Reka Lingkungan Jurnal Institut Teknologi Nasional ©Teknik Lingkungan Itenas | No.1 | Vol.1 [Februari 2013] Penentuan Konsentrasi Gas Metan di Udara Zona 4 TPA Sumur Batu Kota Bekasi LETISA INDAH LESTARI1, JULI SOEMIRAT2, MILA DIRGAWATI3 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Itenas Email : [email protected] ABSTRAK TPA secara open dumping di Indonesia berpotensi mengemisikan gas metan sebagai gas rumah kaca hasil dekomposisi sampah langsung ke atmosfer. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan konsentrasi gas metan di udara ambien zona 4 TPA Sumur Batu Kota Bekasi yang dibagi kedalam 7 grid. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengukur gas metan dengan menggunakan gas detector. Hasil pengukuran menunjukan konsentrasi gas metan rata-rata dari zona 4 sebesar 433.434,572 g/m3. Pengukuran ini dipengaruhi oleh kondisi meteorologi dan penggunaan sampling sesaat. Hasil pengukuran ini lebih besar jika dibandingkan baku mutu dari Amerika yaitu sebesar 160 g/m3. Besarnya konsentrasi gas metan yang dihasilkan zona 4 dapat meningkatkan efek rumah kaca, maka perlu dilakukan pengelolaan dan pemanfaatan gas metan hasil produksi zona 4. Kata kunci: konsentrasi gas metan, gas detector ABSTRACT Open dumping sites in Indonesia emit methane as greenhouse gas from waste decomposition directly to the atmosphere. This study intents to determine methane gas concentration in ambient air at zona 4 TPA Sumur Batu Kota Bekasi which was divided into 7 grids. Concentrations were determined using gas detector. Measurement results showed that average methane gas concentration from zone 4 was 433.434,572 g/m3. Measurement results was influenced by meteorological conditions and the use of grab sample. The concentration was greater than the USA standard. Hence it will enhance greenhouse effect. So it is necessary to manage and utilize methane gas produced by zone 4. Keywords: methane gas concentration, gas detector [Penentuan Konsentrasi Gas Metan di Udara Zona 4 TPA Sumur Batu Kota Bekasi ] – 1 Letisa Indah Lestari 1. PENDAHULUAN Sampah merupakan isu penting di lingkungan perkotaan yang akan terus dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia. Petumbuhan penduduk yang semakin meningkat akan berpengaruh terhadap jumlah timbulan sampah. Salah satu teknologi pengolahan sampah yang banyak digunakan di Indonesia adalah lahan urug terbuka atau landfill open dumping. Open dumping merupakan sistem pengolahan sampah dengan hanya membuang/menimbun sampah disuatu tempat tanpa ada perlakuan khusus atau sistem pengolahan yang benar, sehingga sistem open dumping menimbulkan gangguan pencemaran lingkungan (KPU, 2009). Degradasi sampah organik secara alamiah terjadi dalam kondisi aerobik dan anaerobik. Kondisi anaerobik akan menghasilkan gas-bio, salah satunya adalah gas metan sebesar 5060% volume dari total produksi gas-bio (Wang-Yao et al., 2006). Berdasarkan hal ini gas metan yang dihasilkan dari sanitary landfill akan lebih banyak daripada dari lahan urug terbuka karena timbunan sampah ditutup oleh tanah sehingga menghasilkan kondisi anaerobik. Namun, pada lahan urug tertutup dilengkapi oleh sistem pengelolaan gas-bio dimana gas-bio yang diproduksi akan dikumpulkan dan dibakar (Tchobanoglous, 2002). Sedangkan pada open dumping gas metan yang dihasilkan akan langsung teremisikan ke atmosfer. Maka dalam penelitian ini dilakukan pengukuran konsentrasi gas metan yang teremisikan ke atmosfer dari TPA open dumping. Gas metan (CH4) adalah gas yang tidak berbau, tidak berwarna, dan mudah terbakar sehingga dapat menimbulkan ledakan dan kebakaran pada landfill jika berada di udara dengan konsentrasi 5-15% (NIST, 2010). Selain itu gas metan termasuk gas rumah kaca atau Green House Gases (GHG) yang 21 lebih kuat dari karbondioksida yang menyebabkan terjadinya pemanasan global karena mampu menyerap dan meneruskan radiasi sinar matahari (gelombang pendek) namun memantulkan kembali radiasi gelombang panjang yang dipancarkan dari permukaan bumi sehingga mengakibatkan kenaikan suhu bumi (PUSARPEDAL, 2011). Peningkatan konsentrasi gas metan di atmosfer sebanyak 70% berasal dari kegiatan manusia, salah satunya dalam penanganan sampah dengan menggunakan landfill (USEPA, 2010). Emisi gas metan dari landfill ke atmosfer berkisar 1940 Tg per tahun (Dorn, 1995) atau berkontribusi meningkatkan konsentrasi gas metan di atmosfer sebesar 10-20% (IPCC, 2001). Indonesia sebagai negara berkembang telah menetapkan perencanaan untuk menurunkan emisi GRK sebesar 26% dari kegiatan penghasil GRK di Indonesia terutama di bidang limbah pada periode tahun 2010-2020 (RAN, 2010). Sejak tahun 2003 Kota Bekasi menggunakan teknologi controlled landfill dalam pengolahan sampahnya, yaitu di TPA Sumur Batu Kecamatan Bantargebang. TPA Sumur Batu memiliki luas 10 Ha yang dibagi kedalam 2 zona, yaitu zona tidak aktif (6 Ha) dan aktif (1,46 Ha). Dalam controlled landfill penutupan sampah dengan tanah dilakukan setelah zona aktif penuh. Akan tetapi, zona 4 di TPA Sumur Batu termasuk ke dalam zona aktif di mana pengoperasiannya masih secara open dumping. (Bappeda, 2011) TPA Sumur Batu memiliki kapasitas 1.250 ton/hari dengan volume sampah yang masuk adalah 500 ton/hari. Komposisi sampahnya adalah organik (75%), kertas (8%), kain/tekstil (1%), karet/kulit tiruan (1%), plastik (9%), logam (2%), kaca (2%), dan lain-lain (5%) (DPU, 2003). Berdasarkan IPCC (2006) komponen sampah organik terutama sisa makanan akan terdekomposisi dan menghasilkan gas metan sebanyak 17-70 %. Dengan perlakuan open dumping di zona 4 maka gas metan yang dihasilkan dapat teremisikan langsung ke atmosfer. Maka dari itu dilakukan pengukuran secara langsung konsentrasi gas metan dari Reka Lingkungan– 2 Penentuan Konsentrasi Gas Metan di Udara Zona 4 TPA Sumur Batu Kota Bekasi zona 4 TPA Sumur Batu menggunakan gas detector dengan mengasumsikan umur sampah 7-10 bulan. Maksud penelitian ini adalah mengetahui konsentrasi gas metan yang teremisikan dari TPA open dumping ke atmosfer secara langsung. Tujuan dari penelitian ini adalah mengukur konsentrasi gas metan dengan alat portable combination gas detector model RX-515 sehingga diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi gas metan yang teremisikan ke atmosfer. Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi produksi gas metan dari landfill dan potensi lolosnya gas metan dari landfill ke atmosfer sehingga dapat diketahui jenis pengelolaan gas yang tepat di TPA Sumur Batu. 2. METODE 2.1 Sistematika Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan beberapa tahapan yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian. Gambar 1. menyajikan sistematika metode penelitian yang digunakan. Gambar 1. Diagram Alir Metode Penelitian 2.2 Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan teori-teori yang mendukung penelitian ini, yang diperoleh dari jurnal, tugas akhir, buku, dan media elektronik. Dalam penelitian ini penting untuk mengetahui teori proses pembentukan gas metan di landfill, hal-hal yang mempengaruhi produksi gas metan di landfill dan pengaruh meteorologi terhadap dispersi polutan. 2.3 Survey Lapangan Survey lapangan yang dilakukan adalah untuk menentukan lokasi penelitian, pembagian grid, serta lokasi sampling. Lokasi penelitian yang di gunakan adalah zona 4 TPA Sumur Batu, hal ini dikarenakan zona 4 TPA Sumur Batu masih beroperasi secara open dumping. Berdasarkan lokasi penelitian diketahui titik sampling konsentrasi gas metan berada pada zona 4 yang dibagi menjadi 7 grid, hal ini dikarenakan luas zona 4 sebesar 1,46 Ha [Penentuan Konsentrasi Gas Metan di Udara Zona 4 TPA Sumur Batu Kota Bekasi ] – 3 Letisa Indah Lestari sehingga penambilan sampel yang dapat mewakili zona tersebut dilakukan di 7 grid dengan luas masing-masing grid ± 2.085 085 m2. 1 7 6 2 3 4 5 Gambar 1. Lokasi Sampling dan Pembagian Grid 2.4 Pengumpulan Data Pada pengukuran gas metan ini dilakukan dengan teknik pengukuran tidak langsung, yang melibatkan pengukuran konsentrasi gas metan pada udara ambien di sekitar sumber, yang dalam hal ini dilakukan 1 meter diatas timbunan sampah. Teknik ini sangat dipengaruhi oleh keakuratan dari pengukuran arah dan kecepatan angin saat dilakukan sampling (Tregoures et al., 1999). Pengukuran gas metan: Dalam pengukuran konsentrasi gas metan di TPA digunakan di alat portable combination gas detector tector model RX-515 RIKEN KEIKI. Metode yang digunakan pada alat tersebut adalah NDIR (Non Dispersive Infrared), yaitu sinar inframerah yang dipancarkan dari sumber cahaya melewati sel pengukuran, dan melewati pita filter optik yang bisa melewati gelombang mengukur penyerapan gas lalu mencapai ke sensor inframerah. Sejumlah inframerah akan mencapai ksensor inframerah melalui sel pengukuran dan akan berkurang sesuai dengan densitas gas. Jumlah variable inframerah yang diukur oleh sensor inframerah akan ditampilkan sebagai konsentrasi gas. CH4 yang terukur dalam satuan %LEL (Lower Explosive Limit).. %LEL adalah batas bawah dimana saat CH4 sebanyak 5% terdapat di udara dapat menyebabkan ledakan dan kebakaran pada landfill. %LEL dapat dikonversi menjadi %volume di mana %volume % dapat dikonversi menjadi ppm,, dengan cara: (RKI, 2011) 100% LEL= 5% volume 1%volume =10.000ppm Setelah itu, konsentrasi gas metan di setiap grid dikoreksi pada suhu dan tekanan dalam kondisi standar (25o C dan 1 atm) dengan rumus matematis sebagai berikut: µg/m3 = Di mana: ppm : konsentrasi gas metan terukur (ppm) BM : berat molekul gas metan (16,04) P : tekanan standar (1 atm) R : konstanta gas universal (0,08205 atm.l/mol.K) T : suhu standar (25°C) Pengukuran gas metan pada lokasi berdasarkan SNI 19-7119.6-2005 mengenai penentuan lokasi pengambilan contoh uji pemantauan kualitas udara ambient,, yaitu p pengukuran konsentrasi gas metan dilakukan di tengah grid menghadap ke arah angin dominan. Sampling dilakukan lakukan dua kali di setiap grid yaitu pada pagi hari (06.00-09.00) dan sore hari (16.00-18.00) untuk mengetahui fluktuasi konsentrasi gas metan selama 1 hari hari.. Reka Lingkungan– 4 Penentuan Konsentrasi Gas Metan di Udara Zona 4 TPA Sumur Batu Kota Bekasi Pengukuran data meteorologi: Pengukuran data meteorologi ini dilakukan sebelum pengukuran konsentrasi gas metan, dimana pengukuran data meteorologi pada lokasi penelitian ini berdasarkan SNI 19-7119.62005 mengenai penentuan lokasi pengambilan contoh uji pemantauan kualitas udara ambient, yaitu pengukuran konsentrasi gas metan dilakukan di tengah grid menghadap ke arah angin dominan. a. Pengukuran arah angin Pengukuran arah angin kota Bekasi sebelumnya berasal dari data BMKG dan didapatkan bahwa arah angin dominan berhembus dari utara menuju selatan. Namun, dilakukan juga pengukuran arah angin dominan saat di lokasi penelitian dengan menggunakan alat GPS map 76 CSx merek Lutron sehingga diketahui dengan pasti arah angin arah dispersi polutan di lokasi sampling. b. Pengukuran kecepatan angin Kecepatan angin diukur untuk mengetahui terjadinya dispersi polutan. Kecepatan angin diukur dengan menggunakan anemometer tipe YK-2000 PAL merek Lutron. c. Pengukuran Suhu Laju emisi gas metan di permukaan berhubungan erat dengan temperatur permukaan landfill, dimana puncak laju emisi gas metan adalah saat temperatur puncak dalam satu hari di permukaan landfill (Park and Shin, 2001). Pengukuran suhu udara ambien menggunakan alat termometer udara ambien dengan tipe YK2001TM merek Lutron. d. Pengukuran tekanan Pengukuran tekanan dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa tekanan merupakan faktor pengendali luar dalam mengontrol emisi gas metan dari landfill (Einola et al., 2007). Dalam beberapa kasus, seiring dengan kenaikan tekanan maka emisi gas-bio akan berkurang dan bahkan menjadi negatif, hal ini disebabkan oleh intrusi udara di atmosfer permukaan landfill (Nastev et al., 2001). Pengukuran tekanan menggunakan alat barometer merek SILVA 3. HASIL Zona 4 TPA Sumur batu yang telah dibagi menjadi 7 grid, kemudian dilakukan pengukuran meteorologi dan pengukuran konsentrasi gas metan di atas permukaan timbunan sampah di setiap grid pada pagi dan sore hari. Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi gas metan di zona 4 diketahui bahwa konsentrasi gas metan terukur di setiap grid dan waktu pengukuran berbeda-beda. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil perhitungan konsentrasi gas metan dalam keadaan temperatur dan tekanan standar dapat dilihat pada Tabel 2, hal ini dilakukan agar konsentrasi gas metan dalam 1 hari di tiap grid dapat dibuat dalam konsentrasi rata-rata. Tabel 1. Konsentrasi Gas Metan Grid C pagi (% LEL) 1 2 3 4 5 6 7 Sumber: 0,5 0,5 0,5 0,5 1,5 1,5 2 C pagi (% Volume) 0,025 0,025 0,025 0,025 0,075 0,075 0,1 C pagi (ppm) 250 250 250 250 750 750 1.000 C sore (%LEL) C sore (% Volume) 1 1 1 2,5 1 2,5 2,5 0,05 0,05 0,05 0,125 0,05 0,125 0,125 C sore (ppm) 500 500 500 1.250 500 1.250 1.250 Hasil Pengukuran,2011 [Penentuan Konsentrasi Gas Metan di Udara Zona 4 TPA Sumur Batu Kota Bekasi ] – 5 Letisa Indah Lestari Tabel 2. Konsentrasi Gas Metan Dalam STP (T:25OC dan P:1 atm) Grid C pagi C pagi dalam STP (ppm) (µg/m3) 1 250 164.002,1 2 250 164.002,1 3 250 164.002,1 4 250 164.002,1 5 750 492.006,4 6 750 492.006,4 7 1.000 656.008,6 Sumber: Hasil Perhitungan, 2012 C sore (ppm) 500 500 500 1.250 500 1.250 1.250 C sore dalam STP (µg/m3) 328.004,3 328.004,3 328.004,3 820.010,7 328.004,3 820.010,7 820.010,7 C rata-rata 1 hari (µg/m3) 246.003,2 246.003,2 246.003,2 492.006,4 410.005,4 656.008,6 738.009,6 Tabel 3. Hasil Pengukuran Meteorologi Grid Kecepatan Suhu pagi Angin pagi (oKelvin) (m/s) 0,3 301,4 1,5 305,3 0,4 307,2 1,6 307,4 1 308,1 1,3 306,5 1,4 309,1 Sumber:Hasil Pengukuran, 2011 Tekanan Pagi (Pa) 1 2 3 4 5 6 7 100.390 100.290 100.220 100.290 100.330 100.350 100.290 Kecepatan Angin sore (m/s) 0,6 0,4 0,4 0,9 0,4 0,4 0,4 Suhu sore (oKelvin) Tekanan (Pa) 303 304 304,7 304 304,3 306,5 304 99.960 99.990 99.890 99.960 100.020 100.000 99.600 Penentuan arah angin dominan di lokasi penelitian memerlukan data arah angin dominan dari BMKG selama 1 tahun terakhir, yaitu bulan November 2010 sampai bulan November 2011 sehingga diketahui arah angin dominan adalah dari arah utara menuju ke selatan dengan kecepatan angin rata-rata 1-2 m/dt yang termasuk kedalam kategori angin ringan (light air dan light breez) dalam tabel skala Beaufort (Wibisono, 2005). Untuk memperkuat data hasil pengukuran konsentrasi gas metan, parameter seperti suhu, tekanan, arah dan kecepatan angin secara langsung. Tabel 3. menyajikan data hasil pengukuran meteorologi sehingga diketahui kemungkinan terjadinya pengenceran polutan di udara dan memperkirakan potensi penyebaran gas metan yang terbawa oleh angin. Pengukuran kondisi meteorologi dilakukan sebelum pengukuran konsentrasi gas metan, yaitu 2 kali dalam 1 hari. 4. PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di zona 4 TPA Sumur Batu Kota Bekasi yang telah dibagi menjadi 7 grid. Pengukuran kondisi meteorologi dan konsentrasi gas metan di udara dilakukan secara berurutan sesuai dengan nomor grid. Hal ini menyebabkan pengukuran pada pagi hari dengan nomor grid yang lebih besar akan mendekati siang hari dan pada pengukuran pada sore hari dengan nomor grid yang lebih besar akan mendekati malam hari. Tabel 3. yang merupakan hasil pengukuran meteorologi menjelaskan bahwa suhu, tekanan dan kecepatan angin di setiap grid dan waktu pengukurannya bervariasi, hal ini disebabkan pengukuran meteorologi di setiap grid tidak dilakukan dalam waktu yang sama. Hal ini akan mempengaruhi konsentrasi gas metan yang teremisikan dari permukaan landfill ke atmosfer. Suhu udara sangat dipengaruhi oleh radiasi sinar matahari, lama penyinaran matahari, ketinggian dan sudut datang matahari (Lakitan, 2002). Sedangkan suhu udara akan berpengaruh terhadap tekanan yang akan mengakibatkan terjadinya angin skala sedang Reka Lingkungan– 6 Penentuan Konsentrasi Gas Metan di Udara Zona 4 TPA Sumur Batu Kota Bekasi (Lowry, 1972). Selain itu, suhu udara juga akan mempengaruhi kelembaban dari landfill yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap produksi gas metan dari zona 4. Pergerakan angin akan dipengaruhi oleh tekanan, dimana semakin tinggi gradient tekanan maka kecepatan angin akan semakin besar (Tjasyono, 2005). Arah dan kecepatan angin akan menentukan terjadinya distribusi polutan (gas metan) serta arah penyebarannya (Wibisono, 2005). Pengaruh suhu udara terhadap konsentrasi gas metan di udara adalah semakin tinggi suhu maka konsentrasi gas metan di udara akan semakin menurun, hal ini dikarenakan saat suhu meningkat terjadi pemuaian udara dan mengakibatkan pengenceran konsentrasi gas pencemar sehingga konsentrasi gas metan yang terukur lebih kecil (Lakitan, 2002). Kecepatan udara mempengaruhi konsentrasi gas metan yang terukur, semakin tinggi kecepatan angin maka konsentrasi gas metan yang terukur semakin rendah, hal ini diakibatkan angin mampu mendistribusikan polutan dari satu tempat ke tempat lain tergantung besarnya kecepatan angin. Berdasarkan Tabel 3. diketahui suhu udara ambien di pagi hari lebih besar daripada di sore hari, hal ini dikarenakan pagi hari radiasi matahari akan diserap oleh gas dan partikel yang melayang di atmosfer sehingga akan meningkatkan suhu udara (Lakitan, 2002). Kecepatan angin rata-rata di pagi hari dua kali lebih kencang (0,3-1,6 m/dt) daripada sore hari (0,4-0,9 m/dt) yang menurut skala Beaufort dengan kecepatan angin sebesar 0,3-1,5 m/dt dikategorikan sebagai angin ringan yang berarti kecepatan angin dengan kategori tersebut tidak dapat mendispersikan polutan (gas metan) dari grid yang satu ke grid yang lain (Wibisono, 2005) yang berarti gas metan yang terukur cukup akurat, yaitu berasal dari timbunan sampah setempat. Hasil pengukuran (Tabel 2.) menunjukan bahwa konsentrasi gas metan terukur bervariasi di setiap grid di tiap waktu pengukurannya dengan konsentrasi terendah di pagi hari sebesar 164.002,1 µg/m3 dan konsentrasi tertinggi sebesar 656.008,6 µg/m3. Konsentrasi terendah yang terjadi di sore hari sebesar 328.004,3 µg/m3 dan konsentrasi tertinggi sebesar 820.010,7 µg/m3. Konsentrasi gas metan yang terukur tidak dapat dibandingkan dengan baku mutu konsentrasi gas metan di udara ambien di Indonesia, hal ini disebabkan di Indonesia belum ada baku mutu yang mengatur konsentrasi gas metan di udara ambien. Namun, jika dibandingkan dengan baku mutu konsentrasi gas metan di udara ambien Negara Bagian Delaware (USA) konsentrasi gas metan yang terukur lebih besar dari baku mutu (160 g/m³) (Legislative Council, 1999). Hasil pengukuran ini menunjukkan bahwa potensi gas metan yang teremisikan dari zona 4 ke atmosfer dapat berkontribusi dalam meningkatkan efek rumah kaca di bumi sehingga dapat meningkatkan suhu di bumi. Maka dari itu, di zona 4 harus dilakukan pengelolaan gas kemudian dilakukan pemanfaatan terhadap gas metan yang diproduksi. Besarnya konsentrasi gas metan yang terukur dipengaruhi oleh kondisi meteorologi di lokasi penelitian dan produksi gas metan yang dihasilkan zona 4. Hal-hal yang mempengaruhi produksi gas metan di landfill adalah suhu, kelembaban, komposisi sampah yang masuk, densitas sampah, pH, dan usia sampah. Suhu akan mempengaruhi perkembangbiakan bakteri pembentuk gas metan (metanogenik). Kelembaban akan berpengaruh terhadap perkembangbiakan bakteri metanogenik dan transfer nutrien dalam timbunan sampah. Komposisi sampah akan menentukan berapa banyak sampah yang dapat di degradasi dan menghasilkan gas metan. Kenaikan densitas sampah akan menurunkan luas permukaan efektif yang dapat dikontak oleh bakteri, sehingga akan menurunkan produksi gas. Bakteri metanogenik dapat beraktivitas pada kondisi pH 6-8, kenaikan CH3COOH dan H2 akan [Penentuan Konsentrasi Gas Metan di Udara Zona 4 TPA Sumur Batu Kota Bekasi ] – 7 Letisa Indah Lestari menghambat pembentukan metan (Christensen, 1996). Biasanya landfill akan memproduksi gas pada usia 1-3 tahun, dengan produksi gas maksimum saat 5-7 tahun setelah sampah dibuang kemudian akan menurun secara bertahap (ATSDR, 2001). Berdasarkan data dari BPLH Kota Bekasi zona 4 mulai beroperasi pada bulan Januari tahun 2011, dengan demikian umur sampah yang tertimbun di zona 4 saat dilakukannya penelitian adalah 11 bulan. Pada kondisi normal, dekomposisi rata-rata dari sampah organik campuran berdasarkan pengukuran produksi gas dapat mencapai puncak selama 2 tahun pertama dan kemudian menurun (Tchobanoglous, 2002). Degradasi unsur organik di dalam sampah berlangsung secara lambat dalam hitungan tahun dimana selama itu pula gas CH4 dan CO2 terbentuk (Tchobanoglous, 2002). Berdasarkan Merz dan Stone (1970) usia landfill selama 612 bulan dapat menghasilkan gas metan sebanyak 29% dari total gas yang dihasilkan. Berdasarkan Tabel 4. dari usia sampah yang sama di dapat nilai konsentrasi gas metan yang terukur berbeda dan konsentrasi gas metan yang terukur dari sampah yang berusia 7 bulan lebih besar dari konsentrasi gas metan dari sampah yang berusia 10 bulan. Hal ini disebabkan oleh pengukuran konsentrasi gas metan dilakukan sesaat (grab), yang berbeda dengan pengukuran berkelanjutan (continues) di mana pengukuran ini dilakukan terus menerus sehingga dapat diketahui fluktuasi konsentrasi gas metan dalam jangka panjang (24 jam). Sedangkan pengukuran sesaat hanya mampu mencatat fluktuasi konsentrasi dalam jangka waktu pendek sehingga hasil konsentrasi gas metan rata-rata yang terukur tidak menggambarkan konsentrasi gas metan yang dihasilkan sampah pada periode waktu gas metan dihasilkan yang sesungguhnya (ATSDR, 2001). Tabel 4. Perbandingan Usia Sampah dan Konsnetrasi Gas Metan Grid Usia Sampah (bulan) C rata-rata 1 hari (µg/m3) 1 2 3 4 5 6 7 7 10 10 10 10 7 7 246.003,2 246.003,2 246.003,2 492.006,4 410.005,4 656.008,6 738.009,6 433.434,235 C rata-rata zona 4 (µg/m3) Sumber: Hasil Wawancara dan Perhitungan, 2011 Pengoperasian di zona 4 tidak melakukan pemilahan sampah terlebih dahulu sehingga sampah yang masuk ke zona ini bervariasi dan memiliki tingkat degradasi yang berbeda. Maka dari itu ada kemungkinan sampah yang masuk ke grid yang usianya lebih tua (10 bulan) adalah sampah yang sulit untuk terdegradasi sehingga produksi gas metan di grid tersebut lebih kecil daripada produksi gas dari grid yang usia sampahnya lebih muda (7 bulan). Berdasarkan Gambar 3. diketahui konsentrasi gas metan di sore hari lebih besar daripada di pagi hari karena pada sore hari di kompartemen sampah akan tercipta suhu optimal (3640C) bagi pertumbuhan bakteri metanogenik akibat penyerapan panas dari matahari sepanjang hari di timbunan sampah sehingga dapat memproduksi gas metan lebih banyak (Subeki, 2006). Selain itu, gas metan produksi dekomposisi sampah membutuhkan waktu Reka Lingkungan– 8 Penentuan Konsentrasi Gas Metan di Udara Zona 4 TPA Sumur Batu Kota Bekasi untuk naik dari timbunan sampah ke atmosfer maka konsentrasi gas metan yang terukur di sore hari merupakan gas metan hasil dekomposisi pada pagi hari yang baru keluar dari timbunan sampah. Pembentukan gas di landfill terjadi dalam 5 fase, pembentukan gas metan terjadi pada fase ke 4 dimana pada fase ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas dan perkembangbiakan bakteri metanogenik dan pada fase ini H2 dan CO2 akan dikonversi menjadi CH4 dan H2O (Tchobanoglous, 2002). 1000000 g/m³ 800000 600000 pagi 400000 sore 200000 rata-rata 0 1 2 3 4 5 6 7 Gambar 3. Konsentrasi Gas Metan di Tiap Grid (sumber: Hasil Perhitungan, 2012) 5. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan dari hasil pengukuran dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa konsentrasi gas metan yang berada di zona 4 pada pagi dan sore hari setiap grid berbedabeda dengan konsentrasi terendah di pagi hari sebesar 164.002,1 µg/m3 dan konsentrasi tertinggi sebesar 656.008,6 µg/m3. Konsentrasi terendah yang terjadi di sore hari sebesar 328.004,3 µg/m3 dan konsentrasi tertinggi sebesar 820.010,7 µg/m3. Konsentrasi rata-rata zona 4 adalah sebesar 433.434,235 µg/m3 lebih besar jika dibandingkan dengan baku mutu dari Negara Bagian Delaware (USA) (160 µg/m3). Konsentrasi gas metan yang terukur dipengaruhi oleh penggunaan pengukuran sesaat sehingga tidak dapat menggambarkan konsentrasi gas metan pada periode waktu gas metan dihasilkan yang sesungguhnya. Berdasarkan konsentrasi gas metan yang terukur dapat disimpulkan bahwa Zona 4 TPA Sumur Batu Kota Bekasi berpotensi sebagai salah satu sumber penghasil gas rumah kaca penyebab pemanasan global, maka dari itu sebaiknya Tidak mengelola sampah secara open dumping dan memanfaatkan gas metan yang dihasilkan sampah sebagai bahan. Selain itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai usia sampah dalam mendekomposisi sampah dan menghasilkan gas metan di TPA Sumur Batu Kota bekasi. DAFTAR RUJUKAN ATSDR. (2001). Landfill Gas Primer-An Overview for Environmental Health Professional. Department of Health and Human Services Agency for Toxic Substances and Disease Registry Division of Health Assessment and Consultation dipetik dari www.atsdr.cdc.gov/hac/landfill/html/ch5.htm Bappeda. (2011). Pengelolaan Persampahan Kota Bekasi. Kota Bekasi Christensen, T.H., Kjeldsen, P., and Lindhardt, B., (1996). Gas-Generating Processes in Landfills. in Landfilling of Waste: Biogas (eds Christensen, T.H., Cossu, R., and Stegmann,R.,) E & FN Spon. London [Penentuan Konsentrasi Gas Metan di Udara Zona 4 TPA Sumur Batu Kota Bekasi ] – 9 Letisa Indah Lestari Departemen Pekerjaan Umum. (2003). Profil Kota Bekasi. Cipta Karya Kota Bekasi. Dipetik Oktober 16, 2011 dari http://www.ciptakarya.pu.go.id Doorn, M., Barlaz, M. (1995). Estimate of Global Methane Emissions From Landfills and Open Dumps. Report EPA-600/SR-95-019. EPA, US, Washington, DC dalam Mor, S., Visscher, A.D., Ravindra, K., Dahiya, R.P., Chandra, A., and Cleemput, O.V., (2006) . Induction of enhanced methane oxidation in compost: Temperature and moisture response", Waste Management dipetik pada Agustus 15, 2012 dari http://www.elsevier.com Einola, J. K. , Kettunen, R. H. , and Rintala, J. A. (2007). Responses of methane oxidation to temperature and water content in cover soil of a boreal landfill. Dalam Abushammala, M.F.M., Basri, N.E.A., Kadhum, A.A.H., Review on Landfill Gas Emission to the Atmosphere. Malaysia. Dipetik Oktober 13, 2011 dari http://www.eurojournals.com/ejsr.htm IPCC. (2001). Climate Change 2001. Dipetik Oktober 16, 2011 dari http://www.ipcc.ch/pdf/climate-change-2001/synthesis-spm-en.pdf Kementerian Pekerjaan Umum. (2009). Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Prasarana dan Sarana Persampahan. Direktorat Jendral Cipta Karya. Lakitan, B. (1994). Dasar-dasar Klimatologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Lowry, W. P. (1972). Weather and Life. Academic Press, INC. London Legislative Council. (1999). Natural Resources & Enviromental Control Delaware Administrative Code : Ambient Air Quality Standards. Air Quality Management Section. Office of The Register of Regulation. State of Delaware. USA. Dipetik Agustus 26, 2012 dari http://www.regulations.delaware.gov Nastev, M. , Therrien, R. , Lefebvre, R. , and Gelinas, P. (2001). Gas production and migration in landfills and geological materials. Dalam Abushammala, M. F. M., Basri, N. E. A. , Kadhum, A. A. H. , Review on Landfill Gas Emission to the Atmosphere. Malaysia. Dipetik Oktober 13, 2011 dari http://www.eurojournals.com/ejsr.htm NIST. (2011). Methane. Material Measurement Laboratory . U.S. Secretary of Commerce on behalf of the United States of America dipetik Oktober 3, 2011 dari http://webbook.nist.gov/cgi/cbook.cgi Park, J. W. , and Shin, H. C. (2001). Surface emission of landfill gas from solid waste landfill. Dalam Abushammala, M. F. M. , Basri, N. E. A. , Kadhum, A. A. H. , Review on Landfill Gas Emission to the Atmosphere. Malaysia. Dipetik Oktober 13, 2011 dari http://www.eurojournals.com/ejsr.htm Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup. (2011). Laporan Studi Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dari Sumber Limbah (Domestik). Bidang Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas hidup Kementrian Lingkungan Hidup dipetik Agustus 2, 2012 dari http://www.kemenlh.go.id Rencana Aksi Nasional. (2010). Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Rancangan Peraturan Presiden Republik Indonesia. SNI 19-7119.6-2005 Tentang Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh Uji Pemantauan Kualitas Udara Ambient Subeki, N. (2009). Development of Gas Supply in Landfill Supit Urang to Support of Flaring System Laboratory. Universitas Muhammadiyah Malang. Dipetik Juli, 13, 2011 pada http://www.umm.ac.id/research-report/article.pdf Riken Keiki Instrumen. (2011). Portable Combination Gas Detector Model RX-515 Operation Manual. Tchobanoglous, G., & Keith, F. (2002). Handbook of Solid Waste Management. McGraw-Hill (2nd ed.). New York. Tjasyono, Bayong. (2005). Klimatologi. ITB: Bandung Tregoures, A. , Beneito, A. , Berne, P. , Gonze, M. A. , Sabroux, J. C. , Savanne, D. , Pokryszka, Z. , Tauziede, C. , Cellier, P. , Laville, P. , Milward, R. , Arnaud, A. , Levy, F. , Reka Lingkungan– 10 Penentuan Konsentrasi Gas Metan di Udara Zona 4 TPA Sumur Batu Kota Bekasi and Burkhalter, R. (1999). Comparison of seven methods for measuring methane flux at a municipal solid waste landfill site. Dalam Abushammala, M. F. M. , Basri, N. E. A. , Kadhum, A. A. H. , Review on Landfill Gas Emission to the Atmosphere. Malaysia. Dipetik Oktober 13, 2011 dari http://www.eurojournals.com/ejsr.htm U.S. EPA. (2010). Global Methane Initiative. United State of America Dipetik Agustus 20, 2012 dari http://www.epa.gov/globalmethane/faq.htm Wang-Yao K. , Towprayoon, S. , Chiemchaisri, C. , Gheewala, S. H. , and Nopharatana, A. (2006). Seasonal Variation of Landfill Methane Emission from Seven Solid Waste Disposal Sites in Central Thailand. Dalam Abushammala, M.F.M., Basri, N.E.A., Kadhum, A.A.H., Review on Landfill Gas Emission to the Atmosphere. Malaysia. Dipetik Oktober 13, 2011 dari http://www.eurojournals.com/ejsr.htm Wibisono, M.S. (2005). Pengantar Ilmu Kelautan. PT. Gramedia Widiasarana. Jakarta [Penentuan Konsentrasi Gas Metan di Udara Zona 4 TPA Sumur Batu Kota Bekasi ] – 11