PERSIAPAN DAN PERAWATAN PRE OPERASI, INTRA DAN POST OP PENGERTIAN Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh (Hancock, 1999). Operasi (elektif atau kedaruratan) pada umumnya merupakan peristiwa kompleks yang menegangkan (Brunner & Suddarth, 2002). Perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan — praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif. PERAWATAN PERIOPERATIF Perawatan Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan klien. Fase-fase Pengalaman Pembedahan dan Lingkup Aktivitas Bidan : 1. Fase Praoperatif Peran bidan dimulai ketika keputusan untuk intervensi pembedahan dibuat dan berakhir ketika klien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas bidan : - pengkajian dasar klien (di rumah sakit atau di rumah) - wawancara praoperatif - persiapan anestesia - persiapan pembedahan 2. Fase Intraoperatif Dimulai ketika klien masuk atau dipindah ke bagian atau departemen bedah dan berakhir saat klien dipindahkan ke ruang pemulihan. Lingkup aktivitas bidan : - memasang IV-line (infus) - memberikan medikasi intravena - melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan - menjaga keselamatan klien (menggenggam tangan klien, mengatur posisi klien) 3. Fase Pascaoperatif Dimulai dengan masuknya klien ke ruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Lingkup aktivitas bidan : - mengkaji efek dari agens anesthesia - memantau fungsi vital - mencegah komplikasi - peningkatan penyembuhan klien - penyuluhan - perawatan tindak lanjut - rujukan yang penting untuk penyembuhan - rehabilitasi - pemulangan STANDAR PRAKTIK PERAWATAN PERIOPERATIF 1. Standar I : Pengumpulan data tentang status kesehatan pasien bersifat sistematis dan kontinu. Data dapat dilihat kembali dan dikomunikasikan pada orang yang tepat. 2. Standar II : Diagnosis keperawatan berasal dari data status kesehatan. 3. Standar III : Rencana asuhan keperawatan mencakup tujuan yang berasal dari diagnosis keperawatan 4. Standar IV : Rencana asuhan keperawatan menentukan tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan. 5. Standar V : Rencana untuk asuhan keperawatan tersebut diimplementasikan. 6. Standar VI : Rencana untuk asuhan keperawatan tersebut dievaluasi. 7. Standar VII : Pengkajian ulang pasien, pertimbangan ulang diagnosis keperawatan, menyusun kembali tujuan, dan modifikasi dan implementasi rencana asuhan keperawatan adalah sebuah proses yang berkesinambungan. LEGAL ASPEK PEMBEDAHAN Di abad ini kita dihadapkan kepada berbagai tantangan dan masalah-masalah baru dalam berbagai bidang. Bidang yang dahulunya tidak menjadi persoalan, kini mulai mendesak menuntut pengaturannya oleh hukum, karena melalui sanksi etik dirasakan kurang kuat. Yang dimaksudkan di sini adalah bidang hukum kedokteran-keperawatan yang di negara kita masih sangat muda usianya. Kemajuan yang pesat dari ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran-keperawatan telah menggoyahkan fondasi tradisional dari hubungan dokter-perawat-pasien-rumah sakit sehingga diperlukan aspek legalitas dalam pelayanan kesehatan. Informed Consent atau Persetujuan Tindakan Medis (PTM) merupakan ijin tertulis yang dibuat secara sadar dan sukarela dari pasien sebelum dilakukan tindakan medis terhadapnya. Ijin tersebut melindungi klien terhadap kelalaian dan melindungi ahli bedah terhadap tuntutan dari suatu lembaga hukum. Tanggung jawab bidan dalam hal ini adalah untuk memastikan bahwa PTM telah didapat secara sukarela dari klien oleh dokter. The right of information and second opinion merupakan salah satu bentuk HAM klien dalam bidang pelayanan kesehatan yang harus dihargai oleh tim kesehatan. Sehingga, sebelum menyatakan kesanggupan atau penolakannya, klien harus mendapatkan informasi sejelas-jelasnya dan alternatifalternatif yang dapat diambil oleh klien. Informasi yang perlu dijelaskan antara lain : kemungkinan resiko, komplikasi, perubahan bentuk tubuh, kecacatan, dan pengangkatan bagian tubuh yang dapat terjadi selama operasi. PTM diperlukan pada saat : - prosedur invasif - menggunakan anesthesia - prosedur non-bedah yang resikonya lebih dari sekedar resiko ringan (arteriogram) - terapi radiasi dan kobalt. Yang dapat memberikan PTM : 1. klien yang sudah cukup umur 2. anggota keluarga yang bertanggung jawab atau wali sah apabila klien belum cukup umur, tidak sadar, atau tidak kompeten 3. individu di bawah umur dengan kondisi khusus (menikah). KRITERIA UNTUK PTM YANG SAH 1. Persetujuan diberikan dengan sukarela : persetujuan yang absah harus diberikan dengan bebas tanpa tekanan 2. Subjek tidak kompeten : definisi legal, individu yang tidak otonom dan tidak dapat memberikan atau menyimpan persetujuan (klien RM, koma) 3. Subjek yang di-informed : formulir consent harus tertulis meskipun hukum tidak membutuhkan dokumentasi tertulis (prosedur dan resiko, manfaat dan alternatif, dl) 4. Subjek mampu memahami : informasi harus tertulis dan diberikan dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh klien. Pertanyaan harus dijawab untuk memfasilitasi pemahaman jika materinya membingungkan. KLASIFIKASI PROSEDUR OPERASI - OPERASI BERSIH: ex : herniorrafi) Kontaminasi endogen minimal; luka tidak terinfeksi Non traumatic, tidak terinfeksi, tidak ada inflamasi. Saluran nafas, cerna, dan GU tidak dimasuki, tidak melanggar teknik aseptic, penutupan utama, tidak ada drain (beberapa institusi membolehkan penggunaan penghisapan luka tertutup untuk operasi bersih) -OPERASI BERSIH TERKONTAMINASI: (ex : appendiktomi) Kontaminasi bakteri dapat terjadi dari sumber endogen Saluran nafas, cerna dan GU dimasuki tanpa percikan yang berarti (atau urin atau empedu terinfeksi, untuk traktus GU dan pohon biliaris). Vagina dan orofaring dimasuki. Melanggar teknik aseptik. Luka dapat berair. -OPERASI TERKONTAMINASI : (ex : perbaikan trauma baru, terbuka) Kontaminasi telah terjadi Percikan dari traktus GI; urin atau empedu terinfeksi (pada prosedur traktus GU atau biliaris). Luka terbuka traumatic yang baru; inflamasi non purulen akut ditemui. Melanggar teknik aseptik -OPERASI KOTOR DAN TERINFEKSI : ex : drainase abses) Dijumpai infeksi, jaringan mati, atau kontaminasi mikroba Luka traumatik lama (lebih dari 12 jam). Luka terinfeksi, viscera mungkin mengalami perforasi. TIPE PEMBEDAHAN Menurut Fungsinya (tujuannya) 1. diagnostik : biopsi, laparotomi eksplorasi 2. kuratif (ablatif) : tumor, appendiktomi 3. reparatif : memperbaiki luka multiple 4. rekonstruktif atau kosmetik : mammoplasti, perbaikan wajah 5. paliatif : menghilangkan nyeri, memperbaiki masalah (gastrostomi — ketidakmampuan menelan) 6. transplantasi : penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ atau struktur tubuh yang malfungsi (cangkok ginjal, kornea). Menurut tingkat Urgensinya : 1. Kedaruratan Klien membutuhkan perhatian dengan segera, gangguan yang diakibatkannya diperkirakan dapat mengancam jiwa (kematian atau kecacatan fisik), tidak dapat ditunda. Contoh : - perdarahan hebat - luka tembak atau tusuk - luka bakar luas - obstruksi kandung kemih atau usus - fraktur tulang tengkorak 2. Urgen Klien membutuhkan perhatian segera, dilaksanakan dalam 24 – 30 jam. Contoh : - infeksi kandung kemih akut - batu ginjal atau batu pada uretra 3. Diperlukan Klien harus menjalani pembedahan, direncanakan dalam beberapa minggu atau bulan. Contoh : - katarak - gangguan tiroid - hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih 4. Elektif Klien harus dioperasi ketika diperlukan, tidak terlalu membahayakan jika tidak dilakukan. Contoh : - hernia simpel - perbaikan vagina - perbaikan skar/cikatrik/jaringan parut 5. Pilihan Keputusan operasi atau tidaknya tergantung kepada klien (pilihan pribadi klien). Contoh : bedah kosmetik. Menurut Luas atau Tingkat Resiko : 1. Mayor Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat resiko yang tinggi terhadap kelangsungan hidup klien. Contoh : bypass arteri koroner 2. Minor Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko komplikasi lebih kecil dibandingkan dengan operasi mayor. Contoh : - katarak - operasi plastik pada wajah 1. Asuhan Kebidanan Pre Operatif Pengertian Askeb Pre Operatif adalah suatu bantuan atau bimbingan yang diberikan kepada klien yang dipersiapkan untuk pembedahan. Persiapan ini dapat dilakukan beberapa hari atau beberapa jam saja, tergantung dari pada kategori pembedahan. Tujuan : Untuk mempersiapkan diri klien menghadapi anasthesi dan operasi baik fisik, mental maupun emosional. PENGKAJIAN FISIK UMUM Pengkajian klien bedah meliputi evaluasi faktor-faktor fisik dan psikologis secara luas. Banyak parameter dipertimbangkan dalam pengkajian menyeluruh terhadap klien, dan berbagai masalah klien atau diagnosis keperawatan dapat diantisipasi atau diidentifikasi dengan dibandingkan pada data dasar. 1. Status Nutrisi dan Penggunaan Bahan Kimia a. mengukur tinggi dan berat badan b. mengukur lipat kulit trisep c. mengukur lingkar lengan atas d. mengkaji kadar protein darah dan keseimbangan nitrogen e. kadar elektrolit darah f. asupan makanan pre-operatif Keadaan khusus : a. Obesitas : jaringan lemak rantan terhadap infeksi, peningkatan masalah teknik dan mekanik (resiko dehisensi), dan nafas tidak optimal. b. Penggunaan obat dan alcohol : rentan terhadap cedera, malnutrisi, dan tremens delirium. 2. Status Pernafasan a. berhenti merokok 4 – 6 minggu sebelum pembedahan b. latihan nafas dan penggunaan spirometer intensif c. pemeriksaan fungsi paru dan analisa gas darah (AGD) d. riwayat sesak nafas atau penyakit saluran pernafasan yang lain. 3. Status Kardiovaskuler a. penyakit kardiovaskuler b. kebiasaan merubah posisi secara mendadak c. riwayat immobilisasi berkepanjangan d. hipotensi atau hipoksia e. kelebihan cairan/darah f. tanda-tanda vital g. riwayat perdarahan. 4. Fungsi Hepatik dan Ginjal a. kelainan hepar b. riwayat penyakit hepar c. status asam basa dan metabolisme d. riwayat nefritis akut, insufisiensi renal akut. 5. Fungsi Endokrin a. riwayat penyakit diabetes b. kadar gula darah c. riwayat penggunaan kortikosteroid atau steroid (resiko insufisiensi adrenal) 6. Fungsi Imunologi a. kaji adanya alergi b. riwayat transfusi darah c. riwayat asthma bronchial d. terapi kortikosteroid e. riwayat transplantasi ginjal f. terapi radiasi g. kemoterapi h. penyakit gangguan imunitas (AIDS, Leukemia) i. suhu tubuh. 7. Sistem Integumen a. keluhan terbakar, gatal, nyeri, tidak nyaman, paresthesia b. warna, kelembaban, tekstur, suhu, turgor kulit c. alergi obat dan plesterriwayat puasa lama, malnutrisi, dehidrasi, fraktur mandibula, radiasi pada kepala, terapi obat, trauma mekanik. d. Perawatan mulut oleh pasien. 8. Terapi Medikasi Sebelumnya a. obat-obatan yang dijual bebas dan frekuensinya b. kortikosteroid adrenal : kolaps kardiovaskuler c. diuretic : depresi pernafasan berlebihan selama anesthesia d. fenotiasin : meningkatkan kerja hipotensif dari anesthesia e. antidepresan : Inhibitor Monoamine Oksidase (MAO) meningkatkan efek hipotensif anesthesia f. tranquilizer : ansietas, ketegangan dan bahkan kejang g. insulin : interaksi insulin dan anestetik harus dipertimbangkan h. antibiotik : paralysis system pernafasan. 9. Pertimbangan Gerontologi a. penyakit kronis b. ketakutan lansia divonis sakit berat — bohong (tidak melaporkan gejala) c. fungsi jantung d. fungsi ginjal e. aktivitas gastrointestinal f. dehidrasi, konstipasi, malbutrisi g. keterbatasan sensori penglihatan h. penurunan sensitivitas sentuhan i. riwayat cedera, kecelakaan dan luka bakar j. arthritis k. keadaan mulut (gigi palsu) l. kajian integumen (kulit) : gatal-gatal, penurunan lemak — perubahan suhu tubuh m. penyakit pribadi FAKTOR-FAKTOR RESIKO UNTUK SEGALA PROSEDUR PEMBEDAHAN 1. Faktor-faktor Sistemik a. hipovolemia b. dehidrasi atau ketidakseimbangan elektroli c. defisit nutrisi d. usia tua e. BB ekstrim f. Infeksi dan sepsis g. Kondisi toksik h. Abnormalitas imunologi 2. Penyakit Paru a. penyakit obstruktif b. kelainan restriktif c. infeksi pernafasan 3. Penyakit Saluran Perkemihan dan Ginjal a. penurunan fungsi ginjal b. infeksi saluran perkemihan c. obstruksi 4. Kehamilan Hilangnya cadangan fisiologis maternal 5. Penyakit Kardiovaskuler a. penyakit arteri koroner b. gagal jantung c. disritmia d. hipertensi e. katub jantung prostetik f. treomboembolisme g. diatesis hemoragik h. penyakit serebrovaskuler 6. Disfungsi Endokrin a. Diabetes Mellitus b. kelainan adrenal c. malfungsi tiroid 7. Penyakit Hepatik a. Sirosis b. Hepatitis PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Data laboratorium memberikan petunjuk yang bermanfaat untuk mengkaji status klinik pasien dan potensial risiko infeksi. Meskipuntidak dapat digunakan tanpa referensi dari data klinik yang lain, hasil pemeriksaan laboratorium dapat memberikan petunjuk penting untuk menentukan tindakan keperawatan perioperatif. Adapun pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan sebelum tindakan pembedahan adalah : Hematokrit BJ urin Hemoglobin AGD Trombosit Leukosit atau sel darah putih Albumin Gamma globulin Elektrolit darahantibodi serum terhadap HIV HbSAg Gula darah Golongan darah Selain itu hasil pemeriksaan radiologis seperti rontgen foto, USG abdomen, USG ginjal, MRI, BNO-IVP, dll yang terkait dengan prosedur pembedahan atau kasus, harus pula disertakan. KLASIFIKASI STATUS FISIK UNTUK ANESTHESIA SEBELUM PEMBEDAHAN (ASA : American Society of Anesthesiology) 1. Baik : tidak ada penyakit organic, tidak ada gangguan sistemik Contoh : hernia tidak terkomplikasi, fraktur 2. Cukup : gangguan sistemik ringan sampai sedang Contoh : penyakit jantung ringan, diabetes ringan 3. Buruk : gangguan sistemik berat Contoh : diabetes dengan kontrol yang buruk, komplikasi pulmonary, penyakit jantung sedang 4. Serius : penyakit sistemik yang mengancam jiwa Contoh : penyakit ginjal berat, penyakit jantung berat 5. Moribund : kans bertahan hidup kecil tetapi pengiriman ke ruang operasi harus dilakukan Contoh : ruptur aneurisme abdomen dengan syok hebat, embolus pulmonary massif 6. Kedaruratan : semua dari yang telah disebutkan di atas ketika pembedahan dilakukan dalam suatu situasi kedaruratan PERAN BIDAN PADA FASE PRE-OPERATIF 1. Pengkajian Praoperatif di klinik/per telepon a. melakukan pengkajian perioperatif awal b. merencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien c. melibatkan keluarga dalam wawancara d. memastikan kelengkapan pemeriksaan perioperatif e. mengkaji kebutuhan pasien terhadap transportasi dan perawatan pascaoperatif. 2. Unit Bedah a. melengkapi pengkajian praoperatif b. mengkoordinasi penyuluhan pasien dengan staf keperawatan lain c. menjelaskan fase-fase dalam periode perioperatif dan hal-hal yang diperkirakan terjadi d. membuat rencana asuhan. 3. Ruang Operatif a. mengkaji tingkat kesadaran pasien b. menelaah lembar observasi pasien c. mengidentifikasi pasien d. memastikan daerah pembedahan. 4. Perencanaan a. menentukan rencana asuhan b. mengkoordinasi pelayanan dan sumber-sumber yang sesuai. 5. Dukungan Psikologis a. menceritakan pada pasien apa yang sedang terjadi b. menentukan status psikologis c. memberikan peringatan akan stimuli nyeri d. mengkomunikasikan status emosional pasien pada anggota tim kesehatan yang berkaitan. INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Menurunkan ansietas pre-operatif 2. Penyuluhan klien (lihat “Persiapan Operasi jangka panjang : latihan nafas dalam, batuk dan relaksasi, perubahan posisi dan gerakan tubuh aktif, kontrol dan medikasi nyeri, dan kontrol kognitif) 3. Persiapan operasi segera 4. Berikan dorongan untuk pengungkapan. Dengarkan, pahami klien dan berikan informasi yang membantu menyingkirkan kekhawatiran klien 5. Libatkan peran dari keluarga atau sahabat klien, sepanjang masih memungkinkan 6. Dorong klien untuk mengekspresikan ketakutan atau kekhawatiran tentang pembedahan yang akan dihadapinya 7. Pertahankan komunikasi terbuka dengan klien 8. Bantu klien untuk mendapatkan bantuan spiritual yang klien inginkan 9. Persiapan nutrisi dan cairan 10. Persiapan intestinal 11. Persiapan kulit pre-operatif 12. Medikasi pre-anesthesia 13. Lengkapi catatan pre-operatif 14. Transportasi ke ruang bedah (OK) 15. Membantu keluarga klien melewati pengalaman bedah klien* 2. Asuhan Kebidanan Intra operatif PERAN BIDAN PADA FASE INTRA OPERATIF 1. Pemeliharaan Keselamatan Atur posisi pasien 1). Kesejajaran fungsional 2). Pemajanan area pembedahan 3). Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi Memasang alat grounding ke pasien Memberikan dukungan fisik Memastikan bahwa jumlah spongs, jarum dan instrumen tepat. 2. Pematauan Fisiologis Memperhitungkan efek dari hilangnya atau masuknya cairan secara berlebihan pada pasien Membedakan data kardiopumonal yang normal dengan yang abnormal Melaporkan perubahan-perubahan pada nadi, pernafasan, suhu tubuh dan tekanan darah pasien. 3. Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan jika pasien sadar) Memberikan dukungan emosional pada pasien Berdiri dekat dan menyentuh pasien selama prosedur dan induksi Terus mengkaji status emosional pasien Mengkomunikasikan status emosional pasien ke anggota tim perawatan kesehatan lain yang sesuai. 4. Penatalaksanaan Keperawatan Memberikan keselamatan untuk pasien Mempertahankan lingkungan aseptik dan terkontrol Secara efektif mengelola sumber daya manusia. PRINSIP-PRINSIP OPERATIF Prinsip kesehatan dan baju operasi Kesehatan yang baik sangat penting untuk setiap orang dalam ruang operasi. Sehingga keadaan pilek, sakit tenggorok, infeksi kulit, merupakan sumber organisme patogenik yang harus dilaporkan; Hanya baju ruang operasi yang bersih dan dibenarkan oleh institusi yang diperbolehkan, tidak dapat dipakai di luar ruang operasi; Masker dipakai sepanjang waktu di ruang operasi yang meminimalkan kontaminasi melalui udara, menutup seluruh hidung dan mulut, tetapi tidak mengganggu pernafasan, bicara atau penglihatan, menyatu dan nyaman; Tutup kepala secara menyeluruh menutup rambut (kepala dan garis leher termasuk cambang) sehingga helai rambut, jepitan rambut, penjepit, ketombe dan debu tidak jatuh ke dalam daerah steril; Sepatu sebaiknya nyaman dan menyangga. Bakiak, sepatu tenis, sandal dan bot tidak diperbolehkan sebab tidak aman dan sulit dibersihkan. Sepatu dibungkus dengan penutup sepatu sekali pakai atau kanvas; Bahaya kesehatan dikontrol dengan pemantauan internal dari ruang operasi meliputi analisis sampel dari sapuan terhadap agens infeksius dan toksik. Selain itu, kebijakan dan prosedur keselamatan untuk laser dan radiasi di ruang operasi telah ditegakkan. 2.Prinsip Asepsis Perioperatif Pencegahan komplikasi pasien, termasuk melindungi pasien dari operasi; Ruang operasi terletak di bagian rumah sakit yang bebas dari bahaya seperti partikel, debu, polutan lain yang mengkontaminasi, radiasi, dan kebisingan; Bahaya listrik, alat konduktifitas, pintu keluar darurat yang bebas hambatan, dan gudang peralatan dan gas-gas anesthesia diperiksa secara periodik. PROTOKOL 1. Pra operatif Semua material bedah harus disterilkan. Ahli bedah, asisten bedah, dan perawat. Bidan mempersiapkan diri dengan scrub tangan dan lengan dengan sabun dan air, lengan panjang dan sarung tangan steril, penggunaan topi dan masker. Pembersihan kulit pasien dengan agens antiseptik. Tubuh pasien ditutup dengan kain steril. 2. Intra operatif Hanya personel yang telah melakukan scrub dan memakai pakaian operasi yang boleh menyentuh benda-benda steril. 3. Pasca operatif Luka dibersihkan dengan normal saline dan antiseptik. Luka dilindungi dengan balutan steril. Bila terjadi infeksi, kolaboratif untuk pemberian antimikroba spesifik. Teknik aseptik yang ketat harus dipatuhi selama pembedahan. 4. Kontrol lingkungan Lantai dan permukaan horisontal dibersihkan secara teratur dengan sabun dan air atau deterjen germisida. Peralatan disteril diinspeksi secara teratur untuk memastikan pengoperasian dan performa yang optimal. Sebelum dipaket, linen, kain dan larutan yang dgunakan disteril, instrumen yang digunakan dibersihkan dan disterilkan di unit dekat ruang operasi. Material-material steril yang dibungkus sendiri-sendiri digunakan bila diperlukan material individual tambahan. Sistem aliran udara laminar yang menyaring bakteri dan debu dengan presentasi tinggi. POSISI PASIEN DI MEJA OPERASI Posisi pasien di meja operasi bergantung pada prosedur operasi yang akan dilakukan, juga pada kondisi fisik pasien. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah : 1. Pasien harus dalam posisi senyaman mungkin, apakah ia tertidur atau sadar 2. Area operatif harus terpajan secara adekuat 3. Pasokan vaskuler tidak boleh terbendung akibat posisi yang salah atau tekanan yang tidak tepat pada bagian 4. Pernapasan pasien harus bebas dari gangguan tekanan lengan pada dada atau kontriksi pada leher dan dada yang disebabkan oleh gaun 5. Saraf harus dilindungi dari tekanan yang tidak perlu 6. Tindak kewaspadaan untuk keselamatan pasien harus diobservasi, terutama pada pasien yang kurus, lansia atau obesitas 7. Pasien membutuhkan restrain tidak keras sebelum induksi, untuk berjaga-jaga bila pasien melawan. 3.Asuhan Kebidanan post operatif Perawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman. Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan mencegah masalah yang kemungkinan mucul pada tahap ini. Pengkajian dan penanganan yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang memperlama perawatan di rumah sakit atau membayakan diri pasien. Memperhatikan hal ini, asuhan keperawatan post operatif sama pentingnya dengan prosedur pembedahan itu sendiri. TAHAPAN KEPERAWATAN POST OPERATIF Perawatan post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah : 1. Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi (recovery room) 2. Perawatan post anastesi di ruang pemulihan (recovery room) 3. Transportasi pasien ke ruang rawat 4. Perawatan di ruang rawat 1. PEMINDAHAN PASIEN DARI KAMAR OPERASI KE RUANG PEMULIHAN Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan atau unit perawatan pasca anastesi (PACU: post anasthesia care unit) memerlukan pertimbanganpertimbangan khusus. Pertimbangan itu diantaranya adalah letak incisi bedah, perubahan vaskuler dan pemajanan. Letak incisi bedah harus selalu dipertimbangkan setiap kali pasien pasca operatif dipidahkan. Banyak luka ditutup dengan tegangan yang cukup tinggi, dan setiap upaya dilakukan untuk mencegah regangan sutura lebih lanjut. Selain itu pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan selang drainase. Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu posisi ke posisi lainnya. Seperti posisi litotomi ke posisi horizontal atau dari posisi lateral ke posisi terlentang. Bahkan memindahkan pasien yang telah dianastesi ke brankard dapat menimbulkan masalah gangguan vaskuler juga. Untuk itu pasien harus dipindahkan secara perlahan dan cermat. Segera setelah pasien dipindahkan ke brankard atau tempat tidur, pakaian pasien yang basah (karena darah atau cairan lainnnya) harus segera diganti dengan pakaian yang kering untuk menghindari kontaminasi. Selama perjalanan transportasi tersebut pasien diselimuti dan diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury. Selain hal tersebut diatas untuk mempertahankan keamanan dan kenyamanan pasien. Selang dan peralatan drainase harus ditangani dengan cermat agar dapat berfungsi dengan optimal. Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat anastesi dengan koordinasi dari dokter anastesi yang bertanggung jawab. 2. PERAWATAN POST ANASTESI DI RUANG PEMULIHAN (RECOVERY ROOM) Setelah selesai tindakan pembedahan, paseien harus dirawat sementara di ruang pulih sadar (recovery room : RR) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal perawatan). PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini disebabkan untuk mempermudah akses bagi pasien untuk (1) perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif (perawat anastesi) (2) ahli anastesi dan ahli bedah (3) alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya. Alat monitoring yang terdapat di ruang ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap kondisi pasien. Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah alat bantu pernafasan : oksigen, laringoskop, set trakheostomi, peralatan bronkhial, kateter nasal, ventilator mekanik dan peralatan suction. Selain itu di ruang ini juga harus terdapat alat yang digunakan untuk memantau status hemodinamika dan alat-alat untuk mengatasi permasalahan hemodinamika, seperti : apparatus tekanan darah, peralatan parenteral, plasma ekspander, set intravena, set pembuka jahitan, defibrilator, kateter vena, torniquet. Bahan-bahan balutan bedah, narkotika dan medikasi kegawatdaruratan, set kateterisasi dan peralatan drainase. Selain alat-alat tersebut diatas, pasien post operasi juga harus ditempatkan pada tempat tidur khusus yang nyaman dan aman serta memudahkan akses bagi pasien, seperti : pemindahan darurat. Dan dilengkapi dengan kelengkapan yang digunakan untuk mempermudah perawatan. Seperti tiang infus, side rail, tempat tidur beroda, dan rak penyimpanan catatan medis dan perawatan. Pasien tetap berada dalam PACU sampai pulih sepenuhnya dari pegaruh anastesi, yaitu tekanan darah stabil, fungsi pernafasan adekuat, saturasi oksigen minimal 95% dan tingkat kesadaran yang baik. Kriteria penilaian yang digunakan untuk menentukan kesiapan pasien untuk dikeluarkan dari PACU adalah : Fungsi pulmonal yang tidak terganggu Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang Haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam Mual dan muntah dalam kontrol Nyeri minimal TUJUAN PERAWATAN PASIEN DI PACU adalah : 1. Mempertahankan jalan nafas Dengan mengatur posisi, memasang suction dan pemasangan mayo/gudel. 2. Mempertahankan ventilasi/oksigenasi Ventilasi dan oksigenasi dapat dipertahankan dengan pemberian bantuan nafas melalui ventilaot mekanik atau nasal kanul 3. Mempertahakan sirkulasi darah Mempertahankan sirukais darah dapat dilakukan dengan pemberian caiaran plasma ekspander 4. Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk mengetahui keadaan pasien, seperti kesadaran dan sebagainya. Vomitus atau muntahan mungkin saja terjadi akibat penagaruh anastesi sehingga perlu dipantau kondisi vomitusnya. Selain itu drainase sangat penting untuk dilakukan obeservasi terkait dengan kondisi perdarahan yang dialami pasien. 5. Balance cairan Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output caiaran klien. Cairan harus balance untuk mencegah komplikasi lanjutan, seperti dehidrasi akibat perdarahan atau justru kelebihan cairan yang justru menjadi beban bagi jantung dan juga mungkin terkait dengan fungsi eleminasi pasien. 6. Mempertahanakn kenyamanan dan mencegah resiko injury Pasien post anastesi biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan beresiko besar untuk jatuh. Tempatkan pasien pada tempat tidur yang nyaman dan pasang side railnya. Nyeri biasanya sangat dirasakan pasien, diperlukan intervensi keperawatan yang tepat juga kolaborasi dengan medi terkait dengan agen pemblok nyerinya.