim. Contoh :
incisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi
2)Mayor
Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat serius. Contoh : Total
abdominal histerektomi, reseksi colon, dll.
I. PRE OPERATIF
Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan
psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien).
A. Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak stabil.
Hal ini dapat disebabkan karena :
1.
Takut akan perasaan sakit, narcosa atau hasilnya.
2.
Keadaan sosial ekonomi dari keluarga.
Penyuluhan merupakan fungsi penting dari perawat pada fase pra bedah dan dapat
mengurangi cemas pasien. Hal-hal dibawah ini penyuluhan yang dapat diberikan
kepada pasien pra bedah.
1.
Penjelasan tentang peristiwa
Informasi yang dapat membantu pasien dan keluarganya sebelum operasi :
-
Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi (alasan persiapan).
-
Hal-hal yang rutin sebelum operasi.
-
Alat-alat khusus yang diperlukan
-
Pengiriman ke ruang bedah.
-
Ruang pemulihan.
-
Kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi :
Perlu peningkatan mobilitas sedini mungkin.
Perlu kebebasan saluran nafas.
Antisipasi pengobatan.
1. Bernafas dalam dan latihan batuk
2. Latihan kaki
3. Mobilitas
4. Membantu kenyamanan
B. Persiapan Fisiologi
1. Diet
8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam sebelum operasi
pasien tidak diperbolehkan minum, (puasa) pada operasi dengan anaesthesi umum.
Pada pasien dengan anaesthesi lokal atau spinal anaesthesi makanan ringan
diperbolehkan.
Bahaya
yang sering terjadi
akibat
makan/minum
sebelum
pembedahan antara lain :
2.
-
Aspirasi pada saat pembedahan
-
Mengotori meja operasi.
-
Mengganggu jalannya operasi.
Persiapan Perut.
Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah saluran
pencernaan atau pelvis daerah periferal. Untuk pembedahan pada saluran
pencernaan dilakukan 2 kali yaitu pada waktu sore dan pagi hari menjelang
operasi.
Maksud dari pemberian lavement antara lain :
3.
-
Mencegah cidera kolon
-
Memungkinkan visualisasi yang lebih baik pada daerah yang akan dioperasi.
-
Mencegah konstipasi.
-
Mencegah infeksi.
Persiapan Kulit
Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut. Pencukuran dilakukan pada
waktu malam menjelang operasi. Rambut pubis dicukur bila perlu saja, lemak dan
kotoran harus terbebas dari daerah kulit yang akan dioperasi. Luas daerah yang
dicukur sekurang-kurangnya 10-20 cm2.
4.
Hasil Pemeriksaan
Meliputi hasil laboratorium, foto roentgen, ECG, USG dan lain-lain.
5.
Persetujuan Operasi / Informed Consent
Izin tertulis dari pasien / keluarga harus tersedia. Persetujuan bisa didapat dari
keluarga dekat yaitu suami / istri, anak tertua, orang tua dan kelurga terdekat.
Pada kasus gawat darurat ahli bedah mempunyai wewenang untuk melaksanakan
operasi tanpa surat izin tertulis dari pasien atau keluarga, setelah dilakukan
berbagai usaha untuk mendapat kontak dengan anggota keluarga pada sisa waktu
yang masih mungkin.
C.
Persiapan Akhir Sebelum Operasi Di Kamar Operasi (Serah terima dengan
perawat OK)
1. Mencegah Cidera
Untuk melindungi pasien dari kesalahan identifikasi atau cidera perlu dilakukan hal
tersebut di bawah ini :
a. Cek daerah kulit / persiapan kulit dan persiapan perut (lavement).
b. Cek gelang identitas / identifikasi pasien.
c. Lepas tusuk konde dan wig dan tutup kepala / peci.
d. Lepas perhiasan
e. Bersihkan cat kuku.
f. Kontak lensa harus dilepas dan diamankan.
g. Protesa (gigi palsu, mata palsu) harus dilepas.
h. Alat pendengaran boleh terpasang bila pasien kurang / ada gangguan
pendengaran.
i. Kaus kaki anti emboli perlu dipasang pada pasien yang beresiko terhadap
tromboplebitis.
j. Kandung kencing harus sudah kosong.
k. Status pasien beserta hasil-hasil pemeriksaan harus dicek meliputi ;
-
Catatan tentang persiapan kulit.
-
Tanda-tanda vital (suhu, nadi, respirasi, TN).
-
Pemberian premedikasi.
-
Pengobatan rutin.
-
Data antropometri (BB, TB)
-
Informed Consent
-
Pemeriksan laboratorium.
2. Pemberian Obat premedikasi
Obat-obat pra anaesthesi diberikan untuk mengurangi kecemasan, memperlancar
induksi dan untuk pengelolaan anaesthesi. Sedative biasanya diberikan pada malam
menjelang operasi agar pasien tidur banyak dan mencegah terjadinya cemas.
Pengkajian Keperawatan Pra Bedah
A. Data Subyektif
Pengetahuan dan Pengalaman Terdahulu.
a. Pengertian tentang bedah yang duanjurkan
1.
Tempat
2.
Bentuk operasi yang harus dilakukan.
3.
Informasi dari ahli bedah lamanya dirawat dirumah sakit, keterbatasan
setelah di bedah.
4.
Kegiatan rutin sebelum operasi.
5.
Kegiatan rutin sesudah operasi.lj
6.
Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi.
a. Pengalaman bedah terdahulu
1.
Bentuk, sifat, roentgen
2.
Jangka waktu
Kesiapan Psikologis Menghadapi Bedah
a. Penghayatan-penghayatan dan ketakutan-ketakutan menghadapi bedah yang
dianjurkan.
b. Metode-metode penyesuaian yang lazim.
c. Agama dan artinya bagi pasien.
d. Kepercayaan dan praktek budaya terhadap bedah.
e. Keluarga dan sahabat dekat
-
Dapat dijangkau (jarak)
-
Persepsi keluarga dan sahabat sebagai sumber yang memberi bantuan.
a. Perubahan pola tidur
b. Peningkatan seringnya berkemih.
Status Fisiologi
a. Obat-obat yang dapat mempengaruhi anaesthesi atau yang mendorong
komplikasi-komplikasi pascabedah.
b. Berbagai alergi medikasi, sabun, plester.
c. Penginderaan : kesukaran visi dan pendengaran.
d. Nutrisi : intake gizi yang sempurna (makanan, cairan) mual, anoreksia.
e. Motor : kesukaran ambulatori, gerakan tangan dan kaki, arthritis, bedah orthopedi
yang terdahulu (penggantian sendi, fusi spinal).
f. Alat prothesa : gigi, mata palsu, dan ekstremitas.
g. Kesantaian : bisa tidur, terdapat nyeri atau tidak nyaman, harapan mengenai
terbebas dari nyeri setelah operasi.
B. Data Obyektif
1. Pola berbicara : mengulang-ulang tema, perubahan topik tentang perasaan
(cemas), kemampuan berbahasa Inggris.
2. Tingkat interaksi dengan orang lain.
3. Perilaku : gerakan tangan yang hebat, gelisah, mundur dari aktifitas yang sibuk
(cemas).
4. Tinggi dan berat badan.
5. Gejala vital.
6. Penginderaan : kemampuan penglihatan dan pendengaran.
7. Kulit : turgor, terdapat lesi, merah atau bintik-bintik.
8. Mulut : gigi palsu, kondisi gigi dan selaput lendir.
9. Thorak : bunyi nafas (terdapat, sisanya) pemekaran dada, kemampuan bernafas
dengan diafragma, bunyi jantung (garis dasar untuk perbandingan pada pasca
bedah).
10. Ekstremitas : kekuatan otot (terutama) kaki, karakteristik nadi perifer sebelum
bedah vaskuler atau tubuh.
11. Kemampuan motor : adalah keterbatasan berjalan, duduk, atau bergerak di tempat
duduk, koordinasi waktu berjalan.
Masalah Keperawatan Yang Lazim Muncul
1.Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap
perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan orang yang
berarti, krisis situasi atau krisis maturasi
2. Ketakutan berhubungan dengan proses penyakit
3. Defisit pengetahuan mengenai prosedur dan protokol praoperatif dan harapan
pascaoperatif
INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
- Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
- Berikan informasi kepada klien tentang tindakan yang akan dilakukan
- Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di masa lalu.
- Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi
II. INTRA OPERATIF
Anggota Tim Asuhan Keperawatan Intra Operatif
Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian.
Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril :
A.
B.
Anggota steril
1.
Ahli bedah utama / operator
2.
Asisten ahli bedah.
3.
Scrub Nurse / Perawat Instrumen
Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari :
1.
Ahli atau pelaksana anaesthesi.
2.
Perawat sirkulasi
3.
Anggota lain(teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang rumit).
Prinsip Tindakan Keperawatan Selama Pelaksanaan Operasi.
A.
Persiapan Psikologis Pasien
B.
Pengaturan Posisi
- Posisi diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan
keadaan psikologis pasien.
- Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien
adalah :
1.
Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
2.
Umur dan ukuran tubuh pasien.
3.
Tipe anaesthesia yang digunakan.
4.
Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan
(arthritis).
- Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien :
1.
Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman.
2.
Sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah
dan kakinya ditutup dengan duk.
3.
Amankan pasien diatas meja operasi dengan lilitan sabuk yang baik
yang biasanya dililitkan diatas lutut. Saraf, otot dan tulang dilindungi
untuk menjaga kerusakan saraf dan jaringan.
4.
Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap adekuat, untuk
meyakinkan terjadinya pertukaran udara.
5.
Hindari tekanan pada dada atau bagain tubuh tertentu, karena tekanan
dapat menyebabkan perlambatan sirkulasi darah yang merupakan
faktor predisposisi terjadinya thrombus.
6.
Jangan ijinkan ekstremitas pasien terayun diluar meja operasi karena
hal ini dapat melemahkan sirkulasi dan menyebabkan terjadinya
kerusakan otot.
7.
Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien.
8.
Yakinkan bahwa sirkulasi pasien tidak berhenti ditangan atau di
lengan.
9.
Untuk posisi litotomi, naikkan dan turunkan kedua ekstremitas bawah
secara bersamaan untuk menjaga agar lutut tidak mengalami dislokasi.
Pengkajian
1. Sebelum dilakukan operasi
a.
Pengkajian psikososial
-
Perasaan takut / cemas
-
Keadaan emosi pasien
b.
Pengkajian Fisisk
-
Tanda vital : TN, N, R, Suhu.
-
Sistem integumentum
Pucat
Sianosis
Adakah penyakit kulit di area badan.
-
Sistem Kardiovaskuler
Apakah ada gangguan pada sisitem cardio ?
Validasi apakah pasien menderita penyakit jantung ?
Kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi.
Kebiasaan merokok, minum alcohol
Oedema
Irama dan frekuensi jantung.
Pucat
-
Sistem pernafasan
Apakah pasien bernafas teratur ?
Batuk secara tiba-tiba di kamar operasi.
-
Sistem gastrointestinal
Apakah pasien diare ?
-
Sistem reproduksi
Apakah pasien wanita mengalami menstruasi ?
-
Sistem saraf
Kesadaran ?
-
Validasi persiapan fisik pasien
Apakah pasien puasa ?
Lavement ?
Kapter ?
Perhiasan ?
Make up ?
Pakaian pasien / perlengkapan operasi ?
Validasi apakah pasien alaergi terhadap obat ?
Selama dilaksanakannya operasi
Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang diberi
anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi
anaesthesi lokal ditambah dengan pengkajian psikososial.
Secara garis besar hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a.
Pengkajian mental
Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar / terjaga maka
sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya
dan memberi dukungan agar pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur
tersebut.
b.
Pengkajian fisik
-
Tanda-tanda vital
(Bila terjadi ketidaknormalan tanda-tanda vital dari pasien maka perawat
harus memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah).
-
Transfusi
(Monitor flabot transfusi sudah habis apa belum. Bila hampir habis segera
diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran transfusi).
-
Infus
(Monitor flabot infuse sudah habis apa belum. Bila hampir habis harus
segera diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran infuse).
-
Pengeluaran urin
Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg BB/jam.
MASALAH KEPERAWATAN YANG LAZIM MUNCUL
Diagnosa keperawatan yang mungkin sering muncul pada pasien selama pelaksanaan
operasi adalah sebagai berikut :
1.
Cemas
2.
Resiko perlukaan/injury
3.
Resiko penurunan volume cairan tubuh
4.
Resiko infeksi
5.
Kerusakan integritas kulit
INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
-
Lepas semua perhiasan pasien
-
Lepas gigi palsu atau alat-alat yang palsu lainnya
-
Jaga kesterilan alat-alat dan tim kesehatan
-
Cek balance cairan
Fase Pasca Anaesthesi
Periode segera sesudah anaesthesi adalah gawat. Pasien harus diamati
dengan jeli dan harus mendapat bantuan fisik dan psikologis yang intensif sampai
pengaruh utama dari anaesthesi mulai berkurang dan kondisi umum mulai stabil.
Banyaknya asuhan keperawatan yang dilaksanakan segera setelah periode pasca
anaesthesi tergantung kepada prosedur bedah yang dilakukan. Hal-hal yang harus
diperhatikan meliputi :
A. Mempertahankan ventilasi pulmonari
1.
Berikan posisi miring atau setengah telungkup dengan kepala tengadah
kebelakang dan rahang didorong ke depan pada pasien sampai reflek-reflek
pelindung pulih.
2.
Saluran nafas buatan.
Saluran nafas pada orofaring biasanya terpasang terus setelah pemberian
anaesthesi umum untuk mempertahankan saluran tetap terbuka dan lidah
kedepan sampai reflek faring pulih. Bila pasien tidak bisa batuk dan
mengeluarkan dahak dan lendir harus dibantu dengan suction.
3.
Terapi oksigen
O2 sering diberikan pada pasca operasi, karena obat anaesthesi dapat
menyebabkan lyphokhemia. Selain pemberian O2 harus diberikan latihan
nafas dalam setelah pasien sadar.
Mempertahankan sirkulasi.
Hipotensi dan aritmia adalah merupakan komplikasi kardiovaskuler yang paling
sering terjadi pada pasien post anaesthesi.
Pemantauan tanda vital dilakukan tiap 15 menit sekali selama pasien berada di
ruang pemulihan.
Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Pemberian infus merupakan usaha pertama untuk mempertahankan keseimbangan
cairan dan elektrolit.
Monitor cairan per infus sangat penting untuk mengetahui kecukupan pengganti
dan pencegah kelebihan cairan. Begitu pula cairan yang keluar juga harus
dimonitor.
Mempertahankan keamanan dan kenyamanan
Pasien post operasi atau post anaesthesi sebaiknya pada tempat tidurnya dipasang
pengaman sampai pasien sadar betul. Posisi pasien sering diubah untuk mencegah
kerusakan saraf akibat tekanan kepada saraf otot dan persendian.
Obat analgesik dapat diberikan pada pasien yang kesakitan dan gelisah sesuai
dengan program dokter.
Pada pasien yang mulai sadar, memerlukan orientasi dan merupakan tunjangan
agar tidak merasa sendirian. Pasien harus diberi penjelasan bahwa operasi sudah
selesai dan diberitahu apa yang sedang dilakukan.
Perawatan Pasien Di Ruang Pemulihan/Recovery Room
Uraian diatas telah membahas tentang hal yang diperhatikan pada pasien post
anaesthesi. Untuk lebih jelasnya maka dibawah ini adalah petunjuk perawatan /
observasi diruang pemulihan :
1.
Posisi kepala pasien lebih rendah dan kepala dimiringkan pada pasien dengan
pembiusan umum, sedang pada pasein dengan anaesthesi regional posisi semi
fowler.
2.
Pasang pengaman pada tempat tidur.
3.
Monitor tanda vital : TN, Nadi, respirasi / 15 menit.
4.
Penghisapan lendir daerah mulut dan trakhea.
5.
Beri O2 2,3 liter sesuai program.
6.
Observasi adanya muntah.
7.
Catat intake dan out put cairan.
Beberapa petunjuk tentang keadaan yang memungkinkan terjadinya situasi krisis
-
Tekanan sistolik < 90 –100 mmHg atau > 150 – 160 mmH, diastolik < 50
mmHg atau > dari 90 mmHg.
-
HR kurang dari 60 x menit > 10 x/menit
-
Suhu > 38,3 o C atau kurang dari 35 o C.
-
Meningkatnya kegelisahan pasien
-
Tidak BAK + 8 jam post operasi.
Pengeluaran dari ruang pemulihan / Recovery Room
Kriteria umum yang digunakan dalam mengevaluasi pasien :
1.
Pasien harus pulih dari efek anaesthesi.
2.
Tanda-tanda vital harus stabil.
3.
Tidak ada drainage yang berlebihan dari tubuh.
4.
Efek fisiologis dari obat bius harus stabil.
5.
Pasien harus sudah sadar kembali dan tingkat kesadaran pasien telah
sempurna.
6.
Urine yang keluar harus adekuat ( 1cc/ Kg/jam). Jumlahnya harus dicatat
dan dilaporkan.
7.
Semua pesan harus ditulis dan dibawa ke bangsal masing-masing.
8.
Jika keadaan pasien membaik, pernyataan persetujuan harus dibuat untuk
kehadiran pasien tersebut oleh seorang perawat khusus yang bertugas pada
unit dimana pasien akan dipindahkan.
9.
Staf dari unit dimana pasien harus dipindahkan, perlu diingatkan untuk
menyiapkan dan menerima pasien tersebut.
Pengangkutan Pasien keruangan
Hal-hal yang harus diperhatikan selama membawa pasien ke ruangan antara lain :
-
Keadaan penderita serta order dokter.
-
Usahakan pasien jangan sampai kedinginan.
-
Kepala pasien sedapat mungkin harus dimiringkan untuk menjaga bila
muntah sewaktu-waktu, dan muka pasien harus terlihat sehingga bila ada
perubahan sewaktu-waktu terlihat.
III. POST OPERASI
A. Pengkajin awal
Status Respirasi
Melipuiti :
- Kebersihan jalan nafas
- Kedalaman pernafasaan.
- Kecepatan dan sifat pernafasan.
- Bunyi nafas
Status sirkulatori
Meliputi :
- Nadi
- Tekanan darah
- Suhu
- Warna kulit
Status neurologis
Meliputi : tingkat kesadaran
Balutan
Meliputi :
- Keadaan drain
- Terdapat pipa yang harus disambung dengan sistem drainage.
Kenyamanan
Meliputi :
- Terdapat nyeri
- Mual
- Muntah
Keselamatan
Meliputi :
- Diperlukan penghalang samping tempat tidur.
- Kabel panggil yang mudah dijangkau.
- Alat pemantau dipasang dan dapat berfungsi.
Perawatan
Meliputi :
- Cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran cairan.
- Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat penampung,
sifat dan jumlah drainage.
Nyeri
Meliputi :
- Waktu
- Tempat.
- Frekuensi
- Kualitas
- Faktor yang memperberat / memperingan
A.
Data Subyektif
Pasien hendakanya ditanya mengenai gejala-gejala ketidaknyamanan setelah
ditempatkan ditempat tidur dengan posisi tubuh yang menunjang. Pertanyaanpertanyaan
yang langsung misalnya
:”Bagaimana
perasaan
anda?”,
dapat
memperlihatkan data mula dan nyeri tanpa memfokuskan pada daerah yang spesifik,
dimana tidak ada keluhan. Penginderaan rasa nyeri sering kali meningkat pada waktu
ini akibat pemindahan dari brankard ke tempat tidur. Sangat penting untuk
mengetahui lokasi, bentuk serangan dan perubahan intensitas rasa nyeri, dan bukan
menyangka bahwa nyeri berasal dari torehan.
Mual jarang timbul setelah pasca anaesthesi baru. Sangat besar kemungkinan terjadi
mual bila perut mengalami manipulasi yang ekstensif pada waktu prosedur bedah
atau telah mendapat narkotika yang cukup banyak.
B.
Data Objektif
1. Sistem Respiratori
2. Status sirkulatori
3. Tingkat Kesadaran
4. Balutan
5. Posisi tubuh
6. Status Urinari / eksresi.
C.
Pengkajian Psikososial
Yang perlu diperhatikan : umur, prosedur pembedahan, efek samping dari prosedur
pembedahan dan pengobatan, body image dan pola/gaya hidup. Juga tanda fisik yang
menandakan kecemasan termasuk denyut nadi, tekanan darah, dan kecepatan respirasi
serta ekspresi wajah.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berdasarkan pada prosedur pembedahan, riwayat medis,
dan manifestasi klinik post operasi.
Pemeriksaan laboratorium lab post operasi secara umum anatara lain :
1. Analisa serum dan elektrolit, glukosa dan pemeriksaaan darah lengkap.
2. Pemeriksaann urine sekitar setiap 4 jam untuk klien dengan resiko dehidrasi dan
insufisisensi ginjal.
Masalah Keperawatan Yang Lazim Muncul
A. Diagnosa Umum
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping dari anaesthesi.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi.
c. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan.
d. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan fisik, efek anaesthesi, obatobatan (penenang, analgesik) dan imobil terlalu lama.
B. Diagnosa Tambahan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret.
b. Resiko retensi urine berhubungan dengan anaesthesi, bedah pelvis, dan kurang
gerak.
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah memahami informasi.
d. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang prosedur
pembedahan.
e. Nausea berhubungan dengan efek anaesthesi, narkotika, ketidaseimbangan
elektrolit.
f. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksoia, lemah, nyeri, mual.
h. Konstipasi berhubungan dengan efek anaesthesi
INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
-
Kaji skala nyeri pasien, hal yang memperberat atau meringankan gejala
nyeri
-
Batasi aktivitas pasien
-
Anjurkan pasien untuk bedrest
-
Batasi pengunjung, keluarga dan tim kesehatan untuk menghindari
terjadinya infeksi nosokomial postoperasi
-
Kolaborasi pemberian obat anti analgetik sesuai kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah : Brunner Suddarth, Vol. 2. EGC : Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Brunner
Suddarth, Vol. 3. EGC : Jakarta.
Doengoes. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC
Oknurse. (2010). Asuhan Keperawatan Perioperatif. Diambil pada 15 Oktober 2010 dari
http://oknurse.wordpress.com/tag/perioperatif/
Shodiq. (2009). Asuhan Keperawatan Perioperatif Bedah Ortopedi. Diambil pada 15
Oktober 2010 dari http://abrorshodiq.wordpress.com/2009/04/05/askep-perioperatifBbedah-ortopedi/
Download