Lap-PPP, NU n Muh

advertisement
I.
Judul Penelitian: Dinamika Relasi Hubungan Unsur NU dan
Muhammadiyah dalam PPP: Studi Kasus di Bantul
II.
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Saling keterkaitan Islam dan politik selalu menjadi topik hangat bagi umat Islam
baik Muslim sebagi kelompok mayoritas maupun minoritas dalam suatu negara. Tidak
terkecuali Muslim Indonesia yang menjadi mayoritas di negara Indonesia. Apalagi
setelah para pemimpin negara-negara tersebut kurang berhasil atau bahkan gagal
merealisasikan tujuan pembangunan, disamping gagal mengejar ketertinggalan dari Barat
melalui jalan yang telah ditempuh Barat itu. Desakan kembali pada peradaban Islam
semakin kuat ketika kita menyaksikan berbagai kelemahan peradaban Barat, seperti tidak
ada standar moral baku dan konsep kemajuan progresif yang menindas mamusia lemah
maupun mengeksploitasi alam.
Keterkaitan agama dan politik sangat erat dalam Islam dibandingkan dengan
agama lain. Hal ini terjadi karena Nabi Muhammad SAW juga berhasil mendirikan suatu
negara dan kemudian dikenal dengan sistem kekhalifahan. Negara Islam berkembang
pesat dan dua abad setelah pendiriannya Kekhalifahan Islam telah membentang dari
Spanyol di barat sampai India di timur. Sejarah awal Islam yang penuh kejayaan dalam
bidang politik telah memberi inspirasi pada cendekiawan Muslim dalam merumuskan
projecting back theory bagi keperluan menghadapi supermasi peradaban Barat sekarang
ini.
1
Kejayaan dalam bidang politik tersebut sering meninabobokan umat Islam dan
sekaligus membius mereka untuk bersikap kritis terhadap hubungan intim antara agama
dan politik itu. Kita mencatat tragedi sejarah yang menyakitkan umat Islam akibat
politisasi agama yang sering dilakukan oleh para penguasa dan dukungannya pada
ortodoksi ajaran agama yang bias kepentingan politik demi mempertahankan
kekuasaannya. Mereka jelas-jelas memaknai politik secara tertutup hanya bagi rezimnya
dan mereka tentu akan menindas pemikiran kritis yang dianggapnya dapat menggoyang
status quo. Sejarah juga mencatat politisasi agama di Indonesia yang dilakukan oleh
Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang merepresentasikan diri sebagai “partai Islam”
pada masa Orde Baru (Orba). Mari kita simak pernyataan KH Bisri Syamsuri selaku Rois
‘Aam Majelis Syuro PPP dan sekaligus Rois ‘Aam PB NU menjelang pemilu 1977:
“…wajib hukumnya bagi setiap peserta pemilu 1977 dari kalangan islam …menusuk
tanda gambar PPP….” (Haris, 1991: 1).
Lahirnya “partai-partai Islam” baru pada pemilu 1999 telah mengurangi gejala
eksklusivitas PPP. PPP mendapat tantangan hebat dari Partai Amanat Nasional (PAN)
dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) karena kedua partai itu diperkirakan mampu
menyedot pendukung PPP yang terutama berasal dari unsur NU dan Muhammadiyah.
Bukankah PAN diarsiteki oleh Amien Rais, mantan Ketua PP Muhammadiyah;
sedangkan PKB dideklarasikan oleh KH Abdurrahman Wahid, yang pada waktu itu
masih sebagai Ketua Umum PB NU. Kedua partai tersebut menyatakan sebagai partai
terbuka (inklusif) bukannya partai Islam. Namun kita tahu kedua partai itu memiliki basis
masa pada dua ormas besar NU dan Muhammadiyah, sehingga nafas Islamnya sangat
2
terasa. Dengan demikian, PPP tidak menjadi satu-satunya “partai Islam” dan ini menjadi
tantangan bagi PPP untuk mereaktualisasi perannya sebagai partai Islam.
Yang menarik PPP tetap eksis dan menjadi “partai Islam” yang paling banyak
meraih kursi DPR. Padahal dalam pemilu sebelumnya, terutama setelah pemilu 1977,
PPP dianggap kurang berhasil meraih simpati mayoritas umat Islam karena selalu
diwarnai oleh konflik intern unsur NU dan Muhammadiyah. Konflik intern inilah yang
menjadi perhatian peneliti, dan sekaligus dijadikan sebagai obyek penelitian karena
dengan mengetahui akar permasalahan yang ada selama ini maka kita akan dapat
menentukan hubungan agama dan politik berdasarkan temuan sosiologis di lapangan,
disamping dapat dijadikan bahan bagi keperluan reformulasi peran PPP di masa depan.
B. Perumusan Masalah
Pendekatan politik-minded selama ini mungkin bermula dari kerancuan
pemakaian konsep masyarakat madani di Indonesia. Hal ini berakar pada penyamaan
konsep masyarakat madani dengan negara Madinah yang didirikan oleh Nabi Muhammad
SAW. Memang kita memberi apresiasi yang tinggi pada negara Madinah sebagai prototipe dari negara modern.
Kita juga harus melihatnya secara kritis dan tidak begitu saja mengadopsi konsep
itu karena situasi dan kondisinya sudah sangat berbeda. Negara Madinah memang
memiliki kelebihan-kelebihan dibandingkan negara-negara lain. Tetapi kita jangan
menonjolkan peran Nabi karena Beliau tidak tergantikan. Yang kita perhatikan justru
bagaimana peran masyarakat pada waktu itu dan menempatkan peran Nabi layaknya
pemimpin dalam suatu negara modern yang memberi ruang bagi tumbuhnya kekuatan
3
masyarakat sipil. Adalah suatu kekeliruan fatal menggambarkan Nabi memiliki
kekuasaan absolut dan tidak selayaknya penguasa absolut mencari justifikasi pada Nabi.
Sejarah mencatat politisasi agama Islam sudah terjadi sejak kematian Nabi
Muhammad, dan sikap keteladanan dapat diperlihatkan pada Khulafaur Rasyidin yang
mengedepankan budaya musyawarah. Politisasi agama menjadi sangat berbahaya bila
masuk dalam wilayah teologi yang menjadi sandaran bagi claim truth kebenaran
tertinggi. Konsekuensinya adalah tuduhan kafir pada mereka yang memiliki pandangan
berbeda.
Kenapa keterkaitan agama dan politik dalam Islam seringkali menimbulkan
gejolak? Pertanyaan tersebut didekati dari segi ideologi dan politik sekaligus agar didapat
gambaran yang utuh. Secara ideologis, menempatkan teologi sebagai suatu kebenaran
mutlak adalah suatu kekeliruan fatal karena kebenaran tidak pernah dirumuskan secara
sistematis. Mengingat kebenaran tidak dapat dilepaskan dari konteks historisnya,
sedangkan konteks historis mengalami perubahan. Kebenaran dalam Al Qur’an juga
harus dilihat dari konteks historisnya dan kita harus mampu memilah prinsip-prinsip yang
mendasarinya bukannya memaksakan konteks historis pada waktu itu kedalam era
sekarang ini yang tidak mungkin diputar kebelakang.
Secara politis, kita menempatkan pemahaman agama Islam dalam konteks sejarah
Indonesia terutama pada peran yang dimainkan oleh dua ormas keagamaan terbesar NU
dan Muhammadiyah. Pembahasan dimulai dengan melacak latar belakang ideologi yang
melandasi kedua aliran tersebut, lalu dibahas titik persamaan dan perbedaannya agar
didapatkan alternatif-alternatif bagia keperluan dialogis. Bila dilihat dari pendekatan
Fritjof Schuon (Nasr, 1985: 32-35), Islam didasarkan pada pengetahuan akan Allah dan
4
telah ditafsirkan sesuai dengan pluralitas sifat kemanusiaan sehingga setiap aliran
ideologi perlu saling menghormati, caranya di antara aliran pemikiran agama Islam
seperti NU dan Muhammadiyah perlu mengembangkan dialog dalam konteks historis
yang konstruktif.
PPP sebagai kendaraan politik umat Islam di Indonesia belum dapat berfungsi
optimal. Disamping karena pembentukan PPP yang dipaksakan oleh regim Orba, PPP
juga belum mempunyai program politik yang jelas sehingga tidak dapat menyatukan dua
unsur aliran yang berbeda baik dari NU maupun Muhammadiyah.
Keberhasilan PPP mempertahankan jumlah perolehan kursi pada pemilu 1999
menunjukkan bahwa PPP telah berhasil mengembangkan jaringan pengaruh yang relatif
tetap, dimana kursinya tidak direbut oleh partai Islam yang baru didirikan baik itu PAN
maupun PKB. Akan tetapi dalam pemilu 2004, PPP kehilangan dominasinya sebagai
partai Islam. Hal ini juga akan diselidiki program-program yang tidak mendapat
sambutan positif dari umat Islam.
Dari identifikasi permasalah tersebut dapat dirumuskan permasalahan penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimakah keterkaitan agama dan politik dalam Islam?
2. Bagaimanakah sejarah pertumbuhan dan perkembangan PPP?
3. Faktor-faktor apakah yang menjadi kunci sukses keberhasilan PPP dalam
pemilu 1999?
4. Kenapa PPP gagal mempertahankan dominasinya sebagai partai Islam
terbesar pada pemilu 2004?
5
C. Tujuan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan positif bagi:
1. peningkatan pengetahuan tentang sejarah PPP,
2. peningkatan pengetahuan sosiologis tentang peran agama dalam politik,
khususnya dalam PPP.
3. peningkatan kepekaan dalam mencari alternatif-alternatif bagi pengembangan
dialog intern antara unsur NU dan Muhammadiyah dalam PPP.
4. reformulasi visi dan strategi bagi penyusunan program PPP di masa depan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini berguna untuk menentukan strategi pembangunan yang mendukung
terciptanya masyarakat madani. Diharapkan para pemimpin Islam menyadari dasar
ideologi dan sejarah keterkaitan yang intim antara agama dan politik. Dengan begitu
mereka mampu mencari program yang berguna bagi peningkatan kerjasama baik intern
maupun ekstern dalam gerakan Islam, sehingga mereka berhasil mewujudkan aspek
salvation agama di dunia dalam bentuk kesejahteraan, keadilan, dan keamanan.
Penelitian terhadap PPP untuk menunjukkan wujud kerjasama yang dapat dibangun oleh
unsur NU dan Muhammadiyah pada pemilu 1999 sehingga berhasil menjadikan
kelompok semu menjadi kelompok kepentingan yang tangguh; dan bagaimaka kelompok
semu ini menjadi begitu lemah pada pemilu tahun 2004.
6
III. Kajian Teori dan Historiografi yang Relevan
Pemilihan judul penelitian ini didasarkan pada wacana perubahan politik yang
terjadi sejak 22 Mei 1998 dengan turun tahtanya Soeharto yang telah memerintah selama
32 tahun. Dengan ini diskursus tentang Islam dan politik yang tersumbat pada masa Orba
mencuat kembali. Wacana tersebut harus ditempatkan dalam konteks yang tepat agar kita
dapat menentukan langkah yang tepat dalam merumuskan strategi pembangunan politik.
Penelitian ini merupakan penelitian historis, yaitu ilmu yang mempelajari manusia
dalam dimensi waktu lampau-kini-yang akan datang. Eksistensi masa kini adalah produk
masa lampau, sedangkan kecenderungan masa kini akan menentukan masa depan
(Sartono Kartodirdjo, 1993: 34). Dengan demikian, sejarawan harus mampu menjawab
persoalan masyarakat kontemporer dengan historical mindiedness-nya, yaitu dia dapat
membanyangkan bagaimana suasana dan iklim budaya yang dipelajari dengan sentimensentimen, ide-ide, sistem kepercayaan, dan gaya hidup, serta mentalitasnya. Bahkan
Croce yakin bahwa setiap sejarah yang benar adalah sejarah masa kini (Sartono
Kartodirdjo, 1993: 68). Hal ini berarti untuk menyusun sejarah yang baik, sejarawan
harus memahami permasalahan kontemporer (Carr, 1984: 41).
Sebelum membahas keterkaitan agama dan politik dalam Islam, kita perlu
merumuskan sikap yang benar terhadap Islam atau sikap yang Islami, karena kita
mengalami kendala merumuskan pemahaman Islam yang monolitik, mengingat pluralitas
kemanusiaan itu sendiri yang ikut berpengaruh dalam memahami Islam. Dengan
demikian aliran-aliran ideologi dalam Islam dipandang sebagai manifestasi pluralitas
kemanusian, sehingga mereka akan mampu mencari titik temu; dan titik temu ini dapat
7
diperluas kepada semua agama. Hal ini sesuai dengan konsep religion of the heart
(primordial religion) (Schuon, 1994: vii dan 91).
Konsep religion of the heart perlu disosialisasikan sebagai upaya untuk
membangun masyarakat modern atau masyarakat madani. Dari konsep ini dikembangkan
sikap toleransi yang sebenaranya dan tidak terbatas pada konsep Trilogi Kerukunan yang
diperkenalkan tahun 1978 oleh Menteri Agama Alamsyah Ratu Prawiranegara. Trilogi
Kerukunan yang dibangun berdasarkan prinsip koeksistensi perlu diperluas dengan
konsep passing over (melintas batas agama) mengingat dunia semakin plural, sehingga
usaha saling menghormati perlu diperluas dengan saling menghayati agar dapat
merumuskan program bagi dialog intern agama maupun ektern antar agama (Komaruddin
Hidayat dan Ahmad Gaus AF, 1998).
Yang paling inti dari suatu agama adalah konsep kesatuan (devine unity atau
tawhid) sebagaimana dijelaskan dalam kalimat syahadat tawhid, yaitu saya bersaksi tidak
ada Tuhan selain Allah. Memang konsep itu sangat sederhana, tetapi memiliki implikasi
yang sangat luas, yaitu mengisyaratkan suatu revolusi kemanusiaan yang permanen.
Manusia selalu dituntut berhijrah agar selalu menuju kepada sesuatu yang lebih baik,
yang dalam Islam diatur dalam kalimat syahadat Rasul bahwa umat Islam harus tunduk
kepada hukum yang diperkenalkan oleh Nabi Muhammad. Karena itu suatu revolusi
hendaknya dilihat dari pusat kebenaran ini, sehingga pernyataan Hamid Dabashi (1993:
489) menjadi sangat bermakna bahwa Permanent revolution is simply the political
expression of a more abiding truth, which is permanent change in one’s selfunderstanding.
8
Mengenai hubungan agama dan politik dalam Islam tidak ada teori yang baku,
karena memang Islam lebih berkepentingan dengan petunjuk moral dalam politik
daripada politik itu sendiri, disamping disadari institusi politik senantiasa berubah
bersamaan dengan berjalannya waktu. Memang konsepsi awal negara Islam berbentuk
teokrasi, namun memahami manifestasi politik Islam secara monolitik adalah
menyesatkan karena tidak ada kontrak politik antara Tuhan dengan penguasa Islam (Ann
K.S. Lambton, 956: 126; Akhavi, 1980: 8; Arjomand, 1984: 32). Penelitian ini ingin
mengetahui sejauhmanakah konsepsi teokrasi ini diterima oleh anggota mampun
simpatisan PPP. Hal ini perlu diketahui agar kita dapat mengetahui kekuatan pendukung
teokrasi dalam sistem negara bangsa yang berdasarkan Pancasila ini. Aliran ini sering
dinisbatkan
dengan
Islam
politik,
walaupun
tidak
ada
kesepakatan
tentang
pengkategoriannya sebagai Islam fundamentalis/radikal/militan/pseudo-tradisional (Lihat
Abrahamian, 1993: 13-17); Sayyid, 1977: 8-17; Ruthvrn, 1997: 21; Roy, 1992 & 1994;
Nasr, 1994: 15; Lawrence, 1989: 1-2).
Kelahiran PPP pada tanggal 5 Januari 1973 terjadi karena faktor eksternal berupa
pemaksaan oleh rezim Orba yang menginginkan penerapan model massa mengambang
(floating mass). Partai-partai Islam dipaksa berfusi dalam PPP, yang terdiri dari unsur
NU, Muhammadiyah, PSII, dan Perti (Haris, 1991: 48). Oleh karena itu dalam
menganalisa sejarah PPP dapat menggunakan dua pendekatan sekaligus, structural
functional approach dan conflict approach. Perolehan kursi PPP dalam pemilu 1997 dan
1999 yang relatif tetap dapat dijelaskan dengan kondisi yang menyebabkan kelompok
semu (unsur-unsur dalam PPP) dapat berkembang menjadi kelompok kepentingan karena
9
faktor ideologi, faktor politis suatu organisasi, dan faktor sosial suatu organisasi
(Nasikun, 1991: 9-23).
IV. Metoda dan Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan metoda sejarah kritis, yaitu meneliti peristiwa sejarah
tidak hanya secara deskriptif-naratif saja, melainkan mengkaji obyek sejarah secara kritis.
Oleh karena itu dipergunakan pendekatan multidimensional, yaitu mengkaji suatu
peristiwa dari berbbagai sudut pandang, dengan menggunakan bantuan ilmu-ilmu sosial.
Penelitian ini menggunakan metoda kualitatif. Data dikumpulkan dari berbagai sumber,
yaitu kajian pustaka, dokumen partai, dan wawancara.
Dalam penulisan sejarah menggunakan metoda sejarah kritis, yaitu suatu metoda
yang menjamin tingkat obyektivitas yang tinggi. Menurut Louis Gottschalk ada empat
langkah yang ditempuh, yaitu:
1. Heuristik atau pengumpulan sumber
Penelitian ini mengambil data dari studi pustaka, dokumen partai, dan wawancara.
2. Kritik sumber
Ada dua jenis kritik sumber yang dilakukan, yaitu kritik intern dan kritik ekstern.
Kedua langkah ini dilakukan untuk menentukan autentisitas dan validitas data.
3. Interpretasi, yaitu kegiatan menghubungkan fakta-fakta sejarah ke dalam
rangkaian cerita yang logis agar mendapatkan kesimpulan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
4. Penyusunan laporan.
10
V. Daftar Pustaka
Abrahamian, Ervand. (1982). Iran Between Two Revolutions. Princeton: Princeton
University Press.
Akhavi, Shahrough. (1980). Religion and Politics in Contemporary Iran: Clergy-State
Relation Pahlevi Period. Albany: State Univ. of NY Press.
Arjomand, Said Amir. (1984). The Shadow of God and the Hidden Imam. Chicago &
London. The Univ. of Chicago Press.
Attas, Syed Muhammad Naquib al- (1993). Islam and Secularism. Kuala Lumpur: ISTAC.
BBC
News (2004).
“UK among most secular nations”, dalam
http://news.bbc.co.uk/1/hi/programmes/wtwtgod/3518375.stm. 2004, pp. 1-3
<Diakses 2005/06/20>.
Carr, E.H. (1984). Apakah Sejarah? A.b. Rahman Haji Ismail. Kuala Lumpur. Dewan
Bahasa dan pustaka.
Dabashi, Hamid (1993). Theology of Discontent: The Ideological Foundation of the Islamic
Revolution in Iran. New York: New York University Press.
Dabashi, Hamid. (1993). Theology of Discontent: The Ideological Foundation of the
Islamic Revolution in Iran. New York: New York University Press.
Gamble, Andrew. (1988). An Introduction to Modern Social and Political Thought.
Hongkong. Macmillan Education Ltd.
Goldstone, Jack A. ed. (1986). Revolutions: Theorical, Comparative, and Historical
Studies. USA, Hourcourt: Brace Javanovich Publisher.
Gottschalk, Louis (1986). Mengerti Sejarah. A.b. Nugroho Notosusanto. Jakarta: UI Press.
Haris, Syamsuddin (1991). PPP dan Politik Orde Baru. Jakarta: Gramedia Widiasarana.
Hatto, A.T. (1972). “The Semantics of ‘Revolution’”, dalam P.J. Vatikiotis ed.,
Revolution in the Middle East and Other Case Studies. London: George Allen
and Unwin Ltd.
Hidayat, Komaruddin dan Ahmad Gaus AF (eds.), Passing Over: Melintas Batas
Agama, Jakarta: Gramedia dan Paramadina.
INCReS, Beyond the Symbols: Jejak Antropologis Pemikiran dan Gerakan. Bandung:
Rosda.
Jansen, G.H. (1979). Militant Islam. London. Pan Books.
11
Juergensmeyer, Mark (1993). The New Cold War? Nationalism Confronts the Secula
State. California: University of California Press.
Kartodirdjo, Sartono (1993). Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah.
Jakarta: Gramedia.
Kohn, Hans (1935). “Messianism”, dalam Edwin R.A. Seligman, eds. Encyclopedia of
the Social Sciences. Vol.9. New York: The Macmillan Company.
Kuntowijoyo (2002). “Periodisasi Sejarah Kesadaran Keagamaan Umat Islam Indonesia:
Mitos, Ideologi, dan Ilmu”, dalam Inovasi Vol. XI No. 2.
Lambon, A.K.S. (1956). Quis Custodiet Custodes: Some Reflections on The Persian
Theory of Government. Studies Islamica, Vol.5.
Lawrence, Bruce B. (1989). The Fundamentalist Revolt against the Modern Age. New
York: Harper & Row.
Nasikun (1991). Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.
Nasr, Seyyed Hossein (1985). Ideals and Realities of Islam. London: Allen and Unwin.
Pickering, W.S.F. ed.(1975). Durkheim on Religion. London and Boston: Routledge &
Kegan Paul.
Roy, Oliver. (1994). The Failure of Political Islam. London: I.B Tauris & Co Ltd.
___, Oliver. (1998). Fundamentalist without a common cause. The Guardian Weekly.
October.
Ruthven, Malise. (1990). A Satanic Affair: Salman Rushdie and the Rage of Islam. London:
Chatto & Windus.
Suhelmi, Ahmad (2001). Dari Kanan Islam hingga Kiri Islam: Biografi dan Pemikiran Politik
S.M. Kartosuwiryo, M. Natsir, M. Amien Rais, H.M. Ch. Ibrahim, M. Hatta,
Abdurrahman Wahid, H.M. Misbach, Tan Malaka, Ali Syariati, Hassan Hanafi.
Jakarta: Darul Falah.
Vatikiotis, P.J. ed. (1972). Revolution in the Middle East and Other Case Studies.
London: George Allen and Unwin Ltd.
Wahid, Abdurrahman (1999). Prisma Pemikiran Gus Dur. Yogyakarta: LkiS.
_____, (2000). Tuhan Tidak Perlu Dibela. Yogyakarta: LkiS.
_____, Abdurrahman (2001). Menggerakkan Tradisi. Yogyakarta: LkiS.
12
VI. Waktu dan Jadwal Penelitian
BULAN
1
2
3
Persiapan
v
v
v
Pelaksanaan
4
5
6
v
v
v
Penyusunan
7
8
v
v
Laporan
VII. Anggaran
1. Persiapan (buku-buku)
: Rp.
545.000,-
2. Seminar
: Rp.
150.000,-
3. Perjalanan
: Rp.
250.000,-
4. Honor Penilai
: Rp.
75.000,-
5. Honor Peneliti
: Rp.
480.000,-
6. Laporan
: Rp.
350.000,-
--------------------------------------------------------------------------- +
Jumlah
Rp. 2.000.000,-
VIII. Peneliti
1. Nama Lengkap dan Gelar
: Saefur Rochmat, MIR
2. NIP
: 132 104 866
3. Golongan dan Pangkat
: Penata /IIIC
13
4. Jabatan Fungsional
: Lektor
5. Fakultas/Program Studi
: FIS/Pend. Sejarah
6. Perguruan Tinggi
: UNY
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas
Nama Lengkap
: Saefur Rochmat, MIR
NIP
: 132 104 866
Tempat Tanggal Lahir
: Kebumen, 22 Nopember 1968
Pangkat/Golongan
: Penata/III C
Jabatan Fungsional
: Lektor
Fakultas/Jurusan
: FIS/Pend. Sejarah
Alamat Kantor
: Jurusan Pend. Sejarah, FIS, UNY
Karangmalang 55281 Yogyakarta
Alamat Rumah
: Sembungan RT 4, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul
HP
: 081371889544
B. Riwayat Pendidikan
No
Universitas
Program
Bidang Ilmu
Tahun Lulus
1.
IKIP Yogyakarta
S1
Pend. Sejarah
1993
2.
Ritsumeikan University S2
Hubungan Internasional
14
C. Karya Ilmiah Terakhir
Agama Reformis: Dialektika Islam dan Modernisasi, Hermeneia Jurnal Pasca IAIN Suka
Vol. 4 No. 2, 2005.
Korupsi dan Perlunya Teologi di Sektor Publik, Millah Jurnal Magister Studi Islam UII,
vol. v No. 2, 2006.
Studi Islam di Indonesia Era Millenium Ketiga, Millah Jurnal Magister Studi Islam UII,
2002.
Masyarakat Madani: Dialog Islam dan Modernitas di Indonesia, Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan Balitbang Depdiknas, Vol. 9, No. 41, Maret 2003.
Dialektika Pemikiran Keagamaan Muhammadiyah: Kontinyuitas Tradisi dengan
Modernisasi, Humanika Jurnal MKU, Vol. 3, No. 1, 2003.
Dinamika Pondok Pesantren Gontor dalam Modernisasi, JP Humaniora Lemlit UNY,
Vol. 7, No. 2, 2002.
Reformasi Dilihat dari Jepang, Inovasi Vol. 16, No. 1, 2004.
Aspek Immaterial dalam Modernisasi, Inovasi Vol. 17, No. 3, 2005.
Kebangkitan Agama di Era modern?, Inovasi Vol. 17, No. 5, 2005
MUI dalam Kasus Ahmadiyah: Dilihat dari Struktur Politik Orde Baru, Inovasi Vol. 18,
No. 7.
Reformasi Pendidikan Agama di Era Modern untuk Mewujudkan Masyarakat Madani,
Cakrawala Pendidikan Vol. 21, No. 3, 2002.
Tradisi dalam Pembentukan Identitas Bangsa Indonesia di Era Modern, Cakrawala
Pendidikan Vol. 233, No. 1, 2004.
Pendidikan Kecakapan Hidup dalam Bingkai Moral sebagai Strategi Broad Based
Education, Cakrawala Pendidikan Vol. 24, No. 1, 2005.
Urgensi Geografi Budaya bagi Pengembangan Pendidikan Identitas Bangsa, Geomedia
Vol. 2, No. 1, 2004.
Reformasi Perguruan Tinggi di Era Otonomi Daerah, Fondasia Vol. 3, No. 2, 2003.
15
Download