Energi dan Ketenagalistrikan

advertisement
Energi dan Ketenagalistrikan
PENGKONDISIAN UDARA DENGAN SISTEM ABSORPSI
DALAM UPAYA PENGHEMATAN ENERGI DAN
PENYELAMATAN LINGKUNGAN
Dedi Suntoro dan Ikrar Adilla
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan dan
Energi Baru dan Terbarukan
[email protected] dan [email protected]
SARI
Tingkat pemakaian pengkondisi udara (AC) di Indonesia meningkat secara cepat. Saat ini teknologi
yang beredar luas adalah sistem kompresi uap. Sistem ini memiliki keunggulan bentuk yang kompak
dan mempunyai efisiensi yang tinggi. Namun demikian, sistem refrigerasi dengan siklus kompresi
uap hanya dapat dijalankan dengan tenaga mekanik untuk menggerakkan kompresor dalam sistem.
Tenaga mekanik tersebut membutuhkan konsumsi listrik yang besar. Kelemahan lain dari sistem
ini adalah refrigerant yang dipakai tidak ramah lingkungan yaitu merusak ozon sehingga berdampak
pemanasan global. Salah satu sistem refrigerasi alternatif adalah sistem absorpsi. Sistem ini
terdiri atas tiga komponen utama yaitu absorber, pompa dan generator. Energi penggeraknya
adalah energi termal. Walau sistem ini memiliki efisiensi yang lebih rendah dibanding siklus
kompresi, namun lebih menghemat energi karena untuk energi penggeraknya dapat memanfaatkan
panas buang dari mesin pembangkit seperti genset dan gas engine ataupun dari panas matahari.
Fluida kerja yang digunakan juga lebih ramah lingkungan karena terbuat dari larutan garam dan air.
Kata kunci: pengkondisi udara, panas buang, refrigerant, sistem absorpsi
1. PENDAHULUAN
Indonesia terletak pada 6ºLU-11ºLS dan 95ºBT141ºBT, antara Lautan Pasifik dan Lautan Hindia,
antara benua Asia dan benua Australia, dan
pada pertemuan dua rangkaian pegunungan,
yaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediteranian.
Letak astronomi yang demikian itu menunjukkan
bahwa Indonesia terletak di daerah iklim tropika.
Daerah iklim tropika terdapat di antara 23.5ºLU
atau Garisan Sartan, dan 23,5º LS atau Garisan
Jadi. Hal ini mengakibatkan suhu di Indonesia
cukup tinggi pada siang hari.[1]Menurut data
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika,
suhu udara di Indonesia saat ini antara 19ºC
sampai 35 ºC dengan kelembaban antara 39%
90
sampai 96%[2]. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Mom & Wiesebron sekitar tahun
1936-1940 di Technische Hoogeschool Bandung
(sekarang ITB), untuk orang Indonesia yang
memakai pakaian harian biasa dan aktifitas
ringan, batas atas nyaman optimal adalah 28ºC
dengan kelembaban udara relatif 70% atau
25,8ºC temperatur efektif, dan batas bawah
adalah 24ºC dan kelembaban udara relatif 80%
atau 22,8ºC temperatur efektif. Temperatur
efektif didefinisikan sebagai temperatur dari
udara jenuh dalam keadaan diam atau
mendekati diam (< 0,1 m/detik) yang dalam hal
tidak ada radiasi panas akan memberikan
perasaan termal yang sama dengan kondisi
udara yang dimaksud. [2][3]
M&E, Vol. 10, No. 3, September 2012
Energi dan Ketenagalistrikan
Kondisi suhu rata-rata yang relatif tinggi
tersebut mendorong orang Indonesia untuk
menggunakan alat pengkodisi udara (AC) untuk
memperoleh kenyamanan. Seiring dengan
pertumbuhan ekonomi, maka semakin tinggi
pula tingkat konsumsi AC di Indonesia. Menurut
data Electronic Marketer Club, volume penjualan
AC sebesar 2,87 triliun rupiah pada tahun 2008
atau meningkat sebesar 209,27% dari tahun
sebelumnya atau meningkat sebesar 315,34%
dari tahun 2006. [4] Konsumen AC terbesar
berasal dari rumah tangga, pusat-pusat
perbelanjaan dan hotel.
Saat ini,teknologi AC yang banyak digunakan
masyarakat adalah sistem refrigerasi kompresi
uap. Sistem ini terdiri atas empat komponen
utama, yaitu kompresor, kondensor, katup
ekspansi dan evaporator. Bila kompresor
berfungsi mengalirkan dan menaikkan tekanan
uap refrigeran, katup ekspansi berfungsi
menurunkan tekanan refrigeran. Adapun
kondensor dan evaporator merupakan penukar
kalor (heat exchanger) yang berfungsi
mempertukarkan kalor antara refrigerant dengan
udara. Refrigerant adalah fluida kerja yang
bersirkulasi dalam siklus refrigerasi. Melalui
siklus kompresi uap, panas dalam ruangan
diserap oleh refrigerant untuk kemudian di
alirkan ke luar ruangan.
Beberapa kelemahan proses siklus kompresi
adalah listrik yang besar untuk menggerakkan
tenaga mekanik yang berasal dari motor listrik.
Kelemahan lain terletak pada refrigerant yang
digunakan yaitu berbahaya bagi lapisan ozon
sehingga menyebabkan pemanasan global.
2. SISTEM ABSORPSI
Salah satu alternatif teknologi pengkodisian
udara ramah lingkungan adalah sistem
absorpsi. Sistem ini merupakan siklus
refrigerasi yang digerakkan oleh energi termal.
Berbeda dengan sistem refrigerasi kompresi
uap, energi mekanik yang diperlukan oleh
refrigerasi absorpsi sangat kecil.
Perkembangan teknologi sistem absorpsi
terakhir adalah pengembangan teknologi
absorpsi efek tunggal (single effect) ke teknologi
absorpsi efek ganda (double effect). yang
terbukti meningkatkan efisiensi penggunaan
energinya. Perbedaan dari kedua teknologi ini
terletak pada jumlah generator, dimana pada
sistem absorpsi double effect ada dua, yaitu
generator temperatur tinggi dan generator
temperatur rendah. Peningkatan efisiensi yang
diperoleh adalah penurunan penggunaan energi
lebih dari 30 % untuk mendapatkan daya
pendinginan yang sama. Perkembangan
teknologi juga membuat dimensi fisik unit
absorpsi menjadi lebih kecil dibandingkan
generasi sebelumnya.
2.1. Siklus Refrigerasi Absopsi Efek
Tunggal (Single Effect Absorption
Chiller)
Diagram refrigerasi absorpsi efek tunggal dapat
dilihat pada Gambar 1. QA adalah perpindahan
panas dari absorber, WPump adalah kerja yang
diperlukan pompa, QG adalah perpindahan
panas yang diperlukan oleh generator, QC
adalah perpindahan panas dari kondenser, dan
QE adalah panas yang diserap oleh evaporator.
Penukar kalor yang terdapat di dalam siklus
absorpsi berfungsi untuk meningkatkan
temperatur larutan sebelum memasuki
generator, sehingga bisa menghemat energi.
2.2. Siklus Refrigerasi Absopsi Efek
Ganda (Double Effect Absorption
Chiller)
Generator pada sistem pendingin absorpsi efek
ganda (Gambar 2) terbagi menjadi dua, yaitu
generator dengan temperatur tinggi dan
generator dengan temperatur rendah. Pada
generator temperatur tinggi, larutan encer dari
evaporator yang dilewatkan melalui penukar
kalor dipanaskan oleh steam atau panas lain dari
hasil pembakaran sehingga refrigerant steam
akan terpisah.
Pengkondisian Udara Dengan Sistem Absorpsi.......... ; Dedi Suntoro dan Ikrar Adilla
91
Energi dan Ketenagalistrikan
Gambar 2. Diagram siklus refrigerasi absorpsi
efek ganda
diperlukan untuk menjaga kelarutan (solubility)
uap refrigerant di dalam absorben. Selanjutnya,
larutan tersebut dipompa ke generator.
Gambar 1. Diagram siklus refrigerasi
absorpsi efek tunggal
Seperti halnya siklus refrigerasi kompresi uap,
efek pendinginan siklus absorpsi juga terjadi di
evaporator. Untuk menggantikan kompresor
seperti pada siklus kompresi uap, siklus
absorpsi menggunakan tiga komponen yaitu
absorber, pompa, dan generator. Absorber
berfungsi untuk menyerap uap refrigerant ke
dalam absorben, sehingga keduanya
bercampur menjadi larutan. Reaksi di dalam
absorber adalah eksotermik (mengeluarkan
panas), sehingga perlu dilakukan proses
pembuangan panas dari absorber. Hal ini
92
Ketika menuju generator, larutan dilewatkan ke
dalam penukar kalor untuk meningkatkan
temperatur (preheating). Daya pompa yang
diperlukan sangat kecil, sehingga seringkali
diabaikan dalam perhitungan Coefficient of
Performance (CoP) siklus absorpsi. Ketika di
dalam generator, larutan dipanaskan hingga
refrigerant terpisah dari larutan. Selanjutnya, uap
refrigerant tersebut memasuki kondensor.
Proses selanjutnya tidak berbeda dengan siklus
kompresi uap, yakni kondensasi, penuruan
tekanan (melalui mekanisme penghambat aliran
- flow restrictor), dan evaporasi.
Proses pendinginan sistem absorbsi adalah
proses termokimia. Fluida yang digunakan
adalah refrigerant dan absorbent. Air sebagai
refrigerant, digunakan sebagai medium kerja
yang dapat berubah fase untuk menghasilkan
efek pendinginan. Refrigerant dari air lebih
ramah lingkungan dibandingkan CFC
M&E, Vol. 10, No. 3, September 2012
Energi dan Ketenagalistrikan
(chloro fluora carbon) ataupun HCFC (hidro
chlorofluoro carbon) yang biasa digunakan pada
c h i l l e r /pendin g inko n ven s io n a l. S e b a g a i
absorbent digunakan lithium bromida, atau
garam sebagai katalis proses termokimia.
Performansi sistem absorpsi dapat di definisikan
dengan cara yang sama seperti hal dalam siklus
kompresi uap, yaitu :
Panas dibutuhkan untuk memisahkan kedua
fluida tersebut. Ketika kedua fluida bercampur
kembali pada tekanan tertentu (0,87 kPa), air
akan berubah fase bercampur dengan garam
pada temperatur yang sangat rendah dan
berubah fase menguap pada suhu normal
100 °C. Sedangkan di dalam absorbent, air
dapat menguap pada temperatur 7 °C, sehingga
dapat mendinginkan air untuk keperluan AC.
Panas yang dibutuhkan dalam proses
termokimia ini secara langsung dapat diperoleh
dari pembakaran gas alam atau secara tidak
langsung dari sebuah boiler atau sumber panas
buang yang lain seperti teknologi kogenerasi.
CoP atau Coefficient of Performance merupakan
nilai efisiensi dari sebuah mesin pendingin
termal. CoP didapatkan dari perbandingan
antara kapasitas pendinginan (Qo) dengan
konsumsi arus kompressor (W). Dari rumus
diatas dapat diartikan bahwa semakin besar nilai
CoP, semakin efisien sebuah mesin pendingin
dimana konsumsi arus kompresor (W) juga
akan semakin kecil.
Kriteria fluida kerja yang baik di definisikan
Holmberg dan Berntsson (1990) sebagai
berikut:
a) Perbedaan titik didih antara refrigerant dan
larutan pada tekanan yang sama (boiling
elevation) harus sebesar mungkin.
b) Refrigerant perlu memiliki panas penguapan
dan konsentrasi yang tinggi di dalam
absorben untuk menekan laju sirkulasi
larutan di antara absorber dan generator
persatuan kapasitas pendinginan.
c) Memiliki sifat-sifat perpindahan panas,
seperti viskositas, konduktivitas termal, dan
koefisien difusi yang baik sehingga
menghasilkan perpindahan panas dan
massa yang baik.
d) Refrigerant dan absorben harus bersifat
non-korosif, ramah lingkungan dan murah.
Kriteria lain fluida kerja sistem absorpsi serupa
dengan kriteria refrigerant siklus kompresi uap,
seperti stabil secara kimiawi, tidak beracun,
tidak mudah terbakar, dan tidak mudah meledak.
Hingga saat ini, fluida kerja yang paling banyak
digunakan di dalam sistem refrigerasi absorpsi
adalah Air/NH3 dan LiBr/Air.[7]
COP = Qo / W
3. PELUANG PENGGUNAAN PENGKODISI UDARA SISTEM ABSORPSI
Dalam aplikasinya, performa (CoP) siklus
absorpsi masih lebih rendah bila dibandingkan
dengan siklus kompresi uap. Akan tetapi siklus
absorpsi mempunyai dua kelebihan yaitu (1)
Siklus tidak menggunakan refrigerant yang
merusak lapisan ozon dan menimbulkan
pemanasan global, dan (2) Siklus bisa
memanfaatkan panas buangan, sehingga
sesuai dikombinasikan dengan pembangkit
listrik ataupun mesin lain yang menghasilkan
limbah panas/ termal. Siklus kombinasi tersebut
berpotensi menghemat energi. Sistem pemanas
dan pendingin sistem tersebut diklaim oleh
operatornya di Shinjuku, Jepang, yaitu
perusahaan Tokyo Gas, mampu menurunkan
penggunaan energi untuk pendinginan sebesar
20%.[8]
Peluang lain adalah apartemen atau mal yang
memiliki pembangkit listrik sendiri. Sistem
kogenerasi dapat diterapkan dengan
memanfaatkan panas gas buang pembangkit
listrik untuk memanaskan refrigerant pada
sistem absorpsi. Panas buang dialirkan dari jalur
pembuangan pembangkit listrik menuju
absorption chiller yang akan merubah panas
tersebut menjadi pendingin.
Pengkondisian Udara Dengan Sistem Absorpsi.......... ; Dedi Suntoro dan Ikrar Adilla
93
Energi dan Ketenagalistrikan
4. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Perkembangan teknologi sistem ramah
lingkungan. Salah satu teknologi tersebut
adalah sistem pendingin absorbsi yang
memungkinkan
pemanfaatan
energi
pengkondisi udara saat ini sangat
memperhatikan lingkungan yaitu efisiensi
penggunaan energi dan penggunaan fluida
pendingin yang panas buang ataupun sumber
energi terbarukan seperti energi panas
matahari. Sistem absorpsi juga tidak
menggunakan refrigerant CFC dan HCFC yang
mempunyai dampak negatif terhadap jumlah
ozon di stratosfer bumi. Terkait dengan isu
pemanasan global, beberapa refrigerant seperti
HCFC-22 yang memiliki efek pemanasan global
cukup tinggi sudah dilarang penggunaannya di
benua Eropa.
[1] Wikipedia.2011.Geografi Indonesia. http://
ms.wikipedia.org/wiki/Geografi_Indonesia di
akses tanggal 7 Juni 2011.
Perkembangan terakhir teknologi sistem
absorpsi dalam rangka meningkatkan efisiensi
energi adalah peralihan dari teknologi absorpsi
efek tunggal (single effect) ke teknologi absorpsi
efek ganda (double effect). Perbedaan dari
kedua teknologi ini terletak pada jumlah
generator, dimana sistem absorpsi double effect
menggunakan dua generator dan dimensi
bentuk yang lebih kecil.
[2] Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika. 2011. Prakiraan Cuaca Kota
Propinsi Indonesia. http://www.bmkg.go.id/
BMKG_Pusat/Meteorologi/cuacaindo.bmkg, diakses tanggal 5 Juli 2011.
[3] Abdul Mannan, 2007, Faktor Kenyamanan
Dalam
Perancangan
Bangunan
(Kenyamanan
Suhu-Termal
Pada
Bangunan). Jurnal Ichsan Gorontalo, Vol 2
No 1.
[4] Soegijanto,2007, Desain Bangunan
Berventilasi Alami di Indonesia yang
Memenuhi Aspek Kenyamanan Termal
Hunian, Lokakarya Pengembangan
Wawasan Rusun Hemat Energi. Universitas
Katolik Parahyangan, Fakultas Teknik
Jurusan Arsitektur. Bandung.
[5] Holmberg P, Berntsson T., Alternative
Working Fluids in Heat Transformers,
ASHRAE Trans 1990;96:1582-9.
[6] Srikhirin dkk., 2001. A Review of Absorption
Refrigeration Techologies.
[7] Tokyo Gas, 2002. http://www.tokyo-gas.co.jp/
env/download/pdf/en/ecorep02e.pdf
94
M&E, Vol. 10, No. 3, September 2012
Download