MODUL PERKULIAHAN PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK Fakultas Program Studi Fakultas Ekonomi Bisnis Program Studi 2015 1 Tatap Muka 09 Kode MK Disusun Oleh 90003 Ari Sulistyanto, S. Sos., M. I.Kom Abstract Kompetensi Pancasila sebagai sistem Etika: Pengertian Etika . Etika Pancasila Mahasiswa dapat memahami Pengertian etika, macam-macama etika, dan pancasila sebagai etika Pancasila Ari Sulistyanto, S.Sos. M.i Kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Pembahasan 1 Pengertian Etika Istilah etika, sering pula seseorang menggunakannya secara tidak tepat. Sebagai contoh penggunaan istilah 'etika pergaulan, etika jurnalistik, etika kedokteran' dan lain-lain padahal yang dimaksud adalah etiket, bukan etika. Etika harus dibedakan dengan etiket. Etika adalah kajian ilmiah terkait dengan etiket atau moralitas. Dengan demikian, maka istilah yang tepat adalah etiket pergaulan etiket jurnalistik, etiket kedokteran, dan lain-lain. Etiket secara sederhana dapat di artikan sebagai aturan kesusilaan/ sopan santun. Secara etimologis (asal kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos, yang artinya watak kesusilaan atau adat. Istilah ini identik dengan moral yang berasal dari bahasa Latin mos yang jamaknya mores, yang juga berarti adat atau cara hidup. Meskipun kata etika dan moral memiliki kesamaan arti, daiam pemakaian seharihari, dua kata ini digunakan secara berbeda. Moral atau moralitas digunakan untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika digunakan untuk mengkaji system nilai yang ada (Zubair,1987 : 13). Dalam bahasa Arab, padanan kata etika adalah akhlak yang merupakan kata jamak; khuluk yang berarti perangai, tingkah laku atau tabiat (Zakky,2008: 20). 2. Aliran-aliran besar etika Dalam kajian etika dikenal tiga teori/aliran besa4, yaitu deontologi, teleology dan keutamaan. Setiap aliran memiliki sudut pandang sendiri-sendiri dalam menilai apakah suatu perbuatan dikatakan baik atau buruk. a. Etika deontologi Etika deontologi memandang bahwa tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika deontologi tidak mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruk. Kebaikan adalah ketika seseorang melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya. Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah Immanuel Kant (17341804). Kant menolak akibat suatu tindakan sebagai dasar untuk menilai tindakan tersebut karena akibat tadi tidak menjamin universalitas dan konsistensi dalam 2015 2 Pancasila Ari Sulistyanto, S.Sos. M.i Kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id bertindak dan menilai suatu tindakan (Kerafl 2002 : 9). Kewajiban moral sebagai manifestasi dari hukum moral adalah sesuatu yang sudah tertanam dalam setiap diri pribadi manusia yang bersifat universal. Manusia'dalam dirinya secara kategoris sudah dibekali pemahaman tentang suatu tindakan itu baik atau buruk, dan keharusan untuk melakukan kebaikan dan tidak melakukan keburukan harus dilakukan sebagai perintah tanpa syarat (imperative kategoris). Kewajiban moral untuk tidak melakukan korupsi, misalnya, merupakan tindakan tanpa syarat yang harus dilakukan oleh setiap orang. Bukan karena hasil atau adanya tujuan-tujuan tertentu yang akan diraih, namun karena secara moral setiap orang sudah memahami bahwa korupsi adalah tindakan yang dinilai buruk oleh siapapun. Etika deontologi menekankan bahwa kebijakan/tindakan harus didasari oleh motivasi dan kemauan baik dari dalam diri, tanpa mengharapkan pamrih apa pun dari tindakan yang dilakukan (Kuswanjono,2008 :7). Ukuran kebaikan dalam etika deontologi adalah kewajiban, kemauan baik, kerja keras dan otonomi bebas. Setiap tindakan dikatakan baik apabila dilaksanakan karena didasari oleh kewajiban moral dan demi kewajiban moral itu. Tindakan itu baik bila didasari oleh kemauan baik dan kerja keras dan sungguhsungguh untuk melakukan perbuatan itgdan tindakan yang baik adalah didasarkan atas otonomi bebasnya tanpa ada p'aksaan dari luar. b. Etika teleologi Pandangan etika teleologi berkebalikan dengan etika deontologi, yaitu bahwa baik buruk suatu tindakan dilihat berdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan itu. Etika teleologi membantu kesulitan etika deontologi ketika menjawab apabila dihadapkan pada situasi konkret ketika dihadapkan pada dua atau lebih kewajiban yang bertentangan satu dengan yang lain. Jawaban yang diberikan oleh etika teleologi bersifat situasional, yaitu memilih mana yang membawa akibat baik meskipun harus melanggar kewajibary nilai norma yang lain. Ketika bencana sedang terjadi situasi bias anya chaos. Dalam keadaan seperti ini, maka memenuhi kewajiban sering sulit dilakukan. Contoh sederhana kewajiban mengenakan helm bagi pengendara motor tidak dapat dipenuhi karena 2015 3 Pancasila Ari Sulistyanto, S.Sos. M.i Kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id lebih fokus pada satu tujuan, yaitu mencari keselamatan. Kewajiban membayar pajak dan hutang juga sulit dipenuhi karena kehilangan seluruh harta benda. Dalam keadaan demikian etika teleologi perlu dipertimbangkan, yaitu demi akibat baik, beberapa kewajiban mendapat toleransi tidak dipenuhi. Persoalan yang kemudian muncul adalah akibat yang baik itu, baik menurut siapa? Apakah baik menurut pelaku atau menurut orang lain? Atas pertanyaan ini, etika teleologi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu egoisme etis dan utilitarianisme. a. Egoisme memandang bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang berakibat baik untuk pelakunya. Secara moral setiap orang dibenarkan mengejar kebahagiaan untuk dirinya dan dianggap salah atau buruk apabila membiarkan dirinya sengsara dan dirugikan. b. Ulltilitarianisme menilai bahwa baik buruknya suatu perbuatan tergahtung bagaimana akibatnya terhadap banyak orang. Tindakan dikatakan baik apabila mendatangkan kemanfaatan yang besar dan memberikan kemanfaatan bagi sebanyak mungkin orang. Di dalam menentukan suatu tindakan yang dilematis maka yang pertama adalah dilihat mana yang memiliki tingkat kerugian paling kecil dan kedua dari kemanfaatan itu mana yang paling menguntungkan. bagi banyak orang, karena bisa jadi kemanfaatannya besar namunhanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil orang saja. Etika utilitarianisme ini tidak terpaku pada nilai atau norma yang ada karena pandangan nilai dan norma sangat mungkin memiliki keragaman. Namun, setiap tindakan selalu dilihat apakah akibat yang ditimbulkan akan memberikan manfaat bagi banyak orang atau tidak. Kalau tindakan itu hanya akan menguntungkan sebagian kecil orang atau bahkan merugikan maka harus dicari alternatif-alternatif tindakan yang lain. Etika utilitarianisme lebih bersifat realistis, terbuka terhadap beragam altematif tindakan dan berorientasi pada kemanfaatan yang besar dan yang menguntungkan banyak orang. Etika utilitarianisme ini menjawab prtanyaan etika egoisme, bahwa kemanfaatan banyak oranglah yang lebih diutamakan. Kemanfaatan diri diperbolehkan sewajarya, karena kemanfaatan itu harus dibagi kepada yang lain. 2015 4 Pancasila Ari Sulistyanto, S.Sos. M.i Kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Utilitarianisme, meskipun demikian juga memiliki kekurangan. Sonny Keraf (2002: 19-27) mencatat ada enam kelemahan etika ini. a. Karena alasan kemanfaatan untuk orang banyak berarti akan ada sebagian masyarakat yang dirugikan, dan itu dibenarkan. Dengan demikian, utilitarianisme membenarkan adanya ketidakadilan terutama terhadap minoritas. b. Dalam kenyataan praktis, masyarakat lebih melihat kemanfaatan itu dari sisi yang kuantitasmaterialistis, kurang memperhitungkan manfaat yang non-material seperti kasih sayarrg, nama baik, hak" dan lain-lain. c. Karena kemanfaatan yang banyak diharapkan dari segi material yang tentu terkait dengan masalah ekonomi, maka untuk atas nama ekonomi tersebut hal-hal yang ideal, seperti nasionalisme, martabat bangsa akan terabaikan, misal atas nama memasukkan investor asing, ase{-aset negara dijual kepada pihak asing, atau atas nama meningkatkan devisa negara, pengiriman TKW ditingkatkan. Hal yang menimbulkan masalah besar adalah ketika lingkungan dirusak atas nama untuk menyejahterakan masyarakat. d. Kemanfaatan yang dipandang oleh etika utilitarianisme sering dilihat dalam jangka pendek, tidak melihat akibat jangla panjang. Padahal, misal dalam persoalan lingkungar; kebijakan yang dilakukan sekarang akan memberikan dampak negatif pada masa yang akan datang. e. Karena etika utilitarianisme tidak menganggap penting nilai dan norma, tapi lebih pada orientasi hasil, maka tindakan yang melanggar nilai dan norma atas nama kemanfaatan yang besar, misalnya perjudian/prostitusi, dapat dibenarkan. f. Etika utilitarianisme mengalami kesulitan menentukan mana yang lebih diutamakan kemanfaatan yang besar namun dirasakan oleh sedikit masyarakat atau kemanfaatan yang lebih banyak dirasakan banyak orang meskipun kemanfaatannya kecil. Menyadari kelemahan itu, etika utilitarianisme membedakannya dalam dua tingkatary yaitu utilitarianisme aturan dan tindakan. Atas dasar ini, maka: 1. Setiap kebijakan dan tindakan harus dicek apakah bertentangan dengan nilai dan norma atau tidak. Kalau. bertentangan maka kebijakan dan tindakan tersebut harus ditolak, meskipun memiliki kemanfaatan yang besar; 2015 5 Pancasila Ari Sulistyanto, S.Sos. M.i Kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2. kemanfaatan harus dilihat tidak hanya yang bersifat fisik saja, tetapi juga yang non-fisik, seperti kerusakan mental, moralitas, kerusakan lingkungan, dan sebagainya; serta 3. terhadap masyarakat yang dirugikan, perlu pendekatan personal dan kompensasi yang memadaiffituk memperkecil kerugian material dan non- material. C. Etika keutamaan Etika ini tidak mempersoalkan akibat suatu tindakary tidak juga mendasarkan pada penilaian moral pada kewajiban terhadap hukum moral universal, tetapi pada pengembangan karakter moral pada diri setiap orang. Orang tidak hanya melakukan tindakan yang baik, melainkan menjadi orang yang baik. Karakter moral ini dibangun dengan cara meneladani perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh para tokoh besar. Internalisasi ini dapat dibangun melalui cerita, sejarah yang di dalamnya mengandung nilai-nilai keutamaan agar dihayati dan ditiru oleh masyarakatnya. Kelemahan etika ini adalah ketika terjadi dalam masyarakat yang majemuk, maka tokoh-tokoh yang dijadikan panutan juga beragam sehingga konsep keutamaan menjadi sangat beragam pula, dan keadaan ini dikhawatirkan akan menimbulkan benturan sosial. Kelemahan etika keutamaan dapat diatasi dengan cara mengarahkan keteladanan tidak pada figur tokoh, tetapi pada perbuatan baik yang dilakukan oleh tokoh itu sendiri, sehingga akan ditemukan prinsip-prinsip umum tentang karakter yang bermoral itu seperti apa. Selanjutnya akan dibahas tentang etika Pancasila sebagai suatu aliran etika alternatil baik dalam konteks keindonesiaan maupun keilmuan secara lebih luas. D. Etika Pancasila Aktualisasi Pancasila sebagai dasar etika, tercermin dalam sila-silanya, yaitu sebagai berikut. - Sila Pertama: menghormati setiap orang atau warga negara atas berbagai kebebasannya dalam menganut agama dan kepercayaannya masing-masing, serta menjadikan ajaran-ajarannya sebagai panutan untuk menuntun maupun mengarahkan jalan hidupnya. 2015 6 Pancasila Ari Sulistyanto, S.Sos. M.i Kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id - Sila Kedua: menghormati setiap orang dan warga negara sebagai pribadi (persona) " utuh sebagai manusia" ,manusia sebagai subjek pendukung, Penyangga/pengemban serta pengelola hak-hak dasar kodrati, merupakan suatu keutuhan dengan eksistensi dirinya secara bermartabat. - Sila Ketiga:bersikap dan bertindak adil dalam mengatasi segmentasi-segmentasi atau primordialisme sempit dengan jiwa dan semangat "Bhineka Tunggal Ika", yaitu bersatu dalam perbedaan dan berbeda dalam persatuan. - Sila Keempat: kebebasan kemerdekan, kebersamaan, dimiliki dan dikembangkan dengan dasar musyawarah untuk mencapai kemufakatan secara jujur dan terbuka dalam menata berbagai aspek kehidupan. - Sila Kelima: membina dan mengembangkan masyarakat yang berkeadilan sosial yang mencakup kesamaan derajat(equality) dan pemerataan (equity)bagi setiap orang atau setiap warga negara. Sila-sila dalam Pancasila merupakan satu kesatuan integral dan integrative menjadikan dirinya sebagai referensi kritik sosial kritis, komprehensif serta sekaligus evaluatif bagi pengernbangan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara. Konsekuensi dan implikasinya ialah bahwa norma etis yang mencerminkan satu sila akan mendasari dan mengarahkan sila-sila lain. Etika Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau bertentangan dengan aliranaliran besar etika yang mendasarkan pada kewajiban tujuan tindakan dan pengembangan karakter moral, namun justru merangkum dari aliran-aliran besar tersebut. Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai ketuhanan kemanusiaan, persatuan kerakyatan dan keadilan. Suatu perbuatan dikatakan baik bukan hanya apabila tidakbertentangandengannilai-nilai tersebut namun juga sesuai dan mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut. Nilai-nilai Pancasila, meskipun merupakan kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan bangsa Indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai Pancasila juga bersifat universal dapat diterima oleh siapa pun dan kapanpun. Etika Pancasila berbicara tentang nilainilai yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. - 2015 Nilai yang pertama adalah ketuhanan 7 Pancasila Ari Sulistyanto, S.Sos. M.i Kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Secara hierarkis nilai ini bias dikatakan sebagai nilai yang tertinggi karena menyangkut nilai yang bersifat mutlak. Seluruh nilai kebaikan diturunkan dari nilai ini. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan nilai, kaidah dan hukum Tuhan. Pandangan demikian secara empiris bisa dibuktikan bahwa setiap perbuatan yang melanggar nilai, kaidah dan hokum Tuhan, baik itu kaitannya dengan hubungan antara manusia maupun alam pasti akan berdampak buruk, misalnya pelanggaran akan kaidah Tuhan tentang menjalin hubungan kasih sayang antarsesama akan menghasilkan konflik dan permusuhan. Pelanggaran kaidah Tuhan untuk melestarikan alam akan menghasilkan bencana alam, dan lain-lain. - Nilai yang kedua adalah kemanusiaan Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai kemanusiaan Pancasila adalah keadilan dan keadaban. Keadilan mensyaratkan keseimbangan antara lahir dan batiru jasmani dan rohani, individu dan sosial, makhluk bebas mandiri dan makhluk Tuhan yang terikat hukum-hukum Tuhan. Keadaban mengindikasikan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk lairy yaitu hewary tumbuhary dan benda tak hidup. Karena itu, perbuatan itu dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada konsep keadilan dan keadaban. - Nilai yang ketiga adalah persatuan Suatu perbuatan dikatakan baik apabila dapat memperkuat persatuan dan kesatuan. Sikap egois dan menang; sendiri merupakan perbuatan buruk, demikian pula sikap yang memecah belah persatuan. Sangat mungkin seseorang seakan-akan mendasarkan perbuatannya atas nama agama (sila kesatu), namun apabila perbuatan tersebut dapat memecah persatuan dan kesatuan maka menurut pandangan etika Pancasila bukan merupakan perbuatan baik. - Nilai yang keempat adalah kerakyatan Dalam kaitan dengan kerakyatan ini terkandung nilai lain yang sangat penting, yaitu 2015 8 nilai hikmat/kebijaksanaan Pancasila Ari Sulistyanto, S.Sos. M.i Kom dan permusyawaratan. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Kata hikmat/kebijaksanaan berorientasi pada tindakan yang mengandung nilai kebaikan tertinggi. Atas nama mencari kebaikan, pandangan minoritas belum tentu kalah dibanding mayoritas. Pelajaran yang sangat baik misalnya peristiwa penghapusan tujuh kata dalam sila pertama Piagam Jakarta. Sebagian besar anggota PPKI menyetujui tujuh kata tersebut, namun memperhatikan kelompok yang sedikit (dari wiiayah Timur) yang secara argumentatif dan realistis bisa diterima, maka pandangan minoritas'dimenangkan' atas pandangan mayoritas. Dengan demikian perbuatan belum tentu baik apabila disetujui/bermanfaat untuk orang banyak, namun perbuatan itu baik jika atas dasar musyawarah yang didasarkan pada konsep hikmah/ kebijaksanaan. .- Nilai yang kelima adalah keadilan Apabila dalam sila kedua disebutkan kata adil, maka kata tersebut lebih dilihat dalam konteks manusia selaku individu. Adapunnilai keadilan pada sila kelima lebih diarahkan pada konteks sosial. Suatu "perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan masyarakat banyak. Menurut Kohlberg (1995:37), keadilan merupakan kebajikan utama bagi setiap pribadi dan masyarakat. Keadilan mengandaikan sesama sebagai partner yang bebas dan sama derajatnya dengan orang Iain. Menilik nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka Pancasila dapat menjadi sistem etika yang sangat kuat, nilai-niiai yang ada tidak hanya bersifat mendasar, namun juga realistis dan aplikatif. Apabila dalam kajian aksiologi dikatakan bahwa keberadaan nilai mendahului fakta, maka nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada dalam cita-cita bangsa Indonesia yang harus diwujudkan dalam realitas kehidupan. Nilai-nilai tersebut dalam istilah Notonagoro merupakannilaiyangbersifat abstrak umum dan universal, yaitu nilai yang melingkupi realitas kemanusiaan di manapun, kapanpun dan merupakan dasar bagi setiap tindakan dan munculnya nilai-nilai yang lain. Sebagai contoh, nilai ketuhanan akan menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan dan toleransi. Nilai kemanusiaan menghasilkan nilai kesusilaan, tolong menolong, penghargaan penghormatan, kerjasama, dan lain-lain. Nilai persatuan menghasilkan nilai cinta tanah air; pengorbanan dan lain-lain. Nilai 2015 9 Pancasila Ari Sulistyanto, S.Sos. M.i Kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id kerakyatan menghasilkan nilai menghargai perbedaary kesetaraan dan lain-lain. Nilai keadilan menghasilkan nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama, dan lain-lain. Daftar Pustaka - C.S.T. Kansil, (2001) Ilmu Negara Umum dan Indonesia (Jakarta :PT Pradnya Paramita,), - Soehino, (1980),lmu Negara (Yogyakarta : Liberty, - Mohd. Burhan Tsani, (1990), Hukum dan Hubungan Internasional (Yogyakarta: Liberty, - Huala Adolf, , (2003)Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional (Jakarta, Penerbit : RajaGrafindo Media On line http://www.wikipedia.com,-tentang NEGARA.-html, tanggal 9 Maret 2015 https://ruhcitra.wordpress.com/2008/11/09/bentuk-negara-dan-bentuk-kenegaraan/ http://shintahappyyustiari.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/BENTUK-NEGARAPEMERINTAHAN.pdf 2015 10 Pancasila Ari Sulistyanto, S.Sos. M.i Kom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id